• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN LOGAM Mn TERHADAP STRUKTUR EPIDERMIS DAN STOMATA DAUN TANAMAN GENJER. (Limnocharis flava) ANGGIA MURNI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN LOGAM Mn TERHADAP STRUKTUR EPIDERMIS DAN STOMATA DAUN TANAMAN GENJER. (Limnocharis flava) ANGGIA MURNI"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

ANGGIA MURNI

PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2012 M/ 1434 H

(2)

PENGARUH PEMBERIAN LOGAM Mn TERHADAP STRUKTUR EPIDERMIS DAN STOMATA DAUN TANAMAN GENJER

(Limnocharis flava)

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

ANGGIA MURNI 106095003201

PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2012 M/ 1434 H

(3)
(4)
(5)

iii

ABSTRAK

Anggia Murni. Pengaruh Pemberian Logam Mn terhadap Struktur Epidermis dan Stomata Daun Tanaman Genjer (Limnocharis flava). Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2012.

Pencemaran air sungai oleh logam Mn yang melebihi ambang batas dapat membahayakan makhluk hidup yang mengkonsumsinya karena logam tersebut akan terakumulasi di dalam tubuh. Genjer (Limnocharis flava) adalah tanaman air yang berpotensi menyerap logam berat di perairan. Kemampuan genjer dalam menyerap logam kemungkinan akan berdampak pada anatomi tanaman genjer terutama pada organ daun yang merupakan organ penting bagi produksi makanan.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian logam Mn terhadap struktur epidermis dan struktur stomata daun. Percobaan dilakukan menggunakan Rancangan acak Lengkap (RAL) dengan tiga ulangan. Penelitian ini menggunakan tanaman genjer yang diberi konsentrasi logam Mn berbeda-beda yaitu 0 ppm, 1 ppm, dan 3 ppm. Parameter dalam penelitian ini adalah struktur epidermis (panjang sel epidermis, lebar sel epidermis, dan abnormalitas sel epidermis) serta struktur stomata (panjang stomata, lebar stomata, dan kerapatan stomata). Data dianalisis dengan Analisis of Variance (Anova) untuk struktur stomata (panjang stomata, lebar stomata, dan kerapatan stomata) dan struktur epidermis (panjang dan lebar sel epidermis). Khusus untuk abnormalitas sel epidermis, analisa dilakukan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistika pemberian logam Mn tidak berpengaruh (p ≥ 0,05) baik terhadap struktur epidermis daun (panjang dan lebar sel epidermis) maupun struktur stomata daun ( panjang dan lebar sel penjaga stomata serta kerapatan stomata). Secara deskriptif penambahan Mn diketahui telah menyebabkan kerusakan (abnormalitas) pada sel epidermis yang ditandai dengan lisis, celah antar sel epidermis yang lebih renggang, dan munculnya bintik-bintik hitam pada permukaan sel epidermis.

Kata kunci: genjer, fitoremediasi, mangan, anatomi daun

(6)

iv

ABSTRACT

Anggia Murni. Effect of Mn structure of the Epidermis and the Stomata Leaf of Genjer (Limnocharis flava). Skripsi. Biological Studies Program. Faculty of Science and Technology. Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

2012.

Pollution of water by Mn metal that exceeding the threshold can be harmfull of living things that consume it because it will accumulate in the body. Genjer is an aquatic plant that has a potential to absorbs heavy metal in the river. The ability to absorb heavy metal can give an impact on plant anatomy, especially leaves that has an important for the production of food. The aim of this research is to know when Mn metal giving to the epidermal structure and the structure stomata at leaf.

The experiments were conducted using Complete Random Design (CRD) with three replications. This study use a sample that given a different concentrations of Mn is 0 ppm, 1 ppm and 3 ppm. The parameters in this study is the structure of epidermis (epidermal cell length, width of epidermal cells and epidermal cell abnormalities) and the structure of stomata (stomatal length, width of stomata, and stomata density). The data were analyzed by Analysis of Variance (ANOVA) for the structure of stomata (stomatal length, width of stomata, and stomata density) and the structure of the epidermis (epidermal cell length and width). Especially for epidermal cell abnormalities is analyse by descriptive. The results showed that the statistical of giving Mn metal has no effect (p ≥ 0.05) either the leaf epidermis structure (length and width of the cells of the epidermis) or the structure of the leaf stomata (length and width of stomatal guard cells and stomata density). As a descriptive, addition of Mn known to have caused damage (abnormality) in epidermal cells characterized by lysis, the gap between the cells of the epidermis is more tenuous, and the appearance of black spots on the surface of epidermal cells.

Keywords: velvet leaf, phytoremediation, mangan, leaf anatomy

(7)

v Assalamu’alaikum. Wr. Wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T atas rahmat dan ridhonya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Logam Mn terhadap Struktur Epidermis dan Stomata Daun Tanaman Genjer (Limnocharis flava)” disusun sebagai syarat tugas akhir pada Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Selama penyusunan skripsi, berbagai pihak telah banyak memberikan bantuan dan dorongan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini disampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih terutama diberikan kepada :

1. Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M. Sis., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Dr. Lily Surayya E.P, M. Env. Stud., selaku Ketua Prodi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Etyn Yunita, M. Si., selaku Sekretaris Program Studi Biologi.

4. Dasumiati. M. Si selaku pembimbing akademik.

5. Priyanti, M. Si selaku dosen pembimbing I dan Etyn Yunita, M.Si., selaku dosen pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan tenaga untuk memberikan bimbingan, saran dan dorongan hingga terselesaikannya skripsi ini.

(8)

vi 6. Dosen-dosen Penguji baik seminar proposal, hasil maupun sidang (Lily Surayya E.P, M. Env. Stud, Dasumiati, M. Si., Narti Fitriana, M. Si., dan Dra.

Nani Radiastuti, M.Si.)

7. Kepala Lab. Biologi, Narti Fitriana, M. Si., beserta Staf laboratorium.

8. Semua dosen yang telah mengajarkan penulis selama kuliah S1 ini, terutama dosen-dosen di Prodi Biologi yang telah memberikan ilmu yang tiada terhingga dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.

9. Untuk Ibu tercinta yang tidak pernah lelah memberi bantuan materil dan non materil, atas segala kasih sayang tulus, doa dan motivasi yang tak terhenti sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10. Rekan-rekan seangkatan Biologi 2006 (Nunu, Yelvi, Iis, Rina, Pipit, Lidya, Jihan, Nana, Nita, Hera, Nununk, Note, Adenk, Deden, Adus, Eko, Ryan, Muhib, Ikbal, Ipin, Bams, Malik dan Iyvan). Semoga Allah selalu menjaga persahabatan kita.

Akhirnya, penulis berdoa semoga amal baik yang telah diberikan mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah S.W.T. Amin. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pemikiran demi kemajuan dan keberhasilan bersama. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Jakarta, November 2012

Penulis

(9)

vii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1. 1 Latar Belakang ... 1

1. 2 Perumusan Masalah ... 3

1. 3 Hipotesis ... 4

1. 4 Tujuan Penelitian ... 4

1. 5 Manfaat penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Genjer ... 5

2.2 Anatomi Genjer ... 7

2.3 Peran Logam Mangan pada Tumbuhan ... 8

2.4 Fitoremediasi ... 10

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 12

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 12

3.2 Bahan dan Alat ... 12

3.3 Cara Kerja ... 12

3.3.1 Pengambilan Sampel Tumbuhan Genjer ... 12

3.3.2 Aklimatisasi Sampel TumbuhanGenjer ... 13

3.3.3 Uji Kemapuan Tumbuhan Genjer dalam Menyerap Logam Berat14 3.3.3.1 Seleksi Tumbuhan Genjer ... 14

(10)

viii

3.3.3.2 Pembuatan Media Perlakuan ... 14

3.3.3.3 Pengujian Kadar Logam Mn pada Organ Daun ... 15

3.3.3.4 Pengukuran Faktor Fisik ... 16

3.3.3.5 Pembuatan dan Pengawetan Preparat Awetan ... 16

3.4 Rancangan Penelitian ... 17

3.5 Analisis Data ... 18

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

4.1 Struktur Epidermis ... 19

4.2 Struktur Stomata ... 28

4.2.1 Kerapatan Stomata ... 30

4.2.2 Ukuran Sel Penutup Stomata ... 36

BAB V PENUTUP ... 41

5.1 Kesimpulan ... 41

5.2 Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

LAMPIRAN ... 51

(11)

ix

Gambar 1. Genjer (L. flava) dan Eceng Gondok (E. crassipes) ... 6

Gambar 2. Sel Epidermis pada Penampang Membujur Daun Genjer Sebelum diberi Perlakuan ... 19

Gambar 3. Sel Epidermis pada Penampang Melintang Daun Genjer ... 20

Gambar 4. Akumulasi Penyerapan Mn pada Daun Genjer ... 21

Gambar 5. Perubahan Ukuran Panjang Sel Epidermis pada Tiga Perlakuan Konsentrasi Mn ... 22

Gambar 6. Perubahan Ukuran Lebar Sel Epidermis pada Tiga Perlakuan Konsentrasi Mn ... 23

Gambar 7. Sel Epidermis dengan Ruang Antar Sel yang Lebih renggang ... 24

Gambar 8. Sel-Sel Epidermis ... 25

Gambar 9. Penampang Melintang Stomata daun Genjer ... 27

Gambar 10. Tipe Stomata pada Daun Genjer ... 28

Gambar 11. Peristiwa Lisis pada Sel penutup Stomata ... 30

Gambar 12. Kerapatan Stomata Daun Genjer pada Tiga Perlakuan Konsentrasi Mn ... 31

