• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV METODE PENILITIAN

4.7. Analisis data

Data yang diperoleh dari hasil pengisian kuesioner diolah dengan menggunakan komputer dengan langkah-langkah sebagai berikut : Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner. Coding atau pengkodean yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Coding atau pemberian kode ini sangat berguna dalam memasukan data (data entry). Tablating yaitu jawaban yang telah diberi kode kategori jawaban kemudian dimasukkan kedalam tabel. Analisa data yaitu menganalisa data yang dilakukan dengan program analisa statistik.

Analisa data variabel independen dan variabel dependen, setelah data dianalisa secara ddeskriptif, kemudian dilanjutkan dengan uji hipotesa dua variabel (statistik bivariat) dengan uji statistik untuk menentukan adanya koralari antara variabel independen dengan dependen.

4.7.1 Statistik Univariat.

Univariat adalah suatu prosedur untuk menganalisa data dari satu variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penilitian (Hungker,1993). Pada penelitian ini analisa data dengan metode statistik univariat digunakan untuk menganalisa variabel independen (Lingkungan kerja) dan variabel dependen (kepuasan kerja) data ini

52

disajikan dalam bentuk skala ordinal, data ini merupakan jenis data katagorikyang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. (Setiadi, 2007)

4.7.2 Statistik Bivariat

Bivariat statistik adalah suatu prosedur untuk menganalisa hubungan antara dua variabel. Untuk melihat kedua pengaruh variabel independen dan dependen digunakan Uji Spearman dikarenakan skala ordinal merupakan jenis data katagorik. Analisis dilakukan secara komputerilisasi mengunakan uji statistik untuk melihat pengaruh antara lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja di Rumah Sakit Permata Bunda (Setiadi, 2007).

53

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil penelitian

Bab ini menguraikan data dan hasil penelitan mengenai pengaruh lingkungan kerja terhadapa kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Permata Bunda Medan. Responden dalam penelitian ini adalah perawat di Rumah Sakit Permata Bunda Medan yang berjumlah 45 orang. Analisis hasil penelitian ini berupa analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi data demografi responden, lingkungan kerja perawat dan kepuasan kerja perawat di Rs Permata Bunda Medan, sedangkan analisis bivariat dilakukan untuk menganalisis pengaruh lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Permata Bunda Medan.

5.1.1. Analisis Univariat

Hasil analisis univariat pada penelitian ini terdiri dari data demografi, lingkungan kerja perawat dan kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Permata Bunda Medan.

5.1.2. Data demografi

Karakteristik demografi perawat di Rumah Sakit Permata Bunda yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: dari 45 perawat diketahui bahwa sebagian besar perawat adalah perempuan (68,9%), dengan rata-rata usia 27 - 32 tahun sebesar (57,8%), diketahui pula bahwa sebagian besar perawat memiliki pendidikan terakhir D3 keperawatan sebesar (93,3%), dengan

54

masa kerja di antara 2 – 5 tahun sebesar (73,3%), gambaran karakteristik demografi perawat di Rumah Sakit Permata Bunda Medan dapat dilihat pada tabel 5.1. sebagai berikut :

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase perawat bedasarkan data demografi (n-45).

Variabel Frekuensi Persentase (%)

Jenis kelamin Perempuan 31 68.9 Laki-laki 14 31.1 Umur 22 - 26 tahun 17 37.8 27 - 32 tahun 26 57.8 33 - 37 tahun 2 4.4 Mean = 1.67 SD = 468 Pendidikan terakhir D3 Keperawatan 42 93.3 S1 Keperawatan 3 6.7 Masa kerja di RS < 1 tahun 9 20.0 2 – 5 tahun 33 73.3 6 – 10 tahun 3 6.7 Mean = 1.87 SD = 505

5.1.3 Lingkungan kerja perawat

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar perawat dikategorikan mempunyai lingkungan kerja yang sangat baik sebanyak (62.2%).

55

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi perawat tentang lingkungan kerja perawat. Variabel Katagori Frekuensi Persentase /(%)

Lingkungan kerja Kurang baik 2 2.2

Baik 16 35.6

Sangat baik 28 62.2

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi bedasarkan sub variabel tentang lingkungan kerja perawat.

