TESIS
Oleh
NONI WULANDARI LUBIS 157011105/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2017
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
NONI WULANDARI LUBIS 157011105/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2017
Nomor Pokok : 157011105
Program Studi : KENOTARIATAN
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum)
Pembimbing Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Dr. Saidin, SH, MHum)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum) (Prof.Dr.Budiman Ginting,SH,MHum)
Tanggal lulus : 25 Juli 2017
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
2. Dr. Saidin, SH, MHum
3. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum 4. Dr. Edy Ikhsan, SH, MA
Nim : 157011105
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : PEMBATALAN SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS PERINTAH PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DIKARENAKAN CACAT ADMINISTRASI (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG No.
457 K/TUN/2013)
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
Nama : NONI WULANDARI LUBIS Nim : 157011105
Indonesia yaitu sistem negatif bertendensi positif menemptakan sertipikat hak atas tanah sebagai alat bukti yang kuat, tetapi bukan merupakan alat pembuktian yang mutlak karena selalu terdapat kemungkinan pemegang haknya digugat oleh pihak lain yang merasa dirugikan atas terbitnya sertipikat hak atas tanah. Tesis ini membahas sengketa antara Norma Tampubolon melawan Kantor Pertanahan Kota Medan dan Datuk Syahrial sebagai pemegang sertipikat, yang berakibat pada batalnya Sertipikat Hak Milik No. 327/Sukaraja terdaftar atas nama Datuk Syahrial dikarenakan adanya cacat administrasi, melalui putusan Mahkamah Agung No. 457 K/TUN/2013. Dengan adanya putusan tersebut mendorong penulis untuk mengetahui apa alasan Pengadilan Tata Usaha Negara menyatakan batal suatu sertipikat hak atas tanah dan bagaimana akibat hukum terhadap sertipikat yang dibatalkan tersebut serta bagaimana perlindungan hukum yang diberikan terhadap pemegang hak atas tanah.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum yuridis normatif, dengan jalan menelaah dan mengkaji suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkompeten untuk digunakan sebagai dasar dalam melakukan pemecahan masalah dan menggunakan informasi dari narasumber sebagai pendukungnya.
Dari hasil penelitian dapat diketahu bahwa cacat administrasi menjadi salah satu alasan bagi Pengadilan Tata Usaha Negara untuk mengeluarkan perintah berupa putusan untuk membatalkan sertipikat. Dengan dikeluarkannya putusan Mahkamah Agung No. 457 K/TUN/2013 yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, yang menyatakan batal Sertipikat Hak Milik No. 327/Sukaraja mengakibatkan tanah yang terdapat dalam sertipikat tersebut kembali statusnya menjadi tanah negara dan sertipikat tersebut harus dicabut atau ditarik dari peredaran. Selain itu dengan adanya putusan pengadilan tersebut, ternyata belum bisa memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap pemilik sertipikat, namun sebaliknya memberikan perlindungan hukum kepada pihak yang dimenangkan oleh pengadilan.
Kata kunci : Pendaftaran tanah, pembatalan sertipikat hak atas tanah
since there will be the possibility for its holder to be claimed by other people who feel harmed by that certificate. The objective of this thesis is to analyze the dispute between Norma Tampubolon against the Land Office of Medan and Datuk Syahrial as the certificate holder that caused the Ownership Certificate No. 327/Sukaraja, registered in the name of Datuk Syahrial to be revoked due to its administrative defect through the Supreme Court’s Ruling No. 457 K/TUN/2013. This Ruling has encouraged the writer to find out the reason(s) of the State Administrative Court to pronounce the revocation of the certificate, the legal consequence on the revoked certificate, and the legal protection for its holder.
The research used descriptive analytic and juridical normative method by analyzing the prevailing and competent legal provisions to be used as the basis for solving the research problems by using information from the source persons in supporting it.
The result of the research showed that administrative defect became one of the reasons why the State Administrative Court pronounced an order to revoke the certificate. Since the Supreme Court’s Ruling No. 457 K/TUN/2013 was final and conclusive, the Ownership Certificate No. 327/Sukaraja was declared revoked and withdrawn from the circulation, and its status became the state land. Besides that, in reality, the Ruling did not give any legal certainty and legal protection to the certificate holder; on the other hand, it provided legal protection for the party that was won by the Court.
Keywords: Land Registration, Revocation of Land Rights Certificate
yang berjudul “Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Perintah Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Dikarenakan Cacat Administrasi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 457 K/TUN/2013)” ini. Penulisan tesis dengan judul ini tidak hanya dilakukan Penulis sebagai pemenuhan syarat memperoleh gelas Magister Kenotariatan (Mkn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, tetapi juga karena Penulis memiliki ketertarikan untuk melakukan penelitian ini.
Tesis ini dapat Penulis selesaikan dengan baik dengaan adanya bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasihnya yang tulus dan sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, MHum, selaku Rektor USU.
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum, selaku Dekan FH USU
3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan FH USU, sekaligus sebagai Penguji, yang telah memberikan masukan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.
4. Bapak Dr. Edy Ikhsan, SH, MA, selaku Sekretaris Studi Magister Kenotariatan FH USU, sekaligus sebagai Penguji, yang telah memberikan masukan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.
5. Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, M.Hum, Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN dan Bapak Dr. OK Saidin, SH, MHum, selaku Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan memotivasi Penulis dalam penulisan tesis ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Magister Kenotariatan FH USU, yang telah membagikan pengetahuan dan ilmunya.
7. Seluruh Staf/Pegawai di Magister Kenotariatan FH USU.
yang selalu memberikan semangat dan doa terbaik untuk kelancaran Penulis dalam menyelesaikan Tesis ini.
10. Sahabat-sahabat Penulis di Magister Kenotariatan FH USU dan dimanapun berada.
Besar harapan Penulis kiranya Tesis ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca dan masyarakat yang membutuhkan.
