V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.3. Analisis Multiplier
Tabel 5.12 merupakan tabel multiplier output, pendapatan, dan tenaga kerja sektor-sektor perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta tahun 2000, tabel tersebut terdapat nilai multiplier tipe I yang nilainya selalu lebih kecil dibandingkan dengan nilai multiplier tipe II. Hal ini disebabkan karena pada multiplier tipe II, efek konsumsi masyarakat diperhitungkan dengan kata lain komponen ini termasuk dalam variable endogen. Nilai yang terdapat dalam analisis multiplier output tipe I dan tipe II menunjukkan adanya peningkatan
output di seluruh sektor perekonomian yang disebabkan adanya kenaikan permintaan sebesar satu satuan di suatu sektor tertentu.
5.3.1. Multiplier Output
Pada tabel 5.12 menunjukkan nilai-nilai multiplier output sektor-sektor perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta. Berdasarkan nilai multiplier output tipe I sektor bangunan menduduki peringkat pertama dibanding sektor perekonomian lainnya dengan nilai 2,085. Hal ini berarti jika terjadi peningkatan permintaan akhir di sektor bangunan sebesar satu satuan maka output pada semua sektor akan meningkat sebesar 2,085 satuan.
Tabel 5.12 Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja Sektor–sektor Perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000 Klasifikasi 9 sektor Multiplier output Multiplier Pendapatan Multiplier Tenaga Kerja Sektor
Tipe I Tipe II Tipe I Tipe II Tipe I Tipe II
Pertanian 1,189 1,497 1,181 1,531 1,105 1,225
Pertambangan dan Penggalian 1,577 2,523 (3) 1,193 1,545 3,297 (3) 8,259 (2)
Industri Pengolahan 1,853 (2) 2,310 (4) 1,975 (2) 2,559 (2) 4,729 (1) 5,940 (3)
Listrik, Gas dan Air Bersih 1,249 2,116 1,098 1,422 2,706 (5) 10,845 (1)
Bangunan 2,085 (1) 2,926 (1) 1,573 2,038 3,145 (4) 4,977 (4)
Pengangkutan dan Komunikasi 1,819 (3) 2,129 3,935 (1) 5,098 (1) 3,479 (2) 4,570 (5)
Bank dan Lembaga Keuangan
Lainnya 1,367 1,789 1,385 1,794 2,332 (6) 4,372 (6)
Jasa - jasa 1,554 2,890 (2) 1,128 1,462 1,669 3,387 (7)
Jasa Pariwisata dan Sektor
Pendukungnya 1,798 (4) 2,215 (5) 1,861 (3) 2,411 (3) 1,897 (7) 2,322 (8)
Sumber : Tabel I-O Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000, klasifikasi 9 sektor (diolah) Keterangan: Angka dalam kurung ( ) menunjukkan peringkat
Apabila efek konsumsi rumah tangga diperhitungkan ke dalam model, maka nilai multiplier tipe II nilainya selalu lebih besar dibandingkan tipe I. Nilai multiplier output tipe II terbesar dibanding sektor perekonomian lainnya yaitu
pada sektor bangunan sebesar 2,926. Arti dari nilai tersebut adalah jika terjadi peningkatan pengeluaran rumah tangga yang bekerja pada sektor tersebut sebesar satu satuan maka output di semua sektor perekonomian akan meningkat sebesar 2,926 satuan.
Berdasarkan Tabel 5.13 klasifikasi 22 sektor subsektor jasa pariwisata dan sektor pendukungnya yang memiliki multiplier output terbesar dibanding subsektor usaha jasa dan akomodasi lainnya pada tipe I dan tipe II adalah industri tekstil, pemintalan dan pertenunan yaitu sebesar 2,313 pada tipe I dan 2,901 pada tipe II. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor tersebut merupakan sektor yang mampu mempertahankan bahkan meningkatkan output jumlah wilayah yang berarti mampu mempertahankan bahkan meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah pada tingkat yang lebih baik.
