BAB I PENDAHULUAN
G. Metode Penelitian
4. Analisis Data
Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks. Adanya terdapat regulitas atau pola tertentu, namun penuh dnegan variasi (keragaman).38 Penelitian kualitatif bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu hal menurut pandangan manusia yang diteliti.
Penelitian kualitatif berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat, atau kepercayaan orang yang diteliti; kesemuanya tidak dapat diukur dengan angka.39
Analisis data sebagai tindak lanjut proses pengolahan data merupakan kerja seorang peneliti yang memerlukan ketelitian, dan pencurahan daya pikir secara optimal.40 Analisis data merupakan sebuah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan.41
Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang telah dikumpulkan (bahan hukum primer, sekunder maupun tertier), untuk mengetahui validitasnya. Setelah itu keseluruhan
38Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Model Aplikasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 53
39Sulistyo Basuki, Metode Penelitian, Wedatama Widya Sastra dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Jakarta, 2006, hal. 78
40Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal. 77
41 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Penerbit Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hal. 103
data tersebut akan disistematiskan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang baik pula.42
Kemudian dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif sehingga diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang gejala dan fakta yang terdapat dalam masalah pembatalan Sertipikat Hak Milik atas perintah putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dikarenakan cacat administrasi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 457 K/TUN/2013). Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang umum untuk selanjutnya ditarik hal-hal yang khusus, dengan menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum seperti teori-teori, dalil-dalil, atau prinsip-prinsip dalam bentuk proposisi-proposisi untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus,43 guna menjawab permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini.
42Bambang Sunggono, Op. cit, hal. 106
43Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Op. cit, hal. 109
BAB II
ALASAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA MENGELUARKAN PUTUSAN BERUPA PERINTAH UNTUK
MEMBATALKAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH A. Tugas Badan Pertanahan Nasional Dalam Penerbitan Sertipikat 1. Tugas Badan Pertanahan Nasional
Badan Pertanahan Nasional adalah lembaga Non Departemen (sekarang disebut Kementerian berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara) yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional.
Di dalam Pasal 2 disebutkan Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan dibidang pertanahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jadi Badan Pertanahan Nasional merupakan badan pemerintahan yang menyelenggarakan tugas, fungsi dan wewenang dibidang pertanahan, dimana kedudukannya berada dibawah Presiden dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden.
Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, BPN menyelenggarakan fungsi :
a. penyusunan dan penetapan kebijakan di bidang pertanahan;
b. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang survey, pengukuran, dan pemetaan;
c. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penetapan hak tanah, pendaftaran tanah, dan pemberdayaan masyarakat;
d. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengaturan, penataan dan pengendalian kebijakan pertanahan;
e. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengadaan tanah;
f. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian dan penanganan sengketa dan perkara pertanahan;
g. pengawasan dan pelaksanaan tugas di lingkungan BPN;
h. pelaksanaan koordinasi tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan BPN;
i. pelaksanaan pengelolaan data informasi lahan pertanian pangan berkelanjutan dan informasi di bidang pertanahan;
j. pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan; dan k. pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia di bidang pertanahan.
2. Sertipikat Hak Milik Hak Atas Tanah Wujud Dari Pendaftaran Tanah 2.1. Hak Milik Atas Tanah sebagai salah satu jenis hak-hak atas tanah
Hak-hak atas tanah merupakan salah satu perwujudan dari hak menguasai negara dalam bidang pertanahan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. Dasar hukum ketentuan hak-hak atas tanah diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, yaitu “Atas dasar hak menguasai dari negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama sama dengan orang lain serta badan-badan hukum”.
Menurut Sudikno Mertokusumo, yang dimaksud hak atas tanah adalah hak yang memberikan wewenang kepada yang mempunyai hak untuk menggunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya.44 Kata “menggunakan” mengandung
44Urip Santoso, Pendaftaran Tanah dan Peralihan Hak Atas Tanah, Edisi Pertama, Cetakan Ke-2, Kencana, Jakarta, 2011, hal. 49.
pengertian bahwa hak atas tanah digunakan untuk kepentingan mendirikan bangunan, misalnya rumah, toko, hotel, kantor, pabrik, kata “mengambil manfaat” mengandung pengertian bahwa hak atas tanah digunakan untuk kepentingan bukan mendirikan bangunan, misalnya untuk kepentingan pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan.45
Berdasarkan hak menguasai negara atas tanah, maka akan melahirkan macam-macam hak atas tanah, salah satunya yaitu hak milik atas tanah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960.
Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 menentukan bahwa
“Hak Milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh, yang dapat dipunyai orang atas tanah. Selanjutnya dalam ayat (2) menentukan bahwa “hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain”. Berdasarkan rumusan pasal tersebut, maka hak milik merupakan hak-hak yang paling kuat, namun tidak bersifat mutlak, karena dapat beralih kepada pihak lain. Berdasarkan penjelasan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, disebutkan sifat-sifat dari hak milik berbeda dengan hak-hak lainnya, yaitu :
Hak milik adalah hak yang “terkuat dan terpenuh”, yang dapat dipunyai orang atas tanah. Pemberian sifat ini tidak berarti bahwa hak ini merupakan hak
“mutlak”, tak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat sebagai eigendom menurut pengertiannya yang asli dulu. Sifatnya yang demikian akan terang bertentangan dengan sifat hukum adat dan fungsi sosial dari tiap-tiap hak.
Kata-kata “terkuat dan terpenuh” itu bermaksud untuk membedakannya dengan Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan lain-lain, yaitu
45 Ibid
untuk menunjukkan bahwa diantara hak-hak atas tanah yang dapat dipunyai orang hak miliklah yang ter (artinya paling kuat dan terpenuhi).46
Merujuk pada pengertian hak milik atas tanah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, Notonegoro merinci tentang ciri-ciri hak milik, sebagai berikut :
(1) Merupakan hak atas tanah terkuat bahkan terpenuh menurut Pasal 20 ayat (1) UUPA adalah terkuat, artinya mudah dihapus dan mudah dipertahankan terhadap gangguan pihak lain.
(2) Merupakan hak turun-temurun dan dapat beralih, artinya dapat dialihkan kepada ahli waris yang berhak.
(3) Dapat menjadi hak induk, tetapi tidak akan berinduk pada hak-hak atas tanah lainnya, berarti hak milik dapat dibebani dengan hak-hak atas tanah lainnya, seperti HGB, HGU, HP, hak sewa, hak gadai, hak bagi hasil dan hak numpang karang.
(4) Dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan (dahulu hypotheek dan credietverband).
(5) Dapat dilaihkan, seperti dijual, ditukar dengan benda lain, dihibahkan, dan diberikan dengan wasiat.
(6) Dapat dilepaskan dengan yang punya, sehingga tanahnya menjadi tanah dikuasai oleh negara.
(7) Dapat diwakafkan.
(8) Pemilik mempunyai hak untuk menuntut kembali terhadap orang yang memegang benda tersebut.47
Dalam kaitannya dengan hak milik atas tanah, hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, yaitu :
(1) Hanya warganegara Indonesia dapat mempunyai hak milik.
(2) Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya.
46 Soeharyo Soimin, Status Hak dan Pembebasan Tanah, Edisi.2, Cetakan.2, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hal. 2
47Aslan Noor, Konsep Hak Milik Atas Tanah Bagi Bangsa Indonesia Ditinjau Dari Ajaran Hak Asasi Manusia, Mandar Maju, Bandung, 2006, hal. 82-83.
(3) Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warganegara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.
(4) Selama seseorang di samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat (3) Pasal ini.
Merujuk Pasal 21 tersebut diatas, memberikan konsekuensi yuridis bahwa, dalam hal terjadi pemindahan hak milik baik secara jual beli, pewarisan, penghibahan dan perbuatan-perbutan lain yang berkaitan dengan pengalihan hak milik tersebut diawasi oleh pemerintah, sehingga oleh karena hak milik tersebut hanya dapat diberikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia, maka apabila terjadi peralihan kepada orang asing atau badan hukum, maka kepemilikan tanah tersebut batal demi hukum dan status tanahnya menjadi tanah negara.