Gambar 13. Perubahan Ukuran Panjang Sel Penutup Stomata Daun Genjer ... 38

Gambar 14. Perubahan Ukuran Lebar Sel Penutup Stomata Daun Genjer ... 39

(12)

x

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Rancangan Penelitian ... 17 Tabel 2. Ukuran Sel Epidermis Daun Genjer pada Tiga Perlakuan

Konsentrasi ... 20 Tabel 3. Kerapatan Stomata Daun Genjer pada Tiga Perlakuan konsentrasi ... 30 Tabel 4. Ukuran Sel Penutup Stomata Daun Genjer pada Tiga Perlakuan

Konsentrasi ... 36

(13)

xi Lampiran 1. Uji Anova Perlakuan Mn terhadap Panjang dan Lebar Sel

Epidermis Daun Genjer ... 51 Lampiran 2. Uji Anova Perlakuan Mn terhadap Kerapatan Stomata Daun

Genjer ... 52 Lampiran 3. Uji Anova Perlakuan Mn terhadap Panjang dan Lebar Sel

Penutup Stomata Daun Genjer ... 53 Lampiran 4. Uji Anova Akumulasi Mn pada Daun Genjer pada Tiga

Perlakuan Mn ... 54 Lampiran 5. Uji Lanjutan Pengaruh Konsentrasi Perlakuan Mn terhadap

Akumulasi Penyerapan Mn pada DAun Genjer ... 55 Lampiran 6. Abnormalitas Sel Epidermis Daun Tanaman Genjer ... 57

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Polusi dari unsur elemen sisa dalam lingkungan akuatik disebabkan oleh industrialisasi yang telah dilaporkan oleh banyak peneliti di seluruh dunia (Al- Masri et al., 2002).Industri pengolahan logam atau baterai yang tidak dilengkapi oleh sistem pengolahan limbah akan menghasilkan limbah yang mengandung raksa (Hg), besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), timbal (Pb), seng (Zn), kromium (Cr), dan nikel (Ni). Logam-logam berat tersebut dapat mencemari sungai sebagai salah satu sumber air bersih yang dapat digunakan oleh masyarakat dan dapat membahayakan kesehatan masyarakat yang mengkonsumsinya karena logam-logam berat tersebut akan terakumulasi di dalam tubuh (Effendi, 2003).

Kandungan Mn di bumi sekitar 1060 ppm yang tersebar di tanah sekitar 61 – 1010 ppm, di sungai sekitar 7 ppm, di laut sekitar 10 ppm, di air tanah sekitar <

0,1 ppm. Mangan terdapat dalam bentuk kompleks dengan bikarbonat, mineral dan organik. Unsur mangan pada air permukaan berupa ion bervalensi empat dalam bentuk organik kompleks. Mangan banyak terdapat dalam pyrolusite (MnO2), braunite, (Mn2+Mn3+6)(SiO12), psilomelane (Ba,H2O)2Mn5O10 dan rhodochrosite (MnCO3) (Eaton, 2005). Mangan digunakan dalam campuran baja, industry pigmen, las, pupuk, pestisida, keramik, elektronik, alloy (campuran beberapa logam dan bukan logam, terutama karbon), industry baterai, cat, dan zat tambahan pada makanan (Bawahab et al., 2002).

(15)

Kebanyakan sumber air memiliki tingkat kandungan Mn dan Fe yang cukup tinggi dan berpotensi menyebabkan perubahan kualitas fisik, kimia maupun biologis perairan (Bawahab et al., 2002). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dinyatakan bahwa kadar maksimal mangan dalam air adalah 0,5 ppm.

Penanggulangan pencemaran air merupakan hal yang mutlak dilakukan. Air yang telah tercemar oleh logam berat dapat diperbaiki kualitasnya dengan menggunakan tumbuhan atau fitoremediasi. Salah satu tumbuhan yang digunakan sebagai agen fitoremediasi adalah genjer (Limnocharis flava). Genjer dapat bekerja sebagai penjerap berbagai logam berat sehingga memungkinkan air yang tercemar dapat digunakan kembali.

Genjer mampu mengakumulasi logam berat seperti besi dan mangan pada organ akar dan daun. Genjer dapat menyerap 54% Fe pada organ daun dan 44%

pada organ akar dari konsentrasi Mn 3 ppm pada media tumbuh genjer sedangkan serapan Mn oleh akar adalah 51% dan34% oleh daun (Priyanti dan Yunita, 2010).

Sianida di perairan sekitar pertambangan mampu diserap oleh genjer sebesar 9,59 ppm. Selain itu genjer juga mampu menyerap dan mengakumulasi logam Pb pada jaringannya hingga 167 ppm (Juhaeti dan Syarif, 2003).

Tumbuhan dapat tercemar logam berat melalui penyerapan air dan mineral oleh akar. Logam berat yang terserap oleh akar akan semakin menumpuk pada lokasi akhir akumulasi hara yaitu daun. Daun merupakan bagian tanaman yang

(16)

3

paling peka terhadap pencemaran. Respon anatomi dapat dilihat dari jumlah dan struktur stomata (Mudd, 1975 dalam Siregar, 2005).

Beberapa penelitian tentang pengaruh penyerapan logam terhadap anatomi tumbuhan telah dilakukan oleh Farisi et al. (2010) yang menyatakan bahwa eceng gondok yang tumbuh di sungai yang tercemar limbah cair batik mempunyai kerapatan stomata lebih rendah yaitu 60-78 mm2 dan ukuran stomata lebih kecil yaitu 30-42,5 µm dibandingkan eceng gondok yang tumbuh di perairan yang tidak tercemar limbah cair pabrik yaitu sebesar 88-142 mm2 dengan ukuran stomata 35- 45 µm. Warier dan Saroja (2008) menyatakan bahwa eceng gondok yang tumbuh pada perairan yang mengandung limbah mempunyai ukuran sel yang lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh pada perairan yang tidak mengandung limbah. Qaisar et al. (2005) melaporkan stomata eceng gondok mempunyai ukuran yang lebih pendek pada kondisi tercemar yaitu panjang rata- ratanya adalah 5 µm, sedangkan pada tanaman kontrol mempunyai panjang 7 µm.

Belum banyak literatur yang menyatakan tentang perubahan anatomi daun pada genjer sebagai tumbuhan penyerap logam. Berdasarkan pertimbangan di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh pemberian logam Mn terhadap struktur epidermis dan struktur stomata daun tanaman genjer (L. flava).

1.2 Perumusan Masalah

a. Apakah terdapat pengaruh pemberian logam Mn terhadap struktur epidermis (panjang dan lebar sel, serta abnormalitas sel) daun tanaman genjer?

(17)

b. Apakah terdapat pengaruh pemberian logam Mn terhadap struktur stomata (panjang dan lebar sel penutup serta kerapatan) daun tanaman genjer?

1.3 Hipotesis

a. Terdapat pengaruh pemberian logam Mn terhadap struktur epidermis (panjang dan lebar sel, serta abnormalitas sel) daun tanaman genjer.

b. Terdapat pengaruh pemberian logam Mn terhadap struktur stomata (panjang dan lebar sel penutup serta kerapatan) daun tanaman genjer.

1.4 Tujuan Penelitian

a. Mengamati pengaruh pemberian logam Mn terhadap struktur epidermis (panjang dan lebar sel, serta abnormalitas sel) daun tanaman genjer.

b. Mengamati pengaruh pemberian logam Mn terhadap struktur stomata (panjang dan lebar sel penutup serta kerapatan) daun tanaman genjer.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam pemilihan tumbuhan yang tepat untuk dijadikan sebagai agen fitoremediasi guna mengolah limbah yang ramah lingkungan demi keseimbangan ekosistem.

(18)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Genjer

Limnocharis flava (genjer) dikelompokkan ke dalam keluarga Butomaceae. Genjer merupakan tumbuhan herba tahunan , berakar serabut dengan tinggi 20 - 100 cm. Daun basal meroset. Tangkai daun panjang sekitar 5 - 75 cm.

Dasar pelepah daun tebal berongga. Bentuk daun membulat, panjang 5 – 30 cm, lebar 4 - 25 cm, berwarna hijau kekuningan. Pertulangan daun menjari (Gambar 1) (Juhaeti et al., 2009).

Bunga genjer merupakan bunga majemuk berbentuk payung dengan 5-15 bunga, terletak di ketiak daun. Tangkai bunga panjang berukuran 10-90 cm. Daun kelopak berjumlah 3, berbentuk jantung, berwarna hijau, panjang 5-50 cm, lebar 4-25 cm. Daun mahkota berjumlah 3 buah, bundar, helaiannya sangat tipis, kuning muda, panjang 1,5 - 3 cm, lebar 0,7 - 2 cm. Buah buni, berbentuk bulat telur, hijau, bergaris tengah 1,5 – 2 cm, dan tertutup kelopak. Biji bulat, kecil dengan ukuran 8-11,5 mm, dan berwarna hitam (Juhaeti et al., 2009).

Genjer dapat bereproduksi secara vegetatif dan secara generatif.

Perkembangan secara vegetatif menggunakan tunas baru yang tumbuh di ketiak daun sedangkan reproduksi secara generatif yaitu dengan biji (Abhilash, 2004).

Masyarakat Indonesia menyebut L. flava sebagai genjer, banging, atau eceng. Masyarakat Inggris menyebut genjer dengan sawah lettuce, velvet leaf atau hermit’s water lily (Abhilash, 2004).

