• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH:

NURLAELA WIJAYANTI H14101038

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

(2)

DARYANTO.

Suatu negara yang mengalami proses pembangunan ekonomi secara jangka panjang akan membawa perubahan yang mendasar dalam struktur ekonomi negara itu sendiri. Salah satu indikator dari perubahan tersebut adalah bergesernya struktur ekonomi tradisional yang menitikberatkan pada sektor pertanian ke arah struktur ekonomi modern yang lebih didominasi oleh sektor industri sebagai roda penggerak dari pertumbuhan ekonomi. Begitu juga yang terjadi dalam struktur ekonomi Indonesia, peranan sektor industri semakin besar dan mengalami pertumbuhan yang paling cepat jika dibandingkan dengan sektor lainnya. Sektor industri, khususnya industri pengolahan mampu berperan sebagai penyumbang terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto.

Industri minyak goreng Indonesia dari tahun ke tahun semakin pesat perkembangannya. Hal ini diperlihatkan dengan meningkatnya angka produksi minyak goreng tiap tahunnya. Kebutuhan minyak goreng untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yang pesat sejalan dengan peningkatan konsumsi per kapita.

Selain penggunannya oleh rumah tangga, minyak goreng juga diperlukan sebagai input antara dalam industri pangan. Sebagai input antara, ketersediaan minyak goreng dalam jumlah yang cukup dan dengan harga yang bersaing sangatlah perlu untuk mendorong peningkatan input-input industri terkait. Di samping itu, pada proses produksi minyak goreng dibutuhkan berbagai sarana dan prasarana produksi. Sarana dan prasarana produksi ini sebagian berasal dari industri minyak goreng itu sendiri dan sebagian besar lainnya dihasilkan oleh industri lain. Dengan demikian peningkatan produksi minyak goreng akan dapat meningkatkan produk industri-industri yang menggunakan minyak goreng sebagai input dalam proses produksinya.

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji peranan industri minyak goreng di Indonesia dalam pembentukan output, permintaan antara dan permintaan akhir, menganalisis keterkaitan industri minyak goreng dengan sektor lainnya, menganalisis pengaruh industri minyak goreng terhadap sektor lainnya berdasarkan indeks penyebaran ke depan dan ke belakang, menganalisis dampak industri minyak goreng terhadap perekonomian Indonesia berdasarkan efek multiplier output, multiplier pendapatan dan multiplier tenaga kerja.

Hasil penelitian menunjukkan Industri minyak goreng merupakan salah satu industri yang mempunyai keterkaitan yang besar terhadap sektor-sektor lain dalam penyediaan input. Hal ini terlihat dari dominasi input antara dalam struktur input industri minyak goreng. Dalam hal output, kontribusi industri minyak

(3)

Nilai keterkaitan yang rendah tersebut diakibatkan oleh penggunaan output dari industri minyak goreng yang lebih banyak dikonsumsi langsung oleh rumah tangga daripada digunakan sebagai input antara oleh sektor produksi lainnya.

Dari hasil analisis koefisien penyebaran dapat disimpulkan bahwa industri minyak goreng adalah industri yang memiliki kemampuan yang kuat dalam mendorong pertumbuhan industri hulunya. Hasil analisis kepekaan penyebaran, industri minyak goreng merupakan industri yang mempunyai kemampuan yang kurang dalam menarik pertumbuhan sektor hilirnya. Hal ini sesuai dengan analisis keterkaitan, dimana nilai keterkaitan ke belakang lebih besar daripada keterkaitan ke depannya. Namun dari ke dua analisis tersebut industri minyak goreng merupakan industri yang layak untuk dikembangkan.

Jika dilihat dari analisis multiplier, industri minyak goreng merupakan industri yang memiliki nilai multiplier yang cukup tinggi baik dilihat dari segi output, pendapatan dan tenaga kerja. Hal tersebut berarti bahwa industri minyak goreng merupakan industri penting yang mampu meningkatkan output, pendapatan dan lapangan kerja di sektor-sektor lainnya.

Hasil simulasi dari dampak penerapan kebijakan pengurangan volume ekspor CPO yang mengakibatkan kenaikan pasokan minyak goreng domestik, dialami juga dampaknya oleh sektor-sektor dalam perekonomian dimana output akan bertambah sebesar Rp 4,029 miliar. Sedangkan dari sisi pendapatan penambahan pasokan minyak goreng akan meningkatkan pendapatan total sektor perekonomian sebesar Rp 0,661 miliar. Dan untuk tenaga kerja akan mengalami pertambahan sebesar 98,73 ribu orang. Dampak kenaikan pasokan minyak goreng

terhadap perubahan output sektoral, industri minyak goreng merupakan industri yang menerima dampak paling besar. Nilai perubahan output yang disebabkan adanya kenaikan pasokan minyak goreng sebesar Rp 2,025 miliar akan meningkatkan output industri minyak goreng sebesar lebih dari Rp 2,840 miliar atau sekitar 70,50 persen dari total output perekonomian.

Perubahan dalam pembentukan pendapatan rumah tangga yang disebabkan oleh kenaikan pasokan minyak goreng terbesar terdapat pada sektor industri minyak goreng sebesar Rp 0,472 miliar atau 71,46 persen dari total pendapatan rumah tangga seluruh perekonomian. Pertambahan pasokan minyak goreng juga memberikan pengaruh dalam penyerapan jumlah tenaga kerja. Sektor yang paling besar responnya jika diberlakukan kebijakan tersebut adalah sektor kelapa sawit, dimana akibat kebijakan tersebut menyebabkan pertambahan jumlah penyerapan tenaga kerja pada sektor kelapa sawit sebesar 29,387 ribu orang atau sebesar 29,765 persen dari penyerapan total seluruh sektor perekonomian.

(4)

Oleh:

NURLAELA WIJAYANTI H14101038

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

(5)

menyelesaikan penyusunan skripsi berjudul ”ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA”. Minyak goreng merupakan salah satu komponen dari sembilan bahan pokok yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Sehingga dalam pengendalian harga dan pasokannya perlu campur tangan pemerintah. Perkembangan industri minyak goreng juga relatif pesat dari tahun ke tahun. Disamping itu, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada Bapak Dr.Ir. Arief Daryanto, M.Ec yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Ucapan terimakasih juga penulis tujukan kepada Bapak Ir. Idqan Fahmi, M.Ec yang bersedia untuk menguji karya ilmiah ini. Semua kritik dan saran beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Selain itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Tanti Novianti, S.P, M.Si selaku wakil dari komisi pendidikan, terutama atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. Meskipun demikian, segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya tanggung jawab penulis.

Penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak (alm) dan Ibu tercinta serta saudara-saudara penulis. Do’a, pengertian dan dukungan mereka begitu berarti dalam proses penyelesaian skripsi ini.

(6)

umumnya.

Bogor, Juni 2006

Nurlaela Wijayanti H14101038

(7)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Nurlaela Wijayanti

Nomor Registrasi Pokok : H14101038 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Input-Output Peranan Industri Minyak Goreng Dalam Perekonomian Indonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr.Ir. Arief Daryanto, M.Ec NIP.131 644 945

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr.Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872

(8)

DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA APAPUN

Bogor, Juni 2006

Nurlaela Wijayanti

(9)

mengawali pendidikan dasarnya di Madrasah Ibtidaiyah Persatuan Umat Islam (PUI) Sindang Indramayu, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 2 Sindang Indramayu dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri I Sindang Indramayu dan berhasil menyelesaikannya pada tahun 2001.

Pada tahun 2001 juga, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dalam melanjutkan pendidikannya. Melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

(10)

DAFTAR TABEL... ii I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 6 1.3. Tujuan ... 8 1.4. Ruang Lingkup... 8 1.5. Manfaat Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 10

2.1. Tinjauan Pustaka ... 10

2.1.1. Definisi dan Klasifikasi Minyak Goreng ... 10

2.1.2. Gambaran Umum Industri Minyak Goreng Indonesia ... 12

2.2. Kerangka Teori ... 15

2.2.1. Model Input-Output ... 15

2.2.2. Asumsi dan Keterbatasan Tabel Input-Output... 17

2.2.3. Struktur Tabel Input-Output ... 19

2.2.4. Analisis Input-Output... 22

2.2.4.1. Analisis Keterkaitan ... 22

2.2.4.2. Analisis Dampak Penyebaran ... 23

2.2.4.3. Analisis Multiplier ... 23

2.3. Penelitian-Penelitian Terdahulu ... 27

2.3.1. Studi Pustaka Minyak Goreng...27

2.3.2. Studi Pustaka Input-Output... 29

2.4. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian... 31

III. METODE PENELITIAN... 32

3.1 Waktu dan Wilayah Penelitian... 32

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 32

(11)

