• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI INTERNET (Studi Kasus Nomor : 1043/Pid.Sus/2016/PN.Mks)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI INTERNET (Studi Kasus Nomor : 1043/Pid.Sus/2016/PN.Mks) "

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

s i

SKRIPSI

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI INTERNET

(Studi Kasus Nomor : 1043/Pid.Sus/2016/PN.Mks)

OLEH :

MUHAMMAD AKMAL B11112321

BAGIAN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN

2018

(2)

HALAMAN JUDUL

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI INTERNET

(Studi Kasus Nomor : 1043/Pid.Sus/2016/PN.Mks)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Tugas Akhir dalam untuk Meraih Gelar Sarjana Hukum pada Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

OLEH :

MUHAMMAD AKMAL B11112321

BAGIAN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2018

(3)

s iii

PENGESAHAN SKRIPSI

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI INTERNET (Studi Kasus Nomor : 1043/Pid.Sus/2016/PN.Mks)

Disusun dan diajukan oleh MUHAMMAD AKMAL

B111 12 321

Telah dipertahankan dihadapan panitia ujian skripsi yang dibentuk dalam rangka penyelesaian studi program sarjana

Bagian Hukum Pidana Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Pada Jumat, 30 November 2018 dan Dinyatakan Diterima

Panitia Ujian

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Andi Muhammad Sofyan, S.H., M.H

Dr. Amir, Ilyas, S.H., M.H NIP. 19620105 1986801 1 001 NIP. 19800710 200604 1 001

Ketua Program Studi Sarjana Ilmu Hukum Dr. Maskun, S.H., LL.M

NIP. 19761129 199903 1 005

(4)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Muhammad Akmal

Nomor Induk Mahasiswa : B111 12 321 Jenjang Pendidikan : S1

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Internet (Studi Kasus Nomor:1043/PID.SUS/2016/PN.MKS)” adalah BENAR merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan tulisan atau pemikiran orang lain.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan isi Skripsi ini hasil karya orang lain atau dikutip tanpa menyebut sumbernya, maka saya bersedia menerima sanksi perbuatan tersebut.

Makassar, November 2018

MUHAMMAD AKMAL

(5)

s v

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Diterangkan bahwa skripsi mahasiswa :

Nama : Muhammad Akmal

NIM : B11112321

Bagian : Hukum Pidana

Judul : Tinjauan Yuridis terhadap Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Internet (Studi Kasus Nomor 1043/Pid.Sus/2016/PN. Mks)

Memenuhi syarat untuk diajukan dalam ujian skripsi.

Makassar, Maret 2018

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. A. Muh. Sofyan, S.H., M.H. Dr. Amir Ilyas, S.H., M.H.

NIP. 19620105 1986801 1 001 NIP. 19800710 200604 1 001

(6)

PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN

(7)

s vii

ABSTRAK

MUHAMMAD AKMAL (B11112321), Tinjauan Yuridis terhadap Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Internet (Studi Kasus Nomor : 1043/Pid.Sus/2016/PN.Mks). Dibimbing oleh Andi Sofyan sebagai Pembimbing I dan Amir Ilyas sebagai Pembimbing II.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk tindak pidana pencemaran nama baik melalui media internet ditinjau dari perspektif hukum pidana dan dasar pertimbangan hakim terhadap penerapan hukum Pasal 45 Ayat (1) Jo. Pasal 27 Ayat (3) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dalam putusan Nomor 1043/Pid.Sus/2016/PN. Mks.

Penelitian ini dilaksanakan di Pengadilan Negeri Makassar dengan menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara penelitian lapangan (field research).

Berdasarkan hasil penelitian, bentuk tindak pidana pencemaran nama baik melalui internet ditinjau dari perspektif hukum pidana merupakan tindak pidana penghinaan yang diatur dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP sebagai genus delict yang mensyaratkan adanya pengaduan (klacht) untuk dapat dituntut dan harus juga diperlakukan terhadap perbuatan yang dilarang. Karena Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik merupakan peraturan khusus dari KUHP sebagaimana asas hukum lex spesialis derogate lex generalis yang mengatur mengenai pencemaran nama baik di dalam Pasal 27 Ayat (3) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, maka tindak pidana pencemaran nama baik menggunakan Pasal 27 Ayat (3) Jo. Pasal 45 Ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai dasar hukum untuk menjatuhkan pidana pencemaran nama baik tersebut. Selain itu, dasar pertimbangan hakim terhadap penerapan hukum Pasal 45 Ayat (1) Jo. Pasal 27 Ayat (3) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dalam putusan Nomor 1043/Pid.Sus/2016/PN. Mks adalah didasarkan pada alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 Ayat (1) KUHAP, yakni berdasarkan proses pemeriksaan keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan terdakwa sampai pada barang bukti berupa Print Screen/Print Out Facebook yang tidak dapat membuktikan unsur kesengajaan terhadap terdakwa S. Kadir Dg. Sijaya dalam dakwaan tunggal, sehingga menimbulkan keyakinan Majelis Hakim untuk menjatuhkan vonis bebas terhadap terdakwa.

Kata Kunci : Tindak pidana, pencemaran nama baik, internet, putusan

(8)

ABSTRACT

MUHAMMAD AKMAL (B11112321), Juridical Review of Internet Defamation Crime (Case Study Number: 1043/Pid.Sus/2016/PN. Mks).

Supervised by Andi Sofyan as Supervisor I and Amir Ilyas as Supervisor II.

This study aims to determine the form of criminal defamation through the internet media viewed from the perspective of criminal law and the basis of judges' consideration of the application of the law Article 45 Paragraph (1) Jo. Article 27 Paragraph (3) of Law Number 11 Year 2008 regarding Information and Electronic Transactions (ITE) in Decision Number 1043 / Pid.Sus / 2016 / PN. Mks.

This research was conducted in Makassar District Court by using data collecting technique by field research.

Based on the results of the research, the form of criminal defamation through the internet is viewed from the perspective of criminal law is an offense of crime stipulated in Article 310 and Article 311 of the Criminal Code as a genus of delict which requires a complaint (klacht) to be prosecuted and must also be treated against banned. Because Law Number 19 Year 2016 on Information and Electronic Transactions is a special regulation of the Criminal Code as the legal principle of lex specialist derogate lex generalis which regulates defamation in Article 27 Paragraph (3) of Law Number 19 Year 2016 regarding Information and Electronic Transactions, then the criminal defamation act using Article 27 Paragraph (3) Jo. Article 45 Paragraph (1) of Law Number 19 Year 2016 concerning Electronic Information and Transaction as the legal basis for the imposition of criminal defamation. In addition, the basis of judges' consideration of the application of the law Article 45 Paragraph (1) Jo.

Article 27 Paragraph (3) of Law Number 11 Year 2008 regarding Information and Electronic Transactions (ITE) in Decision Number 1043/

Pid.Sus/2016/PN. Mks is based on evidence as stipulated in Article 184 Paragraph (1) Criminal Procedure Code, which is based on the examination process of witness testimonies, expert information, testimony of the defendant to the evidence in the form of Print Screen / Print Out Facebook which can not prove deliberate element against defendant S.

Kadir Dg. Sijaya in a single indictment, thus raising the Judge's conviction to impose a free verdict against the defendant.

Keywords: Crime, defamation, internet, verdict

(9)

s ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang dengan kuasaNYA, maka Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan skripsi ini Penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga penyelesaiannya dapat terealisir sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.

Dalam kesempatan ini Penulis dengan tulus menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Bapak Prof. Dr. Andi Muhammad Sofyan, S.H., M.H selaku Pembimbing I yang telah memberikan arahan dan masukan yang sangat berharga dalam penyusunan skripsi ini, dan juga kepada Bapak Dr. Amir Ilyas, S.H., M.H selaku Pembimbing II yang tidak bosan-bosannya membimbing Penulis dalam penulisan skripsi ini.

