BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Bentuk Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui
4. Pertimbangan hakim terhadap penerapan hukum
Transaksi Elektronik (ITE) dalam Putusan Nomor 1043/Pid.Sus/2016/PN. Mks
Mengenai pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Makassar, terdakwa S. Kadir Dg. Sijaya yang didakwa melakukan tindak pidana pencemaran nama baik tersebut dikaji terlebih dahulu dan dipertimbangkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar, apakah
perbuatan yang didakwakan tersebut telah memenuhi unsur-unsur Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) (yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik) dengan unsur-unsur :
“a. Setiap orang;
Menimbang, yang dimaksud dengan “setiap orang” menunjuk kepada setiap orang, baik ia perorangan (persoon) maupun korporasi sebagai subyek hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban yang mana atas segala tindakan-tindakannya dapat dimintakan pertanggungjawabannya di hadapan hukum. Selama pemeriksaan tersebut, terdakwa S. Kadir Dg. Sijaya membenarkan dan tidak menyangkal seluruh identitas yang termuat dalam dakwaan Penuntut Umum, serta dapat menjawab seluruh pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya, baik oleh Majelis Hakim, Penuntut Umum, maka dengan pertimbangan tersebut Majelis Hakim berpendapat unsur “setiap orang” telah terpenuhi secara sah menurut hukum.
b. Unsur dengan sengaja atau tanpa hak;
Menimbang, Pasal 27 Ayat (3) UU ITE mensyaratkan adanya kesengajaan dalam perbuatan yang dilakukan oleh pelaku, dimana mensyaratkan adanya suatu sikap batin si pelaku yang mendorong atau setidaknya menyertai si pelaku saat melakukan tindak pidana, oleh karena itu tolak ukur untuk menilai “sengaja” tersebut adalah dari perbuatan-perbuatan yang nampak dari si pelaku, sehingga
“sengaja” tersebut haruslah mempunyai batasan-batasan.
Menimbang, awal permasalahan dengan adanya posting-an/komentar dengan kalimat/kata-kata yang memiliki muatan pencemaran nama baik atau penghinaan terhadap diri pribadi saksi H. Zulkifli Gani Ottoh adalah mantan Ketua PWI Sulsel dan sekarang adalah Ketua DKP PWI Sulsel yang diakses/dimuat dengan akun Kadir Ku Saja melalui media elektronik/media sosial facebook dalam Grup Facebook dengan nama MEDSOS WARTAWAN INDONESIA dalam bulan November 2015 di dalam wilayah Kota Makassar. Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, terdakwa S. Kadir Dg. Sijaya tidak mengakui bahwa akun Kadir Ku Saja bukan milik terdakwa karena telah di-hack, akun terdakwa yang asli adalah bernama Kadir Sijaya, terdakwa tergabung dalam Grup Facebook dengan nama MEDSOS WARTAWAN INDONESIA dengan akun Kadir Sijaya bukan Kadir Ku Saja.
s 71
Menimbang, mengenai barang bukti berupa print out/print screen berupa salinan potongan kalimat yang diduga memuat pencemaran nama baik dimana terhadap bukti tersebut harus dikomparasikan dengan sumber aslinya terlebih dahulu (validasi) terhadap kebenaran isi atau konten dari print out, karena print out dan screen shot dapat dihapus dan dilakukan pengeditan dan untuk melakukan pengeditan sangat bisa dilakukan walau tanpa memiliki keterampilan lebih karena pengeditan dapat dilakukan melalui aplikasi, maka dengan demikian sangat sulit untuk menentukan apakah terdakwa yang telah melakukan yang mengakses/memuat dengan akun Kadir Ku Saja melalui media elektronik/media sosial facebook dalam Grup Facebook dengan nama MEDSOS WARTAWAN INDONESIA dalam bulan November 2015 tersebut.
Menimbang, dari saksi-saksi yang diajukan di persidangan, tidak satupun saksi yang mengetahui secara pasti pemilik akun Kadir Ku Saja yang melakukan posting-an/komentar dengan kalimat/kata-kata yang memiliki muatan pencemaran nama baik atau penghinaan terhadap diri pribadi H. Zulkifli Gani Ottoh.
Menimbang, oleh karena salah satu unsur dari Pasal 45 Ayat (1) Jo. Pasal 27 Ayat (3) UU ITE tidak terpenuhi, maka terdakwa haruslah dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan tunggal, sehingga terdakwa haruslah dibebaskan dari dakwaan tersebut.