Medan, 25 Juli 2017 Penulis
NONI WULANDARI LUBIS
Tempat/Tanggal Lahir : Medan/16 September 1979 Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Lestari Perum Deli Home No. A5, Desa Mekar Sari, Kecamatan Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang Kewarganegaraan : Indonesia
Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN
Sekolah Dasar : SD Negeri Sei Petani (1986-1992) Sekolah Menengah Pertama : SMP Tunas Kartika I (1992-1995) Sekolah Menengah Atas : SMA Tunas Kartika I (1995-1998)
Universitas : S1 Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (1998-2002)
Universitas : S2 Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (2015-2017)
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR ISTILAH ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 13
C. Tujuan Penelitian ... 14
D. Manfaat Penelitian ... 14
E. Keaslian Penelitian ... 15
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 16
1. Kerangka Teori ... 16
2. Konsepsi ... 20
G. Metode Penelitian ... 23
1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 23
2. Sumber Data ... 24
3. Tehnik Pengumpul Data ... 26
4. Analisis Data ... 27
BAB II ALASAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA MENGELUARKAN PUTUSAN BERUPA PERINTAH UNTUK MEMBATALKAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH ... 29
A. Tugas Badan Pertanahan Nasional Dalam Penerbitan Sertipikat 29 B. Kompetensi Badan Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Gugatan Pembatalan Hak Atas Tanah ... 44
KEPUTUSAN PEMBATALAN DARI BADAN PERTANAHAN NASIONAL ... 66 A. Tanggung Jawab Badan Pertanahan Nasional Terhadap
Sertifikat Yang Dibatalkan Atas Perintah Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara ... 66 B. Prosedur Pelaksanaan Pembatalan Sertifikat Oleh Badan
Pertanahan Nasional Guna Melaksanakan Putusan Pengadilan . 78 C. Akibat Hukum Pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah Setelah
Dikeluarkannya Surat Keputusan Pembatalan dari Badan Pertanahan Nasional ... 92 BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK MILIK YANG
MELEKAT PADA SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH JIKA DILIHAT DARI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG No. 457 K/PTUN/2013 ... 102 A. Duduk Perkara Dalam Perkara Tata Usaha Negara
No. 457 K/PTUN/2013 ... 102 B. Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Putusan No. 457
K/PTUN/2013 ... 109 C. Analisis Kasus Dalam Perkara Tata Usaha Negara
No. 457 K/PTUN/2013 ... 110 D. Akibat Hukum Dari Kepemilikan Seseorang Yang Sertifikat
Hak Miliknya Dibatalkan Atas Perintah Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara ... 120 E. Perlindungan Hukum Atas Hak Milik Yang Melekat Pada
Sertifikat Hak Atas Tanah ... 123
Rechts cadaster/legal cadaster : Pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah Registration of title : Sistem pendaftaran hak
Registration of deeds : Sistem Pendaftaran akta
Inkracht : Putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap
Accessible : Mudah diperoleh
Realisticlegal certainly : Kepastian hukum yang sebenarnya Library Research : Penelitian Kepustakaan
Hypotheek : Hak Tanggungan
Credietverband : Pengikatan agunan berupa tanah yang umumnya belum bersertifikat
Record : Rekaman
Capistratum : Suatu register atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah Romawi
Initial registration : Pendaftaran tanah untuk pertama kali
Beschikking : Keputusan
Besluit : Keputusan bersifat umum dan mengikat
Posita : Rumusan dalil dalam surat gugatan
Petitum : Hal yang dimintakan penggugat kepada
hakim untuk dikabulkan Absolute nietigheid : Kebatalan mutlak Relatief nietigheid : Kebatalan nisbi
Nietig van rechswege : Batal atas kekuatan sendiri
Nietigverklaard : Hakim diminta untuk menyatakan batal
Vernietigbaar : Dapat dibatalkan
Originair : Memperoleh hak karena okupasi, membuka
Veldwerk : Gambar ukur bidang tanah
Juncto : Bertalian dengan, berhubungan dengan
Responsibility : Tanggung jawab antara bawahan dan atasan Accountability : Pertanggungjawaban yang dibuat oleh mereka
yang menerima kuasa
Liability : Tanggung jawab hukum dan tanggung jawab
gugat
Superior respondeat : Atasan bertanggung jawab atas perbuatan Bawahan
Rechmatigheid : Tindakan pemerintah harus sesuai dengan batasan atau ukuran tertentu
Rechtsbescherming : Perlindungan hukum
Nietig : Batal
Van rechtswege nietig : Batal demi hukum
Vernietigbaar : Dapat dibatalkan
Ex tunc : Perbuatan dan akibatnya dianggap tidak
pernah ada
Ex nunc : Perbuatan dan akibatnya dianggap ada sampai saat pembatalannya
Doelmatigheid : Kebijaksanaan atau ketepatgunaan Algemene beginselen van
behoorlijk bestuur : Keputusan tergugat bertentangan dengan azas- azas umum pemerintahan yang baik
Eigendom : Hak kepunyaan
Rechtsverwerking : Apabila suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikatnya secara sah yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Tanah merupakan salah satu kebutuhan vital bagi masyarakat. Peran penting dari tanah dapat dilihat dalam pengaturan konstitusi Negara Republik Indonesia pada Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menentukan “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Salah satu upaya yang dilaksanakan untuk dapat mewujudkan tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat ini adalah dengan membentuk Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok-pokok Agraria (Undang-undang Pokok Agraria, selanjutnya disingkat UUPA).
Dalam hukum tanah, pengertian tanah telah diberi batasan sebagaimana yang diatur dalam UUPA Pasal 4 ayat (1) , “Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang- orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum”.
Tanah yang disebut dengan permukaan bumi ini dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh orang-orang yaitu dengan pemberian hak-hak yang telah diatur dalam Undang-undang yang disebut dengan hak atas tanah. Hak atas tanah adalah hak
atas sebagian tertentu permukaan bumi, yang berbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar.1
Hak menguasai negara, merupakan hak yang dimiliki oleh negara untuk menguasai tanah. Hak menguasai Negara atas tanah bersumber pada Hak Bangsa Indonesia atas tanah, yang hakikatnya merupakan penugasan pelaksanaan tugas kewenangan bangsa yang mengandung unsur hukum Publik.2
Tugas mengelola seluruh tanah bersama tidak mungkin dilakukan oleh seluruh bangsa Indonesia, maka dalam penyelenggaraannya, bangsa Indonesia sebagai pemegang hak, pada tingkatan tertinggi dikuasakan kepada Negara Republik Indonesia sebagai organisasi seluruh rakyat. Dengan demikian, cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara dalam artian diatur dan diselenggarakan oleh pihak-pihak yang diberi wewenang oleh negara dan bertindak untuk dan atas nama negara. Negara memberikan kewenangan kepada penyelenggara pemerintahan dalam bidang pertanahan, dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 2 UUPA yang menyebutkan “Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat”.
1 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2008, hal. 18
2 W. Riawan Tjandra, Hukum Administrasi Negara, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, 2008, hal. 107
Dengan ketentuan tersebut Pemerintah telah diberi kewenangan yuridis untuk membuat aturan dan peraturan (bestemming) dalam lapangan agraria berupa tanah, serta menyelenggarakan aturan tersebut (execution) yang menyangkut subyek, obyek dan hubungan hukum antara subyek dan obyek tersebut sepanjang mengenai sumber daya agraria.3
Pengaturan dalam hal hubungan-hubungan hukum terutama dalam pemberian atau penetapan hak-hak atas tanah jelas telah merupakan wewenang Negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah (untuk saat ini pengemban wewenang tersebut adalah Badan Pertanahan Nasional) dengan prosedur yang ditentukan dalam peraturan perundangan.4
Tujuan pengaturan pertanahan dalam UUPA adalah dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum sehingga diperlukan suatu mekanisme pendaftaran tanah di seluruh Indonesia yang dilaksanakan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah dan selanjutnya Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menggantikan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tersebut.
Pasal 1 PP No. 24 Tahun 1997 merumuskan “pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan
3Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah Edisi Revisi, Mandar Maju, Bandung, 2012, hal. 1
4 Ibid, hal. 3
daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian sertipikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah”.
