• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jumlah 52 100,0 52 100,0 4 Kepercayaan/keyakinan

4.4. Analisis Multivariat

Untuk mengetahui pengaruh variabel indevenden sanitasi lingkungan rumah (kepadatan penghuni, kelembaban, kuantitas air dan kualitas fisik air), sosial budaya masyarakat pesisir (pengetahuan, kebiasaan, sikap dan kepercayaan/keyakinan) terhadap kejadian skabies secara bersamaan dilakukan analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik berganda (multiple logistic regression). Untuk mencari faktor mana yang paling dominan terhadap kejadian skabies, melalui beberapa langkah, yaitu:

1. Melakukan pemilihan variabel yang potensial dimasukkan dalam model. Variabel yang dipilih sebagai kandidat atau yang dianggap signifikan berdasarkan hasil uji bivariate (uji chi-square).

2. Pada uji regresi logistik ganda tahap pertama dipilih nilai signifikan kurang dari 0,25 (p<0,25) pada uji bivariat (uji multivariat). Penggunaaan kemaknaan statistik 0,25 untuk memungkinkan variabel-variabel yang secara terselubung sesuguhnya penting dimasukkan kedalam model multivariat.

3. Tahap selanjutnya dilakukan pengujian secara bersamaan dengan metode enter untuk mengidentifikasi faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian skabies.

Dalam penelitian ini berdasarkan analisis bivariat dengan uji chi-square bahwa sebagian variabel independen ada hubungan dengan kejadian skabies yaitu kualitas fisik air, kebiasaan dan kepercayaan, sedangkan variabel kuantitas, kepadatan penghuni, kelembaban, pengetahuan dan sikap menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan karena nilai signifikannya diatas 0,05 (p>0,05) maka dikeluarkan dari model secara berurutan atau bertahap dimulai dari p value terbesar.

Hasil dari analisis multivariat dengan uji regresi berganda dapat dilihat pada tabel 4.12. berikut ini:

Tabel 4.12. Hasil Analisis Multivariat Uji Regresi Logistik Berganda Berdasarkan Kualitas Fisik Air, Kebiasaan dan Kepercayaan Masyarakat Pesisir di Kelurahan Pematang Pasir Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjungbalai Tahun 2012

No Variabel B Sig Exp () 95% Cl for Exp

() 1 Kualitas fisik air -1,119 0,026 0,327 0,122 – 0,872 2 Kebiasaan -0,801 0,043 0,449 0,193 - 1.043 3 Kepercayaan -0,341 0,485 0,711 0,273 –1, 854

Berdasarkan tabel 4.12. diatas dapat diketahui bahwa variabel yang memiliki nilai probabilitas lebih kecil dari 0,25 (p<0,25) yaitu kualitas fisik (p= 0,026) dan kebiasaan (p= 0,003). Variabel dimasukkan sebagai kandidat model untuk dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi logistik berganda. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.13 dibawah ini:

Tabel 4.13. Hasil Analisis Multivariat Uji Regresi Logistik Berganda Berdasarkan Kualitas Fisik Air dan Kebiasaan Masyarakat Pesisir di Kelurahan Pematang Pasir Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjungbalai Tahun 2012

No Variabel B Sig Exp () 95% Cl for Exp

() 1 Kualitas fisik air -1,297 0,003 0,273 0,117 – 0,640 2 Kebiasaan -0,767 0,042 0,464 0,202 – 1,070

Constant 1,185 0,003 3,270

Berdasarkan tabel 4.13. diatas dapat diketahui bahwa semakin besar nilai Exp (�) maka semakin kuat pengaruh variabel terhadap kejadian skabies, dari kedua variabel tersebut diatas dapat diketahui bahwa variabel yang paling dominan memengaruhi kejadian skabies adalah variabel kebiasaan dengan nilai koefisien tertinggi (Exp. � = 0,464) diikuti variabel kualitas fisik air dengan nilai (Exp. � = 0,273).

Model persamaan regresi logistik yang diperoleh adalah sebagai berikut: P (x) = 0 + 1 + X1 + 2 + X2 atau

Y = 1,185 + -1,297 X1 + -0,767 X2 Keterangan :

X1 = Kualitas fisik air X2 = Kebiasaan

Hasil persamaan regresi logistik berganda menunjukkan bahwa jika kualitas fisik air (X1), kebiasaan (X2) ditingkatkan kearah yang lebih baik, maka hal ini akan menyebabkan penurunan angka kejadian skabies di kelurahan Pematang Pasir kecamatan Teluk Nibung kota Tanjungbalai tahun 2012.

