• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODE PENELITIAN

3.3 Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan yaitu; (1) Analisis kebutuhan pelaku sistem, identifikasi sistem dan formulasi masalah yang terdapat dalam sistem usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan mela lui metode pendekatan sistem ; (2) Analisis sub sistem dalam sistem usaha perikanan cakalang dengan memperhatikan faktor kendala dan penunjang dan (3) Analisis pengembangan meliputi kajian deskriptrif tentang alternatif pengembangan perikanan cakalang yang ada di Kota Tidore Kepulauan melalui hasil analisis sebelumnya. Analisis sub sistem perikanan cakalang dibagi menjadi tiga, yaitu ; 1) S ub sistem sumber daya ikan (aspek biologi) yang meliputi potensi sumber daya ikan cakalang melalui pendekatan surplus produksi dan pola musim penangkapan ; 2) S ub sistem produksi (aspek teknologi) yang meliputi analisis faktor-faktor teknis produksi yang be rpengaruh terhadap hasil tangkapan melalui pendekatan linear berganda; 3) Analisis sub siste m pemasaran (aspek sosial ekonomi) yang meliputi pendapatan dan kelaya kan usaha melalui pendekatan

finansial dan mekanisme harga ikan yang kemudian dibandingkan dengan upah minimum regional (UMR).

3.3.1 Pendekatan sistem

Pendekatan sistem (System approach) adalah salah satu pendekatan yang dipakai dalam memecahkan suatu permasalahan yang berkarakteristik kompleks, dinamis dan probabilistik. Sifat kompleksnya ditandai dengan interaksi antar elemen yang cukup rumit. Dikatakan dinamis jika ada faktornya yang berubah menurut waktu disertai dengan adanya pendugaan ke masa depan, sed angkan karakteristik probabilistik ditunjukkan oleh perlunya fungsi peluang dalam informasi kesimpulan maupun rekomendasi (Eriyatno, 1999).

Pendekatan sistem merupakan metode penyelesaian masalah yang dimulai dengan mengidentifikasi semua kebutuhan pelaku sistem dan dilanjutkan dengan identifikasi sistem. Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari masalah yang hendak dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan tersebut yang dituangkan dalam diagram sebab akibat (causal loop)

dan diagram input output.

1) Analisis kebutuhan

Ana lisis kebutuhan diidentifikasi berdasarkan hasil observasi dan wawancara dari masing-masing pelaku sistem. Pelaku sistem adalah orang-orang atau suatu instansi yang terkait langsung dengan sistem usaha perikanan cakalang. Agar kepentingan pelaku sistem dapat teridentifikasi dengan baik maka dilakukan analisis kebutuhan. Analisis ini merupakan tahap awal pengkajian dari sistem perikanan cakalang yang ada di Kota Tidore Kepulauan.

2) Identifikasi sistem

Identifikasi sistem merupakan gambaran pelaku sistem serta masalah yang harus dipecahkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Identifikasi sistem dituangkan dalam diagram lingkar sebab akibat dan diagram input output. Diagram lingkar sebab akibat mendeskripsikan hubungan dan keterkaitan faktor-faktor yang mempengaruhi di dalam sistem. Faktor-faktor-faktor yang memberikan

dampak positif disimbolkan dengan tanda (+), sedangkan yang berdampak negatif diberikan tanda (-). Sedangkan diagram input output mendeskripsikan masukan dan keluaran serta kontrol dari pengembangan sistem perikanan di Kota Tidore Kepulauan.

3.3.2 Potensi sumber daya ikan

Analisis potensi sumber daya ikan d ilakukan untuk mengetahui kondisi riil sumber daya ikan cakalang dan hubungannya dengan tingkat pemanfaatan dan pengupayaan. Sumber daya ikan cakalang yang tertangkap di perairan Kota Tidore Kepulauan hanya menggunakan alat tangkap Pole and line.