Terima kasih yang dalam juga disampaikan kepada Ibu Prof. Dr.

Faridah, SH, MH, selaku Dekan Fakultas Hukum, Bapak Prof. Dr.

Hamzah Halim, SH, MH, selaku Wakil Dekan I serta kepada seluruh staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang telah memberikan tetesan ilmu pengetahuan hukum kepada Penulis.

Secara khusus ucapan terima kasih yang teramat dalam dan dengan rasa hormat yang setinggi-tingginya, Penulis haturkan kehadapan kedua orangtua saya yang telah mendidik, mengayomi dan memberikan dorongan moril dan materil disertai doa tulus ikhlas untuk kesuksesan Penulis, serta saudara-saudaraku yang selalu memberi dorongan dan petunjuk hingga dapat merampungkan program S-1.

Keluarga Cemara (KeCe), Utiya Dieni Rusyada, SH, MH, Maharani Zefrina Rahmatullah, Nurwahyuni, Indah Dwi, Miftahul, Nisa, Naya, Titin,

(10)

Ara, Vira, Alifya, Kiki, dan Nyoman, yang sangat membantu saat pengurusan berkas-berkas skripsi serta selalu hadir saat ujian.

Bak kata pepatah “tak ada gading yang tak retak”. Agaknya seperti itu pula skripsi ini yang masih jauh dari bentuk yang sempurna disebabkan karena keterbatasan diri Penulis. Karena itu Penulis mengharapkan kritik dan saran konstruktif dari sidang pembaca untuk penyempurnaannya. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu hukum.

Makassar, November 2018

MUHAMMAD AKMAL

(11)

s xi

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

PERYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... iv

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... v

PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN ………. vi

ABSTRAK... vii

ABSTRACT... viii

KATA PENGANTAR ………... ix

DAFTAR ISI... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 6

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Kegunaan Penelitian... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 9

A. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik... 9

1. Pengertian pidana... 9

2. Pengertian tindak pidana... 10

(12)

3. Unsur-unsur tindak pidana... 12

4. Jenis-jenis pemidanaan... 16

5. Tindak pidana pencemaran nama baik... 24

B. Tinjauan Umum tentang Internet... 29

1. Pengertian internet... 29

2. Sejarah singkat perkembangan internet... 30

3. Cara kerja internet... 33

C. Tinjauan Umum tentang Aturan Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik yang Berkaitan dengan Pencemaran Nama Baik... 34

1. Istilah informasi dan transaksi elektronik... 34

2. Asas dan tujuan dari aturan hukum informasi dan transaksi elektronik ... 35

3. Pengaturan pencemaran nama baik... 37

BAB III METODE PENELITIAN ... 43

A. Lokasi Penelitian... 43

B. Jenis dan Sumber Data... 43

C. Teknik Pengumpulan Data... 44

D. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 44

E. Analisis Hukum... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 46

A. Bentuk Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Internet Ditinjau dari Perspektif Hukum Pidana... 46

(13)

s xiii

B. Dasar Pertimbangan Hakim terhadap Penerapan Hukum Pasal 45 Ayat (1) Jo. Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dalam Putusan Nomor 1043/Pid.Sus/2016/

PN. Mks... 62

1. Posisi kasus... 62

2. Dakwaan Penuntut Umum... 65

3. Tuntutan Penuntut Umum... 49

4. Pertimbangan hakim terhadap penerapan hukum Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dalam Putusan Nomor 1043/Pid.Sus/2016/PN. Mks... 68

BAB V PENUTUP... 87

A. Kesimpulan... 87

B. Saran... 88

DAFTAR PUSTAKA... 89

(14)
(15)

s 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pesatnya perkembangan teknologi informasi saat ini merupakan dampak dari semakin kompleksnya kebutuhan manusia akan informasi itu sendiri. Dekatnya hubungan antara informasi dan teknologi jejaring komunikasi telah menghasilkan dunia maya yang amat luas yang biasa disebut dengan cyberspace. Teknologi ini berisikan sekumpulan informasi yang dapat diakses oleh semua orang dalam bentuk jejaring-jejaring komputer yang disebut jejaring internet. Sebagai media penyedia informasi, internet juga merupakan sarana kegiatan kegiatan komunitas komersil terbesar dan terpesat pertumbuhannya. Sistem jejaring memungkinkan setiap orang dapat mengetahui dan mengirimkan informasi secara cepat dan menghilangkan batas-batas teritorial suatu wilayah negara. Kepentingan yang bukan lagi sebatas kepentingan suatu bangsa semata, melainkan juga kepentingan regional bahkan internasional.

Perkembangan teknologi informasi yang terjadi pada hampir setiap negara telah menjadi ciri global yang mengakibatkan hilangnya batas- batas negara (borderless). Negara yang telah mempunyai infrastruktur jejaring informasi yang lebih memadai tentu telah menikmati hasil perkembangan teknologi informasinya, sedangkan negara yang sedang

(16)

berkembang dalam perkembangannya akan merasakan kecenderungan timbulnya neo-kolonialisme. 1 Hal tersebut menunjukkan adanya pegeseran paradigma, dimana jejaring informasi menjadi infrastruktur vital bagi perkembangan suatu negara. Setiap negara harus menghadapi kenyataan bahwa informasi dunia saat ini dibangun berdasarkan suatu jejaring informasi global yang ditawarkan oleh kemajuan teknologi informasi.

Kecenderungan meluasnya teknologi informasi di Indonesia yang semakin user friendly, pada akhirnya menjadikan Indonesia harus mengikuti pola tersebut. Namun selalu ada gejala negatif dari setiap fenomena perkembangan teknologi, salah satunya adalah aktivitas kejahatan. Bentuk kejahatan (crime) secara otomatis akan mengikuti perkembangan teknologi untuk kemudian beradaptasi pada tingkat perkembangan teknologi tersebut. Salah satu contoh terbesar saat ini adalah kejahatan mayantara atau biasa disebut dengan cyber crime.

Cyber crime (kejahatan mayantara) merupakan bentuk fenomena baru sebagai dampak langsung dari perkembangan teknologi dan informasi.

Beberapa sebutan diberikan pada jenis kejahatan baru ini dalam berbagai tulisan, antara lain sebagai kejahatan dunia maya (cyber-space/virtual

1 Artikel yang berjudul : Perlunya Studi Perbandingan dalam Pengembangan Teknologi Informasi di Indonesia. Diakses dari www.ristek.go.id, pada hari Senin, tanggal 6 November 2017, jam 16.30 WITA.

(17)

s 3

space offence), dimensi baru dari hi-tech crime, dimensi baru dari trans- national crime, dan dimensi baru dari white collar crime.2

Salah satu penyalahgunaan internet adalah pencemaran nama baik yang dilakukan seseorang terhadap pihak lain. Hal atau keadaan yang dikomunikasikan atau dipublikasikan lewat internet dapat dikatakan merupakan penghinaan atau pencemaran nama baik bila hal atau keadaan itu adalah tidak benar bagi pihak yang menjadi korban, baik itu merupakan sesuatu hal yang merusak reputasi ataupun yang membawa kerugian material bagi pihak korban. Publikasi atau komunikasi tentang diri pihak lain dapat dikatakan pencemaran nama baik atau penghinaan, baik dilakukan dengan kata-kata atau tulisan yang terang-terangan maupun dengan bentuk yang tersembunyi namun mengandung konotasi merusak reputasi seseorang atau suatu badan.

