• Tidak ada hasil yang ditemukan

bertahap yang diawali dengan pengumpulan dan entri data. Untuk melihat perbedaan antar kelompok perlakuan digunakan analisis varian (ANOVA). Untuk mengetahui perbedaan antar kelompok perlakuan dilanjutkan dengan uji beda

Duncan.

Penelitian 3. Analisis Morfologi Hipokampus Tujuan:

Mendapatkan data tentang pengaruh pemberian ekstrak daun pegagan terhadap gambaran morfologi hipokampus tikus.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian terdiri dari jaringan otak yang telah difiksasi dengan paraformaldehid 4%, antibodi PGF, antibodi monoclonal anti human calbindin (Novocastra. Lab), antibodi anti-tumor necrosis factor/TNF (Boster (Boster Biological Technology Ltd), antibodi anti-C-reactive protein/CRP (Boster (Boster Biological Technology Ltd), antibodi poliklonal anti-dopamine (Abcam Inc), antibodi anti- glial fibrillary acidic protein (GFAP), antibodi anti-vimentin (VIM), antibodi anti-desmin (DES), antibodi serotonin, antibodi toludin, larutan untuk dehidrasi, larutan untuk clearing, parafin, mikrotom dan mikroskop.

Penyiapan Preparat Pewarnaan Hematoxylin Eosin (HE)

Pewarnaan HE dilakukan untuk mengamati struktur umum jaringan otak. Tahapan yang dilakukan dalam pewarnaan ini dimulai dengan deparafinisasi, yaitu penghilangan parafin dengan memasukkan preparat ke dalam larutan xylol III, II, I secara berseri. Tahap selanjutnya adalah rehidrasi, yaitu dengan memasukkan jaringan otak ke dalam larutan alkohol absolut sampai dengan alkohol 70% secara berseri. Selanjutnya jaringan otak direndam di dalam air keran, kemudian di dalam aquadest. Jaringan otak selanjutnya diwarnai dengan pewarna hematoxylin dan dilanjutkan dengan perendaman dalam aquadest. Selanjutnya jaringan otak diwarnai dengan menggunakan eosin alcohol, dan dilanjutkan dengan perendaman kembali dalam aquadest. Kemudian dilakukan proses dehidrasi dengan alkohol bertingkat serta penjernihan (clearing) dengan menggunakan xylol. Selanjutnya jaringan otak ditutup dengan cover glass

(mounting).

Pewarnaan Immunohistokimia

Pewarnaan immunohistokimia diawali dengan memasukkan preparat jaringan otak ke dalam inkubator 65 o

Langkah selanjutnya adalah menghilangkan peroksidase endogen pada preparat dengan cara mencelupkan preparat dalam 50 mL larutan metanol yang dicampur dengan 0,5 mL H

C selama 5 menit dan selanjutnya didinginkan pada suhu kamar lebih kurang selama 5 menit. Kemudian dilanjutkan dengan deparafinisasi secara berseri dimulai dari xylol III sampai dengan xylol I masing-masing 3 menit. Berikutnya dilakukan rehidrasi secara berseri dimulai dari alkohol absolut III sampai dengan alkohol absolut I dan alcohol teknis 96% sampai dengan alcohol teknis 70%, dan kemudian preparat direndam di dalam

dionize water masing-masing 10-15 menit.

2O2 dalam keadaan gelap selama 15 menit. Penghilangan peroksidase harus dilakukan dengan segera, kalau terlambat hasilnya positif semua. Selanjutnya preparat dicuci dengan distilled water (DW)

sebanyak 2 kali masing-masing 5-10 menit, dilanjutkan mencuci dengan

phosphate buffer saline (PBS) sebanyak 2 kali masing-masing 5-10 menit.

Preparat selanjutnya diinkubasi dengan normal serum (10% dalam PBS) selama 30-60 menit untuk memblok antigen non spesifik agar tidak mengacaukan reaksi. Setelah itu, preparat dicuci kembali dengan menggunakan PBS sebanyak 3 kali masing-masing 5 menit. Langkah berikutnya preparat diinkubasi dengan antibodi primer yang telah ditetapkan pada suhu 4°C (disimpan di dalam refrigerator) selama 1-2 malam.