(19)

Genjer tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 1300 m. Tempat tumbuh genjer adalah rawa-rawa, sawah, kolam (ikan) dan saluran air (Alfa, 2003). Genjer banyak ditemukan di pulau Sumatera dan Jawa. Genjer digunakan sebagai makanan ternak, di daerah Toba. Genjer juga dapat dibudidayakan sebagai tumbuhan hias dan dapat dimanfaatkan sebagai sayuran (Alfa, 2003).

Kandungan gizi genjer yang dikonsumsi per 100 g nya adalah protein 1 g, lemak 0,3 g, karbohidrat 9,5 g, vitamin A 5000 IU dan vitamin B1 10 IU. Daun dan bunga genjer berkhasiat sebagai penambah nafsu makan serta mengandung kardenolin, flavonoida dan polifenol. Senyawa-senyawa itu mempunyai sifat sebagai antiradikal(Alfa, 2003).

A B

Gambar 1. Genjer (L. Flava) (A) dan Eceng gondok (E. crassipes) (B) (Sumber : http://anekaplanta.wordpress.com)

Sebagian orang menganggap genjer memiliki kemiripan dengan eceng gondok. Jika diamati dengan seksama, genjer berbeda dengan eceng gondok (Eichhornia crassipes) (Gambar 1). Genjer bertangkai daun menyegitiga tidak menggembung di bagian pangkalnya. Bunganya majemuk, bentuk payung berwarna kuning (Juhaeti et al., 2009). Eceng gondok mempunyai pangkal

(20)

7

tangkai daun menggelembung. Bunganya termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir, dan berwarna ungu (Widyanto dan Susilo, 1977).

2.2 Anatomi Genjer

Genjer merupakan salah satu tumbuhan hidrofit. Genjer sebagai tumbuhan air memiliki karakter anatomi yang berbeda dengan tumbuhan darat. Karakter tersebut merupakan hasil adaptasi dengan lingkungannya yang memiliki kelebihan dalam hal ketersediaan air dan kelembapan yang tinggi serta keadaan yang kekurangan oksigen. Karakter anatomi tumbuhan hidrofit kurang beragam dibandingkan tumbuhan xerofit. Tumbuhan air mempunyai sedikit jaringan penyokong dan pelindung, jaringan pembuluh xilem mengecil, dan mempunyai rongga udara (Mulyani, 2006)

Jaringan pelindung ialah lapisan paling luar yang menutupi seluruh organ.

Jaringan tersebut berasal dari protoderma sel-sel yang setelah tua akan tetap ada atau rusak. Jika epidermis rusak akan digantikan oleh gabus. Jumlah jaringan ini biasanya satu lapis tetapi dapat juga lebih misalnya seperti pada tumbuhan Ficus, Piper, dan velamen pada akar anggrek. Jaringan tersebut memiliki bentuk, ukuran, dan susunan bervariasi. Jaringan ini mempunyai ciri: susunan sel rapat tanpa ruang antar sel; dinding sel bervariasi tergantung posisi dan jenis tumbuhan; berisi protoplas hidup yang berisi kristal garam, minyak, getah, dan kristal silikat;

vakuola berukuran besar yang berisi antosianin namun tidak berkloroplas dimana terdapat pengecualian pada sel penutup tumbuhan hidrofit dan tumbuhan di bawah naungan (Fahn, 1992).

(21)

Stomata terdapat pada hampir semua bagian permukaan tumbuhan. Stomata terdiri dari lubang (porus) yang dikelilingi oleh 2 sel penutup. Letak stomata pada daun adalah pada permukaan atas maupun bawah. Ruang antara sel yang luas, berada di bawah stomata disebut rongga stomata (Fahn, 1992).

Letak stomata terhadap sel epidermis menjadi beberapa tipe sebagai berikut:

1) Tipe Anomositik yaitu jumlah sel tetangga yang mengelilingi sel penutup tidak tertentu, dan tidak dapat dibedakan dengan sel epidermis lainnya, 2). Tipe Anisositik yaitu biasanya jumlah sel tetangga 3 satu sel lebih kecil dari 2 lainnya, 3). Tipe Diasitik yaitu dua sel tetangga mengelilingi sel penutup, dan letaknya tegak lurus terhadap poros panjang sel penutup, 4). Tipe Parasitik yaitu poros panjang sel penutup sejajar dengan sel tetangga, 5). Tipe Aktinositik yaitu jumlah sel tetangga 4 atau lebih, sel-selnya memanjang ke arah radial terhadap sel penutup, 6). Tipe Siklositik yaitu jumlah sel tetangga 4 atau lebih, sel-selnya tersusun melingkar seperti cincin. Pada monokotil, stoma dibedakan berdasarkan jumlah sel tetangga, 6 sel pada Canaceae, Musaceae, dan Zingibraceae, 4 sel pada Pandan, 2 sel, pada Graminae (Fahn, 1992).

2.3 Peran Logam Mangan pada Tumbuhan

Mangan adalah unsur penting bagi tumbuhan yang berperan pada beberapa proses metabolisme terutama dalam fotosintesis dan sebagai kofaktor-antioksidan enzim. Tumbuhan yang kandungan Mn nya berlebih dapat menyebabkan kerusakan pada aparatus fotosintesisnya sedangkan kekurangan Mn akan berpengaruh pada fotosistem II. Dengan demikian Mn memiliki dua peran dalam

(22)

9

proses metabolisme tumbuhan yaitu sebagai mikronutrien esensial dan unsur beracun bila dalam jumlah berlebih (Mukhopadhyay dan Sharma, 1991).

Distribusi Mn dari sel-sel akar dalam seluruh tumbuhan melibatkan transportasi utama di xilem, transferensi dari xilem ke floem dan re-translokasi ke floem. Fitotoksisitas Mn dimanifestasikan dalam pengurangan biomassa dan fotosintesis serta gangguan biokimia, seperti stres oksidatif. Gejala keracunan mangan secara kasat mata sangat bervariasi tergantung pada jenis tumbuhan dan tingkat toleransi terhadap kelebihan nutrisi. Lokasi serta konsentrasi mangan yang tinggi juga bertanggung jawab untuk menunjukkan gejala keracunan mangan.

Gejala yang diamati mencakup menguningnya di ujung daun yang lebih tua, kadang-kadang mengarah ke cuping atas, dan tampak bercak nekrotik coklat pada daun tua (Topan, 2007). Mangan umumnya cenderung menumpuk terutama di organ pucuk daripada di akar, seperti yang ditunjukkan dalam percobaan pelabelan Mn dengan Mn54 pada tahap perkembangan awal gandum (Triticum aestivum cv Arina.) (Page dan Feller, 2005).

Mekanisme transportasi jarak pendek juga penting bagi translokasi logam Mn ke dalam membran plasma dan biomembran dari organ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat protein transport yang memainkan peranan penting dalam pemeliharaan konsentrasi Mn yang memadai di dalam sitoplasma. Sistem antiport berpartisipasi sebagai bagian dari mekanisme pertahanan umum yang aktif di bawah tekanan logam berat. Beberapa protein transporter telah terkait dengan transportasi Mn2+ dan akumulasi ke dalam kompartemen intraselular seperti vakuola (Ducic dan Polle, 2005; Pittman, 2005).

(23)

2.4. Fitoremediasi

Fitoremediasi merupakan pemanfaatan tumbuhan untuk meminimalisasi dan mendetoksifikasi polutan. Tumbuhan berperan menyerap logam dan mineral yang tinggi atau sebagai fitoakumulator dan fitochelator.

Fitoremediasi dapat diaplikasikan pada limbah organik maupun anorganik dalam bentuk padat, cair, dan gas (Salt et al., 1998).

Tumbuhan yang digunakan dalam fitoremediasi adalah tumbuhan yang memiliki kemampuan sangat tinggi untuk mengangkut berbagai pencemaran yang ada (multiple uptake hyperaccumulator plant) ataupun tumbuhan yang memiliki kemampuan mengangkut pencemaran yang bersifat tunggal (spesific uptake hyperaccumulator plant). Tumbuhan hiperakumulator harus mampu mentranslokasikan unsur-unsur pencemar (Juhaeti et al., 2009).

Beberapa jenis tumbuhan mampu bekerja sebagai agen fitoremediasi, seperti azolla, kiambang (Salvinia molesta), eceng gondok (Eichhornia crassipes), kangkung air (Ipomea aquatica) serta beberapa jenis tumbuhan mangrove. Jenis- jenis ini merupakan tumbuhan air yang banyak dijumpai di sungai, pantai, rawa atau danau. Beberapa tumbuhan yang tumbuh di tanah juga mampu berperan dalam fitoremediasi. Tumbuhan-tumbuhan ini memiliki kemampuan yang disebut dengan hiperakumulator, yaitu relatif tahan terhadap berbagai macam bahan pencemar dan mampu mengakumulasikannya dalam jaringan dengan jumlah yang cukup besar (Juhaeti et al., 2009).

Tumbuhan air dipakai untuk pengolah limbah karena tumbuhan tersebut mengasimilasi senyawa organik dan anorganik dari limbah. Tumbuhan dengan

(24)

11

tingkat pertumbuhan yang tinggi dan tajuk yang besar dapat menyimpan bermacam hara mineral. Rizoma dan akar Phragmites australis, Scirpus spp.

berfungsi sebagai filtrasi dan pengendap senyawa hidrokarbon dan logam berat beracun (Juhaeti et al., 2009). .

Genjer mampu menurunkan nilai BOD (Biological Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), maupun TSS (Total Suspended Solid) hingga memenuhi baku mutu lingkungan (BML), pada pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit (Avlenda, 2009). Hasil analisa lain juga menunjukkan bahwa genjer yang diambil dari perairan sekitar pertambangan dapat menyerap sianida sebesar 9,59 ppm (Juhaeti et al., 2003).

