• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN ASAS PACTA SUNT SERVANDA DALAM PERJANJIAN KREDIT TANPA JAMINAN PADA BANK MANDIRI CABANG PEMBANTU CITRA GARDEN MEDAN TESIS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENERAPAN ASAS PACTA SUNT SERVANDA DALAM PERJANJIAN KREDIT TANPA JAMINAN PADA BANK MANDIRI CABANG PEMBANTU CITRA GARDEN MEDAN TESIS."

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

DESSY MONICA EVALINA 117011111/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

DESSY MONICA EVALINA 117011111/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(3)

Nomor Pokok : 117011111 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS, CN)(Dr. Mahmul Siregar, SH., MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

Tanggal lulus : 20 Nopember 2015

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS

Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 2. Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum

3. Dr. Rosnidar Sembiring, SH, MHum 4. Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn

(5)

Nim : 117011111

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : PENERAPAN ASAS PACTA SUNT SERVANDA DALAM PERJANJIAN KREDIT TANPA JAMINAN PADA BANK MANDIRI CABANG PEMBANTU CITRA GARDEN MEDAN

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama : DESSY MONICA EVALINA Nim : 117011111

(6)

di tanda tangani oleh para pihak yang membuatnya maka kedua belah pihak harus mematuhi ketentuan-ketentuan yang termuat di dalam perjanjian tersebut dengan sebaik-baiknya. Asas pacta sunt servanda merupakan asas pendukung terciptanya asas itikad baik dalam suatu perjanjian. Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana ketentuan dan pengaturan hukum tentang asas pacta sunt servanda dalam kaitannya dengan pelaksanaan perjanjian kredit tanpa agunan, apakah akibat hukum penerapan asas pacta sunt servanda dalam perjanjian kredit tanpa agunan apabila dilanggar pada Bank Mandiri Cabang Pembantu Citra Garden Medan, bagaimana keterkaitan hubungan antara asas pacta sunt servanda dan asas itikad baik dalam perjanjian kredit tanpa agunan pada Bank Mandiri Cabang Pembantu Citra Garden Medan.

Jenis penelitian tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif, yang bersifat deskriptif analitis, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan perundang-undangan yang berlaku di bidang perjanjian kredit yang termuat dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1972 dan yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang No.

10 Tahun 1998 tentang Perbankan, KUH Perdata khususnya Buku III tentang Hukum Perjanjian dan peraturan-peraturan khusus lain yang diterapkan oleh Bank Mandiri, Bank Permata maupun Bank Danamon di bidang KTA. Penelitian ini didukung dengan wawancara kepada Pimpinan Cabang Bank Mandiri, Koordinator Penanganan Masalah KTA Macet, Kepala Sub bid. KTA Bank Permata, Koordinator bidang KTA Bank Danamon yang dalam penelitian ini memiliki kapasitas sebagai informan dan nara sumber.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa ketentuan dan pengaturan hukum tentang asas pacta sunt servanda dalam kaitannya dengan pelaksanaan perjanjian kredit tanpa agunan adalah termuat di dalam Pasal 1338 ayat (1), (2) dan (3) KUH Perdata yang menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya dan wajib dipatuhi dan dilaksanakan dengan itikad baik. Akibat hukum penerapan asas pacta sunt servanda dalam perjanjian kredit tanpa agunan apabila dilanggar pada Bank Mandiri Cabang Pembantu Citra Garden Medan adalah bahwa pihak yang melanggar perjanjian KTA tersebut akan memperoleh sanksi berupa upaya hukum gugatan dari pihak lain agar pihak yang melanggar memenuhi prestasinya. Upaya sita jaminan terhadap harta benda debitur dapat dilakukan dengan mengajukan gugatan ke pengadilan didasarkan kepada Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata yang mengatur tentang jaminan umum. Keterkaitan hubungan antara asas pacta sunt servanda dan asas itikad baik dalam perjanjian kredit tanpa agunan pada Bank Mandiri Cabang Pembantu Citra Garden Medan adalah bahwa asas pacta sunt servanda merupakan asas pendukung dari terlaksananya asas itikad baik, dimana asas pacta sunt servanda apabila terpenuhi akan memberikan kepastian hukum bahwa suatu perjanjian telah dilaksanakan dengan itikad baik. Oleh kaerna itu keterkaitan hubungan antara asas pacta sunt servanda asas itikad baik sangat erat dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.

Kata Kunci : Asas Pacta Sunt Servanda, Perjanjian KTA, Bank Mandiri Cabang Pembantu Citra Garden

(7)

comply with the content of the contract. It is a supporting principle which creates good faith in a contract. The problems of the research were as follows: how about the regulation on the principle of pacta sunt servanda in a KTA (credit without collateral) contract which was breached by Bank Mandiri, Citra Garden Sub-Branch Medan and how about the correlation between the principle ofpacta sunt servanda and the principle of good faith in the KTA contract in Bank Mandiri, Citra Garden Sub-Branch Medan.

The research used judicial normative and descriptive analytic method by analyzing the prevailing legislation in credit contract stipulated in Law No. 7/1972 which has been amended to Law No. 10/1998 on Banking, the Civil Code, Book III on Law of Obligations, and other regulation applied by Bank Mandiri, Bank Permata, and Bank Danamon in KTA contract. The data were gathered by conducting interviews with the Branch Manager of Bank Mandiri, Coordinator of the Handling of Non-performing KTA, Sub-section Head of Bank Permata, Coordinator of KTA Department of Bank Danamon in which all of them had the capacity as informants and source persons.

The result of the research showed that the regulation on the principle ofpacta sunt servanda related to the implementation of KTA contract stipulated in Article 1338, paragraphs 1, 2, and 3 of the Civil Code states that all valid contracts are applicable as law for the parties involved in the contract and they have to comply with it with good faith. The legal consequences of the principle of pacta sunt servanda in breaching the contract by Bank Mandiri, Citra Garden Sub-Branch, Medan, is that it will get the sanction of legal remedy from the other party that it has to fulfill its performance. Foreclosure on debtor's property can be done by filing complaint to the Court, based on Article 1131 and Article 1132 of the Civil Code which regulates general collateral. The correlation between the principle of facia sunt servanda and the principle of good faith in KTA contract in Bank Mandiri, Citra Garden Sub-Branch, Medan, is that the principle of facia sunt servanda becomes the supporting principle for the implementation of the principle of good faith in which the former will provide legal certainty that the contract has been signed with good faith.

Therefore, the correlation between both principles is very close and cannot be separated.