Kekhawatiran terhadap tindak kejahatan ini dirasakan di seluruh aspek bidang kehidupan. Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah kerangka hukum teknologi informasi dalam bentuk peraturan perundang undangan di Indonesia, belum menunjukkan efektivitas yang signifikan, dalam arti mampu menjerat pelaku kejahatan di dunia cyber. Sehingga sebagian besar pelaku kejahatan cyber di Indonesia harus bebas karena sulitnya pembuktian. Dengan kata lain, belum terdapat pilar hukum yang benar-benar mampu menangani tindsk kejahatan mayantara ini. Terlebih lagi sosialisasi mengenai hukum cyber dimasyarakat masih sangat minim

2 Arsyad Sanusi. Tebaran Pemikiran Hukum dan Konstitusi. Milestone. Jakarta. 2011.

Hal. 73.

(18)

dibandingkan dengan negara lain, seperti Malaysia, Singapura, atau Amerika Serikat yang telah mempunyai undang-undang yang menetapkan ketentuan cyber crime. Atau bahkan negara seperti India yang telah mempunyai polisi cyber.

Peraturan tentang Informasi dan Transaksi Elektronik telah resmi diundangkan sejak tahun 2008, yaitu Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, namun hasil yang signifikan belum terwujud. Terlebih pula belum tentu terdapat kesesuaian antara undang-undang yang akan dibuat dengan kondisi sosial yang terjadi di masyarakat. Referensi dari beberapa negara yang sudah menetapkan undang-undang semacam ini dirasa masih belum menjamin keberhasilan penerapan di lapangan, karena pola pemetaan yang mengatur kejahatan cyber bukan sekedar kejahatan di suatu negara, melainkan juga menyangkut kejahatan antar kawasan dan antar negara.3 Dalam perkembangan selanjutnya, undang-undang ini diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Perkara pidana yang berhubungan dengan hal di atas terjadi di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, yang telah memiliki putusan yang berkekuatan hukum tetap, yaitu Putusan Nomor 1043/Pid.Sus/2016/PN.

Mks. Dalam perkara pidana tersebut, H. Zulkifli Gani Ottoh, mantan Ketua

PWI Sulawesi Selatan, merasa terhina dengan pernyataan terdakwa,

3 Ibid. Hal. 75.

(19)

s 5

S. Kadir Dg. Sijaya, anggota PWI Sulawesi Selatan, dalam akun facebook- nya. S. Kadir Dg. Sijaya didakwa dengan Pasal 45 Ayat (1) jo. Pasal 27 Ayat (3) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, karena dianggap dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Perkara ini berawal dari dikontraknya salah satu ruangan di lantai I gedung PWI Sulawesi Selatan kepada pihak Alfamart, kemudian akun facebook yang bernama “Kadir Ku Saja” yang diduga milik S. Kadir Dg.

Sijaya mengungkapkan kekecewaannya melalui Grup “MEDSOS WARTAWAN INDONESIA” pada media sosial facebook. Pernyataan tersebut dapat diakses, dilihat, dan dibaca oleh semua pengguna facebook, sehingga H. Zulkifli Gani Ottoh merasa nama baiknya tercemar

karena disebut sebagai penjual Gedung PWI Sulsel. Pada akhirnya H. Zulkifli Gani Ottoh melaporkan terdakwa ke Polrestabes Makassar

dengan bukti print out dari facebook tersebut.

Sehubungan dengan hal di atas, berdasarkan Pasal 310 Ayat (1) KUHP, penghinaan dalam perkara di atas dapat dipidana jika penghinaan dilakukan dengan cara “menuduh seseorang telah melakukan yang tertentu”, dengan maksud tuduhan tersebut akan tersiar (diketahui orang banyak). Perbuatan yang dituduhkan tidak perlu suatu perbuatan yang boleh dihukum, seperti mencuri, menggelapkan, berzina, dan sebagainya.

(20)

Perbuatan tersebut cukup perbuatan biasa, yang sudah tentu merupakan perbuatan yang memalukan, misalnya menuduh bahwa seseorang telah berselingkuh. Dalam hal ini bukan perbuatan yang boleh dihukum, akan tetapi cukup memalukan bagi yang berkepentingan apabila diumumkan.

Tuduhan tersebut harus dilakukan dengan lisan, apabila dilakukan dengan tulisan (surat) atau gambar, maka penghinaan itu dinamakan “menista/

menghina dengan surat (secara tertulis)”, dan dapat dikenakan Pasal 310 Ayat (2) KUHP. Dari uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang penerapan ketentuan pidana terhadap tindak pidana pencemaran nama baik dengan mengambil judul “Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Internet (Studi Kasus Nomor 1043/Pid.Sus/2016/PN Mks)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis merumuskan masalah pokok untuk dipecahkan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah bentuk tindak pidana pencemaran nama baik melalui

internet ditinjau dari perspektif hukum pidana ?

2. Bagaimanakah dasar pertimbangan hakim terhadap penerapan hukum Pasal 45 Ayat (1) Jo. Pasal 27 Ayat (3) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dalam putusan Nomor 1043/Pid.Sus/2016/PN. Mks ?

(21)

s 7

C. Tujuan Penelitian

Sesuai pokok-pokok permasalahan Penulis, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bentuk tindak pidana pencemaran nama baik melalui media internet ditinjau dari perspektif hukum pidana.

2. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim terhadap penerapan hukum Pasal 45 Ayat (1) Jo. Pasal 27 Ayat (3) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dalam putusan Nomor 1043/Pid.Sus/2016/PN. Mks.

D. Kegunaan Penelitian

1. Secara akademis

a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi kajian ilmu pengetahuan khususnya di bidang Hukum Pidana.

b. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan rujukan untuk memahami secara khusus tentang tindak pidana penghinaan.

c. Diharapkan penelitian ini dapat melatih dan mempertajam daya analisis terhadap persoalan dinamika hukum yang terus berkembang seiring perkembangan zaman dan teknologi terutama dalam tindak pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik melalui internet.

d. Diharapkan penelitian ini akan menjadi literatur dalam hukum Pidana pada umumnya dan tindak pidana penghinaan pada khususnya.

(22)

2. Secara praktis

a. Diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran kepada praktisi hukum dan masyarakat pada umumnya yang ingin memahami lebih mendalam tentang tindak pidana penghinaan.

b. Diharapkan dapat menjadi salah satu topik dalam diskusi lembaga lembaga mahasiswa pada khususnya dan civitas akademika pada umumnya.

(23)

s 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik

1. Pengertian pidana

Tata hukum merupakan seperangkat norma-norma yang menunjukkan apa yang harus dilakukan atau yang harus terjadi.4 Pada hakekatnya, hukum tidak lain adalah perlindungan kepentingan manusia, yang berbentuk kaidah atau norma.5 Salah satu bentuk perlindungan kepentingan manusia tersebut adalah dengan pidana. Pidana berasal dari kata straf (Belanda), yang pada dasarnya dapat dikatakan sebagai suatu penderitaan (nestapa) yang sengaja dikenakan/dijatuhkan kepada seseorang yang telah terbukti bersalah melakukan suatu perbuatan pidana.

Perbuatan pidana adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menimbulkan peristiwa pidana atau perbuatan yang melanggar hukum pidana dan diancam dengan hukuman.6 Hukum pidana menentukan sanksi terhadap setiap pelanggaran hukum yang dilakukan.

Sanksi itu pada prinsipnya merupakan penambahan penderitaan dengan sengaja. Penambahan penderitaan dengan sengaja ini pula yang menjadi pembeda terpenting antara hukum pidana dengan hukum yang lainnya.

4 Satjipto Rahardjo. Hukum dan Masyarakat. Angkasa. Bandung. 1980. Hal. 48.

5 Sudikno Mertokusumo. Bunga Rampai Ilmu Hukum. Liberty. Yogyakarta. 1984. Hal 1.

6 Yulies Tiena Masriani. Pengantar Hukum Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta. 2008.

Hal. 63.

