• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

4. Analisis Data

Analisis data merupakan proses mengatur urutan data/mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat dimukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja yang disarankan data.51 Kegiatan analisis dimulai dengan melakukan pemeriksaan terhadap data yang terkumpul baik melalui wawancara yang dilakukan, inventarisasi karya ilmiag, peraturan perundang-undangan, yang berkaitan dengan judul penelitian. Dalam penelitian ini sangat diperlukan suatu analisi data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahn yang diteliti.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode analisis data kualitatif. Menurut Bogdan dan Biglen sebagaimana dikutip oleh Moleong, menyatakan bahwa :

Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskan, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.52

50 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pemdidikan , (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,2008), hal. 221

51 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007), hal. 101

52 Ibid, hal. 248

Kemudian Data yang diperoleh dari hasil penelitian menggunakan metode deduktif, yaitu dimulai dari hal-hal yang umum dan menarik hal-hal yang umum tersebut kepada hal-hal yang khusus.53

Dalam hal penelitian ini, semua data yang diperoleh dalam proses pengumpulan data diorganisasikan, dipilah-pilah dalam satu kesatuan yang dapat dikelola, disentesiskan , mencari serta menemukan pola sesuai dengan rumusan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, yang penting dan yang dipelajari dimasukkan kedalam penelitian ini, yang kemudian dijabarkan dari hal-hal yang umum dan menarik ke dalam hal-hal yang khusus.

53 Minto Rahayu, Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi, (Jakarta : Grasindo,2007), hal. 41

BAB II

KETENTUAN LELANG YANG MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEMENANG LELANG

A. Tinjauan Umum Lelang di Indonesia.

1. Pengertian dan Dasar Hukum Lelang

Menurut sejarahnya kata lelang berasal dari bahasa latin yaitu auction yang artinya peningkatan harga secara bertahap. Dalam literatur yunani, lelang telah lama dikenal dalam sejarah manusia yaitu sejak tahun 450 sebelum masehi, dimana saat itu penjualan secara lelang dilakukan untuk hasil karya seni mupun hasil perkebunan dan peternakan. Perkembangan lelang kemudian sampai ke negara maju seperti Inggris, Belanda, Australia, Swiss dan Amerika dan saat ini hampir seluruh negara banyak menggunakan proses lelang dalam menjalankan proses lelang dalam menjalankan roda perekonomian.

Transaksi penjualan suatu barang pada suatu negara, umumnya dilakukan melalui 2 (dua) cara yaitu :

1. Penjualan konvensional atau non lelang yang sangat umum dilakukan oleh masyarakat

2. Melakukan penjualan secara lelang yang dilakukan bersifat terbuka dan lisan atau dinegara maju dikenal dengan istilah auction.54

Sebelum Indonesia merdeka dan dalam masa penjajahan Belanda, lelang secara resmi dimasukkan dalam sistem perundang-undangan sejak tahun 1908 yaitu dengan berlakunya Vendu Reglement yang selanjutnya disebut VR Stbl.

54Rochmat Soemitro, Peraturan dan Instruksi Lelang, Edisi Kedua, (Bandung : Eresco, 1987), hal 54.

1908 Nomor 189 Vendu Instructie Stbl. 1908 Nomor 190. Kedua peraturan tersebut yang menjadi dasar hukum pelaksanaan lelang di Indonesia. Latar belakang dari pembentukan lelang karena hukum dibutuhkan dalam mengatur suatu perbuatan yang melibatkan orang banyak, hukum yang mempunyai sifat memaksa dan mengatur, hukum merupakan peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan (yang disebut norma atau kaidah ) yang dapat memaksa orang untuk mentaati tata tertib dalam lingkungan masyarakat, serta memberikan sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa yang tidak mau memenuhi peraturan tersebut.55

Demikian halnya dengan pembentukan hukum lelang di Indonesia, dibuat karena berkaitan dengan kepentingan tiap-tiap yang terlihat langsung dalam proses lelang. Kepentingan tersebut diartikan sebagai suatu tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan dapat penuhi dan diakomodir dalam suatu peraturan hukum karena fungsi utama hukum adalah untuk melindungi kepentingan yang ada dalam masyarakat.