Terkait dengan terjadinya hak milik atas tanah dapat dilihat dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 yang menentukan bahwa :
(1) Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Selain menurut cara sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini hak milik terjadi karena :
a. penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
b. ketentuan Undang-undang.
Dengan demikian terjadinya hak milik ada 3, yaitu :
1. terjadi hak milik menurut hukum adat, yaitu hak milik yang diperoleh dengan cara ini didasarkan atas hukum adat;
2. hak milik terjadi berdasarkan penetapan pemerintah, yaitu sesorang atau badan hukum yang mengajukan permohonan hak milik kepada pemerintah, jika permohonan itu dikabulkan maka atas dasar penetapan pemerintah orang atau badan hukum itu memperoleh hak milik; dan 3. terjadi berdasarkan ketentuan undang-undang artinya bahwa karena
undang-undang menentukan tentang konversi hak atas tanah tertentu menjadi hak milik.48
Hapusnya Hak Milik diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, yang menentukan bahwa :
Hak Milik hapus bila :
a. tanahnya jatuh kepada Negara :
1. karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18;
2. karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya ; 3. karena diterlantarkan;
4. karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2).
b. tanahnya musnah.
Berdasarkan uraian hak-hak atas tanah diatas, dapat dikatakan bahwa Hak Milik merupakan salah satu jenis hak atas tanah yang berbeda dengan hak-hak atas tanah lainnya, karena hak milik atas tanah merupakan hak atas tanah yang terpenuh, terkuat dan dapat dimiliki secara turun temurun. Hak Milik adalah hak hak terkuat dan terpenuh mengandung makna bahwa Hak Milik berbeda dengan Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai dan hak-hak lainnya.
Sedangkan Hak Milik sebagai hak turun temurun mempunyai makna bahwa hak itu dapat diwariskan secara turun temurun dan dialihkan kepada orang lain. Hak Milik sebagai hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dipunyai orang atas
48 J.B. Daliyo, et, al, Pengantar Hukum Indonesia, Buku Panduan Mahasiswa, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992, hal. 143
tanah, dengan mengingat ketentuan tanah sebagai fungsi sosial, sehingga dengan sendirinya memberikan kewenangan kepada pemiliknya untuk memberikan kembali hak lain di atas tanah hak milik tersebut.49 Dengan kata lain, diatas hak milik dapat diberikan Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai, sedangkan Hak Guna Usaha tidak bisa diberikan diatas Hak Milik, karena Hak Guna Usaha hanya diberikan atas tanah yang langsung dikuasai negara. Salah satu kekhususan hak milik adalah tidak dibatasi oleh waktu dan diberikan untuk waktu yang tidak terbatas lamanya, yaitu selama hak milik masih diakui.50
2.2. Pendaftaran Tanah
a. Pengertian Pendaftaran Tanah
Pendaftaran tanah merupakan salah satu tugas negara yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan bagi rakyatnya. Dalam pendaftaran tanah yang didaftarkan tidak hanya hak-hak atas tanahnya melainkan juga tanah negara dan tanah wakaf sebagaimana yang diatur dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Dalam hal tanah negara pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah yang bersangkutan dalam daftar tanah. 51 Dan pada tanah wakaf, apabila tanah yang bersangkutan bersertipikat, pendaftaran
49 Yudhi Setiawan, Hukum Pertanahan, Teori dan Praktik, Bayumedia Publishing, Malang, 2010, hal. 41
50Aslan Noor, Op Cit, hal. 82
51Boedi Harsono, Op Cit, hal. 476
dilakukan dengan membubuhkan catatan-catatan pada buku tanah dan Sertipikat Hak Miliknya.52
Jadi dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa disebut dengan pendaftaran tanah, bukan pendaftaran hak-hak atas tanah, karena yang dapat didaftarkan bukan hanya hak-hak atas tanah saja seperti Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan hak hak atas tanah lainnya tetapi juga dapat berupa tanah negara dan tanah wakaf.
