• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.5 Analisis Data

Data hasil pengamatan berupa kadar logam Mn pada daun genjer, kerapatan stomata, panjang dan lebar stomata, serta panjang dan lebar sel epidermis daun dengan Anova satu arah pada taraf signifikansi 5% untuk mengetahui pengaruh konsentrasi perlakuan yang diberikan terhadap tanaman genjer.

Hipotesis0 (H0): parameter pada kontrol dan perlakuan berbeda nyata Hipotesis1 (H1): parameter pada kontrol dan perlakuan tidak berbeda nyata Dasar penentuan keputusan:

1. Jika F hitung > F tabel (0,05) maka H0 ditolak 2. Jika F hitung< F tabel (0,05) maka H1 diterima

Jika hasil berbeda nyata maka dilakukan uji lanjutan dengan menggunakan uji Tuckey.

19 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Struktur Epidermis

Berdasarkan hasil pengamatan anatomi dari daun tanaman genjer, bentuk sel epidermis bervariasi dalam satu penampang daun. Bentuknya ada yang bersegi 5 atau bersegi 6. Susunan epidermis sebelum diberi perlakuan adalah tersusun rapat dan tidak terdapat celah antar sel epidermis (Gambar 2).

Gambar 2. Sel epidermis pada penampang membujur daun genjer sebelum diberi perlakuan dengan perbesaran 400X (Dokumen Pribadi, 2010) Epidermis daun genjer dari hasil pengamatan mempunyai dinding sel dan lapisan kutikula yang sangat tipis. Pada umumnya tumbuhan hidrofit memiliki kutikula yang sangat tipis bahkan tidak memiliki kutikula sama sekali. Epidermis yang dimiliki hanya selapis (Mulyani, 2006) (Gambar 3). Hal ini sesuai dengan pernyataan Qaisar et al. (2005) bahwa kutikula yang tipis merupakan ciri dari tumbuhan akuatik yang tidak perlu merespon lingkungan dalam menghadapi kekeringan. Hal ini dikarenakan suplai air yang melimpah dari lingkungan.

Gambar 3. Sel epidermis pada penampang melintang daun genjer dengan perbesaran 400X (Dokumen Pribadi, 2010)

Logam Mn dengan konsentrasi yang berbeda-beda memperlihatkan ukuran panjang dan lebar sel epidermis yang berbeda pula. Data tersebut disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Ukuran sel epidermis daun Genjer pada tiga perlakuan (konsentrasi) yang berbeda selama enam hari pengamatan

Panjang sel epidermis cenderung menjadi lebih kecil seiring dengan lamanya waktu penyerapan. Perlakuan Mn 3 ppm mempunyai ukuran panjang terbesar pada hari ke-0 yaitu 50 µm dan ukurannya menjadi lebih kecil pada hari ke-6. Pada konsentrasi Mn 1 ppm hari ke-0 panjang sel epidermis sebesar 43,75 µm dan mengalami penurunan panjang pada hari ke-2, 4, dan 6. Hal ini sesuai pernyataan Qaisar et al., (2005) melaporkan bahwa stomata eceng gondok mempunyai ukuran yang lebih kecil. Pada tanaman kontrol mempunyai panjang stomata7 µm sedangkan stomata tanaman yang tercemar memiliki rata-ratanya 5 µm.

Sel epidermis selapis

21

Berubahnya ukuran sel dipengaruhi oleh unsur hara (Mn) yang terkandung dalam air yang selanjutnya diserap oleh akar dan ditransportasikan menuju daun.

Logam Mn bersifat immobile sehingga lama kelamaan akan diakumulasikan di dalam daun (Fauziah et al., 2005). Logam yang terakumulasi dapat mengganggu laju pertumbuhan sel, yaitu mengurangi kecepatan pembelahan sel. Lukovic et al., (2005) menambahkan bahwa tumbuhan yang terdedah logam berat dalam konsentrasi yang besar secara langsung akan mengurangi aktivitas pembelahan sel.