3.4. Definisi Operasional Data ... 40

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

4.1 Peranan Industri Minyak Goreng Dalam Perekonomian Indonesia... 45

4.2 Analisis Keterkaitan ... 47

4.2.1. Keterkaitan Langsung Beberapa Sektor Perekonomian... 48

4.2.2. Keterkaitan Langsung Dan Tidak Langsung Beberapa Sektor Perekonomian Indonesia ... 50

4.2.3. Keterkaitan Ke Depan Industri Minyak Goreng Terhadap Beberapa Sektor Perekonomian Indonesia... 53

4.2.4. Keterkaitan Ke Belakang Industri Minyak Goreng Terhadap Beberapa Sektor Perekonomian Indonesia... 54

4.3. Analisis Dampak Penyebaran ... 55

4.4. Analisis Multiplier ... 58

4.4.1. Multiplier Output Sektor Perekonomian Indonesia ... 58

4.4.2. Multiplier Pendapatan Sektor Perekonomian Indonesia ... 59

4.4.3. Multiplier Tenaga Kerja Sektor Perekonomian Indonesia... 60

4.4.4. Multiplier Output Sub Sektor Industri Minyak Goreng... 62

4.4.5. Multiplier Pendapatan Sub Sektor Industri Minyak Goreng... 63

4.4.6. Multiplier Tenaga Kerja Sub Sektor Industri Minyak Goreng .... 64

4.5. Analisis Multiplier Menurut Dampaknya ... 65

4.6. Dampak Kenaikan Pasokan Minyak Goreng Terhadap Perekonomian Indonesia ... 70

4.7. Implikasi Kebijakan Pengembangan Industri Minyak Goreng Indonesia ... 73

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 77

5.1. Kesimpulan ... 77

5.2. Saran... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 80

(12)

1.2. Grafik Konsumsi Per Kapita Minyak Goreng Indonesia ... 5 2.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian... 31

(13)

Dasar Harga Berlaku ... 1

1.2. Neraca Perdagangan Luar Negeri Minyak Goreng Periode 1996-2002 ... 4

2.1. Klasifikasi Minyak Goreng Nabati Menurut Klasifikasi Komoditi Indonesia ... 11

2.2. Produsen Minyak Goreng Menurut Status Operasional... 13

2.3. Market Size dan Market Value Minyak Goreng Menurut Merek, Tahun 2002 ... 14

2.4. Bentuk Umum Tabel Transaksi Input-Output ... 19

3.1. Rumus Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja ... 39

4.1. Komposisi Besaran Input Industri Minyak Goreng ... 46

4.2. Kontribusi Industri Minyak Goreng Dalam Perekonomian Indonesia ... 46

4.3. Nilai Keterkaitan Berbagai Sektor Perekonomian Indonesia... 49

4.4. Keterkaitan Ke Depan Industri Minyak Goreng Terhadap Berbagai Sektor Perekonomian Indonesia... 53

4.5. Keterkaitan Ke Belakang Industri Minyak Goreng Terhadap Berbagai Sektor Perekonomian Indonesia ... 55

4.6. Dampak Penyebaran Berbagai Sektor Perekonomian Indonesia ... 57

4.7. Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja Masing-Masing Sektor Perekonomian Indonesia... 59

4.8. Total Peringkat Multiplier Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia... 62

4.9. Kontribusi Terbesar Industri Minyak Goreng Terhadap Pembentukan Output Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia... 63

4.10. Kontribusi Terbesar Industri Minyak Goreng Terhadap Peningkatan Pendapatan Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia. ... 64

4.11 Kontribusi Terbesar Industri Minyak Goreng Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia. ... 65

4.12. Simulasi Dampak kenaikan Pasokan Minyak Goreng Terhadap Perubahan Jumlah Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja ... 72

(14)

1. Klasifikasi Sektor Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2000 ... 83 2. Tabel Input-Output Transaksi Domestik 26 x 26 Sektor ... 89 3. Tabel Koefisien Teknis Transaksi Domestik 26 x 26 Sektor... 93 4. Tabel Matriks Kebalikan Leontief Terbuka Transaksi Domestik

26 x 26 Sektor ... 97 5. Tabel Matriks Kebalikan Leontief Tertutup Transaksi Domestik

26 x 26 Sektor ... 100 6. Tabel Multiplier Output Transaksi Domestik Sektor-Sektor

Perekonomian Indonesia Tahun 2000... 103 7. Tabel Multiplier Output Transaksi Domestik Sub Sektor Industri

Minyak Goreng Indonesia Tahun 2000... 103 8. Tabel Multiplier Pendapatan Transaksi Domestik Sektor -Sektor

Perekonomian Indonesia Tahun 2000... 104 9. Tabel Multiplier Pendapatan Transaksi Domestik SubSektor Industri

Minyak Goreng Indonesia Tahun 2000... 104 10. Tabel Multiplier Tenaga Kerja Transaksi Domestik Sektor-Sektor

Perekonomian Indonesia Tahun 2000... 106 11. Tabel Multiplier Tenaga Kerja Transaksi Domestik SubSektor Industri

Minyak Goreng Indonesia Tahun 2000... 106

(15)

Suatu negara yang mengalami proses pembangunan ekonomi secara jangka panjang akan membawa perubahan yang mendasar dalam struktur ekonomi negara itu sendiri. Salah satu indikator dari perubahan tersebut adalah bergesernya struktur ekonomi tradisional yang menitikberatkan pada sektor pertanian ke arah struktur ekonomi modern yang lebih didominasi oleh sektor industri sebagai roda penggerak dari pertumbuhan ekonomi. Begitu juga yang terjadi dalam struktur ekonomi Indonesia, peranan sektor industri semakin besar dan mengalami pertumbuhan yang paling cepat jika dibandingkan dengan sektor lainnya.

Tabel 1.1. Produk Domestik Bruto Indonesia Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Yang Berlaku (dalam milliar rupiah)

No Lapangan Usaha 2000 2001 2002 2003 2004 2005 1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 433.662,8 526.655,6 594.634,1 651.307,6 663.106 731.119,2 2 Pertambangan dan Penggalian 323.838,6 349.903,2 330.643,4 319.975,6 370.579,2 543.611,2 3 Industri Pengolahan 1.102.514 1.455.615 1.677.607 429.513 1.830.092 2.163.916

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 8.393,6 10.854,7 14.714,2 19.540,82 22.066,7 24.993,2 5 Bangunan 76.573,3 89.298,9 99.366,1 112.571,3 143.052,3 173.440,6 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 263.898 311.345,7 383.729,1 412.045,2 450.609,4 523.463,6 7 Pengangkutan dan Komunikasi 130.024,3 154.375,3 195.940,5 236.534,7 284.584 361.937,4 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

230.926,7 270.739,6 30.7716,2 348.647,3 388.858,6 456.275,8

9 Jasa Lainnya 259.507,6 30.4515,9 328.384,6 396.138,6 469.240,8 551.281,8

PDB 2.820.945 3.473.303 3.932.735 6.794.274 4.622.189 5.530.039

(16)

Sektor industri, khususnya industri pengolahan mampu berperan sebagai penyumbang terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto. Rata-rata nilai kontribusi industri pengolahan terhadap produk domestik bruto indonesia sebesar 44,27 peresen. Dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 164,27 persen. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2003 (Tabel 1.1).

Industri minyak goreng merupakan salah satu komponen dari sistem industri pengolahan pertanian yang sangat luas, mulai dari usaha pertanian kelapa dan kelapa sawit sebagai bahan baku dari minyak goreng hingga industri yang menggunakan minyak goreng sebagai salah satu dari faktor produksinya maupun pedagang yang memasarkan minyak goreng untuk konsumsi rumah tangga. Selain itu, industri pengolahan pertanian di Indonesia merupakan satu dari beberapa sektor yang mampu bertahan dalam menghadapi goncangan ekonomi, seperti yang terjadi saat krisis ekonomi tahun 1997-1998. Hal tersebut dikarenakan bahan baku dalam industri pengolahan pertanian merupakan produk-produk pertanian yang tidak perlu diimpor. Bahkan dengan mengekspor produk-produk tersebut dapat meningkatkan nilai tambah akibat selisih nilai dolar terhadap rupiah. Selisih nilai mata uang tersebut yang menyebabkan produk industri pengolahan pertanian mampu bersaing di pasar luar negeri karena secara relatif harganya akan lebih murah.

Industri minyak goreng Indonesia dari tahun ke tahun semakin pesat perkembangannya. Hal ini diperlihatkan dengan meningkatnya angka produksi minyak goreng tiap tahunnya. Berdasarkan informasi yang terdapat pada Gambar 1.1, selama periode 1998-2005 peningkatan produksi minyak goreng sebesar

(17)

14,15 persen per tahunnya. Pada tahun 1998 total produksi minyak goreng Indonesia mencapai angka 2,18 juta ton dan untuk tahun selanjutnya produksi minyak goreng relatif meningkat hingga mencapai 6,43 juta ton pada tahun 2005. Peningkatan tersebut disebabkan oleh semakin bertambahnya permintaan akan minyak goreng itu sendiri baik di tingkat domestik maupun luar negeri (www.wartaekonomi.com, 2006). 2,18 2,5 3,73 4,11 4,43 5,17 5,76 6,43 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

Gambar 1.1 Grafik Perkembangan Produksi Minyak Goreng Indonesia (juta ton)

Sumber: www.wartaekonomi.com, 2006

Berdasarkan Tabel 1.2, dapat dilihat bahwa pada periode 1996-2002 neraca perdagangan luar negeri minyak goreng Indonesia relatif meningkat. Pada periode tersebut, peningkatan rata-rata volume ekspor minyak goreng mencapai 11,1 persen per tahun. Nilai rata-rata ekspor meningkat 11,6 persenn pada tahun 1996 sebesar dari 736,0 ribu ton (US$ 565,6 juta) menjadi 1,3 juta ton (US $565,6 juta) pada 2002. Jika dilihat dari nilai dan volume impor, selama periode1996-2002 meningkat rata-rata 565,7 persen dan 23,9 persen per tahun. Volume impor pada tahun 1996 sebesar 3,3 ribu ton (US $3,7 juta) meningkat

(18)

menjadi 14,9 ribu ton (US $8,5 juta) pada tahun 2002. Peningkatan tersebut akibat adanya kenaikan kapasitas ekspor dari Crude Palm Oil (CPO) sebagai bahan baku yang lebih sering dipakai dalam proses produksi pabrik minyak goreng, sehingga kekurangan tersebut ditutup dengan membuka kran impor minyak goreng (CIC, 2003).