Menimbang, mengenai apa yang menjadi pertimbangan Penasehat Hukum terdakwa, Majelis Hakim sependapat dengan pertimbangan hukum Penasehat Hukum terdakwa tersebut, karena dari fakta yang terungkap di persidangan berdasarkan keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan terdakwa, keterangan saksi meringankan terdakwa, keterangan ahli meringankan terdakwa, serta barang bukti yang diajukan dalam perkara ini ditemukan fakta bahwa terdakwa tidak memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 45 Ayat (1) Jo. Pasal 27 Ayat (3) UU ITE sebagaimana didakwakan dalam dakwaan tunggal Jaksa Penuntut Umum.
Menimbang, oleh karena terdakwa dibebaskan, maka haruslah dipulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat, serta martabatnya.
Menimbang, oleh karena terdakwa dibebaskan, maka biaya perkara dibebankan kepada negara.”
Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar di atas, maka isi amar Putusan Nomor 1043/Pid.Sus/2016/PN.
Mks, adalah sebagai berikut :
a. Menyatakan terdakwa S. Kadir Dg. Sijaya tersebut di atas, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan tunggal;
b. Membebaskan terdakwa dari dakwaan Penuntut Umum;
c. Memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya;
d. Menetapkan barang bukti berupa :
- 15 (lima belas) lembar dokumen elektronik berupa print screen/print out facebook.
Tetap terlampir dalam berkas perkara;
e. Membebankan biaya perkara kepada negara.
Berdasarkan teori pembuktian undang-undang secara negatif, keputusan hakim dalam suatu perkara harus didasarkan keyakinan hakim sendiri serta 2 (dua) dari 5 (lima) alat bukti yang sah. Dengan demikian, antara alat bukti dan keyakinan hakim diharuskan adanya hubungan kausalitas (sebab akibat). Hal ini dipertegas dalam ketentuan Pasal 183 KUHAP yang menyatakan bahwa :
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”
Adapun yang dimaksud alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan, dimana dengan alat-alat bukti tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak
s 73
pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa,51 dalam hal ini S. Kadir Dg.
Sijaya. Berdasarkan Pasal 184 Ayat (1) KUHAP, alat bukti yang sah adalah :
a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli;
c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Keterangan terdakwa.
Apabila dikaitkan dengan Putusan Nomor 1043/Pid.Sus/2016/PN.Mks, yang dijadikan pertimbangan yuridis oleh hakim adalah semua fakta yang terungkap di persidangan. Fakta yang dimaksud adalah dalam bentuk alat-alat bukti sebagaimana dalam Pasal 184 Ayat (1) KUHAP di atas.
Berikut Penulis akan memaparkan mengenai alat bukti yang dihadirkan ke persidangan yakni keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan terdakwa, dan barang bukti dalam perkara Putusan Nomor 1043/Pid.Sus/2016/PN.Mks.
a. Keterangan saksi
Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Menjadi saksi adalah salah satu kewajiban setiap orang. Orang yang menjadi saksi setelah dipanggil
51 Hari Sasangka dan Lily Rosita. Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana. Mandar Maju. Bandung. 2003. Hal. 11.
ke suatu sidang pengadilan untuk memberikan keterangan, tetapi dengan menolak kewajiban itu ia dapat dikenakan pidana berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku. Keterangan seorang saksi baru mempunyai nilai pembuktian apabila saksi tersebut di sumpah terlebih dahulu sebelum memberikan keterangan. Dalam Putusan Nomor 1043/Pid.Sus/2016/
PN.Mks, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar telah memeriksa 3 (tiga) orang saksi yang diajukan oleh Penuntut Umum, yaitu :
1) H. Zulkifli Gani Ottoh selaku saksi korban;
2) H. Mappiar HS; dan 3) Selly Lestari.
Ketiga saksi yang diajukan oleh Penuntut Umum di atas menyatakan bahwa akun Kadir Ku Saja merupakan akun dari terdakwa S. Kadir Dg. Sijaya. Hal ini dilihat dari foto profil dari akun facebook tersebut, yaitu foto dari terdakwa, sehingga ketiga saksi yakin bahwa akun Kadir Ku Saja yang telah diganti dengan akun bernama Kadir Sijaya adalah milik dari terdakwa S. Kadir Dg. Sijaya. Namun keterangan ketiga saksi tersebut tidak disetujui oleh Majelis Hakim dalam putusannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan H. Muh. Anshar Madjid, yang diwawancarai pada tanggal 14 Februari 2018, bahwa :
“Tidak ada satupun saksi yang dapat memastikan bahwa akun Kadir Ku Saja adalah akun milik terdakwa. Mereka hanya melihat dari foto profil saja. Hal ini tidak dapat dijadikan dasar bahwa akun tersebut adalah milik Kadir Sijaya.”