Menurut A.P Parlindungan sebagaimana yang dikutip oleh Urip Santoso memberikan suatu penjabaran tentang asal kata pendaftaran tanah, yaitu : Pendaftaran tanah berasal dari kata Cadastre (Bahasa Belanda Kadaster) suatu istilah teknis untuk suatu record (rekaman), menunjukkan kepada luas, nilai, dan kepemilikan (atau lain-lain atas hak) terhadap suatu bidang tanah. Kata ini berasal dari Bahasa Latin “Capistratum” yang berarti suatu register atau capita atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah Romawi (Capotatio Torrens).53
Boedi Harsono memberikan definisi tentang Pendaftaran Tanah, yaitu : Pendaftaran tanah adalah suatu rangkaian kegiatan, yang dilakukan oleh Negara/Pemerintah secara terus menerus dan teratur, berupa pengumpulan keterangan atau data tertentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada di wilayah-wilayah tertentu, pengelolahan, penyimpanan dan penyajian bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan termasuk penerbitan tanda-buktinya dan pemeliharaannya.54
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, pengertian pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 19 ayat (2) yaitu rangkaian kegiatan yang meliputi (1)
52Ibid
53Lihat Pendapat AP. Parlindungan dalam Urip Santoso, Op Cit, hal.12
54Boedi Harsono, Op Cit, hal. 72
Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah; (2) Pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak tersebut; (3) Pembuktian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Selanjutnya menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah mengatur bahwa :
Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Secara umum tujuan utama dari pendaftaran tanah adalah : 1) untuk memelihara dan mengembangkan sistem pendaftaran tanah secara efisien; 2) untuk menjamin hak-hak atas tanah secara sah menurut undang-undang atas nama; 3) untuk mengakses ke informasi tanah secara akurat; 4) untuk meningkatkan pemberian layanan.55
Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menentukan bahwa
“Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah”.
Menurut Boedi Harsono, kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali (“initial registration”) dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu :
1. Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak, yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagan
55Adrian Sutedi, Kekuatan Hukum Berlakunya Sertifikat Sebagai Tanda Bukti Hak Atas Tanah, BP. Cipta Jaya, Jakarta, selanjutnya disebut Adrian Sutedi (II), 2006, hal. 29
wilayah suatu desa atau kelurahan. Umumnya prakarsa datang dari pemerintah.
2. Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa atau kelurahan secara individual atau massal, yang dilakukan atas pemegang atau penerima hak atas tanah yang bersangkutan.56
Dengan demikain pendaftaran tanah dapat dilakukan melalui dua cara yaitu pendaftaran tanah secara sporadik, yaitu pada dasarnya prakarsa berasal dari pemohon pendaftaran baik yang bersifat individual maupun massal dengan biaya dari pemohon sendiri. Sedangkan pendaftaran tanah sistematik yaitu pendaftaran tanah yang pada dasarnya berasal dari prakarsa pemerintah.
b. Obyek Pendaftaran Tanah
Negara Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur penguasaan, peruntukan, pengelolaan dan pemanfaatan atas tanah atau yang dilaksanakan oleh Pemerintah yang disebut dengan hak menguasai negara atas tanah menimbulkan adanya hak-hak atas tanah, dimana hak-hak atas tanah ini merupakan obyek pendaftaran tanah yang harus didaftarkan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 obyek pendaftaran tanah meliputi :
1. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai;
