• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

5. Analisis Data

Data yang dikumpulkan baik dari penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan selanjutnya di analis secara kualitatif yaitu metode analisa yang mengelompokan dan menyeleksi data yang di peroleh dari penelitian lapangan menurut kualitas dan kebenarannya kemudian di hubungkan dengan teori-teori yang diperoleh dari kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang di ajukan. Kemudian berdasarkan analisa tersebut ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif.

Pengertian analisis di sini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan penginterprestasian secara logis dan sistematis yang menunjukan cara berpikir deduktif dan mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan penelitian ilmiah. Setelah analisis data selesai maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti.65

65HB Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bagian II, (Surabaya:UNS Press 1998), Hal 37

BAB II

PENGATURAN PERMOHONAN ALOKASI LAHAN, PENYERAHAN FASILITAS UMUM, DAN PEROLEHAN STATUS HAK ATAS TANAH DI

ATAS HAK PENGELOLAAN DI KOTA BATAM

A. Gambaran Lokasi Penelitian

Lokasi yang dipilih untuk melakukan penelitian ini adalah di lokasi Perumahan di Kota Batam tepatnya di perumahan Plamo Garden dan Taman Harapan Indah. Perumahan Plamo Garden secara administratif letaknya di Batam Centre dan Perumahan Taman Harapan Indah letaknya di daerah Batu Ampar. Perumahan Plamo Garden dikelola oleh perusahaan berbadan hukum yaitu PT.Plamo Karya, berkedudukan di Batam. Perumahan Taman Harapan Indah dikelola oleh perusahaan berbadan hukum yaitu PT.Pratama Dwiniaga Sejati berkedudukan di Kota Batam.

Pemilihan lokasi penelitian ini di dasarkan pada pertimbangan bahwa di perumahan Taman Harapan Indah tersebut ditemukan hal yang khusus yaitu pihak pengembang yang tidak memberikan apa yang menjadi hak konsumen yaitu row (right of way) jalan yang tadinya harus menjadi jalan dengan luas yang ditentukan

ternyata direncanakan untuk diubah fungsinya menjadi perumahan dan di perumahan Plamo Garden adalah sebagai contoh pelaksanaan yang sesuai fungsinya dari pihak pengembang.

Hal terpenting yang akan di kaji dan menjadi pertimbangan kuat untuk melakukan penelitian adalah aspek hukum penyerahan fasilitas umum yang sesuai

30

dengan ketentuan yang berlaku sehingga terpenuhinya apa yang menjadi hak masyarakat, terutama masyarakat sebagai Konsumen pembeli perumahan.

Berdasarkan sejarahnya Kota Batam dikembangkan sejak awal tahun 1970 sebagai basis logistik dan operasional untuk industri minyak dan gas bumi oleh Pertamina. Berdasarkan Keputusan Presiden No 41 Tahun 1973 tentang Industri Pulau Batam, pembangunan Kota Batam dipercayakan kepada lembaga pemerintah bernama Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OPDIPB) yang dikenal dengan Otorita Batam.

Pengembangan Pulau Batam terbagi dalam beberapa periode dengan penjelasan sebagai berikut:

“Periode pertama yaitu tahun 1971-1976 yaitu sebagai periode persiapan yang di pimpin oleh Dr. Ibnu Sutowo. Periode kedua yaitu tahun 1976-1978 adalah Periode Konsolidasi di pimpin oleh Prof. BJ. Sumarlin. Setelah itu adalah periode pembangunan sarana prasarana dan penanaman modal yang berlangsung selama 20 tahun yaitu tahun 1978-1998 yang di ketuai oleh Prof.