Tabel 1.2 Neraca Perdagangan Luar Negeri Minyak Goreng 1996-2002

Ekspor Impor Tahun Volume (Ton) Trend ( % ) Nilai (US $ ribu) Trend ( % ) Volume (Ton) Trend ( % ) Nilai (US $ ribu) Trend ( % ) 1996 736.028 369.726 3.267 3.746 1997 985.177 33,85 490.001 32,53 2.296 (29,7) 3.163 (15,6) 1998 1.241.342 26,01 622.047 26,95 9.618 318,8 7.785 146,1 1999 1.309.778 5,51 508.100 (18,32) 8.707 (9,5) 6.195 (20,4) 2000 1.111.781 (15,12) 373.673 (26,46) 10.120 16,2 6.528 5,4 2001 1.271.908 14,40 350.052 (6,32) 13.893 36,7 7.166 9,8 2002 1.296.366 1,92 565.589 61,57 14.922 7,8 8.479 18,3 Rata-rata 1.136.054,29 11,1 468.169,71 11,69 8974.71 56,7 6151.71 23,9 Sumber: Corinthian Infopharma Corpora (2003)

Minyak goreng dikonsumsi hampir seluruh masyarakat, baik itu di tingkat rumah tangga maupun industri makanan. Fungsi minyak goreng di kedua tingkat konsumen pada umumnya bukan sebagai bahan baku namun hanya sebagai bahan pembantu. Fungsi minyak goreng sangat penting dalam menciptakan aroma, rasa, warna, daya simpan dan dalam beberapa hal juga dapat sebagai alat peningkat gizi.

Kebutuhan minyak goreng untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yang pesat sejalan dengan peningkatan konsumsi perkapita. Kecenderungan meningkatnya rata-rata konsumsi per kapita tersebut dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk, perubahan

(19)

pola konsumsi penduduk, pendapatan dan sedikit banyak dipengaruhi pula oleh perkembangan dalam budaya masak memasak.

Menurut hasil riset Warta Ekonomi (2006) yang dijelaskan dalam Gambar 1.2, selama periode 1998-2005 konsumsi minyak goreng per kapita masyarakat Indonesia relatif meningkat dari tahun ke tahunnya. Peningkatan paling besar terjadi pada tahun 2000. Konsumsi perkapita pada tahun tersebut sebesar 14,2 kg, sedangkan tahun 1999 sebesar 12,1 kg dan konsumsi rata-rata sebesar 12,5 kg.

10,7 12,1 14,2 14,9 15 15,4 16 16,5 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

Gambar 1.2. Grafik Konsumsi Per Kapita Minyak Goreng Indonesia (kg)

Sumber: www.wartaekonomi.com (2006)

Minyak goreng juga merupakan salah satu dari komponen sembilan bahan pokok yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Hampir semua masyarakat Indonesia mengkonsumsinya. Minyak goreng digunakan untuk keperluan rumah tangga. Selain itu industri juga memerlukannya sebagai salah satu bahan pendukung dalam proses produksinya. Industri yang memerlukan minyak goreng tersebut yaitu industri pangan baik itu industri yang skalanya kecil maupun besar

(20)

seperti industri fast food, snack food dan biskuit. Selain itu dilihat dari bahan bakunya, industri minyak goreng merupakan industri yang memegang peranan penting sebagai pengguna output industri hulunya. Industri hulu yang dimaksud yaitu industri minyak kelapa sawit, industri minyak kelapa dan industri lainnya yang dari produknya dapat dihasilkan produk turunan sebagai bahan baku minyak goreng. Indonesia merupakan salah satu penghasil minyak kelapa dan minyak kelapa sawit terbesar di dunia setelah Malaysia. Hal ini merupakan salah satu faktor yang dapat membantu dalam mengembangkan industri minyak goreng nasional.

1.2 Perumusan Masalah

Minyak goreng adalah salah satu komoditas yang cukup strategis. Minyak goreng dapat berpengaruh baik dari segi sosial, politik maupun ekonomi, sehingga sangat diperlukan sekali intervensi pemerintah dalam pemantauan kestabilan harga dan ketersediaan pasokannya di pasar (Amang, 1996). Alasan utama pemantauan dan pengelolaan harga dan pasokan minyak goreng yaitu untuk menjaga agar inflasi tetap pada tingkat yang diharapkan dan konsumen dalam hal ini masyarakat luas dapat membayar dengan harga yang wajar. Diharapkan dengan pengendalian terhadap laju inflasi tersebut dapat mengurangi beban masyarakat akibat kenaikan harga komoditas lainnya.

Selain penggunannya oleh rumah tangga, minyak goreng juga diperlukan sebagai input antara dalam industri pangan. Sebagai input antara, ketersediaan minyak goreng dalam jumlah yang cukup dan dengan harga yang bersaing

(21)

sangatlah perlu untuk mendorong peningkatan input-input industri terkait. Di samping itu, pada proses produksi minyak goreng dibutuhkan berbagai sarana dan prasarana produksi. Sarana dan prasarana produksi ini sebagian berasal dari industri minyak goreng itu sendiri dan sebagian besar lainnya dihasilkan oleh industri lain. Dengan demikian peningkatan produksi minyak goreng akan dapat meningkatkan produk industri-industri yang menggunakan minyak goreng sebagai input dalam proses produksinya.

Seperti halnya sub sektor agroindustri atau industri hasil pertanian lainnya, produk minyak goreng mempunyai sifat keterkaitan industrial ke depan dan ke belakang yang cukup tinggi. Industri hilir minyak goreng yang cukup strategis dan menyangkut hajat hidup orang banyak adalah industri pengolahan makanan dan minuman, sehingga pemerintah perlu menaruh perhatian yang tinggi terhadap struktur pasar domestik minyak goreng. Tetapi serangkaian kebijakan pemerintah tersebut masih terlalu memfokuskan pada CPO dan melupakan seperangkat permasalahan pada struktur industri minyak goreng.

Setelah memperhatikan uraian yang telah dipaparkan diatas, maka permasalahan yang akan dikemukakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Berapa besar peranan sektor industri minyak goreng dalam pembentukan output, nilai tambah bruto, permintaan antara dan permintaan akhir di Indonesia?

(22)

2. Berapa besar keterkaitan antara sektor industri minyak goreng dengan sektor-sektor lainnya di Indonesia baik keterkaitan dari sisi output maupun dari sisi input?

3. Berapa besar dampak penyebaran sektor industri minyak goreng dan bagaimana pengaruhnya?

4. Berapa besar dampak yang ditimbulkan oleh sektor industri minyak goreng dilihat berdasarkan efek multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja?

1.3 Tujuan

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengkaji peranan industri minyak goreng di Indonesia dalam pembentukan output, permintaan antar dan permintaan akhir.

2. Menganalisis keterkaitan industri minyak goreng dengan sektor lainnya. 3. Menganalisis pengaruh industri minyak goreng terhadap sektor lainnya

berdasarkan indeks penyebaran kedepan dan kebelakang.

4. Menganalisis dampak industri minyak goreng terhadap perekonomian Indonesia berdasarkan efek multiplier output, multiplier pendapatan dan multiplier tenaga kerja.

1.4 Ruang Lingkup

Pada dasarnya kebijaksaan pengelolaan dan pengembangan industri minyak goreng haruslah dipandang sebagai salah satu dari sekian bentuk

(23)

kebijaksaan pembangunan secara umum. Oleh karena itu, pemerintah sebagai pengambil kebijakan baik dalam hal pengelolaan maupun pengembangan industri minyak goreng harus memperhatikan apakah pengembangan industri tersebut sesuai dengan apa yang telah dirumuskan dalam konteks upaya pencapaian sasaran pembangunan nasional secara keseluruhan. Berdasarkan hal tersebut, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi dan mengevaluasi peranan industri minyak goreng dalam perekonomian nasional.

Beberapa peranan penting industri minyak goreng yaitu (1) pengeluaran konsumsi dan pemenuhan gizi rumah tangga; (2) stabillitas perekonomian; (3) produksi nasional dan penciptaan nilai tambah; (4) penyedia lapangan kerja; serta (5) penopang dan pendorong industri nasional.

Penulis membatasi ruang lingkup penelitian terbatas hanya pada peranan industri minyak goreng dalam hal produksi nasional dan penciptaan nilai tambah, penyediaan lapangan pekerjaan serta penopang dan pendorong industri nasional.

1.5 Manfaat Penelitian

Berdasarkan uraian pada sub bab sebelumnya, penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan kebijakan pembangunan khususnya yang berkaitan dengan kebijakan pembangunan industri minyak goreng, serta dalam hal implementasi kebijakan industri pada umumnya dengan menciptakan koordinasi yang baik antar sektor khususnya sektor industri sehingga tercapai kesejatheraan rakyat dengan jalan pembangunan yang adil dan merata.