Selanjutnya dikeluarkan dari refrigerator dan dibiarkan pada suhu kamar lebih kurang 1 jam, kemudian dicuci dengan PBS sebanyak 3 kali masing-masing 10 menit. Langkah berikutnya preparat diinkubasi dalam antibodi sekunder dako envision peroxydase system (DEPS) (50-60 µl/preparat pada suhu 37 oC dalam keadaan gelap selama 30-60 menit. Selanjutnya dicuci dengan PBS sebanyak 3 kali masing-masing 5 menit. Kemudian divisualisasi dengan diaminobenzidin (DAB) 10 mg dalam 50 mL tris buffer dan 50 µl H2O2

Variabel yang Diukur

. Selanjutnya dicuci dengan DW (stoping point). Jika dianggap perlu dapat juga dilakukan

counterstain dengan hematoxylin. Langkah akhir pewarnaan ini adalah dehidrasi, clearing, dan mounting.

Data yang diamati pada penelitian ini adalah sel-sel yang positif terhadap masing-masing antibodi yang digunakan dan juga kepadatan sel-sel astrosit.

Pengolahan dan Analisis Data

Setiap data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dan dianalisis secara diskriptif dengan kaidah yang telah ditetapkan guna menjawab pertanyaan dan tujuan yang telah ditetapkan.

55

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian 1. Penyiapan Ekstrak Pegagan dan Analisis Kandungan Zat Gizi Hasil Analisis Kualitatif Komponen Kimia Pegagan Segar

Fitokimia atau kimia tumbuhan telah berkembang menjadi disiplin ilmu tersendiri, berada diantara kimia organik bahan alam dan biokimia tumbuhan, serta berkaitan erat dengan keduanya. Bidang perhatian fitokimia adalah keanekaragaman senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan, yaitu mengenai struktur kimia, biosintesis, perubahan serta metabolismenya, penyebaran secara alamiah dan fungsi biologis. Analisis fitokimia atau uji fitokimia merupakan uji pendahuluan untuk mengetahui keberadaan senyawa kimia spesifik seperti alkaloid, senyawa fenol (termasuk flavonoid), steroid, saponin, dan terpenoid. Uji ini sangat bermanfaat untuk memberikan informasi jenis senyawa kimia yang terdapat pada tumbuhan. Senyawa-senyawa ini merupakan metabolit sekunder yang mungkin dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat. Analisis ini merupakan tahapan awal dalam isolasi senyawa bahan alam sehingga menjadi panduan bersama-sama dengan uji aktivitas biologis senyawa tersebut. Salah satu tujuan pengelompokan senyawa-senyawa aktif ini adalah untuk mengetahui hubungan biosintesis dan famili tumbuhan. Informasi ini sangat berguna bagi ahli sintesis kimia organik untuk memprediksi senyawa aktif tersebut sehingga dapat lebih berkhasiat. Tanaman yang diuji fitokimianya dapat berupa tanaman segar, kering yang berupa rajangan, serbuk, ekstrak atau dalam bentuk sediaan (Harborner, 1996).

Uji fitokimia yang dilakukan berdasarkan pada reaksi yang menghasilkan warna atau endapan. Selama bertahun-tahun uji warna sederhana dan reaksi tetes dikembangkan untuk menunjukkan adanya senyawa tertentu atau golongan tertentu karena sudah terbukti khas dan peka. Uji fitokimia masih sering digunakan dalam pencirian senyawa karena mudah dan tidak memerlukan peralatan yang rumit akan tetapi kadang kala tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan (Harborner, 1996).

Hasil analisis fitokimia secara kualitatif terhadap masing-masing bagian pegagan segar aksesi Boyolali disajikan pada Tabel 6. Dipilihnya aksesi Boyolali dalam penelitian ini karena aksesi ini merupakan salah satu dari nomor harapan yang mempunyai potensi hasil dan mutu yang baik dan telah direkomendasikan oleh Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Cimanggu Bogor. Bermawie

et al. (2008) dan Nugroho (2009) melaporkan bahwa terdapat keragaman pada sifat morfologi kualitatif dan kuantitatif antar aksesi dan masing-masing aksesi mempunyai keunggulan yang berbeda.

Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa secara kualitatif daun, tangkai daun dan campuran tanaman pegagan mengandung senyawa alkaloid yang sama kuatnya. Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar, pada umumnya mencakup senyawa yang bersifat basa dan mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik. Banyak alkaloid bersifat terpenoid dan yang lainnya berupa senyawa aromatic yang mengandung gugus basa sebagai gugus rantai samping. Fungsi alkaloid dalam tumbuhan masih sangat kabur, meskipun masing-masing senyawa telah dinyatakan terlibat sebagai pengatur tumbuh, penghalau atau penarik serangga (Harborner, 1996). Senyawa alkaloid juga bermanfaat untuk menghambat pertumbuhan parasit plasmodium falciparum (Lusiana 2009) dan anti mikroba (Kurniasari 1999)

Flavonoid di bagian daun, tangkai daun dan campuran tanaman pegagan juga ditemukan dalam kualitas yang sama yaitu positif lemah. Berdasarkan strukturnya, semua flavonoid merupakan turunan senyawa induk flavon yang terdapat berupa tepung putih dan semuanya mempunyai sejumlah sifat yang sama. Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air dan dapat diekstrak dengan etanol 70%. Flavonoid berupa senyawa fenol, sehingga warnanya berubah bila ditambah basa atau ammonia. Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan yang berpembuluh, dan terikat pada gula sebagai glikosida serta aglikon flavonoid yang manapun yang mungkin saja terdapat dalam satu tumbuhan dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida (Harborner, 1996). Fungsi flavonoid adalah sebagai antioksidan penangkap radikal bebas, dan kemampuan daya antioksidan dari setiap isolat adalah berbeda (Sunarni et al. 2007).

Zainol et al. (2008) melaporkan bahwa bagian yang berbeda dari pegagan menghasilkan kandungan fitokimia yang berbeda pula. Keberadaan senyawa flavonoid dan senyawa fenolik lainnya di dalam pegagan sangat penting karena mempunyai efek multifungsi dengan donor hidrogen yang efektif (Zainol et al. 2003) dan juga sebagai antioksidan yang kuat (Hussin et al. 2007). Keberadaan flavonoid di dalam daun kemungkinan dipengaruhi oleh proses fotosintesis sehingga pada daun muda tidak banyak ditemukan senyawa tersebut. Keberadaan senyawa alkaloid dengan senyawa fenol dan terpenoid memberikan efek biologis yang baik dari tanaman ini (Rajkumar & Jebanesan 2005).

Tabel 6 Kandungan fitokimia dari masing-masing bagian pegagan No Senyawa Hasil pemeriksaan

Daun Tangkai Daun Campuran 1 2 3 4 5 6 7 8 Alkaloid Saponin Tanin Fenolik Flavonoid Triterpenoid Steroid Glikosida ++ - - - + - + + ++ - - - + - +++ + ++ - - - + - +++ + Keterangan: - + ++ +++ : Negatif : Positif lemah : Positif : Positif kuat

Hasil analisis juga menunjukkan bahwa kandungan steroid di bagian daun lebih lemah (+) dibandingkan dengan bagian tangkai daun (+++) dan keseluruhan tanaman (+++). Steroid adalah molekul kompleks yang larut di dalam lemak dengan empat cincin yang saling bergabung. Steroid yang paling banyak dijumpai adalah sterol yang merupakan steroid alkohol (Lehninger 1982). Sterol adalah triterpena yang kerangka dasarnya adalah sistem cincin siklopentana perhidrofenantrena. Sterol yang terdapat pada tumbuhan tinggi terdapat dalam bentuk bebas dan sebagai glukosida sederhana (Harborne 1996). Kandungan steroid pada tanaman pegagan juga dipengaruhi oleh tingkat naungan. Pegagan

yang ditanam di bawah naungan 55% lebih banyak mengandung steroid dibanding dengan naungan 65% (Musyarofah et al. 2007). Di samping tingkat naungan, ketersedian unsur hara juga berpengaruh terhadap kandungan steroid (Kristina et al. 2009).

