• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

4. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian analisis data kualitatif. Metode analisis data kualitatif adalah analisis data yang tidak mempergunakan angka-angka tetapi berdasarkan atas peraturan perundang-undangan serta pandangan-pandangan narasumber sehingga dapat menjawab

permasalahan dari penelitian ini.67 Setelah proses analisis dilakukan, kemudian uraian atau penjelasan tentang data tersebut akan dibuat kesimpulan secara deduktif yakni dari umum menuju ke spesifik atau pemikiran dimulai dari hal yang umum kepada hal yang khusus.68

67 Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, h. 53

68 Ibid., h. 112.

BAB II

PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN

A. Tinjauan Yuridis Tentang Lelang 1. Pengertian dan Asas-Asas Lelang

Menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan Pengumuman Lelang.69

Berdasarkan unsur-unsur lelang di atas, ada 2 (dua) hal yang penting dari pengertian lelang tersebut, yaitu:70

a. Pengertian lelang terbatas pada penjualan barang di muka umum. Pembeli barang dan pemborongan pekerjaan secara lelang, seperti pada mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang biasa disebut dengan “lelang tender” tidak termasuk dalam pengertian lelang yang diatur dalam vendu reglement sebagaimana di dalam terjemahan Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia yang menyebutkan bahwa:

“penjualan umum adalah pelelangan atau penjualan barang-barang yang dilakukan kepada umum dengan harga penawaran yang meningkat atau menurun atau dengan pemasukan harga dalam sampul tertutup atau kepada orang-orang yang diundang atau sebelumnya diberitahu mengenai pelelangan atau penjualan itu, atau diizinkan untuk ikut serta

69 Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 27/PMK.06/2016 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

70 Sutiarnoto, Op.cit., h. 7-8.

dan diberi kesempatan untuk menawar harga, menyetujui harga yang ditawarkan atau memasukan harga dalam sampul tertutup”.

b. Di dalam pengertian lelang harus dipenuhi beberapa unsur, yakni:

1) Lelang adalah suatu cara penjualan yang dilakukan pada suatu saat dan di tempat yang telah ditentukan;

2) Dilakukan di depan umum yaitu dengan cara mengumumkannya kepada masyarakat luas dengan tujuan menghimpun peminat/peserta lelang;

3) Dilaksanakan dengan cara penawaran harga yang khusus yaitu dengan cara penawaran harga lisan atau secara tulisan yang sifatnya kompetitif;

dan

4) Peserta yang mengajukan penawaran tertinggi akan dinyatakan sebagai pemenang atau pembeli lelang.

Secara normatif sebenarnya tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengatur asas lelang namun apabila kita cermati klausula-klausula dalam peraturan perundang-undangan di bidang lelang dapat ditemukan adanya asas lelang, yaitu:71

a. Asas Keterbukaan

Asas keterbukaan menghendaki agar seluruh lapisan masyarakat mengetahui adanya rencana lelang sepanjang tidak dilarang oleh undang-undang. Oleh karena itu, setiap pelaksanaan lelang harus didahului dengan pengumuman lelang. Asas ini juga untuk mencegah terjadinya praktek persaingan usaha tidak sehat, dam tidak memberikan kesempatan adanya praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

b. Asas Keadilan

Asas keadilan mengandung pengertian bahwa dalam proses pelaksanaan lelang harus dapat memenuhi rasa keadilan secara proporsional bagi setiap pihak yang berkepentingan. Asas ini untuk mencegah terjadinya keberpihakan pejabat

71 Ibid., h. 8.

lelang kepada peserta lelang tertentu atau berpihak hanya kepentingan penjual.

Khusus pada pelaksanaan lelang eksekusi, penjual tidak boleh menentukan harga limit secara sewenang-wenang yang berakibat pihak tereksekusi.

c. Asas Kepastian Hukum

Asas kepastian hukum menghendaki agar lelang yang telah dilaksanakan menjamin adanya perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan lelang. Setiap pelaksanaan lelang dibuat risalah lelang oleh pejabat lelang yang merupakan akta autentik. Risalah lelang digunakan penjual/pemilik barang, pembeli dan pejabat lelang untuk mempertahankan dan melaksanakan hak dan kewajibannya.

d. Asas Efisiensi

Asas efiseinsi menjamin pelaksanaan lelang dilakukan dengan cepat dan dengan biaya yang relatif murah karena lelang dilakukan pada tempat dan waktu yang telah ditentukan dan pembeli disahkan pada saat itu.

e. Asas Akuntabilitas

Asas akuntabilitas menghendaki agar lelang yang dilaksanakan oleh pejabat lelang dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak yang berkepentingan.