Fluktuasi produksi dapat terjadi oleh karena ketersediaan potensi sumber daya pada suatu perairan. Unt uk mengetahui potensi yang ada, metode yang digunakan adalah metode surplus produksi. Metode Surplus produksi adalah metode yang digunakan untuk menghitung potensi lestari dan upaya optimum dengan cara menganalisis hubungan upaya penangkapan (f) dengan hasil tangkapan per satuan upaya. Data yang digunakan berupa data hasil tangkap

(catch) dan upaya penangkapan (effort) dengan pengolahan data dapat melalui model Schaeffer dan Fox (Gambar 2).

Hubungan antara hasil tangkap dengan upaya penangkapan di r u m u s k a n sebagai berikut :

Y = C = a f- b f2 ………...(1)

Dengan demikian hubungan CPUE dengan upaya penangkapan adalah

CPUE = a - bf ………...(2) Perhitungan upaya penangkapan optimum, dilakukan dengan menurunkan persamaan (1) terhadap upaya penangkapan yang nilainya sama dengan nol, sehingga

bf a df dC 2 − = bf a o= −2 bf a= 2 b a foptimum 2 = … … … . … ( 3 )

Perhitungan nilai MSY pada model Schaeffer ditempuh dengan memasukkan persamaan (3) ke persamaan (1), sehingga didapat kondisi MSY sebagai berikut : b a MSY 4 2 = ………..……(4)

Perhitungan nilai MSY pada model Fox diperoleh kondisi MSY sebagai berikut :

e1 b a

MSY=− ………(5)

Sedangkan upaya penangkapan optimumnya diperoleh dari rumus :

b

foptimum=−1 … … … ( 6 ) Penggunaan kedua model di atas adalah untuk mengetahui model mana yang lebih cocok digunakan pada kondisi penangkapan cakalang di perairan Kota Tidore Kepulauan.

3.3.3 Indeks musim penangkapan

Analisis indeks musim penangkapan dilakukan untuk mengetahui trend hasil tangkapan dalam kurun waktu tertentu. Pendugaan musim penangkapan dilakukan dengan menganalisis data hasil tangkapan dan upaya tangkap ikan cakalang selama 11 tahun (1994-2004) (Gambar 3). Data hasil tangkapan bulanan dianalisis berdasarkan perbandingan antara berat total ikan yang didaratkan dengan banyaknya upaya yang dilakukan pada bulan tersebut (CPUE). Banyaknya upaya penangkapan dihitung berdasarkan banyaknya jumlah kapal yang melakukan penangkapan pada bulan yang bersangkutan. Secara matematis perhitungan CPUE sebagai berikut :

...(7)

Ket :

CPUE : Jumlah total tangkapan per upaya penangkapan bulan ke-i (kg/hari)

Ci : Total hasil tangkapan bulan ke-i (kg)

Fi : total upaya penangkapan bulan ke- i (hari)

fi Ci

Selanjutnya pola musim penangkapan dianalisis dengan menggunakan pendekatan metode rata-rata bergerak (Moving average). Langkah perhitungannya menurut Dajan (1984) dalam Halim (2005) adalah sebagai berikut :

(1) Menyusun deret CPUE bulan Januari tahun 2000 sampai Desember 2004 ...(8) Ket : i = 1,2,3...60

ni = urutan ke-i

(2) Menyusun deret jumlah bergerak CPUE selama 12 bulan untuk setiap bulan ...(9)

Ket : p = 6,7,8 ... np = Urutan ke-p

j = Urutan ke-j pada deret ni

(3) Menyusun deret rata-rata bergerak CPUE per 12 bulan untuk setiap bulan ………...(10)

Ket : q = 6,7,8 …. nq = Urutan ke-q

np = S CPUE bergerak 12 bulan untuk bulan ke-j (4) Menyusun deret jumlah bergerak 2 bulan untuk setiap bulan

………(11)

Ket : r = 7,8,9….. nr = Urutan ke-r

nq = Rata-rata bergerak per 12 bulan untuk setiap bulan (5) Menyusun rata-rata bergerak 12 bulan dipusatkan