Berdasarkan hal tersebut, penilaian terhadap keterangan yang diberikan oleh seorang saksi adalah bebas, artinya seorang hakim bebas
s 75
untuk menerima atau menolak isi keterangan seorang saksi yang diberikan dipersidangan. Dalam menilai keterangan seorang saksi, hakim harus bersungguh-sungguh memperhatikan :52
1) Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain.
2) Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain.
3) Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan tertentu.
4) Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.
Sehubungan dengan apa yang dinyatakan oleh ketiga saksi, yaitu H. Zulkifli Gani Ottoh, H. Mappiar HS., dan Selly Lestari dalam persidangan dan fakta-fakta yang terungkap, maka jika dihubungkan dengan ketentuan Pasal 185 Ayat (5) KUHAP, pendapat maupun rekaan yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan merupakan keterangan saksi. Hal ini dikarenakan ketiga saksi tersebut memberikan keterangan bahwa akun Kadir Ku Saja adalah milik terdakwa dari foto profilnya saja, bukan dengan melihat langsung bahwa akun tersebut memang benar-benar digunakan oleh terdakwa. Oleh karena itu, Hakim H. Muh. Anshar Madjid menyatakan bahwa :
“Setiap keterangan saksi yang bersifat pendapat atau hasil pemikiran saksi harus dikesampingkan dari pembuktian dalam membuktikan kesalahan terdakwa. Keterangan yang berasal dari pendapat dan pemikiran pribadi saksi, tidak dapat dinilai sebagai alat bukti.”
52 Ibid. Hal. 38.
Keterangan saksi yang tidak dapat dinilai sebagai alat bukti juga dapat dilihat dalam Putusan Mahkamah Agung tanggal 15 Maret 1984 Reg. No. 20 PK/Pid/1983. Dalam putusan ini ditegaskan bahwa :53
“Orang tua terdakwa, polisi, dan jaksa hanya menduga, tapi dugaan itu semua hanya merupakan kesimpulan sendiri-sendiri yang tidak didasarkan pada alat-alat bukti yang sah”.
Penulis sepakat dengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar yang menolak isi keterangan saksi tentang kepemilikan akun Kadir Ku Saja, karena saksi hanya mengambil kesimpulan sendiri dengan melihat foto profil akun saja, dimana foto seseorang saat ini mudah didapatkan, karena kebebasan mengakses foto di media sosial seseorang.
Terdakwa S. Kadir Dg. Sijaya juga mengajukan 2 (dua) orang saksi yang meringankan (a de charge), yaitu :
1) Muhammad Said Welikin.
2) Hasdar Sikki.
Kedua saksi yang diajukan oleh terdakwa di atas memberikan keterangan bahwa akun milik terdakwa adalah Kadir Sijaya, bukan Kadir Ku Saja.
Keterangan inilah yang dibenarkan oleh terdakwa S. Kadir Dg. Sijaya.
b. Keterangan ahli
Penuntut Umum dan terdakwa S. Kadir Dg. Sijaya mengajukan ahli di persidangan ini. Penuntut umum mengajukan 2 (dua) ahli yaitu David G.
Manuputty dan Albert Aruan, sedangkan terdakwa mengajukan 1 (satu)
53 M. Yahya Harahap. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP;
Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan kembali. Sinar Grafika. Jakarta. 2009. Hal. 287.
s 77
orang ahli, yaitu Donny Budi Utoyo. Kedua ahli yang diajukan oleh Penuntut Umum meneliti posting-an akun Kadir Ku Saja dan menyatakan bahwa posting-an tersebut merupakan pencemaran nama baik terhadap H. Zulkifli Gani Ottoh. Sedangkan ahli dari terdakwa, yaitu Donny Budi Utoyo memberikan keterangan yang meringankan terdakwa dan pendapat inilah yang digunakan oleh Majelis Hakim dalam memutus perkara ini.