Genjer dalam waktu 24 jam mampu menyerap logam Cd dan Ni sebesar 1,35 mg/g dan 1,16 mg/g bila logam-logam tersebut berada dalam keadaan tidak tercampur dan menyerap Cd 1,23 mg/g dan Ni 0,35 mg/g bobot kering bila logam-logam berada dalam keadaan tercampur dengan logam lain di dalam air (Susilo, 1977 dalam Alfa, 2003). Selain dapat menyerap logam berat, genjer juga mempunyai kemampuan untuk menyerap residu paraquet. Genjer dapat menyerap paraquet dari kadar 0,05 ppm dan 0,10 ppm menjadi 0,02 ppm dan 0,024 ppm (Chosin, 1977 dalam Alfa, 2003).

(25)

12 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai April 2011. Pelaksanaan penelitian bertempat di Laboratorium Ekologi dan Laboratorium Lingkungan, Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan penelitian berupa tumbuhan genjer yang diambil dari daerah Muncul-Tangerang Selatan, kerikil (split), pasir, larutan standar Mn 1000 ppm, asam nitrat pekat/HNO3, aquadest, alkohol 70%, safranin 1 %, alkohol 95 %, fast Green 0,1 %, serta sampel air dari lokasi pengambilan tumbuhan genjer.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ember, cangkul, kantung plastik ukuran 60 x 90 cm, wadah plastik ukuran 20 liter, gelas ukur 1000 ml, botol sampel air, gelas beker 100 ml, labu ukur 100 ml, pipet ukur, pH meter (mettle Toledo), Water Quality Checker (Horiba Tipe V-10), AAS (Atomic Absorbtion Spectrophotometer) merk Perkin Elmer Tipe A-Analyst 700, filter paper 0,45 µ dan filter apparatus, label, kaca objek, kapas, kaca penutup, mikroskop, dan kamera digital.

3.3. Cara Kerja

3.3.1 Pengambilan Sampel Tumbuhan Genjer

Tumbuhan genjer (L. flava) diambil secara acak di salah satu tepi sawah yang banyak ditumbuhi oleh tumbuhan ini. Bagian yang diambil meliputi organ

(26)

13

akar, batang dan daun sebanyak 18 buah. Sampel yang diambil dipilih yang memiliki kisaran ukuran yang relatif sama (berukuran sedang) dan sehat (tidak ada cacat pada bagian tumbuhan).

Sampel air tumbuhan genjer pada habitat alaminya diambil dan dimasukkan ke dalam botol sampel sebanyak 250 ml. Kelarutan oksigen (DO) diukur langsung (in situ) pada habitatnya menggunakan Water Quality Checker. Sedangkan derajat keasaman (pH) diukur menggunakan pH meter di Laboratorium Lingkungan PLT UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.3.2 Aklimatisasi Sampel Tumbuhan Genjer

Sampel tumbuhan genjer yang diambil dari habitatnya kemudian diaklimatisasi di Laboratorium Ekologi dengan menggunakan wadah plastik berukuran 20 L. Substrat yang digunakan berupa kerikil dan pasir (1:1) yang telah dicuci bersih dan dibilas dengan aquadest sebanyak dua kali. Hal ini dilakukan untuk menghindari partikel-partikel halus yang dapat menyumbat ruang pori-pori substrat (Priyanti dan Yunita, 2010).

Kerikil dan pasir yang sudah bersih dimasukkan ke dalam ember plastik, hingga mencapai ketinggian 8 cm dari dasar wadah. Hal ini bertujuan memberikan ruang tumbuh bagi akar dapat tumbuh dengan baik. Tumbuhan genjer yang sudah dibersihkan akarnya dari lumpur sawah ditanam sebanyak 6 individu ke dalam setiap ember plastik lalu dimasukkan aquades sebanyak 5 L. Pertumbuhan tumbuhan genjer diamati selama dua minggu dengan indikasi daun dan batang tidak layu sehingga pengujian dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya.

(27)

3.3.3 Uji Kemampuan Tumbuhan Genjer dalam Menyerap Logam Berat 3.3.3.1. Seleksi Tumbuhan Genjer

Tumbuhan genjer yang tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya dieliminasi dari wadah plastik. Air yang ada di dalam ember plastik dibuang kemudian ditambahkan larutan logam Mn ke dalam wadah dengan berbagai konsentrasi pengujian, yaitu 0 ppm (kontrol), 1 ppm, dan 3 ppm sebanyak 5 L.

3.3.3.2. Pembuatan Media Perlakuan a. Mn 0 ppm (kontrol)

Pembuatan media untuk konsentrasi Mn 0 ppm (kontrol) yaitu dengan memasukkan 5 liter aquades ke dalam wadah plastik berukuran 20 L yang sudah diisi dengan substrat yang ditanami 6 individu tanaman genjer. Media untuk perlakuan Mn 0 ppm ini tidak ditambahkan dengan logam Mn.

b. Mn 1 ppm

Pembuatan media untuk konsentrasi Mn 1 ppm diawali dengan menghitung seberapa banyak jumlah larutan Mn yang akan dimasukkan ke dalam media Mn 1 ppm. Larutan Mn diambil dari larutan standar Mn 1000 ppm yang kemudian dihitung dengan menggunakan rumus M1xV1=M2xV2

1000 ppm x V2=1 ppm x 5 liter V2= 5/1000

V2=0,005 liter atau 5 ml

Larutan Mn dimasukkan sebanyak 5 ml ke dalam labu ukur 1 liter kemudian ditambahkan aquades sampai 1 liter. Larutan dipindahkan ke dalam jerigen plastik

(28)

15

ukuran 5 L. Aquades ditambahkan sebanyak 4 liter lagi ke dalam jerigen plastik hingga volume larutan mencapai 5 liter dengan konsentrasi 1 ppm. Larutan Mn 1 ppm yang sudah jadi kemudian dimasukkan ke dalam ember plastik ukuran 20 L yang sudah diisi dengan substrat yang ditanami 6 individu tanaman genjer.

b. Mn 3 ppm

Pembuatan media untuk konsentrasi Mn 3 ppm diawali dengan menghitung seberapa banyak jumlah larutan Mn yang akan dimasukkan ke dalam media Mn 3 ppm. Larutan Mn diambil dari larutan standar Mn 1000 ppm yang kemudian dihitung dengan menggunakan rumus M1xV1=M2xV2

1000 ppm x V2=3 ppm x 5 liter V2= 15/1000

V2=0,015 liter atau 15 ml

Larutan Mn dimasukkan sebanyak 15 ml ke dalam labu ukur 1 liter yang ditambahkan aquades sampai 1 liter lalu dipindahkan ke dalam jerigen plastik ukuran 5 L. Aquades ditambahkan sebanyak 4 liter lagi ke dalam jerigen plastik hingga volume larutan mencapai 5 liter dengan konsentrasi 3 ppm. Larutan Mn 1 ppm yang sudah jadi kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik ukuran 20 L yang sudah diisi dengan substrat yang ditanami 6 individu tanaman genjer.

3.3.3.3. Pengujian Kadar Logam Mn pada Organ Daun

Uji kadar logam Mn pada organ daun dilakukan pada hari ke-0 (Aklimatisasi), 2, 4, dan 6. Organ daun tumbuhan genjer diambil dari tiga individu kemudian dipotong sepanjang 2 cm untuk didekstruksi dan diuji dengan

(29)

menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) merk Perkin Elmer Tipe A-Analyst 700.

3.3.3.4. Pengukuran Faktor Fisik

Pengukuran faktor fisik berupa DO, suhu, dan pH air dilakukan pada habitat genjer serta wadah plastik yang digunakan untuk uji tumbuh genjer.

3.3.4. Pembuatan dan Pengamatan Preparat Awetan

Preparat anatomi yang diamati adalah jaringan epidermis beserta stomata.

Daun yang dibuat preparat anatomi diambil pada hari ke 0, 2, 4, dan 6 setelah penambahan larutan logam Mn. Cara pembuatan preparat stomata adalah dengan metode replika/cetakan yaitu permukaan bawah daun diolesi cat kuku kemudian dibiarkan kering selama 5-10 menit. Setelah kering cat kuku dikelupas dengan silet lalu diletakkan di atas kaca objek kemudian ditutup dengan kaca penutup.

Setiap sudut gelas penutup ditetesi cat kuku agar tidak mudah lepas (Haryanti, 2010).

Parameter anatomi meliputi struktur epidermis dan struktur stomata.

Struktur epidermis yang diamati adalah ukuran sel epidermis yaitu panjang dan lebar sel epidermis serta kondisi sel epidermis. Struktur stomata terdiri dari ukuran stomata yaitu panjang dan lebar stomata serta kerapatan stomata. Preparat anatomi genjer diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x.

Kerapatan stomata dihitung menurut Agustini (1999) dalam Hidayati (2009) sebagai berikut:

(30)

17

Kerapatan Stomata (Kan) = rerata Sa LBP

Rata-rata stomata (rerata Sa) = Sa1 + Sa2 + Sa3 + San

n Keterangan :

Sa1 : Jumlah stomata bidang pandang ke 1 Sa2 : Jumlah stomata bidang pandang ke 2 Sa3 : Jumlah stomata bidang pandang ke 3 San : Jumlah stomata bidang pandang ke n LBP : Luas bidang pandang (mm2)

3.4. Rancangan Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas tiga macam perlakuan konsentrasi Mn (0 ppm, 1 ppm, dan 3 ppm) dan tiga ulangan. Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah kerapatan stomata, panjang dan lebar stomata, panjang dan lebar sel epidermis daun serta abnormalitas sel epidermis. Berikut ini merupakan rancangan penelitian:

Tabel 1. Rancangan penelitian

No Parameter pengamatan Perlakuan Konsentrasi Mn

0 1 3

1 Kerapatan stomata √ √ √

2 Panjang sel penutup stomata √ √ √

3 Lebar sel penutup stomata √ √ √

4 Panjang sel epidermis daun √ √ √

5 Lebar sel epidermis daun √ √ √

6 Abnormalitas Sel epidermis daun √ √ √

(31)

3.5. Analisis Data

Data hasil pengamatan berupa kadar logam Mn pada daun genjer, kerapatan stomata, panjang dan lebar stomata, serta panjang dan lebar sel epidermis daun dengan Anova satu arah pada taraf signifikansi 5% untuk mengetahui pengaruh konsentrasi perlakuan yang diberikan terhadap tanaman genjer.