Variabel Frekuensi Persentase / (%)

Penanganan masalah dan konflik

Cukup setuju 5 11.1

Setuju 21 46.7

Sangat setuju 19 42.2

Motivasi kerja Internal

Cukup setuju 5 11.1 Setuju 16 35.6 Sangat setuju 24 53.3 Kontrol praktik Cukup setuju 2 4.4 Setuju 16 35.6 Sangat setuju 27 60.0

Kepemimpinan dan autonomi

Cukup setuju 3 6.7

Setuju 21 46.7

Sangat setuju 21 46.7

Hubungan staf dengan dokter

Cukup setuju 12 26.7 Setuju 21 46.7 Sangat setuju 12 26.7 Kerjasama Tidak setuju 1 2.2 Cukup setuju 7 15.6 Setuju 13 28.9 Sangat setuju 24 53.3 Budaya Cukup setuju 8 17.8 Setuju 20 44.4 Sangat setuju 17 37.3

Komunikasi tentang pasien

Cukup setuju 6 13.3

Setuju 34 75.6

Sangat setuju 5 11.1

56

5.1.3. Kepuasa kerja perawat

di Rumah Sakit Permata Bunda Medan mengenai pengaruh lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Permata Bunda Medan diketahui bahwa sebagian besar perawat dikategorikan mempunyai kepuasan kerja (66.7%).

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi perawat tingkat pengetahuan tentang kepuasan kerja perawat

Variabel Katagori Frekuensi Persentase%

Kepuasan kerja Tidak puas. 1 2.2

Puas 14 31.1

Sangat Puas 30 66.7

1.2.1. Analisis Bivariat.

Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Permata Bunda Medan. Pengujian analisa bivariat ini dilakukan menggunakan Uji korelasi Spearman. Alasan pemilihan analisis menggunakan Uji Korelasi Spearman disebabkan variabel independen dan variabel dependen menggunakan skala ordinal. Analsis ini dikatakan bermakna bila hasil analisis menunjukan adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara variabel, yaitu dengan nilai p < 0,005. Hasil analisis pengaruh lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja perawat di Rumah sakit Permata Bunda Meda dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Hasil analisis menunjukan bahwa ada pengaruh pengaruh lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Permata Bunda Medan dengan nilai p =

57

0.000 hubungan ini di tunjukan dengan nilai koefesien r = 0.717 menunjukan mempunyai hubungan yang kuat.

Tabel.5.5. Analisis pengaruh lingkungan kerja perawat terhadap kepuasan

kerja perawat di Rumah Sakit permata bunda Medan.

Kepuasan kerja

Lingkungan kerja r 0.717

p 0.000

n 45

Uji Korelasi Sperman.

5.2. Pembahasan

5.2.1. Lingkungan kerja

Berdasarkan hasil penelitian yang telah di lakukan di Rumah Sakit Permata Bunda Medan menunjukkan bahwa lingkungan kerja perawat dengan kriteria kurang baik sebanyak n= 2 (2.2%), dengan lingkungan kerja baik n= 16 (35.6%,), dan pada lingkungan kerja sangat baik n= 28 (62.2%).

Hal ini sejalan dengan penelitian Ghafar & Azzuhri, (2010) bahwa kategori lingkungan kerja perawat baik (62.2%), dan kurang baik (37.8%). Rusca (2007), menyatakan pelaksanaan praktik keperawatan akan dilakukan secara profesional apabila didukung dengan lingkungan kerja perawatan yang profesional. Kondisi lingkungan yang baik dapat meningkatkan kualitas hidup dalam bekerja yang berdampak pada produktivitas kerja tenaga kesehatan, upaya yang dapat dilakukan untuk mengelola lingkungan kerja perawat secara optimal adalah melalui pemberdayaan perawat untuk lebih memahami dan mengaplikasikan kemampuannya dalam membuat keputusan terkait prakteknya disesuaikan dengan otoritas yang dimilikinya secara bertanggung jawab akan

58

berdampak terhadap terwujudnya pelaksanaan praktik keperawatan secara profesional.

Berdasarkan distribusi jawaban responden perawat, tergambar jelas bahwa sebagian besar perawat memiliki lingkungan kerja yang baik hal ini terjadi dikarenakan interaksi antara perawat dengan staf kesehatan lain mempunyai hubungan yang harmonis ini akan menciptakan komunikasi yang baik tentang status pasien sebesar (75,6 %), komunikasi yang baik diantara perawat dapat memudahkan mekanisme kerja sama secara tim serta dapat mewujudkan suasana kerja yang nyaman dan kondusif serta terwujudnya kepuasan dalam bekerja. Hubungan interdisiplin ditandai oleh hubungan yang positif, saling menghormati diantara semua disiplin , ilmu dan profesi kesehatan.