………(12) Ket : s = 7,8,9… CPUEi ni=

+ = = 6 6 p p j CPUEj np np nq 12 1 =

= r r nq nr 1 nr ns 2 1 =

ns = Urutan ke-s

nr = Deret jumlah bergerak 2 bulan

(6) Menghitung prosentase rata-rata bergerak untuk setiap bulan

……….(13) (7) Menyusun nilai prosentase rata-rata bergerak setiap bulan pada suatu matrik

dimulai pada bulan Juli sampai Juni, kemudian menghitung rata-rata variasi musim dan selanjutnya menghitung indeks musim penangkapan (IMP)

Variasi musim ke-j ………..(14)

Ket : n = Banyaknya tahun data

Jumlah variasi musim ……….………(15)

Indeks Musim Penangkapan bulan – j

………(16)

Selanjutnya untuk menentukan pola musim penangkapan ikan d igunakan kriteria jika nilai IMP lebih dari 100% berarti terjadinya musim penangk apan dan jika nilai IMP kurang dari 100% berarti bukan musim penangkapan.

3.3.4 Model pendugaan fungsi produksi

Analisis model produksi tangkapan ikan cakalang dilakukan dengan menentukan fungsi regresi linear berganda melalui pendekatan statistik program

Statistical Product and Service Solution (SPSS). Hubungan kuantitatif antara faktor-faktor teknis produksi (Xi) sebagai faktor indipenden dan hasil tangkapan (Y) sebagai faktor dipenden disebut fungsi produksi (Gambar 4).

% 100 12bulanyangdipusatkan erak Rataanberg CPUEj j ratabulan rata prosentase − − =

= − = 1 1 1 1 n i Xij n

∑∑

= − = 12 1 1 1 1 i j n i Xij n % 100 variasimusimbulanan rata Rata j imbulanke Variasimus − − =

Kuantitas hasil tangkapan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor teknis seperti alat tangkap, kapal, nelayan dan lain- lain. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan maka faktor- faktor teknis produksi yang dapat mempengaruhi kuantitas hasil tangkapan dengan menggunakan pole and line adalah sebagai berikut :

1. Jumlah anak buah kapal

Anak buah kapal (ABK) adalah tenaga kerja yang berperan langsung dalam setiap kegiatan operasi penangkapan. ABK merupakan salah satu faktor utama dalam memperoleh hasil tangkapan. Perbedaan jumlah ABK dalam setiap unit kapal akan dapat mempengaruhi hasil tangkapan sehingga jumlah ABK yang bervariasi pada setiap unit kapal pole and line di Kota Tidore Kepulauan dimasukan kedalam faktor teknis produksi.

2. Jumlah hari operasi

Hari operasi penangkap an adalah lama waktu yang digunakan suatu unit penangkapan dalam kegiatan operasi penangkapan. Hari operasi yang berbeda pada suatu unit penangkapan pole and line dapat memberikan hasil tangkapan yang bervariasi. Oleh karena itu jumlah hari operasi penangkapan yang bervariasi pada unit kapal pole and line yang ada di Kota Tidore Kepulauan dimasukan kedalam faktor teknis produksi.

3. Jumlah bahan bakar minyak

Bahan bakar adalah salah satu faktor utama dalam kegiatan operasi penangkapan ikan. Bahan bakar digunakan untuk kepentingan motorisasi. Pada usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan bahan bakar dibutuhkan dalam kegiatan pencarian daerah penangkapan di luar lokasi penempatan rumpon. Oleh karena itu ba han bakar dimasukkan dalam fakto r teknis produksi. 4. Jumlah umpan hidup

Umpan hidup adalah ikan-ikan kecil yang digunakan dalam proses pemancingan. Pada perikanan cakalang, umpan hidup merupakan faktor yang sangat penting karena ketersediaannya dapat menghambat atau memperlancar aktivitas operasi penangkapan. Oleh karena itu Umpan hidup dimasukan kedalam faktor teknis produksi.

5. Umur kapal

Umur kapal adalah waktu kapal yang digunakan selama melakukan operasi penangkapan. Umur kapal dihitung dari pertama kali kapal melakukan penangkapan ikan hingga saat sekarang. Semakin lama kapal yang digunakan dalam kegiatan penangkapan akan menurunkan kemampuan teknisnya dalam olah gerak. Ikan cakalang yang bersifat higly migratory membutuhkan kapal dengan kemampuauan teknis yang mampu menjangkau daerah penangkapan yang jauh dan berpindah–pindah. Sehingga umur kapal yang berbeda-beda pada usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan dimasukan salah satu faktor teknis produksi.