Hipotesis0 (H0): parameter pada kontrol dan perlakuan berbeda nyata Hipotesis1 (H1): parameter pada kontrol dan perlakuan tidak berbeda nyata Dasar penentuan keputusan:

1. Jika F hitung > F tabel (0,05) maka H0 ditolak 2. Jika F hitung< F tabel (0,05) maka H1 diterima

Jika hasil berbeda nyata maka dilakukan uji lanjutan dengan menggunakan uji Tuckey.

(32)

19 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Struktur Epidermis

Berdasarkan hasil pengamatan anatomi dari daun tanaman genjer, bentuk sel epidermis bervariasi dalam satu penampang daun. Bentuknya ada yang bersegi 5 atau bersegi 6. Susunan epidermis sebelum diberi perlakuan adalah tersusun rapat dan tidak terdapat celah antar sel epidermis (Gambar 2).

Gambar 2. Sel epidermis pada penampang membujur daun genjer sebelum diberi perlakuan dengan perbesaran 400X (Dokumen Pribadi, 2010) Epidermis daun genjer dari hasil pengamatan mempunyai dinding sel dan lapisan kutikula yang sangat tipis. Pada umumnya tumbuhan hidrofit memiliki kutikula yang sangat tipis bahkan tidak memiliki kutikula sama sekali. Epidermis yang dimiliki hanya selapis (Mulyani, 2006) (Gambar 3). Hal ini sesuai dengan pernyataan Qaisar et al. (2005) bahwa kutikula yang tipis merupakan ciri dari tumbuhan akuatik yang tidak perlu merespon lingkungan dalam menghadapi kekeringan. Hal ini dikarenakan suplai air yang melimpah dari lingkungan.

(33)

Gambar 3. Sel epidermis pada penampang melintang daun genjer dengan perbesaran 400X (Dokumen Pribadi, 2010)

Logam Mn dengan konsentrasi yang berbeda-beda memperlihatkan ukuran panjang dan lebar sel epidermis yang berbeda pula. Data tersebut disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Ukuran sel epidermis daun Genjer pada tiga perlakuan (konsentrasi) yang berbeda selama enam hari pengamatan

Parameter pengamatan

Konsentrasi Mn (ppm)

Hari pengamatan ke-

0 2 4 6

Panjang sel epidermis (µm)

0 ppm 41,25 36,25 37,50 43,75

1 ppm 43,75 35,00 33,75 36,25

3 ppm 50,00 35,00 33,75 35,00

Lebar sel epdermis (µm)

0 ppm 35,00 32,50 31,25 32,50

1 ppm 37,50 27,50 25,00 30,00

3 ppm 36,25 27,50 25,00 35,00

Panjang sel epidermis cenderung menjadi lebih kecil seiring dengan lamanya waktu penyerapan. Perlakuan Mn 3 ppm mempunyai ukuran panjang terbesar pada hari ke-0 yaitu 50 µm dan ukurannya menjadi lebih kecil pada hari ke-6. Pada konsentrasi Mn 1 ppm hari ke-0 panjang sel epidermis sebesar 43,75 µm dan mengalami penurunan panjang pada hari ke-2, 4, dan 6. Hal ini sesuai pernyataan Qaisar et al., (2005) melaporkan bahwa stomata eceng gondok mempunyai ukuran yang lebih kecil. Pada tanaman kontrol mempunyai panjang stomata7 µm sedangkan stomata tanaman yang tercemar memiliki rata-ratanya 5 µm.

Sel epidermis selapis

(34)

21

Berubahnya ukuran sel dipengaruhi oleh unsur hara (Mn) yang terkandung dalam air yang selanjutnya diserap oleh akar dan ditransportasikan menuju daun.

Logam Mn bersifat immobile sehingga lama kelamaan akan diakumulasikan di dalam daun (Fauziah et al., 2005). Logam yang terakumulasi dapat mengganggu laju pertumbuhan sel, yaitu mengurangi kecepatan pembelahan sel. Lukovic et al., (2005) menambahkan bahwa tumbuhan yang terdedah logam berat dalam konsentrasi yang besar secara langsung akan mengurangi aktivitas pembelahan sel.

Gambar 4. Konsentrasi Penyerapan Mn oleh Daun

Mengacu pada hasil akumulasi Mn pada daun (Gambar 4), nilai tertinggi kandungan Mn pada daun terdapat pada hari ke-0 dan terus mengalami penurunan sampai hari ke-6 menyebabkan potensial air di dalam sel menurun akibat zat terlarut (Mn) yang semakin menurun jumlah akumulasinya pada daun sehingga tekanan turgornya menurun. Proses penyerapan karbondioksida untuk fotosintesis berjalan terhambat, sehingga hasil asimilat pun menurun. Karbohidrat sebagai bahan respirasi akan menghasilkan ATP untuk pertumbuhan tanaman. Hal ini

(35)

menyebabkan proses pembelahan dan pembentangan sel-sel epidermis menjadi menurun akibatnya ukuran sel yang terbentuk menjadi lebih kecil (Hale dan David, 1987).

Berbeda dengan perlakuan Mn 1 ppm dan Mn 3 ppm, panjang sel epidermis pada kontrol justru mengalami peningkatan pada hari ke-4 sampai hari ke-6 meskipun awalnya dari hari ke-0 sampai hari ke-2 mengalami penurunan (Gambar 2). Dalam daun, peningkatan Mn di dalam daun akan menghambat aktivitas guaiacol peroksidase, askorbat peroksidase dan superoksida dismutase dalam tanaman yang toleran Mn serta dalam tanaman sensitif Mn (Ducic dan Polle, 2005).

Gambar 5. Panjang sel epidermis daun tanaman genjer pada hari ke- 0, 2, 4, dan 6 pada beberapa konsentrasi logam Mn

Meski demikian, berdasarkan hasil uji Anova pada taraf nyata 5%

konsentrasi logam Mn tidak berpengaruh nyata (p≥ 0,05) terhadap ukuran sel epidermis (Lampiran 1). Hal ini diduga karena jaringan epidermis merupakan kumpulan dari sel-sel yang berfungsi sebagai pelindung jaringan di bawahnya sehingga sel epidermis tetap mempertahankan ukuran panjang dan lebarnya.

Epidermis berperan sebagai lapisan penutup yang membantu dalam perlindungan

(36)

23

jaringan lunak yang ada di bagian dalamnya terhadap kerusakan mekanik dan kehilangan air secara berlebihan dan sangat cepat (Setjo, 2004).

Radoukova (2009) melaporkan terjadinya kenaikan jumlah sel epidermis pada Fraxinus pensylvanica sebagai salah satu reaksi tanaman terhadap polusi udara. Kenaikan jumlah epidermis berarti juga mengindikasikan penurunan ukuran sel epidermis sehingga jumlahnya bertambah dalam satu bidang pandang pengamatan.

Gambar 6. Lebar sel epidermis daun tanaman genjer pada hari ke- 0, 2, 4, dan 6 pada beberapa konsentrasi logam Mn

Berdasarkan hasil pengamatan anatomi terhadap kondisi sel epidermis pada kontrol mengalami kerusakan pada sel epidermisnya padahal tidak ditambahkan logam Mn ke dalam media. Kerusakan yang terjadi berupa lisis, berubah bentuk dan ukuran sel-sel epidermis atau sel tetangga serta terjadinya ruang antar sel epidermis yang lebih renggang (Gambar 7). Hal tersebut memperlihatkan adanya perubahan pada epidermis yang pada umumnya terdiri dari selapis sel yang berbentuk pipih dan rapat.

(37)

Gambar 7. Sel epidermis dengan ruang antar sel yang lebih renggang dengan perbesaran 400X (Dokumen Pribadi, 2010)

Hal ini diduga karena adanya kandungan Mn pada tanaman genjer pada waktu diambil dari habitat alaminya (Gambar 4). Pada hari ke-0 dan hari ke-2 terjadi kerusakan sel epidermis tetapi pada hari ke-4 dan ke-6 tidak mengalami kerusakan pada sel epidermis terbukti dengan susunan epidermis yang terlihat rapat. Hal ini diduga karena kandungan Mn daun pada hari ke-4 dan hari ke-6 semakin berkurang sehingga sel-sel epidermis pada daun kembali ke kondisi normalnya.

Perlakuan Mn 1 ppm mengalami kerusakan pada sel epidermisnya tetapi tidak sebesar jumlah kerusakan yang terjadi pada Mn 3 ppm (Gambar 9). Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi 1 dan 3 ppm genjer sudah mulai merespon terhadap jumlah logam yang melebihi kebutuhan unsur hara pada jaringannya.