Keywords : Principle of Pacta Sunt Servanda, KTA Contract, Bank Mandiri, Citra Garden Sub-Branch

(8)

Syukur Alhamdulillah penulis sampaikan kehadirat ALLAH SWT karena hanya dengan berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “PENERAPAN ASAS PACTA SUNT SERVANDA DALAM PERJANJIAN KREDIT TANPA JAMINAN PADA BANK MANDIRI CABANG PEMBANTU CITRA GARDEN MEDAN”. Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr.

Tan Kamello, SH, MS, Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN dan Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum, selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada tahap ujian tesis sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.

Selanjutnya di dalam penelitian tesis ini penulis banyak memperoleh bantuan baik berupa pengajaran, bimbingan, arahan dan bahan informasi dari semua pihak.

(9)

atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan kepada peneliti untuk dapat menjadi mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, atas segala dedikasi dan pengarahan serta masukan yang diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Sumatera Utara, yang telah membimbing dan membina penulis dalam penyelesaian studi selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu Dosen serta segenap civitas akademis Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(10)

untuk penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

7. Kepada mertuaku tercinta, Papa Drs. Darwin Ismail Rangkuti, Apt dan Mama Ernawaty Siregar atas segala rasa sayang dan cinta yang tidak terbatas sehingga menjadi dukungan untuk penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

8. Kepada suamiku tercinta Wirfandy Iskandar Rangkuti dan Anakku Ashraf Athalah Zada Rangkuti yang selalu memberikan dukungan dan kesabaran tanpa batas serta menjadi semangat bagi penulis untuk segera menyelesaikan studi secepat mungkin. Terima kasih atas doa dan pengorbanannya.

9. Terima kasih sahabatku Dyah Septari Marito Siregar dan Dinda Ayu Permata Sari, terima kasih atas doa, dukungan dan semangat kepada penulis.

Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan, dan rezeki yang berlimpah kepada kita semua. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun tidak ada salahnya jika penulis berharap kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.

Medan, Nopember 2015 Penulis

Dessy Monica Evalina

(11)

Nama : Dessy Monica Evalina

Tempat / Tgl. Lahir : Pekanbaru / 30 Desember 1988 Alamat : Jl. Sei Musi No. 52 Medan

Status : Menikah

Agama : Islam

No. HP : 0813 9668 1995

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Negeri Percobaan Medan Tahun Tamat 2000

2. SLTP Negeri 1 Medan Tahun Tamat 2003

3. SMU Negeri 15 Medan Tahun Tamat 2006

4. S1 Universitas Sumatera Utara Tahun Tamat 2010 5. S2 Program Studi Magister Kenotariatan FH USU Tahun Tamat 2015

(12)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR SINGKATAN... ix

DAFTAR ISTILAH ASING... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah ... 15

C. Tujuan Penelitian ... 15

D. Manfaat Penelitian ... 16

E. Keaslian Penelitian ... 17

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 18

1. Kerangka Teori ... 18

2. Konsepsi ... 28

G. Metode Penelitian ... 31

1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 31

2. Sumber Data... 33

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 34

4. Analisis Data ... 35

BAB II KETENTUAN DAN PENGATURAN HUKUM TENTANG ASAS PACTA SUNT SERVANDA DALAM KAITANNYA DENGAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT TANPA AGUNAN ... 36

A. Tinjauan Umum tentang Pengertian dan Unsur-Unsur Kredit ... 36

(13)

BAB III AKIBAT HUKUM PENERAPAN ASAS PACTA SUNT SERVANDA DALAM PERJANJIAN KREDIT TANPA AGUNAN APABILA DILANGGAR PADA BANK MANDIRI CABANG PEMBANTU CITRA GARDEN

MEDAN... 67

A. Perbandingan Prosedur dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian KTA pada Bank Mandiri, Bank Permata dan Bank Danamon ... 67

B. Analisis Terhadap Pelaksanaan Pemberian KTA pada Bank Mandiri Cabang Pembantu Citra Garden Serta Perbandingannya Dengan Bank Permata Cabang Medan dan Bank Danamon Cabang Medan ... 86

C. Akibat Hukum Penerapan Asas Pacta Sunt Servanda Dalam Perjanjian Kredit Tanpa Agunan Apabila Dilanggar Pada Bank Mandiri Cabang Pembantu Citra Garden Medan ... 104

BAB IV KETERKAITAN HUBUNGAN ANTARA ASAS PACTA SUNT SERVANDA DAN ASAS ITIKAD BAIK DALAM PERJANJIAN KREDIT TANPA AGUNAN PADA BANK MANDIRI CABANG PEMBANTU CITRA GARDEN MEDAN ... 113

A. Wanprestasi Merupakan Pelanggaran terhadap Penerapan Asas Pacta Sunt Servanda Dalam Perjanjian Kredit Tanpa Agunan pada Bank Mandiri Cabang Pembantu Citra Garden Medan... 113

B. Keterkaitan Hubungan Antara Asas Pacta Sunt Servanda Dan Asas Itikad Baik Dalam Perjanjian Kredit Tanpa Agunan Pada Bank Mandiri Cabang Pembantu Citra Garden Medan... 127

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 138

A. Kesimpulan ... 138

B. Saran ... 140

DAFTAR PUSTAKA ... 142

(14)

KK : Kartu Keluarga

KKB : Kredit Kendaraan Bermotor KPR : Kredit Perumahan Rakyat KTA : Kredit Tanpa Agunan KTP : Kartu Tanda Penduduk

KUH Perdata : Kitab Undang-Undang Perdata NPWP : Nomor Pokok Wajib Pajak OJK : Otoritas Jasa Keuangan PHK : Putus Hubungan Kerja

PL : Personal Loan

PT : Perseroan Terbatas

S.E.M.A : Surat Edaran Mahkamah Agung SIUP : Surat Ijin Usaha Perusahaan

SK : Surat Keterangan

SKU : Surat Ketentuan Umum TDP : Tanda Daftar Perusahaan

(15)

Bezit : berkuasa Billijkheids beginsel : asas kepatutan

Capital : modal

Cash flow : arus kas

Causa beginsel : prinsip kausa

Character : kepribadian

Collateral : jaminan

Common law : sistem hukum anglosaxon

Condition of economy : kondisi ekonomi Conservatoir beslag : sita jaminan

Credere : kredit

Custody : penjagaan

Executorial verkoop : jalan menjual lelang

Flat : suku bunga tetap/bulannya

Free will : kehendak bebas

Freedom of contract : membuat perjanjian Legal statement : pernyataan hukum Library research : penelitian kepustakaan Mistakesofcontract : perjanjian

Official : resmi

Overmacht : tak terduga

Pacta sunt servanda : janji harus ditepati

Payment : pembayaran

Personality : personal

(16)