Berdasarkan analisis multiplier output, ternyata multiplier tipe II nilainya lebih besar dibandingkan dengan nilai multiplier tipe I dan dampak yang ditimbulkan oleh pengeluaran rumah tangga yang bekerja di sektor usaha jasa dan akomodasi pariwisata mampu memberikan pengaruh terhadap peningkatan output sektor-sektor lainnya. Meningkatnya output yang dihasilkan di Propinsi D.I. Yogyakarta ini juga dapat meningkatkan pertumbuhan outputnya yang berarti meningkat pula laju pertumbuhan ekonomi Propinsi D.I. Yogyakarta.
Tabel 5.13 Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja Sektor–sektor Perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000 Klasifikasi 22 sektor
Multiplier Output
Multiplier
Pendapatan Multiplier Tenaga Kerja
Sektor
Tipe I Tipe II Tipe I Tipe II Tipe I Tipe II
Tanaman Bahan Makanan 1,150 1,548 1,174 1,606 1,082 1,251 Perkebunan 1,449 1,675 2,604 3,562 1,412 1,787 Peternakan 1,401 1,601 2,204 3,015 1,583 1,900 Kehutanan 1,160 1,240 1,580 2,161 1,214 1,442 Perikanan 1,203 4,478 1,026 1,403 1,015 1,163 Pertambangan dan Penggalian 1,601 2,664 1,258 1,720 2,945 9,623
Industri Makanan dan
Minuman 1,839 2,350 2,036 2,784 5,568 7,161
Industri Tekstil, Pemintalan dan
Pertenunan 2,313 (1) 2,901 (1) 2,352 3,216 3,057 4,897 Industri Kayu dan
Barang dari Hasil
Kayu Lainnya 1,651 2,476 1,256 1,718 1,411 2,394
Industri Kertas dan
Barang dari Kertas 1,976 3,416 1,576 2,155 1,603 2,837
Industri Non Logam 2,159 3,159 1,989 2,720 2,078 3,635
Industri Logam dan
Barang dari Logam 2,040 2,620 2,932 4,010 2,478 4,773
Industri Pengolahan
Lainnya 1,726 1,998 6,531 8,932 8,954 14,066
Listrik, Gas dan Air
Bersih 1,249 2,180 1,107 1,515 2,955 13,431 Bangunan 2,102 3,076 1,712 2,342 2,392 4,938 Perdagangan 1,658 2,183 1,523 2,083 1,344 1,795 Restoran 1,767 2,195 3,970 (1) 5,430 (1) 5,297 6,475 Perhotelan 1,406 1,658 1,962 2,683 2,152 2,734 Pengangkutan dan Komunikasi 1,860 2,291 5,145 7,037 3,297 5,118
Bank dan Lembaga
Keuangan Lainnya 1,355 1,806 1,388 1,898 2,233 4,842
Jasa Hiburan, Rekreasi dan
Kebudayaan Swasta 1,379 1,532 3,874 5,298 10,915 (1) 18,444 (1)
Jasa Lainnya 1,553 3,011 1,157 1,582 1,662 3,910
Sumber :Tabel I-O Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000, klasifikasi 22 sektor (diolah) Keterangan:Angka dalam kurung ( ) menunjukkan peringkat
5.3.2. Multiplier Pendapatan
Berdasarkan Tabel 5.12 sektor pengangkutan dan komunikasi memberikan kontribusi tertinggi dalam pembentukan multiplier pendapatan baik pada tipe I maupun tipe II. Pada tipe I nilainya mencapai 3,962 ini berarti bahwa dengan adanya peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan akan menyebabkan pembentukan pendapatan masyarakat secara sektoral sebesar 3,962satuan, baik secara langsung maupun tidak langsung, sedangkan untuk tipe II mencapai sebesar 5,134. Hal ini menunjukkan jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu rupiah pada sektor pengangkutan dan komunikasi, maka pendapatan rumah tangga pada sektor tersebut yang dibelanjakan ke semua sektor perekonomian lainnya akan meningkat sebesar 5,134 satuan, dimana rumah tangga dimasukkan sebagai variable endogen dalam model.
Berdasarkan Tabel 5.12 jasa pariwisata dan sektor pendukungnya mempunyai nilai multiplier pendapatan tipe I dan tipe II menduduki peringkat ketiga yaitu sebesar 1,861 dan 2,411. Jika dilihat berdasarkan subsektor usaha jasa dan akomodasi pariwisata pada Tabel 5.13 sektor restoran merupakan sektor yang paling mampunyai potensi untuk mendorong peningkatan pendapatan masyarakat, dengan nilai multiplier pendapatannya sebesar 3,970 pada tipe I dan 5,430 pada tipe II. Sektor lainnya yang mempunyai potensi dalam peningkatan pendapatan mayarakat ini yaitu sektor jasa rekreasi dan hiburan.