Dr. BJ. Habibie. Kemudian Pada tahun 1998-2005 di sebut Periode Pengembangan Pembangunan Prasarana dan Penanaman Modal Lanjutan dengan perhatian lebih besar pada kesejahterahan rakyat dan perbaikan iklim investasi. Dan tahun 2005 sampai sekarang adalah Periode Pengembangan Batam yang ditekankan pada peningkatan sarana dan prasarana, penanaman modal serta kualitas lingkungan hidup yang dipimpin oleh Mustofa Wijaya.66 Secara geografis Kota batam memiliki letak yang sangat strategis yaitu jalur pelayaran internasional dengan jarak 12,5 mil laut dari Singapura. Selain itu letak Kota Batam juga dekat dengan Malaysia. Perkembangan jumlah penduduk di Kota Batam adalah sangat pesat. Terbukti dari tahun 1970 yang hanya berjumlah 6000

66 Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam, Badan Penguasaan Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas Batam, (Kota Batam: Development Progress of Batam Indonesia, edisi pertama 2010), hal 5

(enam ribu) jiwa dan saat ini berkembang menjadi 1.081.527 (satu juta delapanpuluh satu ribu lima ratus dua puluh tujuh) jiwa.67 Kota Batam adalah suatu kota yang berbeda kondisinya dengan kota lain di Indonesia di karenakan letak strategis Kota Batam yang berdekatan dengan luar negeri sehingga menjadi daerah wilayah usaha bonded warehouse atau kawasan berikat yang menjadikan lahirnya Keputusan

Presiden Nomor 41 Tahun 1973 dengan tujuan untuk memperlancar pelaksanaan pengembangan daerah industri. Melalui Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 dinyatakan bahwa seluruh tanah yang terletak di Pulau Batam diserahkan kepada Otorita Batam dengan Hak pengelolaan (HPL). Ketua Otorita Batam memiliki wewenang untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah serta menyerahkan pada pihak ketiga. Hak pengelolaan yang diberikan kepada Otorita Batam secara parsial diberikan hak guna bangunan (HGB) dan hak pakai. Namun tetap melakukan pendaftaran tanah di kantor Badan Pertanahan Kota Batam.68

Dengan pengaturan tersebut menjadikan ada perbedaan dalam prosedur kepengurusan status hak atas tanah di Kota Batam dengan kota lainnya. Jika di kota lain di Indonesia melalui alas hak adat proses untuk memperoleh sertifikat bisa langsung ke Badan Pertanahan Nasional tidak demikian dengan di Kota Batam.

Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 harus di sesuaikan Keputusan Menteri

67Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Batam, Kota Batam, di publikasikan tanggal 26 November 2011, di akses tanggal 03 Januari 2012

68 Otorita pengembangan Daerah Industri Pulau Batam, Badan Penguasaan kawasan perdagangan Bebas dan pelabuhan Bebas Batam, (Kota Batam: Development Progress of Batam Indonesia,edisi pertama 2010), hal 7

Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1977 tentang Pengelolaan dan Penggunaan Tanah di Daerah Industri Pulau Batam.69

Dalam hubungan kerja antara Otorita Batam dengan Kotamadya Batam, Otorita Batam bertanggung jawab untuk pelaksanaan pengembangan daerah industri Pulau Batam sesuai dengan perencanaan yang di tetapkan. Walikotamadya memimpin pemerintahan, membina kehidupan masyarakat Kotamadya Batam di segala bidang dan mengkoordinasikan bantuan dan dukungan untuk pembangunan daerah industri Pulau Batam. Untuk mencapai daya guna dan hasil guna sebesar-besarnya dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kehidupan masyarakat maka harus ada kerjasama yang baik antara Otorita Batam dengan Kotamadya Batam.70Kerjasama yang di maksud di atur sebagai berikut :71

1. Rencana Induk pengembangan Daerah Industri Pulau Batam ditetapkan oleh presiden atau usul Ketua Otorita pengembangan Daerah Industri Pulau Batam.

2. pengembangan Kawasan Daerah Industri Pulau Batam berdasarkan dan sesuai dengan rencana induk.

3. Izin dan rekomendasi dalam bidang usaha dan pengembangan Industri diselenggarakan secara fungsional oleh instansi yang bersangkutan kecuali izin dan rekomendasi dalam bidang usaha dan pengembangan daerah industri yang menurut ketentuan di limpahkan kepada Otorita pengembangan Daerah Industri Pulau Batam.

4. Otorita pengembangan Daerah Industri Pulau Batam membantu kelancaran pemasukan sumber pendapatan daerah dan negara yang berhubungan dengan bidang tugasnya.

