• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.5. Analisis Multiplier Menurut Dampaknya

Analisis keterkaitan yang telah dipaparkan pada sub bab sebelumnya belum dapat memperlihatkan rangkaian pengaruh suatu sektor terhadap sektor lainnya dalam perekonomian. Oleh karena itu analisis dampak multiplier perlu diperkenalkan untuk menganalisis rentetan pengaruh suatu sektor, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap sektor lainnya dalam perekonomian secara keseluruhan. Menurut West dan Jensen (1980) dan West dkk (1989) dalam Muchdie (1995), analisis dampak multiplier dibedakan menjadi:

1. Dampak Awal (Initial Impact)

Dampak awal mengacu kepada nilai permintaan akhir yang meningkat. Ini merupakan perangsang terjadinya suatu dampak. Untuk dampak awal sisi output nilainya sama dengan satu (lampiran 6). Sedangkan untuk sisi pendapatan, dampak awal merupakan nilai dari koefisien pendapatan rumah tangga. Dalam lampiran 8, sektor pemerintahan memiliki dampak awal terbesar dari sisi

pendapatan yaitu sebesar 0,4798. Untuk dampak awal dari sisi tenaga kerja merupakan nilai dari koefisien tenaga kerja. Koefisien tenaga kerja merupakan perbandingan tenaga kerja dengan output yang dalam hal ini dinyatakan dalam satuan tenaga kerja per Rp 1 juta output. Sektor tanaman kacang-kacangan merupakan sektor yang memiliki nilai dampak awal tertinggi (lampiran 10).

2. Dampak Putaran Pertama (First Round Effect)

Dampak pembelian putaran pertama mengacu pada pembelian putaran pertama oleh sektor yang mengalami peningkatan permintaan. Untuk dampak multiplier output ditunjukkan oleh nilai sel pada matriks koefisien langsung. Pada lampiran 6 kolom fisrt, ditunjukkan dampak dari pembelian putaran pertama secara total akibat dari meningkatnya permintaan akhir seluruh sektor dalam perekonomian sebesar Rp 1juta pada masing-masing sektor yang ada dalam perekonomian tersebut. Sedangkan pada lampiran 7, ditunjukkan dampak putaran pertama akibat dari peningkatan permintaan akhir sektor industri minyak goreng. Jika permintaan akhir sektor industri minyak goreng meningkat sebesar Rp 1juta secara langsung akan meningkatkan output seluruh sektor perekonomian sebesar Rp. 0,5765 juta. dimana 49,8 persen karena meningkatnya permintaan sektor industri minyak goreng itu sendiri.

Dampak putaran pertama dari multiplier pendapatan merupakan hasil dari perkalian koefisen langsung dengan koefisien pendapatan. Pada lampiran 8, merupakan dampak dari adanya pembelian putaran pertama dari multiplier pendapatan secara total yang diakibatkan adanya peningkatan permintaan akhir secara total sebesar Rp 1 juta. Sedangkan untuk dampak dari pembelian putaran

pertama akibat adanya peningkatan permintaan akhir sektor industri minyak goreng yang diakibatkan adanya dampak putaran pertama dari sisi output sebesar Rp 1 juta akan meningkatkan pendapatan seluruh perekonomian sebesar Rp. 0,0961 juta dimana 49,74 persen dikarenakan meningkatnya pendapatan di sektor industri minyak goreng itu sendiri (lampiran 9).

Untuk multiplier tenaga kerja, dampak putaran pertama diperoleh dari pengalian koefisien langsung dengan koefisien tenaga kerja. Dampak dari adanya pembelian putaran pertama pada multiplier tenaga kerja, diperlihatkan pada lampiran 10, kolom fisrt. Dampak pembelian putaran pertama yang terjadi akibat peningkatan permintaan akhir sektor industri minyak goreng sebesar Rp 1 juta yang disebabkan adanya dampak putaran pertama dari sisi output akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja di seluruh perekonomian sebesar 26.000 orang. Sektor kelapa sawit merupakan penyumbang terbesar terjadinya peningkatan tersebut (39,2 %). Sedangkan untuk sektor industri minyak goreng itu sendiri hanya memiliki kontribusi sebesar 4,6 persen.

3. Dampak Dukungan Industri (Industrial Support Effect)

Dukungan industri mendasarkan pada pengaruh putaran kedua dan seterusnya sebagai gelombang lanjutan peningkatan output dalam suatu perekonomian untuk penyediaan dukungan produksi sebagai reaksi dari meningkatnya permintaan akhir suatu sektor. Dalam hal ini peningkatan output tidak termasuk peningkatan permintaan yang disebabkan oleh peningkatan konsumsi rumah tangga.

