• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

4. Analisis Data

Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan menggunakan data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data.46Di dalam penelitian hukum normatif, maka maksud pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis, sistematisasi yang berarti membuat klasifikasi terhadap bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.47

Sebelum dilakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang dikumpulkan baik melalui studi dokumen. Setelah itu keseluruhan data tersebut akan dianalisis dan disistematisasikan secara kualitatif yang artinya menjelaskan dengan kalimat sendiri semua kenyataan yang terungkap dari data sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, dengan tujuan untuk memperoleh jawaban terhadap permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

45Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Banyu Media, Malang, 2005, hal. 28

46Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, Hal 106.

47Soerjono Soekanto, Op. Cit, hal 25.

BAB II

KETENTUAN DAN PENGATURAN HUKUM TENTANG ASAS PACTA SUNT SERVANDA DALAM KAITANNYA DENGAN PELAKSANAAN

PERJANJIAN KREDIT TANPA AGUNAN

A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian dan Unsur-Unsur Kredit

Perjanjian kredit pada prinsipnya adalah suatu perjanjian antara bank selaku kreditur dengan nasabah sebagai debitur mengenai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu yang mewajibkan nasabah debitur untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tetentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Sutan Remy mengemukakan tiga ciri perjanjian bank, yaitu:48

1. Bersifat konsensual

Sifat konsensual suatu perjanjian kredit merupakan ciri pertama yang membedakan dari perjanjian pinjam-meminjam yang bersifat riil. Hak nasabah debitur untuk dapat menarik atau kewajiban bank untuk menyediakan kredit, masih bergantung pada terpenuhinya semua syarat yang ditentukan di dalam perjanjian kredit.

2. Penggunaan kredit tidak dapat digunakan secara leluasa

Kredit yang diberikan oleh bank kepada nasabah debitur tidak dapat digunakan secara leluasa seperti yang dilakukan oleh peminjam uang biasa. Kredit harus digunakan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di dalam perjanjian dan

48Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredi Bank di Indonesia, Pustaka Utama Grafiti Pers, Jakarta, 2012, hal. 83

pemakaian yang menyimpang dari tujuan itu menimbulkan hak kepada bank untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak dan untuk seketika dan sekaligus menagih seluruh bakidebet atau outstanding kredit. Hal ini berarti nasabah debitur bukan merupakan pemilik mutlak dari kredit yang diperolehnya. Artinya, perjanjian kredit tidak mempunyai ciri yang sama dengan perjanjian pinjam meminjam. Oleh karena itu, terhadap perjanjian kredit bank tidak berlaku ketentuan-ketentuan Bab XIII Buku Ketiga KUH Perdata.

3. Syarat cara penggunaannya

Kredit bank hanya dapat digunakan menurut cara tertentu, yaitu dengan menggunakan cek atau perintah pemindahbukuan, kredit tidak pernah diserahkan oleh bank ke dalam kekuasaan mutlak nasabah debitur.

Kredit dapat dibedakan menjadi lima macam yaitu:

1. Dilihat dari segi kegunaan kredit a. Kredit Investasi

Kredit investasi yaitu kredit jangka panjang yang biasanya untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik baru untuk keperluan rehabilitasi.

b. Kredit Modal Kerja

Kredit modal kerja yaitu kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya, kredit modal kerja diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji karyawan atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi.

2. Dilihat dari segi tujuan kredit a. Kredit Produktif

Kredit produktif yaitu kredit yang digunakan untuk meningkatkan usaha atau produksi.

b. Kredit Konsumtif

Kredit konsumtif yaitu kredit yang digunakan untuk dikomsumsi secara pribadi, dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan karena memang digunakan oleh seseorang untuk keperluan pribadi.

c. Kredit Perdagangan

Kredit perdagangan yaitu kredit yang diberikan kepada pedagangdan digunakan untuk membiayai aktivitas perdagangannya seperti untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut.

