• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

5. Analisis Data

Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan mengurutkan data ke dalam kategori-kategori dan satuan uraian dasar, sehingga ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja.41 Data-data tersebut di atas berupa bahan-bahan hukum dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Dilihat dari tujuan analisis, maka ada dua hal yang ingin dicapai dalam analisis data kualitatif, yaitu : 1) Menganalisis proses berlangsungnya suatu fenomena hukum dan memperoleh suatu gambaran yang tuntas terhadap proses tersebut; dan 2) Menganalisis makna yang ada di balik informasi, data, dan proses suatu fenomena.42

Adapun fenomena hukum yang terjadi pada penelitian ini adalah mengenai dilemanya PT. Bank Jawa Barat & Banten dalam melaksanakan pengadaan

41 Analisa data menurut Patton adalah proses mengatur urutan data, mengorganisaikan ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Analisa berbeda dengan penafsiran yang memberikan arti yangsignifikan terhadap hasil analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan diantara dimensi dimensi uraian. Lihat : Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 280.

42 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta : Kencana, 2009), hlm. 153.

barang/jasa. Di satu sisi, pengadaan barang/jasa tersebut harus dilaksanakan, akan tetapi di sisi lain terdapat permasalahan dalam pengadaan Gedung Kantor PT. Bank BJB tersebut. Setelah diketahui fenomena hukumnya apa-apa saja, selanjutnya makna yang ada dibalik informasi, data, dan proses suatu fenomena tersebut adalah berupa jawaban kenapa pelaksanaan pengadaan barang/jasa harus dilaksanakan dan kenapa dapat dikenakan ketentuan UU Tipikor, dan apa yang melatarbelakanginya.

BAB II

PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN BANK BUMN/D

A. Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan Pemerintah (Lembaga/

Kementerian/Dinas/Instansi) dan BUMN/D

Pedoman pengadaan barang dan jasa di Instansi Pemerintahan adalah sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Jo. Peraturan Presiden No. 35 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Jo. Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (selanjutnya disebut Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010) tidak dapat dijadikan acuan dalam pengadaan barang/jasa di lingkungan BUMN/D, sebab sumber dana untuk melaksanakan pengadaan barang/jasa di BUMN/D tersebut bukan merupakan beban dari APBN maupun APBD. Namun, apabila sumber dananya berasal dari APBN/D, maka pedoman pengadaan barang dan jasa pada instansi pemerintahan sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa yang dapat digunakan dan dijadikan pedoman sebagai acuan melaksanakan pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN/D.

Mengingat pengadaan barang/jasa adalah bagian dari pelaksanaan belanja negara, maka tidak terlepas dari tata aturan pengelolaan keuangan negara secara umum. Menurut Pasal 2 Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010, menyatakan bahwa :

(1) “Ruang lingkup Peraturan Presiden ini, meliputi :

a. Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan K/L/D/I yang pembiayaannya baik sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD.

b. Pengadaan Barang/Jasa untuk investasi di lingkungan Bank Indonesia, Badan Hukum Milik Negara dan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya dibebankan pada APBN/APBD.

(2) Pengadaan Barang/Jasa yang dananya bersumber dari APBN/APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup Pengadaan Barang/Jasa yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari pinjaman atau hibah dalam negeri yang diterima oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

(3) Ketentuan Pengadaan Barang/Jasa yang dananya baik sebagian atau seluruhnya berasal dari Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN) berpedoman pada ketentuan Peraturan Presiden ini.

(4) Apabila terdapat perbedaan antara Peraturan Presiden dengan ketentuan Pengadaan Barang/Jasa yang berlaku bagi pemberi Pinjaman/Hibah Luar Negeri, para pihak dapat menyepakati tata cara Pengadaan yang akan dipergunakan”.