Hasil analisis terhadap kandungan glikosida di bagian daun, tangkai daun dan campuran tanaman pegagan menunjukkan kualitas yang sama yaitu positif lemah. Kandungan glikosida yang diperoleh dalam penelitian ini berbeda dengan laporan sebelumnya yang menyebutkan bahwa glikosida di dalam pegagan terdeteksi sangat kuat (++++) (Kristina et al. 2009; Nugroho 2009; Bermawie et al. 2008).

Untuk senyawa saponin, tanin, fenolik dan triterpenoid tidak terdeteksi secara kualitatif. Samy et al. (2011), melaporkan bahwa tannin dan flavonoid tidak terdeteksi pada analisis fitokimia. Sementara Kristina et al. (2009) melaporkan bahwa senyawa tersebut terdeteksi pada analisis fitokimia. Tidak terdeteksinya senyawa tersebut dalam proses pengujian fitokimia dapat disebabkan karena jumlah material yang dianalisis tidak mencapai jumlah minimal yang dibutuhkan di dalam bahan yang dianalisis (Zainol et al. 2008), asal bahan yang berbeda, dan mungkin juga karena waktu pengambilan sampel yang berbeda.

Kandungan Zat Gizi Pegagan Segar

Hasil analisis kandungan zat gizi dari pegagan segar secara rinci disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil analisis kandungan zat gizi pegagan segar

No Jenis Pemeriksaan Hasil analisis (%)

Daun Tangkai Daun Daun + T. Daun 1 2 3 4 5 6 7 Kadar air Kadar abu

Kadar abu tak larut asam Kadar sari dalam air Kadar sari dalam alkohol Kadar serat Kadar Protein 88,13 1,27 0,05 3,20 2,65 1,85 16,27 88,39 1,01 0,11 5,14 3,67 2,45 7,01 87,15 1,31 0,03 4,25 4,18 2,19 14,49

Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pegagan karena kandungan air dalam bahan pangan menentukan

acceptability (penerimaan), kesegaran dan daya tahan bahan pangan (Winarno 1997). Kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan Buckle et al. (2007). Menurut Pramono (2005) jika kadar air dalam bahan masih tinggi dapat mendorong enzim melakukan aktivitasnya mengubah kandungan kimia yang ada dalam bahan menjadi produk lain yang mungkin tidak lagi memiliki efek farmakologi seperti senyawa aslinya.

Hasil analisis kadar air pada pegagan segar berkisar antara 87-88%, dan bagian daun serta tangkai daun mempunyai persentase sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan keseluruhan bagian tanaman. Nurjanah (2008) melaporkan bahwa terdapat perbedaan kadar air pada tanaman pegagan dari aksesi yang berbeda. Kadar air tertinggi dijumpai pada aksesi Cilember (87,25%) dan terendah pada aksesi Smukren (75,18%), sedangkan aksesi Boyolali 81,45%. Data ini menunjukkan bahwa terdapat variasi pada nilai kadar air meskipun dari aksesi yang sama. Afrida (2009) melaporkan bahwa tanaman pegagan yang dipupuk dengan fosfor tidak memberi pengaruh terhadap kandungan kadar air.

Kadar Abu

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan abu total digunakan untuk berbagai tujuan, yaitu selain sebagai parameter nilai gizi dalam bahan makanan juga untuk mengetahui baik tidaknya suatu proses pengolahan, serta untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan. Penentuan kadar abu dilakukan dengan cara mengoksidasikan semua zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 600 o

Hasil analisis kadar abu menunjukkan bahwa pada bagian daun dan keseluruhan tanaman mempunyai persentase yang lebih baik dibandingkan dengan pada bagian tangkai daun. Data ini sejalan dengan hasil analisis mineral,

C sekitar 3-5 jam dan kemudian dilakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut dan berat abu yang tertinggal menunjukkan kadar abu (Indrayan et al. 2005).

bahwa sebagian besar kandungan mineral banyak dijumpai dibagian daun dan keseluruhan tanaman. Hasil analisis kadar abu yang diperoleh pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan laporan Odhav et al. (2007).