Pengamatan di mikroskop dengan perbesaran 400X selain terjadi lisis pada sel-sel epidermis ditemukan pula adanya bintik-bintik berwarna hitam (Gambar 8). Bintik-bintik ini mengindikasikan adanya timbunan ion-ion logam Mn pada sel epidermis. Jika dibandingkan dengan sel epidermis daun genjer yang normal dapat terlihat perbedaannya dimana tidak ditemukan bintik-bintik hitam pada sel epidermis normal. Kerusakan pada lapisan epidermis dapat terjadi akibat glazing atau silvering pada permukaan daun oleh adanya partikel dan polutan yang

(38)

25

menempel. Adanya bintik-bintik hitam mungkin disebabkan oleh akumulasi fenolat yang merupakan lokasi dari deposito MnO2. Peningkatan senyawa fenolik ditemukan dalam daun tumbuhan air Natans trapa yang terpapar Mn dengan tingkat tinggi Mn (130 uM) (Baldisserotto et al., 2004).

Peningkatan konsentrasi Mn eksternal dan internal sel menyebabkan peningkatan aktivitas peroksidase pada tanaman Oryza sativa (Horiguchi, 1988).

Kemungkinan bahwa aktivitas peroksidase tinggi itu terkait dengan mekanisme kecoklatan nekrotik pada tanaman yang terpengaruh Mn. Nekrosis juga dikaitkan dengan hancurnya mesofil dan sel-sel epidermis daun dari tanaman yang terkena Mn berlebihan (Dienelt dan Lawson, 1991).

A B

Gambar 8. Perbedaan sel-sel epidermis pada saat sebelum dan sesudah perlakuan.

A. Sel epidermis normal sebelum perlakuan. B. Sel epidermis dengan bintik hitam setelah perlakuan Mn dengan perbesaran 400X (Dokumen Pribadi, 2010)

Tingkat Mn yang tinggi mengurangi aktivitas enzim yang secara langsung terlibat dalam proses detoksifikasi radikal bebas sehingga mengurangi kapasitas perlindungan terhadap stres oksidatif. Dalam daun Mn lebih terakumulasi dalam sel epidermis daun. Hal tersebut berkaitan dengan fungsi epidermis untuk menghindari kerusakan berupa hilangnya sel-sel kloroplas yang berperan dalam proses fotosintesis. Akumulasi senyawa fenolik dan sekresi Mn2+ di sekitar trikoma bunga matahari tanaman Helianthus annuus merupakan mekanisme

Bintik hitam

(39)

toleransi Mn (Blamey et al., 1986). Tumbuhan melakukan suatu mekanisme untuk mencegah efek toksik logam berat Mn untuk menghindari kematian sel dengan cara menghantarkan logam Mn ke aparat golgi yang akan dikirim dari sel melalui jalur vesikel sekretori menuju ke permukaan sel (Ducic dan Polle, 2005).

Gangguan yang terjadi di dalam sel oleh partikel logam berat adalah perubahan anatomi daun. Secara biologi proses penyerapan unsur-unsur kimia oleh tanaman air dilakukan lewat membran sel yaitu secara osmosis. Kation dari unsur-unsur kimia tersebut terdapat di dalam molekul air dan dikelilingi oleh molekul air lainnya. Jadi jumlah ion yang berdifusi ke rambut-rambut akar tergantung pada jumlah molekul air yang berdifusi ke membran sel. Semakin banyak molekul air yang diserap oleh tanaman genjer, berarti semakin banyak ion-ion logam tersebut yang masuk ke dalam tubuh tanaman (Supradata, 1992).

Tumbuhan akuatik ini mampu mendepositkan ion-ion logam berat ke dalam dinding sel, vakuola, dan lapisan sitoplasma yang akan berikatan dengan gugus sufhidril (-SH) atau asam organik lainnya (Moenandir, 1990 dalam Rahmadiah, 2000). Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002), bahwa ada tiga jalan yang dapat ditempuh oleh air dan ion-ion yang terlarut bergerak menuju xilem-xilem dalam akar, yaitu (1) melalui dinding sel (apoplas) epidermis dan sel-sel korteks, (2) melalui sistem sitoplasma (simplas) yang bergerak dari sel ke sel, dan (3) melalui sel hidup pada akar, dimana sitosol dari setiap sel membentuk suatu jalur.

Tumbuhan yang hidup dalam media yang berkondisi ekstrem, akan mengalami defisit air atau kelebihan garam sehingga terjadi ketidakseimbangan air antara sistem sel dan media tumbuh. Ketidakseimbangan ini menimbulkan

(40)

27

perbedaan potensial air antara kedua sistem ini sehingga protoplasma kehilangan air (air ditarik keluar sel).

Hari ke-

Penampang stomata pada perlakuan

0 ppm 1 ppm 3 ppm

0

2

4

6

Gambar 9. Penampang stomata daun tanaman genjer dengan perbesaran 400X (Dokumen Pribadi, 2010)

Kehilangan air yang berlangsung terus menerus dan diluar batas kontrolnya akan menyebabkan potensi turgor sel akan terus menurun. Kehilangan turgor tidak dapat dihindari hingga mencapai nol sehingga mengakibatkan kelayuan. Jika keseimbangan belum tercapai pada saat kelayuan, gradien potensi air akan terus terjadi antara kedua sistem ini. Hal tersebut akan menyebabkan plasmolisis

(41)

(Gambar 8). Sebagai logam beracun, Mn dapat menyebabkan perubahan metabolisme dan merusak makromolekul yang mengganggu homeostasis sel (Polle, 2001).

4.2. Struktur Stomata

Genjer termasuk tanaman golongan monokotil. Genjer mempunyai tipe stomata parasitik seperti pada tipe stomata pada tanaman air lainnya yaitu eceng gondok (Gambar 9). Sejalan dengan pernyataan Farisi et al., (2010) bahwa tipe stomata pada daun tanaman genjer merupakan tipe parasitik.

Gambar 10. Tipe stomata pada daun genjer dengan perbesaran 400X (Dokumen Pribadi, 2010)

Berdasarkan letaknya pada epidermis, stomata pada genjer termasuk tipe fanerofor yaitu stomata yang sel-sel penutupnya terletak sama tinggi dengan permukaan epidermis daun. Stomata seperti ini terdapat pada tumbuh-tumbuhan hidrofit. Stomata yang letaknya dipermukaan daun ini dapat menimbulkan banyaknya pengeluaran air secara mudah dan biasanya dapat pula dikemukakan bahwa epidermisnya tidak mempunyai lapisan kutikula. Ini merupakan adapatasi bagi kelompok tumbuhan air seperti genjer. Tumbuhan tersebut terus menerus mendapatkan air sehingga perlu diimbangi dengan penguapan yang tinggi. Tipe stomata tersebut membantu mengurangi kandungan air tersebut, karena jika tidak Sel tetangga

Sel penutup

(42)

29

tumbuhan bisa busuk. Kegiatan transpirasi dipengaruhi banyak faktor, antara lain besar kecilnya daun, tebal tipisnya daun, berlapis lilin atau tidaknya permukaan daun, banyak sedikitnya bulu pada permukaan daun, banyak sedikitnya stomata, bentuk dan letak stomata (Salisbury dan Ross, 1992).

Bagian tanaman yang menjadi target penyerapan polutan adalah stomata (Duldulao dan Gomez 2008) yang secara langsung dapat berinteraksi dengan jaringan mesofil (Gostin, 2009). Berbagai respon tanaman terhadap polutan telah banyak diketahui. Jaringan daun yang mengalami nekrosis di lokasi terpolusi dapat mempengaruhi bagian jaringan daun lainnya seperti yang dialami oleh Genipa americana (Sant’Anna-Santos, 2006). Hal yang sama juga dialami pada Ficus bengalensis, Guaiacum officinale, Eucalyptus sp (Jahan dan Iqbal, 1992), Trifolium montanum, dan Trifolium pretense (Gostin, 2009) yang menunjukkan pengurangan tebal kutikula, epidermis, palisade, dan bunga karang di lokasi terpolusi. Peningkatan jumlah epidermis dan stomata serta peningkatan indeks stomata merupakan salah satu respon tanaman terhadap polusi udara.

Logam berat dapat terserap ke dalam jaringan tanaman melalui akar dan stomata daun (Alloway, 1990). Mangan yang terlarut dalam media tumbuh tanaman genjer ikut masuk ke dalam jaringan tumbuhan bersama dengan air melalui pembuluh xilem. Transportasi ion logam dalam xilem pada dasarnya didorong oleh aliran ke atas massa air yang diciptakan oleh aliran transpirasi.

Mangan sebagai sebuah ion divalen bisa bergerak bebas di pembuluh xilem dan diangkut ke daun dengan aliran transpirasi (Ducic dan Polle, 2005).

(43)

Gambar 11. Peristiwa lisis pada sel penjaga stomata dengan perbesaran 400X (Dokumen Pribadi, 2010)

4.2.1 Kerapatan Stomata

Kerapatan stomata pada semua perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kerapatan stomata daun Genjer pada tiga perlakuan (konsentrasi) yang berbeda selama enam hari pengamatan

Parameter pengamatan

Konsentrasi Mn (ppm)

Hari pengamatan ke-

0 2 4 6

Kerapatan stomata (∑/mm2)

0 ppm 141,67 108,33 100 131,25

1 ppm 97,92 127,08 106,25 118,75

3 ppm 91,67 100 110,42 114,58

Pada kontrol (0 ppm) dan perlakuan Mn 1 ppm menunjukkan nilai kerapatan stomata yang fluktuatif. Kerapatan stomata pada kontrol tertinggi pada hari ke-0 yaitu 141,67 sel/mm2 dan terendah pada hari ke-4 yaitu 100 sel/mm2 sedangkan pada Perlakuan Mn 1 ppm nilai kerapatan stomata tertinggi terdapat pada hari ke- 2 yaitu 127,08/mm2 dan terendah pada hari ke-0 yaitu 97,92 sel/mm2 (Tabel 3).