Untuk tidak menderita skabies dapat dihitung dengan ramalan probabilitas (risiko) responden persamaan sebagai berikut:

Y = 1,185 + --1,297 (kualitas fisik air) +-0,767 (kebiasaan) Y = 1,185 + -1,297 (1) + -0,767 (2)

Y = 1,185 + -1,297 + -0,767 = -0,879

Dengan nilai probabilitasnya adalah: p = 1/1 (1+ e ֿ◌y) = 1/1 (1+2,7 (-0,879) ) = 0,039 Dengan demikian, probabilitas responden untuk tidak tergolong kelompok kasus (penderita skabies) adalah 3,9 % dan dideskripsikan bahwa apabila dinaikkan satu poin variabel warna air dan kepercayaan maka nilai Y akan meningkat. Artinya semakin baik warna air dan kepercayaan maka angka kasus (penderita skabies) akan menurun.

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. Sanitasi Lingkungan Rumah

Secara rinci distribusi sanitasi lingkungan rumah responden berdasarkan kepadatan penghuni, kelembaban dan ketersediaan air bersih (kuantitas dan kualitas fisik air)

5.1.1. Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah Berdasarkan Kepadatan Penghuni terhadap Kejadian Skabies

Kepadatan penghuni rumah dalam penelitian ini adalah perbandingan antara luas lantai rumah responden dengan jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah, memenuhi syarat kesehatan jika ≥ 4 m²/orang atau dalam kategori memenuhi syarat.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan secara proporsi bahwa pada kelompok kasus mayoritas responden memiliki kepadatan penghuni tidak memenuhi syarat (< 4 m²/orang) sebanyak 42 responden (80,8%), yang memenuhi syarat (≥4m²/orang) sebanyak 10 responden (19,2%) dan pada kelompok kontrol mayoritas tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 35 responden (63,7%), yang memenuhi syarat sebanyak 17 responden (32,7%). Secara keseluruhan mayoritas memiliki kepadatan penghuni yang tidak memenuhi syarat sebanyak 77 responden (740%) dan yang memenuhi syarat sebanayk 27 responden (26%).

Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p = 0,117, artinya tidak ada hubungan kepadatan penghuni rumah dengan kejadian skabies di kelurahan Pematang Pasir kecamatan Teluk Nibung kota Tanjungbalai tahun 2012, dengan nilai (OR= 2,040) hal ini berarti responden yang memiliki penghuni tidak memenuhi syarat mempunyai peluang 2,040 kali menderita skabies dibanding dengan responden yang memiliki penghuni rumah memenuhi syarat.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri (2007) yang mengatakan tidak ada hubungan kepadatan penghuni dengan kejadian skabies dengan nilai p = 0,561 (p > 0,05), berbeda dengan hasil penelitian Hidayati (2004) P = 0,01 (p < 0,05), dan Widyantana (2010) P = 0,021 (p < 0,05), mengatakan ada hubungan antara kepadatan penghuni dengan kejadian skabies.

5.1.2. Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah Berdasarkan Kelembaban terhadap Kejadian Skabies

Persyaratan kelembaban untuk kesehatan di lingkungan industri adalah berkisar antara 40-60% (memenuhi syarat) dan < 40-60% (tidak memenuhi syarat).

Berdasarkan variabel kelembaban kelompok kasus mayoritas responden memiliki kelembaban 40% atau 60% sebanyak 30 responden (73,1%), yang memiliki kelembaban <40% atau >60% sebanyak 22 responden (42,3%) dan pada kelompok kontrol mayoritas responden memiliki kelembaban 40% atau 60% sebanyak 33 responden (36,5%), yang memiliki kelembaban <40% atau >60% sebanyak 19 responden (63,5%).

Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p = 0,547, artinya tidak ada hubungan kelembaban dengan kejadian skabies di kelurahan Pematang Pasir kecamatan Teluk Nibung kota Tanjungbalai tahun 2012, dengan nilai (OR=1,274), hal ini berarti responden yang memiliki kelembaban tidak memenuhi syarat mempunyai peluang 1,274 kali menderita skabies dibanding dengan responden yang memiliki kelembaban yang memenuhi syarat.