Pasal 2 Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tersebut menegaskan bahwa pengadaan barang/jasa yang bertujuan untuk investasi pada BHMN dan BUMN/D yang dananya bersumber dari APBN/D baik sebagian atau seluruhnya wajib menggunakan aturan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010. Klausula pada ketentuan tersebut kemudian menimbulkan pemahaman bahwa pengadaan barang/jasa di L/K/D/I, BUMN/D, baik sebagian atau seluruhnya berasal dari

APBN/D melalui Penyertaan Modal Negara/Daerah wajib menggunakan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010.43

BUMD identik dengan BUMN, untuk itu berlaku ketentuan Pasal 99 Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara.44 Adapun Pasal 99 ketentuan tersebut, menyatakan bahwa :

(1) “Pengadaan barang dan jasa oleh BUMN yang menggunakan dana langsung dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

(2) Direksi BUMN menetapkan tata cara pengadaan barang dan jasa bagi BUMN yang bersangkutan, selain pengadaan barang dan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan pedoman umum yang ditetapkan oleh Menteri.

(3) Pedoman umum dan tata cara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan memperhatikan prinsip-prinsip efisensi dan transparansi”.

Peraturan perundang-undangan yang mana yang akan dirujuk sebagai dasar hukum proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN/D Persero? Apakah pengadaan barang dan jasa BUMN/D Persero tunduk pada peraturan pengadaan barang dan jasa pemerintah sebagaimana diatur dalam Keppres No. 80 Tahun 2003 dan Perpres No. 8 Tahun 2006 yang telah diubah dengan Peraturan Presiden RI (Perpres) No. 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang /Jasa Pemerintah atau tunduk pada peraturan tersendiri yang ditetapkan khusus untuk BUMN/D? Jawaban atas pertanyaan ini sangat tergantung pada pemahaman tentang status hukum

43 Samsul Ramli dalam Muhammad Iqbal, Op.cit.

44 Ibid., hlm. 82.

kekayaan yang dipergunakan sebagai sumber dana yang membiayai pengadaan barang dan jasa tersebut.45

Dalam membangun kerangka pemahaman atas pasal ini dapat diuraikan beberapa kata kuncinya, antara lain : pengadaan barang/jasa; untuk investasi; dan sumber APBN/D.46

Definisi pengadaan barang/jasa dapat dilihat pada Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010, yaitu kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa. Kalimat pengadaan barang/jasa pada Pasal 2 ayat (1) huruf b Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 mengacu pada proses belanja. Artinya, bahwa proses belanja barang/jasa yang tujuannya untuk memenuhi kebutuhan K/L/D/I.47

Untuk investasi dapat digunakan definisi Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Pasal 1 angka 65 menyebutkan bahwa investasi adalah penggunaan aset untuk memperoleh manfaat ekonomis seperti bunga, deviden, royalti, manfaat sosial dan/atau manfaat lainnya sehingga dapat

45 Marisi Butar-Butar, “Penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance, Khususnya Prinsip Keterbukaan Dalam Proses Pengadaan Barang dan/atau Jasa di Lingkungan BUMN Perkebunan (Studi Pada PT. Perkebunan Nusantara III (Persero))”, Tesis, Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2010, hlm. 37-38.

46 Ibid.

47 Ibid.

meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.

Penekanan investasi pada pasal ini adalah terkait penggunaan aset.48

Terkait dengan sumber dana APBN/D, tidak perlu dijabarkan kembali karena telah dijabarkan pada pembahasan sebelumnya. Intinya sumber belanja dan/atau pembiayaan bersumber dari APBN/D baik sebagian atau seluruhnya. Dengan demikian, jika disimpulkan yang dimaksud Pasal 2 ayat (1) huruf b Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 adalah belanja aset (barang/jasa) pemerintah untuk digunakan di lingkungan Bank Indonesia, Badan Hukum Milik Negara dan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah. Dimana pembiayaan untuk mendapatkan aset tersebut bersumber dari APBN/D. Terhadap ketentuan tersebut tidak mengatur tata cara bagi BUMN/D untuk melaksanakan pengadaan barang/jasa.