(24)

2. Pengertian tindak pidana

Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah Strafbaarfeit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana sering mempergunakan istilah dellik, sedangkan pembuat undang-undang merumuskan suatu undang-undang mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau tindak pidana. 7 Delik yang dalam bahasa Belanda di sebut strafbaarfeit terdiri atas tiga kata, yaitu straf, baar, dan feit. Yang masing-masing memiliki arti :

- Straf diartikan sebagai pidana dan hukum, - Baar diartikan sebagai dapat dan boleh,

- Feit diartikan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan.

Jadi istilah Strafbaarfeit adalah peristiwa yang dapat dipidana atau perbuatan yang dapat dipidana. Sedangkan delik dalam bahasa asing disebut delict yang artinya suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman (pidana).

Andi Hamzah dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana memberikan definisi mengenai delik, yakni :

“Delik adalah suatu perbuatan atau tindakan yang terlarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang (pidana).”8

S.R. Sianturi menggunakan delik sebagai tindak pidana. Jelasnya, Sianturi memberikan rumusan sebagai berikut :

7 Amir Ilyas. Asas-Asas Hukum Pidana. Rangkang Education Yogyakarta & PuKAP- Indonesia. Yogyakarta. 2012. Hal. 18.

8 Ibid. Hal. 19.

(25)

s 11

“Tindak pidana adalah sebagai suatu tindakan pada, tempat, waktu, dan keadaan tertentu yang dilarang (atau diharuskan) dan diancam dengan pidana oleh undang-undang bersifat melawan hukum, serta dengan kesalahan dilakukan oleh seseorang (yang bertanggungjawab).” 9

Sianturi berpendapat bahwa istilah tindak pidana merupakan singkatan dari kata “tindakan” artinya pada orang yang melakukan tindakan dinamakan sebagai penindak. Tindakan apa saja dilakukan semua orang, akan tetapi dalam banyak hal suatu tindakan hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu, misalnya menurut golongan kelamin.

Sianturi menjelaskan bahwa menurut golongan kelamin misalnya wanita atau pria sedangkan menurut golongan dalam pekerjaan misalnya seperti buruh, pegawai dan lain sebagainya. Jadi status/ klasifikasi seorang penindak menurut Sianturi haruslah dicantumkan unsur “barang siapa”.10

Moeljatno memakai istilah perbuatan pidana untuk kata delik.

Menurut beliau kata tindak lebih sempit cakupannya daripada perbuatan.

Kata “tindak” tidak menunjukkan pada hal yang abstrak seperti perbuatan, tetapi hanya menyatakan keadaan yang konkrit. E Utrecht memakai istilah

“peristiwa pidana” karena yang ditinjau adalah peristiwa (feit) dari sudut hukum pidana. Adapun Tirtaamidjaja menggunakan istilah “pelanggaran pidana” untuk kata “delik”.11

Maksud dan tujuan diadakannya istilah tindak pidana, perbuatan pidana, maupun peristiwa pidana dan sebagainya itu adalah untuk

9 Ibid. Hal. 22.

10 Ibid. Hal. 23.

11 Leden Marpaung. Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana. Sinar Grafika. Jakarta. 2009.

Hal. 7.

(26)

mengalihkan bahasa dari istilah straafbaarfeit dimaksudkan untuk mengalihkan makna dan pengertiannya, juga oleh karena kalangan ahli hukum belum jelas dan terperinci menerangkan pengertian istilah, ataukah sekedar mengalihkan bahasanya.12 Penulis menyimpulkan bahwa delik atau tindak pidana merupakan segala tindakan yang memenuhi rumusan dalam undang-undang dan diancam dengan sanksi pidana.

Kata ‘pidana’ pada umumnya diartikan sebagai hukum, sedangkan

“pemidanaan” diartikan sebagai penghukuman. Pemidanaan adalah suatu proses atau cara untuk menjatuhkan hukuman/sanksi terhadap orang yang telah melakukan tindak kejahatan (rechtsdelict) maupun pelanggaran (wetsdelict). Pidana dan pemidanaan ialah suatu perasaan tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar undang-undang hukum pidana. Penjatuhan pidana dan pemidanaan dapat dikatakan cermin peradilan pidana. Apabila proses peradilan yang misalnya berakhir dengan penjatuhan pidana itu berjalan sesuai asas peradilan, niscaya peradilan itu dinilai baik, begitupula sebaliknya.13

3. Unsur-unsur tindak pidana

Dalam hukum pidana dikenal 2 (dua) pandangan tentang unsur perbuatan pidana, yaitu pandangan monoistis dan pandangan dualistis.

Pandangan Monoistis adalah suatu pandangan yang melihat syarat, untuk adanya pidana harus mencakup dua hal yakni sifat dan perbuatan.

12 Amir Ilyas. Op. Cit.. Hal. 26.

13 Bambang Waluyo. Pidana dan Pemidanaan. Sinar Grafika. Jakarta. 2008. Hal. 34.

(27)

s 13

Sedangkan pandangan Dualistis adalah pandangan yang memisahkan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana.

Dari batasan yang dibuat Jonkers (penganut paham monoisme) dapat dirinci unsur-unsur tindak pidana adalah :

a. Perbuatan (yang);

b. Melawan hukum (yang berhubungan dengan);

c. Kesalahan (yang dilakukan oleh orang yang dapat);

d. Dipertanggungjawabkan.14

Sementara Moeljatno yang berpandangan dualistis menerjemahkan strafbaarfeit dengan perbuatan pidana dan menguraikannya sebagai berikut :

“Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum dan larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut.”15

Unsur-unsur tindak pidana secara garis besar dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian yaitu unsur yang bersifat subyektif dan unsur yang bersifat obyektif. Unsur subyektif itu adalah unsur-unsur yang melekat pada diri pelaku atau yang berhubungan dengan si pelaku, dan termasuk kedalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung dalam hatinya. Adapun yang termasuk unsur-unsur subjektif antara lain :16

14 Adami Chazawi. Op. Cit.. Hal. 81.

15 Amir Ilyas. Op. Cit.. Hal. 41.

16 Ibid. Hal. 193-194.

(28)

a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa).

b. Maksud atau fenomena pada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud dalam Pasal 3 Ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP).

c. Macam-macam maksud atau oogmerk, misalnya di dalam kejahatan- kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain.

d. Merencanakan terlebih dahulu atau voothedachte read, seperti yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan sesuai Pasal 340 KUHP.

e. Perasaan takut atau depresi, seperti yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.

Unsur obyektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan dan tindakan-tindakan pelaku. Adapun yang termasuk unsur-unsur objektif antara lain :17

a. Sifat melanggar hukum atau wederrechtehjkheid.

b. Kualitas dan si pelaku, misalnya "keadaan sebagai seorang pegawai negeri" di dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau

"keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas" di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP.

c. Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.

Unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan ke dalam tiga bagian yaitu :

17 Ibid.

(29)

s 15

a. Ada perbuatan (mencocoki rumusan delik), artinya perbuatan tersebut merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang. Jika perbuatan yang dilakukan oleh pelaku tidak memenuhi rumusan undang-undang atau belum diatur dalam suatu undang-undang maka perbuatan tersebut bukanlah perbuatan yang bisa dikenai ancaman pidana.

b. Melawan hukum, menurut Simons, melawan hukum diartikan sebagai

“bertentangan dengan hukum”, bukan saja terkait dengan hak orang lain (hukum subjektif), melainkan juga mencakup Hukum Perdata dan Hukum Administrasi Negara. Sifat melawan hukum dapat dibagi menjadi 4 (empat) jenis, yaitu :18

1) Sifat melawan hukum umum

Ini diartikan sebagai syarat umum untuk dapat dipidana yang tersebut dalam rumusan pengertian perbuatan pidana. Perbuatan pidana adalah kelakuan manumur yang termasuk dalam rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dapat dicela.