Kadar Protein

Protein merupakan makromolekul yang terdiri dari polipeptida yang mempunyai rantai yang amat panjang, tersusun atas banyak unit asam amino. Masing-masing asam amino tersebut dihubungkan oleh suatu ikatan kovalen yang disebut ikatan peptida. Sebanyak dua puluh jenis asam amino berbeda terdapat secara alami dalam protein. Setiap protein dibedakan satu sama lain karena masing-masing mempunyai sekuen unit asam amino sendiri-sendir. Protein dibagi menjadi dua golongan utama yaitu protein globular dan protein serabut. Penggolongan ini berdasarkan bentuk dan sifat-sifat fisik tertentu. Protein globular rantai atau rantai-rantai polipeptida berlipat rapat-rapat menjadi bentuk globular atau bulat yang padat. Protein globular biasanya larut di dalam air dan hampir semua mempunyai fungsi gerak atau dinamik. Protein serabut bersifat tidak larut di dalam air, merupakan molekul serabut panjang, dengan rantai polipeptida yang memanjang pada satu sumbu dan tidak berlipat menjadi bentuk globular. Hampir semua protein serabut memberikan peranan strukturan atau pelindung (Lehninger 1982).

Salah satu cara yang paling banyak digunakan untuk menentukan kandungan protein suatu sediaan tumbuhan adalah berdasarkan reaksi warna antara pereaksi Folin-Ciocalteu dan ikatan polipeptida. Kandungan protein dapat juga ditentukan berdasarkan serapan UV pada panjang gelombang tertentu. Jumlah protein juga dapat dianalisis dengan cara mikro-Kjeldahl, berdasarkan penguraian dengan H2SO4 yang mengandung K2SO4-CuSO4

Hasil analisis kandungan protein pada pegagan segar berkisar antara 7-16%, dan bagian daun serta keseluruhan bagian tanaman mempunyai persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian tangkai daun. Kandungan protein yang diperoleh pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan laporan Odhav et al. (2007) dan Kormin (2005). Lailani (2008) melaporkan bahwa kandungan protein total pada tanaman pegagan in vitro lebih tinggi dibanding

, kemudian titrasi ammonia yang dibebaskan (Harborne 1996).

dengan pegagan lapang. Diduga bahwa perbedaan kandungan protein tersebut karena perbedaan unsur hara pada media atau tanah.

Kadar Sari dalam Air dan Sari dalam Alkohol

Analisis kadar sari dalam air menunjukkan bahwa persentase tertinggi dijumpai di dalam bagian tangkai daun. Data ini menunjukkan bahwa bagian tangkai daun mempunyai kelarutan yang lebih baik di dalam air dibandingkan dengan dua bagian lainnya. Untuk analisis kadar sari dalam alkohol menunjukkan bahwa persentase tertinggi dijumpai pada keseluruhan bagian tanaman. Data secara keseluruhan menunjukkan bahwa kadar sari dalam air lebih baik dibandingkan dengan kadar sari dalam alkohol.

Analisis Mineral

Komposisi kandungan zat gizi mempunyai peran penting untuk meningkatkan kesehatan. Data hasil analisis kandungan mineral dan asiatikosida pegagan disajikan pada Tabel 8. Zainol et al. (2008) melaporkan bahwa bagian yang berbeda dari pegagan menghasilkan kandungan fitokimia yang berbeda pula. Laporan tersebut sejalan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, dimana di bagian daun kandungan asiatikosida lebih banyak dibandingkan dengan bagian tangkai daun. Hampir semua unsur kimia lebih banyak dijumpai di bagian daun kecuali kandungan K yang lebih banyak dijumpai di bagian tangkai daun. Rasyid

et al. (2011) melaporkan bahwa kandungan K pada pegagan segar adalah sebesar 2,19%. Kandungan K tersebut lebih rendah dibandingkan dengan hasil yang diperoleh pada penelitian ini. Perbedaan nilai ini mungkin saja disebabkan karena metoda analisis yang digunakan berbeda atau karena aksesi pegagan yang berbeda.

