• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL PENELITIAN

5.4 Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor yang berhubungan dengan obesitas dengan menguji sekaligus variabel yang mempunyai kemaknaan statistik pada analisa bivariat. Pada penelitian ini digunakan uji regresi logistik berganda untuk menentukan faktor yang paling dominan mempengaruhi obesitas.

Pada penelitian ini, variabel independen yang memenuhi kriteria kemaknaan (P < 0,25) statistik dimasukkan ke dalam model, yaitu variabel umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, frekuensi makan dan aktifitas fisik. Hasil dari analisis multivariat dapat dilihat pada tabel 5.16 di bawah ini :

Tabel 5.16 Identifikasi Variabel Dominan Obesitas di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas PB Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011 Variabel B (Koef. Regresi) CI for B (95%) P Lower Upper Constant 0,237 -0,308 0,783 0,390 Umur 0,120 -0,024 0,263 0,102* Jenis Kelamin -0,113 -0,247 0,021 0,098* Riwayat Keluarga 0,506 0,365 0,647 0,000 Frekuensi Makan 0,340 0,190 0,489 0,000 Aktifitas Fisik 0,035 -0,079 0,148 0,544*

* = Dikeluarkan secara bertahap (backward selection)

Dari tabel 5.16 di atas dapat dilihat bahwa ada tiga variabel yang memiliki nilai p > 0,05, yaitu variabel umur, jenis kelamin, dan aktifitas fisik. Jadi, variabel tersebut dikeluarkan dari model. Kemudian variabel yang tersisa diuji lagi sampai tidak ada lagi variabel yang memiliki nilai p > 0,05. Hasil analisis terakhir dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5.17 Variabel yang Berhubungan dengan Obesitas Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas PB Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

Variabel B (Koef. Regresi) CI for B (95%) P Lower Upper Constant 0,218 -0,020 0,455 0,072 Riwayat Keluarga 0,522 0,378 0,667 0,000 Frekuensi Makan 0,354 0,205 0,503 0,000

Berdasarkan tabel 5.17 di atas dapat diketahui bahwa ada dua variabel yang berpengaruh dalam hubungannya dengan obesitas, yaitu variabel riwayat keluarga dan frekuensi makan. Kedua variabel tersebut memiliki p < 0,05, sehingga dapat dimasukkan ke dalam persamaan regresi logistik :

Ỹ = 0,218 + 0,522X1 + 0,354X2 Dimana : Ỹ = Kejadian Obesitas

X1 = Riwayat Keluarga X2 = Frekuensi Makan

Persamaan regresi yang terbentuk menyatakan bahwa semakin besar pengaruh variabel dalam penelitian ini, yaitu terdiri dari : riwayat keluarga dan frekuensi makan maka akan menyebabkan resiko terjadinya obesitas semakin besar. Secara keseluruhan persamaan regresi yang terbentuk dapat memprediksikan tinggi atau rendahnya pengaruh faktor risiko dalam hubungannya dengan kejadian obesitas sebesar 74,91% (overall percentage 74,91%). Variabel dominan yang berhubungan dengan obesitas adalah variabel riwayat keluarga.

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Analisis Univariat

6.1.1 Status Obesitas

Gambar 6.1 Diagram Pie Proporsi Prevalens Obesitas Di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas PB Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

Dari gambar 6.1 di atas dapat dilihat bahwa proporsi prevalens obesitas di Posyandu Lansia wilayah kerja Puskesmas PB Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011 adalah 29,2%.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Juwita (2007), dengan desain penelitian cross sectional di Posyandu Lansia Puskesmas Amplas menunjukkan prevalensi obesitas pada lansia sebesar 20,7%.18 Penelitian mulyadi, dkk (2005), terhadap usia lanjut kelompok binaan Puskesmas di Kecamatan Kota Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara dengan desain penelitian cross sectional, ditemukan prevalensi obesitas yaitu 19 orang (30,6%) dari 62 responden.17

Di samping itu, berbagai penelitian yang dilakukan para pakar menunjukkan bahwa masalah gizi pada lansia sebagian besar merupakan masalah gizi berlebih dan kegemukan/obesitas yang memicu timbulnya berbagai penyakit degeneratif. 22

6.1.2 Tipe Obesitas

Gambar 6.2 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Obesitas Berdasarkan Tipe Obesitas di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas PB Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

Dari gambar 6.2 di atas dapat dilihat bahwa proporsi penderita obesitas berdasarkan tipe obesitas terbanyak dengan tipe ginoid yaitu 67,7%, sedangkan tipe android adalah 32,3%. Hal ini sesuai dengan penelitian bahwa proporsi tipe ginoid menunjukkan jumlah yang sama dengan proporsi penderita obesitas berjenis kelamin perempuan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Juwita (2007), dengan desain penelitian cross sectional di Posyandu Lansia Puskesmas Amplas menunjukkan

proporsi penderita obesitas berdasarkan tipe obesitas terbanyak dengan tipe ginoid yaitu 92,0%.18

Risiko terhadap kesehatan pada tipe android lebih tinggi dibandigkan dengan tipe ginoid, karena sel-sel lemak disekitar perut lebih siap melepaskan lemaknya ke dalam pembuluh darah dibandingkan dengan sel-sel lemak di tempat lain. Lemak yang masuk ke pembuluh darah dapat menyebabkan penyempitan arteri, diabetes, stroke dan jenis kanker.14