Pertanggungjawaban pejabat lelang meliputi administrasi lelang dan pengelolaan uang lelang.

2. Peran dan Manfaat Lelang

Adapun peran lelang dalam perekonomian adalah sebagai berikut:72

72 Rachmadi Usman, Op.cit., h. 28.

a. mampu memberikan jawaban yang pasti mengenai harga atau nilai suatu barang terhadap subjektivitas seseorang yang berpengaruh bagi kualitas barang, kreativitas pembuatan, dan nilai artistik suatu barang;

b. mampu memberi jawaban yang pasti mengenai harga atau nilai suatu barang pada saat situasi perekonomian tidak menentu;

c. mampu memberi jawaban yang pasti mengenai status kepemilikan suatu barang; dan

d. Harga yang terbentuk pada lelang dapat menjadi standar dan barometer (price reference) dalam sektor perekonomian tertentu.

Lelang juga mempunyai manfaat, baik bagi penjual maupun pembeli atau pemenang lelang. Bagi penjual, manfaat lelang adalah sebagai berikut:73

a. mengurangi rasa kecurigaan atau tuduhan kolusi dari masyarakat (dalam lelang inventaris pemerintah, BUMN atau BUMD) atau dari pemilik barang (dalam lelang eksekusi), karena penjualannya dilakukan secara terbuka untuk umum, sehingga masyarakat umum dapat mengontrol pelaksanaannya;

b. menghindari kemungkinan adanya sengketa hukum;

c. penjualan lelang sangat efisien, karena didahului dengan pengumuman sehingga peserta lelang dapat terkumpul pada saat hari lelang;

d. penjual akan mendapatkan pembayaran yang cepat, karena pembayaran dalam lelang dilakukan secara tunai; dan

e. penjual mendapatkan harga yang optimal, karena sifat penjualan lelang yang terbuka (transparan) dengan penawaran harga yang kompetitif.

Selanjutnya lelang juga memiliki manfaat bagi pembeli atau pemenang lelang, seperti berikut ini:74

a. penjualan lelang didukung oleh dokumen yang sah, karena sistem lelang mengharuskan Pejabat Lelang meneliti lebih dulu tentang keabsahan penjual dan barang yang akan dijual (legalitas subjek dan objek lelang); dan

b. dalam hal barang yang dibeli adalah barang tidak bergerak berupa tanah, pembeli tidak perlu lagi mengeluarkan biaya tambahan untuk membuat Akta Jual Beli ke PPAT, tetapi dengan Risalah Lelang, pembeli dapat langsung ke Kantor Pertanahan setempat untuk balik nama. Hal tersebut karena Risalah Lelang merupakan akta autentik dan statusnya sama dengan akta Notaris.

73 Ibid., h. 29.

74 Ibid.

3. Jenis-Jenis Lelang

Jenis lelang terdiri dari 3 (tiga) jenis yaitu:75 a. Lelang Eksekusi

Lelang eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan atau penetapan pengadilan, dokumen lain yang dipersamakan dengan itu, dan/atau melakukan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.76 Lelang eksekusi terdiri dari:77

1) Lelang eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN);

2) Lelang eksekusi pengadilan;

3) Lelang eksekusi pajak;

4) Lelang eksekusi harta pailit;

5) Lelang eksekusi Pasal 6 UUHT;

6) Lelang eksekusi benda sitaan Pasal 45 Kitab Udnang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);

7) Lelang eksekusi barang rampasan;

8) Lelang eksekusi jaminan fidusia;

9) Lelang eksekusi barang yang dinyatakan tidak dikuasai atau barang yang dikuasai Negara eks kepabeanan dan cukai;

10) Lelang eksekusi barang temuan;

11) Lelang eksekusi gadai;

12) Lelang eksekusi barang rampasan yang berasal dari benda sitaan Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001; dan