Definisi pendaftaran tanah dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 merupakan penyempurnaan dari ruang lingkup kegiatan pendaftaran tanah berdasarkan Pasal 19 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 yang hanya meliputi : pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah, pendaftaran dan peralihan hak atas tanah serta pemberian tanda bukti hak sebagai alat pembuktian yang kuat.5
Tujuan pendaftaran tanah dalam PP No. 24 Tahun 1997 adalah memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum, menyediakan informasi kepada pihak- pihak yang berkepentingan dan terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Pendaftaran tanah yang bertujuan memberikan jaminan kepastian hukum dikenal dengan sebutan rechts cadaster/legal cadaster. Jaminan kepastian hukum yang hendak diwujudkan dalam pendaftaran tanah ini meliputi kepastian status hak yang didaftar, kepastian subjek hak, dan kepastian objek hak.6
Untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertipikat hak atas tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 4 PP No. 24 Tahun 1997. Jadi dapat dikatakan bahwa upaya untuk mewujudkan kepastian terhadap hak-hak atas tanah dilaksanakan antara lain dengan penerbitan suatu dokumen yang mempunyai kekuatan hukum yang sempurna yakni sertipikat hak atas tanah.
5 Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung, 2008, hal. 138
6 Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Kencana, Jakarta, 2012 , hal. 278
PP No. 24 Tahun 1997 merumuskan bahwa sertipikat adalah suatu lembar dokumen sebagai surat tanda bukti hak yang memuat data fisik dan data yuridis obyek yang didaftar untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing dibukukan dalam buku tanah.
Bagi pemegang hak atas tanah, memiliki sertipikat mempunyai nilai lebih.
Sebab dibandingkan dengan alat bukti tertulis, sertipikat merupakan tanda bukti hak yang kuat, artinya harus dianggap benar sampai dibuktikan sebaliknya di pengadilan dengan alat bukti yang lain.7
Parlindungan mengemukakan bahwa pasal 19 UUPA menyatakan bahwa sertipikat adalah sebagai alat pembuktian yang kuat, sehingga setiap orang dapat mempermasalahkan tentang kebenaran sertipikat tanahnya, dan jika dapat dibuktikan ketidakbenaran dari hak atas tanah tersebut, maka sertipikat dapat dibatalkan oleh Pengadilan dan Kepala BPN dapat memerintahkan hal tersebut.8
Definisi pembatalan hak atas tanah dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 14 Peraturan Menteri Negara Agraria/Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No.
9 Tahun 1999 tentang Pemberian dan Pembatalan Hak Milik atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, menyebutkan bahwa “Pembatalan hak atas tanah adalah pembatalan surat keputusan pemberian hak atas tanah atau sertifikat hak atas tanah karena keputusan tersebut mengandung cacat hukum administrasi dalam
7Maria S.W.Sumardjono, Kebijakan Pertanahan antara Regulasi & Implementasi, Kompas, Jakarta, 2001, hal. 182
8 A P Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1999, hal. 162
penerbitannya atau untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh ketetapan hukum tetap”.
Dengan terungkapnya kasus-kasus atau permasalahan berkenaan dengan gugatan terhadap pemegang sertifikat hak atas tanah oleh pihak lain yang merasa berkepentingan, telah memunculkan rasa tidak aman bagi para pemegang sertipikat.
Asal mula timbulnya permasalahan tersebut dapat diuraikan mulai dari pendaftaran tanah sampai diterbitkannya sertipikat hak atas tanah. Administrasi pertanahan yang kurang tertib juga menjadi salah satu faktor pemicu terjadi sengketa pertanahan.
Sehingga dapat dikatakan walaupun sertipikat atas tanah merupakan tanda bukti hak atas tanah, namun hal tersebut belum dapat memberikan kepastian hukum bagi pemegang haknya. Perorangan atau badan hukum yang merasa kepentingannya dirugikan terhadap hak atas tanah yang terdaftar dan diterbitkan sertipikatnya, berhak mengajukan gugatan ke Pengadilan. Hak atas tanah dan/atau sertipikat dapat dibatalkan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, yang berbunyi amar putusannya menyatakan batal atau tidak mempunyai kekuatan hukum atau yang pada intinya sama dengan itu.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) merupakan Jabatan Tata Usaha Negara yang berhak mengeluarkan sertipikat hak atas tanah. Sertipikat juga merupakan salah satu Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat keputusan (beschiking). Oleh karena itu maka sertipikat hak atas tanah juga merupakan suatu keputusan pemerintahan yang bersifat konkret dan individual, yang merupakan pengakuan hak atas tanah bagi pemegang hak tersebut, sehingga jika ada sengketa terhadap sertifikat hak atas tanah
yang berhak memeriksa dan mengadili adalah Pengadilan Tata Usaha Negara.
Karena yang menjadi objek Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) adalah Keputusan Tata Usaha Negara (Pasal 53 Undang-undang No 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara).
Gugatan terhadap terbitnya sertipikat hak atas tanah tersebut dimungkinkan karena sistem pendaftaran tanah yang dianut di Indonesia adalah yaitu sistem negatif bertendensi positif yang berarti pemegang hak yang sebenarnya dilindungi dari tindakan orang lain yang mengalihkan haknya tanpa diketahui oleh pemegang hak yang sebenarnya. Ciri pokok dari sistem negatif bertendensi positif ini adalah pendaftaran tanah tidak menjamin bahwa nama-nama yang terdaftar adalah pemilik yang sebenarnya. Nama dari pemegang hak sebelumnya dari mana pemohon hak memperoleh tanah tersebut untuk kemudian didaftarkan merupakan mata rantai dari perbuatan hukum dalam pendaftaran hak atas tanah.9
Bahwa dalam Undang-Undang Pokok Agraria, dianut sistem pendaftaran yang disebut dengan “registration of title” stelsel negatif yang mengandung unsur positif. Dengan ini berarti Sertipikat Hak Atas Tanah adalah bukti yang kuat (bukan sempurna). Jadi selain dapat dibuktikan sebaliknya, pemegang Sertipikat Hak Atas Tanah adalah pemegang hak atas tanah yang sebenarnya, yang berarti mengandung unsur positif. Dalam pengertian ini berarti keabsahan Sertipikat Hak Atas Tanah masih dapat digugat, jadi yang terjadi adalah stelsel negatif.10
9A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah dan Konversi Hak-Hak Atas Tanah Menurut UUPA, Alumni, Bandung, 1985, hal. 37
10 Urip Santoso, Op Cit, hal. 90
Seharusnya pendaftaran tanah yang dilakukan dapat mengurangi adanya sengketa tanah atas kepemilikan seseorang. Dan Pemerintah dalam mengeluarkannya harus dapat bertanggung jawab baik secara formal dari sertifikat tersebut apalagi secara materil, karena dia yang mengeluarkannya.11
Namun Badan Pertanahan Nasional belum pada posisi pemberian jaminan kebenaran materil dari pemilikan tanah seseorang, tetapi hanya sampai pada pembenaran atau pengukuhan dari bukti formal yang disampaikan oleh pihak yang mengajukan permohonan hak atas bukti-bukti tertulis yang diterbitkan oleh pejabat yang diberikan kewenangan untuk itu yang diajukan oleh pemohon sebagai bukti adanya penguasaan atau alas hak atau hubungan hukum antara yang bersangkutan dengan tanahnya.12
Oleh karena itu apabila suatu sertipikat hak atas tanah dibatalkan atas perintah putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap/inkracht, hanya dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN) yaitu dengan melaksanakan putusan Pengadilan tersebut. Dan atas permohonan dari pemohon kemudian Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengeluarkan Surat Keputusan Pembatalan, surat keputusan pemberian hak atas tanah yang serta merta membatalkan sertipikat hak atas tanah tersebut. Adapun kewenangan pembatalan hak atas tanah berada pada Menter, seperti dinyatakan dalam 105 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9
11 Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah Edisi Revisi, Op Cit, hal. 197
12Ibid, hal. 208
Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, yaitu :
(1) Pembatalan hak atas tanah dilakukan dengan keputusan Menteri.