3. Dilihat dari segi jangka waktu a. Kredit jangka pendek

Merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1 tahun atau paling lama 1 tahun biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja.

b. Kredit jangka menengah

Jangka waktu kreditnya berkisar antara 1 tahun sampai dengan 3 tahun dan biasanya kredit ini digunakan untuk melakukan investasi.

c. Kredit jangka panjang

Merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling panjang, kredit jangka panjang waktu pengembaliannya diatas 3 tahun atau 5 tahun, biasanya kredit ini untuk investasi jangka panjang seperti perkebunan karet, kelapa sawit, manu faktur dan untuk kredit konsumtif.

d. Dilihat dari segi sektor usaha 1) Kredit Pertanian

Kredit yang dibiayai untuk sektor perkebunan atau pertanian.

2) Kredit Industri

Kredit yang diberikan untuk biaya industri, baik industri kecil, industri menengah atau industri besar.

3) Kredit Pertambangan

Kredit yang diberkana kepada usaha tambang, jenis usaha tambang yang dibiayai biasanya dalam jangka panjang seperti tambang emas, minyak atau timah.

4) Kredit pendidikan

Kredit yang diberikan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan atau juga kredit untuk para mahasiswa.

5) Kredit Perumahan

Kredit untuk membiayai pembangunan atau pemberian perumahan dan biasanya berjangka waktu panjang.

1. Dilihat dari segi jaminan a. Kredit dengan jaminan

Merupakan kredit yang diberikan dengan suatu jaminan. Jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang. Artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi minimal senilai jaminan atau untuk kredit tertentu jaminan harus melebihi jumlah kredit yang diajukan si calon debitur.

b. Kredit tanpa jaminan

Merupakan kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu.

Kredit jenis ini diberikan dengan menilai dan melihat prospek usaha, karakter serta loyalitas atau nama baik si calon debitur selama berhubungan dengan pihak bank dan pihak lainnya.49

Perjanjian kredit merupakan kesepakatan para pihak, dengan demikian maka bentuknya juga tergantung kepada para pihak yang mengikatkan dirinya dalam perjanjian. Suatu perjanjian kredit dapat dibuatsecara lisan atau tertulis, asalkan pada pokoknya telah memenuhi syarat-syarat dalam membuat perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Praktek yang lazim pada masyarakat sekarang dalam membuat perjanjian kredit adalah secara tertulis. Hal ini dikarenakan darisudut pembuktian perjanjian secara lisan sulit untuk dijadikan sebagai alat pembuktian apabila dikemudian hari terjadi masalah. Akan berbeda pabila perjanjian dibuat secara tertulis yang mana lebih memudahkan para pihak dalam mengingat isi

49 Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan Indonesia, Pustaka Utama Grafity, 1995, hal. 26

perjanjian termasuk mengenai hak dan kewajiban para pihak. Namun bagaimanapun, perjanjian kredit yang dibuat secara lisan tetap diakui sebagai bentuk perjanjian kredit, sepanjang dapat dibuktikan dengan baik oleh para pihak.

Menurut Ch. Gatot Wardoyo, beberapa klausul yang selalu dan perludi cantumkan dalam setiap perjanjian kredit, yaitu :

1. Syarat-syarat penarikan kredit pertama kali (predisbursement clause). Klausul ini menyangkut pembayaran provisi, premi asuransi kredit, penyerahan barang jaminan dan dokumennya, pelaksanaan pengikatan barang jaminan tersebut serta pelaksanaan penutupan asuransi barang jaminan dan asuransi kredit.

2. Klausul mengenai maksimum kredit (amount clause). Klausul ini merupakan objek dari perjanjian kredit sehingga perubahan kesepakatan mengenai materi ini menimbulkan konsekuensi diperlukannya pembuatan perjanjian kredit baru.

3. Klausul mengenai jangka waktu kredit.

4. Klausul mengenai bunga pinjaman (interest clause).

5. Klausul mengenai barang agunan.

6. Klausul asuransi (insurance clause).

7. Klausul mengenai tindakan yang dilarang oleh bank (negative clause).

8. Trigger clause atau Opeisbaar Clause. Klausul ini mengatur hak bank untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak walaupun jangka waktu perjanjian kredit tersebut belum berakhir.