Salah satu kepentingan yang harus dipenuhi adalah mengenai terlaksananya lelang secara terbuka jujur dan adil bagi para pihak. Untuk menyempurnakan peraturan yang telah ada dalam VR diterbitkan juga beberapa peraturan pelaksana baik yang dikeluarkan oleh pemerintah berupa Undang-undang maupun Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri maupun Keputusan Menteri.

55 C.S.T. Kansil dan Christine Kansil, Pokok-pokok Pengetahuan hukum Dagang Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2002) hal 3-4

26

Pengertian lelang Kepmenkeu Nomor 93/PMK.06/2016 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang pada Pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa lelang adalah penjualan barang terbuka untuk umumdengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului oleh pengumuman lelang.56 Pada kamus hukum pengertian lelang tidak jauh berbeda dengan yang disebutkan dalam Kepmenkeu yaitu: Lelang adalah penjualan barang-barng dimuka umum dan diberikan pada penawar yang yang tertinggi.57 Kamus bahasa Indonesia juga menyebutkan hal yang sama yaitu lelang adalah menjual atau penjualan dihadapan orang banyak dengan tawaran yang beratas-atasan.58

Menurut Roell sebagaimana dikutip Rochmat Soemitro, menyatakan : Penjualan umum adalah suatu rangkaian kejadian yang terjadi antara saat mana seseorang hendak menjual sesuatu atau lebih dari suatu barang, baik secara pribadi maupun dengan peraturan kuasanya dengan memberikan kesempatan kepada yang hadir untuk melakukan penawaran.59

Pelaksanaan penjualan lelang melalui lelang tidak terlepas dari unsur perjanjian jual beli sebagaimana yang diatur dalam pasal 1339 KUHPerdarta yang menyebutkan bahwa persetujuan tidak hanya mengikat hal-hal yang secara tegas didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan Undang-undang. Dalam hal ini

56 Pasal 1 Ayat 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 Tentang Petunjuk Pelaksana Lelang.

57 J. C.T Simorangkir, dkk, Kamus Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), hal 90.

58 Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, (Jakarta : Pustaka Alumni, 1972), hal 218.

59 Rahmat Soemitro, Op Cit, hal 107

diwujudkan dengan terjadinya kesepakatan dari pihak-pihak yang terkait dalam lelang yaitu penjual, pembeli serta objek lelang dan harga terbentuk dalam penawaran terakhir dalam proses lelang.

Dasar hukum lelang yang bermula dari VR Nomor 189 dan peraturan pelaksananya yang terdapat dalam Vendu Instruksi selanjutnya disebut VI Nomor 190 Tahun 1908 bersifat khusus (lex specialis) namun dengan semakin berkembangnya minat masyarakat dalam pembelian maupun penjualan melalui proses lelang dan untuk lebih mengatur pelaksanaan proses lelang dengan lebih teratur dan seimbang maka diterbitkan beberapa peraturan pelaksana lainnya dalam hal lelang. Hal yang mendasari diterbitkannya peraturan tambahan tidak lain karena mengikuti perkembangan masyarakat sebab aturan-aturan yang ada dalam VR dan VI tidak sepenuhnya dapat mengakomodir kebutuhan mayarakat akan minat lelang meskipun kedua peraturan tersebut masih berlaku sampai saat ini. Hukum memerlukan pembaharuan, istilah pembaharuan hukum pada dasarnya mengandung makna yang luas.

Menurut Friedman, sistem pembaharuan hukum terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu60 :

1. Struktur kelembagaan hukum, yang terdiri dari sistem dan mekanisme kelembagaan yang menopang pembentukan dan penyelenggaraan hukum disuatu negara, termasuk diantaranya adalah lembaga-lembaga peradilan, aparatur penyelenggaraan hikim, mekanisme penyelenggaraan hukum, dan sistem pengawasan pelaksanaan hukum.

2. Materi hukum, yaitu meliputi kaedah-kaedah yang telah dituangkan ke dalam peraturan perundang-undangan tertulis maupun maupun yang tidak tertulis yang hidup dan berkembang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta bersifat mengikat bagi semua lapisan masyarakat dan,

60 Lawrence M . Friedman, American Law An Introduction Second Edition ( Hukum Amerika Sebuah Pengantar Sebuah Pengantar) Penerjemah Wisnu Basuki, ( Jakarta : PT.

Tatanusa, 2001) hal 7-9.