6. Daerah penangkapan

Daerah penangkapan adalah lokasi terjadinya proses pemancingan. Terkait dengan karakteristik ikan cakalang yang bermigrasi jauh dan musiman maka daerah penangkapan tanpa menggunakan rumpon akan memungkinkan berbeda lokasi penangkapan tiap musim. Keterbatasan rumpon yang ada di perairan Kota Tidore Kepulauan menyebabkan nelayan sering melakukan pencarian daerah penangkapan sehingga jarak daerah penangkapan akan berbeda pada setiap unit penangkapan pole and line. Oleh karena itu daerah penangkapan dijadikan salah satu faktor teknis produksi.

7. Musim penangkapan

Musim penangkapan adalah kurun waktu tertentu ada tidaknya hasil tangkapan pada proses penangkapan. Musim penangkapan berhubungan erat dengan aktifitas penangkapan sehingga musim dapat berpengaruh terhadap jumlah tangkapan. Oleh karena itu musim merupakan salah satu faktor teknis yang dimasukkan dalam faktor teknis produksi.

Untuk memastikan faktor- faktor teknis diatas yang mempengaruhi produktivitas, maka dilakukan analisis fungsi produksi yang dinyatakan dalam model matematika sebagai berikut :

= + = n i biXi a Y 1 ...(17)

Keterangan : Y = Hasil tangkapan

X1 = Jumlah anak buah kapal (orang/kapal/bulan) X2 = Jumlah hari operasi (hari/kapal/bulan)

X3 = Jumlah bahan bakar minyak ( liter/kapal/bulan) X4 = Jumlah umpan hidup (ember/kapal/bulan) X5 = Umur kapal (bulan)

X6 = Daerah penangkapan X7 = Musim penangkapan a dan b = Konstanta

n = banyaknya variabel faktor teknis produksi

Proses analisis regresi berganda dan korelasi program SPSS akan menghasilkan 6 tabel out put yaitu:

(1) Tabel descriptive statistic : menjelaskan ringkasan statistik masing-masing variabel

(2) Tabel korelasi : menjelaskan tentang hubungan antar variabel dipenden dengan variabel indipenden dengan urutan terbesar hingga terkecil

(3) Tabel variabel entered/removed : terdapat beberapa tahapan model dalam tabel ini yang menjelaskan variabel yang tidak layak masuk dalam regresi dan dikeluarkan satu per satu hingga model terakhir yang digunakan dalam persamaan model produksi.

(4) Tabel model summary : menjelaskan tentang Adjusted R square (R yang disesuaikan) yakni presentase tingkat pengaruh faktor indipenden terhadap faktor dipenden

(5) Tabel Anova : menjelaskan tingkat signifikansi dengan probabilitas < 0.05 atau < 0,01 dalam pemakaian model

(6) Tabel coefficient : menjelaskan tentang hubungan antara variabel bebas (multikolinearitas), menguji signifikansi konstanta dan variabel indipenden berdasarkan probabilitas dan menggambarkan persamaan model regresi yang akan akan digunakan..

3.3.5 Pendapatan ABK

Analisis pendapatan ABK digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan pendapatan yang didapat oleh nelayan (Gambar 5). Nela yan sebagai tenaga

pekerja yang be rperan langsung dalam proses produksi sangat layak memperoleh imbalan yang sesuai dengan usaha dan pengorbanan yang dilakukan.