Tetapi mengatur K/L/D/I dalam mengadakan barang/jasa yang nantinya diserahkan pemanfaatannya kepada BUMN/D tersebut. Terutama investasi untuk meningkatkan pelayanan publik.49

Sebagai contoh : Pengadaan jaringan air bersih oleh Dinas Pekerjaan Umum yang bersumber dari Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) yang notabene adalah belanja APBD. Kemudian pengelolaan asetnya diserahkan kepada PDAM. Terhadap hal ini proses pengadaannya wajib mengacu pada Peraturan Presiden No. 54 Tahun

48 Ibid.

49 Ibid.

2010. Titik poinnya adalah dana tersebut tertuang dalam anggaran belanja pemerintah daerah (DPA) bukan PDAM.50

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) berbeda dengan PT. Bank Jawa Barat & Banten. Perbedaannya terletak dari bentuk badan hukumnya. PDAM berbentuk Perusahaan Daerah (“PD”), sedangkan PT. Bank Jawa Barat & Banten berbentuk Perseroan Terbatas (“PT”). Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang No. 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah, menyatakan bahwa : “Perusahaan Daerah adalah semua perusahaan yang didirikan berdasarkan undang-undang ini yang modalnya untuk seluruhnya atau untuk sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan, kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan undang-undang”.

Sejak Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah diundangkan, maka sesuai Pasal 409 huruf a telah menyatakan bahwa : “Pada saat undang-undang ini mulai berlaku : a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2387) … dst., dicabut dan dinyatakan tidak berlaku”.

Berdasarkan Pasal 409 huruf a Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, maka Undang-Undang No. 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Artinya, bahwa Perusahaan Daerah sudah tidak ada lagi. Bentuk hukumnya harus diubah menjadi Perusahaan Umum

50 Ibid.

Daerah (Perumda) atau Perusahaan Perseroan Daerah (Perseroda) sesuai Pasal 331 ayat (3) Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Perumda berdasarkan ketentuan tersebut bertujuan untuk keperluan investasi kembali (reinvestment), perluasan prasarana dan sarana pelayanan fisik dan non-fisik serta untuk peningkatan kuantitas, kualitas dan kontinuitas pelayanan umum, pelayanan dasar, dan usaha perintisan. Dengan demikian, Perumda bertujuan untuk pelayanan publik bukan bertujuan untuk mencari keuntungan (profit oriented). Pasal 334 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyatakan bahwa : “Perusahaan Umum Daerah adalah BUMD yang seluruh modalnya dimiliki oleh satu daerah dan tidak terbagi atas saham”. Jika tidak terbagi atas saham, maka sumber dana Pemerintah Daerah yang bersumber dari APBD masih berbentuk uang ataupun barang milik daerah, bukan saham-saham.

Dalam hal, BUMD berbentuk Perumda yang kekayaannya bersumber dari APBD berbentuk uang atau barang milik daerah, maka pengadaan barang/jasa di lingkungannya berlaku Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010. Akan tetapi, jika BUMD berbentuk Perusahaan Perseroan Daerah (Perseroda) yang notabene adalah berbentuk Perseroan Terbatas sesuai Pasal 339 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, menyatakan bahwa : “Perusahaan Perseroan Daerah adalah BUMD berbentuk Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh satu Daerah”. Ayat (2) ketentuan tersebut, menyatakan : “Perusahaan Perseroan Daerah setelah ditetapkan dengan Perda, pembentukan badan hukumnya

dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Perseroan Terbatas”.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka PD d/h Perumda berbeda pengaturan pengadaan barang/jasanya dengan PT d/h Perseroda. Sebab, harus melihat sumber dana untuk melaksanakan pengadaan barang/jasa tersebut berasal darimana dan apa bentuknya. Perbedaan paling mencolok dalam pengadaan yang sumber dananya berasal dari APBN/D adalah terhadap penyediaan dananya, terhadap pengadaan barang/jasa yang bersumber dari APBN/D, dananya sudah ada tersedia tinggal dilaksanakan saja. Tetapi, berbeda halnya terhadap pengadaan barang/jasa yang bersumber dari kekayaan negara/daerah yang dipisahkan dalam bentuk saham-saham, dananya belum tersedia sebab harus dicari terlebih dahulu.

B. Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan BUMN/D Yang Sumber Dananya Berasal Dari Kekayaan Negara/Daerah Yang Dipisahkan

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwasanya fokus penelitian ini adalah BUMD, maka pembahasan lebih lanjut akan menguraikan hanya mengenai BUMD saja. Berdasarkan Pasal 331 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, menyatakan bahwa :

(1) “Daerah dapat mendirikan BUMD.

(2) Pendirian BUMD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Perda.

(3) BUMD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Perusahaan umum Daerah dan Perusahaan Perseroan Daerah.

(4) Pendirian BUMD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk : a. memberikan manfaat bagi perkembangan perekonomian Daerah pada

umumnya;

b. menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu bagi pemenuhan hajat hidup masyarakat sesuai kondisi, karakteristik dan potensi Daerah yang bersangkutan berdasarkan tata kelola perusahaan yang baik; dan

c. memperoleh laba dan/atau keuntungan.

(5) Pendirian BUMD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada : a. kebutuhan Daerah; dan

b. kelayakan bidang usaha BUMD yang akan dibentuk.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian BUMD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan pemerintah”.

Pemerintah Daerah dapat mendirikan BUMD. Pendirian BUMD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. BUMD yang didirikan Pemerintah Daerah, terdiri atas : Perusahaan Umum Daerah (Perumda) dan Perusahaan Perseroan Daerah (Perseroda).

Perumda berbentuk “Perum”, sedangkan Perseroda berbentuk “Perseroan Terbatas”.

1. BUMN/D Persero Sebagai Badan Hukum Mandiri

Pada dasarnya BUMN dan BUMD sama-sama identik berbadan hukum yang terdiri dari Perusahaan Umum (Perum) dan Perseroan Terbatas (PT).51 Hanya ruang lingkupnya saja yang berbeda, BUMN lebih kepada “scope” Negara, sedangkan BUMD lebih kepada Daerah.

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah, telah memberikan definisi Badan Usaha Milik

51 Terhadap jenis-jenis BUMN dapat dilihat pada Pasal 9 Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, bahwa : “BUMN terdiri dari Persero dan Perum”. Sedangkan, terhadap jenis-jenis BUMD dapat dilihat pada Pasal 331 ayat (3) Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, bahwa : “BUMD terdiri atas Perusahaan umum Daerah dan Perusahaan Perseroan Daerah”.

Daerah (BUMD) adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Daerah.

BUMN/BUMD yang berbentuk Persero pada dasarnya adalah perusahaan yang berbentuk “Perseroan Terbatas” sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang telah digantikan oleh Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Hal ini dapat dilihat dari pencantuman kata “Perseroan Terbatas” pada BUMN berbentuk Persero dan sesuai dengan ketentuan Pasal 11 Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, yang menyebutkan : “Terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas”. Sedangkan terhadap BUMD berbentuk Perseroda sesuai dengan ketentuan Pasal 339 ayat (2) Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, menyatakan :

“Perusahaan Perseroan Daerah setelah ditetapkan dengan Perda, pembentukan badan hukumnya dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perseroan terbatas”.

BUMD berbentuk Perumda dan BUMD berbentuk Perseroda tersebut telah diatur pendiriannya berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah.

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas secara tegas menyebutkan bahwa perseroan terbatas adalah badan hukum. Pasal 1 angka (1) UUPT mendefenisikan perseroan terbatas sebagai badan hukum yang merupakan

persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.52 Status badan hukum tersebut diperoleh oleh perseroan terbatas bersamaan dengan tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI mengenai pengesahan badan hukum Perseroan.53 Sejak diperolehnya status badan hukum tersebut, maka tanggungjawab para pemegang saham berubah menjadi tanggungjawab terbatas pada modal yang disetorkannya pada perseroan. Tanggungjawab terhadap perikatan-perikatan yang dilakukan perseroan menjadi tanggungjawab perseroan itu sendiri sebagai badan hukum.