Gambar 4. Konsentrasi Penyerapan Mn oleh Daun

Mengacu pada hasil akumulasi Mn pada daun (Gambar 4), nilai tertinggi kandungan Mn pada daun terdapat pada hari ke-0 dan terus mengalami penurunan sampai hari ke-6 menyebabkan potensial air di dalam sel menurun akibat zat terlarut (Mn) yang semakin menurun jumlah akumulasinya pada daun sehingga tekanan turgornya menurun. Proses penyerapan karbondioksida untuk fotosintesis berjalan terhambat, sehingga hasil asimilat pun menurun. Karbohidrat sebagai bahan respirasi akan menghasilkan ATP untuk pertumbuhan tanaman. Hal ini

menyebabkan proses pembelahan dan pembentangan sel-sel epidermis menjadi menurun akibatnya ukuran sel yang terbentuk menjadi lebih kecil (Hale dan David, 1987).

Berbeda dengan perlakuan Mn 1 ppm dan Mn 3 ppm, panjang sel epidermis pada kontrol justru mengalami peningkatan pada hari ke-4 sampai hari ke-6 meskipun awalnya dari hari ke-0 sampai hari ke-2 mengalami penurunan (Gambar 2). Dalam daun, peningkatan Mn di dalam daun akan menghambat aktivitas guaiacol peroksidase, askorbat peroksidase dan superoksida dismutase dalam tanaman yang toleran Mn serta dalam tanaman sensitif Mn (Ducic dan Polle, 2005).

Gambar 5. Panjang sel epidermis daun tanaman genjer pada hari ke- 0, 2, 4, dan 6 pada beberapa konsentrasi logam Mn

Meski demikian, berdasarkan hasil uji Anova pada taraf nyata 5%

konsentrasi logam Mn tidak berpengaruh nyata (p≥ 0,05) terhadap ukuran sel epidermis (Lampiran 1). Hal ini diduga karena jaringan epidermis merupakan kumpulan dari sel-sel yang berfungsi sebagai pelindung jaringan di bawahnya sehingga sel epidermis tetap mempertahankan ukuran panjang dan lebarnya.

Epidermis berperan sebagai lapisan penutup yang membantu dalam perlindungan

23

jaringan lunak yang ada di bagian dalamnya terhadap kerusakan mekanik dan kehilangan air secara berlebihan dan sangat cepat (Setjo, 2004).

Radoukova (2009) melaporkan terjadinya kenaikan jumlah sel epidermis pada Fraxinus pensylvanica sebagai salah satu reaksi tanaman terhadap polusi udara. Kenaikan jumlah epidermis berarti juga mengindikasikan penurunan ukuran sel epidermis sehingga jumlahnya bertambah dalam satu bidang pandang pengamatan.

Gambar 6. Lebar sel epidermis daun tanaman genjer pada hari ke- 0, 2, 4, dan 6 pada beberapa konsentrasi logam Mn

Berdasarkan hasil pengamatan anatomi terhadap kondisi sel epidermis pada kontrol mengalami kerusakan pada sel epidermisnya padahal tidak ditambahkan logam Mn ke dalam media. Kerusakan yang terjadi berupa lisis, berubah bentuk dan ukuran sel-sel epidermis atau sel tetangga serta terjadinya ruang antar sel epidermis yang lebih renggang (Gambar 7). Hal tersebut memperlihatkan adanya perubahan pada epidermis yang pada umumnya terdiri dari selapis sel yang berbentuk pipih dan rapat.

Gambar 7. Sel epidermis dengan ruang antar sel yang lebih renggang dengan perbesaran 400X (Dokumen Pribadi, 2010)

Hal ini diduga karena adanya kandungan Mn pada tanaman genjer pada waktu diambil dari habitat alaminya (Gambar 4). Pada hari ke-0 dan hari ke-2 terjadi kerusakan sel epidermis tetapi pada hari ke-4 dan ke-6 tidak mengalami kerusakan pada sel epidermis terbukti dengan susunan epidermis yang terlihat rapat. Hal ini diduga karena kandungan Mn daun pada hari ke-4 dan hari ke-6 semakin berkurang sehingga sel-sel epidermis pada daun kembali ke kondisi normalnya.

Perlakuan Mn 1 ppm mengalami kerusakan pada sel epidermisnya tetapi tidak sebesar jumlah kerusakan yang terjadi pada Mn 3 ppm (Gambar 9). Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi 1 dan 3 ppm genjer sudah mulai merespon terhadap jumlah logam yang melebihi kebutuhan unsur hara pada jaringannya.