(24)

2.1.1 Definisi dan Klasifikasi Minyak Goreng

CIC (2003) menyatakan bahwa minyak goreng atau cooking oil didefiniskan sebagai minyak yang diperoleh dengan cara memurnikan minyak nabati. Pemurnian tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan kandungan logam, bau, asam bebas dan zat-zat warna.

Berdasarkan Amang (1996), minyak goreng dapat dikelompokkan menurut bahan bakunya menjadi dua kelompok besar. Kelompok pertama adalah minyak yang dihasilkan dari hewan yang secara awam sering diistilahkan sebagai lemak (fat). Penggunaan minyak hewani untuk konsumsi langsung rumah tangga sebagai bahan pangan relatif terbatas. Biasanya minyak hewani sebagai bahan pangan lebih bersifat tidak langsung yakni ikutan dari konsumsi daging. Pengggunaan minyak goreng hewani masih terbatas hanya pada kalangan masyarakat tertentu saja. Hal ini dikarenakan kandungan lemak pada minyak goreng jenis ini sangat tinggi, sehingga dapat membahayakan kesehatan.

Kelompok kedua adalah minyak nabati, yakni minyak yang dihasilkan dari ekstrak kandungan asam lemak dari tumbuh-tumbuhan. Minyak nabati yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia adalah hasil olahan dari ekstrak minyak yang berasal dari sawit, kelapa, kacang tanah, kedelai, jagung, bunga matahari dan lobak. Di Indonesia, lebih dari 95 persen minyak goreng berasal dari minyak nabati adalah berasal dari sawit dan kelapa. Murahnya harga bahan baku dan

(25)

ketersediaan yang relatif stabil merupakan salah satu faktor yang menyebabkan hal tersebut.

Menurut Klasifikasi Komoditi Indonesia (1999), minyak goreng nabati diklasifikasikan dalam tiga kelompok. Pertama adalah kelompok Industri minyak goreng dari kelapa dengan kode KKI 15143. Kelompok selanjutnya, kode 15144 untuk minyak goreng dari kelapa sawit dan yang terakhir minyak goreng nabati lainnya dari bahan nabati dengan kode 15145 (Tabel 2.1).

Tabel 2.1 Klasifikasi Minyak Goreng Nabati Menurut Klasifiskasi Komoditi Indonesia

No KKI Keterangan No. HS Comodity

Description 1 15143.01xx

- 0100

Industri Minyak goreng dari minyak Kelapa

Minyak Goreng Kelapa 1513.19.000 Other Copra Oil 2 15144.01xx

- 0101 - 0102

Industri Minyak Goreng dari Minyak kelapa sawit

Minyak Goreng Kelapa Sawit

Minyak Goreng Inti Kelapa sawit 1511.90.000 1513.29.000 Other Palm Oil Other Palm Kernel Oil 3 15145.01xx - 0101 - 0102 - 0103 - 0104 - 0105 - 0106 - 0107 - 0108 - 0109

Minyak Goreng lainnya dari bahan nabati

Minyak Bekatul Minyak Goreng Jagung Minyak Goreng Kacang Kedelai Dinetralkan dan Dikelantang Lain-lain

Minyak Goreng Kacang Tanah Minyak Goreng Biji Bunga Matahari

Minyak Goreng Biji Kapas Minyak Goreng wijen Minyak Goreng Biji Kapuk Minyak Goreng Lainnya dari nabati

1515.90.900 1515.29.000 1507.90.000 1507.90.100 1507.90.900 1508.90.000 1512.19.000 1512.29.000 1515.50.000 1515.90.120 1515.90.900 Other Fixed Vegetable Fats

Other Maize Oil Other Soya Bean Oil

Neutralized and Bleached Oil

Other

Other Ground Nut Oil

Other Sunflower Oil or Sunflower Seed Oil

Other Cotton Seed Oil

Sesame Oil and Its Fraction

Refined of Kapok Seed Oil

Other Fixed Vegetable fats and Oil

(26)

2.1.2 Gambaran Umum Industri Minyak Goreng Indonesia

Industri minyak goreng di Indonesia umumnya menggunakan bahan baku minyak kelapa dan minyak kelapa sawit. Minyak goreng kelapa dahulu lebih banyak dipakai tapi sekarang kedudukannya telah digeser oleh minyak kelapa sawit, karena diperkirakan sebagai penyebab penyakit jantung koroner. Selain itu, minyak kelapa sawit mempunyai keunggulan dibandingkan minyak kelapa. Harga minyak kelapa relatif lebih murah, juga lebih jernih warnanya sehingga lebih aman bagi kesehatan. Bagi masyarakat yang sudah paham pentingnya kesehatan mereka lebih memilih minyak goreng yang berbahan baku minyak kelapa sawit.

Pada awal masa perkembangannya, industri minyak goreng Indonesia dimulai dari skala rumah tangga dengan menggunakan bahan baku yang berasal dari minyak kelapa. Sistem perdagangan minyak goreng saat itu dilakukan dalam bentuk minyak goreng curah, dan selanjutnya mulailah bermunculan minyak goreng bermerek seperti Barco dan Vetco yang merupakan pelopor minyak goreng kemasan bermerek. Sejalan dengan diperkenalkannya tanaman kelapa sawit sebagai salah satu tanaman perkebunan di Indonesia, minyak kelapa mulai tergeser posisinya sebagai bahan baku minyak goreng oleh minyak kelapa sawit. Minyak kelapa sawit mendominasi penggunannya sebagai bahan baku industri minyak goreng nasional. Pergeseran posisi tersebut dikarenakan minyak sawit mentah yang berasal dari pohon kelapa sawit lebih mudah dibudidayakan. Budidaya kelapa sawit tidak tergantung musim tertentu, lebih tahan hama dan dapat diusahakan dalam skala besar sehingga dapat mencapai skala ekonomi tertentu.

(27)

Pangsa pasar produk minyak goreng saat ini diperebutkan oleh sekitar 120 produsen lokal yang masih aktif berproduksi (in production) dengan kapasitas produksi sebesar 8,5 juta ton. Sementara 119 produsen lainnya tidak dapat dikonfirmasikan atau Utl (Unable to located) dengan kapasitas sekitar 580,8 ribu ton, 16 produsen (822,0 ribu ton) yang telah menghentikan operasi produksi minyak gorengnya (Stop Operation) serta 5 produsen (612,0 ribu ton) yang berinvestasi dalam industri minyak goreng (Tabel 2.2).

Tabel 2.2. Produsen Minyak Goreng Menurut Status Operasional, 2002

Total Minyak Goreng

Kelapa Sawit Minyak Goreng Kelapa Minyak Goreng Nabati Lainnya Status

Operasional Jumlah Kapasitas (ribu ton) Jumlah Kapasitas (ribu ton) Jumlah Kapasitas (ribu ton) Jumlah Kapasitas (ribu ton) Produksi 120 8.527.583 53 7.217.885 60 1.157.101 7 152.000 Utl (Unable to Located) 119 580.802 10 474.825 109 105.977 0 0 Rencana (Planed) 16 1.079.360 7 806.152 9 273.208 0 0 Tidak Produksi (Stop Operation) 48 822.015 14 666.408 33 146.607 1 9.000 Investasi baru 5 612000 2 522.000 3 90.000 0 0

Sumber: Corinthian Infopharma Corpora (2003)

Seperti yang telah disebutkan pada uraian sebelumnya, minyak kelapa sawit lebih banyak digunakan sebagai bahan baku dalam proses produksi minyak goreng, maka banyak konglomerat yang terjun dalam bisnis perkebunan dan pengolahan kelapa sawit, diantaranya sepert Salim grup, Sinar Mas grup, Astra grup, Bakrie grup, Musim Mas grup, Hasil Karsa grup, Bukit Kapur grup dan Raja Garuda Mas. Kelompok di atas memiliki industri terpadu mulai dari perkebunan sawit, pengolahan CPO dan pabrik minyak goreng. Sebagian produsen dalam industri minyak goreng berafiliasi dengan grup perkebunan

(28)

kelapa sawit, seperti Grup salim (produsen Bimoli), Grup Sinarmas (produsen Filma).

Saat ini produsen telah banyak memenuhi pasar minyak goreng kemasan bermerek. Beberapa diantaranya merupakan pemain lama dan sudah dikenal oleh masyarakat, seperti Bimoli, yang memiliki market size paling tinggi diantara yang lainnya (307.687 ton). Disusul ditempat kedua oleh Filma dengan market size sebesar 179.945 ton. Untuk share dari market size dan market value minyak goreng tidak bermerek (curah) cukup besar yaitu masing-masing sebesar 43,1 persen dan 31,5 persen (Tabel 2.3). Hal ini berarti minyak goreng curah masih menjadi pilihan dalam mengkonsumsi minyak goreng.