13) Lelang eksekusi lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Lelang Noneksekusi Wajib

Lelang noneksekusi wajib adalah lelang untuk melaksanakan penjualan barang yang oleh peraturan perundang-undangan diharuskan dijual secara lelang.78 Lelang noneksekusi wajib terdiri dari:79

75 Pasal 5 Peraturan Menteri Republik Indonesia Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

76 Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Republik Indonesia Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

77 Pasal 6 Peraturan Menteri Republik Indonesia Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

1) Lelang Barang Milik Negara/Daerah;

2) Lelang Barang milik Badan Usaha Milik Negara/Daerah;

3) Lelang Barang milik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;

4) Lelang Barang Milik Negara yang berasal dari aset eks kepabeanan dan cukai;

5) Lelang Barang gratifikasi;

6) Lelang aset properti bongkaran Barang Milik Negara karena perbaikan;

7) Lelang aset tetap dan barang jaminan diambil alih eks bank dalam likuidasi;

8) Lelang aset eks kelolaan PT Perusahaan Pengelola Aset;

9) Lelang aset properti eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional;

10) Lelang Balai Harta Peninggalan atas harta peninggalan tidak terurus dan harta kekayaan orang yang dinyatakan tidak hadir;

11) Lelang aset Bank Indonesia;

12) Lelang kayu dan hasil hutan lainnya dari tangan pertama; dan 13) Lelang lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Lelang Noneksekusi Sukarela

Lelang noneksekusi sukarela adalah lelang atas barang milik swasta, orang atau badan hukum atau badan usaha yang dilelang secara sukarela.80 Lelang noneksekusi sukarela terdiri dari:81

1) Lelang Barang milik Badan Usaha Milik Negara/Daerah berbentuk persero;

2) Lelang harta milik bank dalam likuidasi kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan;

3) Lelang Barang milik perwakilan negara asing; dan

4) Lelang Barang milik perorangan atau badan usaha swasta.

78 Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Republik Indonesia Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

79 Pasal 7 Peraturan Menteri Republik Indonesia Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

80 Pasal 1 angka 6 Peraturan Menteri Republik Indonesia Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

81 Pasal 8 Peraturan Menteri Republik Indonesia Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

B. Tinjauan Yuridis Tentang Hak Tanggungan 1. Pengertian dan Asas-Asas Hak Tanggungan

Menurut Pasal 1 angka 1 UUHT, hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.82 Adapun unsur-unsur yang tercantum dalam pengertian Hak Tanggungan yaitu:83

a. Hak Jaminan yang dibebankan hak atas tanah yaitu hak penguasaan khusus yang diberikan kepada kreditur yang memberikan wewenang baginya untuk menjual lelang tanah yang secara khusus sebagai agunan piutangnya apabila debitur cidera janji dan mengambil hasil penjualannya baik seluruh atau sebagian hasilnya untuk pelunasan hutangnya walaupun tanah tersebut telah berpindah kepada pihak lain (droit de suite) dengan hak mendahului dari kreditur lainnya (droit de preference);

b. Hak atas tanah berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan suatu kesatuan dengan tanah itu. Kreditur mempunyai wewenang untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan, tetapi bukan untuk dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitur wanprestasi;

c. Untuk pelunasan hutang tertentu yaitu hak tanggungan tersebut dapat membereskan hutang debitur kepada kreditur.

Asas hak tanggungan termaktub dalam UUHT. Asas-asas itu antara lain sebagai berikut:84

a. mempunyai kedudukan yang diutamakan bagi kreditur pemegang hak tanggungan (Pasal 1 ayat 1 UUHT);

b. tidak dapat dibagi-bagi (Pasal 2 ayat 1 UUHT);

82 Pasal 1 angka 1 UUHT.

83 Habib Adjie, Hak Tanggungan sebagai Lembaga Jaminan atas Tanah, Mandar Maju, Bandung, 2006, h. 43.

84 Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 2016, h. 102-103.