Perseroan terbatas sebagai badan hukum menduduki kedudukan penting bagi hukum, karena badan hukum adalah subjek hukum seperti halnya manusia yang memiliki hak dan tanggungjawab sendiri terpisah dari para pendirinya. Terkait hal ini Robert W. Hamilton, menyatakan pendapatnya bahwa54 :

“Oleh karena badan hukum adalah subjek, maka ia merupakan badan yang independen atau mandiri dari pendiri, anggota, atau penanam modal badan tersebut. Badan ini dapat melakukan kegiatan bisnis atas nama dirinya sendiri seperti halnya manusia. Bisnis yang dijalankan, kekayaan yang dikuasai, kontrak yang dibuat semua atas nama badan itu sendiri. Badan ini seperti halnya manusia memiliki kewajiban-kewajiban hukum, seperti membayar pajak dan mengajukan izin kegiatan bisnis atas nama dirinya sendiri”.

52 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

53 Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

54 Robert W. Hamilton, The Law of Corporation, (St. Paul Minnesota : West Publishing Co, 1996), hlm. 1.

Menurut M. Yahya Harahap menegaskan bahwa kedudukan perseroan terbatas sebagai badan hukum menjadikan perseroan terbatas sebagai entitas hukum yang terpisah dari pendirinya (separate entity).55 Lebih jauh dikatakannya bahwa56 :

“Hukum perseroan terbatas seperti yang dirumuskan dalam Pasal 3 ayat (1) UUPT 2007, secara imajiner membentangkan tembok pemisah antara perseroan dengan pemegang saham untuk melindungi pemegang saham dari segala tindakan, perbuatan dan kegiatan perseroan terbatas. Tindakan, perbuatan dan kegiatan perseroan bukanlah tindakan pemegang saham.

Kewajiban dan tanggungjawab Perseroan bukan kewajiban dan tanggungjawab pemegang saham”.

Tujuan utama yang ingin dicapai prinsip separate entity dan limited liability pada perseroan terbatas adalah untuk menjadikan perseroan terbatas sebagai kenderaan yang menarik untuk menanamkan modal (attractive investment vehicle), sebab melalui prinsip separate entity hukum memberikan tembok dan tabir perlindungan kepada pemegang saham yang tidak berdosa (innocence shareholder) terlepas dan terbebas dari tuntutan pihak ketiga yang timbul dari kontrak atau transaksi yang dilakukan perseroan. Dengan demikian, melalui perisai atau tabir limited liability, bertujuan untuk membudayakan investor pasif, yakni para pemegang saham menaruh sejumlah uang dalam bisnis yang dikelola perseroan tanpa memikul resiko yang dapat menjangkau harta pribadinya.57

Tanggungjawab terbatas (limited liability) memberikan fleksibilitas dalam mengalokasikan risiko dan keuntungan antara equity holders dan debt holders, mengurangi biaya pengumpulan transaksi-transaksi dalam perkara insolvensi dan

55 M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm. 70.

56 Ibid., hlm. 71.

57 Ibid., hlm. 75.

secara substansial menstabilkan harga saham. Tanggungjawab terbatas dari pemegang saham juga berperan penting dengan memberikan kemudahan dalam pendelegasian menejemen.58

Menurut Jimly Asshiddiqie mengemukan ada dua syarat untuk adanya sebuah badan hukum, yakni : (1) syarat materiil dan (2). Syarat formil. Syarat materiil berkaitan dengan substansi dari badan hukum itu, yang meliputi : adanya kekayaan yang terpisah, tujuan yang ideal, kepentingan dan organisasi pengurus. Syarat formal berkaitan dengan pendaftaran badan hkum untuk memperoleh status badan hukum.