28

3. Budaya hukum. Ketiga unsur menopang sistem hukum tersebut saling berkaitan dalam rangka bekerja menggerakkan roda hukum suatu negara.

Pembaharuan yang dilakukan dalam hukum lelang diterapkan dengan berlakunya peraturan-peraturan mengenai petunjuk pelaksanaan lelang dan hal ini menunjukkan bahwa keberadaan lelang sebagai bentuk khusus dari penjualan benda telah diakui dalam banyak peraturan perundang-undangan di Indonesia61. Peraturan tersebut terbagi dalam peraturan umum dan peraturan khusus, dimana peraturan umum yaitu peraturan perundang-undangan yang tidak secara khusus mengatur lelang, namun ada pasal-pasal didalamnya yang terkait mengenai aturan lelang yaitu antara lain :

a. KUHPerdata, Stbl. 1847/23 pada pasal 389 , 395, 1139 (1), 1159 (1).

b. RGB (Reglemen Hukum Acara untuk Daerah Wilayah Luar Jawa dan Madura) Stbl. 1927/227 Pasal 206- 228.

c. RIB/HIR (Reglemen Indonesia yang diperbaharui ) Stbl. 1941/44 Pasal 195-208.

d. Undang-undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 Tentang Panitia Urusan Piutang Negara Pasal 10 dan Pasal 13.

e. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1970 Tentang Penjualan dan atau Pemindahtanganan Barang-Barang yang Dimiliki/Dikuasai Negara.

f. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 45 dan Pasal 273.

g. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian

61 Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Lelang, Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara, Biro Hukum – Sekretariat Jenderal piutang dan Lelang Negara, Biro Hukum – Sekretariat Jenderal, Jakarta, 18 Februari 2005, hal 9.

h. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara

i. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 48.

Menurut Bagir Manan, fungsi peraturan perundang-undangan dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok utama yaitu : fungsi eksternal dan fungsi internal62. Fungsi Eksternal adalah keterkaitan peraturan perundang-undangan dengan tempat berlakunya. Fungsi eksternal ini dapat disebut sebagai fungsi sosial hukum, yang meliputi fungsi perubahan, fungsi stabilitas dan fungsi kemudahan.

Dengan demikian, fungsi ini dapat juga berlaku pada hukum-hukum kebiasaan, hukum adat atau hukum yurisprudensi. Bagi Indonesia, fungsi sosial ini akan lebih diperankan oleh peraturan perundang-undangan63.

Fungsi internal diantaranya adalah pembaharuan hukum dimana penerapannya dilakukan dengan mengganti atau menambah peraturan hukum yang bertujuan untuk menjalankan fungsi pembaharuan hukum terhadap peraturan yang dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman.

Demikian juga dengan hukum lelang yang memuat peraturan umum dan peraturan khusus. Selain peratuan umum yang mengatur tentang lelang seperti yang tertera diatas, juga terdapat peraturan khusus64 yang diantaranya adalah : 1. VR yang dimuat dalam Staatblaad Tahun 1908 Nomor 198 sebagaimana yang

terakhir telah diubah menjadi Staatblaad Tahun 1941 Nomor 3, VR mulai

62 Bagir Manan, Fungsi Dan Materi Peraturan Perundang-Undangan, Makalah Hukum, 1994, hal 47.

63 Ibid

64 http://www.djkn.go.id/sejarah_djkn

30

berlaku pada tanggal 1 April 1908 yaitu peraturan yang mengatur tentang prinsip-prinsip dasar lelang.

2. VR Staatsblaad Tahun 1908 Nomor 190 sebaiman yang terakhir telah diubah menjadi Staatsblaad Tahun 1930 Nomor85. VI merupakan ketentuan-ketentuan yang melaksanakan VR.

3. PMR Nomor : 93/PMK.06/2010 Tanggal 23 April 2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

4. PMK Nomor : 174/ PMK.06/2010 Tanggal 30 Seotember 2010 Tentang Pejabat Lelang Kelas I.

5. PMK Nomor : 175/ PMK.06/2010 Tanggal 30 September 2010 Tentang Pejabat Lelang Kelas II.

6. PMK Nomor : 176/PMK.06/2010 Tentang Balai Lelang.

7.PMK Nomor : 27/PMK.06/2016 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang dimana peraturan tersebut merupakan utama untuk peraturan teknis tentang lelang.