c. hanya dibebankan pada hak atas tanah yang telah ada (Pasal 2 ayat 2 UUHT);

d. dapat dibebankan selain atas tanahnya juga berikut benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut (Pasal 4 ayat 4 UUHT);

e. dapat dibebankan atas benda lain yang berkaitan dengan tanah yang baru akan ada dikemudian hari (Pasal 4 ayat 4 UUHT) dengan syarat diperjanjikan secara tegas;

f. sifat perjanjiannya adalah tambahan (accessoir) (Pasal 10 ayat 1, Pasal 18 ayat 1 UUHT);

g. dapat dijadikan jaminan untuk utang yang baru akan ada (Pasal 3 ayat 1 UUHT);

h. dapat menjamin lebih dari satu utang (Pasal 3 ayat 2 UUHT);

i. mengikuti objek dalam tangan siapapun objek itu berada (Pasal 7 UUHT);

j. tidak dapat diletakkan sita oleh Pengadilan;

k. hanya dapat dibebankan atas tanah tertentu (Pasal 8, Pasal 11 ayat 1 UUHT);

l. wajib didaftarkan (Pasal 13 UUHT);

m. pelaksanaan eksekusi mudah dan pasti;

n. dapat dibebankan dengan disertai janji-janji tertentu (Pasal 11 ayat 2 UUHT).

2. Subjek dan Objek Hak Tanggungan

Subjek hak tanggungan diatur dalam Pasal 8 UUHT dan Pasal 9 UUHT yaitu pemberi dan pemegang hak tanggungan. Pemberi hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan yang bersangkutan,85 sedangkan pemegang hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.86

Adapun objek hak tanggungan adalah hak-hak atas tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UUHT.87 Hak atas tanah tersebut harus memenuhi

a. dapat dinilai dengan uang, karena utang yang dijamin berupa uang;

b. termasuk hak yang didaftar dalam umum, karena harus memenuhi syarat publisitas;

c. mempunyai sifat dapat dipindahtangankan, karena apabila debitur cidera janji benda yang dijadikan jaminan utang akan dijual di muka umum;

d. memerlukan penunjukan dengan undang-undang.

3. Eksekusi Hak Tanggungan

Menurut Sudikno Mertokusumo, eksekusi atau pelaksanaan putusan hakim adalah realisasi dari kewajiban pihak yang bersangkutan untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan tersebut.89 Sedangkan M. Yahya Harahap mendefinisikan eksekusi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah dari pelaksanaan tata tertib beracara yang terkandung dalam HIR90 (Het Herziene Indoneisch Reglement) dan RBg91 (Rechtsreglement voor de Buitengewesten).92 Pengertian lain dari eksekusi adalah menjalankan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan tetap.93

Titel eksekutorial bukan hanya terdapat dalam putusan pengadilan, melainkan juga terdapat dalam akta-akta autentik dengan titel ekesekutorial yang dikenal dengan nama grosse acte yang berbunyi “Demi Keadilan Berdasarkan

88 Hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan hak tanggungan, yaitu: hak milik; hak guna usaha; hak guna bangunan; hak pakai baik hak milik maupun hak atas tanah Negara; dan hak atas tanah berikut bangunan, tanaman dan hasil karya yang telah ada atau aka nada merupakan satu kesatuan dengan tanah yang pembebanannya dengan tegas dan dinyatakan di dalam akta pemberian hak atas tanah yang bersangkutan. Lihat: Ibid, h. 104.

89 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi Revisi, Cetakan ke-5, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, 2017, h. 260.

90 HIR (Het Herziene Indoneisch Reglement) adalah hukum acara perdata yang berlaku untuk daerah Pulau Jawa dan Madura. Lihat: Zainal Asikin, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Cetakan ke-3, Kencana, Jakarta, 2018, h. 3-4.

91 RBg (Rechtsreglement voor de Buitengewesten) adalah hukum acara perdata yang berlaku untuk daerah di luar Pulau Jawa dan Madura. Lihat: Ibid., h.4

92 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata Edisi Kedua, Cetakan ke-8, Sinar Grafika, Jakarta, 2017, h. 1.

93 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Kencana, Jakarta, 2005, h. 313.

Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 HIR/258 RBg.94 Namun demikian, istilah eksekusi juga terdapat dalam bidang hukum jaminan.95

Eksekusi objek jaminan merupakan pelaksanaan hak kreditur pemegang hak jaminan terhadap objek jaminan dengan cara menjual jaminannya apabila debitur wanprestasi.96 Dalam hal objek jaminan hak tanggungan, kreditur selaku pemegang hak tanggungan diberikan kemudahan dalam hal harus dilakukannya eksekusi hak tanggungan apabila debitur selaku pemberi hak tanggungan cidera janji sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat 1 UUHT. Berdasarkan Pasal 20 ayat 1 UUHT menyebutkan bahwa:

“(1) apabila debitur cidera janji, maka berdasarkan:

a. pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual objek hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau

b. titel eksekutorial yang terdapat dalam Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat 2, objek hak tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasa piutang pemegang hak tanggungan dengan mendahulu dari pada kreditur-kreditur lain.”

Dasar pelaksanaan eksekusi hak tanggungan yang ditetapkan dalam Pasal 6 UUHT yaitu pemegang hak tanggungan pertama dapat melakukan pelaksanaan eksekusi langsung dengan menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum.97 Pemegang hak tanggungan juga melaksanakan eksekusi dalam Pasal 14 ayat 2 UUHT yaitu atas perintah Pengadilan Negeri

94 R. M. Anton Suyatno, Kepastian Hukum dalam Penyelesaian Kredit Macet Melalui Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan Tanpa Proses Gugatan Pengadilan, Cetakan ke-2, Kencana, Jakarta, 2018, h. 54.

95 Ibid.

96 Ibid.

97 I Ketut Oka Setiawan, Hukum Pendaftaran Tanah dan Hak Tanggungan, Sinar Grafika, Jakarta, 2019, h. 161.

dengan mengajukan permohonan eksekusi dengan menyerahkan sertifikat Hak Tanggungan yang bertitle eksekutorial dan akan dilaksanakan melalui pelelangan umum.98 Pada asasnya, pelaksanaan eksekusi hak tanggungan harus melalui penjualan di muka umum atau melalui lelang.99

Penjualan lelang yang dilakukan secara terbuka dapat diharapkan akan diperoleh harga yang wajar atau paling tidak mendekati wajar. Hal ini karena dalam suatu lelang tawaran yang rendah bisa diharapkan akan memancing peserta lelang lain untuk mencoba mendapatkan benda lelang dengan menambah tawaran.100 Akan tetapi, atas kesepakatan pemberi dan pemegang hak tanggungan, penjualan objek hak tanggungan dapat dilaksanakan dibawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak.101

C. Tinjauan Yuridis Tentang Pengosongan Objek Lelang Eksekusi Hak Tanggungan

Pengosongan adalah perbuatan (hal) mengosongkan,102 sedangkan objek lelang adalah barang yang akan dilelang.103 Oleh karena itu, pengosongan objek lelang adalah perbuatan untuk mengosongkan barang yang di lelang. Pengosongan objek lelang eksekusi hak tanggungan sering dijumpai masalah karena jarang

98 Ibid., h. 162-163.

99 J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan Buku 2, Cetakan ke-2, Citra Aditya Baktik, Bandung, h. 266.

100 Ibid.

101 Mariam Darus Badrulzaman, Serial Hukum Perdata: Buku II Kompilasi Hukum Jaminan, Mandar Maju, Bandung, 2004, h. 106.

102 Departemen Pendidikan Nasional, Loc.cit.

103 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

dijumpai debitur yang secara sukarela merelakan objek hak tanggungan tersebut dieksekusi.104

Debitur selaku pemberi hak tanggungan cenderung mengulur waktu untuk mengosongkan objek hak tanggungan dan mengunakan berbagai alasan untuk menunda pengosongan objek hak tanggungan. Berdasarkan Pasal 11 ayat (2) huruf j UUHT memuat “janji bahwa pemberi hak tanggungan akan mengosongkan objek hak tanggungan pada waktu eksekusi hak tanggungan”.