Nili (2007) hubungan perawat, dokter dan tenaga kesehatan lain merupakan hubungan kolektif di tempat kerja yang mempengaruhi konflik hubungan interpersonal dan kepuasan kerja. Hubungan interdisiplin, khususnya dengan dokter disebabkan oleh berbagai faktor seperti perbedaan jenis kelamin, kualifikasi akademik pendidikan, status sosial ekonomi, kurangnya pengertian dan simpati, serta perselisihan saat perawat berusaha meningkatkan tanggung jawab profesionalnya ada hasil yang ditemui di lingkungan kerja perawat mengenai penanganan masalah dan konflik sebesar (46.7%) setuju terhadap penyelesaian masalah yang terjadi di rumah sakit,

Lingkungan kerja yang baik bagi rumah sakit mampu mempengaruhi, mendorong dan memberikan motivasi bagi seseorang untuk bekerja secara optimal sesuai dengan profesinya sehingga dapat tercapai kepuasan dalam

59

bekerja. Lingkungan kerja yang baik di tandai dengan, inovasi kerangka kebijakan yang berfokus pada rekrutmen, strategi pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan, kompensasi pegawai yang memadai, adanya program-program penghargaan dan pengakuan, sarana peralatan yang mencukupi, dan serta interaksi sesama perawat secara baik (Oldemar, 2015).

Lingkungan kerja adalah segala suatu hal yang berdampak secara langsung terhadap kesejahteraan perawat, serta kenyamanan terhadap perawatan pasien yang terkait dengan kualitas lingkungan kerja perawat, lingkungan kerja yang sehat sangat mendukung dalam pemberian asuhan keperawatan yang berkualitas, meningkatkan rekrutmen staf dan memelihara kelangsungan keuangan organisasi (Vollers et al, 2009).

Kondisi lingkungan tempat kerja di ruangan kerja perawat harus mendukung agar dapat memberikan kenyamanan bagi perawat dalam bekerja. Kondisi tempat kerja yang baik misalnya kualitas udara di ruangan tidak berbau, dinding permukaan ruangan memiliki warna yang terang, sistem suhu dan kelembaban sesuai standar, dan penerangan di ruangan cukup. Selain itu, ruangan tempat kerja perawat juga sebaikanya cukup untuk staf dan dapat menjaga kontak visual perawat dengan pasien serta dapat dengan mudah memonitor pasien (Oldemar, 2015).

5.2.2. Kepuasan kerja

Berdasarkan hasil penelitian yang telah di lakukan di Rumah Sakit Permata Bunda Medan menunjukkan bahwa kepuasan kerja perawat dengan tidak puas n= 1 (2.2%), dengan puas n=14 (31.1%,), dan pada sanggat puas n=30

60

(66.7%, ). Kebijakan rumah sakit merupakan elemen yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Penelitian sebelumnya yang dilakukan Welda, (2012) menggambarkan bahwa perawat 50,5% puas, Oleh karena itu, persepsi perawat terhadap rumah sakit dapat digunakan sebagai salah satu indikator tentang kepuasan kerja. Mangkunegara, 2009 menyatakan ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja yaitui, jenis kelamin, umur, masa kerja dirumah sakit dan tingkat pendidikan perawat.

Faktor yang dapat mempengaruhi terhadap kepuasan kerja perawat adalah usia, dalam penelitian ini usia perawat rata-rata usia 27- 32 tahun sebesar (57,8%), semakin meningkatnya usia semakin meningkat kepuasan kerjanya. Peningkatan kepuasan tersebut karena meningkatnya pengalaman dan kemampuan profesionalnya. Sedangkan perawat berusia muda pada tingkat vokasional, peningkatan kemampuan lebih pada peningkatan keterampilan teknik, bukan pada peningkatan kompetensi proesional, intelektual dan interpersonal sehingga tidak mempengaruhi kepuasan kerja (Robbins, 2001).

Fenomena dominasi perawat yang berjenis kelamin perempuan dibanding pria dalam suatu organisasi keperawatan di rumah sakit. Bahkan terkadang ditemukan perawat berjenis kelamin pria hanya berjumlah 1-5 orang. Menurut pendapat Gilmer (1966) dalam Ratih (2009: 96), perawat wanita maupun pria, keadaan yang aman sangat mempengaruhi perasaan perawat selama bekerja dan mempengaruhi kepuasaan kerja, Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa hampir keseluruhan responden perawat di Rumah Sakit Permata Bunda Medan, berjenis kelamin wanita sebesar (68.9%). Menurut penelitian yang lain oleh

61

Welda, (2012) di dapatkan jenis kelamin perempuan sebesar (93,4%). Penelitian lain juga berkesimpulan bahwa tidak ada bukti yang menyatakan bahwa jenis kelamin mempengaruhi kepuasaan kerja (Agungpia, 2008). Fenomena tersebut dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya. Dari faktor sosial dan budaya tebentuk paradigma bahwa profesi perawat adalah pekerjaan wanita (Mary, 2008).