2) Sifat melawan hukum khusus

Ada kalanya kata “bersifat melawan hukum” tercantum secara tertulis dalam rumusan delik. Jadi sifat melawan hukum merupakan syarat tertulis untuk dapat dipidana. Sifat melawan hukum yang menjadi bagian tertulis dari rumusan delik dinamakan sifat melawan hukum khusus. Juga dinamakan “sifat melawan hukum facet”.

18 I Made Widnyana. Asas-Asas Hukum Pidana. PT Fikahati Aneska. Jakarta. 2010.

Hal. 57.

(30)

3) Sifat melawan hukum formal

Istilah ini berarti semua bagian yang tertulis dari rumusan delik telah dipenuhi (jadi semua syarat tertulis untuk dapat dipidana).

4) Sifat melawan hukum materiil

Sifat melawan hukum materiil berarti melanggar atau membahayakan kepentingan hukum yang hendak dilindungi oleh pembentuk undang-undang dalam rumusan delik tertentu.

c. Tidak ada alasan pembenar, meskipun suatu perbuatan yang dilakukan oleh pelaku memenuhi unsur dalam undang-undang dan perbuatan tersebut melawan hukum, namun jika terdapat “alasan pembenar”, maka perbuatan tersebut bukan merupakan “perbuatan pidana”.

4. Jenis-jenis pemidanaan

Hukum pidana merupakan hukum yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang beserta sanksi pidana yang dapat dijatuhkannya kepada pelaku.19 2 (dua) unsur pokok dari hukum pidana, yaitu pertama, adanya suatu norma, yaitu larangan atau suruhan, sedangkan yang kedua,adanya sanksi atas pelanggaran norma itu berupa ancaman dengan hukum pidana.20 Aturan mengenai pidana ini terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP). Menurut Lamintang, KUHP dahulu bernama Wetboek va Strafrecht voor Indonesia yang kemudian berdasarkan

19 Ibid. Hal.6.

20 Pipin Syarifin. Hukum Pidana di Indonesia. Pustaka Setia. Bandung. 2008. Hal. 19.

(31)

s 17

ketentuan di dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1964 kemudian diubah menjadi Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing disebut dengan toerekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada pemidanaan petindak dengan maksud untuk menentukan apakah seorang terdakwa atau tersangka dipertanggungjawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak.21

KUHP sebagai induk atau sumber utama hukum pidana telah merinci jenis-jenis pemidanaan, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 10 KUHP. Menurut ketentuan di dalam Pasal 10 KUHP, pidana pokok itu terdiri atas :22

a. Pidana mati;

b. Pidana penjara;

c. Pidana kurungan; dan d. Pidana denda.

Adapun pidana tambahan dapat berupa :23 a. Pencabutan dari hak-hak tertentu;

b. Penyitaan atau perampasan dari barang-barang tertentu; dan c. Pengumuman dari putusan hakim.

Penjelasan tentang jenis-jenis dari pidana tersebut di atas adalah sebagai berikut :

21 Utiya Dieni Rusyadah. Pers dan Pencemaran Nama Baik. Pelita Pustaka. Makassar.

2016. Hal. 63.

22 P. A. F. Lamintang. Hukum Penitensier Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta. 2010.

Hal. 35.

23 Ibid.

(32)

a. Pidana mati

Baik berdasarkan pada Pasal 69 KUHP maupun berdasarkan hak yang tertinggi bagi manusia, pidana mati adalah pidana yang terberat. 24 Walaupun pidana mati dicantumkan dalam undang-undang, namun harus dipandang sebagai tindakan darurat atau noodrecht. Oleh karena itu, dalam KUHP kejahatan-kejahatan yang diancam dengan pidana mati hanyalah pada kejahatan-kejahatan yang dipandang sangat berat saja, yang jumlahnya juga sangat terbatas, seperti :

1) Kejahatan-kejahatan yang mengancam keamanan negara (Pasal 104, Pasal 111 Ayat (2), Pasal 124 Ayat (3) jo. Pasal 129 KUHP);

2) Pembunuhan dengan berencana (Pasal 130 Ayat (3), Pasal 140 Ayat (3), Pasal 340 KUHP);

3) Kejahatan terhadap harta benda yang disertai unsur/ faktor yang memberatkan (Pasal 365 Ayat (4) dan Pasal 368 Ayat (2) KUHP).

4) Kejahatan-kejahatan pembajakan laut, sungai, dan pantai (Pasal 444 KUHP).25

Pidana mati ditunda jika terpidana sakit jiwa atau wanita yang sedang hamil, ini sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman yang mengatakan pelaksanaan pidana mati dilakukan dengan memperhatikan kemanusiaan.26

24 Adami Chazawi. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1 : Stelsel Pidana, Teori-teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana. PT Raja Grafindo Persada.

Jakarta. 2010. Hal. 29.

25 Ibid. Hal. 30.

26 Amir Ilyas. Op.Cit.. Hal. 110.

(33)

s 19

b. Pidana penjara

Pidana penjara merupakan pidana terberat kedua setelah pidana mati. Pidana penjara merupakan pidana utama di antara pidana hilang kemerdekaan. Lama pidana penjara, bisa seumur hidup dan dapat selama waktu tertentu. Pidana selama waktu tertentu, minimum (paling pendek) adalah satu hari dan maksimum (paling lama) lima belas tahun.

Maksimum lima belas tahun dapat dinaikkan menjadi dua puluh tahun apabila :

1) Kejahatan diancam dengan pidana mati.

2) Kejahatan diancam dengan pidana penjara seumur hidup.

3) Terjadi perbuatan pidana karena adanya perbarengan, residive atau karena yang ditentukan dalam Pasal 52 dan Pasal 52 bis KUHP.

4) Karena keadaan khusus, misalnya Pasal 347 Ayat (2) dan Pasal 349 KUHP.

Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-sekali tidak boleh lebih dari dua puluh tahun. Hal ini hendaknya benar-benar diperhatikan oleh pihak yang berwenang memutus perkara. Untuk menghindari kesalahan fatal ini para penegak hukum harus benar-benar mengindahkan/

memperhatikan azas-azas dan peraturan-peraturan dasar yang telah ditetapkan oleh perundang-undangan pidana kita, yaitu batas maksimum penjatuhan pidana

(34)

c. Pidana kurungan

Melihat urutannya, pidana kurungan adalah lebih ringan dari pidana penjara. Sifat lebih ringan ini jelas kelihatan dari pelaksanaannya.

Terpidana kurungan ditempatkan dalam keadaan yang lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut :

1) Terpidana penjara dapat diangkut ke mana saja untuk menjalani pidananya, sedangkan bagi yang terpidana kurungan tanpa persetujuannya tidak dapat diangkut ke suatu tempat lain di luar daerah tempat ia tinggal pada waktu itu. (Pasal 21 KUHP).

2) Pekerjaan terpidana kurungan lebih ringan dari pada pekerjaan yang diwajibkan kepada terpidana penjara. (Pasal 19 Ayat (2) KUHP).

3) Orang yang dipidana kurungan boleh memperbaiki nasibnya dengan biaya sendiri (Pasal 23 KUHP, lembaga yang diatur dalam pasal ini terkenal dengan nama pistole).

Di samping itu, lebih ringannya pidana kurungan dapat juga dilihat dari maksimum pidananya, dmana maksimum pidana kurungan adalah lebih pendek yaitu 1 tahun (dan dapat menjadi 1 tahun 4 bulan), sedangkan pidana penjara maksimum 15 tahun (dan dalam keadaan tertentu dapat menjadi 20 tahun). Sebagaimana halnya pidana penjara, pidana kurungan juga mengenal minimum umum dan maksimum umum.