Pendapatan nelayan dalam usaha penangkapan ini merupakan pembagian pendapatan bersih dari setia p trip penangkapan, yaitu pendapatan bersih dikurangi restribusi dan biaya operasional dibagi dua ((50% pemilik, 50 % untuk ABK). Kemudian pendapatan ABK dibagi lagi secara proporsional kepada nakhoda, juru mesin, boy-boy, nelayan dan juru masak dengan tingkat pembagian yang telah ditetapkan. Analisis pendapatan kotor dihitung berdasarkan persamaan berikut :

PK (Rp) = HT x P ……….. …….(18) Keterangan : PK = Pendapatan kotor (Rp) HT = Hasil tangkapan (Kg) P = Harga Ikan (RP/kg) PB () = PK – BE………(19) Keterangan : PB = Pendapatan bersih () PK = Pendapatan kotor (Rp) BE = Biaya eksploitasi (Rp)

Dalam pembagian sistem bagi hasil antara pemilik kapal dengan ABK adalah 50% : 50% dari pendapatan bersih sehingga pendapatan ABK dapat dirumuskan sebagai berikut :

PABK = 50 % x (PB – BR) ………. ………..(20)

Keterangan :

PABK = Pendapatan ABK (Rp)

PB = Pendapatan bersih ( Rp)

BR = Biaya retribusi (Rp)

Kemudian pendapatan nelayan dibandingkan dengan Upah Minimum Regional (UMR) dengan ketentuan bahwa jika pendapatan nelayan lebih kecil dari UMR maka pendapatan nelayan tersebut tidak layak dan sebaliknya jika pendapatan nelayan lebih besar dari UMR maka pendapatan tersebut dianggap layak.

3.3.6 Harga ikan

Analisis harga ikan dilakukan secara deskriptif dan melakukan simulasi untuk mengetahui keuntungan yang didapatkan nelayan dengan membandingkan harga ikan di pasar lokal dengan harga yang ditetapkan perusahaan. Hasil analisis ini diharapkan dapat memberikan solu si bagi ketentuan harga yang diberikan perusahaan kepada pemilik kapal dan nelayan.

3.3.7 Kelayakan usaha

Analisis kelayakan usaha dilakukan untuk mengkaji kemungkinan keuntungan (profitability) atau kerugian yang diperoleh dari sistem perikanan cakalang yang ada. Dua pendekatan analisis yang biasanya digunakan untuk mengevaluasi kelayakan usaha, yaitu analisis finansial dan ekonomi (Kadariah, 1999). Analisis finansial yang diperhatikan adalah hasil untuk modal saham yang ditanam untuk kepentingan perusahaan atau perorangan yang berkepe ntingan dengan usaha tersebut. Analisis ekonomi yang diperhatikan adalah hasil total atau keuntungan yang diperole h dari semua sumber daya yang digunakan dalam usaha untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan. Dalam analisis kelayakan terdapat banyak metode analisis dan ratio keuangan, di mana setiap metode mempunyai tujuan tersendiri. Dalam penelitian ini digunakan hanya analisis finansial yang meliputi Net benefit cost ratio (Net B/C Ratio), Break event point (BEP) dan analisis untuk mengetahui waktu pengembalian modal

( Pay back period). Diagram alir analisis ini dapat dilihat pada Gambar 6. (1) Net benefit cost ratio

Untuk mengetahui kelayakan suatu usaha yang dianalisis dengan Net B/C ratio membutuhkan data penjualan yang merupakan keuntungan bersih dan biaya yang dikeluarkan. Jika B/C ratio > 1 maka usaha yang dijalankan layak untuk dikembangkan atau mengalami keuntungan. Jika B/C ratio < 1 maka usaha tersebut mengalami kerugian atau tidak layak untuk dikembangkan. Selanjutnya jika B/C ratio = 1 maka usaha berada pada titik impas (break event point). Net B/C ratio dapat dianalisis dengan menggunakan rumus :

Net B/C ratio

Biaya Penjualan

(2) Break event point

Analisis break event point atau titik pulang pokok (impas) adalah suatu metode yang mempelajari hubungan antara biaya, keuntungan dan volume penjualan yang dikenal juga dengan analisis CPV (cost -profit-volume). Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kegiatan minimal yang harus dicapai dimana pada tingkat tersebut usaha tidak mengalami keuntungan ataupun kerugian. Analisis ini dilakukan dengan dua cara yaitu : (1) untuk nilai produksi dan (2) nilai jual ikan (harga dalam rupiah). Rumus yang digunakan adalah : (1) Analisis BEP untuk produksi (banyaknya hasil tangkapan) :