Penelitian ini menemukan rata-rata masa kerja perawat dengan masa kerja di antara 2 – 5 tahun sebesar (73,3%). Adapun hasil penelitian yang dilakukan oleh Welda (2012), Berdasarkan hasil analisis hubungan antara lama kerja responden dengan kepuasan kerja, diketahui bahwa persentase terbesar perawat yang merasa puas adalah perawat dengan lama kerja 4-6 tahun yaitu sebesar (76,5%), dalam penelitian (Gillies dalam Veenda, 2004), kepuasan kerja bervariasi menurut lama kerja seseorang, dalam hal ini, kelompok perawat yang lama kerjanya bekisar antara 3-6 tahun merupakan perawat yang telah mempelajari pekerjaanya dengan baik sehingga disinyalir kepuasan kerjanya lebih tinggi dibanding kelompok umur lainnya. Beberapa penelitian juga mengungkapkan bahwa meningkatnya lama kerja berbanding lurus dengan peningkatan kepuasan kerja sehingga dapat mencapai kepuasan dalam menjalankan pekerjaannya. Di lain pihak, ada beberapa penelitian yang mengatakan bahwa lama kerja tidak memiliki hubungaan dan tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Dara Jones (1996) dalam Ratih (2009) mengungkapkan bahwa adanya kepuasan kerja yang rendah diantara perawat yang telah memiliki lama kerja yang lama. Hal tersebut dipengaruhi oleh menurunnya motivasi dan meningkatnya kebosanan dimana pekerjaannya dirasa monoton. Sehingga banyak

62

perawat yang telah bekerja lama mengalami kejenuhan yang tinggi di tempat kerja.

Ada pun hasil peneliti ditemukan mengenai kesempatan untuk mengaktualisasikan diri sebesar (53.3 %), hasil penelitian lain juga membuktikan bahwa kesempatan untuk mengaktualisasikan terhadap pengembangan karir memiliki hubungan yang signifikan dengan kepuasan kerja perawat, perawat yang persepsinya baik mempunyai peluang merasa puas terhadap pekerjaannya 3,9 kali lebih besar dibanding dengan perawat yang persepsinya kurang baik terhadap aktualisasi diri, dengan tingkat prestasi kerja sangat baik (66.7 %). (Tien, 2007).

Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat diketahui bahwa kesempatan pengaktualisasi diri memang berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Oleh karena itu, penting bagi manajer keperawatan untuk memperhatikan kesempatan pengembangan karir yang diberikan kepada perawat. Apabila perawat tidak mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan karirnya, ada kemungkinan kepuasan kerja yang rendah, penurunan kualitas kerja, bahkan melemahnya kesehatan fisik dan mental perawat (Labuan & Hari, 2008).

5.2.3. Pengaruh lingkungan kerja terhadapa kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Permata Bunda Medan.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa lingkungan kerja memiliki hubungan dengan nilai koefisien atau r sebesar 0.717. hasil analisis hubungan kedua variabel tersebut memiliki nilai signifikan yang dapat diterima, dimana nilai p = 0.000 (p<0.005), sehingga dapat disimpulkan adanya pengaruh lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Permata Bunda Medan.

63

Data ini didukung oleh penelitian Oldemar (2015), menyatakan bahwa Kepuasan Kerja Perawat dipengaruhi oleh Lingkungan kerja. Dengan demikian diketahui . (0,000) < 0,05. Artinya adalah bahwa lingkungan kerja berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan kerja. Hal tersebut menyatakan bahwa secara simultan (bersama-sama) variabel tersebut berpengaruh terhadap kepuasan kerja Perawat. Sikap perawat yang paling fokus adalah kepuasan kerja dan perawat memiliki pandangan tentang berbagai aspek pekerjaan mereka, karir mereka dan untuk siapa mereka bekerja.

Hubungan perawat, dokter dan tenaga kesehatan lain merupakan hubungan kolektif di tempat kerja yang mempengaruhi konflik hubungan interpersonal dan kepuasan kerja. Hubungan interdisiplin, khususnya dengan dokter disebabkan oleh berbagai faktor seperti perbedaan jenis kelamin, kualifikasi akademik pendidikan, status sosial ekonomi, kurangnya pengertian dan simpati, serta perselisihan saat perawat berusaha meningkatkan tanggung jawab profesionalnya (Nili, 2007).