9. Klausul mengenai denda (penalty clause).

10. Expence Clause. Klausul ini mengatur mengenai beban biaya dan ongkos yang timbul sebagai akibat pemberian kredit, yang biasanya dibebankan kepada debitur antara lain biaya pengikatan jaminan, pembuatan akta dan penagihan kredit.

11. Debet Authorization Clause. Klausul ini berisi pendebetan rekening pinjaman debitur haruslah dengan seizin debitur.

12. Representation and Warranties. Klausul ini berisi janji dan jaminan debitur bahwa semua data dan informasi yang diberikan kepada bank adalah benar.

13. Klausul ketaatan pada ketentuan bank.

14. Miscellaneous (pasal-pasal tambahan).

15. Dispute Settlement (Alternatif Dispute Resolution). Klausul ini mengatur mengenai penyelesaian jika antara kreditur dan debitur terjadi perselisihan.

16. Pasal Penutup, memuat eksemplar perjanjian kredit yang memuat pengaturan mengenai jumlah alat bukti, tanggal berlakunya sertatanggal penandatanganan perjanjian kredit.50

Prosedur dan penilaian kredit oleh dunia perbankan secara umum tidak jauh berbeda antara bank satu dengan bank yang lainnya, yang menjadi perbedaan mungkin hanya terletak dari bagaimana tujuan bank tersebut serta persyaratan yang ditetapkannya dengan pertimbangan masing-masing. Prosedur pemberian kredit secara umum dapat dibedakan antara pinjaman perorangan dengan pinjaman oleh suatu badan hukum kemudian dapat ditinjau pula dari segi tujuannya apakah untuk

50Djoni S. Gazali dan Rahmadi Usman, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal.

52

konsumtif atau produktif. Secara umum akan dijelaskan prosedur pemberian kredit oleh badan hukum sebagai berikut:

1. Pengajuan Berkas-berkas

Dalam hal ini pemohon kredit mengajukan permohonan kredit yang dituangkan dalam bentuk proposal, kemudian dilampiri suatu berkas-berkas lainnya yang dibutuhkan. Pengajuan proposal kredit hendaknya berisi:

a. Latar belakang pemohon kredit perseorangan atau perusahaan;

b. Maksud dan tujuan mengajukan kredit;

c. Besarnya kredit dan jangka waktu;

d. Cara pemohon mengembalikan kredit dijelaskan secara rinci, cara-cara nasabah dalam mengembalikan kreditnya apakah dari hasil penjualan atau cara yang lainnya;

e. Jaminan kredit, merupakan jaminan untuk menutupi segala segalaresiko terhadap kemungkinan macetnya kredit yang ada unsur kesengajaan ataupun tidak. Penilaian jaminan kredit haruslah teliti jangan sampai terjadi sengketa, palsu, dan sebagainya. Biasanya jaminan diikat dengan suatu asuransi tertentu, selanjutnya proposal ini dilampiri dengan berkas-berkas yang telah disyaratkan seperti:

2. Akta Notaris. Dipergunakan oleh suatu perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau Yayasan.

3. T.D.P (Tanda Daftar Perusahaan). Merupakan tanda daftar perusahaan yang dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan yang biasanya berlaku selama lima tahun, jika habis dapat diperpanjang kembali.

4. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). NPWP dimana sekarang ini setiap pemberian kredit yang terus dipantau oleh Bank Indonesia adalah NPWP-nya.

5. Neraca dan Laporan rugi laba tiga tahun terakhir.

6. Bukti diri dari pimpinan perusahaan.

7. Fotocopy sertifikat jaminan. Penilaian yang dapat kita lakukanuntuk sementara adalah dari neraca dan laporan rugi laba.51

2. Penyelidikan berkas pinjaman

Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah berkas pinjaman yang diajukan sudah lengkap sesuai persyaratan dan sudah benar. Jika menurut pihak perbankan belum lengkap atau cukup maka nasabah diminta untuk segera melengkapinya dan apabila sampai batas waktu tertentu nasabah tidak sanggup melengkapi kekurangannya, maka sebaiknya permohonan kredit dibatalkan saja.