Kandungan asiatikosida di bagian daun juga lebih banyak dibandingkan dengan tangkai daun. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini sejalan dengan laporan Aziz et al. (2007) yang melaporkan bahwa distribusi asiatikosida lebih banyak dijumpai di bagian daun, dibandingkan akar dan tangkai daun meskipun kandungan asiatikosida juga dipengaruhi oleh jenis pegagan, dan keadaan ini

dijumpai pada semua aksesi pegagan (Zainol et al. 2008), demikian juga pada tanaman pegagan hasil kultur jaringan (Kim et al. 2004).

Tabel 8 Data hasil analisis kandungan mineral dan asiatikosida di dalam bagian yang berbeda dari pegagan segar

No Unsur kimia Hasil pemeriksaan (%)

Daun Daun+T. Daun Tangkai Daun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 P K Na Mg Ca Cu Zn Fe Mn Asiatikosida 0,0249 2,36 ttd 1,58 2,06 0,0062 0,0091 0,0801 0,0046 2,48 0,0139 2,72 ttd 1,49 2,14 0,0087 0,0055 0,0505 0,0008 2,46 0,0334 2,69 ttd 0,83 1,00 0,0137 0,0051 0,0660 0,0009 2,39 Keterangan: ttd: Tidak terdeteksi

Kandungan asiatikosida sangat ditentukan oleh asal dan jenis (aksesi) pegagan. Bermawie et al. (2008) melaporkan bahwa kandungan asiatikosida dari 16 aksesi yang dianalisis berkisar antara 0,15-1,49%, kandungan asiatikosida yang tertinggi diperoleh dari pegagan asal Ungaran Jawa Tengah (1,49%) dan Sumedang Jawa Barat (1,37%), sedangkan aksesi Gunung Putri hanya mengandung 0,23%. Kandungan asiatikosida dari pegagan aksesi Gunung Putri yang diperoleh dalam penelitian ini lebih tinggi dari pada yang dilaporkan oleh Bermawie et al. (2008).

Bermawie et al. (2008) melaporkan bahwa kandungan asiatikosida pada pegagan aksesi Manoko yang ditanam di Cicurug Sukabumi adalah sebesar 0,15%, sedangkan hasil penelitian Riyadi et al. (2011) melaporkan bahwa kandungan asiatikosida dari pegagan aksesi Manoko yang ditanam di Manoko adalah sebesar 0,66%. Data ini menunjukkan bahwa kandungan asiatikosida juga sangat dipengaruhi oleh tempat penanamannya terutama ketinggian tempat penanamannya. Cicurug dan Manoko adalah dua lokasi yang sangat berbeda ketinggian tempatnya, dimana Cicurug berada pada ketinggian 550 m dpl,

sedangkan Manoko berada pada ketinggian 1200 m dpl. Data ini juga mengindikasikan bahwa kandungan asiatikosida di dalam pegagan kemungkinan akan diperoleh secara maksimal jika ditanam di tempat asalnya. Data di atas menunjukkan bahwa kandungan asiatikosida sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan.

Tabel 9 Hasil analisis proksimat dan komposisi kimia per 100 g bahan segar Kandungan zat gizi Hasil analisis Referensi

Kadar air (g) 87,15 ND

Kadar abu (g) 1,31 2,06 a; 2,54 Kadar abu tak larut asam (g)

f

0,03 ND Kadar sari dalam air (g) 4,25 ND Kadar sari dalam alkohol (g) 4,18 ND

Kadar serat (g) 2,19 18,33d; 1,92 Protein (g) f 14,49 2,4a; 4,58c; 9,94d; 3 Ca (mg) f 2.140 174 a; 1.994,28c; 1.060d; 2.425 P (mg) f 13,9 17 a; 370d; 327 K (mg) f 2.720 345 Na (mg) a ttd 107,8 Mg (mg) a 1.490 87 a; 271 Fe (mg) f 50,5 14,86 a; 43,26 c; 32d; 18 Zn (mg) f 5,5 0,97 a; 3,93b; 20 Cu (mg) f 8,7 0,24 a; 0,55 b; 7 Cr (mg) f NA 0,046 Mn (mg) a 4,6 23 Asiatikosida ( %) f 2,46 1,04e; 0,66c Keterangan: ttd: Tidak terdeteksi NA: Tidak dianalisis ND: Tidak ada data a. Gupta et al, 2005