Hasil penelitian ini merupakan suatu hal yang positif karena menunjukan lingkungan kerja yang baik dapat meningkatkan kepuasan kerja perawat, dimana saat bekerja perawat dapat memberdayakan lingkungan kerja dengan meningkatkan kerjasama antara dokter dan tim kesehatan lainnya, dengan menyelesaikan konflik yang ada dilingkungan kerja perawat.

64

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Bedasarkan penelitian yang dilakukan 2016 di Rumah Sakit Permata Bunda Medan untuk mengetahui pengaruh lingkungan kerja terhadap kepusan kerja perawat dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut, yaitu :

1. Mayoritas tingkat kenyamanan lingkungan kerja perawat di Rumah Sakit Permata Bunda Medan sangat baik dan tingkat kepuasan kerja perawat di berada pada katagori puas.

2. Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya hubungan lingkungan kerja dengan kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Permata Bunda Medan bahwa lingkungan kerja perawat yang baik dapat mempengaruhi tingkat kepuasan perawat.

6.2. Saran

6.2.1. Pendidikan keperawatan

Penelitian ini menunjukkan pentingnya pengembangan lingkungan kerja dalam meningkatkan kepuasan kerja perawat, kualitas manajemen dan hubungan interdisiplin oleh rumah sakit. Temuan ini merupakan petunjuk bagi peneliti lain yang ingin mengembangkan kebijakan organisasi rumah sakit sehingga variabel tersebut masuk dalam model penelitian.

6.2.2. Bagi peneliti

Hasil penelitian yang diperoleh dapat menjadi data dasar dan informasi bagi peneliti selanjutnya dan disarankan agar lebih menghasilkan untuk

65

melakukan penelitian lebih mendalam tentang lingkungan kerja perawat terhadap kepuasan kerja perawat.

6.2.3. Bagi rumah sakit

1. Peningkatan kepuasan kerja perawat dapat meningkatkan aktualisasi, maka disarankan untuk memberikan fasilitasi perawat dalam mengikuti pelatihan dan memberikan penghargaan kepada perawat yang berprestasi, serta memberikan pendidikan berkelanjutan terhadap perawat baik pendidikan formal maupun informal.

2. Melibatkan perawat dalam proses penetapan kebijakan serta melaksanakan visi dan misi rumah sakit dapat meningkatan kepuasan perawat terhadap kebijakan rumah sakit.

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Lingkungan kerja

2.1.1 Definisi lingkungan kerja

Lingkungankerja adalah segala suatu hal yang berdampak secara langsung terhadapkesejahteraan perawat, serta kenyamanan terhadap perawatan pasienterkait dengankualitaslingkungan kerjaperawat, lingkungankerja yang sehat sangat mendukungdalam pemberianasuhan keperawatan yang berkualitas, meningkatkanrekrutmen staf dan memeliharakelangsungan keuanganorganisasi (Vollers et al, 2009).

Menurut Nitisemito (1986) lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pada pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan.Pendapat lain mengenai pengertian lingkungan kerja diungkapkan oleh Sedarmayanti (2007) lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok.

Bedasarkan uraian lingkungan kerja tersebut dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja merupakan keseluruhan alat kerja dan bahan yang ada dilingkungan perawatdimana para perawat tersebut melaksanakan tugas dan pekerjaannya sehari-hari.

9

2.1.2 Jenis Lingkungan Kerja

Sedarmayanti (2007) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yaitu :

2.1.2.1Lingkungan kerja fisik

Menurut Suyonto (2012), Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi perawat baik secara langsung maupun scara tidak langsung. Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu :

a. Lingkungan yang langsung berhubungan dengan perawat (Seperti: pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya.

b. Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya :temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap, warna, dan lain-lain.

Supaya dapat memperkecil pengaruh lingkungan fisik terhadap perawat, maka langkah pertama adalah harus mempelajari manusia, baik mengenai fisik dan tingkah lakunya maupun mengenai fisiknya, kemudian digunakan sebagai dasar memikirkan lingkungan fisik yang sesuai.

10

2.1.2.2 Lingkungan kerja non-fisik

Menurut Sedarmayanti (2007) menyatakan bahwa lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik dengan atasan maupun dengan sesama rekan kerja ataupun hubungan dengan bawahan”. Lingkungan kerja non fisik ini merupakan lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan.