Minimum pidana kurungan adalah 1 hari dan maksimum pidana kurungan adalah 1 tahun.27

27 Ibid. Hal. 113.

(35)

s 21

d. Pidana denda

Pidana denda merupakan bentuk pidana tertua bahkan lebih tua dari pidana penjara, mungkin setua dengan pidana mati. Pidana denda adalah kewajiban seseorang yang telah dijatuhi pidana denda tersebut oleh Hakim/Pengadilan untuk membayar sejumlah uang tertentu oleh karana ia telah melakukan suatu perbuatan yang dapat dipidana. Pidana denda dijatuhkan terhadap delik-delik ringan, berupa pelanggaran atau kejahatan ringan. Walaupun denda dijatuhkan terhadap terpidana pribadi, tidak ada larangan jika denda ini secara sukarela dibayar oleh orang atas nama terpidana.

Selanjutnya akan diuraikan pula jenis-jenis pidana tambahan sebagai berikut :

1) Pencabutan hak-hak tertentu

Pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak tertentu tidak berarti hak-hak terpidana dapat dicabut. Pencabutan tersebut tidak meliputi pencabutan hak-hak kehidupan, hak-hak sipil (perdata), dan hak-hak ketatanegaraan. Menurut Vos, pencabutan hak-hak tertentu itu ialah suatu pidana di bidang kehormatan, berbeda dengan pidana hilang kemerdekaan, pencabutan hak-hak tertentu dalam 2 (dua) hal, yaitu : a) Tidak bersifat otomatis, tetapi harus ditetapkan dengan keputusan

hakim;

b) Tidak berlaku seumur hidup, tetapi menurut jangka waktu menurut undang-undang dengan suatu putusan hakim.

(36)

Hakim boleh menjatuhkan pidana pencabutan hak-hak tertentu apabila diberi wewenang oleh undang-undang yang diancamkan pada rumusan tindak pidana yang bersangkutan. Tindak pidana yang diancam dengan pencabutan hak-hak tertentu dirumuskan dalam Pasal 317, Pasal 318, Pasal 334, Pasal 347, Pasal 348, Pasal 350, Pasal 362, Pasal 363, Pasal 365, Pasal 372, Pasal 374, dan Pasal 375 KUHP. Hak-hak yang dapat dicabut telah diatur dalam Pasal 35 KUHP. Sedangkan berapa lama pencabutan-pencabutan hak-hak tertentu itu dapat dilakukan oleh hakim telah diatur dalam Pasal 38 Ayat (1) KUHP.

2) Perampasan barang-barang tertentu

Adapun pidana perampasan merupakan pidana kekayaan, seperti halnya dengan pidana denda. Pidana perampasan telah dikenal sejak lama. Para Kaisar Kerajaan Romawi menerapkan pidana perampasan ini sebagai politik hukum yang bermaksud mengeruk kekayaan sebanyak- banyaknya untuk mengisi kasnya. Kemudian pidana perampasan muncul dalam WvS Belanda, dan berdasarkan konkordasi dikenal pula dalam KUHP yang tercantum dalam Pasal 39. Barang-barang yang dapat dirampas menurut ketentuan Pasal 39 Ayat (1) KUHP, antara lain :

a) Benda-benda kepunyaan terpidana yang diperoleh karena kejahatan, misal uang palsu;

b) Benda-benda kepunyaan terpidana yang telah digunakan untuk melakukan suatu kejahatan dengan sengaja, misal pisau yang digunakan terpidana untuk membunuh

(37)

s 23

Sebagaimana prinsip umum pidana tambahan, pidana perampasan barang tertentu bersifat fakultatif, tidak merupakan keharusan (imperatif) untuk dijatuhkan. Akan tetapi, ada juga pidana perampasan barang tertentu yang menjadi keharusan (imperatif), misalnya pada Pasal 250 bis KUHP (pemalsuan mata uang), Pasal 205 KUHP (barang dagangan berbahaya), Pasal 275 KUHP (menyimpan bahan atau benda, seperti surat dan sertifikat hutang, surat dagang).

Untuk pelaksanaan pidana perampasan barang apabila barang tersebut ditetapkan dirampas untuk negara, dan bukan untuk dimusnahkan terdapat dua kemungkinan pelaksanaan, yaitu apakah pada saat putusan dibacakan barang tersebut telah terlebih dahulu diletakkan dibawah penyitaan, ataukah atas barang tersebut tidak dilakukan sita.

3) Pengumuman keputusan

Pidana tambahan berupa pengumuman keputusan hakim antara lain dapat diputuskan oleh hakim bagi para pelaku dari tindak pidana yang telah diatur di dalam Pasal 127, Pasal 204, Pasal 205, Pasal 359, Pasal 360, Pasal 372, Pasal 374, Pasal 375, Pasal 378, dan seterusnya, serta Pasal 396 dan seterusnya KUHP. Pidana pengumuman putusan hakim ini merupakan suatu publikasi ekstra dari suatu putusan pemidanaan seseorang dari pengadilan pidana. Jadi dalam pengumuman putusan hakim ini, hakim bebas untuk menentukan perihal cara pengumuman tersebut, misalnya melalui surat kabar, papan pengumuman, radio, televisi, dan pembebanan biayanya ditanggung terpidana.

(38)

Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman di masyarakat.

Aparatur penegak hukum merupakan pelengkap dalam hukum acara pidana, yang masing-masing aparat memiliki tugas dan wewenang yang berbeda-beda. Secara singkat dikatakan, bahwa hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan atau menyelenggarkan hukum pidana materiil, sehingga memperoleh keputusan hakim dan cara bagaimana isi keputusan itu harus dilaksanakan.28

5. Tindak pidana pencemaran nama baik

Sampai kini belum ada definisi hukum di Indonesia yang tepat tentang apa yang disebut pencemaran nama baik. Menurut frase (bahasa Inggris), pencemaran nama baik diartikan sebagai defamation, slander, libel yang dalam bahasa Indonesia (Indonesian translation) diterjemahkan menjadi pencemaran nama baik, fitnah (lisan), fitnah (tertulis). Slander adalah oral defamation (fitnah secara lisan), sedangkan Libel adalah written defamation (fitnah secara tertulis).Dalam bahasa Indonesia belum ada istilah untuk membedakan antara slander dan libel.29

R. Soesilo menerangkan apa yang dimaksud dengan “menghina”, yaitu “menyerang kehormatan dan nama baik seseorang”. Yang diserang biasanya merasa “malu”. “Kehormatan” yang diserang disini hanya mengenai kehormatan tentang “nama baik”, bukan “kehormatan” dalam

28 Andi Sofyan dan Abd. Asis. Hukum Acara Pidana. Kencana. Jakarta. 2014. Hal. 4.

29 Diakses dari http://andimujahidin.com/2008/01/sejarah-dan-perkembangan-internet, pada hari Senin, tanggal 6 November 2017, jam 17.00 WITA.

(39)

s 25

lapangan seksuil. Menurut R. Soesilo, penghinaan dalam KUHP ada 6 (enam) macam yaitu :

a. Menista secara lisan (“smaad”);

b. Menista dengan surat/tertulis (”smaadschrift”);

c. Memfitnah (”laster”);

d. Fitnah dengan perbuatan (”lasterlijke verdachtmaking”).