Pengamatan di mikroskop dengan perbesaran 400X selain terjadi lisis pada sel-sel epidermis ditemukan pula adanya bintik-bintik berwarna hitam (Gambar 8). Bintik-bintik ini mengindikasikan adanya timbunan ion-ion logam Mn pada sel epidermis. Jika dibandingkan dengan sel epidermis daun genjer yang normal dapat terlihat perbedaannya dimana tidak ditemukan bintik-bintik hitam pada sel epidermis normal. Kerusakan pada lapisan epidermis dapat terjadi akibat glazing atau silvering pada permukaan daun oleh adanya partikel dan polutan yang

25

menempel. Adanya bintik-bintik hitam mungkin disebabkan oleh akumulasi fenolat yang merupakan lokasi dari deposito MnO2. Peningkatan senyawa fenolik ditemukan dalam daun tumbuhan air Natans trapa yang terpapar Mn dengan tingkat tinggi Mn (130 uM) (Baldisserotto et al., 2004).

Peningkatan konsentrasi Mn eksternal dan internal sel menyebabkan peningkatan aktivitas peroksidase pada tanaman Oryza sativa (Horiguchi, 1988).

Kemungkinan bahwa aktivitas peroksidase tinggi itu terkait dengan mekanisme kecoklatan nekrotik pada tanaman yang terpengaruh Mn. Nekrosis juga dikaitkan dengan hancurnya mesofil dan sel-sel epidermis daun dari tanaman yang terkena Mn berlebihan (Dienelt dan Lawson, 1991).

A B

Gambar 8. Perbedaan sel-sel epidermis pada saat sebelum dan sesudah perlakuan.

A. Sel epidermis normal sebelum perlakuan. B. Sel epidermis dengan bintik hitam setelah perlakuan Mn dengan perbesaran 400X (Dokumen Pribadi, 2010)

Tingkat Mn yang tinggi mengurangi aktivitas enzim yang secara langsung terlibat dalam proses detoksifikasi radikal bebas sehingga mengurangi kapasitas perlindungan terhadap stres oksidatif. Dalam daun Mn lebih terakumulasi dalam sel epidermis daun. Hal tersebut berkaitan dengan fungsi epidermis untuk menghindari kerusakan berupa hilangnya sel-sel kloroplas yang berperan dalam proses fotosintesis. Akumulasi senyawa fenolik dan sekresi Mn2+ di sekitar trikoma bunga matahari tanaman Helianthus annuus merupakan mekanisme

Bintik hitam

toleransi Mn (Blamey et al., 1986). Tumbuhan melakukan suatu mekanisme untuk mencegah efek toksik logam berat Mn untuk menghindari kematian sel dengan cara menghantarkan logam Mn ke aparat golgi yang akan dikirim dari sel melalui jalur vesikel sekretori menuju ke permukaan sel (Ducic dan Polle, 2005).

Gangguan yang terjadi di dalam sel oleh partikel logam berat adalah perubahan anatomi daun. Secara biologi proses penyerapan unsur-unsur kimia oleh tanaman air dilakukan lewat membran sel yaitu secara osmosis. Kation dari unsur-unsur kimia tersebut terdapat di dalam molekul air dan dikelilingi oleh molekul air lainnya. Jadi jumlah ion yang berdifusi ke rambut-rambut akar tergantung pada jumlah molekul air yang berdifusi ke membran sel. Semakin banyak molekul air yang diserap oleh tanaman genjer, berarti semakin banyak ion-ion logam tersebut yang masuk ke dalam tubuh tanaman (Supradata, 1992).

Tumbuhan akuatik ini mampu mendepositkan ion-ion logam berat ke dalam dinding sel, vakuola, dan lapisan sitoplasma yang akan berikatan dengan gugus sufhidril (-SH) atau asam organik lainnya (Moenandir, 1990 dalam Rahmadiah, 2000). Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002), bahwa ada tiga jalan yang dapat ditempuh oleh air dan ion-ion yang terlarut bergerak menuju xilem-xilem dalam akar, yaitu (1) melalui dinding sel (apoplas) epidermis dan sel-sel korteks, (2) melalui sistem sitoplasma (simplas) yang bergerak dari sel ke sel, dan (3) melalui sel hidup pada akar, dimana sitosol dari setiap sel membentuk suatu jalur.