5. Pemerintah Kotamadya Batam dan instansi-instansi pemerintah lainnya membantu mewujudkan tercapainya tujuan pemerintah dan perizinan.

69AP Parlindungan, Hak Pengelolaan menurut sistem UUPA, (Bandung: Mandar Maju 1989) hal 33

70 Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 7 tahun 1984 tentang Hubungan Kerja Antara Kotamadya Batam dengan Otorita pengembangan Daerah Industri Pulau Batam, pasal 1-3

71Ibid, pasal 4

6. Walikotamadya Batam bersama Otorita pengembangan Daerah Industri Pulau Batam secara periodik mengadakan rapat koordinasi dengan instansi-instansi pemerintah lainya guna mewujudkan sinkronisasi program di antara mereka sejauh mengenai pelaksanaan pembangunan sarana, prasarana dan fasilitas lainnya yang diperlukan dalam rangka pengembangan fasilitas lainnya yang di perlukan dalam rangka pengembangan Daerah Industri Pulau Batam, koordinasi tersebut dilaksanakan oleh Otorita pengembangan Daerah industri Pulau Batam.

B. Pengaturan Permohonan Alokasi Lahan 1. Hak Pengelolaan di Kota Batam

Hak pengelolaan merupakan hak atas tanah yang tidak di kenal dalam Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1960. Kebutuhan akan tanah dalam rangka meningkatkan kegiatan usaha semakin tinggi. Dalam rangka kegiatan tersebut diperlukan suatu hak yang memberikan kewenangan besar kepada pemegang hak untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan guna keperluan usahanya. Hak Guna Usaha yang di atur pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dirasa tidak cukup untuk mengakomodasi kebutuhan kegiatan usaha yang semakin meningkat.

Oleh karena itu pemerintah memberikan suatu hak yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam UUPA yang dinamakan Hak Pengelolaan. Hak Pengelolaan ini lahir dan berkembang sesuai dengan perkembangan suatu daerah.72

72Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta:Sinar Grafika 2007), Hal 147

Nama Hak Pengelolaan berasal dari Bahasa Belanda yaitu beheersrecht yang artinya hak penguasaan yang merupakan perwujudan dari asal-muasal hukum pertanahan di Indonesia secara yuridis di atur di peraturan pemerintah yang isinya :73

a. Merencanakan peruntukan, penggunaan tanah tersebut

b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya c. Menerima uang pemasukan/ganti rugi atau uang wajib tahunan.

Hak Pengelolaan adalah hak menguasai negara yang sebagian kewenangan pelaksanaannya dilimpahkan kepada pemegangnya antara lain instansi pemerintah termasuk pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, PT Persero, Badan Otorita serta badan-badan hukum pemerintah lainnya.74

Kewenangan tersebut meliputi kewenangan untuk menggunakan tanah untuk keperluan usahanya dan menyerahkan bagian-bagian tanah itu kepada pihak ketiga.

Kewenangan tersebut membuat dikuasainya suatu usaha dalam bidang agraria oleh salah satu pelaku usaha tertentu yang dalam hal ini adalah pemegang Hak Pengelolaan atau pihak ketiga. Istilah hak pengelolaan berasal dari hak penguasaan yakni hak yang di berikan pemerintah kepada suatu kementrian atau jawatan atau daerah swatantra untuk keperluan dan peruntukan kepentingan tertentu dari kementrian atau jawatan tersebut.75

73 Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 1953 tentang Hak Penguasaan Tanah-tanah negara

74 http://Gagasan hukum.wordpress.com/2010/07/12/seputar Hak Pengelolaan, Seputar Hak Pengelolaan, dipublikasikan tanggal 12 Juli 2010, di akses tanggal 20 Juni 2011

75Peraturan pemerintah nomor 8 tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-Tanah negara, pasal 3 jo pasal 4

Menurut AP Parlindungan secara langsung Pasal 2 ayat (4) UUPA menyatakan bahwa:76

“hak menguasai dari negara di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional menurut ketentuan peraturan pemerintah.”

Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 harus disesuaikan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 1/1977 tentang Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-bagian tanah Hak Pengelolan serta Pendaftarannya dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1977 tentang Pengelolaan dan Penggunaan Tanah di Daerah Industri Pulau Batam.77

Di atas hak pengelolaan Lahan (HPL) masih dapat diletakkan lagi hak atas tanah, antara lain hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai, akan tetapi dari hasil analisa HGB lebih sering diletakkan diatas HPL yang diberikan kepada pihak ketiga yaitu badan hukum atau perorangan, atas dasar perjanjian antara pemegang HPL dengan pihak ketiga tersebut. Sebagai contoh HGB yang berada di atas HPL diperuntukkan sebagai perumahan yang di kelola oleh pihak pengembang selaku pihak ketiga, maka pihak ketiga tersebut wajib meminta persetujuan dari pemegang

76AP Parlindungan, Hak Pengelolaan menurut sistem UUPA, (Bandung: mandar Maju 1994), Hal 7

77 Ibid, hal 33

HPL sehingga jelas bahwa fungsi persetujuan sebagai kontrol dan tidak bersifat mutlak dari pemegang HPL.

2. Tata Ruang Kota Batam

Ruang Wilayah Kesatuan Republik Indonesia sebagai Karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada Bangsa Indonesia adalah merupakan suatu kesatuan utuh dengan letak kedudukan yang strategis sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman ekosistem yang merupakan sumber daya alam yang perlu di syukuri, dilindungi dan dikelola untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan rakyat yang sesuai dengan tujuan nasional karena itu ruang perlu dimanfaatkan secara terkoordinasi, terpadu dan seefektif mungkin dengan memperhatikan faktor-faktor politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan dan kelestarian kemampuan lingkungan untuk menopang pembangunan nasional demi terciptanya masyarakat yang adil dan makmur.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Undang-undang No 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, dikatakan sebagai berikut:

Ruang (space) meliputi ruang daratan, lautan, udara termasuk juga ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah serta sumber daya alam yang terkandung di dalamnya bagi kehidupan dan penghidupan. Kegiatan manusia dan mahluk hidup lainnya membutuhkan ruang sebagaimana lokasi berbagai pemanfaatan ruang atau sebaliknya suatu ruang dapat mewadahi berbagai kegiatan sesuai dengan kondisi alam setempat dan tehnologi yang di terapkan, adalah tempat manusia hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Space berasal dari Bahasa Latin spatium yang berarti terbuka luas, memungkinkan orang berkegiatan Dan bergerak leluasa di dalamnya yang dapat berkembang tak terhingga, ruang adalah posisi perletakan sebuah objek, dan menjadi suatu medium yang memungkinkan suatu objek bergerak. Bidang publik ruang perkotaan adalah semua jaringan perkotaan yang merupakan suatu tempat yang dapat menunjukan perletakan suatu objek yang dapat di akses secara fisik dan visual oleh masyarakat

umum, termasuk jalan, trotoar, taman kota, lapangan dan alun-alun. Ruang privat adalah ruang yang di peruntukan bagi aktivitas kalangan terbatas yang penggunaannya bisa bersifat tertutup dalam suatu teritori berdasarkan kepemilikan secara legal oleh perorangan maupun badan hukum.78

Sebagaimana di atur pada Pasal 9 undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang dijelaskan sebagai berikut:

Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian penataan ruang. Secara adminitratif penataan ruang meliputi wilayah nasional, wilayah provinsi dan wilayah kabupaten /kota. Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa, pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Agar sesuai dengan rencana tata ruang dilakukan pengendalian melalui kegiatan perizinan, pengawasan dan penertiban penataan ruang tujuannya yaitu untuk mendapatkan pengakuan kepada setiap pemanfaatan ruang, menolak pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, menjaga kesesuaian dan tindakan menertibkan jika pemanfaatan ruang tidak sesuai.79

Rencana tata ruang yang baik tidak selalu menghasilkan penataan ruang yang baik, tanpa di dukung para pengelola perkotaan dan daerah (urban and regional managers) yang handal, dilengkapi mekanisme pengawasan dan pengendalian

pembangunan (development control) yang jelas. Pembangunan daerah perkotaan perlu dilakukan secara berencana dan lebih memperhatikan keserasian hubungan antar kota dengan lingkungan antar kota serta keserasian pertumbuhan kota itu sendiri.80