Pada praktiknya, klausul mengenai pengosongan objek lelang hak tanggungan juga diatur dalam perjanjian kredit antara kreditur dan debitur. Klausul tersebut menyebutkan bahwa apabila debitur wanprestasi maka kreditur berhak untuk menjual objek hak tanggungan dan debitur harus dengan sukarela mengosongkan objek hak tanggungan.105

Pengosongan merupakan salah satu bentuk dari eksekusi riil.106 Eksekusi riil atas barang lelang eksekusi adalah pengosongan dan penyerahan nyata barang lelang kepada pembeli.107 Pengosongan sebagai eksekusi riil hanya melekat terhadap benda tidak bergerak yaitu berupa pengosongan tanah (sawah, kebun, tanah perumahan dan sebagainya) atau pengosongan bangunan (gudang, rumah tempat tinggal, perkantoran dan sebagainya).108

104 R. Suharto, Op.cit., h. 191.

105 Ibid., h. 191-192.

106 M. Yahya Harahap, Op.cit., h. 43.

107 Ibid., h. 164.

108 Nuri Jumaidah Aulia, Mardalena Hanifah dan Rahmad Hendra, “Eksekusi Riil Terhadap Putusan Hakim yang Telah Mempunyai Kekuatan Hukum Tetap Pada Perkara Perdata No.

20/Pdt.G/2011/PN.Pbr di Pengadilan Negeri Kelas IA Pekanbaru”, JOM Fakultas Hukum, Volume 3, Nomor 2, 2016, h. 6.

Pengosongan lelang eksekusi hak tanggungan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan eksekusi riil yang mana ini ialah prinsip hukum yang terkandung dalam Pasal 200 ayat 11 HIR atau Pasal 218 ayat 2 RBg.

Meskipun lelang telah selesai dilaksanakan dan pembeli lelang tidak dapat menguasai objek tersebut maka eksekusi harus diteruskan sampai objek lelang diserahkan kepada pembeli lelang dengan cara melakukan eksekusi riil terhadap tereksekusi.109 Berdasarkan Pasal 200 ayat 11 HIR atau Pasal 218 ayat 2 RBg, menjelaskan bahwa:110

“Jika pemilik barang yang telah dilelang enggan menyerahkan barang yang telah dijual itu, maka Ketua Pengadilan Negeri atau jaksa yang telah dikuasakan secara tertulis mengeluarkan surat perintah kepada pejabat yang bertugas memberitahukan untuk, bila perlu dengan bantuan polisi, memaksa agar yang membangkang itu beserta keluarganya meninggalkan dan mengosongkan barang itu.”

Dengan demikian, Ketua Pengadilan Negeri tidak boleh membiarkan tereksekusi melalui penjualan lelang ingkar melaksanakan pengosongan dan penyerahan objek lelang kepada pembeli.

Pengadilan Negeri berwenang untuk mengeluarkan penetapan pengosongan objek lelang melalui Ketua Pengadilan Negeri yang akan memerintahkan juru sita dengan bantuan polisi jika diperlukan seperti amanat Pasal 200 ayat 11 HIR atau Pasal 218 ayat 2 RBg.111 Hal tersebut juga diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2013 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi

109 M. Yahya harahap, Op.cit, h. 165.

110 Imron Rosyadi, Jaminan Kebendaan Berdasarkan Akad Syariah (Aspek Perikatan, Prosedur Pembebanan dan Eksekusi), Kencana, Jakarta, 2017, h. 129.

111 Sergio Sebastian Sengkey, “Kewenangan Pengadilan Negeri Terkait dengan Adanya Hambatan Penguasaan Objek Lelang dalam Lelang Eksekusi oleh Pemenang Lelang”, Lex Administratum, Volume 5, Nomor 7, 2017, h. 108.

Pengadilan (selanjutnya disebut SEMA No. 4 Tahun 2014) menyebutkan bahwa

“terhadap pelelangan hak tanggungan oleh kreditur sendiri melalui kantor lelang, eksekusi pengosongan dapat langsung diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri tanpa melalui gugatan”.112 Pembeli lelang dapat membuat permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk mengeksekusi atau mengosongkan objek lelang eksekusi hak tanggungan tersebut dari debitur atau pihak ketiga dengan menunjukkan Risalah Lelang.113

Pelaksanaan eksekusi tersebut atas perintah Ketua Pengadilan Negeri dan dibantu oleh juru sita dan 2 (dua) orang saksi.114 Tata cara melaksanakan eksekusi ialah sebagai berikut:115

1. Peringatan (aanmaning)

Menurut Pasal 196 HIR atau Pasal 207 RBg, peringatan dilakukan Ketua

Menurut Pasal 196 HIR atau Pasal 207 RBg, peringatan dilakukan Ketua

Dokumen terkait