VR dan VI merupakan peraturan dasar mengenai lelang dan juga peraturan hukum yang sangat tua dibanding dengan peraturan hukum lainya, namun peraturan tersebut harus tetap dipelajari oleh pejabat lelang khususnya bagi Notaris, jika Notaris ditempatkan dikota-dikota kecil yang tidak ada juru lelang kelas I sehingga memungkinkan Notaris diangkat/ditunjuk menjadi pejabat lelang kelas II65.

65 Rochmat Soemitro, Op Cit, hal 48

Di Indonesia, lelang masuk secara resmi dalam perundang-undngan sejak tahun 1908, yaitu dengan berlakunya Vendu Regelement atau Peraturan Lelang yang dimuat dalam Staatblad tahun 1908 Nomor 189 dan Vendu Instructie atau Instruksi Lelang yang dimuat dalam Staatblaad tahun 1908 Nomor 190.

Peraturan-peraturan lelang ini masih berlaku sampai saat ini dan menjadi dasar hukum penyelenggaraan lelang di Indonesia. Dalam Pasal 1Vendu Reglement Tahun Tahun 1908 Nomor 189 tersebut ditulis bahwa Penjualan Umum atau Lelang adalah setiap penjualan barang dimuka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulkan para peminat atau peserta lelang. Penjualan umum atau Lelang tersebut harus dilakukan oleh atau dihadapan seorang Pejabat Lelang dengan memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

a. Lelang adalah suatu cara penjualan yang dilakukan pada suatu saat dan tempat yang telah ditentukan.

b. Dilakukan dengan cara mengumumkannya terlebih dahulu untuk mengumpulkan peminat /peserta lelang.

c. Dilakukan dengan cara penawaran atau pembentukan harga yang khusus yaitu dengan cara penawaran harga secara lisan atau secara tertulisyang bersifat kompetitf.

d. Peserta yang mengajukan penawaran tertinggi akan dinyatakan sebagai pemenang/pembeli.

32

2. Organisasi Lelang.

Pada mulanya Unit Lelang Negara berdiri sendiri dengan nama “Inspeksi Urusan Lelang” yang berada dilingkungan Departemen Keuangan dan kemudian dalam perkembangannya kurang lebih pada tahun 1960, Unit Lelang Negara digabungkan dan berada dibawah Direktorat Jenderal Pajak. Hal ini dilakukan antara lain dengan pertimbangan bahwa sifat pemungutan Bea Lelang dikategorikan sebagai penerima pajak tidak langsung.

Sejak tanggal 1 April 1990, Pimpinan Departemen Keuangan memindahkan kedudukan dan tanggung jawab Unit Lelang Negara ke dalam lingkungan Badan Urusan Piutang Negara (BUPN) yaitu salah satu unit eselon 1 dilingkungan Departemen Keuangan. Adapun tujuan agar Unit Lelang Negara dapat lebih difungsikan secara optimal, disamping untuk memberi kesempatan Direktorat Jenderal Pajak berkonsentrasi pada bidang tugas pokoknya yang makin tambah berat.

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1991 dalam rangka menyempurnakan sistem pengurusan Piutang Negara dan untuk mengembangkan pelayanan jasa lelang maka organisasi Badan Urusan Piutang Negara (BUPN) diubah menjadi Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN). Sejak Unit Lelang berada dilingkungan BUPLN maka setiap ibukota propinsi di Indonesia telah dibentuk Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang dan di 87 Kota Madya/Kabupaten telah didirikan Kantor Pejabat Lelang Kelas II yang telah siap memberikan pelayanan lelang kepada pihak-pihak yang membutuhkan.

Pada saat ini Badan Urusan Piutng dan Lelang Negara telah diubah menjadi Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara yaitu berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 2/KMK.01/2001.

3. Jenis – Jenis Lelang

Jenis lelang dibedakan berdasarkan sebab barang dijual dan penjual dalam hubungannya dengan barang yang akan dilelang. Sifat lelang ditinjau dari sudut pandang sebab barang dilelang dibedakan antara lelang eksekusi dan lelang non eksekusi. Lelang eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan/penetapan pengadilan atau dokumen yang dipersamakan dengan itu sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Lelang non eksekusi adalah lelang selain lelang eksekusi yang meliputi Lelang Non Eksekusi Wajib dan Lelang Non Eksekusi Sukarela.