Donny Budi Utoyo menyatakan bahwa :
“Barang bukti berupa print out/print screen terhadap perkara ini harus dikomparasikan dengan sumber aslinya terlebih dahulu (validasi) terhadap isi atau konten dari print out tersebut, karena print out tersebut dapat dihapus/diedit atau mungkin akunnya tersebut di-hack oleh orang lain. Untuk memvalidasikan terhadap print out tersebut, harus divalidasikan dengan akun yang lain (satu atau dua atau lebih akun yang lain atau dapat dengan menggunakan Digital Forensik, akan tetapi untuk melakukan Digital Forensik hanya terbatas untuk perkara yang berhubungan dengan terorisme, pornografi (seperti pedofilia), dan yang mengancam nyawa.”
Pendapat di atas yang dijadikan dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara tersebut, dimana Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar sependapat bahwa akun Kadir Ku Saja yang membuat posting-an yposting-ang memuat pencemarposting-an nama baik terhadap H. Zulkifli Gposting-ani Ottoh di-hack dan barang bukti dalam perkara tersebut dapat dilakukan pengeditan walaupun tidak memiliki keahlian tersebut, karena pengeditan dapat dilakukan melalui aplikasi. Dalam Pasal 186 KUHAP dinyatakan bahwa keterangan seorang ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Kekuatan alat bukti keterangan ahli bersifat bebas karena tidak mengikat seorang hakim untuk memakainya apabila bertentangan dengan keyakinannya. Guna keterangan ahli di persidangan
merupakan alat bantu bagi hakim untuk menemukan kebenaran, dan hakim bebas mempergunakan sebagai pendapatnya sendiri atau tidak.
Namun dalam perkara Putusan Nomor 1043/Pid.Sus/2016/PN.Mks ini, Majelis Hakim menggunakan pendapat ahli dari Donny Budi Utoyo untuk menemukan kebenaran.
c. Keterangan terdakwa
Keterangan terdakwa sebagaimana ketentuan Pasal 189 Ayat (1) KUHAP adalah apa yang terdakwa nyatakan di sidang pengadilan tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.
Dalam Putusan Nomor 1043/Pid.Sus/2016/PN. Mks, berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan tidak ada hal yang membuktikan dakwaan Penuntut Umum bahwa terdakwa S. Kadir Dg. Sijaya secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pencemaran nama baik sebagaimana didakwakan dalam dakwaan tunggal terhadap saksi korban H. Zulkifli Gani Ottoh, sehingga Majelis Hakim Pengadilan Neeri Makassar menjatuhkan putusan bebas terhadap terdakwa. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Hakim H. Muh. Anshar Madjid, bahwa :
“Dari keterangan para saksi dan barang bukti yang dihadirkan ke persidangan, maka tidak dapat membuktikan terdakwa bersalah telah melakukan tindak pidana pencemaran nama baik dan terdakwa pun tidak mengakui telah melakukan hal-hal yang dituduhkan.”
Kedudukan terdakwa menurut Trapman yaitu een subjective beoordeling ven een subjective positive. Maksudnya kedudukan terdakwa bebas untuk mengambil sikap dalam sidang, artinya ia hanya mengambil sikap untuk membela kepentingannya sendiri ia boleh dusta, boleh
s 79
menyangkal setiap tuduhan dan ini semuanya untuk kepentingannya sendiri. Jika dikaitkan dengan ketentuan Pasal 189 Ayat (4) KUHAP, keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan
harus disertai alat bukti lain. Dengan demikian, meskipun terdakwa S. Kadir Dg. Sijaya mengaku, tetap harus dibuktikan dengan alat bukti
lain. Hal ini dikarenakan yang dicari dalam perkara ini adalah kebenaran material. Oleh karena itu, pengakuan terdakwa tidak menghilangkan syarat minimum pembuktian. Penulis berpendapat bahwa pengakuan terdakwa dapat menambah keyakinan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar, sebagaimana diketahui bahwa hukum di Indonesia menganut hukum pembuktian negatif, yakni diperlukan adanya keyakinan hakim terhadap suatu perkara.