(2) Pembatalan hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri dapat melimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah atau pejabat yang ditunjuk.
Batalnya sertipikat hak atas tanah atas perintah putusan Pengadilan Tata Usaha Negara karena adanya cacat administrasi dapat dilihat dari kasus dibatalkannya Sertipikat Hak Milik No. 327/Sukaraja terdaftar atas nama Datuk Syahrial, yang terletak di Jalan Bahagia Gg. Usaha II No. 8, Lingkungan III, Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan. Dalam sengketa tersebut dinyatakan bahwa Penggugat atas nama Norma Tampubolon menggugat Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan sebagai Tergugat dan Datuk Syahrial sebagai Tergugat II Intervensi.
Sebelum gugatan Norma Tampubolon masuk ke Pengadilan Tata Usaha Negara, Datuk Syahrial selaku orang yang namanya terdaftar di dalam Sertipikat Hak Milik No. 327/Sukaraja telah pula memasukkan gugatan kepemilikan ke Pengadilan Negeri Medan dengan tujuan untuk dapat memperoleh tanahnya kembali dalam keadaan kosong. Dikarenakan tanah tersebut dikuasai oleh Norma Tampubolon dan ianya tidak bersedia mengosongkan atau meninggalkan tanah tersebut dengan alasan bahwa ia telah membeli bangunan yang berdiri diatas tanah tersebut. Atas dasar tersebut maka kemudian Norma Tampubolon mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha
Negara untuk dapat kiranya Sertipikat Hak Milik No. 327/Sukaraja tersebut dibatalkan.
Norma Tampubolon selaku Penggugat di Pengadilan Tata Usaha Negara telah membeli sebuah bangunan rumah yang dibangun diatas tanah yang menjadi obyek sengketa pada tahun 2003 dari Saminah Br. Tampubolon berdasarkan Surat Perjanjian Pelepasan Hak dan Ganti Rugi tertanggal 21 April 2003. Sebelumnya Saminah Br. Tampubolon telah menguasai tanah dan bangunan tersebut secara terus menerus dan tanpa ada gangguan dari pihak manapun juga sejak tahun 1968 atau kurang lebih sekitar 35 (tiga puluh lima) tahun sampai dengan beralihnya hak atas tanah dan bangunan kepada Norma Tampubolon (Penggugat). Lalu tanpa sepengetahuan Norma Tampubolon (Penggugat), tanah tersebut dimohonkan haknya oleh Datuk Kamal selaku ayah kandung dari Datuk Syahrial (Tergugat II Intervensi), yang mana setelah Datuk Kamal meninggal dunia, berdasarkan akta Pembagian Harta Warisan, maka Sertipikat Hak Milik No. 327/Sukaraja dibalik nama atau dirubah ke atas nama Datuk Syahrial. Dengan diterbitkannya Sertipikat Hak Milik oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Medan tersebut, Norma Tampubolon (Penggugat) merasa dirugikan dan mengajukan pembatalan atas Sertipikat Hak Milik tersebut di Pengadilan Tata Usaha Negara dengan indikasi adanya cacat administrasi dalam penerbitannya. Cacat administrasi yang dimaksud dalam gugatan adalah bahwa dalam proses penerbitan Sertipikat Hak Milik No. 327/Sukaraja, Norma Tampubolon (Penggugat) tidak pernah melihat ataupun membaca Pengumunan Pendaftaran Tanah yang telah ditempelkan di Kelurahan ataupun ditempat lain yang dianggap perlu
untuk memberi kesempatan kepada pihak yang berkepentingan mengajukan gugatan.
Selain itu dalam gugatan tersebut juga menyatakan bahwa penerbitan Sertipikat Hak Milik No. 327/Sukaraja bertentangan dengan ketentuan dan peraturan hukum yang berlaku, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 17 ayat (3) PP No. 24 Tahun 1999, yaitu penempatan tanda-tanda batas termasuk pemeliharannya wajib dilakukan oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. Namun pada saat proses pengukuran objek terperkara, pihak tergugat tidak pernah memanggil tetangga sebagai saksi yang berbatasan langsung dengan objek perkara. Berdasarkan hal tersebut, Penggugat menyatakan bahwa penerbitan Sertipikat Hak Milik No. 327/Sukaraja tidaklah memenuhi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan pendaftaran tanah maupun penerbitan sertipikat sebagaimana diatur dan ditetapkan dalam UUPA No. 5 Tahun 1960 dan Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Pada putusan Pengadilan Tata Usaha Negara No. 81/G/2012/PTUN-MDN tanggal 14 Maret 2013, hakim mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya dan menyatakan batal Sertipikat Hak Milik No. 327/Sukaraja dan mewajibkan Tergugat untuk mencabut Sertipikat Hak Milik No. 327/Sukaraja terdaftar atas nama Datuk Syahrial tersebut. Lalu pihak Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan dan melalui putusan No. 73/B/2013/PT.TUN-MEDAN tanggal 02 Juli 2013, hakim Pengadilan Tinggi menerima permohonan banding dan membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Medan.
Setelah adanya putusan Pengadilan Tinggi tersebut, maka pihak Norma Tampubolon mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia. Dan berdasarkan pertimbangan hakim yang salah satunya menyatakan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam melakukan penerbitan Sertipikat Hak Milik No. 327/Sukaraja sebagai objek sengketa adalah cacat yuridis, karena penerbitannya tidak didasarkan kepada kelengkapan data fisik dan data yuridis yang lengkap dan akurat, maka diputuskan oleh Mahkamah Agung melalui putusan No. 457 K/TUN/2013 tanggal 13 Februari 2014, yang amar putusannya mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi Norma Tampubolon dan menyatakan batal Sertipikat Hak Milik No. 327/Sukaraja serta mewajibkan Tergugat untuk mencabut Sertipikat Hak Milik No. 327/Sukaraja terdaftar atas nama Datuk Syahrial tersebut.