2. Tanah hak pengelolaan;
3. Tanah wakaf;
4. Hak milik atas satuan rumah susun;
5. Hak tanggungan;
56Boedi Harsono, Op Cit, hal.75-76
6. Tanah negara.
c. Sistem Publikasi dalam Pendaftaran Tanah
Sistem Publikasi dalam pendaftaran tanah dikalangan para ahli disebut juga dengan sistem pendaftaran tanah, namun menurut Boedi Harsono kedua istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda. Sistem pendaftaran tanah mempermasalahkan : apa yang didaftarkan, bentuk penyimpangan dan penyajian data yuridisnya serta bentuk tanda bukti haknya.57 Sistem pendaftaran tanah terdiri dari Registration of deeds (sistem Pendaftaran Akta atau Perbuatan hukum) dan Registration of titles (Sistem Pendaftaran Hak atau hubungan hukum).58
Registration of title kemudian dikenal dengan sistem Torens. 59 Sedangkan Sistem Publikasi dalam pendaftaran tanah adalah berkaitan dengan penyajian data yang dihimpun secara terbuka dan disajikan dalam tanda bukti hak sebagai informasi bagi masyarakat yang akan melakukan perbuatan hukum atas tanah yang telah didaftarkan tersebut. Sistem publikasi dalam pendaftaran tanah dikenal ada 2 (dua) macam, yaitu sistem Publikasi Positif dan Sistem Publikasi Negatif.
1) Sistem Publikasi Positif
Sistem Publikasi Positif dalam pendaftaran tanah menandakan bahwa sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang bersifat mutlak, dalam artian bahwa pendaftaran tanah yang dilakukan oleh orang adalah benar, sehingga
57Ibid
58Arie S. Hutagalung, et.al, Hukum Pertanahan di Belanda dan Indonesia, Pustaka Larasan, Denpasar, 2012, hal. 242
59Boedi Harsono, Op Cit, hal. 77
apabila ada pihak-pihak yang merasa dirugikan akibat diterbitkannya suatu sertipikat, maka pihak tersebut tidak dapat menuntut perbuatan hukum yang terjadi pendaftaran hak atas tanah tersebut, dan dalam keadaan tertentu pihak ketiga yang dirugikan tersebut akan diberikan kompensasi dalam bentuk yang lain. Dengan kata lain bahwa negara memberikan jaminan bahwa pendaftaran tanah yang dilakukan tersebut sudah dilakukan dengan benar. Sistem publikasi pendaftaran tanah yang positif, ditemukan pada negara-negara Anglo Saxon, seperti Inggris, dan negeri-negeri jajahannya. Cara Pengumpulan data pada sistem positif ialah pendaftaran “title” atau hubungan hukum yang kongkrit yaitu haknya.60
Adapun ciri-ciri sistem publikasi positif dalam pendaftaran tanah yaitu : 1. Sistem pendaftaran tanah menggunakan sistem pendaftaran hak
(registration of titles).
2. Sertipikat yang diterbitkan sebagai tanda bukti hak yang bersifat mutlak, yaitu data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertipikat tidak dapat diganggu gugat dan memberikan kepercayaan yang mutlak pada buku tanah.
3. Negara sebagai pendaftar menjamin bahwa data fisik dan data yuridis dalam pendaftaran tanah adalah benar.
4. Pihak ketiga yang memperoleh tanah dengan itikad baik mendapatkan perlindungan hukum yang mutlak.
5. Pihak lain yang dirugikan atas diterbitkannya sertipikat mendapatkan kompensasi dalam bentuk lain.
6. Dalam pelaksanaan pendaftaran tanah membutuhkan waktu yang lama, petugas pendaftaran tanah melaksanakan tugasnya dengan sangat teliti dan biaya relatif lebih besar.61
2) Sistem Publikasi Negatif
60Ibid
61Urip Santoso, Op Cit, hal. 264
Sistem Publikasi Negatif dalam pendaftaran tanah mempunyai makna bahwa data yang disajikan dalam pendaftaran belum tentu benar adanya, dengan kata lain bahwa negara tidak menjamin tentang kebenaran data yang disajikan dalam pendaftaran. Sehingga apabila ada pihak yang keberatan atas pendaftaran hak atas tanah, maka dimungkinkan adanya gugatan dari pihak lain yang dapat membuktikkan bahwa ia merupakan pemegang hak yang sebenarnya. Terkait dengan sistem publikasi negatif pendaftaran tanah Arie S.
Hutagalung menyatakan bahwa :
Dalam sistem publikasi negatif ini, negara hanya secara pasif menerima apa yang dinyatakan oleh pihak yang meminta pendaftaran, oleh karena
Dalam sistem publikasi negatif ini, negara hanya secara pasif menerima apa yang dinyatakan oleh pihak yang meminta pendaftaran, oleh karena