Prudential principle : prinsip kehati-hatian

Purpose : penggunaan benda

Social engineering : rekayasa sosial

Somasie : surat peringatan

Standard contract : perjanjian baku Ultimum remedium : sarana terakhir Vertrouwens beginsel : kepercayaan

Vexatoir : sasaran

Voorowereenkomst : perjanjian pendahuluan Walk-in customer : transaksi keuangan

Wanprestasi : ingkar janji

Welfare state : negara kesejahteraan

(17)

TESIS

OLEH

DESSY MONICA EVALINA 117011111

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara etimiologis kata kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu credere yang berarti kepercayaan. Jika seorang nasabah debitur yang memperoleh fasilitas kredit dari bank itu berarti debitur tersebut dipercaya oleh bank. Hal ini menunjukkan bahwa yang menjadi dasar pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur adalah kepercayaan.1 Hubungan hukum antara bank selaku kreditur dan nasabah peminjam selaku debitur adalah hubungan perjanjian timbal balik dimana bank selaku kreditur memiliki hak dan kewajiban diantaranya adalah menyalurkan kredit dan menerima pembayaran angsuran kredit dari debitur sebagaimana ketentuan yang telah disepakati bersama didalam perjanjian kredit. Sedangkan nasabah peminjam selaku debitur memiliki hak dan kewajiban diantaranya adalah menerima fasilitas kredit dari bank selaku kreditur dan wajib melakukan pembayaran angsuran kredit dalam kurun waktu tertentu sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam perjanjian kredit yang telah disepakati bersama tersebut.2

Perjanjian kredit perbankan tunduk kepada hukum perjanjian yang termuat di dalam Buku III KUH Perdata dimana ketentuan Pasal 1338 ayat (1) dan (2) serta Pasal 1320 KUH Perdata berlaku dalam perjanjian tersebut. Asas pacta sunt servanda yang termuat di dalam ketentuan Pasal 1338 ayat (1) dan (2) KUH Perdata yang

1Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional, Kencana Prenada, Jakarta, 2008, hal. 57

2Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit, Djambatan, Jakarta, 2010, hal. 56

(19)

merupakan dasar hukum dari kebebasan membuat perjanjian dan pelaksanaan perjanjian dengan itikad baik juga berlaku dalam perjanjian kredit perbankan.3

Di dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (UUP) di Indonesia, pengertian tentang kredit disebutkan bahwa, “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya, setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

Dari pengertian kredit di dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan di Indonesia tersebut di atas terdapat 4 (empat) unsur pokok kredit yaitu kepercayaan, waktu, risiko dan prestasi. Kepercayaan berarti bahwa setiap pelaksanaan kredit dilandasi dengan adanya keyakinan oleh bank bahwa kredit tersebut akan dapat dibayar kembali oleh debitur dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan. Waktu disini berarti bahwa antara pelepasan kredit oleh bank dan pembayaran kembali oleh debitur tidak dilakukan pada waktu yang bersamaan, tetapi dipisahkan oleh tenggang waktu.4 Risiko disini berarti setiap pelepasan kredit jenis apapun akan terkandung risiko di dalamnya, yaitu risiko yang terkandung dalam jangka waktu antara pelepasan kredit dan pembayaran kembali. Hal ini berarti semakin panjang waktu kredit maka semakin tinggi risiko dari kredit tersebut. Prestasi disini berarti bahwa setiap kesepakatan yang terjadi antara bank selaku kreditur dan nasabah peminjam

3R. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2008, hal. 16

4Gunarto Suhardi, Usaha Perbankan dalam Perspektif Hukum, Kanisius, Yogyakarta, 2007, hal. 36

(20)

selaku debitur mengenai suatu pemberian kredit maka pada saat itu pula akan terjadi suatu prestasi dan kontra prestasi.5

Dasar atau landasan bagi bank dalam menyalurkan kreditnya kepada nasabah peminjam selaku debitur adalah ketentuan dalam Pasal 8 ayat (1) dan (2) Undang- Undang Perbankan yang mengatur sebagai berikut :

Pasal 8 ayat (1) :

“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan perjanjian”

Pasal 8 ayat (2) :

“Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia”.

Berkaitan dengan prinsip perjanjian kredit pada dasarnya pemberian kredit oleh bank kepada nasabah peminjam selaku debitur selalu didasarkan kepada 2 prinsip dasar yaitu :

1. Prinsip kepercayaan.

Bank mempunyai kepercayaan bahwa kredit yang diberikannya bermanfaat bagi nasabah debitur sesuai dengan peruntukannya, dan terutama sekali bank percaya nasabah debitur yang bersangkutan mampu melunasi hutang kredit beserta bunganya dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian ini.

5Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hal, 123

(21)

2. Prinsip kehati-hatian (prudential principle) bank dalam menjalankan kegiatan usahanya, termasuk pemberian kredit kepada nasabah debitur harus selalu berpedoman dan menerapkan prinsip kehati-hatian. Prinsip ini antara lain diwujudkan dalam bentuk penerapan secara konsisten berdasarkan itikad baik terhadap semua persyaratan dan peraturan perundang-undangan yang terkait dalam pemberian kredit oleh bank yang bersangkutan.6

Seiring dengan perkembangan waktu dewasa ini di dalam perjanjian kredit perbankan di Indonesia tidak selamanya perjanjian kredit tersebut menggunakan agunan dari nasabah debitur. Di masyarakat sekarang ini juga dikenal suatu produk dengan nama Kredit Tanpa Agunan (KTA). Kredit tanpa agunan (KTA) adalah sebuah produk bank, dimana nasabah dapat meminjam sejumlah dana / uang dari bank tanpa harus memberikan jaminan atau agunan seperti sertifikat rumah, BPKB, SK dan surat-surat berharga lainnya. Produk kredit tanpa agunan (selanjutnya disebut KTA) bisa juga disebut dengan nama lain yakni Personal Loan (PL). KTA biasanya dikhususkan untuk karyawan dan wiraswasta yang berusia 21-60 tahun.Plafond kredit yang diberikan oleh bank berkisar antara Rp 10.000.000 - Rp. 250.000.000 dengan bunga/interest variatif berkisar antara 1,55% - 2,2% flat per bulan.7

Produk KTA diperkenalkan di Indonesia pertama kali oleh Standard Chartered Bank, kemudian diikuti oleh bank-bank lainnya di Indonesia termasuk di

6Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditiya Bakti, 2008, hal.68

7Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal. 56

(22)

dalamnya adalah Bank Mandiri.8 Untuk mengajukan Kredit Tanpa Agunan (KTA) pada Bank Mandiri Cabang Pembantu Citra Garden Medan haruslah memenuhi syarat-syarat diantaranya adalah :