BEP (kg) =

VC S

FCxC

………..(2 2)

(2) Analisis BEP untuk harga jual :

BEP (Rp) = S VC FC − 1 ………(23) Keterangan : FC = Biaya tetap C = Hasil tangkapan VC = Biaya variabel S = hasil penjualan

Dalam penentuan kelayakan usaha yang dilakukan dengan BEP (TR = TC) maka keuntungan usaha dapat dicapai jika produksi dan nilai jual ikan berada di atas nilai BEP dan akan mengalami kerugian jika berada di bawah nilai BEP ( Ibrahim, 2003).

(3) Pay back period (PBP)

Analisis Pay back period (PBP) dalam kelayakan usaha merupakan suatu metode yang dilakukan untuk mengetahui berapa lama usaha yang dijalankan untuk dapat mengembalikan investasi dalam bentuk cash flow didasarkan atas total penerimaan dikurangi semua biaya kecuali biaya penyusutan. Untuk mengetahui nilai Pay back period digunakan formulasi sebagai berikut :

PBP = MP MR NI + ……….(24) Keterangan :

PBP = Pay back period NI = Nilai Investasi

MR = Rata-rata keuntungan per tahun

MP = Rata-rata penyusutan per tahun

3.3.7 Pengembangan

Analisis ini dilakukan untuk memberikan alternatif kebijakan yang perlu diambil dalam pengembangan usaha perikanan cakalang yang didasarkan pada hasil– hasil analisis sebelumnya. Hasil ini dideskripsikan dalam bentuk skematik rumusan model pengembangan berkelanjutan (Sustainable development model).

Diagram alir konsep model sistem pengembangan perikanan cakalang dapat dilihat pada Gambar 7.

4 HASIL

4.1 Pendekatan Sistem

4.1.1 Analisis kebutuhan pelaku sistem

Dari hasil identifikas i,diketahui pelaku sistem yang terlibat dalam usaha perikanan cakalang di kota Tidore Kepulauan adalah nelayan (ABK), pemilik kapal, perusahaan, koperasi, pemerintah daerah dan perbankan. Kebutuhan masing- masing pelaku sistem dalam usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan dapat diuraikan sebagai berikut :

Nelayan (ABK) (1) Peningkatan pendapatan (2) Peningkatan harga ikan

(3) Ketersediaan sumber daya cakalang dan kecukupan umpan (4) Kelancaran dalam operasi penangkapan

(5) Jaminan keselamatan dan kesejahteraan

(6) Ketersediaan sarana, prasarana produksi serta fasilitas penunjang seperti cold storage, rumpon dan dermaga

Pemilik kapal (1) Peningkatan pendapatan (2) Peningkatan harga ikan (3) Keuntungan usaha

(4) Ketersediaan sumber daya cakalang dan kecukup an umpan (5) Kelancaran dan kemudahan dalam operasi penangkapan

(6) Kemudahan mendapatkan sarana dalam perbaikan dan perawatan kapal (7) Kemudahan dalam proses pemasaran hasil tangkapan

(8) Ketersediaan sarana dan prasarana produksi serta fasilitas penunjang seperti BBM, es, cold storage dan dermaga

Perusahaan (1) Keuntungan usaha (2) Peningkatan Produksi (3) Kualitas ikan yang baik

(4) Harga ikan tetap

(5) Pengembalian modal investasi atau pinjaman secepatnya Koperasi

(1) Terlaksananya program kerjasama koperasi dengan nelayan dan pemilik kapal (2) Peningkatan pendapatan nelayan sebagai anggota koperasi

(3) Peningkatan kesadaran anggota dalam kepentingan organisasi sehingga dapat menguntungkan kedua belah pihak

Pemerintah daera h

(1) Peningkatan pendapatan daerah (2) Kelestarian sumber daya ikan (3) Peningkatan lapangan kerja (4) Ketersediaan fasilitas dermaga