Tumbuhan yang hidup dalam media yang berkondisi ekstrem, akan mengalami defisit air atau kelebihan garam sehingga terjadi ketidakseimbangan air antara sistem sel dan media tumbuh. Ketidakseimbangan ini menimbulkan

27

perbedaan potensial air antara kedua sistem ini sehingga protoplasma kehilangan air (air ditarik keluar sel).

Hari ke-

Penampang stomata pada perlakuan

0 ppm 1 ppm 3 ppm

0

2

4

6

Gambar 9. Penampang stomata daun tanaman genjer dengan perbesaran 400X (Dokumen Pribadi, 2010)

Kehilangan air yang berlangsung terus menerus dan diluar batas kontrolnya akan menyebabkan potensi turgor sel akan terus menurun. Kehilangan turgor tidak dapat dihindari hingga mencapai nol sehingga mengakibatkan kelayuan. Jika keseimbangan belum tercapai pada saat kelayuan, gradien potensi air akan terus terjadi antara kedua sistem ini. Hal tersebut akan menyebabkan plasmolisis

(Gambar 8). Sebagai logam beracun, Mn dapat menyebabkan perubahan metabolisme dan merusak makromolekul yang mengganggu homeostasis sel (Polle, 2001).

4.2. Struktur Stomata

Genjer termasuk tanaman golongan monokotil. Genjer mempunyai tipe stomata parasitik seperti pada tipe stomata pada tanaman air lainnya yaitu eceng gondok (Gambar 9). Sejalan dengan pernyataan Farisi et al., (2010) bahwa tipe stomata pada daun tanaman genjer merupakan tipe parasitik.

Gambar 10. Tipe stomata pada daun genjer dengan perbesaran 400X (Dokumen Pribadi, 2010)

Berdasarkan letaknya pada epidermis, stomata pada genjer termasuk tipe fanerofor yaitu stomata yang sel-sel penutupnya terletak sama tinggi dengan permukaan epidermis daun. Stomata seperti ini terdapat pada tumbuh-tumbuhan hidrofit. Stomata yang letaknya dipermukaan daun ini dapat menimbulkan banyaknya pengeluaran air secara mudah dan biasanya dapat pula dikemukakan bahwa epidermisnya tidak mempunyai lapisan kutikula. Ini merupakan adapatasi bagi kelompok tumbuhan air seperti genjer. Tumbuhan tersebut terus menerus mendapatkan air sehingga perlu diimbangi dengan penguapan yang tinggi. Tipe stomata tersebut membantu mengurangi kandungan air tersebut, karena jika tidak Sel tetangga

Sel penutup

29

tumbuhan bisa busuk. Kegiatan transpirasi dipengaruhi banyak faktor, antara lain besar kecilnya daun, tebal tipisnya daun, berlapis lilin atau tidaknya permukaan daun, banyak sedikitnya bulu pada permukaan daun, banyak sedikitnya stomata, bentuk dan letak stomata (Salisbury dan Ross, 1992).

Bagian tanaman yang menjadi target penyerapan polutan adalah stomata (Duldulao dan Gomez 2008) yang secara langsung dapat berinteraksi dengan jaringan mesofil (Gostin, 2009). Berbagai respon tanaman terhadap polutan telah banyak diketahui. Jaringan daun yang mengalami nekrosis di lokasi terpolusi dapat mempengaruhi bagian jaringan daun lainnya seperti yang dialami oleh Genipa americana (Sant’Anna-Santos, 2006). Hal yang sama juga dialami pada Ficus bengalensis, Guaiacum officinale, Eucalyptus sp (Jahan dan Iqbal, 1992), Trifolium montanum, dan Trifolium pretense (Gostin, 2009) yang menunjukkan pengurangan tebal kutikula, epidermis, palisade, dan bunga karang di lokasi terpolusi. Peningkatan jumlah epidermis dan stomata serta peningkatan indeks stomata merupakan salah satu respon tanaman terhadap polusi udara.