1. Warga Negara Indonesia dan berdomisili di Indonesia

2. Umur minimum 21 (duapuluh satu) tahun dan maksimum 55 (limapuluh lima) tahun (pada saat kredit lunas)

3. Memiliki pekerjaan atau penghasilan tetap per bulan minimal Rp 2.500.000 (dua juta lima ratus ribu rupiah).

Disamping syarat-syarat tersebut di atas untuk mengajukan kredit tanpa agunan harus pula memenuhi syarat administratif antara lain :

1. Salinan identitas diri (foto copy KTP, KK, surat nikah (apabila sudah berkeluarga)).

2. Salinan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) pribadi/SPT, PPh 21.

3. Salinan rekening tabungan 3 (tiga) bulan terakhir.

4. Asli surat keterangan kerja, dan slip kerja (untuk karyawan dan profesional).

5. Tagihan kartu kredit terakhir (jika memiliki).

6. Salinan SIUP, TDP, dan NPWP perusahaan (untuk perusahaan / wiraswasta) 7. Salinan ijin praktek professional (dokter, notaris, pengacara, akuntan dan

profesional lainnya).

8. Salinan laporan keuangan (untuk perusahaan/wiraswasta).

8Heri Pratomo, Perjanjian Kredit Tanpa Agunan Dalam Teori dan Praktek, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2012, hal. 32

(23)

Pelaksanaan perjanjian kredit tanpa agunan yang diberikan oleh bank kepada perorangan maupun perusahaan, mengakibatkan terjadinya kewajiban terhadap perorangan / perusahaan tersebut dalam memenuhi kewajibannya membayar hutang kredit yang telah diberikan oleh bank selaku kreditur. Kewajiban membayar hutang meski tanpa agunan merupakan perwujudan dari asas pacta sunt servanda dan asas itikad baik yang termuat di dalam Pasal 1338 KUH Perdata ayat (3) yang menyebutkan bahwa, “Perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik”. Dengan demikian debitur wajib melakukan pembayaran hutangnya kepada bank selaku kreditur karena debitur telah terikat dalam pelaksanaan perjanjian kredit tanpa agunan tersebut dengan pihak bank”.9

Salah satu unsur penting dalam hukum jaminan di Indonesia adalah unsur kedudukan harta pihak peminjam yang diatur dalam Pasal 1131 KUH Perdata, serta unsur kedudukan pihak memberikan pinjaman, yang diatur di dalam Pasal 1132 KUH Perdata. Pasal 1131KUH Perdata menyebutkan bahwa, “Segala kebendaan si berhutang baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”. Dari ketentuan pasal tersebut di atas dapat dikatakan bahwa kedudukan harta debitur atas perikatan hutangnya menjadi jaminan bagi debitur dan kreditur dapat menuntut pelunasan hutang debitur dari semua harta yang dimilikinya, termasuk harta yang masih akan dimilikinya dikemudian hari. Kreditur mempunyai

9 Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia, Simpanan, Jasa dan Kredit, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2008, hal. 42

(24)

hak untuk menuntut pelunasan hutang dari harta yang akan diperoleh debitur dikemudian hari. Dengan demikian meskipun kredit yang diberikan oleh bank kepada perseorangan / perusahaan tersebut tanpa menggunakan agunan, namun bank selaku kreditur dapat menuntut pelunasan hutang debitur terhadap seluruh harta bendanya meski tidak diikat dengan suatu jaminan tertentu.10

Pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan bahwa, “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutang kepadanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”. Berdasarkan ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata tersebut di atas dapat dikatakan bahwa kedudukan kreditur dapat dibedakan atas dua golongan yaitu kreditur yang mempunyai kedudukan seimbang sesuai dengan piutang masing-masing dan kreditur yang mempunyai kedudukan didahulukan dari kreditur yang lain berdasarkan peraturan perundang-undangan tertentu. Disamping Pasal 1132 KUH Perdata menetapkan bahwa harta debitur menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur, hasil penjualan harta tersebut dibagi- bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara kreditur itu mempunyai alasan yang sah untuk didahulukan.

Perjanjian kredit tanpa agunan oleh pihak bank sebagai kreditur kepada nasabah peminjam baik perorangan maupun perusahaan selaku debitur harus

10Thomas Suyatno, Dasar-Dasar Perkreditan, Gramedia Pustama Utama, Jakarta, 2008, hal.

47.

(25)

dilaksanakan dengan itikad baik dengan menggunakan asas pacta sunt servanda (janji harus ditepati). Disamping itu apabila perjanjian kredit tanpa agunan tidak dilaksanakan dengan itikad baik dengan menggunakan asas paca sunt servanda makamemiliki akibat hukum baik bagi debitur maupun kreditur. Debitur wajib membayar hutang-hutangnya kepada kreditur dengan menggunakan seluruh harta bendanya meskipun tidak dilakukan perjanjian pengikatan jaminan. Disamping itu kreditur memiliki hak untuk menuntut debitur dalam pelunasan pembayaran hutangnya.11

Pacta sun servanda berasal dari bahasa Latin yang artinya adalah janji harus ditepati. Asas pacta sun servanda bersumber dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyebutkan bahwa, “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Pasal 1338 dikenal pula dengan asas kebebasan membuat perjanjian atau disebut dengan The Freedom of Contract. Setiap kesepakatan yang telah dibuat dalam suatu perjanjian tertulis oleh para pihak memiliki kekuatan hukum yang harus dipatuhi dan dilaksanakan dengan itikad baik oleh para pihak yang membuatnya tersebut.12

Pacta sunt servanda pertama kali diperkenalkan oleh Grotius yang kemudian mencari dasar pada sebuah hukum perikatan dengan mengambil prinsip-prinsip hukum alam atau hukum kodrat. Bahwa seseorang yang mengikatkan diri pada sebuah janji mutlak untuk memenuhi janji tersebut (promissorum implendorum

11Bambang Sunggono, Pengantar Hukum Perbankan, Mandar Maju, Bandung, 2007, hal.15

12Pamungkasih, Penerapan Asas Pacta Sun Servanda Dalam Pelaksanaan Perjanjian, Mitra Ilmu, Surabaya, 2009, hal. 12

(26)

obligati).13 Menurut Grotius, asas Pacta sunt servanda ini timbul dari premis bahwa perjanjian terjadi secara alamiah dan sudah menjadi sifatnya mengikat berdasarkan dua alasan, yaitu sifat kesederhanaan bahwa seseorang harus berkerjasama dan berinteraksi dengan orang lain, yang berarti orang ini harus saling mempercayai yang pada gilirannya memberikan kejujuran dan kesetiaan.14 Hak milik yang dapat dialihkan dimana apabila seseorang individu memilik hak untuk melepaskan hak miliknya, maka tidak ada alasan untuk mencegahnya melepaskan haknya yang kurang penting khususnya melalui perjanjian.15