Banyaknya gugatan pembatalan sertipikat yang diajukan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara dan telah keluarnya putusan-putusan yang menyatakan suatu sertipikat hak atas tanah batal, cukup menarik perhatian agar dapat mengetahui apakah dalam proses penerbitan sertipikat sudah sesuai dengan syarat-syarat atau prosedur sebagaimana diatur dan ditetapkan dalam UUPA No. 5 Tahun 1960 dan Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, sehingga tidak lagi timbul banyak permasalahan pendaftaran tanah lainnya seperti sertipikat ganda, sertipikat palsu, sertipikat aspal dan permasalahan lain yang mungkin ada, seperti yang terdapat dalam putusan Pengadilan Tata Usaha Negara No.
10/G/TUN/2002/PTUN.SMG, putusan Pengadilan Tata Usaha Negara No.
56/G/2002/PTUN-Medan, putusan Kasasi Mahkamah Agung RI No. 156 K/TUN/2005, putusan Kasasi Mahkamah Agung RI No. 42K/TUN/2014 tentang adanya Sertipikat Ganda, putusan Pengadilan Tata Usaha Negara No.
8/G/2012/PTUN-MTR.
Dengan adanya putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht) yang menyatakan batal suatu sertipikat hak atas tanah akan menimbulkan suatu akibat hukum baik terhadap status tanah maupun terhadap kepemilikannya. Hal inilah yang membuat Penulis merasa perlu untuk membahasnya lebih lanjut dalam penulisan ini agar dapat juga dilihat bagaimana sebenarnya kepastian hukum serta perlindungan hukum dalam pendaftaran tanah di Indonesia, apakah sudah terwujud atau belum.
Dengan demikian, analisis yuridis terhadap putusan perkara menarik untuk diangkat sebagai judul penelitian guna mengetahui bagaimana bentuk, posisi kasus serta landasan yuridis yang dilanggar oleh Badan Pertanahan Nasional selaku instansi yang berwenang dalam menerbitkan suatu sertipikat, sehingga putusan pengadilan atas perkara ini, telah sesuai atau tidak sesuai dengan hukum yang berlaku. Oleh karena itu judul yang diangkat adalah “Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Perintah Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Dikarenakan Cacat Administrasi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 457K/TUN/2013)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Apa yang menjadi alasan Pengadilan Tata Usaha Negara mengeluarkan putusan berupa perintah untuk membatalkan sertipikat hak milik atas tanah?
2. Bagaimana akibat hukum pembatalan sertipikat hak atas tanah setelah dikeluarkannya surat keputusan pembatalan dari Badan Pertanahan Nasional?
3. Bagaimana perlindungan hukum atas hak milik yang melekat pada sertipikat hak atas tanah jika dilihat dari Putusan Mahkamah Agung No. 457 K/TUN/2013?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang disebut diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis apa yang menjadi alasan Pengadilan Tata Usaha Negara mengeluarkan putusan berupa perintah untuk membatalkan sertipikat hak milik atas tanah.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum pembatalan sertipikat hak atas tanah setelah dikeluarkannya surat keputusan pembatalan dari Badan Pertanahan Nasional.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana perlindungan hukum atas hak milik yang melekat pada sertipikat hak atas tanah jika dilihat dari Putusan Mahkamah Agung No. 457 K/TUN/2013.
D. Manfaat Penelitian
Dalam setiap penelitian hendaknya berfaedah baik untuk kepentingan praktis maupun untuk kepentingan teoritis. Maria S.W. Sumardjono menyebutkan,13
13Maria S.W. Sumardjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Sebuah Panduan Dasar, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996, hal. 18
peneltian harus berfaedah bagi kepentingan negara/masyarakat/pembangunan (segi praktis) dan memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan (segi kepentingan teoritis).
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan serta manfaat dalam ilmu pengetahuan berupa teori atau gagasan perkembangan ilmu hukum.
Khususnya yang berkaitan dengan prosedur pendaftaran tanah di Indonesia.
2. Secara Praktis
Dari segi praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi kepentingan pembangunan hukum nasional, terutama kepada lembaga legislative selaku lembaga pembuat undang-undang, khususnya dalam bidang hukum pertanahan di Indonesia.
E. Keaslian Penelitian
Dari judul penelitian tersebut diatas, telah dilakukan penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Magister Kenotariatan dan Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara. Hasil penelusuran tersebut ternyata baik judul maupun masalah yang diangkat tidak ada yang sama pada pokoknya dengan judul tersebut diatas. namun ada penelitian tesis yang memiliki kemiripan dengan judul yang diangkat, yaitu :
1. Dewi Purnama Julianti, Nomor Induk Mahasiswa 077011012, dengan judul
“Analisis Yuridis Pembatalan Hak Atas Tanah Di Kantor Pertanahan Kota Medan”, dengan latar belakang masalah :
a. Bagaimanakah kompetensi badan peradilan terhadap gugatan pembatalan hak atas tanah?
b. Bagaimanakah peraturan-peraturan tentang pembatalan hak atas tanah yang berlaku saat ini?
c. Bagaimanakah implementasi peraturan-peraturan tersebut dalam proses pembatalan hak atas tanah di Kantor Pertanahan Kota Medan?
2. Suriyati Tanjung, Nomor Induk Mahasiswa 027011060, dengan judul
“Pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah Dan Perlindungan Pihak Ketiga Yang Beritikad Baik (Studi Pada Pengadilan Tata Usaha Negara Medan)”, dengan latar belakang masalah :
a. Faktor-faktor apa saja yang mengakibatkan sertipikat hak atas tanah sebagai alat bukti yang kuat dapat dibatalkan?
b. Bagaimanakah mekanisme pembatalan sertipikat hak atas tanah?
c. Bagaimana perlindungan hukum terhadap kepentingan pihak ketiga yang beritikad baik, dalam hal sertipikat hak atas tanah dibatalkan oleh Pengadilan dan konsekwensi hukumnya?
Dari judul penelitian tersebut tidak ada kesamaan dengan penelitian ini.
Dengan demikian judul ini belum ada yang membahasnya sehingga penelitian ini dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis, teori adalah untuk menerangkan dan menjelasakan gejala spesifik untuk proses
tertentu yang terjadi.14 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis dalam penelitian.15 Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Menurut Soerjono Soekoanto16 dinyatakan bahwa keberlanjutan perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.
Teori itu bukanlah pengetahuan yang sudah pasti, tetapi harus dianggap sebagai petunjuk, analisis dari hasil penelitian yang dilakukan, sehingga merupakan eksternal bagi penelitian ini.17 Teori adalah suatu penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena atau teori juga merupakan kesimpulan dari rangkaian berbagai fenomena menjadi sebuah penjelasan yang sifatnya umum.18
Fungsi teori dalam tesis ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati. Penulisan tesis ini menggunakan teori kepastian hukum sebagai pisau analisisnya.
14Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986, hal. 122
15M. Solly Lubis, Filsafat ilmu dan Penelitian, mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80
16Soerjono Soeknato, Op.Cit, hal. 6
17Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997, hal. 10
18 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum, Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hal. 134.
Teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama adanya peraturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan.19
Teori kepastian hukum menurut Radbruch, hubungan antara keadilan dan kepastian hukum perlu diperhatikan. Oleh karena kepastian hukum harus dijaga demi keamanan dalam Negara, maka hukum positif selalu harus ditaati, walaupun isinya kurang adil atau juga kurang sesuai dengan tujuan hukum. Tetapi dapat pengecualian bilamana pertentangan antara isi tata hukum tentang keadilan begitu besar. Sehingga tata hukum itu tampak tidak adil pada saat itu tata hukum boleh dilepaskan.20
Pendapat Gustav Radbruch tersebut didasarkan pada pandangannya bahwa kepastian hukum adalah kepastian tentang hukum itu sendiri. Kepastian hukum merupakan produk dari hukum atau lebih khusus dari perundang-undangan.
Berdasarkan pendapatnya tersebut, maka hukum positif yang mengatur kepentingan-
19Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media Grup, Jakarta, 2008, hal. 158
20Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintas Sejarah, Kanisius, Yogyakarta, 1982, hal. 163
kepentingan manusia dalam masyarakat harus selalu ditaati meskipun hukum positif itu kurang adil.
Pendapat mengenai kepastian hukum dikemukakan pula oleh Jan M. Otto sebagaimana dikutip oleh Bernard Arif Sidharta, yaitu bahwa kepastian hukum dalam situasi tertentu mensyaratkan sebagai berikut :
1. Tersedia aturan-aturan hukum yang jelas atau jernih, konsisten dan mudah diperoleh (accessible), yang diterbitkan oleh kekuasaan negara.
2. Bahwa instansi-instansi penguasa (pemerintahan) menerapkan aturan- aturan hukum tersebut secara konsisten dan juga tunduk dan taat kepadanya.
3. Bahwa mayoritas warga pada prinsipnya menyetujui muatan isi dan karena itu menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan-aturan tersebut.
4. Bahwa hakim-hakim (peradilan) yang mandiri dan tidak berpihak menerapkan.
5. Aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten sewaktu mereka menyelesaikan sengketa hukum, dan
6. Bahwa keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan.21
Kelima syarat yang dikemukakan tersebut diatas menunjukkan bahwa kepastian hukum dapat dicapai jika substansi hukumnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Aturan hukum yang mampu menciptakan kepastian hukum adalah hukum yang lahir dari dan mencerminkan budaya masyarakat. Kepastian hukum yang seperti inilah yang disebut dengan kepastian hukum yang sebenarnya (realisticlegal certainly), yaitu mensyaratkan adanya keharmonisan antara negara dengan rakyat dalam berorientasi dan memahami sistem hukum.
Soerjono Soekanto berpendapat, bagi kepastian hukum yang penting adalah peraturan dan dilaksanakan peraturan itu sebagaimana yang ditentukan. Apakah
21 Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2006, hal 85
peraturan itu harus adil dan mempunyai kegunaan bagi masyarakat adalah diluar pengutamaan kepastian hukum.22
Kepastian dan keadilan hukum sebagai landasan yuridis penyelesaian sengketa pertanahan23dalam upaya memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat yang menghadapi permasalahan sengketa pertanahan. Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis menyebutkan bahwa pentingnya kepastian hukum dalam pendaftaran tanah untuk menjamin perlindungan hukum bagi masyarakat, artinya masih dianggap tidak ada kepastian hukum dari adanya pendaftaran tanah di Negara ini, sebab Sertifikat belum menjamin sepenuhnya hak atas tanah seseorang.24 2. Konsepsi
Konsepsi adalah bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungakan teori dengan observasi, antara abstrak dan kenyataan. Menurut Burhan Ashshofa, suatu konsep merupakan abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok, atau individu tertentu.25 Suatu konsep atau kerangka konsepsionil pada hakekatnya merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih konkrit daripada kerangka teoritis yang sering kali masih bersifat abstrak, sehingga diperlukan definisi-definisi operasional yang akan dapat pegangan konkrit didalam proses penelitian.26
22Soerjono Soekanto, Op. cit, hal. 21
23Ali Achmad Chomzah, Hukum Pertanahan (Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah), Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2003, hal. 23
24Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Op Cit, hal. 178
25Burhan Ashshofa, Metodologi Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hal 19
26Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986, hal. 133
Agar tidak terjadi perbedaan pengertian tentang konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu diuraikan pengertian-pengertian konsep yang dipakai, yaitu antara lain :
a. Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi : pengumpulan, pengelolaan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang dan satuan- satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya (Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah).
b. Sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan (Pasal 1 ayat (20) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah).
c. Hak Milik adalah merupakan hak yang paling kuat atas tanah, yang memberikan kewenangan kepada pemiliknya untuk memberikan kembali suatu hak lain diatas bidang tanah Hak Milik yang dimilikinya tersebut.27
27Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Kekayaan : Hak-Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta, 2008, hal. 30
d. Cacat Administrasi adalah suatu cacat hukum administrasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 107 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, yaitu antara lain : a. Kesalahan prosedur; b. Kesalahan penerapan peraturan perundang- undangan; c. Kesalahan subjek hak; d. Kesalahan objek hak; e.
Kesalahan jenis hak; f. Kesalahan perhitungan luas; g. Terdapat tumpang tindis hak atas tanah; h. Data yuridis atau data fisik tidak benar; atau i.
Kesalahan lainnya yang bersifat hukun administratif.
e. Kasus Pertanahan adalah Sengketa, Konflik, atau Perkara Pertanahan untuk mendapatkan penanganan penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan pertanahan. (Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan).
f. Pengadilan adalah pengadilan tata usaha negara dan pengadilan tinggi tata usaha negara dilingkungan peradilan tata usaha negara (Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara).
g. Badan Pertanahan Nasional yang selanjutnya disebut BPN adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden (Pasal 1 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional).
G. Metode Penelitian
Untuk melengkapi penulisan tesis ini dengan tujuan agar lebih dapat terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penelitian yang digunakan antara lain :
1. Sifat dan Jenis Penelitian a. Sifat Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. Kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul didalam gejala yang bersangkutan.28
Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu penelitian yang menggambarkan semua gejala dan fakta yang terjadi di lapangan serta mengaitkan dan menganalisa semua gejala dan fakta tersebut dengan permasalahan yang ada dalam penelitian dan kemudian disesuaikan dengan permasalahan yang ada dalam penelitian dan kemudian disesuaikan dengan keadaan yang terjadi di lapangan.29
28Bernard Arief Shidarta, Moralitas Profesi Hukum Suatu Tawaran Kerangka Berpikir, Refika Aditama, Bandung, 2006, hal. 43
29Winarno Surakhmad, Dasar dan Teknik Research, Tarsito, Bandung, 1978, hal. 132
Penelitian ini pada umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu, mengenai sifat-sifat, karakteristik-karakteristik atau faktor-faktor tertentu.30 b. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, mengingat bahwa penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum dengan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian hukum doktriner yang mengacu kepada norma hukum, 31 maka penelitian ini menekankan kepada sumber-sumber bahan sekunder, baik berupa peraturan- peraturan maupun teori-teori hukum, disamping menelaah kaidah-kaidah hukm yang berlaku dimasyarakat, sehingga ditemukan suatu asas-asas hukum yang berupa dogma atau doktrin hukum yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan yang dibahas,32yang dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini, yaitu mengenai Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Perintah Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Dikarenakan Cacat Administrasi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 457K/TUN/2013).