Tabel 2.3. Market Size dan Market Value Minyak Goreng Menurut Merek, Tahun 2002

No Merek Market Size (Ton) Share (%) Market Value (Rp Juta) Share (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Bimoli Filma Sania Tropical Kunci Mas Avena 999 Sunrise Vetco Mas Cap Sendok Delima Camar Tawon Palma Damai Spesial Marunda Ratu Masak Tani Fortune Merek Lainnya 307.687 179.945 137.366 119.778 98.704 86.460 74.768 73.261 66.368 54.003 46.344 33.907 25.111 20.986 18.250 16.938 16.800 16.473 12.804 99.863 11,6 6,8 5,2 4,5 3,7 3,3 2,8 2,8 2,5 2,0 1,8 1,3 0,9 0,8 0,7 0,6 0,6 0,6 0,5 3,8 2.187.684 1.229.080 937.698 808.939 670.85 692.611 518.760 548.544 483.015 360.017 283.100 157.889 129.000 141.189 86.231 79.186 76.104 73.387 56.595 446.894 15,3 8,6 6,6 5,7 4,7 3,6 2,7 3,8 3,4 2,5 2,0 1,1 0,9 1,0 0,6 0,6 0,5 0,5 0,4 3,1 Tidak Bermerek 1.140.528 43,1 4.505.084 31,5 Total 2.646.342 100 14.306.557 100

(29)

2.2 Kerangka Teori 2.2.1 Model Input-Output

Input-Output merupakan suatu teknik perencanaan yang diperkenalkan oleh Prof. Wassily W. Leontief pada tahun 1930-an. Teknik ini dipergunakan untuk menelaah hubungan antar industri dalam rangka memahami saling ketergantungan dan kompleksitas perekonomian serta kondisi untuk mempertahankan keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Tehnik ini juga dikenal sebagai "analisis antar industri" (Nasution, 2002).

Input-Output menunjukan bahwa di dalam perekonomian secara keseluruhan terjadi interaksi saling berhubungan dan saling ketergantungan industrial. Input suatu industri merupakan output industri lainnya, dan sebaliknya, sehingga hubungan tersebut membawa kearah ekuilibrium antara penawaran dan permintaan di dalam perekonomian secara keseluruhan. Sebagian besar kegiatan ekonomi memproduksi barang-barang antara (input) untuk digunakan lebih lanjut dalam pembuatan barang-barang akhir (output). Pada hakikatnya, analisis input-output mengandung arti bahwa dalam keadaan ekuilibrium, jumlah input-output agregat dari keseluruhan perekonomian harus sama dengan jumlah input antar industri dan jumlah output antar industri (Nasution, 2002).

Pengaruh timbal balik yang terjadi antar satu industri dengan industri lain dapat dikelompokkan menjadi:

1. Hubungan langsung, yaitu pengaruh yang secara langsung dirasakan oleh sektor yang menggunakan masukan dari keluaran sektor yang bersangkutan. Contohnya jika industri makanan menaikkan produksinya sebesar dua kali

(30)

lipatnya, maka permintaan akan minyak goreng, tepung dan gula juga akan naik lebih kurang dua kali lipat.

2. Hubungan tak langsung, yaitu pengaruh terhadap industri yang outputnya tidak digunakan sebagai input bagi output industri yang bersangkutan. Contohnya, pengaruh industri minyak goreng terhadap pengangkutan.

3. Hubungan sampingan, yaitu pengaruh tak langsung yang lebih panjang lagi jangkauannya daripada pengaruh langsung tersebut diatas. Contoh peningkatan produksi pada sektor industri terjadilah peningkatan pendapatan buruh industri, atau peningkatan jumlah buruh yang berarti pula peningkatan pendapatan sejumlah buruh tersebut. Peningkatan pendapatan ini dapat meningkatkan permintaan atas kebutuhan beras.

Menurut BPS (2000), pengertian Tabel Input-Output adalah tabel yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa antar sektor ekonomi dengan bentuk penyajian berupa matriks. Isian sepanjang baris Tabel I-O menunjukkan komposisi penciptaan nilai tambah sektoral, sedangkan isian sepanjang kolom menunjukkan struktur input yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam proses produksi, baik yang berupa input antara maupun input primer. Sebagai metode kuantitatif, tabel ini memberikan gambaran menyeluruh tentang:

1. Struktur perekonomian suatu wilayah yang mencakup output dan nilai tambah masing-masing sektor.

2. Struktur input antara yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar sektor-sektor produksi.

(31)

3. Struktur penyediaan barang dan jasa, baik berupa produksi dalam negeri maupun barang impor atau yang berasal dari luar wilayah tersebut.

4. Struktur permintaan barang dan jasa, baik berupa permintaan oleh berbagai sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi, investasi dan ekspor.

Beberapa tahun belakangan ini, model I-O telah dikembangkan untuk keperluan yang lebih luas dalam analisis ekonomi. Beberapa kegunaan analisis I-O menurut BPS (2000), antara lain:

1. Memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, impor, penerimaan pajak dan penyerapan tenaga kerja diberbagai sektor produksi.

2. Melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa terutama dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan substitusinya. 3. Mengetahui sektor-sektor yang berpengaruh paling dominan terhadap

pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan perekonomian.

4. Menganalisis perubahan harga, yaitu dengan melihat pengaruh langsung dan tidak langsung dari perubahan harga input terhadap output.

5. Menggambarkan perekonomian suatu wilayah dan mengidentifikasikan karakteristik struktural suatu perekonomian wilayah.

2.2.2 Asumsi dan Keterbatasan Tabel Input-Output

Data yang disajikan dalam tabel I-O merupakan informasi rinci tentang input dan output sektoral yang mampu menggambarkan keterkaitan antar sektor dalam kegiatan perekonomian. Sesuai dengan asumsi dasar yang digunakan dalam

(32)

proses penyusunannya, model input ouput bersifat statis dan terbuka. Dalam BPS (2000), asumsi dasar dalam penyusunan tabel I-O adalah:

1. Keseragaman (Homogenity)

Masing-masing sektor memproduksi suatu input melalui satu cara dengan struktur input tertentu serta tidak ada substitusi diantara masing-masing input atau output tersebut.

2. Kesebandingan (Proporsionality)

Input antara bagi suatu sektor merupakan fungsi linear terhadap tingkat output yang bersangkutan. Dengan kata lain, jumlah input yang digunakan oleh suatu sektor akan meningkat atau berkurang secara proporsional linear terhadap kenaikan atau penurunan output sektor yang bersangkutan.

3. Penjumlahan (Additivity)

Asumsi bahwa total efek dari kegiatan produksi di berbagai sektor merupakan penjumlahan dari efek masing-masing kegiatan.

Berdasarkan asumsi tersebut, maka tabel I-O sebagai model kuantitatif memiliki keterbatasan, yaitu koefisien teknis diasumsikan tetap (konstan) selama periode analisis atau proyeksi. Karena koefisien teknis dianggap konstan, maka teknologi yang digunakan oleh sektor-sektor ekonomi dalam proses produksipun dianggap konstan. Akibatnya perubahan kuantitas dan harga input akan selalu sebanding dengan perubahan kuantitas dan harga output.

Begitu juga dengan besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam penyusunan tabel I-O dengan metode survey serta semakin banyak agregasi

(33)

terhadap sektor-sektor yang ada maka semakin banyak informasi ekonomi yang terperinci tidak terungkap dalam analisanya.

2.2.3 Struktur Tabel Input-Output

Format dari tabel I-O terdiri dari suatu kerangka matriks berukuran “n x n” dimensi yang terbagi menjadi empat kuadran yang tiap kuadran menggambarkan transaksi antar komponen-komponen suatu perekonomian pada satu titik tertentu.(Nazara, 1997)

Tabel 2.4. Bentuk Umum Tabel Transaksi Input-Output

Permintaan Antara Sektor Produksi Susunan Input Alokasi Output 1 2 …. n Permintaan Akhir Total Output Input a n t a r a Sektor p r o d u k s i 1 2 . . . . . . n x11 x21 . . . . . . xn1 x12 x22 xn2 …. …. …. x1n x2n xnn F1 F2 . . . . . . Fn X1 X2 Xn

Jumlah Input Primer V1 V2 …. Vn

Jumlah input X1 X2 …. Xn

Sumber: Biro Pusat Statistik (2000)

Pada Tabel 2.4, isian angka-angka pada seluruh baris menunjukkan pengalokasian output suatu sektor, baik itu untuk memenuhi permintaan antara (intermediate demand) maupun untuk memenuhi permintaan akhir (final

demand). Isian sepanjang kolom menggambarkan penggunaan input antara

maupun input primer yang disediakan oleh sektor lain untuk kegiatan produksi suatu sektor. Tabel 2.4 dapat digambarkan dalam persamaan aljabar sebagai berikut:

(34)

x11 + x12 + …….+ x1n + F1 = X1

x21 + x22 + …….+ x2n + F2 = X2

: : : : : . . . . .

xn1 + xn2 + …… + xnn + Fn = Xn (Persamaan 1)

Secara matematis persamaan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:

= = + n j i i j i F X x 1 ; untuk i = 1, 2, ..., n dimana:

Xi : Total output sektor i

xij : Besarnya output sektor i yang digunakan sebagai input oleh sektor j

Fi : Permintaan akhir sektor ke-i

Sektor dalam kolom menunjukkan penggunaan input yang disediakan oleh sektor lain untuk aktivitas produksi, maka persamaan aljabar menurut kolom dapat dituliskan menjadi: x11 + x12 + …….+ x1n + V1 = X1 x21 + x22 + …….+ x2n + V2 = X2 : : : : : . . . . . xn1 + xn2 + …… + xnn + Vn = Xn (Persamaan 2)

dan secara ringkas dituliskan dalam persamaan:

= = + n i j j ij V X x 1 ; untuk j = 1,2...,n

(35)

Dimana:

X j : Total input sektor j

xij : Besarnya output sektor i yang digunakan sebagai input oleh sektor j

Vj : Input primer sektor ke-j

Secara umum matriks dalam Tabel I-O di bagi menjadi 4 kuadran, yaitu: a. Kuadran 1 (Intermediate Quadrant)

Setiap sel pada Kuadran 1 merupakan transaksi antara, yaitu transaksi barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan informasi mengenai saling ketergantungan antar sektor produksi dalam suatu perekonomian. Dalam analisa I-O, kuadran ini memiliki peranan yang sangat penting karena kuadran inilah yang menunjukkan keterkaitan antar sektor ekonomi dalam melakukan proses produksinya.

b. Kuadran 2 (Final Demand Quadrant)

Menunjukkan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir. Permintaan akhir adalah suatu sektor yang langsung dipergunakan oleh rumah tangga, pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok, dan ekspor.

c. Kuadran 3 (Primary Input Quadrant)

Menunjukkan pembelian input yang dihasilkan di luar sistem produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran ini terdiri dari pendapatan rumah tangga (upah / gaji), pajak tak langsung, surplus usaha, penyusutan serta

(36)

impor. Jumlah keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan Produk Domestik Bruto yang dihasilkan oleh wilayah tersebut.

d. Kuadran 4 (Primary Input-Final Demand Quadrant)

Merupakan kudran input primer permintaan akhir yang menunjukkan transaksi langsung antara kuadran input-primer dengan permintaan akhir tanpa melalui sistem produksi atau kuadran antara.

2.2.4 Analisis Input-Output 2.2.4.1 Analisis Keterkaitan

Nazara (1999) mengungkapkan bahwa konsep keterkaitan biasa digunakan dalam perumusan kebijakan pembangunan ekonomi dengan melihat keterkaitan antara sektor dalam suatu perekonomian. Konsep keterkaitan tersebut antara lain meliputi keterkaitan ke belakang (backward linkage) yang mendeskripsikan hubungan keterkaitan antar sektor dalam pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan dalam proses produksi dan keterkaitan ke depan (forward

linkage) yang menunjukkan penjualan terhadap total penjualan output yang

dihasilkannya.

Berdasarkan konsep ini dapat diketahui besarnya pertumbuhan suatu sektor yang dapat menstimulir pertumbuhan sektor lainnya melalui proses induksi. Keterkaitan langsung antar sektor perekonomian dalam pembelian dan penjualan input antara ditunjukkan oleh koefisien langsung, sedangkan keterkaitan langsung dan tidak langsungnya ditunjukkan oleh Matriks Kebalikan Leontief. Matriks Kebalikan Leontief (alfa) disebut sebagai koefisien keterkaitan, karena matriks ini

(37)

mengandung informasi yang penting tentang struktur perekonomian yang dipelajari dengan menggunakan tingkat keterkaitan antar sektor.

2.2.4.2 Analisis Dampak Penyebaran

Analisis dampak penyebaran sebenarnya merupakan pengembangan dari analisis keterkaitan terutama keterkaitan langsung dan tidak langsung karena analisis ini membandingkan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung yang telah dikalikan dengan jumlah sektor yang ada dengan total nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung di semua sektor.

Analisis ini terdapat dua macam yaitu koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran. Kepekaan penyebaran digunakan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan suatu sektor dalam mendorong peretumbuhan sektor hulunya. Sedangkan kepekaan penyebaran digunakan dalam untuk mengetahui seberapa besar keamampuan suatu sektor dapat dalam mendorong pertumbuhan sektor sektor hilirnya. Adapun dalam penelitian yang akan dilakukan diharapkan dapat mengetahui besarnya kemampuan industri minyak goreng dalam mendorong sektor-sektor hulu maupun hilir.

2.2.4.3. Analisis Multiplier

Analisis multiplier digunakan dalam menghitung dampak yang ditimbulkan akibat peningkatan suatu sektor terhadap sektor lainnya. Pada kasus multiplier input-output, pendorong perubahan ekonomi pada umumnya diasumsikan sebagai peningkatan penjualan sebesar satu satuan mata uang kepada permintaan akhir suatu sektor. Pendorong ekonomi yang sering dimaksud adalah dapat berupa pendapatan atau kesempatan kerja

(38)

1. Multiplier Output

Multiplier output dihitung dalam per unit perubahan output sebagai efek awal (initial effect), yaitu peningkatan atau penurunan output sebesar satu unit satuan moneter. Semua komponen dari matriks kebalikan Leontif (matriks invers) α menunjukkan total pembelian input baik tidak langsung maupun langsung dari sektor i yang disebabkan adanya peningkatan penjualan dari sektor i sebesar satu satuan unit moneter ke permintaan akhir.

2. Multiplier Pendapatan

Peningkatan pendapatan akibat adanya perubahan output dalam perekonomian diukur dengan multiplier pendapatan. Pendapatan disini hanya mencakup penerimaan rumah tangga yang berasal dari gaji dan upah, tidak termasuk penerimaan yang berasal dari bunga bank dan deviden atas saham yang dimiliki.

Multiplier pendapatan menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan permintaan akhir pada suatu sektor sebesar satu unit akan mengakibatkan kenaikan pendapatan rumah tangga sebesar multiplier totalnya. Dalam multiplier pendapatan tipe I, kenaikan pendapatan tenaga kerja yang bekerja di sektor yang bersangkutan sebesar Rp 1,00 akan meningkatkan pendapatan rumah tangga di semua sektor perekonomian sebesar nilai multiplier tipe 1, baik secara langsung maupun tak langsung dengan rumah tangga sebagai eksogenus model. Untuk multiplier pendapatan tipe 2, pada intinya sama dengan mutiplier tipe 1, tetapi dalam multiplier tipe 2 ini efek induksi konsumsi rumah tangga juga diperhitungkan.

(39)

3. Multiplier Tenaga Kerja

Multiplier tenaga kerja menunjukkan bagaimana perubahan output akan mempengaruhi perubahan tenaga kerja. Pada tabel I-O, terdapat komponen tenaga kerja, sehingga untuk memperoleh nilai multiplier tenaga kerja harus ditambahkan terlebih dahulu pada baris terbawah informasi berapa besar jumlah tenaga kerja pada tiap sektor yang ada dalam perekonomian negara tersebut. Penambahan baris ini untuk mendapatkan koefisien tenaga kerja (ei). Koefisien tenaga kerja

didapatkan dengan membagi setiap jumlah tenaga kerja masing-masing sektor dengan jumlah total ouput dari masing-masing sektor tersebut.

Besarnya lapangan kerja yang tercipta jika output suatu sektor meningkat sebesar satu satuan, dapat diketahui dengan menggunakan multiplier tenga kerja tipe I. Multiplier tenaga kerja tipe 2 digunakan untuk mengetahui dampak dari penyerapan tenaga kerja di suatu sektor sebesar satu unit terhadap peningkatan lapangan kerja di seluruh sektor perekonomian.

4. Multiplier Tipe I dan II

Multiplier Tipe I dan II digunakan dalam pengukuran dampak yang ditimbulkan dari output, pendapatan dan tenaga kerja pada masing-masing sektor perekonomian akibat adanya perubahan dalam jumlah output, pendapatan dan tenaga kerja yang ada dalam suatu wilayah.

Klasifikasi efek dari multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja adalah sebagai berikut:

(40)

a. Dampak Awal (Initial Impact)

Dampak awal merupakan pendorong perekonomian dengan diasumsikan sebagai perubahan penjualan atau pembelian dalam satu unit satuan moneter. Dari sisi output, dampak awal merupakan peningkatan penjualan ke permintaan akhir sebesar satu unit moneter. Peningkatan output tersebut akan memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan dan tenaga kerja. Dampak awal dari sis pendapatan ditunjukkan oleh koefisien pendapatan rumah tangga (hi). Sedangkan

dampak awal dari sisi tenaga kerja ditunjukkan oleh koefisien tenaga kerja (ei)

b. Efek Putaran Pertama (First Round Effect)

Efek langsung dari pembelian masing-masing sektor untuk setiap peningkatan output sebesar satu unit satuan moneter ditunjukkan oleh efek putaran pertama. Dari sudut output, efek putaran pertama ditunjukkan oleh koefisien langsung (Koefisien Input / aij). Efek putaran pertama dari sudut

pendapatan (∑iaij hj) menunjukkan adanya peningkatan pendapatan dari setiap

sektor akibat adanya efek putaran pertama dari sisi ouput. Efek putaran pertama dari sudut tenaga kerja (∑iaij ei ) menunjukkan peningkatan penyerapan tenaga

kerja akibat adanya efek putaran pertama dari sisi output. c. Efek Dukungan Industri (Industrial Support Effect)

Efek dukungan industri dari sisi output menunjukkan efek dari peningkatan output putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya stimulus ekonomi. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, efek dukungan industri menunjukkan adanya efek peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja

(41)

putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya dukungan industri yang menghasilkan output.

d. Efek Induksi Konsumsi (Consumption Induced Effect)

Efek induksi dari sisi output menujukkan adanya suatu pengaruh induksi (peningkatan konsumsi rumah tangga) akibat pendapatan rumah tangga yang meningkat. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, efek induksi konsumsi diperoleh masing-masing dengan mengalikan efek induksi ouput dengan koefisien pendapatan rumah tanggga dan koefisien tenaga kerja.

e. Efek Lanjutan (Flow-On- Effect)

Efek lanjutan merupakan efek (dari output, pendapatan dan tenaga kerja) yang terjadi pada semua sektor perekonomian dalam suatu negara atau wilayah akibat adanya peningkatan penjualan dari suatu sektor. Efek lanjutan langsung dapat diperoleh dari pengurangan efek total dengan efek awal.