Pada dasarnya asas ini berkaitan dengan perjanjian yang dilakukan diantara individu, yang mengandung makna bahwa: perjanjian merupakan undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.16 Mengisyaratkan bahwa pengingkaran terhadap kewajiban yang ada pada perjanjian merupakan tindakan melanggar janji atau wanprestasi. Menurut pendapat Aziz T. Saliba, asas Pacta sunt servanda merupakan sakralisasi atas suatu perjanjian (sanctity of contracts).Titik fokus dari hukum perjanjian adalah kebebasan membuat perjanjian atau yang dikenal dengan prinsip otonomi, yang berarti bahwa dengan memperhatikan batas hukum yang tepat orang dapat mengadakan perjanjian apa saja sesuai dengan kehendaknya, dan apabila

13Rachmanto Hadi, Penerapan Asas Itikad Baik Dalam Hukum Perjanjian Secara Teori dan Praktek, Mitra Ilmu, Surabaya, 2011, hal. 50

14Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung, 2008, hal. 28

15M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 19

16Gilang Darmanto, Hukum Perjanjian Dan Etika Bisnis, Eressco, Bandung, 2011, hal. 75

(27)

mereka telah memutuskan untuk membuat perjanjian, mereka terikat dengan perjanjian tersebut.17

Pada dasarnya asas pacta sun servanda berkaitan dengan perjanjian atau perjanjian yang dilakukan antar individu yang memiliki makna bahwa :

1. Perjanjian merupakan undang-undang bagi para pihak yang membuat

2. Pengingkaran terhadap kewajiban yang ada pada perjanjian merupakan tindakan wanprestasi yang menciderai perjanjian tersebut.

3. Kesepakatan yang dibuat harus dilaksanakan oleh para pihak yang telah menyepakati perjanjian tersebut. Apabila salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian tersebut maka pihak lain berhak untuk memaksakan pelaksanaanya melalui mekanisme dan jalur hukum yang berlaku.18

Dalam perkembangannya dewasa ini asas pacta sun servanda harus dilandaskan kepada asas itikad baik, serta di dalam kesepakatan perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan kepatutan. Makna itikad baik sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata adalah mengacu kepada standard perilaku yang penuh pertimbangan (reasonable), yang tidak lain bermakna bahwa orang harus mematuhi janji atau perkataannya dalam segala keadaan, atau suatu tindakan yang mencerminkan standar keadilan atau kepatutan masyarakat yang mensyaratkan adanya penghormatan tujuan hukum. Itikad

17Heri Purnomo, Keberadaan Asas Pacta sunt servanda Dalam Perjanjian Internasional, Prenada Media, Jakarta, 2009, hal. 46

18Gunawan Wijaya dan Kartini Muljadi, Asas-asas Hukum Perjanjian, Bumi Aksara, Bandung, 2012, hal. 26

(28)

baik tersebut tidak hanya mengacu kepada itikad baik para pihak tetapi harus pula mengacu kepada nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat, sebab itikad baik merupakan bagian dari masyarakat.19

Itikad baik di dalam hukum secara subjektif adalah kejujuran seseorang dalam melakukan sesuatu perbuatan hukum, sedangkan dalam pengertian objektif itikad baik adalah pelaksanaan suatu perjanjian harus didasarkan pada norma kepatuhan atau apa yang dirasakan sesuai dengan yang patut dalam masyarakat.20 Pengertian itikad baik dalam subjektif terdapat dalam Pasal 530 KUH Perdata yang mengatur mengenai kedudukan berkuasa (bezit) yang mengandung makna sikap atau perilaku yang jujur dalam melaksanakan setiap tindakan dan perbuatan di dalam masyarakat.

Itikad baik dalam arti objektif disebut juga dengan kepatutan hal ini dirumuskan dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang menyebutkan bahwa, “Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Berdasarkan ketentuan Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata tersebut di atas dapat dikatakan kejujuran (itikad baik) dalam arti objektif tidak terletak pada keadaan jiwa manusia, akan tetapi terletak pada tindakan yang dilakukan oleh kedua belah pihak dalam melaksanakan janji yang telah disepakati dalam perjanjian tersebut.21

Dengan demikian pengertian itikad baik secara objektif bersifat dinamis sesuai dengan pelaksanaan perjanjian secara nyata yang terjadi di lapangan. Setiap

19Rahmadi Usman, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, hal. 58

20Syamsudin Qirom Meliala, Pengertian Asas Itikad Baik di Dalam Hukum Indonesia, Mitra Ilmu, Surabaya, 2007, hal. 38

21Ismijati Jenie, Itikad Baik Sebagai Asas Hukum, Pascasarjana UGM, Yogyakarta, 2009, hal.

23

(29)

terjadi perubahan kondisi dalam pelaksanaan perjanjian yang terjadi di lapangan maka para pihak harus bersikap jujur dan terbuka satu sama lain dan melaksanakan perubahan kondisi lapangan yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian tersebut meskipun perubahan kondisi tersebut tidak termuat di dalam klausul perjanjian.

Hakim dapat membatasi atau meniadakan kewajiban perjanjian apabila ternyata isi dan pelaksanaan perjanjian bertentangan dengan keadilan. Hakim juga mengaitkannya dengan nilai-nilai keadilan yang berkembang dalam kehidupan masyarakat. Dalam konteks ajaran itikad baik kepatutan tersebut harus dikaitkan dengan kepatutan yang hidup dalam masyarakat. Itikad baik tidak hanya dinilai dari itikad baik menurut anggapan para pihak saja, tetapi itikad baik menurut anggapan umum yang hidup dalam masyarakat.

Di dalam Pasal 1320 KUH Perdata disebutkan bahwa syarat-syarat sahnya suatu perjanjian adalah 4 (empat) syarat yaitu :

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu pokok persoalan tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Dengan demikian dapat dikatakan apabila keempat unsur dari sahnya suatu perjanjian yang termuat di dalam Pasal 1320 KUH Perdata tersebut di atas telah

(30)

dipenuhi maka perjanjian yang dibuat oleh para pihak tersebut sah secara hukum dan harus dilaksanakan dan dipatuhi oleh para pihak yang membuatnya.22

Di dalam dunia perbankan kegiatan pinjam meminjam telah sejak lama dilakukan dikehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran yang sah. Kegiatan pinjam meminjam uang di dalam dunia perbankan dikenal dengan nama kredit perbankan yang pada umumnya di muat dalam suatu perjanjian kredit perbankan dimana bank bertindak selaku kreditur sedangkan nasabah peminjam bertindak sebagai debitur. Dalam pelaksanaan perjanjian kredit perbankan di Indonesia pada umumnya bank selalu meminta jaminan berupa barang bergerak maupun tidak bergerak milik debitur sebagai agunanuntuk mengamankan pemberian kredit oleh bank tersebut apabila terjadi tunggakan pembayaran kredit atau kredit macet oleh debitur dikemudian hari.