b. Atukorala & Waidyanatha, 1987 c. Riyadi et al, 2011

d. KIRDI 2009- Laboratory analysis report on Centella asiatica Dalam Kiuru

et al. 2010

e. Bermawie et al, 2008 f. Odhav et al, 2007

Kandungan triterpenoid dan steroid juga sangat dipengaruhi oleh tingkat naungan. Meskipun tingkat naungan 75% dapat menghasilkan panjang tangkai daun yang cukup maksimal, namun secara kualitatif, kandungan triterpenoid dan steroid pada jenis pegagan tertentu sangat kuat terdeteksi pada tingkat naungan 25% sedangkan pada jenis pegagan lainnya tingkat naungan tidak mempunyai pengaruh yang negatif (Kurniawati et al. 2005).

Hampir semua mineral yang dianalisis paling banyak dijumpai di dalam bagian daun dan keseluruhan tanaman, sedangkan pada bagian tangkai daun semua unsur kimia yang dianalisis juga dijumpai namun jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan dua bagian tanaman lainnya kecuali terhadap unsur K, Cu dan Fe. Jumlah mineral yang paling banyak dijumpai di dalam bahan segar (daun, tangkai dan keseluruhan tanaman) adalah unsur K dan Ca. Kadar protein juga paling banyak dijumpai di dalam daun dan keseluruhan bagian tanaman, sedangkan kadar asiatikosida relatif sama di semua bagian daun.

Perbandingan kandungan antara komposisi kimia hasil analisis seluruh bagian tanaman pegagan segar dengan referensi disajikan pada Tabel 9. Data pada Tabel 9 menunjukkan bahwa terdapat variasi yang cukup tinggi antara hasil analisis dengan data referensi. Perbedaan nilai ini dapat saja terjadi karena perbedaan cara analisis, penanganan pascapanen, asal dan jenis (aksesi) bahan yang digunakan.

Kandungan Komposisi Kimia Ekstrak Pegagan

Ekstrak merupakan kumpulan senyawa-senyawa dari berbagai golongan yang terlarut di dalam pelarut yang sesuai, termasuk didalamnya senyawa-senyawa aktif atau yang tidak aktif (Sidik & Mudahar 2000). Ekstraksi bahan tumbuhan obat dengan pelarut yang sesuai (air, alkohol dan pelarut organik lain) menjadi ekstrak cair atau ekstrak kering banyak dilakukan untuk tujuan standarisasi sediaan obat herba sekaligus memberi keuntungan dari segi formulasi sediaannya (Sinambela 2003). Pemilihan pelarut sangat penting dalam proses ekstraksi sehingga bahan berkhasiat yang akan ditarik dapat tersari secara sempurna. Departemen Kesehatan merekomendasikan air, dan alkohol untuk cairan penyari ekstrak untuk keperluan bahan baku obat tradisional (Farouq 2003).

Hasil Analisis Proksimat Ekstrak Kering

Hasil analisis proksimat dari ekstrak etanol dan ekstrak air daun pegagan disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Hasil analisis proksimat dari ekstrak kering daun pegagan

No Jenis pemeriksaan

Hasil pemeriksaan (%)

Ekstrak etanol Ekstrak air b/b b/k b/b b/k 1 2 3 4 5 Kadar air Kadar abu Kadar lemak Kadar karbohidrat Protein 2,16 3,26 2,14 89,82 2,61 - 3,33 2,19 91,80 2,67 6,44 3,21 2,13 85,54 2,68 - 3,43 2,28 91,43 2,86 Perbandingan hasil analisis proksimat antara basis basah dan basis kering terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak dan protein dari masing-masing ekstrak cenderung tidak terlalu berbeda kecuali terhadap kadar karbohidrat pada ekstrak air. Kadar karbohidrat menunjukkan nilai yang paling tinggi

Dokumen terkait