Hubungan antara efek awal dan efek lanjutan baik dilihat dari sisi ouput, pendapatan dan tenaga kerja digunakan multiplier tipe I dan tipe II. Perbedaan antara kedua jenis multiplier tersebut terletak pada adanya tidaknya pengaruh dari induksi konsumsi rumah tangga. Jika dalam multiplier tipe I tidak memasukkan unsur induksi konsumsi rumah tangga, sebaliknya dalam multiplier tipe II memasukkan pengaruh dari induksi konsumsi rumah tangga.

2.3 Penelitian-Penelitian Terdahulu 2.3.1. Studi Pustaka Minyak Goreng

Simatupang dan Syafaat (1996) mengkaji keterkaitan sektor industri minyak goreng dengan sektor lainnya. Analisis data menggunakan tabel

(42)

input-output. Hasil analisis mengemukakan bahwa keterkaitan terhadap input yang dimiliki oleh sektor industri minyak goreng sangat besar. Dan nilai tersebut hanya terkonsentrasi pada 3 industri. Untuk nilai koefisien keterkaitan terhadap output industri minyak goreng sangat kecil jika dibandingkan dengan nilai keterkaitan terhadap inputnya.

Chairunnisa (2002) dalam penelitiannya tentang analisis strategi perilaku konsumen minyak goreng sawit bermerek di kotamadya Jakarta Selatan. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan kesimpulan bahwa faktor yang menjadi pertimbangan awal pada sebagian besar konsumen adalah kualitas dari minyak goreng yang baik jika digunakan untuk menggoreng. Komponen produk, pengaruh lingkungan, pengaruh situasi , bauran pemasaran, pemakaian dan komponen utama lainnya merupakan faktor yang menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli minyak goreng sawit bermerek. Analisis pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Komponen Utama (AKU).

Puri (2003) neneliti tentang analisis srtategi promosi minyak goreng cap sendok pada PT Astra Agro Lestari (AAL) Tbk Divisi Refinery. Data diolah dengan menggunakan software Expert Choice version 90. berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa PT.AAL dalam menjalankan kegiatan promosinya menerapkan seluruh bauran promosi. Berdasarkan hasil analisis, didapatkan kesimpulan bahwa tujuan utama yang ingin dicapai oleh perusahaan dalam melakukan kegiatan promosi adalah memperluas pangsa pasar. Strategi

(43)

yang ditempuh adalah dengan menitikberatkan pada promosi penjualan kepada distributor.

Ardana (2004) menganalisis kemampuan industri minyak goreng sawit dalam menyikapi berbagai perubahan pada saat terjadi krisis ekonomi lebih besar daripada industri minyak goreng kelapa. Sehingga peranan minyak goreng sawit semakin besar dibandingkan dengan minyak goreng kelapa. Alat analisis yang digunakan adalah dengan menggunakan model ekonometri industri minyak goreng sawit Indonesia dan pendugaan parameterdilakukan dengan menggunakan model 2 sls.

2.3.2 Studi Pustaka Metode Input-Output

Suryadi (2000) menjelaskan hasil penelitiannya tentang analisis peranan ekonomi industri pariwisata terhadap perekonomian propinsi Bali. Tujuan dilakukannya penelitian tersebut yaitu menganalisis (1) peranan industri pariwisata dalam pembentukan nilai tambah bruto, permintaan antara dan permintaan akhir di propinsi Bali (2) keterkaitan industri pariwisata dengan sektor-sektor yang menggunakan output dari industri pariwisata; (3) dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh industri pariwisata berdasarkan efek multiplier terhadap output, pendapatan dan tenaga kerja (4) koefisien dan kepekaan penyebaran industri pariwisata Bali. Data diolah menggunakan software Grimp

7.2 dan Microsoft Excell. Berdasarkan analisis struktur perekonomian Propinsi

Bali terlihat bahwa sektor industri pariwisata memiliki peranan ekonomi yang besar bagi propinsi Bali. Hal tersebut dapat terlihat dari peranannya terhadap permintaan antara, permintaan akhir dan nilai tambah bruto. Dari hasil analisis

(44)

keterkaitan industri pariwisata Bali dengan sektor pertanian, baik keterkaitan ke depan maupun ke belakang, secara umum nilai keterkaitan ke belakang lebih besar dibandingkan dengan dengan keterkaitan ke depannya. Hal tersebut dikarenakan industri pariwisata banyak menggunakan output dari sektor pertanian teriuutama sektor hotel bintang dan restoran. Diantara 22 sektor industri pariwisata ada tiga sektor yang perlu mendapat prioritas, yaitu sektor travel biro, angkutan carter darat dan money changer. Penetapan ketiga sektor tersebut didasarkan pada tingginya nilai hasil analisis multiplier output pendapatan dan pendapatan.

Friyaningsih (2003) mengemukakan hasil penelitiannya mengenai analisis struktur perekonomian Indonesia sebelum dan sesudah krisis ekonomi. Penelitian bertujuan untuk menganalisis struktur perekonomian Indonesia baik dilihat dari peranan masing-masing sektor, keterkaitan, daya penyebaran maupun multiplier. Data yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah Tabel Input-Output tahun 1990, 1995, 1998 dan 2000 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat statistik (BPS). Berdasarkan hasil analisis Tabel I-O yang diolah dengan menggunakan software

Grimp 7.2 dan Microsoft Excell, selama tahun 1990 sampai tahun 2000 maka

sektor agroindustri merupakan sektor utama penggerak perekonomian Indonesia. Penyerapan tenaga kerja terbesar tahun 1990 hingga 1995 adalah sektor tanaman bahan makanan. Pada tahun 1998 hingga 2000 sektor perdagangan menjadi sektor penyerap tenaga kerja terbesar. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka sektor agroindustri dan sektor pertambangan sebaiknya dijadikan prioritas utama dalam perencanaan pembangunan nasional.

(45)

2.4. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian

Dalam penelitian ini akan mengkaji bagaimana peranan industri minyak goreng dalam perekonomian Indonesia dengan menggunakan pendekatan model input-output. Kerangka pemikiran konseptual disajikan dalam Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Tabel Input Output Indonesia Tahun 2000

Analisis Deskriptif Analisis Keterkaitan Analisis Multiplier Identifikasi Masalah:

1. Berapa besar peranan industri minyak goreng dalam pembentukan output, nilai tambah, permintaan antara dan permintaan akhir di Indonesia?

2. Bagaimana keterkaitan sektor industri minyak goreng yang ada di Indonesia dengan sektor lainnya?

3. Berapa besar dampak penyebaran sektor industri minyak goreng dan bagaimana pengaruhnya?

4. Berapa besar dampak yang ditimbulkan oleh sektor industri minyak goreng dilihat berdasarkan efek multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja?

Peranan Industri Minyak Goreng

(46)

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai bulan Oktober tahun 2005. Dalam penelitian ini wilayah Indonesia dijadikan wilayah penelitian karena untuk melihat sampai sejauh mana industri minyak goreng Indonesia dapat berkontribusi pada sektor-sektor perekonomian di Indonesia. Hal ini dengan melihat kebutuhan konsumsi minyak goreng di Indonesia yang cenderung meningkat tiap tahunnya. Penelitian ini juga melihat dampak dan kontribusi minyak goreng di Indonesia sehingga dapat membandingkan keterkaitan antar minyak goreng terhadap sektor-sektor perekonomian di Indonesia.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Indonesia tahun 2000. Tabel yang menjadi analisis utama dalam penelitian ini adalah Tabel Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen. Penggunaan tabel tersebut dikarenakan dianggap cukup stabil, yaitu tidak dipengaruhi lagi oleh marjin perdagangan dan pengangkutan serta impor.

Data berasal dari Badan Pusat Statistik Indonesia dengan klasifiksi 175 sektor. Data kemudian diagregasikan menjadi 26 sektor dengan mempertimbangkan sektor yang sejenis dan sektor yang akan diteliti lebih lanjut, khususnya yang memiliki keterkaitan dengan industri minyak goreng. Data kemudian diolah dengan menggunakan software GRIMP 7.2 dan Microsoft Excel.

(47)

3.3 Metode Analisis Model Input-Output

Alat analisis yang digunakan untuk meneliti peranan industri minyak goreng terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya di Indonesia adalah model Input-Output. Dari Tabel Input-Output ini peranan industri minyak goreng dalam pembentukan output, nilai tambah bruto, permintaan akhir dapat diketahui secara langsung karena sudah tersaji dalam tabel. Untuk mengetahui peranan industri minyak goreng sebagai sektor penyedia input maupun sektor pemakai input serta dampak yang ditimbulkan sektor industri minyak goreng terhadap perekonomian wilayah dapat dikaji berdasarkan analisis multiplier dan keterkaitan.