Salah satu karakteristik yang sangat tampak dari suatu kota adalah bahwa perubahan berlangsung dengan cepat dan kelompok komunitas tertentu tidak ikut

78Paulus Haryono MT, Sosiologi Kota Untuk Arsitek, (Jakarta: Bumi Aksara,2007),hal 133

79Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Pasal 9

80 Muhammad Yamin Lubis dan Abd Rahim, Beberapa Masalah Aktual Hukum Agraria, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2011), hal 31

aktif berperan dalam proses perubahan tersebut. Konsep dasar pembangunan haruslah di dasarkan pada rencana tata ruang (Spatial Planning) dan tata guna tanah (land use planning)81. Kegagalan dalam pelaksanaan pembangunan adalah di akibatkan banyaknya instansi yang terlibat di dalamnya. Misalnya Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Tata Kota, Direktorat Agraria (sekarang Badan Pertanahan Nasional) dan Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah).82 Rencana Tata Ruang/Tata Guna Tanah, ketentuan mengenai garis sepadan beberapa bagian yang boleh di bangun, batas tinggi bangunan dan lain-lain peraturan yang di tetapkan oleh pemerintah daerah merupakan pembatasan bagi kewenangan penggunaan tanah yang bersangkutan.83

Penatagunaan tanah dilaksanakan melalui kebijakan penatagunaan tanah dan penyelenggaraan penatagunaan tanah. Dalam kebijakan penatagunaan tanah di selenggarakan terhadap objek tanah yang meliputi :84

a. Bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya baik yang sudah atau yang belum terdaftar.

b. Tanah negara

c. Tanah ulayat masyarakat hukum adat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

81 Ekobudihardjo, Penataan Ruang Pembangunan Perkotaan, (Semarang:Alumni 2011), hal.10

82 Suparmo Sastra, Perencanaan Pembangunan Perumahan, ( Bandung: Alumni , 2011), hal.30

83AP Parlindungan, Beberapa Pelaksanaan Kegiatan UUPA, (Bandung: Mandar Maju 1992), hal. 62

84Hasni, Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah (Jakarta: Rajawali Press 2008) hal.69

Terhadap objek tanah tersebut penggunaan dan pemanfaatan tanahnya tersebut harus sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, pelaksanaannya akan menghasilkan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang .

Rencana tata ruang untuk kota harus memperhatikan perkembangan masalah kota dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang kota, upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi kota, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Rencana tata ruang wilayah kota terdiri dari:85

a. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau yang terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat. Proporsi ruang terbuka hijau wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota.proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20(dua puluh) persen dari luas wilayah kota.

b. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non hijau

c. Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal dan ruang evakuasi bencana yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah

Ruang yang produktif dan berkelanjutan di dukung dengan mengatur distribusi dan ukuran kegiatan manusia dan atau kegiatan alam yang di atur dengan peruntukan lahan. Komponen analisa perumahan terdiri dari kebutuhan perumahan menurut struktur pendapatan masyarakat, ukuran rumah tangga berdasarkan hasil elaborasi dan kebutuhan sarana dan prasarana lingkungan. Analisa fasilitas umum terdiri dari komponen analisa :86

a. fasilitas sosial dan umum, meliputi pengembangan kebutuhan fasilitas:

85Asep Muslim, Penataan Ruang, (Bandung: Fokusmedia 2007), hal 25

86 Direktorat Jendral Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum, Pedoman Rencana Detail Tata Ruang Kota

1. Sosial: pendidikan, kesehatan, peribadatan, rekreasi, lapangan olah raga, dan lain-lain.

2. Umum : pos keamanan, kantor pos, kantor polisi, taman pemakaman, pos pemadam kebakaran , dan lain-lain.

b. Fasilitas ekonomi pengembangan kebutuhan fasilitas ekonomi

1. Pusat niaga: supermall, mall, grosir, pertokoan, toko, pasar, warung 2. Pusat perkantoran

c. Fasilitas budaya, pengembangan kebutuhan fasilitas budaya di kaitkan dengan seni budaya masyarakat, cagar budaya dan peninggalan bersejarah.