Logam berat dapat terserap ke dalam jaringan tanaman melalui akar dan stomata daun (Alloway, 1990). Mangan yang terlarut dalam media tumbuh tanaman genjer ikut masuk ke dalam jaringan tumbuhan bersama dengan air melalui pembuluh xilem. Transportasi ion logam dalam xilem pada dasarnya didorong oleh aliran ke atas massa air yang diciptakan oleh aliran transpirasi.

Mangan sebagai sebuah ion divalen bisa bergerak bebas di pembuluh xilem dan diangkut ke daun dengan aliran transpirasi (Ducic dan Polle, 2005).

Gambar 11. Peristiwa lisis pada sel penjaga stomata dengan perbesaran 400X (Dokumen Pribadi, 2010)

4.2.1 Kerapatan Stomata

Kerapatan stomata pada semua perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kerapatan stomata daun Genjer pada tiga perlakuan (konsentrasi) yang

Pada kontrol (0 ppm) dan perlakuan Mn 1 ppm menunjukkan nilai kerapatan stomata yang fluktuatif. Kerapatan stomata pada kontrol tertinggi pada hari ke-0 yaitu 141,67 sel/mm2 dan terendah pada hari ke-4 yaitu 100 sel/mm2 sedangkan pada Perlakuan Mn 1 ppm nilai kerapatan stomata tertinggi terdapat pada hari ke-2 yaitu 1ke-27,08/mm2 dan terendah pada hari ke-0 yaitu 97,92 sel/mm2 (Tabel 3).

31

adaptasinya tanaman genjer mereduksi jumlah stomata agar Mn yang terserap bersama air juga sedikit.

Gambar 12. Kerapatan stomata daun tanaman genjer pada hari ke- 0, 2, 4, dan 6 pada beberapa konsentrasi logam Mn

Selain itu dengan melihat akumulasi Mn daun hari ke-0 pada perlakuan Mn 3 ppm yang mempunyai nilai tertinggi dibandingkan hari ke-2, 4, dan 6 menyebabkan potensial air di dalam sel meningkat sehingga tekanan turgornya meningkat. Proses penyerapan oksigen untuk fotosintesis berjalan lebih optimal, sehingga hasil asimilat meningkat. Karbohidrat sebagai bahan respirasi akan menghasilkan ATP untuk pertumbuhan tanaman. Hal ini menyebabkan proses pembelahan dan pembentangan sel-sel epidermis menjadi meningkat akibatnya ukuran sel yang terbentuk menjadi lebih besar. Ukuran sel yang besar menyebabkan kerapatan stomata menjadi menurun (Hale dan David, 1987).

Akumulasi Mn yang terus berkurang sampai hari ke-6 sebagai akibat dari lamanya waktu penyerapan sehingga kandungan Mn yang terdapat pada media

tanam semakin hari juga semakin berkurang menyebabkan tanaman genjer tidak dapat beradaptasi lagi terhadap media tanamnya. Pada hari ke-2, 4, dan 6 tanaman genjer justru mengalami peningkatan kerapatan stomata yang bertujuan untuk menangkap CO2 yang akan digunakan dalam proses fotosintesis.

Kerapatan stomata pada perlakuan Mn 3 ppm lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan Mn 1 ppm dan kontrol, hal ini berkaitan dengan penyerapan Mn daun pada perlakuan 3 ppm yang juga mempunyai nilai akumulasi Mn terendah. Hal ini diduga sebagai bentuk adaptasi tanaman genjer terhadap konsentrasi Mn yang tinggi pada media tanamnya. Efek toksis akibat konsentrasi logam yang tinggi pada tumbuhan menyebabkan tumbuhan perlu mengatur detoksifikasi logam. Hal ini dapat dicapai dengan mengontrol penyerapan dan transportasi atau penyerapan dan kompartementalisasi logam (Radoti et al., 2000).