Sifat lelang ditinjau dari sudut penjual dalam hubungannya dengan barang yang akan dilelang, dibedakan antara yang sifatnya wajib, yang menurut peraturan perundang-undangan wajib melalui Kantor Lelang dan Lelang yang sifatnya sukarela atas permintaan masyarakat. Lelang Non Eksekusi Wajib adalah lelang untuk melaksanakan penjualan barang milik negara/daerah yang dipisahkan sesuai peraturan yang berlaku. Lelang Non Eksekusi Sukarela adalah lelang untuk melaksanakan kehendak perorangan atau badan untuk menjual barang miliknya.66

1. Lelang Yang Bersifat Eksekusi dan Wajib

66 Purnama Tiora Sianturi, Perlindaungan Hukum Terhadap Pembeli Barang Jaminan Tidk Bergerak Melalui Balai Lelang, (Bandung : CV. Mandar Maju, 2008), hal.57.

34

a. Lelang Eksekusi Panitia Urusan Piutang (PUPN)

Adalah pelayan lelang yang diberikan kepada Panitia Pengurus Piutang Negara/Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara dalam rangka proses penyelesaian pengurusan piutang negara atas barang jaminana atau sitaan milik penanggung utang, dimana Debitor tidak membayar utangnya kepada negara. Dasar hukumnya adalah Undang-undang Nomor 49 Peraturan Pemerintah Tahun 1960 tentang Pengurusan Piutang Negara Lelang Eksekusi PN.

b. Lelang Eksekusi Pengadilan Negeri (PN)/ Pengadilan Agama (PA)

Adalah lelang yang diminta oleh panitera PN/PA untuk melaksanakan keputusan hakim pengadilan yang telah berkekuatan pasti, khususnya dalam rangka perdata, termasuk lelang hak tanggungan, yang oleh pemegang hak tanggungan telah diminta fiat eksekusi kepada ketua pengadilan.

c. Lelang Barang Temuan dan Sitaan, Rampasan Kejaksaan/Penyidik

Adalah lelang yang dilaksanakan terhadap barang temuan dan lelang dalam rangka acara pidana sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang antara lain meliputi lelang eksekusi barang yang telah dipitus dirampas untuk negara, termasuk dalam kaitan itu adalah lelang eksekusi Pasal 45 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yaitu lelang barang bukti yang mudah rusak, busuk dan memerlukan biaya penyimpanan tinggi.

d. Lelang Sita Pajak

Adalah lelang atas sitaan pajak sebagai tindak lanjut penagihan piutang pajak kepada negara baik pajak pusat maupun pajak daerah. Dasar hukum dari pelaksanaan lelang ini adalah Undang-undnag Nomor 19 Tahun 1997.

e. Lelang Eksekusi Barang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Barang Tak Bertuan)

Lelang ini dapat diadakan terhadap barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikauasi Negara dan barang yang menjadi milik Negara.

Direktorat Bea dan Cukai telah mengelompokkan barang menjadi tiga, yaitu barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasi Negara dan barang yang menjadi milik Negara. Lelang barang yang tak bertuan dimaksudkan untuk menyebut lelang yang dilakukan terhadap barang yang dalam jangka waktu yang ditentukan tidak dibayar bea masuknya.

f. Eksekusi Pasal 6 Undang-undang Hak Tanggungan( UUHT)

Lelang eksekusi yang dilakukan berdasarkan Pasal 6 Undang-undang Hak Tanggungan, yang memberikan hak kepada pemegang Hak Tanggungan Pertama untuk menjual sendiri secara lelang terhadap objek hak tanggungan didasarkan Pasal 6 Undang-undang Hak Tanggungan.

g. Lelang Eksekusi Fidusia

Adalah lelang terhadap objek fidusia karena Debitor cidera janji, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia Parate eksekusi Fidusia, Kreditur tidk perlu meminta fiat

36

eksekusi dari Ketua Pengadilan Negeri apabila akan menjual secara lelang barang agunan kredit yang diikat fidusia, jika debitur cidera janji.