Ketentuan-ketentuan tentang penghinaan yang terdapat dalam Bab XVI, Buku II KUHP masih relevan. Penghinaan atau defamation secara harfiah diartikan sebagai sebuah tindakan yang merugikan nama baik dan kehormatan seseorang. Perkembangan awal pengaturan penghinaan telah dikenal sejak 500 SM pada rumusan “twelve tables” di era Romawi kuno. Akan tetapi, ketentuan ini seringkali digunakan sebagai alat pengukuhan kekuasaan otoritarian dengan hukuman-hukuman yang sangat kejam. Pada era Kekaisaran Agustinus (63 SM) peradilan kasus defamation (lebih sering disebut libelli famosi) terus meningkat secara signifikan. Secara turuntemurun diwariskan pada beberapa sistem hukum di negara lain, termasuk Inggris dalam lingkungan Common Law, dan Perancis sebagai salah satu negara penting pada sistem hukum Eropa Kontinental (Civil Law). 30

Di Indonesia, KUHP dominan merupakan duplikasi Wetboek van Strafrecht voor Nedherland Indie yang pada dasarnya sama dengan KUHP Belanda (W.v.S). KUHP Belanda yang diberlakukan sejak 1

30 Ibid.

(40)

September 1886 itu pun merupakan kitab undang-undang yang cenderung meniru pandangan Code Penal- Prancis yang dapat dikatakan terdapat sebuah jembatan sejarah antara ketentuan tentang penghinaan yang diatur dalam KUHP Indonesia dengan perkembangan historis awal tentang libelli famosi di masa Romawi Kuno.

Dalam KUHP pencemaran nama baik diistilahkan sebagai penghinaan/ penistaan terhadap seseorang, terdapat dalam Bab XVI, Buku II KUHP khususnya pada Pasal 310 ayat (1) dan (2), Pasal 311 ayat (1) dan Pasal 318 ayat (1) KUHP yang menyebutkan :

“Pasal 310 KUHP :

1. Barangsiapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang, dengan menuduh sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya diketahui oleh umum, diancam, karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah

2. Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka yang bersalah, karena pencemaran tertulis, diancam pidana penjara paling lama satu (1) tahun empat bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.”

Unsur-unsur dari pasal 310 Ayat (1) tersebut, yaitu :

a. Barang siapa, yaitu selain ditafsirkan sebagai individu sebagai subjek hukum.

b. Sengaja, yaitu melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang dan tindakan yang diancam hukuman.

c. Merusak kehormatan atau nama baik seseorang, yaitu melakukan perbuatan yang dapat merendahkan harga diri, status seseorang serta harkat dan martabat seseorang.

(41)

s 27

d. Menuduh, yaitu memberikan suatu pernyataan yang belum jelas kebenarannya yang dapat menimbulkan suatu prasangka buruk terhadap orang lain.

e. Melakukan suatu perbuatan dengan maksud yang nyata, yaitu perbuatan yang dilkukan tersebut dilakukan atas kesadaran dan mempunyai suatu maksud dan tujuan yang ingin dicapai.

Adapun unsur-unsur dari pasal 310 Ayat (2) tersebut, yaitu :

a. Barang siapa, yaitu ditafsirkan sebagai individu sebagai subjek hukum.

b. Sengaja, yaitu melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang dan tindakan yang diancam hukuman.

c. Merusak kehormatan atau nama baik seseorang, yaitu melakukan perbuatan yang dapat merendahkan harga diri, statusseseorang serta harkat dan martabat seseorang.

d. Menuduh, yaitu memberikan suatu pernyataan yang belum jelas kebenarannya yang dapat menimbulkan suatu prasangka buruk terhadap orang lain.

e. Melakukan suatu perbuatan dengan maksud yang nyata, yaitu perbuatan yang dilkukan tersebut dilakukan atas kesadaran dan mempunyai suatu maksud dan tujuan yang ingin dicapai.

f. Dilakukan dengan tulisan atau gambar, yaitu dilakukan dengan cara tidak secara langsung bertatap muka dengan orang lain melainkan dilakukan dengan bentuk tulisan atau gambar.

(42)

g. Dipertunjukan pada umum atau ditempelkan, yaitu tuduhan tersebut tidak ditujukan secara langsung terhadap orang lain melainkan ditempelkan di tempat-tempat umum dengan tujuan semua orang dapat mengetahuinya.

Pasal 311 Ayat (1) KUHP menyatakan bahwa :

“Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis, dalam hal dibolehkan untuk membuktikan bahwa apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam karena melakukan fitnah, dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.

Unsur-unsur dari pasal tersebut yaitu :

a. Barang siapa, yaitu ditafsirkan sebagai individu sebagai subjek hukum.

b. Melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, yaitu melakukan suatu pencemaran nama baik kepada seseorang baik secara langsung (bertatap muka) maupun secara tertulis.

c. Diizinkan untuk membuktikan, yaitu bahwa seseorang yang telah memberikan berita bohong tersebut diberikan kesempatan untuk membuktikan bahwa ucapannya tersebut memang benar-benar sesuai fakta yang sebenarnya.

Selanjutnya Pasal 318 Ayat (1) KUHP menyatakan bahwa :

”Barang siapa dengan sesuatu perbuatan sengaja menimbulkan secara palsu persangkaan terhadap seseorang bahwa dia melakukan perbuatan pidana, diancam, karena menimbulkan persangkaan palsu, dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.

Unsur-unsur dari pasal tersebut yaitu :

a. Barang siapa, yaitu ditafsirkan sebagai individu sebagai subjek hukum.

(43)

s 29

b. Sengaja, yaitu melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang dan tindakan yang diancam hukuman.

c. Melakukan suatu perbuatan, yaitu melakukan suatu perbuatan yang terdapat dalam aturan perundang-undangan dan mempunyai sanksi hukum bagi yang melanggarnya.

d. Menyebabkan orang lain dengan palsu tersangka melakukan sesuatu perbuatan yang dapat dihukum.

B. Tinjauan Umum tentang Internet

1. Pengertian internet

Pada intinya internet merupakan jaringan komputer yang terhubung satu sama lain melalui media komunikasi, seperti kabel telepon, serat optik, satelit ataupun gelombang frekuensi. Jaringan komputer ini dapat berukuran kecil seperti Local Area Network (LAN) yang biasa dipakai secara interen di kantor-kantor, bank atau perusahaan atau bisa disebut dengan intranet, dapat juga berukuran super besar seperti internet. Hal yang membedakan antara jaringan kecil dan jaringan super besar adalah terletak pada ada atau tidaknya Transmission Control Protocol/Internet Protocol.31

Dari segi penulisannya, internet mempunyai 2 (dua) arti yang berbeda, yaitu jaringan internet (huruf “i” kecil sebagai huruf awal) adalah suatu jaringan komputer yang mana komputer-komputer terhubung dapat

31 Diakses dari http://www.amazinglight.info/sejarah-perkembangan-internet/, pada hari Senin, tanggal 6 November 2017, jam 17.05 WITA.

(44)

berkomunikasi walaupun perangkat keras dan perangkat lunaknya berlainan (sering kali disebut juga internet working). Jaringan Internet (huruf “I” besar sebagai huruf awal) adalah jaringan dari sekumpulan jaringan (networks of networks) yang terdiri dari jutaan komputer yang dapat berkomunikasi satu sama lain dengan menggunakan suatu aturan komunikasi jaringan komputer (protokol) yang sama. Protokol yang digunakan tersebut adalah Transmission Control Protocol/ Internet Protocol (“TCP/IP”).32

2. Sejarah singkat perkembangan internet

Perkembangan internet dimulai pada 1968 dengan adanya proyek pemerintah Amerika Serikat, the Advanced Research Project Agency Network (ARPANET) yang diciptakan oleh DARPA (Defense Advanced Research Projects Agency) dan BBN (Bolt, Beranek, & Newman).

Eksperimen yang berhubungan dengan desenstralisasi jaringan komputer yang ada dalam proyek ARPANET inilah yang secara langsung berpengaruh pada struktur internet. Internet yang dapat menyajikan informasi tanpa batas ini telah berkembang di Amerika Serikat sejak tahun 1970. Di Indonesia sendiri, internet merupakan media komunikasi yang mulai populer di akhir tahun 1990. Perkembangan jaringan internet di Indonesia dimulai pada pertengahan era 1990, namun sejarah perkembangannya dapat diikuti sejak era 1980-an. Pada awal perkembangannya, kehadiran jaringan internet diprakarsai oleh kelompok

32 Ibid.

(45)

s 31

akademis/mahasiswa dan ilmuwan yang memiliki hobi dalam kegiatankegiatan seputar teknologi komputer dan radio.