Berbeda dengan kontrol dan perlakuan Mn 1 ppm, kerapatan stomata pada perlakuan Mn 3 ppm justru terus mengalami peningkatan dari hari ke-0 sampai hari ke-6. Hal ini diduga sebagai bentuk adaptasi tanaman genjer terhadap akumulasi Mn daun yang tinggi yaitu pada hari ke-0 sehingga sebagai bentuk Sel penutup mengalami lisis

(44)

31

adaptasinya tanaman genjer mereduksi jumlah stomata agar Mn yang terserap bersama air juga sedikit.

Gambar 12. Kerapatan stomata daun tanaman genjer pada hari ke- 0, 2, 4, dan 6 pada beberapa konsentrasi logam Mn

Selain itu dengan melihat akumulasi Mn daun hari ke-0 pada perlakuan Mn 3 ppm yang mempunyai nilai tertinggi dibandingkan hari ke-2, 4, dan 6 menyebabkan potensial air di dalam sel meningkat sehingga tekanan turgornya meningkat. Proses penyerapan oksigen untuk fotosintesis berjalan lebih optimal, sehingga hasil asimilat meningkat. Karbohidrat sebagai bahan respirasi akan menghasilkan ATP untuk pertumbuhan tanaman. Hal ini menyebabkan proses pembelahan dan pembentangan sel-sel epidermis menjadi meningkat akibatnya ukuran sel yang terbentuk menjadi lebih besar. Ukuran sel yang besar menyebabkan kerapatan stomata menjadi menurun (Hale dan David, 1987).

Akumulasi Mn yang terus berkurang sampai hari ke-6 sebagai akibat dari lamanya waktu penyerapan sehingga kandungan Mn yang terdapat pada media

(45)

tanam semakin hari juga semakin berkurang menyebabkan tanaman genjer tidak dapat beradaptasi lagi terhadap media tanamnya. Pada hari ke-2, 4, dan 6 tanaman genjer justru mengalami peningkatan kerapatan stomata yang bertujuan untuk menangkap CO2 yang akan digunakan dalam proses fotosintesis.

Kerapatan stomata pada perlakuan Mn 3 ppm lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan Mn 1 ppm dan kontrol, hal ini berkaitan dengan penyerapan Mn daun pada perlakuan 3 ppm yang juga mempunyai nilai akumulasi Mn terendah. Hal ini diduga sebagai bentuk adaptasi tanaman genjer terhadap konsentrasi Mn yang tinggi pada media tanamnya. Efek toksis akibat konsentrasi logam yang tinggi pada tumbuhan menyebabkan tumbuhan perlu mengatur detoksifikasi logam. Hal ini dapat dicapai dengan mengontrol penyerapan dan transportasi atau penyerapan dan kompartementalisasi logam (Radoti et al., 2000).

Jika tingkat Mn dalam larutan tanah melebihi kisaran 0,1- 0,5 mg / L, maka Mn biasanya yang paling berbahaya bagi tanaman.Dalam kondisi pasokan logam tinggi, umumnya sebagian besar logam terbatas pada akar tanaman (Harrington et al., 1996), sehingga kandungan Mn yang ditransportasikan ke daun lebih sedikit jumlahnya. Kerapatan stomata diduga dipengaruhi oleh beberapa mekanisme yang tidak diketahui yang dapat mencegah pemuatan logam berlebih dalam xilem. Hal tersebut dapat menjelaskan mengapa tumbuhan dapat hidup dengan jumlah Mn cukup atau lebih besar pada organ daun (Ducic dan Polle, 2005). Meskipun demikian berdasarkan statistik tidak terdapat pengaruh yang nyata pada

(46)

33

konsentrasi perlakuan terhadap kerapatan stomata daun tanaman genjer (p≥ 0,05) (Lampiran 2).

Konsentrasi Mn daun pada kontrol (0 ppm) menunjukkan nilai penyerapan Mn yang terbesar dibandingkan dengan perlakuan Mn 1 ppm dan Mn 3 ppm.

Tingginya kandungan Mn dapat berfungsi sebagai katalisator reaksi redoks sehingga enzim-enzim memacu terbentuknya proplastida utamanya kloroplas pada calon sel induk stomata (Haryanti, 2009). Kloroplas ini akan tetap ada dan berkembang pada sel tersebut. Setelah terjadi pembentangan sel, sel anakan menjadi dewasa dan akan mengalami diferensiasi. Diferensiasi terjadi akibat adanya polaritas medan kutub sehingga plasma tidak merata. Awal yang tidak sama ini menyebabkan perbedaan metabolisme. Hal ini diduga akan mempengaruhi distribusi stomata selanjutnya (Haryanti et al., 2002). Eceng gondok yang ditumbuhkan pada limbah pengecoran logam dengan konsentrasi Mn yang tinggi memiliki jumlah stomata paling banyak (Haryanti et al., 2009).

Stomata berkembang dari sel protoderma. Sel induk membagi diri menjadi dua sel yang terdiferensiasi menjadi dua sel penjaga. Pada mulanya sel tersebut kecil dan bentuknya tidak menentu, tetapi selanjutnya berkembang melebar dan bentuknya khas. Selama perkembangan, lamela tengah diantara dua sel penjaga menggembung dan bentuknya seperti lensa sejenak sebelum bagian tersebut berpisah menjadi apertur (Fahn, 1992).

Untuk menghindari efek toksik pada konsentrasi tinggi tetapi juga menghindari kekurangan, maka perlu bahwa tanaman mengatur detoksifikasi logam ini. Hal ini dapat dicapai dengan mengontrol penyerapan dan transportasi,

(47)

atau oleh penyerapan dan kompartementalisasi. Pada tumbuhan tinggi analisis transportasi dan penyerapan logam adalah kompleks karena perbedaan transportasi jaringan spesifik, sel spesifik, dan organ spesifik. Diasumsikan proses yang mempengaruhi tingkat akumulasi logam pada tanaman adalah mobilisasi dan serapan dari kompartementalisasi, tanah dan penyerapan dalam akar, efisiensi loading xilem dan transportasi, distribusi antara tenggelam logam di bagian udara, penyerapan dan penyimpanan dalam sel daun (Clemens et al., 2002). Pada setiap tingkat transportasi dalam konsentrasi tanaman, dan kedekatan dari chelator logam serta kehadiran dan selektivitas transporter dapat mempengaruhi tingkat akumulasi logam.

Hasil pengamatan menunjukkan terjadinya penurunan kerapatan stomata dari perlakuan 0 ppm hingga 3 ppm. Hal tersebut menandakan jelas bahwa tanaman genjer dengan perlakuan 3 ppm mengalami tingkat pencemaran yang lebih tinggi daripada perlakuan 0 ppm dan 1 ppm sehingga tanaman genjer mengurangi /mereduksi jumlah stomatanya sebagai bentuk adaptasi terhadap bentuk pencemaran tersebut. Sebagaimana hasil penelitian pada Swietenia macrophylla yang menunjukkan kecenderungan penurunan jumlah stomata seiring dengan naiknya konsentrasi Pb pada daun (Sembiring dan Sulistyawati, 2006).

Dalam kondisi logam yang berlebih kemungkinan bahwa tingkat transpirasi akan mendominasi pergerakan logam dalam pembuluh xilem. Selain itu, potensi komposisi, pH dan redoks getah xilem akan mempengaruhi jenis dan jumlah serta gerakan spesies logam dalam getah xilem. Beberapa spesies yang mengalami

(48)

35

keracunan logam mungkin memiliki efek pada tingkat transportasi xilem dengan mengurangi transpirasi (Ducic dan Polle, 2005). Meski demikian, berdasarkan hasil uji anova dengan taraf signifikansi 95% untuk perhitungan kerapatan stomata diperoleh nilai tidak berbeda nyata (P ≥ 0,05) (Lampiran 2 ).

Dari hasil pengamatan, stomata tersebar secara acak pada permukaan daun baik permukaan atas dan bawah daun. Umumnya tumbuhan air mempunyai stomata lebih banyak dibandingkan dengan tumbuhan terestrial. Hal ini menarik karena tumbuhan air mempunyai stomata pada permukaan atas dan bawah daun, sedangkan tumbuhan terestrial yang hidup saat ini sebagian besar hanya mempunyai stomata pada permukaan bawah daun (Suharno et al., 2007).

Keberadaan somata berkaitan dengan proses evolusi tumbuhan yang berlangsung akibat ketersediaan air yang terbatas sehingga tumbuhan akan mengatur kebutuhan air dengan cara membatasi jumlah stomata. Kebanyakan daun tumbuhan yang produktif mempunyai banyak stomata pada kedua sisi daunnya. Jumlah dan ukuran stomata yang dipengaruhi oleh genotip dan lingkungan (Gardner, 1991)

Berdasarkan letak stomatanya, daun genjer termasuk tipe amfistomatik karena stomata dijumpai di kedua sisi daun (adaksial dan abaksial). Stomata pada permukaan bawah lebih rapat dari permukaan atas (Tabel 3). hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Campbell et al., (2000) bahwa pada sebagian besar tumbuhan, stomata lebih banyak di permukaan bawah daun dibandingkan dengan permukaan atas. Adaptasi ini akan meminimalkan kehilangan air yang terjadi

(49)

lebih cepat melalui stomata pada bagian atas suatu daun yang terkena sinar matahari.