Nilai multiplier pendapatan tipe I memiliki arti bahwa jika terjadi peningkatan pendapatan tenaga kerja pada sektor restoran sebesar satu satuan sehingga mengakibatkan peningkatan pendapatan rumah tangga sebesar 3,970
satuan di semua sektor perekonomian, sedangkan nilai multiplierpendapatan tipe II mengandung arti bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir terhadap sektor restoran sebesar satu satuan akan meningkatkan pendapatan rumah tangga seluruh sektor baik secara langsung maupun tidak langsung karena pengaruh faktor induce sebesar 5,430. Tingginya nilai multiplier pendapatan pada sektor restoran disebabkan karena juga sebagai pemilik dari usaha tersebut.
Berdasarkan hasil analisis Tabel 5.13 dapat disimpulkan bahwa sektor jasa pariwisata dan sektor pendukungnya merupakan sektor yang potensial dalam meningkatkan pendapatan masyarakat, pendapatan sektor-sektor perekonomian, dan pendapatan daerah. Oleh karena itu, pemerintah harus mangalokasikan setiap satuan permintaan akhir untuk dibelanjakan kepada output sektor-sektor tersebut yang mempunyai angka pengganda pendapatan tertinggi. Hal ini dimaksudkan untuk optimalisasi peningkatan pendapatan dalam perekonomian, yaitu dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat Propinsi D.I.Yogyakarta.
5.3.3. Multiplier Tenaga Kerja
Hasil analisis multiplier tenaga kerja pada Tabel 5.12 memperlihatkan bahwa koefisien multiplier tenaga kerja sektor-sektor perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta cukup tinggi. Nilai multiplier tenaga kerja tipe I terbesar yaitu pada sektor industri pengolahan sebesar 4,729 berarti bahwa sektor industri pengolahan akan menciptakan lapangan kerja sebesar 4,729 satuan pada semua sektor perekonomian jika output sektor tersebut meningkat sebesar satu satuan. Sedangkan nilai multiplier tenaga kerja tipe II terbesar yaitu pada sektor Listrik gas dan air bersih sebesar 10,845 menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan
penyerapan tenaga kerja di sektor listrik, gas dan air bersih sebesar satu satuan akan mempunyai dampak terhadap peningkatan lapangan kerja sebesar 10,845 satuan diseluruh sektor perekonomian dengan memperhitungkan efek induksi konsumsi.
Berdasarkan Tabel 5.13, subsektor jasa pariwisata dan sektor pendukungnya yang memiliki nilai multiplier tenaga kerja tertinggi multiplier tipe I dan tipe II adalah sektor jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan swasta masing-masing sebesar 10,915 dan 18,444. Nilai tersebut mengandung arti bahwa sektor jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan swasta akan menciptakan lapangan kerja untuk 10,915 satuan tenaga kerja atau 11 orang di semua sektor perekonomian. Nilai multiplier output tipe II sebesar 18,444 artinya jika terjadi penyerapan tenaga kerja di sektor jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan swasta sebesar satu satuan akan berdampak terhadap peningkatan lapangan kerja sebesar 18,444 satuan atau 18 orang di seluruh sektor perekonomian.
Berdasarkan hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa jasa pariwisata dan sektor pendukungnya dengan koefisien pengganda tenaga kerja terbesar menjadi sangat sensitif dalam menciptakan lapangan kerja dibandingkan dengan sektor lain dalam pembangunan perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta, sektor jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan swasta memiliki nilai multiplier tenaga kerja tipe I dan tipe II terbesar. Hal ini disebabkan karena sektor-sektor tersebut bersifat padat karya. Demikian pula sebaliknya dengan nilai multiplier tenaga kerja yang relatif kecil menunjukkan bahwa sektor tersebut kurang sensitif dalam
menciptakan lapangan kerja karena sektor-sektor tersebut lebih bersifat padat modal.