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Frenki (2011) yang mengatakan ada hubungan kelembaban dengan kejadian skabies, berbeda dengan hasil penelitian Kristiwiani (2005) mengatakan tidak ada hubungan antara kelembaban dengan kejadian skabies.

Kelembaban merupakan sarana baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Kelembaban rumah yang tinggi dapat memengaruhi penurunan daya tahan tubuh seseorang dan meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit terutama penyakit infeksi. Kelembaban juga dapat meningkatkan daya tahan hidup bakteri.

5.1.3. Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah Berdasarkan Kuantitas Air terhadap Kejadian Skabies

Berdasarkan variabel kuantitas air pada kelompok kasus mayoritas responden yang memiliki kuantitas air memenuhi syarat (≥100 liter/orang/ha ri) sebanyak 33 responden (63,5%), yang tidak memenuhi syarat (< 100 liter/orang/hari) sebanyak 19 responden (36,5%) dan pada kelompok kontrol mayoritas responden yang memenuhi syarat sebanyak 31 responden (59,6%), yang tidak memenuhi syarat sebanyak 21 responden (40,4%).

Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p = 0,547, artinya tidak ada hubungan kuantitas air dengan kejadian skabies di kelurahan Pematang Pasir kecamatan Teluk Nibung kota Tanjungbalai tahun 2012, dengan nilai (OR= 0,785), hal ini berarti responden yang memiliki kuantitas air tidak memenuhi syarat mempunyai peluang 0,785 kali menderita skabies dibanding dengan responden yang memiliki kuantitas air memenuhi syarat.

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Lusiana (2004), Frenki (2011) dan Faisal (2010) bahwa kuantitas air memepunyai hubungan dengan kejadian skabies.

Rata-rata pemakaian air di Indonesia 100 liter/orang/hari dengan perincian 5 liter untuk air minum, 5 liter untuk air masak, 15 liter untuk mencuci, 30 liter untuk mandi dan 45 liter digunakan untuk jamban (Wardhana, 2001).

Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan manusia, karena tanpa air manusia tidak dapat hidup. Namun demikian air dapat menjadi malapetaka, bilamana tidak tersedia dalam kondisi yang benar baik kuantitas maupun kualitasnya. Pertumbuhan penduduk dan kegiatan manusia menyebabkan pencemaran sehingga kualitas air yang baik dan memenuhi persyaratan tertentu sulit diperoleh (Raini, 2004).

5.1.4. Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah Berdasarkan Kualitas Fisik Air terhadap Kejadian Skabies

Berdasarkan data kualitas fiaik air kelompok kasus mayoritas responden memiliki kualitas fisik air tidak memenuhi syarat sebanyak 39 responden (75%), yang memenuhi syarat sebanyak 13 responden (25%), dan pada kelompok kontrol

mayoritas responden memiliki kualitas fisik air memenuhi syarat sebanyak 30 responden (57,7%), yang tidak memenuhi syarat sebanyak 22 responden (42,3%).

Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p = 0,001, artinya ada hubungan kualitas fisik air dengan kejadian skabies di kelurahan Pematang Pasir kecamatan Teluk Nibung kota Tanjungbalai tahun 2012, dengan nilai (OR= 4,091), hal ini berarti responden yang memiliki kualitas fisik air yang tidak memenuhi syarat mempunyai resiko 4,091 kali menderita skabies dibanding dengan responden yang memiliki kualitas fisik air memenuhi syarat.

Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Faisal (2010), Ma’rufi (2005), Lusiana (2004) mengatakan ada hubungan kualitas fisik air dengan kejadian skabies, berbeda dengan hasil penelitian Kristiwiani (2005), Putri (2011) mengatakan tidak ada hubungan kualitas fisik air dengan kejadian skabies.

Secara fisik air bisa dirasakan oleh lidah, air yang terasa asam, manis, pahit atau asin menunjukkan bahwa kualitas air tersebut tidak baik. Rasa asin disebabkan oleh garam-garam tertentu yang larut dalam air, sedangkan rasa asam diakibatkan adanya asam organik maupun asam anorganik (Slamet, 2007).

Air untuk rumah tangga harus jernih, air yang berwarna berarti mengandung bahan-bahan lain yang berbahaya bagi kesehatan (Slamet, 2007).

Dokumen terkait