1. Bangunan bersejarah 2. Kampung budaya

3. Ruang dan bangunan pertunjukan.

d. Ruang terbuka hijau yaitu dengan memperhatikan daya dukung penduduk, potensi lahan , tingkat polusi kawasan, gangguan lingkungan, tingkat kepadatan bangunan, kemungkinan cara pengadaan , pemanfaatan dan pengelolaan. Kebutuhan ruang terbuka hijau menurut tingkat dan fungsi pelayanan terdiri dari:

1. Ruang terbuka hijau dengan binaan (pemakaman, lapangan olah raga, perkebunan, pertanian, dan lain-lain)

2. Ruang terbuka hijau alami (sempadan sungai, hutan lindung, dan lain-lain) e. Ruang terbuka non hijau yaitu dengan memperhatikan daya dukung penduduk,potensi lahan, penggunaan lahan sekitar, tingkat kepadatan bangunan, kemungkinan cara pengadaan, pemanfaatan dan pengelolaannya.

Kebutuhan ruang terbuka non hijau menurut tingkat dan fungsi pelayanan terdiri dari:

1. Skala lingkungan kelurahan , kecamatan, kabupaten (sesuai zona rencana) 2. Unsur yang perlu diperhatikan, sosial budaya, ekologis, arsitektur,

estetika, ekonomi.

3. Jenis fasilitas: plasa,parkir, lapangan olah raga(out door), taman bermain, trotoar dan lain-lain

Rencana tata ruang kota di dukung oleh rencana tata ruang daerah. Rencana Pembangunan Daerah adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat melalui urutan pilihan dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia yang dilaksanakan oleh semua komponen dalam rangka mencapai visi misi dan tujuan yang meliputi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP)

yaitu dokumen perencanaan periode 20 (dua puluh) tahun dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yaitu dokumen perencanaan periode 5 (lima) tahun.87

Rencana tata ruang suatu kota harus mendapat izin dari Walikota di kota tersebut, dengan memperhatikan RTRW kota tersebut. Rencana tata ruang Kota Batam selanjutnya rencana tata ruang yang memuat kebijakan dan penetapan wilayah adalah rencana tata ruang yang memuat kebijakan dan Penetapan pemerintahan kota mengenai lokasi kawasan-kawasan yang harus di lindungi di wilayah darat dan wilayah laut, lokasi pengembangan kawasan budidaya termasuk di dalamnya kawasan produksi dan kawasan pemukiman, sistim prasarana transportasi , fasilitas dan utilitas umum , serta kawasan-kawasan di wilayah darat dan wilayah laut yang di prioritaskan pengembangannya dalam kurun waktu rencana. Mengenai kawasan perumahan, melalui peraturan daerah Kota Batam nomor 2 tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Kota Batam tahun 2004-2014 pasal 40 di jelaskan sebagai berikut:

a. Kawasan perumahan merupakan kawasan tempat tinggal dengan dominasi utama peruntukan berupa perumahan yang di dalamnya sesuai kebutuhan bisa di lengkapi dengan fasilitas pelayanan umum penunjang lingkungan berupa perdagangan dan jasa serta fasilitas sosial budaya.

b. Kawasan Perumahan terdiri dari perumahan perkotaan dan perumahan pedesaan dengan sebaran sebagai berikut :

1. Perumahan perkotaan terutama terdapat di Pulau Batam sebagian besar merupakan Perumahan Eksisting dan sebagian lainnya merupakan lokasi-lokasi yang direncanakan untuk perumahan di alokasi-lokasikan di:

87 Peraturan Daerah kota Batam Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara penyusunan Rencana Pembangunan Daerah dan Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Batam, Pasal 1 butir 10

a). Kecamatan Nongsa Bagian Barat terutama di sekitar Batam Centre dan sebelah selatan Waduk Sei Baloi hingga sebelah utara bandara dan di Sebelah Selatan simpang jalan Hang Kesturi dengan Jalan Hasanuddin.

b). Kecamatan Batu Ampar Bagian Timur, terutama di sebelah timur

b). Kecamatan Batu Ampar Bagian Timur, terutama di sebelah timur

Dokumen terkait