Para akademis dan ilmuwan tersebut memulai berbagai peercobaan di universitas dan lembaga pemerintah dengan melakukan penelitian yang berhubungan dengan teknologi telekomunikasi, khususnya komputer beserta jaringannya. Karenanya, internet hadir sebagai bagian dari proses pendidikan di universitas dan berfungsi memudahkan pertukaran data dan informasi, yang hadir tidak hanya dalam lingkungan kampus/lembaganya saja, melainkan antar kampus dan antar negara.33

Pada 1988, pengguna awal Internet di Indonesia memanfaatkan CIX (Inggris) untuk mengakses internet. CIX menawarkan jasa e-mail dan newsgroup hingga menawarkan jasa akses HTTP. Saat itu, pengguna Internet memakai modem 1200 bps dan saluran telepon internasional yang sangat mahal untuk mengakses Internet. Pada 1989, Compuserve (AS) hadir dan menawarkan jasa yang sama. Beberapa pengguna Compuserve memakai modem yang dihubungkan dengan Gateway Infonet yang terletak di Jakarta. Saat itu, biaya akses internet dengan Compuserve terbilang mahal,walaupun jauh lebih murah dari CIX.34

Kehadiran jaringan internet di Indonesia sendiri diawali perkembangan kegiatan amatir radio dengan berdirinya Amatir Radio Club (ARC) ITB pada tahun 1986. Menggunakan pesawat Transceiver HF SSB Kenwood TS430 dan komputer Apple II, belasan mahasiswa Institut

33 Ibid.

34 Ibid.

(46)

Teknologi Bandung (ITB) seperti Harya Sudirapratama, J. Tjandra Pramudito, Suryono Adisoemarta dan Onno W. Purbo dibantu oleh Robby Soebiakto, pakar diantara para amatir radio, berhasil mengkaitkan jaringan amatir Bulletin Board System (BBS) -merupakan jaringan e-mail store and forward- yang berhubungan dengan server BBS amatir radio lainnya di seluruh dunia agar e-mail dapat berjalan dengan lancar. Robby Soebiakto meyakini bahwa masa depan teknologi jaringan komputer akan berbasis pada protokol TCP/IP. Karenanya, Ia membuat teknologi radio paket TCP/IP yang diadopsi oleh para rekannya di BPPT, LAPAN, UI, & ITB dan yang menjadi cikal bakal berdirinya jaringan internet yang bernama.

PaguyubanNet.35

3. Cara kerja internet

Untuk memperoleh informasi melalui komputer harus melengkapi komputernya dengan berbagai peralatan yang diperlukan. Sebagai langkah awal, yang perlu diperhatikan adalah kualitas dari komputer itu sendiri. Agar bisa mengakses ke dalam jaringan komputer cukup menggunakan komputer PC/XT dengan kapasitas minimal 268,1 Mbyte dan 40 Mbyte Harddisk, sudah dapat akses ke internet, tetapi kapasitas komputer yang lebih besar atau semakin besar akan semakin baik.36

Selain seperangkat peralatan tersebut, diperlukan saluran/ jaringan telepon dan modem agar dapat terhubung ke internet. Jaringan telepon ini dapat diibaratkan seperti kabel yang menghubungkan 2 (dua) atau lebih

35 Ibid.

36 Diakses dari http://www.ryandjide.com/pengertian-internet-dan-cara-kerjanya/, pada hari Senin, tanggal 6 November 2017, jam 17.30 WITA.

(47)

s 33

komputer, sedangkan modem adalah sebuah alat yang dipasang pada komputer agar komputer itu dapat mengirim dan menerima data melalui kabel telepon. Modem mengubah informasi dari komputer kedalam bentuk yang dapat mengalir dalam kawat telepon dan mengubah kembali informasi yang diterima melalui kawat telepon ke dalam bentuk yang dapat dipahami oleh komputer. Jenis modem yang dipakai agar komputer dapat terhubung ke internet ada 2 (dua) macam, yaitu modem internal dan modem eksternal. Modem internal adalah modem yang terletak/

ditancapkan di dalam Central Processing Unit (CPU) yang berupa card, tidak dapat dipindah-pindah kecuali dengan Central Processing Unit (CPU)-nya dan modem eksternal yaitu modem yang bisa berdiri sendiri, terletak di luar Central Processing Unit (CPU) dan dapat dilepas dari komputer. Untuk dapat akses ke internet, disarankan menggunakan modem yang memiliki kecepatan transfer data minimal 9600 bps.37

Setelah komputer dilengkapi dengan modem dan saluran telepon, langkah selanjutnya mendaftarkan diri ke penyedia jasa layanan internet (Internet Service Provider/ ISP) untuk mendapatkan akses ke internet dengan cara berlangganan atau dapat langsung akses ke Internet Service Provider (ISP) yang tidak mensyaratkan pendaftaran untuk berlangganan, cukup menghubungi nomor telepon yang telah ditentukan. Internet Service Provider (ISP) adalah suatu organinasi atau perusahaan yang memberikan jasa hubungan ke internet bagi para pengguna komputer

37 Ibid.

(48)

dengan menarik sejumlah biaya. Internet Service Provider (ISP) biasanya disebut Provider saja.38

C. Tinjauan Umum tentang Aturan Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik yang Berkaitan dengan Pencemaran Nama Baik

1. Istilah informasi dan transaksi elektronik

Informasi dan transaksi elektronik diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terdiri dari XIII bab dan 54 Pasal. Istilah-istilah yang berhubungan dengan hal tersebut terdapat dalam Pasal 1 undang-undang ini, yaitu :

a. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, elektronik data interchange (EDI), surat elektronik, telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

b. Transaksi Elektronik adalah permuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya.

c. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, dikirimkan, diteruskan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya yang dapat dilihat,

38 Ibid.

(49)

s 35

ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya

d. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkam, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.

2. Asas dan tujuan dari aturan hukum informasi dan transaksi elektronik

Asas dari aturan hukum informasi dan transaksi elektronik terdapat dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang terdiri dari :

a. Asas kepastian hukum, yang berarti landasan hukum bagi pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapat pengakuan hukum di dalam maupun di luar pengadilan.

b. Asas manfaat, yang berarti asas dari pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik diupayakan untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidup manusia.

Referensi

Dokumen terkait

perkara tindak pidana pencemaran nama baik melalui media sosial. Manfaat

Tindak pidana penghinaan atau pencemaran nama baik melalui facebook merupakan delik aduan yang diatur dalam Bab XVI KUHP yakni Pasal 310 KUHP sampai dengan

Pada saat pemberitaan yang dilakukan pers telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana pencemaran nama baik, maka yang akan digunakan adalah Pasal yang mengatur

Supaya dapat dihukum dengan pasal menista atau pencemaran nama baik, maka penghinaan harus dilakukan dengan cara menuduh seseorang telah melakukan perbuatan yang tertentu

Berdasarkan pemaparan di atas mengenai tindak pidana pencemaran nama baik sebagai mana dimaksud dalam Pasal 310 KUHP, namun pencemaran nama baik itu dilakukan

Pengertiannya, jika penghinaan (Pencemaran Nama Baik) itu dilakukan dengan jalan menuduh seseorang telah "melakukan suatu perbuatan", maka hal itu tergolong

Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa bentuk-bentuk tindak pidana pencemaran nama baik yaitu menista secara lisan (smaad), menista dengan

Tindakan hukum yang dapat dilakukan terhadap tindakan rekayasa foto seseorang yang mengandung unsur pencemaran nama baik yang ditampilkan melalui media internetini