Jika tingkat Mn dalam larutan tanah melebihi kisaran 0,1- 0,5 mg / L, maka Mn biasanya yang paling berbahaya bagi tanaman.Dalam kondisi pasokan logam tinggi, umumnya sebagian besar logam terbatas pada akar tanaman (Harrington et al., 1996), sehingga kandungan Mn yang ditransportasikan ke daun lebih sedikit jumlahnya. Kerapatan stomata diduga dipengaruhi oleh beberapa mekanisme yang tidak diketahui yang dapat mencegah pemuatan logam berlebih dalam xilem. Hal tersebut dapat menjelaskan mengapa tumbuhan dapat hidup dengan jumlah Mn cukup atau lebih besar pada organ daun (Ducic dan Polle, 2005). Meskipun demikian berdasarkan statistik tidak terdapat pengaruh yang nyata pada

33

konsentrasi perlakuan terhadap kerapatan stomata daun tanaman genjer (p≥ 0,05) (Lampiran 2).

Konsentrasi Mn daun pada kontrol (0 ppm) menunjukkan nilai penyerapan Mn yang terbesar dibandingkan dengan perlakuan Mn 1 ppm dan Mn 3 ppm.

Tingginya kandungan Mn dapat berfungsi sebagai katalisator reaksi redoks sehingga enzim-enzim memacu terbentuknya proplastida utamanya kloroplas pada calon sel induk stomata (Haryanti, 2009). Kloroplas ini akan tetap ada dan berkembang pada sel tersebut. Setelah terjadi pembentangan sel, sel anakan menjadi dewasa dan akan mengalami diferensiasi. Diferensiasi terjadi akibat adanya polaritas medan kutub sehingga plasma tidak merata. Awal yang tidak sama ini menyebabkan perbedaan metabolisme. Hal ini diduga akan mempengaruhi distribusi stomata selanjutnya (Haryanti et al., 2002). Eceng gondok yang ditumbuhkan pada limbah pengecoran logam dengan konsentrasi Mn yang tinggi memiliki jumlah stomata paling banyak (Haryanti et al., 2009).

Stomata berkembang dari sel protoderma. Sel induk membagi diri menjadi dua sel yang terdiferensiasi menjadi dua sel penjaga. Pada mulanya sel tersebut kecil dan bentuknya tidak menentu, tetapi selanjutnya berkembang melebar dan bentuknya khas. Selama perkembangan, lamela tengah diantara dua sel penjaga menggembung dan bentuknya seperti lensa sejenak sebelum bagian tersebut berpisah menjadi apertur (Fahn, 1992).

Untuk menghindari efek toksik pada konsentrasi tinggi tetapi juga menghindari kekurangan, maka perlu bahwa tanaman mengatur detoksifikasi logam ini. Hal ini dapat dicapai dengan mengontrol penyerapan dan transportasi,

atau oleh penyerapan dan kompartementalisasi. Pada tumbuhan tinggi analisis transportasi dan penyerapan logam adalah kompleks karena perbedaan transportasi jaringan spesifik, sel spesifik, dan organ spesifik. Diasumsikan proses yang mempengaruhi tingkat akumulasi logam pada tanaman adalah mobilisasi dan serapan dari kompartementalisasi, tanah dan penyerapan dalam akar, efisiensi loading xilem dan transportasi, distribusi antara tenggelam logam di bagian udara, penyerapan dan penyimpanan dalam sel daun (Clemens et al., 2002). Pada setiap tingkat transportasi dalam konsentrasi tanaman, dan kedekatan dari chelator logam serta kehadiran dan selektivitas transporter dapat mempengaruhi tingkat akumulasi logam.

Hasil pengamatan menunjukkan terjadinya penurunan kerapatan stomata dari perlakuan 0 ppm hingga 3 ppm. Hal tersebut menandakan jelas bahwa tanaman genjer dengan perlakuan 3 ppm mengalami tingkat pencemaran yang lebih tinggi daripada perlakuan 0 ppm dan 1 ppm sehingga tanaman genjer mengurangi /mereduksi jumlah stomatanya sebagai bentuk adaptasi terhadap bentuk pencemaran tersebut. Sebagaimana hasil penelitian pada Swietenia macrophylla yang menunjukkan kecenderungan penurunan jumlah stomata seiring dengan naiknya konsentrasi Pb pada daun (Sembiring dan Sulistyawati, 2006).