4.2.2 Ukuran Stomata

Dari hasil pengamatan terhadap ukuran panjang dan lebar sel penutup stomata daun tumbuhan genjer, diperoleh hasil selengkapnya dari semua perlakuan seperti tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4. Ukuran sel penutup stomata daun Genjer pada tiga perlakuan (konsentrasi) yang berbeda selama enam hari pengamatan

Parameter pengamatan

Konsentrasi (ppm)

Hari pengamatan ke-

0 2 4 6

Panjang sel stomata (µm)

0 ppm 25 23,33 25 26,67

1 ppm 27,5 25 24,17 29,17

3 ppm 29,17 23,33 23,33 29,17

Lebar sel stomata (µm)

0 ppm 35 36,67 30 32,5

1 ppm 34,17 32,5 30 33,33

3 ppm 31,67 29,17 29,17 33,33

Panjang dan lebar sel penutup stomata pada kontrol menunjukkan nilai yang fluktuatif. Berbeda dengan perlakuan Mn 0 ppm (kontrol), Panjang dan lebar sel penutup stomata daun tanaman genjer pada perlakuan Mn 1 ppm dan Mn 3 ppm mengalami penurunan dari hari ke-0 sampai hari ke-4. Hal ini merujuk pada akumulasi Mn daun pada perlakuan Mn 1 ppm dan Mn 3 ppm. Meningkatnya bahan terlarut di dalam sel menyebabkan potensial air menjadi berkurang, sehingga tekanan turgor menjadi berkurang (Hale dan David, 1987). Hal ini menyebabkan proses pembentangan sel menjadi tidak maksimal (Leopold dan Kriedemann, 1985). Proses pembentangan yang tidak maksimal mengakibatkan ukuran sel penutup stomata yang terbentuk menjadi pendek.

(50)

37

Panjang sel epidermis mengalami peningkatan kembali pada hari ke-6. Hal ini diduga terjadi penurunan bahan terlarut dalam sel yang mengakibatkan potensial air naik dan tekanan turgor juga naik. Hal ini mendorong terjadinya pemanjangan sel-sel penutup, sehingga penyerapan oksigen dan transpirasi lebih lancar. Sesuai dengan akumulasi Mn daun nilai terendah terdapat pada hari ke-6 pengamatan.

Alasan lain berkaitan dengan kerapatan stomata yang juga turut meningkat pada hari ke-6 pengamatan pada perlakuan Mn 3 ppm dan Mn 1 ppm.

Peningkatan kerapatan stomata berarti juga terjadi peningkatan penguapan air pada tanaman. Peningkatan penguapan air menunjukkan adanya pemutusan ikatan hidrogen pada molekul-molekul air yang mengakibatkan potensial dan velositas air meningkat. Kondisi ini mempermudah air masuk ke dalam sel-sel jaringan tumbuhan yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan berat basah termasuk stomata sehingga meningkatkan tekanan molekul molekul air ke dinding-dinding sel stomata yang mengakibatkan pembesaran sel-sel stomata karena stomata berada dalam kondisi turgor (Oktarina dalam Agustrina dan Roniyus, 2008).

Meskipun demikian, secara statistik ukuran sel penutup stomata daun tanaman genjer tidak berpengaruh nyata (p≥ 0,05) (Lampiran 3). oleh karena itu tanaman harus mengurangi penguapannya (transpirasi), sehingga porus stomata mulai menyempit secara perlahan. Zat pengatur tumbuh juga mempengaruhi pembukaan dan penutupan stomata.

(51)

Gambar 13. Perubahan ukuran panjang sel penutup stomata daun genjer pada hari ke-0, 2, 4, dan 6 pada beberapa konsentrasi logam Mn.

Dari tabel rata-rata ukuran stomata (Tabel 4) menunjukkan bahwa rata-rata panjang dan lebar stomata pada semua perlakuan termasuk dalam kriteria ukuran yang sangat panjang (> 25 µm). Ukuran panjang stomata tersebut berkisar antara 23,3 – 29,17 µm dan lebarnya berkisar antara 29,17 – 36,67 µm.

Stomata akan membuka jika tekanan turgor kedua sel penjaga meningkat.

Peningkatan tekanan turgor sel penjaga disebabkan oleh masuknya air ke dalam sel penjaga tersebut. Pergerakan air dari satu sel ke sel lainnya akan selalu dari sel yang mempunyai potensi air lebih tinggi ke sel ke potensi air lebih rendah. Tinggi rendahnya potensi air sel akan tergantung pada jumlah bahan yang terlarut (solute) didalam cairan sel tersebut. Semakin banyak bahan yang terlarut maka potensi osmotik sel akan semakin rendah. Dengan demikian, jika tekanan turgor sel tersebut tetap, maka secara keseluruhan potensi air sel akan menurun. Untuk memacu agar air masuk ke sel penjaga, maka jumlah bahan yang terlarut di dalam sel tersebut harus ditingkatkan (Lakitan, 1993).

(52)

39

Sel penutup/penjaga terdiri dari sepasang sel yang kelihatannya semetris, umumnya berbentuk ginjal. Keunikan dari sel penjaga adalah serat halus sellulosa (cellulose microfibril) pada dinding selnya tersusun melingkari sel penjaga, pola susunan ini dikenal sebagai miselasi radial (Radial Micellation). Karena serat sellulosa ini relatif tidak elastis, maka jika sel penjaga menyerap air mengakibatkan sel ini tidak dapat membesar diameternya melainkan memanjang.

Akibat melekatnya sel penjaga satu sama lain pada kedua ujungnya memanjang akibat menyerap air maka keduanya akan melengkung ke arah luar. Kejadian ini yang menyebabkan celah stomata membuka.

Gambar 14. Perubahan ukuran lebar sel penutup stomata daun genjer pada hari ke-0, 2, 4, dan 6 pada beberapa konsentrasi logam Mn

Keadaan stomata yang menutup adalah tanggapan tanaman pada Kemungkinan tingkat Mn berlebih yang mengakibatkan penurunan tingkat fotosintetik dan juga dalam pengurangan respirasi. Suresh et al., (1987) menemukan bahwa konduktansi stomatal dan transpirasi menurun sebagai akibat konsentrasi Mn yang meningkat pada Glicine max. Efeknya lebih jelas terlihat

(53)

dalam kultivar yang kurang toleran. (Suresh et al., 1987.) menunjukkan bahwa penurunan transpirasi adalah digunakan dalam respon toleransi. Selain itu berkurangnya jumlah stomata mengindikasikan bahwa jumlah CO2 yang masuk ke tumbuhan juga akan berkurang, sehingga dapat mengganggu jalannya proses fotosintesis yang pada akhirnya dapat mereduksi pertumbuhan tanaman tersebut.

(54)

41 BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

a. Pemberian logam Mn pada daun tanaman genjer telah menyebabkan kerusakan (abnormalitas) pada sel epidermis yang ditandai dengan lisis, celah antar sel epidermis yang lebih renggang, dan munculnya bintik- bintik hitam pada permukaan sel epidermis. Meski demikian pemberian logam Mn tersebut tidak mempengaruhi struktur epidermis daun baik panjang sel epidermis maupun lebar sel epidermis

b. Pemberian logam Mn tidak mempengaruhi struktur stomata baik panjang sel maupun lebar sel penutup serta kerapatan stomata.

5.2 Saran

Sebaiknya waktu penelitian diperpanjang sehingga hasil yang diperoleh berupa struktur epidermis dan struktur stomata akan lebih jelas terlihat perbedaannya.

Gambar

Tabel 1.  Rancangan Penelitian .............................................................................
Gambar 1.   Genjer (L. Flava) (A) dan  Eceng gondok (E. crassipes) (B)  (Sumber : http://anekaplanta.wordpress.com)
Tabel 1. Rancangan penelitian
Gambar 2.   Sel  epidermis  pada  penampang  membujur  daun  genjer  sebelum  diberi perlakuan dengan  perbesaran 400X  (Dokumen Pribadi, 2010)  Epidermis  daun  genjer  dari  hasil  pengamatan  mempunyai  dinding  sel  dan  lapisan  kutikula  yang  sangat
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Kerapatan Stomata, dan Indeks Stomata Dari 14 Jenis Ficus 8 3 Karakter dinding sel epidermis, dan ukuran trikoma daun 10 4 Data pengamatan sediaan sayatan transversal daun Ficus

Penelitian ini bertujuan untuk membuat karbon aktif dari tanaman genjer, mengaplikasikannya untuk mengurangi kadar logam Pb dan Mn dan menentukan waktu kontak optimum

Berdasarkan hasil karakterisasi stomata dan trikomata daun kirinyuh dapat disimpulkan panjang stomata 26,75 µm, lebar stomata 8,95 µm, bentuk stomata oval, sel

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan jumlah stomata pada permukaan atas dan bawah daun beluntas dan ukuran stomata yang dimatai mengenai panjang, lebar sel penutup

Kerapatan Stomata, dan Indeks Stomata Dari 14 Jenis Ficus 8 3 Karakter dinding sel epidermis, dan ukuran trikoma daun 10 4 Data pengamatan sediaan sayatan transversal daun Ficus

Pengamatan struktur stomata daun dilakukan dengan cara pembuatan preparat paradermal Parameter yang diamati dalam penelitian meliputi jumlah stomata, jumlah sel

Karakter indeks stomata, tebal epidermis atas dan bawah, tebal kutikula atas dan bawah, tebal bunga karang, tebal palisade, panjang dan lebar sel penjaga, panjang dan lebar sel stomata,

Panjang dan lebar sel stomata untuk pengukuran sel stomata Sumber: Pompelli, 2010 HASIL Bentuk stomata kopi Berdasarkan hasil pengamatan pada lima varietas tanaman kopi Kartika