Pinjam meminjam diatur dalam buku Ketiga KUH Perdata Pasal 1754 yang mengatur sebagai berikut : ”Pinjam meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”.

Selanjutnya dijelaskan Pasal 1765 KUH Perdata bahwa diperbolehkan memperjanjikan bunga atas peminjaman uang atau lain barang yang menghabis karena pemakaian. Dari pengertian tersebut dapat dilihat unsur-unsur pinjam meminjam adalah sebagai berikut :

22Marwanti Arifin, Perjanjian Menurut KUH Perdata, Eressco, Bandung, 2011, hal. 38

(31)

1. Adanya persetujuan antara peminjam dengan pemberi pinjaman 2. Adanya suatu jumlah barang tertentu habis karena memberi pinjaman 3. Pihak yang menerima pinjaman akan mengganti barang yang sama 4. Peminjam wajib membayar bunga bila diperjanjikan23

Penelitian ini akan membahas Kredit Tanpa Agunan (KTA) di Bank Mandiri Cabang Citra Garden, alasannya karena Bank Mandiri adalah salah satu bank terbesar di Indonesia dan merupakan salah satu bank pertama di Indonesia yang merancang program KTA, sehingga dapat dijadikan tolok ukur pelaksanaan pemberian KTA di Indonesia. Disamping itu sebagai perbandingan terhadap penyaluran KTA maka penelitian ini juga akan membahas secara ringkas tentang pemberian KTA di Bank Permata cabang Medan dan Bank Danamon cabang Medan.24

Berdasarkan uraian di atas untuk dapat menjalankan dunia usaha perbankan perlu dilihatnya peranan asas Pacta sunt servanda yang akan dituangkan dalam setiap perjanjian kredit. Oleh karenanya berkesimpulan untuk dapat mengkaji dan membahas penelitian ini maka adapun judul yang diletakkan pada penelitian ini adalah Peranan Asas Pacta sunt servanda Dalam Perjanjian Kredit Tanpa Jaminan Pada Bank Mandiri Cabang Pembantu Citra Garden Medan.

23Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, Mandar Maju, Bandung, 2008, hal. 67

24Wawancara dengan Michael Koordinator Penanganan Masalah KTA Macet Bank Mandiri Imam Bonjol Medan pada hari Kamis tanggal 9 Juli 2015, pukul 15.00 WIB di ruang kerjanya.

(32)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana ketentuan dan pengaturan hukum tentang asas pacta sunt servanda dalam kaitannya dengan pelaksanaan perjanjian kredit tanpa agunan ?

2. Apakah akibat hukum penerapan asas pacta sunt servanda dalam perjanjian kredit tanpa agunan apabila dilanggar pada Bank Mandiri Cabang Pembantu Citra Garden Medan?

3. Bagaimana keterkaitan hubungan antara asas pacta sunt servanda dan asas itikad baik dalam perjanjian kredit tanpa agunan pada Bank Mandiri Cabang Pembantu Citra Garden Medan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukan di atas, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tesis ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui menganalisis ketentuan dan pengaturan hukum tentang asas pacta sunt servanda dalam kaitannya dengan pelaksanaan perjanjian kredit tanpa agunan.

2. Untuk mengetahui akibat hukum penerapan asas pacta sunt servanda dalam perjanjian kredit tanpa agunan apabila dilanggar pada Bank Mandiri Cabang Pembantu Citra Garden Medan

(33)

3. Untuk mengetahui keterkaitan hubungan antara asas pacta sunt servanda dan asas itikad baik dalam perjanjian kredit tanpa agunan pada Bank Mandiri Cabang Pembantu Citra Garden Medan baik.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atas kegunaan baik secara teoritis dan praktis, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi para akademisi maupun masyarakat umum serta diharapkan dapat memberikan manfaat guna menambah khasanah ilmu hukum secara umum dan penerapan asas pacta sun servanda dalam perjanjian kredit tanpa jaminan secara khusus di Dunia Perbankan.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai pedoman dan masukan bagi para pimpinan perbankan dalam mengawal pelaksanaan perjanjian kredit tanpa jaminan dengan melaksankan dan menerapkan asas Pacta Sunt Servanda;

b. Sebagai informasi dan inspirasi bagi para pengguna jasa perbankan khususnya wirausahawan dalam melakukan tindakan perikatan perjanjian tanpa jaminan dengan penerapan asas Pacta Sunt Servanda;

c. Sebagai bahan kajian bagi masyarakat yang mengajukan permohonan KTA untuk dapat mengambil poin-poin atau modul-modul pembelajaran dan

(34)

penelitian ini dan diharapkan wacana peberapan asas Pacta sunt servanda dalam setiap perjanjian kredit tanpa jaminan berkembang ke arah yang lebih baik.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara dan Sekolah Pasca Sarjana universitas Sumatera Utara, belum ada penelitian yang dilakukan dengan judul “Penerapan Asas Pacta sunt servanda Dalam Penjanjian Kredit Tanpa Agunan Studi Pada Bank Mandiri Cabang Pembantu Citra Garden Medan” belum pernah dilakukan, namun demikian terdapat beberapa judul yang membahas tentang perjanjian tanpa agunan, antara lain oleh:

1. Iliana / NIM. 003701103/M.Kn, dengan judul tesis, “Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Kredit Tanpa Agunan (Studi Pada Bank- Bank Swasta di Kota Medan)”.

Dengan subtansi permasalahan :

a. Bagaimana kreteria yang digunakan kreditur sebagai syarat pemberian Kredit Tanpa Agunanya?

b. Bagaiman Perlindungan hukum terhadap kreditur dalam penyelesaian sengketa atas kredit macet dalam kredit tanpa agunan

(35)

2. Patricia Imelda Hutabarat/ NIM. 067011064, dengan judul tesis, “Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Wira Usaha Tanpa Agunan Pada PT. Bank Artha Graha International, Tbk, Cabang Medan”

Dengan subtansi permasalahan :

a. Bagaimana pengaturan pemberian kredit oleh bank secara umum menurut ketentuan Bank Artha Graha Internasional, Tbk.

b. Bagaimana pelaksanaan pemberian kredit wira usaha tanpa agunan oleh PT.