Dalam kondisi logam yang berlebih kemungkinan bahwa tingkat transpirasi akan mendominasi pergerakan logam dalam pembuluh xilem. Selain itu, potensi komposisi, pH dan redoks getah xilem akan mempengaruhi jenis dan jumlah serta gerakan spesies logam dalam getah xilem. Beberapa spesies yang mengalami

35

keracunan logam mungkin memiliki efek pada tingkat transportasi xilem dengan mengurangi transpirasi (Ducic dan Polle, 2005). Meski demikian, berdasarkan hasil uji anova dengan taraf signifikansi 95% untuk perhitungan kerapatan stomata diperoleh nilai tidak berbeda nyata (P ≥ 0,05) (Lampiran 2 ).

Dari hasil pengamatan, stomata tersebar secara acak pada permukaan daun baik permukaan atas dan bawah daun. Umumnya tumbuhan air mempunyai stomata lebih banyak dibandingkan dengan tumbuhan terestrial. Hal ini menarik karena tumbuhan air mempunyai stomata pada permukaan atas dan bawah daun, sedangkan tumbuhan terestrial yang hidup saat ini sebagian besar hanya mempunyai stomata pada permukaan bawah daun (Suharno et al., 2007).

Keberadaan somata berkaitan dengan proses evolusi tumbuhan yang berlangsung akibat ketersediaan air yang terbatas sehingga tumbuhan akan mengatur kebutuhan air dengan cara membatasi jumlah stomata. Kebanyakan daun tumbuhan yang produktif mempunyai banyak stomata pada kedua sisi daunnya. Jumlah dan ukuran stomata yang dipengaruhi oleh genotip dan lingkungan (Gardner, 1991)

Berdasarkan letak stomatanya, daun genjer termasuk tipe amfistomatik karena stomata dijumpai di kedua sisi daun (adaksial dan abaksial). Stomata pada permukaan bawah lebih rapat dari permukaan atas (Tabel 3). hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Campbell et al., (2000) bahwa pada sebagian besar tumbuhan, stomata lebih banyak di permukaan bawah daun dibandingkan dengan permukaan atas. Adaptasi ini akan meminimalkan kehilangan air yang terjadi

lebih cepat melalui stomata pada bagian atas suatu daun yang terkena sinar matahari.

4.2.2 Ukuran Stomata

Dari hasil pengamatan terhadap ukuran panjang dan lebar sel penutup stomata daun tumbuhan genjer, diperoleh hasil selengkapnya dari semua perlakuan seperti tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4. Ukuran sel penutup stomata daun Genjer pada tiga perlakuan (konsentrasi) yang berbeda selama enam hari pengamatan

Parameter

Panjang dan lebar sel penutup stomata pada kontrol menunjukkan nilai yang fluktuatif. Berbeda dengan perlakuan Mn 0 ppm (kontrol), Panjang dan lebar sel penutup stomata daun tanaman genjer pada perlakuan Mn 1 ppm dan Mn 3 ppm mengalami penurunan dari hari ke-0 sampai hari ke-4. Hal ini merujuk pada akumulasi Mn daun pada perlakuan Mn 1 ppm dan Mn 3 ppm. Meningkatnya bahan terlarut di dalam sel menyebabkan potensial air menjadi berkurang, sehingga tekanan turgor menjadi berkurang (Hale dan David, 1987). Hal ini menyebabkan proses pembentangan sel menjadi tidak maksimal (Leopold dan Kriedemann, 1985). Proses pembentangan yang tidak maksimal mengakibatkan ukuran sel penutup stomata yang terbentuk menjadi pendek.

37

Panjang sel epidermis mengalami peningkatan kembali pada hari ke-6. Hal ini diduga terjadi penurunan bahan terlarut dalam sel yang mengakibatkan potensial air naik dan tekanan turgor juga naik. Hal ini mendorong terjadinya pemanjangan sel-sel penutup, sehingga penyerapan oksigen dan transpirasi lebih

Panjang sel epidermis mengalami peningkatan kembali pada hari ke-6. Hal ini diduga terjadi penurunan bahan terlarut dalam sel yang mengakibatkan potensial air naik dan tekanan turgor juga naik. Hal ini mendorong terjadinya pemanjangan sel-sel penutup, sehingga penyerapan oksigen dan transpirasi lebih

Dokumen terkait