Lampiran 6 dan lampiran 7 (kolom indust) menunjukkan bahwa pengaruh pembelian putaran kedua dan seterusnya dari meningkatnya permintaan akhir output sektor industri minyak goreng sebesar Rp 1 juta adalah meningkatnya output seluruh perekonomian sebesar Rp. 0,4132 juta dimana 28,03 persen berasal dari peningkatan permintaan akhir dari sektor industri minyak goreng itu sendiri.

Untuk dampak dukungan industri dari sisi pendapatan dijelaskan dalam lampiran 8 dan lampiran 9 (kolom indust). Pengaruh dukungan industri yang disebabkan adanya dampak pembelian putaran kedua dan seterusnya dalam sektor industri minyak goreng sebesar Rp. 1 juta mengakibatkan pendapatan meningkat sebesar Rp. 0,0642 juta. Penyumbang terbesar dari peningkatan tersebut berasal dari sektor industri minyak goreng yaitu sebesar 30,06 persen dari total persentase peningkatan.

Pengaruh dukungan industri pada multiplier tenaga kerja tertera dalam lampiran 10 dan lampiran 11 (kolom indust). Dari lampiran tersebut dapat disimpulkan bahwa jika terjadi peningkatan output akibat adanya dampak pembelian putaran kedua dari sisi output sebesar 1 juta orang akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja dalam perekonomian sebesar 0,0186 juta orang. Sektor industri minyak goreng itu sendiri berperan hanya 2,6 persen dalam peningkatan tersebut.

4. Dampak Induksi Konsumsi (Consumption Induced Effect)

Dampak induksi konsumsi merupakan imbasan peningkatan konsumsi rumah tangga karena meningkatnya pendapatan rumah tangga. Hal ini

dikarenakan adanya asumsi bahwa rumah tangga merupakan faktor endogen dalam perekonomian. Pada lampiran 6 (kolom consum) terlihat bahwa dampak induksi konsumsi dari sisi output terbesar dimiliki oleh sektor pemerintahan dan jasa-jasa. yaitu sebesar 1,0034. Hal ini berarti bahwa jika pendapatan rumah tangga dari sektor tersebut meningkat sebesar Rp 1 juta maka peningkatan konsumsi rumah tangga yang terjadi dalam perekonomian adalah sebesar Rp 1,0034 juta. Sedangkan jika dilihat per subsektor industri minyak goreng. dapat disimpulkan bahwa jika pendapatan sektor industri minyak goreng meningkat sebesar Rp 1 juta maka akan meningkatkan konsumsi rumah tangga sektor industri minyak goreng itu sendiri sebesar Rp 0,0138 juta (lampiran 7).

Sedangkan dampak induksi konsumsi dari sisi pendapatan merupakan hasil pengalian antara dampak induksi konsumsi output dengan koefisien pendapatan. Sektor yang memiliki dampak induksi konsumsi dari sisi pendapatan terbesar yaitu sektor industri minyak goreng. dimana dampak induksi yang terjadi sebesar 0,0911 (lampiran 8). Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan pendapatan pada sektor industri minyak goreng sebesar Rp 1 juta, akan mengakibatkan peningkatan dalam hal konsumsi rumah tangga dalam perekonomian sebesar Rp 0,0911 juta. Dampak induksi konsumsi terbesar per subsektor industri minyak goreng dimiliki oleh sektor pertanian. yaitu sebesar 0,0180 (lampiran 9). Jika terjadi peningkatan pendapatan sektor industri minyak goreng meningkat sebesar Rp 1 juta maka konsumsi rumah tangga sektor pertanian meningkat sebesar Rp. 0,0018 juta

Jika dilihat dari sisi tenaga kerja, dampak induksi konsumsi merupakan hasil dari perkalian efek induksi konsumsi dari sisi output dengan koefisien tenaga kerja. Dalam lampiran 10 (kolom cons’m). sektor pemerintahan dan jasa merupakan sektor yang memiliki nilai terbesar dari dampak induksi konsumsi. yaitu sebesar 0,0480. Hal tersebut mengindikasikan bahwa jika terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja pada sektor tersebut sebesar 1 juta orang maka akan konsumsi rumah tangga dalam perekonomian akan meningkat sebesar sebesar Rp. 0,0048 juta. Sedangkan dalam lampiran 11 (kolom consu’m), nilai terbesar dimiliki oleh sektor pertanian sebesar 0,0145. Jika terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja dari sektor industri minyak goreng sebesar 1 juta orang akan meningkatkan konsumsi rumah tangga dari sektor pertanian sebesar Rp. 0,0145 juta.

4.6. Dampak Kenaikan Pasokan Minyak Goreng Terhadap Perekonomian

Dokumen terkait