2. Lelang Non Eksekusi Wajib

Adalah lelang yang dilakukan dalam rangka penghapusan barang milik/dikuasai negara adalah aset pemerintah pusat/daerah, ABRI maupun sipil. Barang yang dimiliki negara adalah barang yang pengadaannya bersumber dari dana yang berasal dari APBN serta sumber-sumber lainnya atau barang yang nyata-nyata dimiliki negara berdasarkan peraturan-peraturan perundang-undnagan yang berlaku tidak termasuk kekayaan negara yang dipisahkan.

3. Lelang Sukarela

a. Lelang Sukarela/ Swasta

Adalah jenis pelayanan lelang atas permohonan masyarakat secara sukarela. Jenis pelayan lelang ini sedang dikembang untuk dapat bersaing dengan berbagai bentuk jual beli individual/jual beli biasa yang dikenal dimasyarakat. Lelang sukarela yang saat ini sudah berjalan antara lain lelang barang-barang milik kedutaan/korps diplomatik, lelang barang seni seperti karpet dan lukisan, lelang sukarela yang diadakan oleh Balai Lelang.

b. Lelang Sukarela BUMN

Pasal 37 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2001 mengatur, bagi persero tidak berlaku Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 1970 tentang Penjualan dan atau

Pemindahtanganan Barang- barang yang dimiliki/dikuasai negara yang harus melalui Kantor Lelang.67

4. Asas –Asas Lelang

Asas-asas yang digunakan dalam lelang antar lain tercermin dari pengertian lelang itu sendiri. Beberapa asas yang dapat dikemukakan antara lain adalah :68 a. Asas Publisitas (Publicity) atau asas Transparansi (Transparency), artinya

setiap pelelangan harus didahului dengan pengumuman lelang, baik dalam bentuk iklan, brosur atau undangan. Disamping untuk menarik peserta lelang sebanyak mumgkin, pengumuman lelang juga dimaksudkan untuk memberi kesempatan sosial kontrol sebagi bentuk perlindungan publik. Asas ini sangat penting yang membentuk karakter lelang sebagai penjualan yang bersifat transparan. Karena itu asas ini juga disebut asas transparansi.

b. Asas persaingan(Competition), yaitu karena peserta lelang bersaing dan peserta dengan penawaran tertinggi yang sudah sesuai atau di harga limit yang akan dinyatakan sebagai pemenang.

c. Asas kepastian(Certainty), artinya independensi Pejabat Lelang seharusnya mampu membuat kepastian bahwa pemenang lelang tersebut yang telah melunasi kewajibannya akan memperoleh barang beserta dokumen.

d. Asas Akuntabilitas (Accountability), artinya pelaksanaan lelang dapat dipertanggung jawabkan karena Pemerintah melalui Pejabat Lelang berperan untuk mengawasi jalannya lelang dan membuat akta otentik yang disebut Risalah Lelang yang berfungsi sebagai akta van transport. Pejabar lelang itu haruslah independen, artinya tidak terpengaruh atau memihak kepada siapapun, sehingga asas ini dapat juga dikatakan sebagai asas independensi.

e. Asas Efisiensi (Efficiency), artinya karena lelang dilakukan pada suatu saat dan tempat yang ditentukan dan transaksi terjadi pada saat itu juga maka diperoleh efisiensi biaya dan waktu karena dengan demikian barang secara cepat dapat dikonversi menjadi uang.

5. Fungsi Lelang

Lelang sebagai sarana penjualan yang bersifat khusus dan transparan sejak semula dimaksudkan sebagai pelayan umum, yaitu siapa pun dapat memanfaatkan jasa lelang. Namun demikian lelang di Indonesia sebenarnya mempunyai fungsi privat dan fungsi publik.

67 Ibid, hal. 58

68 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang

38

Fungsi privat lelang nampak dalam peranan lelang sebagai institusi pasar yang mempertemukan penjual dan pembeli sehingga lelang turut berperan memperlancar arus lalu lintas perdagangan barang , barang bergerak maupun tidak bergerak. Ini karenanya lelang dapat dipergunakan secara luas oleh masyarakat.

Fungsi publik tercermin dari tiga hal, yaitu :69

a. Mengamankan aset yang dimiliki atau dikuasai oleh negara untuk

a. Mengamankan aset yang dimiliki atau dikuasai oleh negara untuk

Dokumen terkait