3. Wawancara I

Merupakan penyelidikan kepada calon peminjam dengan langsung berhadapan dengan calon peminjam, untuk meyakinkan apakah berkas-berkas tersebut sesuai atau lengkap seperti yang pihak bank inginkan. Wawancara ini juga untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan nasabah yang sebenarnya, hendaknya

51Ibid, hal. 53

dalam wawancara ini dibuat serileks mungkin sehingga diharapkan hasil wawancara akan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

4. On the Spot

Merupakan kegiatan pemeriksaan ke lapangan dengan meninjau berbagai obyek yang akan dijadikan usaha atau jaminan. Kemudian hasilnya dicocokan dengan hasil wawancara I. Pada saat akan melakukan On the Spot hendaknya jangan diberitahu kepada nasabah sehingga apa yang kita lihat di lapangan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.

5. Wawancara II

Merupakan kegiatan perbaikan berkas, jika mungkin ada kekurangan pada saat setelah dilakukan on the spot di lapangan. Catatan yang ada pada permohonan dan pada saat wawancara I dicocokkan dengan saat On the Spot apakah ada kesesuaian dan mengandung suatu kebenaran.

6. Keputusan Kredit

Keputusan kredit dalam hal ini adalah menentukan apakah kredit akan diberikan atau ditolak, jika diterima, maka dipersiapkan administrasinya. Biasanya mencakup :

a. jumlah uang yang diterima b. jangka waktu

c. dan biaya-biaya yang harus dibayar

Keputusan kredit biasanya merupakan keputusan team, begitu pula bagi kredit yang ditolak, maka hendaknya dikirim surat penolakan sesuai dengan alasannya masing-masing.

7. Penandatangan akad kredit/perjanjian lainnya

Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari diputuskannya kredit, maka sebelum kredit dicairkan maka terlebih dahulu calon nasabah menandatangani akad kredit secara langsung atau melalui notaris.

8. Realisasi kredit

Diberikan setelah penandatanganan surat-surat yang diperlukan dengan membuka rekening giro atau tabungan di bank yang bersangkutan.

9. Penyaluran/penarikan adalah pencairan atau pengambilan uang dari rekening sebagai realisasi dari pemberian kredit dan dapat diambil sesuai ketentuan dan tujuan kredit yaitu sekaligus atau secara bertahap.52

B. Pengertian dan Syarat-Syarat Perjanjian Kredit Tanpa Agunan

Secara yuridis formal dalam membuat suatu perjanjian harus memenuhi asas perjanjian sebagai syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yaitu, “Sepakat mereka yang mengikatkan diri, kecakapan untuk membuat perikatan, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal”. Disamping itu terdapat asas lain dalam perjanjian yaitu asas-asas kesetaraan dalam pelaksanaan perjanjian. Di dalam suatu perjanjian kredit apabila berdasarkan unsur-unsur pensurveian yang

52 Chatsmarrasjid Ais, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2001, hal. 67

menggunakan prinsip 4P dan 5C telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan nasabah debitur untuk mengembalikan hutangnya, maka bank tidak wajib meminta agunan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan agunan tambahan.

Di dalam Pasal 1131 KUH Perdata mengatur ketentuan jaminan secara umum yaitu, segala kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru yang akan ada dikemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Pasal 1131 tersebut mengatur tentang kedudukan harta debitur atas perikatan hutangnya. Berdasarkan ketentuan tersebut kreditur akan dapat menuntut pelunasan hutang debitur dari semua harta yang bersangkutan, termasuk harta yang masih akan dimilikinya dikemudian hari. Kreditur mempunyai hak untuk menuntut pelunasan hutang dari harta yang akan diperoleh debitur dikemudian hari. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa meskipun di dalam suatu perjanjian KTA tidak ada suatu jaminan khusus bagi kreditur dalam pemberian KTA tersebut kepada debitur, namun ketentuan tentang jaminan umum yang termuat di dalam Pasal 1131 KUH Perdata berlaku bagi para pihak dalam perjanjian KTA apabila debitur wanprestasi dalam pelaksanaan pelunasan hutangnya.