d. Barang bukti
Barang bukti dalam perkara pidana adalah barang bukti mengenai mana delik tersebut dilakukan (objek delik) dan barang dengan mana delik dilakukan (alat yang dipakai untuk melakukan delik), termasuk juga barang yang merupakan hasil dari suatu delik. Di dalam KUHAP sendiri tidak dinyatakan secara jelas mengenai pengertian barang bukti. Namun dalam Pasal 39 Ayat (1) KUHAP disebutkan mengenai apa saja yang dapat disita, yaitu :
1) Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;
2) Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
3) Benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana;
4) Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
5) Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
Dari cara mendapatkan barang bukti tersebut dapatlah ditarik kesimpulan bahwa pengertian barang bukti adalah hasil serangkaian tindakan penyidik dalam penyitaan, dan/atau penggeledahan dan/atau pemeriksaan surat untuk mengambi alih dan/atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan.54
Barang bukti dalam perkara ini adalah 15 (lima belas) lembar dokumen elektronik berupa print screen/print out facebook. Barang bukti ini berkaitan erat dengan tindak pidana pencemaran nama baik yang dilakukan melalui akun Kadir Ku Saja di Grup Facebook yang bernama MEDSOS WARTAWAN INDONESIA, sedangkan media elektronik yang
54 Hari Sasangka dan Lily Rosita. Op. Cit.. Hal. 99.
s 81
digunakan dalam membuat posting-an tersebut adalah facebook. Jika dikaitkan dengan barang bukti atau benda yang dapat disita dalam Pasal 39 Ayat (1) KUHAP, maka barang bukti berupa print screen/print out facebook tidak relevan dijadikan barang bukti, karena print screen/print out facebook bukanlah benda yang diperoleh dari terdakwa S. Kadir Dg.
Sijaya, melainkan diajukan sendiri oleh saksi korban H. Zulkifli Gani Ottoh pada saat melaporkan perbuatan terdakwa.
UU ITE juga tidak mengatur secara jelas mengenai barang bukti, namun hanya mengatur mengenai alat bukti yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari barang bukti. Dalam Pasal 5 UU ITE disebutkan bahwa :
“(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
(3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini.
(4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) tidak berlaku untuk :
a. surat yang menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
b. surat beserta dokumennya yang menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk akta notariil atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.”
Selanjutnya ketentuan Pasal 6 UU ITE menyatakan bahwa :
“Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 Ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat
diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.”
Berdasarkan aturan di atas, barang bukti berupa print screen/print out facebook tidak relevan dijadikan sebagai barang bukti dalam perkara ini, karena media yang digunakan untuk membuat posting-an yang ada dalam print screen/print out facebook tersebut tidak diketahui, apakah benar-benar dari alat elektronik (handphone atau komputer) milik terdakwa S. Kadir Dg. Sijaya. Penuntut Umum seharusnya dapat memastikan bahwa akun Kadir Ku Saja adalah milik terdakwa S. Kadir Dg. Sijaya, dengan menghadirkan 2 (dua) orang atau lebih saksi yang benar-benar mengetahui dengan pasti akun dari terdakwa tersebut, namun saksi yang dihadirkan sama sekali tidak dapat memberikan keterangan yang meyakinkan Majelis Hakim. Selain itu, untuk membuktikan kebenaran dari siapa pemilik akun dari Kadir Ku Saja, seharusnya dilakukan melalui pemeriksaan Digital Forensik oleh ahli ITE dan memastikan apakah posting-an di grup facebook MEDSOS WARTAWAN INDONESIA tersebut adalah berasal dari alat elektronik milik S. Kadir Dg. Sijaya. Akan tetapi seperti yang disampaikan oleh Donny Budi Utoyo, pemeriksaan Digital Forensik tidak dapat digunakan dalam perkara ini, karena tidak berhubungan dengan terorisme, pornografi (seperti pedofilia), dan yang mengancam nyawa.
Vonis bebas dalam Putusan Nomor 1043/Pid.Sus/2016/PN Mks. Ini berdasarkan hasil pemeriksaan sidang bahwa terdakwa S. Kadir Dg.
Sijaya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan
s 83
sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan tunggal. Van Bemmelen menyatakan bahwa :55
“Putusan bebas dijatuhkan jika hakim tidak memperoleh keyakinan mengenai kebenaran (d.k.l. mengenai pertanyaan apakah terdakwa telah melakukan perbuatan yang didakwakan) atau ia yakin bahwa apa yang didakwakan tidak atau setidak-tidaknya bukan terdakwa ini yang melakukannya).”
Dalam perkara Putusan Nomor 1043/Pid.Sus/2016/PN.Mks, unsur
“dengan sengaja atau tanpa hak” tidak dapat dibuktikan pada terdakwa S. Kadir Dg. Sijaya, sehingga menurut Penulis penjatuhan vonis bebas
oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar sudah tepat sebagaimana ketentuan dalam Pasal 191 Ayat (1) KUHAP.