(5) Terlaksananya kebijakan-kebijakan daerah Perbankan

(1) Peningkatan jumlah nasabah

(2) Pengembalian pinjaman atau kredit tepat waktu

4.1.2. Identifikasi sistem

Identifikasi sistem merupakan langkah untuk mengetahui denga n jelas faktor-faktor yang saling berkaitan serta mempengaruhi komponen-komponen yang menyusun sistem tersebut dalam hal ini sistem usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan. Identifikasi sistem juga menentukan batasan sistem yang akan dikaji sehingga sistem yang mempunyai ruang lingkup yang luas dapat disederhanakan sehingga kajian akan menghasilkan output sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Identifikasi sistem dituangkan dalam diagram lingkar hubungan sebab akibat dan diagram input output.

(1) Diagram lingkar hubungan sebab akibat

Diagram lingkar sebab akibat (causal loop) menggambarkan keterkaitan antara komponen–komponen sistem dan aktivitasnya yang saling mempengaruhi sistem usaha perikanan cakalang d i Kota Tidore Kepulauan. Keterkaitan dalam komponen-komponen yang saling mempengaruhi akan menimbulkan dampak

yang baik (+) maupun dampak yang buruk (-) yang disajikan dalam penyusunan dia gram lingkar sebab akibat pada Gambar 8.

Gambar 8. Diagram lingkar sebab akibat dalam sistem perikanan cakalang

(2) Diagram Input -o utput

Diagram input-output adalah gambaran skematik yang didasarkan pada masukan dan keluaran dari faktor- faktor yang mempengaruhi sistem usaha perikanan cakalang. Faktor-faktor tersebut dimasukan dalam suatu input terkontrol dan tidak terkontrol dan akan mengeluarkan output yang dikehendaki

maupun tidak dikehendaki yang mana hasil output dari sistem tersebut akan dikendalikan oleh suatu manejemen pengendalian yang akan mengontrol sistem perikanan cakalang tersebut.

Selain faktor internal yang mempengaruhi sistem perikanan cakalang yang ada, proses di dalam sistem tersebut tidak terlepas dari berbagai pengaruh faktor eksternal di luar sistem tersebut yang dikenal dengan faktor lingkungan yang meliputi kebijakan pemerintah baik yang secara langsung dan tidak langsung yang berhubungan dengan usaha perikanan cakalang yang ada. Diagram input-output dalam sistem usaha perikanan cakalang dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Diagram input output sistem usaha perikanan cakalang

(3) Batasan sistem

Usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan sebagai suatu sistem mempunyai cakupan yang sangat luas. Untuk mempermudah pemahaman terhadap sistem tersebut, perlu dilakukan penyederhanaan melalui pembatasan sistem sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Untuk mencapai tujuan ini sistem usaha perikanan cakalang ini dibatasi berdasarkan tiga kategori yaitu ; 1) Sumber daya : sumber daya yang menjadi target penangkapan dalam usaha ini adalah ikan cakalang dan umpan sebagai kebutuhan pokok dalam perikanan Pole and line.

2) Teknologi : teknologi yang dimaksudkan adalah teknologi penangkapan yang meliputi unit penangkapan Pole and line dan sarana bantu lainnya seperti rumpon

dan bagan

3) Georafis : wilayah yang menjadi daerah usaha penangkapan yaitu Kota Tidore Kepulauan

4.1.3 Formulasi masalah

Sistem usaha perik anan cakalang di Kota Tidore Kepulauan mempunyai pelaku sistem dan beberapa komponen pelaku yang terkait satu dengan yang lainnya. Keterkaitan antar komponen dapat menyebabkan interaksi dalam memenuhi kebutuhan pelaku sistem sehingga dapat bersifat mendukung ataupun saling melemahkan. Keberhasilan usaha ditentukan oleh keseimbangan dalam pemenuhan kepentingan dan kebutuhan masing- masing pelaku sistem yang terlibat.

Berdasarkan kebutuhan dari pelaku sistem usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan yang teridentifikasi maka permasalahan yang terjadi dalam usaha perikanan cakalang ini adalah perbedaan dan pertentangan kepentingan

Dokumen terkait