2. Sumber Data
30Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2006, hal. 35
31Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Semarang, 1996, hal. 13
32Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu TInjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hal. 13
Berdasarkan sifat penelitian tersebut diatas, maka data yang dikumpulkan berasal dari data sekunder. Data sekunder dimaksud antara lain meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier berupa norma dasar, perundang-undangan, hasil penelitian ilmiah, buku-buku, dan lain-lain sebagainya.33
a. Bahan hukum primer.34
Yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok Agraria, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Menteri Negara Agraria/Keputusan Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pemberian dan Pembatalan Hak Milik atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, Peraturan Menteri Negara Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan, dan sebagainya.
b. Bahan hukum sekunder.35
Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian, hasil seminar, hasil karya dari kalangan
33 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal. 30
34 Ronny Hanitjo Soemitro, Metodologi PenelitianHukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hal. 53
35Ibid
hukum, serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan pendaftaran tanah.
c. Bahan hukum tertier.36
Yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, jurnal dan lain- lain.
3. Tehnik Pengumpul Data
a. Penelitian kepustakaan (Library Research). Studi kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil pemikiran lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.37
Sedangkan alat pengumpulan data adalah studi dokumen. Studi dokumen dilakukan dengan membaca, mempelajari dan menganalisis literature, buku- buku, peraturan perundang-undangan dan sumber lainnya yang berkaitan dengan penulisan tesis.
b. Penelitian Lapangan
Yaitu melakukan wawancara langsung kepada pejabat di Kantor Pertanahan Kota Medan untuk memperoleh informasi mengenai pembatalan sertipikat hak milik atas tanah.
36Ibid
37Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2008, hal.
100
4. Analisis Data
Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks. Adanya terdapat regulitas atau pola tertentu, namun penuh dnegan variasi (keragaman).38 Penelitian kualitatif bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu hal menurut pandangan manusia yang diteliti.
Penelitian kualitatif berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat, atau kepercayaan orang yang diteliti; kesemuanya tidak dapat diukur dengan angka.39
Analisis data sebagai tindak lanjut proses pengolahan data merupakan kerja seorang peneliti yang memerlukan ketelitian, dan pencurahan daya pikir secara optimal.40 Analisis data merupakan sebuah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan.41
Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang telah dikumpulkan (bahan hukum primer, sekunder maupun tertier), untuk mengetahui validitasnya. Setelah itu keseluruhan
38Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Model Aplikasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 53
39Sulistyo Basuki, Metode Penelitian, Wedatama Widya Sastra dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Jakarta, 2006, hal. 78
40Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal. 77
41 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Penerbit Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hal. 103
data tersebut akan disistematiskan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang baik pula.42
Kemudian dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif sehingga diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang gejala dan fakta yang terdapat dalam masalah pembatalan Sertipikat Hak Milik atas perintah putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dikarenakan cacat administrasi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 457 K/TUN/2013). Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang umum untuk selanjutnya ditarik hal-hal yang khusus, dengan menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum seperti teori-teori, dalil-dalil, atau prinsip-prinsip dalam bentuk proposisi-proposisi untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus,43 guna menjawab permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini.
42Bambang Sunggono, Op. cit, hal. 106
43Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Op. cit, hal. 109
BAB II
ALASAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA MENGELUARKAN PUTUSAN BERUPA PERINTAH UNTUK
MEMBATALKAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH A. Tugas Badan Pertanahan Nasional Dalam Penerbitan Sertipikat 1. Tugas Badan Pertanahan Nasional
Badan Pertanahan Nasional adalah lembaga Non Departemen (sekarang disebut Kementerian berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara) yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional.
Di dalam Pasal 2 disebutkan Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan dibidang pertanahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jadi Badan Pertanahan Nasional merupakan badan pemerintahan yang menyelenggarakan tugas, fungsi dan wewenang dibidang pertanahan, dimana kedudukannya berada dibawah Presiden dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden.
Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, BPN menyelenggarakan fungsi :
a. penyusunan dan penetapan kebijakan di bidang pertanahan;
b. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang survey, pengukuran, dan pemetaan;
c. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penetapan hak tanah, pendaftaran tanah, dan pemberdayaan masyarakat;
d. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengaturan, penataan dan pengendalian kebijakan pertanahan;
e. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengadaan tanah;
f. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian dan penanganan sengketa dan perkara pertanahan;
g. pengawasan dan pelaksanaan tugas di lingkungan BPN;
h. pelaksanaan koordinasi tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan BPN;
i. pelaksanaan pengelolaan data informasi lahan pertanian pangan berkelanjutan dan informasi di bidang pertanahan;
j. pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan; dan k. pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia di bidang pertanahan.
2. Sertipikat Hak Milik Hak Atas Tanah Wujud Dari Pendaftaran Tanah 2.1. Hak Milik Atas Tanah sebagai salah satu jenis hak-hak atas tanah
Hak-hak atas tanah merupakan salah satu perwujudan dari hak menguasai negara dalam bidang pertanahan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. Dasar hukum ketentuan hak-hak atas tanah diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, yaitu “Atas dasar hak menguasai dari negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam- macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama sama dengan orang lain serta badan-badan hukum”.
Menurut Sudikno Mertokusumo, yang dimaksud hak atas tanah adalah hak yang memberikan wewenang kepada yang mempunyai hak untuk menggunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya.44 Kata “menggunakan” mengandung
44Urip Santoso, Pendaftaran Tanah dan Peralihan Hak Atas Tanah, Edisi Pertama, Cetakan Ke-2, Kencana, Jakarta, 2011, hal. 49.
pengertian bahwa hak atas tanah digunakan untuk kepentingan mendirikan bangunan, misalnya rumah, toko, hotel, kantor, pabrik, kata “mengambil manfaat” mengandung pengertian bahwa hak atas tanah digunakan untuk kepentingan bukan mendirikan bangunan, misalnya untuk kepentingan pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan.45
Berdasarkan hak menguasai negara atas tanah, maka akan melahirkan macam- macam hak atas tanah, salah satunya yaitu hak milik atas tanah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960.
Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 menentukan bahwa
“Hak Milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh, yang dapat dipunyai orang atas tanah. Selanjutnya dalam ayat (2) menentukan bahwa “hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain”. Berdasarkan rumusan pasal tersebut, maka hak milik merupakan hak-hak yang paling kuat, namun tidak bersifat mutlak, karena dapat beralih kepada pihak lain. Berdasarkan penjelasan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, disebutkan sifat-sifat dari hak milik berbeda dengan hak-hak lainnya, yaitu :
Hak milik adalah hak yang “terkuat dan terpenuh”, yang dapat dipunyai orang atas tanah. Pemberian sifat ini tidak berarti bahwa hak ini merupakan hak
“mutlak”, tak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat sebagai eigendom menurut pengertiannya yang asli dulu. Sifatnya yang demikian akan terang bertentangan dengan sifat hukum adat dan fungsi sosial dari tiap-tiap hak.
Kata-kata “terkuat dan terpenuh” itu bermaksud untuk membedakannya dengan Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan lain-lain, yaitu
45 Ibid
untuk menunjukkan bahwa diantara hak-hak atas tanah yang dapat dipunyai orang hak miliklah yang ter (artinya paling kuat dan terpenuhi).46
Merujuk pada pengertian hak milik atas tanah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, Notonegoro merinci tentang ciri-ciri hak milik, sebagai berikut :
(1) Merupakan hak atas tanah terkuat bahkan terpenuh menurut Pasal 20 ayat (1) UUPA adalah terkuat, artinya mudah dihapus dan mudah dipertahankan terhadap gangguan pihak lain.
(2) Merupakan hak turun-temurun dan dapat beralih, artinya dapat dialihkan kepada ahli waris yang berhak.
(3) Dapat menjadi hak induk, tetapi tidak akan berinduk pada hak-hak atas tanah lainnya, berarti hak milik dapat dibebani dengan hak-hak atas tanah lainnya, seperti HGB, HGU, HP, hak sewa, hak gadai, hak bagi hasil dan hak numpang karang.
(4) Dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan (dahulu hypotheek dan credietverband).
(5) Dapat dilaihkan, seperti dijual, ditukar dengan benda lain, dihibahkan, dan diberikan dengan wasiat.
(6) Dapat dilepaskan dengan yang punya, sehingga tanahnya menjadi tanah dikuasai oleh negara.
(7) Dapat diwakafkan.
(8) Pemilik mempunyai hak untuk menuntut kembali terhadap orang yang memegang benda tersebut.47
Dalam kaitannya dengan hak milik atas tanah, hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 21 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960, yaitu :
(1) Hanya warganegara Indonesia dapat mempunyai hak milik.
(2) Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya.
46 Soeharyo Soimin, Status Hak dan Pembebasan Tanah, Edisi.2, Cetakan.2, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hal. 2
47Aslan Noor, Konsep Hak Milik Atas Tanah Bagi Bangsa Indonesia Ditinjau Dari Ajaran Hak Asasi Manusia, Mandar Maju, Bandung, 2006, hal. 82-83.
(3) Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warganegara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.
(4) Selama seseorang di samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat (3) Pasal ini.
Merujuk Pasal 21 tersebut diatas, memberikan konsekuensi yuridis bahwa, dalam hal terjadi pemindahan hak milik baik secara jual beli, pewarisan, penghibahan dan perbuatan-perbutan lain yang berkaitan dengan pengalihan hak milik tersebut diawasi oleh pemerintah, sehingga oleh karena hak milik tersebut hanya dapat diberikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia, maka apabila terjadi peralihan kepada orang asing atau badan hukum, maka kepemilikan tanah tersebut batal demi hukum dan status tanahnya menjadi tanah negara.
Terkait dengan terjadinya hak milik atas tanah dapat dilihat dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 yang menentukan bahwa :
(1) Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Selain menurut cara sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini hak milik terjadi karena :
a. penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
b. ketentuan Undang-undang.
Dengan demikian terjadinya hak milik ada 3, yaitu :
1. terjadi hak milik menurut hukum adat, yaitu hak milik yang diperoleh dengan cara ini didasarkan atas hukum adat;
2. hak milik terjadi berdasarkan penetapan pemerintah, yaitu sesorang atau badan hukum yang mengajukan permohonan hak milik kepada pemerintah, jika permohonan itu dikabulkan maka atas dasar penetapan pemerintah orang atau badan hukum itu memperoleh hak milik; dan 3. terjadi berdasarkan ketentuan undang-undang artinya bahwa karena
undang-undang menentukan tentang konversi hak atas tanah tertentu menjadi hak milik.48
Hapusnya Hak Milik diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, yang menentukan bahwa :
Hak Milik hapus bila :
a. tanahnya jatuh kepada Negara :
1. karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18;
2. karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya ; 3. karena diterlantarkan;
4. karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2).
b. tanahnya musnah.
Berdasarkan uraian hak-hak atas tanah diatas, dapat dikatakan bahwa Hak Milik merupakan salah satu jenis hak atas tanah yang berbeda dengan hak-hak atas tanah lainnya, karena hak milik atas tanah merupakan hak atas tanah yang terpenuh, terkuat dan dapat dimiliki secara turun temurun. Hak Milik adalah hak hak terkuat dan terpenuh mengandung makna bahwa Hak Milik berbeda dengan Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai dan hak-hak lainnya.
Sedangkan Hak Milik sebagai hak turun temurun mempunyai makna bahwa hak itu dapat diwariskan secara turun temurun dan dialihkan kepada orang lain. Hak Milik sebagai hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dipunyai orang atas
48 J.B. Daliyo, et, al, Pengantar Hukum Indonesia, Buku Panduan Mahasiswa, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992, hal. 143
tanah, dengan mengingat ketentuan tanah sebagai fungsi sosial, sehingga dengan sendirinya memberikan kewenangan kepada pemiliknya untuk memberikan kembali hak lain di atas tanah hak milik tersebut.49 Dengan kata lain, diatas hak milik dapat diberikan Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai, sedangkan Hak Guna Usaha tidak bisa diberikan diatas Hak Milik, karena Hak Guna Usaha hanya diberikan atas tanah yang langsung dikuasai negara. Salah satu kekhususan hak milik adalah tidak dibatasi oleh waktu dan diberikan untuk waktu yang tidak terbatas lamanya, yaitu selama hak milik masih diakui.50
2.2. Pendaftaran Tanah
a. Pengertian Pendaftaran Tanah
Pendaftaran tanah merupakan salah satu tugas negara yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan bagi rakyatnya. Dalam pendaftaran tanah yang didaftarkan tidak hanya hak-hak atas tanahnya melainkan juga tanah negara dan tanah wakaf sebagaimana yang diatur dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Dalam hal tanah negara pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah yang bersangkutan dalam daftar tanah. 51 Dan pada tanah wakaf, apabila tanah yang bersangkutan bersertipikat, pendaftaran
49 Yudhi Setiawan, Hukum Pertanahan, Teori dan Praktik, Bayumedia Publishing, Malang, 2010, hal. 41
50Aslan Noor, Op Cit, hal. 82
51Boedi Harsono, Op Cit, hal. 476