Putusan Nomor 1043/Pid.Sus/2016/PN Mks yang memuat tentang perkara pencemaran nama baik terhadap saksi korban, H. Zulkifli Gani Ottoh oleh terdakwa S. Kadir Dg. Sijaya ini diputus bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar, karena tidak terpenuhinya unsur-unsur dari dakwaan Penuntut Umum. Berkaitan dengan hal ini, Penulis berpendapat bahwa tindak pidana pencemaran nama baik yang di dalam KUHP disebut sebagai tindak pidana penghinaan adalah tindak pidana yang berkaitan erat dengan tindakan menyerang nama baik dan/atau kehormatan seseorang yang sifatnya sangat subyektif dan sangat sulit diukur.
Ketentuan mengenai penghinaan ditujukan untuk melindungi kepentingan kehormatan dan nama baik individu sebagai bentuk hak
55 Andi Hamzah. Op. Cit.. Hal. 281.
asasi manusia. Tetapi perlindungan tersebut perlu dilihat juga dari pandangan umum atau masyarakat apakah suatu perbuatan dianggap telah menyerang kehormatan dan/ atau nama baik seseorang. Oleh karena itu, unsur kepentingan umum memegang peranan penting untuk menentukan apakah suatu tindakan dianggap sebagai perbuatan penghinaan atau pencemaran nama baik. Hal tersebut dapat dilihat dari ketentuan Pasal 310 Ayat (3) KUHP yang menyatakan bahwa :
“Tidak termasuk menista atau menista dengan tulisan, jika ternyata bahwa si pembuat melakukan hal itu untuk kepentingan umum atau lantaran terpaksa perlu untuk mempertahankan dirinya sendiri.”
Sementara itu, untuk alasan membela diri yang dilakukan oleh terdakwa S. Kadir Dg. Sijaya diperlukan 2 (dua) syarat. Pertama, harus dibuktikan terlebih dahulu apakah posting-an akun Kadir Ku Saja merupakan perbuatan S. Kadir Dg. Sijaya. Perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai serangan yang bersifat melawan hukum, dimana serangan itu amat merugikan kepentingan hukumnya. Oleh karena itu, S. Kadir Dg.
Sijaya harus membela diri terhadap tuduhan tersebut. Kedua, apa yang dituduhkan tidak benar. S. Kadir Dg. Sijaya harus dapat membuktikan bahwa ia hanya dituduh melakukan tindak pidana pencemaran nama baik terhadap H. Zulkifli Gani Ottoh, sedangkan ia tidak melakukan hal tersebut.
s 85
Berdasarkan uraian di atas, terdapat 3 (tiga) catatan penting dalam pencemaran nama baik, termasuk dalam perkara serupa dengan tindak pidana yang didakwakan kepada S. Kadir Dg. Sijaya, yakni :56
a. Delik dalam pencemaran nama baik merupakan delik subyektif yang artinya penelitian terhadap pencemaran sangat bergantung pada pihak yang diserang nama baiknya. Oleh karenanya, delik dalam pencemaran merupakan delik aduan yang hanya bisa diproses oleh pihak yang berwenang jika ada pengaduan dari korban pencemaran.
b. Pencemaran nama baik merupakan delik penyebaran. Artinya, substansi yang berisi pencemaran disebarluaskan kepada umum atau dilakukan di depan umum oleh pelaku.
c. Orang yang melakukan pencemaran nama baik dengan menuduh suatu hal yang dianggap menyerang nama baik seseorang atau pihak lain harus diberikan kesempatan untuk membuktikan tuduhan itu.
Pembuktian atas tindak pidana pencemaran nama baik seperti yang terjadi dalam perkara Putusan Nomor 1043/Pid.Sus/2016/PN Mks.
antara H. Zulkifli Gani Ottoh dan S. Kadir Dg. Sijaya memanglah tidak mudah untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan media internet yang digunakan untuk melakukan tindak pidana ini membutuhkan suatu pembuktian seperti Digital Forensik untuk mengetahui apakah pemilik akun Kadir Ku Saja benar-benar milik terdakwa atau bukan. Selain itu, hal lain yang sangat penting adalah peningkatan dari sumber daya manusia
56 Sudirman Tebba. Hukum Media Massa Nasional. Pustaka Irvan. Ciputat. 2006.
Hal. 20.