Bank Artha Graha Internasioanal, Tbk ditinjau dari prinsip kehati-hatian Pembahasan penerapan asas Pacta sunt servanda dalam perjanjian kredit tanpa jaminan studi pada Bank Mandiri Cabang Pembantu Citra Garden Medan belum pemah dibahas maka penelitian ini asli dan dapat dipertanggungjawabkan.

Penulis bertanggung jawab penuh apabila dikemudian hari ternyata dapat dibuktikan bahwa penelitian ini adalah plagiat dari penelitian lain yang ada sebelumnya.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,25 dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenaranya. Kerangka teori adalah

25JJJ M, Wuisman, dengan penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, (Jilid I), Jakarta, FE UI, 1996, hal. 203

(36)

kerangka pemikiran atau angka-angka pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi perbandingan/pegangan teoritis.26

Teori hukum menurut Tan Kamello adalah suatu pandangan sistematis mengenai pernyataan hukum (legal statement) yang dibentuk dari hubungan antara variabel hukum yang dapat menjelaskan hakikat dan gejala hukum yang ada serta dapat diversifikasi dengan tujuan untuk memberikan justifikasi dan mengestimasikan suatu peristiwa hukum tertentu.27 Selanjutnya fungsi teori hukum menurut Tan Kamello adalah :

1. Sebagai alat / pisau untuk melakukan analisis gejala hukum.

2. Merumuskan abstraksi dan fakta hukum

3. Melengkapi kekosongan hukum terhadap ilmu hukum mengenai gejala hukum masa lampau dan hukum yang sedang terjadi.

4. Memberikan pemikiran ke depan tentang gejala hukum yang akan terjadi.

Fungsi teori hukum selain yang telah diuraikan di atas maka teori hukum juga memiliki kedudukan di dalam suatu penelitian hukum yaitu :

1. Teori hukum memiliki arti penting bagi pusat pemikiran dalam melahirkan hukum tertentu.

2. Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem kehidupan hukum.

26M Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80

27 Tan Kamello, Slide Kuliah Magiter Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2014.

(37)

3. Sebagai otoritas untuk membentuk dan mempertahankan pernyataan hukum.28

Hukum pada umumnya dibuat dengan visi atau tujuan untuk memenuhi rasa keadilan, kepastian dan ketertiban. Kepastian bagi subjek hukum dapat diwujudkan dalam bentuk yang telah ditetapkan terhadap suatu perbuatan dan peristiwa hukum.

Hukum yang berlaku pada prinsipnya harus ditaati dan tidak boleh menyimpang atau disimpangkan oleh subjek hukum. Kepastian hukum merupakan bentuk perlindungan hukum bagi subjek hukum dari tindakan kesewenang-wenangan pihak yang lebih dominan. Subjek hukum yang tidak dominan cenderung terabaikan haknya dalam suatu perbuatan dan persitiwa hukum tertentu. Kesetaran hukum adalah latar belakang yang memunculkan teori tentang kepastian hukum.Hukum diciptakan untuk memberikan kepastian perlindungan kepada subjek hukum secara seimbang.

Roscoe Pound memandang bahwa hukum bukan saja sekumpulan sistem peraturan, doktrin, dan kaidah atau asas-asas yang dibuat dan diumumkan oleh badan yang berwenang, tetapi juga proses-proses yang mewujudkan itu secara nyata melalui penggunaan kekuasaan. Berdasarkan pengertian hukum seperti itu Roscoe Pound mengemukakan gagasannya mengenai fungsi hukum sebagai alat rekayasa sosial (social engineering),29supaya hukum dapat melakukan fungsinya dalam memberikan perlindungan hukum maka menurut Roscoe Pound harus dibuat daftar kepentingan, daftar tersebut merupakan penggolongan kepentingan yang terdiri dari :

28Ibid

29Anton Mulyadi, Teori-Teori Hukum, Media Ilmu, Jakarta, 2011, hal. 81

(38)

1. Kepentingan-kepentingan umum (public interests) 2. Kepentingan-kepentingan sosial (social interests) 3. Kepentingan-kepentingan individu (individual interest)

Maksud dilaksanakannya penggolongan kepentingan sebagaimana diuraikan di atas adalah jika terjadi perselisihan kepentingan dalam proses pembangunan khususnya benturan kepentingan umum atau kepentingan sosial dengan kepentingan individu, maka perlu diupayakan keseimbangan atau harmonisasi kepentingan.

Roscoe Pound mengatakan bahwa dengan adanya kepastian hukum memungkinkan adanya “predictibility”.30 Dengan demikian kepastian hukum mengandung dua pengertian, yang pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa keamanan bagi individu untuk dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap hidividu.31

Kepastian hukum dalam melakukan proses pengadaan perjanjian pemberian kredit tanpa jaminan dipengaruhi oleh klausul-klausul yang mengatur dalam perjanjian kredit. Dalam melakukan perikatan setiap subjek hukum diberikan batasan- batasan yang harus berdasarkan hukum sebagaimana di atur dalam ketentuan syarat sahnya suatu perjanjian.32

30Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986, hal. 122

31Pieter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2009, hal. 158

32 Arif Suhardianto, Teori Hukum Perjanjian Dalam Teori dan Praktek, Kanisius, Yogyakarta, 2011, hal. 71

(39)

Perjanjian yang dibuat oleh subjek hukum tersebut merupakan aturan yang diberlakukan bagi subjek hukum yang mengikatkan dirinya pada perjanjian itu oleh karena ketentuan tentang perjanjian tersebut mengikat sebagai undang-undang untuk dijadikan hak dan kewajiban para pihak dalam melaksanakan dan atau memenuhi prestasi dalam perjanjian dimaksud.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum dari Roscoe Pound yakni suatu kepastian hukum terhadap perjanjian kredit tanpa agunan yang dilakukan oleh bank selaku kreditur dan nasabah selaku debitur yang dimuat di dalam suatu perjanjian tertulis yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.33

Hukum merupakan perintah dari mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau dari pemegang kedaulatan. Hukum mengandung 3 (tiga) unsur, yaitu : Perintah, Sanksi, Kewajiban, dan Kedaulatan yang dapat diuraikan sebagai berikut :

1. “Hukum merupakan perintah penguasa (law is a command of the lawgiver), hukum dipandang sebagai perintah dari pemegang kekuasaan tertinggi;

2. Hukum merupakan sistem logika yang bersifat tetap dan tertutup; dan

3. Hukum positif harus memenuhi beberapa unsur perintah, sanksi, kewajiban, dan kedaulatan, di luar itu bukanlah hukum melainkan moral positif.34

Dalam hubungan secara perdata, setiap subjek hukum dalam melakukan hubungan hukum melalui hukum perjanjian juga membutuhkan kepastian hukum.