Pasal 1132 KUH Perdata mengatur ketentuan, bahwa kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang menghutang kepadanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para

berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan. Berdasarkan ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata tersebut di atas dapat dikatakan bahwa kedudukan kreditur dapat dibedakan atas dua golongan yaitu kreditur yang mempunyai kedudukan seimbang sesuai dengan piutang masing-masing dan kreditur yang mempunyai kedudukan didahulukan dari kreditur yang lain berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan. Pasal 1132 KUH Perdata menetapkan bahwa harta debitur menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur, hasil penjualan harta tersebut dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara kreditur itu mempunyai alasan yang sah untuk didahulukan.

Kreditur yang mempunyai hak atau kedudukan yang didahulukan lazim disebut dengan kreditur preferen, dan kreditur yang mempunyai hak berimbang disebut sebagai kreditur konkuren. Dalam hukum perbankan jaminan pelunasan hutang atau agunan diatur didalam Pasal 1 butir 23 Undang-Undang Perbankan yang mengatur tentang pengertian agunan yaitu, “Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah”. Berdasarkan pengertian agunan tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa fungsi utama dari jaminan adalah untuk meyakinkan bank atau kreditur bahwa debitur mempunyai kemampuan untuk melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan perjanjian kredit yang telah disepakati bersama.

Kredit tanpa agunan adalah kredit perorangan tanpa agunan dari suatu bank pada calon debitur yang memenuhi persyaratan. Kredit Tanpa Agunan (KTA) memungkinkan nasabah untuk mendapatkan pinjaman dana tanpa harus memberikan jaminan atau agunan seperti sertipikat rumah atau lainnya. Karena itu produk KTA sering juga disebut pinjaman tanpa agunan atau pinjaman tanpa jaminan atau juga pinjaman uang tanpa jaminan. Produk pinjaman tanpa agunan ini menjadi solusi instan dan mudah bagi nasabah yang membutuhkan dana cepat. Selain memiliki proses mudah, produk memiliki produk beberapa kelebihan seperti memiliki cicilan ringan, syarat mudah, dan memiliki bunga rendah. Persyaratan yang dibutuhkan dalam KTA juga cukup sederhana dalam mengajukan permohonan aplikasi untuk pinjaman ini. KTA menjadi produk kredit yang diminati masyarakat untuk berbagai kebutuhan namun dinilai cukup beresiko oleh bank karena kemudahannya.Oleh karena itu bank sangat hati-hati dalam menyetujui pencairan KTA ini.

Produk pinjaman tanpa agunan ini dapat diajukan oleh siapapun, baik karyawan, profesional, maupun wiraswasta. Perbedaan KTA dari produk pinjaman lain pada umumnya adalah kalau KTA jumlah bunga tetap mulai awal sampai akhir pinjaman (pelunasan) namun bila pinjaman beragunan bunga bisa naik turun berdasarkan kurs naik turunnya dolar. Secara umum di bank-bank konvensional jumlah maksimal pinjaman yang tanpa agunan tidak lebih besar dari jumlah maksimal pinjaman yang menggunakan agunan. Hal ini dikarenakan karena pada KTA tidak ada harta yang dijaminkan, sehingga otomatis risiko bank sebagai pemberi pinjaman akan semakin tinggi.