2.1.3 Standar lingkungan kerja.

The American Association of Critical-CareNurses (AACN) mengidentifikasi enam standar untuk membangun dan mempertahankan lingkungan kerja yang sehat yang telah ditetapkan. Dengan standar ini, AACN berkontribusi untuk pelaksanaan elemen dalam lingkungan kerja yang sehat ditetapkan pada tahun 2004, standar lebih mendukung pendidikan para pemimpin perawat untuk memperoleh kompetensi, pengetahuan, visi strategis, pengambilan risiko, kreativitas, efektivitas interpersonal komunikasi, dan inspirasi. Standar ini dirancang untuk digunakan sebagai dasar lingkungan kerja(Vollers et al, 2009).

Elemen penting yang diperlukan untuk keberhasilan pelaksanaan pelaksanaan setiap standar,bekerja secara kolaboratif, individu dan kelompok dalam suatu organisasi harus menentukan prioritas dan kedalaman elemen yang diperlukan untuk melaksanakan setiap standar. Adapun Standar untuk membangun dan mempertahankan lingkungan kerja yang sehat terdiri dari komunikasi terampil (Skilled communication),

11

benarkolaborasi (True collaboration), pengambilan keputusanyang efektif (Effective decision making), stafyang tepat (Appropriate staffing), pengakuan berarti (Meaningful recognition), kepemimpinan authentic (Authentic leadership) (Vollers et al, 2009).

2.1.3.1KomunikasiTerampil (Skilled communication).

Perawat harus mahir dalam keterampilan berkomunikasi karena perawat merupakan tenaga kesehatan yang sering dalam praktik klinis. Perawatan yang optimal kepada pasien mengutamakan pengetahuan khusus dan keterampilan perawat, dan beberapa profesional lainnya diintegrasikan. Integrasi ini akan dicapai hanya melalui interaksi, dan komunikasi terampil. Komunikasi bisa dipahami sebagai pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.

Sebuah budaya keselamatan yang mengharuskan seorang perawat dan organisasi kesehatan memprioritaskan untuk mengembangkan keterampilan komunikasi antara profesi lainya baik komunikasi secara lisan, tertulis maupun nonverbal. Mengharapkan adanya rasa menghormati kepada perawat yang berinteraksi dalam memberikan edukasi ke pada pasien dan antar perawatan profesional lainya, dalam pemberian pelayanan keperawatan, kesalahan yang sering terjadi disebabkan oleh faktor manusia dalam berinteraksi.

12

Adapun Elemen penting terampil berkomunikasi terdiri dari :

a. Organisasi kesehatan memberikan anggota tim dengan dukungan dan akses ke program pendidikan yang mengembangkan keterampilan komunikasi penting termasuk kesadaran diri, penyelidikan / dialog, manajemen konflik, negosiasi, advokasi, dan mendengarkan.

b. Komunikator yang terampil fokus pada mencari solusi dan mencapai hasil yang diinginkan.

c. Komunikator yang terampil berusaha untuk melindungi dan memajukan hubungan kolaboratif antara rekan-rekan.

d. Komunikator yang terampil mengundang dan mendengar semua perspektif yang relevan.

e. Komunikator yang terampil menunjukkan kesesuaian antara kata-kata dan tindakan, memegang tanggung jawab untuk melakukan hal yang sama.

f. Organisasi kesehatan menetapkan kebijakan toleransi nol dan memaksa mereka untuk mengatasi dan menghilangkan kekerasan dan perilaku tidak sopan di tempat kerja.

g. Organisasi kesehatan menetapkan struktur formal dan proses yang memastikan berbagi informasi yang efektif antara pasien, keluarga, dan tim kesehatan.

13

h. Organisasi kesehatan menetapkan sistem yang memerlukan individu dan tim untuk secara resmi mengevaluasi dampak dari komunikasi pada hasil klinis, keuangan, dan lingkungan kerja. i. Organisasi kesehatan meliputi komunikasi sebagai kriteria

dalam sistem penilaian kinerja dan anggota tim formal menunjukkan komunikasi yang terampil untuk memenuhi syarat untuk kemajuan profesional (Vollers et al, 2009).

2.1.3.2BenarKolaborasi (True collaboration).

Kolaborasi secara benar adalah proses, bukan peristiwa. Ini harus berkelanjutan dan membangun dari waktu ke waktu, akhirnya menghasilkan budaya kerja sama di mana komunikasi dan

Dokumen terkait