33Johny Ibrahim, Perjanjian Kredit Perbankan Dalam Teori Dan Praktek, Bayu Media Publishing, Cetakan IV, Malang, 2011, hal. 145-146

34Andrea Ata Ujan, Membangun Hukum, Membela Keadilan Filsafat Hukum, Kanisius, Yogyakarta, 2009, hal. 67-68.

(40)

Pembentuk undang-undang memberikan kepastian hukum melalui Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.35 Perjanjian yang telah dibuat secara sah dan telah disepakati oleh para pihak mengikat para pihak untuk mentaati seluruh angka perjanjian yang telah disepakati tersebut dan setiap tindakan wanprestasi dari perjanjian tersebut dapat menimbulkan tindakan tuntutan hukum dari pihak lain yang merasa dirugikan atas perbuatan wanprestasi tersebut. Setiap perjanjian yang telah disepakati dan telah ditandatangani oleh kedua belah pihak yang membuat perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik dan dengan kejujuran untuk memenuhi segala hak dan kewajiban yang termuat di dalam perjanjian tersebut.36

Kepastian dalam melakukan perjanjian tidak hanya dari suatu akibat perjanjian yang diinginkan, akan tetapi juga para subtansi perjanjian tersebut.

Pembentuk undang-undang juga mewajibkan kepastian dalam merumuskan suatu perjanjian. Dalam Pasal 1342 KUH Perdata disebutkan bahwa, “Kata-kata yang digunakan juga harus jelas sehingga tidak dapat menyimpang dari penafsiran yang sudah dijelaskan”. Oleh karena itu perjanjian merupakan undang-undang bagi para subjek hukum sehingga segala sesuatu yang tertulisharus pasti diartikan oleh para subjek hukum. Jika suatu perjanjian tidak memberikan kepastian hukum dalam hal

35 Adrian Soetedi, Praktek Pelaksanaan Kredit Perbankan Permasalahan dan Solusinya, Andi, Yogyakarta, 2011, hal. 22

36 Mario Armentedja, Kepastian Hukum dalam Perspektif Hukum Perjanjian, Kencana Media, Jakarta, 2010, hal. 50

(41)

isinya, maka kedudukan subjek hukum yang lemah akan tidak terlindungi dan tidak menjadi pasti. Teori kepastian hukum menekankan pada penafsiran dan sanksi yang jelas agar suatu perjanjian dapat memberikan kedudukan yang sama antar subjek hukum yang membuat perjanjian tersebut. Kepastian memberikan kejelasan dalam melakukan perbuatan hukum saat pelaksanaan perjanjian dalam bentuk prestasi bahkan saat perjanjian tersebut telah masuk kepada wanprestasi.37

Dalam pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan tanpa agunan dari nasabah debitur, namun bukan berarti nasabah debitur terbebas dari kewajiban untuk melakukan pembayaran hutangnya kepada kreditur. Kredit tanpa agunan dalam perspektif perbankan merupakan fasilitas kredit yang diberikan kepada debitur tanpa jaminan aset tertentu. Dengan kata lain fasilitas kredit diberikan kepada nasabah debitur meskipun tidak mengikat aset debitur baik bergerak maupun tidak bergerak dalam suatu perjanjian jaminan kredit sebagaimana lazimnya, dilaksanakan oleh bank dalam pelaksanaan pemberian kredit, namun fasilitas kredittanpa agunan tersebut tetap memiliki jaminan pembayaran dari harta debitur baik bergerak maupun tidak bergerak, yang sudah ada maupun yang akan ada sesuai dengan ketentuan yang termuat di dalam Pasal 1131 KUH Perdata menyebutkan bahwa, “Segala kebendaan si berhutang baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan” dan juga Pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan bahwa, “Kebendaan

37 Thomas Widinarto, Asas-asas Hukum Perjanjian Berdasarkan KUH Perdata, Salemba Empat, Jakarta, 2012, hal. 46

(42)

tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutang kepadanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”.

Pelaksanaan perjanjian kredit tanpa agunan yang dilakukan oleh bank wajib memenuhi beberapa prinsip yang harus diterapkan dan dipegang teguh oleh setiap bank untuk meminimalisasi terjadinya masalah kredit macet dalam pelaksanaan pemberiann kredit tersebut. Prinsip yang harus dilaksanakan oleh bank tersebut adalah sebagai berikut :

a. Prinsip 4P, yaitu : 1. Personality

Dalam hal ini pihak bank mencari data secara lengkap mengenai kepribadian pemohon kredit, antara lain mengenai riwayat hidupnya, pengalamannya dalam berusaha, pergaulan masyarakat dan lainnya. Hal ini diperlukan untuk menentukan persetujuan kredit yang diajukan oleh pemohon kredit.

2. Purpose

Bank dalam hal ini harus mencari data tentang tujuan atau penggunaan kredit tersebut sesuai line of business kredit bank yang bersangkutan.

3. Prospect

Dalam hal ini bank harus melakukan analisis secara cermat dan mendalam tentang bentuk usaha yang akan dilakukan oleh pemohon kredit, misalnya apakah usaha yang dijalankan oleh pemohon kredit mempunyai prospek di

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Dalam pelaksanaan kontrak kerja sama harus diterapkan asas Pacta Sunt Servanda yang bertujuan untuk saling mempercayai dalam pengelolaan minyak dan gas

PEMENUHAN ASAS SPESIALITAS DAN PUBLISITAS DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN (Studi pada Pembuatan Akta Pembebanan Hak Tanggungan Di Kantor

Adapun judul dari skripsi ini adalah Perlindungan Hukum Bagi Nasabah dalam Perjanjian Kredit Yang Objeknya Jaminan Perorangan (Studi Pada PT. Bank Mandiri Syariah, Kantor

Dalam Perjanjian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan yang Objeknya Hak Guna Bangunan Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Kantor Cabang Pembantu Asia Unit

Penerapan asas-asas perjanjian pada perjanjian lisan yang dibuat antara penjual dan pembeli ikan teri di desa tanggetada yang dilakukan secara lisan diperbolehkan menurut

Implementasi asas droit de preference terhadap jaminan hak tanggungan oleh pihak PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional, Tbk dalam perjanjian kredit Perjanjian kredit di

Pelaksanaan perjanjian kredit pada Bank Mandiri KCP Sukaramai Medan telah memenuhi asas itikad baik sebelum dilaksanakannya perjanjian kredit, pihak Bank Mandiri KCP Sukaramai

PEMENUHAN ASAS SPESIALITAS DAN PUBLISITAS DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN (Studi pada Pembuatan Akta Pembebanan Hak Tanggungan Di Kantor PPAT