Bank biasanya lebih mudah untuk memberikan pinjaman tanpa agunan kepada seorang nasabah yang memiliki kartu kredit. Meskipun hal ini tidak menjadi syarat mutlak, namun dengan memiliki kartu kredit maka bank dapat dengan mudah memeriksa kemampuan dan riwayat kredit nasabah. Meskipun demikian, nasabah yang memiliki kartu kredit tidak serta merta dapat langsung mendapat KTA, karena ada pula produk KTA bunga rendah tanpa harus memiliki kartu kredit. Pada dasarnya bank akan memeriksa nasabah dengan melihat catatan riwayat kredit yang dimiliki nasabah, bisa berupa dari kartu maupun produk kredit yang lain yang bisa saja dimiliki nasabah seperti Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) ataupun Kredit Perumahan Rakyat (KPR). Jika catatan kredit nasabah mulus, artinya catatan tanpa adanya tunggakan atau kasus kredit macet, maka bisa dipastikan bank akan memberikan prioritas persetujuan pemberian KTA nasabah. Bank akan juga melihat stabilitas pemasukan (dalam hal ini gaji atau pendapatan) untuk menghitung kemampuan nasabah dalam membayar kredit. Jika semuanya dinilai baik, maka bank juga tidak akan ragu untuk mengabulkan pengajuan kredit yang dilakukan oleh nasabah.

Pengisian formulir KTA bertujuan untuk mempermudah proses pengajuan KTA dan simulasi kredit yang dimiliki beberapa bank di Indonesia. Pada umumnya nasabah memasukkan jumlah pinjaman yang akan diajukan, kemudian jumlah tenor atau lama cicilan pinjaman yang akan diambil. Selanjutnya nasabah akan langsung dapat melihat beberapa produk dari berbagai bank yang bisa dipilih. KTA diberikan

kepada individual/pribadi atas nama perorangan dan bukan atas nama perusahaan yaitu :

1. Karyawan dengan status tetap yang telah memiliki masa kerja minimal 1 (satu) tahun

2. Untuk wiraswasta telah memiliki lama usia minimal 2 (dua) tahun

3. Nilai KTA yang dapat diberikan adalah minimal Rp 2.000.000 sampai dengan maksimal Rp 200.000.000, dan hal tersebut dapat diberikan sesuai dengan analisa kredit dari pada data-data yang dimiliki oleh pemohon itu sendiri.

Plat form pinjaman yang dapat diajukan antara lain adalah : 1. Gaji di bawah Rp 2.500.000 maksimal 3 (tiga) kali gaji 2. Gaji di atas Rp 2.500.000 maksimal 5 (lima) kali gaji

3. Pemilik kartu kredit (minimal 1 tahun) maksimal 2-3 kali plat from kartu kredit.53

Besarnya nilai angsuran ditambah bunga pinjaman tergantung pada besarnya pinjaman yang rencana akan diajukan, dan jangka waktu pinjaman yang direncanakan. Jangka waktu pinjaman khusus KTA antara 12 bulan 36 bulan atau dalam kondisi tertentu kebijaksanaan dapat diberikan perpanjangan maksimal 48 bulan. Di dalam pelaksanaan pemberian KTA wajib dilaksanakan dengan penerapan prinsip kehati-hatian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Perbankan. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah dikemudian hari.

53Ibid, hal. 52

Pada dasarnya pemberian kredit oleh bank kepada nasabah peminjam berpedoman kepada dua prinsip, yaitu :

a. Prinsip kepercayaan

Bank dalam hal ini mempunyai kepercayaan bahwa kredit yang diberikannya bermanfaat bagi nasabah peminjam sesuai peruntukannya dan bank juga percaya nasabah peminjam yang bersangkutan mampu melunasi hutang kredit beserta bunga dalam jangka waktu yang telah ditentukan.

b. Prinsip kehati-hatian (prudential principle)54

Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya, termasuk pemberian kredit kepada nasabah peminjam harus selalu berpedoman dan menerapkan prinsip kehati-hatian. Prinsip ini diwujudkan dalam bentuk penerapan secara konsisten berdasarkan itikad baik terhadap semua persyaratan dan peraturan

Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya, termasuk pemberian kredit kepada nasabah peminjam harus selalu berpedoman dan menerapkan prinsip kehati-hatian. Prinsip ini diwujudkan dalam bentuk penerapan secara konsisten berdasarkan itikad baik terhadap semua persyaratan dan peraturan

Dokumen terkait