3.3.1 Koefisien Input

Pada tabel Input-Output koefisien input atau koefisien teknologi merupakan perbandingan antara output sektor i yang digunakan dalam sektor j atau (Xij) dengan input total sektor j (Xj). Jika koefisien input dilambangkan

dengan aij, maka: j ij j i X X a = ; untuk i dan j = 1,2,...,n

Sesuai dengan perumusan koefisien input di atas, maka dapat disusun matriks sebagai berikut:

n n nn n n n n n n F X a X a X a F X a X a X a F X a X a X a + + + + + + + + + + + Λ Μ Μ Μ Λ Λ 2 2 1 1 2 2 2 22 1 21 1 1 2 12 1 11 : : : = n X X X 2 1 ( Persamaan 3 )

(48)

atau, nn n n n n a a a a a a a a a Λ Μ Μ Μ Λ Λ 2 1 2 22 21 1 12 11 : : : n X X X : 2 1 Μ + n F F F : 2 1 Μ = n X X X : 2 1 Μ A X + F = X

AX + F = X atau F = (I-A) X (Persamaan 4) Maka, X = (I-A)-1F (Persamaan 5) Dimana:

I : Matriks identitas F : Permintaan akhir X : Jumlah Output

(I-A)-1 : Matriks kebalikan Leontif, bentuk matriks Leontif selengkapnya adalah sebagai berikut:

(I-A) = ) 1 ( ) 1 ( 1 1 11 nn n n a a a a − − − − Λ Μ Μ Λ

Matriks kebalikan merupakan alat yang sangat penting dalam melakukan analisis ekonomi karena saling berkaitan dengan tingkat permintaan akhir maupun tingkat produksi. Hasil dari analisis tersebut yaitu, (1) keterkaitan langsung baik ke depan maupun ke belakang; (2) keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan maupun kebelakang; (3) pengganda output, pendapatan dan tenaga kerja; serta (4) koefisien dan kepekaan penyebaran.

(49)

3.3.2 Analisis Keterkaitan

Analisis keterkaitan ini digunakan dalam menentukan prioritas-prioritas sektor perekonomian dalam rangka mencapai pembangunan. Beberapa jenis koefisien keterkaitan yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

a. Keterkaitan Langsung Ke Depan

Menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan langsung ke depan dapat dirumuskan sebagai berikut: KDi =

= n j ij a 1 ; untuk j = 1,2,….,n dimana:

KDi : Keterkaitan Langsung ke depan

aij : Unsur matriks koefisien teknis

b. Keterkaitan Langsung ke Belakang

Keterkaitan langsung ke belakang menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Untuk menganalisis digunakan rumus: KBj =

= n i ij a 1 ; untuk i = 1,2,…,n dimana:

KBi : Keterkaitan langsung ke belakang

(50)

c. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Depan

Menyatakan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total. Untuk mengukurnya, digunakan rumus: KDLTi =

= n j ij 1 α ; untuk i = 1,2,....,n dimana:

KDLTi : Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan

αij : Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka

d. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang

Keterkaitan ini menyebabkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total. Untuk mengukurnya, digunakan rumus:

KBLTj =

= n i ij 1 α ; untuk i = 1,2,....,n dimana:

KBLTj : Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan

(51)

3.3.3. Analisis Dampak Penyebaran a. Koefisien penyebaran

Koefisien penyebaran digunakan untuk mengetahui distribusi manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input. Dengan kata lain, koefisien penyebaran dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. Sektor j dikatakan mempunyai kaitan ke belakang yang tinggi apabila Pdj mempunyai nilai lebih besar dari satu, begitu juga sebaliknya jika

nilai Pdj lebih kecil dari satu. Secara matematik dirumuskan sebagai berikut:

Pdj =

∑∑

− = = n i n j ij n i ij n 1 1 1 α α ; untuk i dan j = 1,2,….,n dimana:

Pdj : Koefisien penyebaran sektor j

αij : Unsur matriks kebalikan Leontief

Nilai koefisien penyebaran dari satu sektor menunjukkan bahwa kenaikan satu unit output sektor tersebut akan menyebabkan naiknya output sektor-sektor lain yang menyediakan input bagi sektor itu sendiri sebesar nilai koefisien penyebarannya.

b. Kepekaan Penyebaran

Konsep ini berguna dalam menghitung tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Dengan kata lain,

(52)

kepekaan penyebaran merupakan kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai sektor ini.

Kepekaan penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan yang dinormalkan dengan jumlah sektor seluruh koefisien matriks kebalikan Leontif. Secara matematik dirumuskan sebagai berikut:

Sdi =

∑∑

= = = n i n j ij n j ij n 1 1 1 α α ; untuk i dan j = 1,2,…,n dimana:

Sdi : Koefisien penyebaran sektor j

αij : Unsur matriks kebalikan Leontief

Nilai kepekaan penyebaran suatu sektor menunjukkan bahwa kenaikan satu unit output dari suatu sektor akan menyebabkan naiknya output sektor-sektor lain yang menggunakan output dari sektor tersebut, termasuk sektor itu sendiri sebesar nilai kepekaan penyebarannya. Apabila nilai kepekaan penyebaran (Sdi)

lebih dari 1 maka sektor i tersebut mempunyai tingkat kepekaan yang tinggi. Sebaliknya jika nilai Sdi kecil maka sektor i tersebut mempunyai tingkat

penyebaran yang rendah.

Perbandingan antara nilai kepekaan dan koefisien penyebaran dapat menunjukkan kemampuan menarik atau mendorong suatu sektor. Apabila suatu sektor memiliki nilai koefisien penyebaran yang lebih besar dari nilai kepekaan penyebarannya maka sektor tersebut mempunyai kemampuan menarik yang lebih

(53)

besar terhadap pertumbuhan sektor hulunya dibandingkan dengan sektor hilirnya. (Suryadi 2000)

3.3.4 Analisis Multiplier

Berdasarkan matriks kebalikan Leontief, baik untuk model terbuka (αij)

maupun untuk model tertutup (α*ij) dapat ditentukan nilai-nilai multiplier output,

pendapatan dan tenaga kerja berdasarkan rumus yang tercantum pada tabel berikut:

Tabel 3.1 Rumus Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja Multiplier Nilai Output (Rp) Pendapatan (Rp) Tenaga Kerja (Rp) Efek Awal 1 hj ej Efek Putaran Pertama ∑iaij ∑iaij hi ∑iaij ei Efek Dukungan Industri ∑iαij –1- ∑iaij ∑iαij hi – h j - ∑iaij hi ∑iαij eij - ej -∑iaij ei Efek Induksi Konsumsi ∑iα*ij – ∑iαij ∑iα*ij hi - ∑iαij hi ∑iα*ij ei - ∑iαij ei Efek Total ∑iα*ij ∑iα*ij hi ∑iα*ij ei Efek Lanjutan ∑iα*ij -1 ∑iα*ij hi –hi ∑iα*ij ei-ei Sumber: Daryanto, 1990 dalam Sahara, 1998.

Dimana:

aij : Koefisien output

hi : Koefisien pendapatan rumah tangga; jumlah upah dan gaji sektor

Gambar

Tabel 1.1.    Produk Domestik Bruto Indonesia Menurut Lapangan Usaha Atas  Dasar Harga Yang Berlaku (dalam  milliar rupiah)
Gambar 1.1 Grafik Perkembangan Produksi Minyak Goreng Indonesia (juta ton)  Sumber: www.wartaekonomi.com, 2006
Tabel 1.2  Neraca Perdagangan Luar Negeri Minyak Goreng 1996-2002
Gambar 1.2. Grafik Konsumsi Per Kapita Minyak Goreng Indonesia (kg)  Sumber: www.wartaekonomi.com (2006)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada presentasi kelompok 1 hal yang dapat saya pahami adalah bahwa kurikulum.. bertujuan untuk memperbaiki sistem belajar siswa disekolah dan mendorong

Perluasan merek dapat dilakukan dengan cara menggunakan aset tersebut untuk penetrasi pada kategori produk baru atau member lisensinya kepada produk lain atau mengakuisisi

angkatan kurang lebih 300 mahasiswa dengan kualifikasi umur 17/18 tahun ke atas. Mahasiswa yang dapat digolongkan dewasa awal berada di kisaran umur 20-30 tahun. Jurusan ini

Teori keagenan menunjukkan bahwa dengan pengelolaan keuangan pemerintah daerah yang sesuai dengan peraturan yang berlaku dapat menguatnya tuntutan pelaksanaan

Sering juga sang Putri mendengar kabar bahwa Pangeran Badiri yang merupakan anak Raja Sipan Siaporos adalah seorang pemuda yang gagah, baik hati, tampan, dan berperilaku

TERHADAP BENCANA GEMPA BUMI DI SEKOLAH SMA MUHAMMADIYAH 2 DELANGGU KECAMATAN KLATEN”.. Identifikasi Masalah. Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat di identifikasi

Anas wears his favourite blue shirt and black shorts. He also wears a pair of blue 

98 Profesional Menguasai materi, Melakukan rias kuku (nail Menyiapkan alat dan kosmetika.. struktur,konsep dan pola pikir keilmuan yang. mendukung mata pelajaran Menicure