Untuk memperoleh status badan hukum, perseroan terbatas harus disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM RI.59

Berdasarkan uraian-uraian teoritis di atas, BUMN/D berbentuk Persero memenuhi seluruh persyaratan sebagai badan hukum yang mandiri. Dengan demikian BUMN/D Persero adalah entitas hukum yang terpisah dari pendirinya yang dalam hal ini adalah Negara cq. Pemerintah. Sebagai badan hukum yang mandiri dan terpisah, maka tindakan-tindakan yang dilakukan oleh BUMN/D Persero serta tanggungjawab atas tindakan tersebut merupakan tindakan dan tanggungjawab BUMN/D Persero itu sendiri, bukan merupakan tindakan Negara atau pemerintah daerah. Dalam hal ini, Organ BUMN/D Persero tersebut terdiri dari, yaitu : Direksi, Komisaris dan Pemegang Saham.

58 Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas : Doktrin, Peraturan Perundang-Undangan dan Yurisprudensi, (Yogyakarta : Total Kreasi Media, 2009), hlm. 15.

59 Jimly Asshiddiqie dalam H. Salim H.S., Perkembangan Teori dalam Ilmu Hukum, (Jakarta : Rajawali Pers, 2010), hlm. 186.

2. Status Kekayaan Dipisahkan Pada BUMN/D Persero

Salah satu karakteristik yang penting dari badan hukum adalah adanya kekayaan yang terpisah. Theory of the Zweckvermogen menyatakan bahwa badan hukum harus terdiri atas sejumlah kekayaan yang digunakan untuk tujuan tertentu.

Kekayaan tersebut ditentukan oleh objek dan tujuan yang ditentukan dalam statuta badan hukum, dan tidak ditentukan oleh individual anggotanya.60 Oleh karena itulah kekayaan badan hukum itu harus terpisah dari kekayaan pendirinya. Kekayaan yang terpisah tersebut digunakan untuk mencapai tujuan badan hukum dan juga berfungsi sebagai jaminan secara umum terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh badan hukum.

Menurut HMN. Purwosutjipto mengemukakan beberapa syarat agar suatu badan dapat dikategorikan sebagai badan hukum. Salah satu syarat terpenting tersebut adalah adanya harta kekayaan (hak-hak) dengan tujuan tertentu yang terpisah dengan kekayaan pribadi para sekutu atau pendiri badan hukum itu. Tegasnya ada pemisahan kekayaan perusahaan dengan kekayaan pribadi sekutu atau pendiri.61 Syarat ini merupakan syarat materiil yang harus ada dalam badan hukum.

Semua kekayaan yang ada dimiliki oleh badan hukum itu sendiri. Kekayaan tidak dimiliki oleh pemilik atau oleh anggota atau pemegang saham. Fakta ini adalah suatu kelebihan utama dari badan hukum. Dengan demikian, kepemilikan kekayaan

60 Ridwan Khairandy, Loc.cit., hlm. 6.

61 HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 2, (Jakarta : Djambatan, 1982), hlm. 63.

tidak didasarkan pada anggota atau pemegang saham.62 Kekayaan yang terpisah (separate patrimony) adalah elemen utama dari personalitas hukum sebuah badan hukum. Dengan kata lain, kedudukan badan hukum sebagai entitas hukum hanya bisa bermakna jika terdapat elemen kekayaan terpisah. Hal ini merupakan kemampuan perusahaan untuk memiliki asset-aset yang terpisah dengan kekayaan orang lain, seperti perusahaan investor, dan juga memiliki kebebasan tidak hanya menggunakan dan menjual kekayaannya, tetapi juga dapat menggadaikan kekayaan tersebut kepada kreditur.

Pandangan yang hampir sama dengan pandangan-pandang tersebut diatas, dikemukan oleh Erik Vermuelen, sebagai berikut63 :

“Konsep perusahaan sebagai badan hukum yang kekayaannya terpisah dari para pemegang sahamnya merupakan sikap yang dianggap penting bagi status

“Konsep perusahaan sebagai badan hukum yang kekayaannya terpisah dari para pemegang sahamnya merupakan sikap yang dianggap penting bagi status

Dokumen terkait