6.1.3 Karakteristik Responden 6.1.3.1 Faktor Intrinsik

a. Umur

Gambar 6.3 Diagram Pie Distribusi Proporsi Faktor Intrinsik Berdasarkan Umur di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas PB Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

Dari gambar 6.3 di atas dapat dilihat bahwa proporsi faktor instrinsik berdasarkan umur terbanyak pada kelompok umur 45-59 tahun yaitu 72,6% dan

terendah pada kelompok umur ≥ 60 tahun yaitu 27,4%. Hal ini terjadi karena penduduk yang berusia 45-59 tahun lebih banyak yang datang berkunjung ke Posyandu Lansia Kelurahan PB Selayang I dan PB Selayang II.

b. Jenis Kelamin

Gambar 6.4 Diagram Pie Distribusi Proporsi Faktor intrinsik Berdasarkan Jenis Kelamin di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas PB Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

Dari gambar 6.4 di atas dapat dilihat bahwa proporsi jenis kelamin tertinggi pada perempuan yaitu sebesar 68,9%, sedangkan laki-laki sebesar 31,1%.

Penelitian Mulyadi, dkk terhadap usia lanjut kelompok binaan Puskesmas di Kecamatan Kota Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara (2005), dengan desain penelitian cross sectional diperoleh proporsi lansia untuk perempuan lebih tinggi yaitu 79,0% daripada laki-laki sebesar 21,0%.17 Hal ini sesuai dengan penelitian

dengan desain penelitian cross sectional, diperoleh proporsi lansia untuk perempuan lebih tinggi yaitu 82,6% dan pada laki-laki sebesar 17,4%.18

c. Genetik

Gambar 6.5 Diagram Pie Distribusi Proporsi Faktor Intrinsik Berdasarkan Genetik di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas PB Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

Dari gambar 6.5 di atas dapat dilihat bahwa proporsi riwayat obesitas pada keluarga responden tertinggi pada responden dengan tidak ada riwayat keluarga yaitu sebesar 68,9% sedangkan responden dengan ada riwayat keluarga sebesar 31,1%. Hal ini disebabkan karena mayoritas lansia tidak mengalami obesitas.

Faktor genetik meningkatkan kerentanan seseorang menderita obesitas ketika keadaan lingkungan mendorongnya untuk mengalami keseimbangan energi positif (terjadi penimbunan energi dalam bentuk lemak).32

6.1.3.2 Faktor Ekstrinsik a. Suku

Gambar 6.6 Diagram Pie Distribusi Proporsi Faktor Ektrinsik Berdasarkan Suku di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas PB Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

Dari gambar 6.6 di atas dapat dilihat bahwa proporsi faktor ekstrinsik berdasarkan suku terbanyak pada suku Jawa yaitu sebesar 40,6%, dan terendah pada suku lainnya sebesar 2,8% (Aceh, Melayu, dan Nias). Hal ini dikarenakan responden yang berkunjung dan tercatat di posyandu lansia Kelurahan PB Selayang I dan Kelurahan PB Selayang II mayoritas bersuku Jawa.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Juwita (2007), yang dilakukan di Posyandu Lansia wilayah kerja Puskesmas Amplas diperoleh proporsi suku terbanyak adalah suku Jawa (47,1%).18

b. Agama

Gambar 6.7 Diagram Pie Distribusi Proporsi Faktor Ektrinsik Berdasarkan Agama di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas PB Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

Dari gambar 6.7 di atas dapat dilihat bahwa proporsi faktor ekstrinsik berdasarkan agama terbanyak adalah agama islam yaitu 86,8% dan paling sedikit adalah katolik yaitu 3,8%. Hal ini dikarenakan responden yang tercatat sering melakukan kunjungan ke Posyandu Lansia hanya penduduk yang beragama islam, kristen protestan, dan katolik.

Hal ini sesuai dengan distribusi jumlah penduduk berdasarkan agama di wilayah kerja Puskesmas PB Selayang II bahwa agama terbanyak adalah agama Islam yaitu 55.883 jiwa (64,61%), Protestan 23.409 jiwa (27,06%), Katolik 7.160 jiwa (8,27%), Budha 34 jiwa (0,04%), dan Hindu 14 jiwa (0,02%). (Profil Puskesmas PB Selayang II Tahun 2010)

c. Pendidikan

Gambar 6.8 Diagram Pie Distribusi Proporsi Faktor Ektrinsik Berdasarkan Pendidikan di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas PB Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

Dari gambar 6.8 di atas dapat dilihat bahwa proporsi faktor ekstrinsik berdasarkan pendidikan tertinggi pada SLTA yaitu 38,7% dan terendah akademi/PT yaitu 0,9%. Hal ini dikarenakan responden yang tercatat di Posyandu Lansia lebih banyak berpendidikan SLTA.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Mulyadi, dkk (2005) terhadap usia lanjut kelompok binaan Puskesmas di Kecamatan Kota Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara, dengan desain penelitian cross sectional diperoleh bahwa proporsi lansia dengan tingkat pendidikan dasar lebih tinggi yaitu 80,6%.17

d. Pekerjaan

Gambar 6.9 Diagram Bar Distribusi Proporsi Faktor Ektrinsik Berdasarkan Pekerjaan di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas PB Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

Dari gambar 6.9 di atas dapat dilihat bahwa proporsi faktor ekstrinsik berdasarkan pekerjaan tertinggi pada ibu rumah tangga yaitu sebesar 48,1%, sedangkan pada wiraswasta sebesar 18,9%, pada PNS/TNI/POLRI sebesar 12,3%, pada pensiunan/tidak bekerja sebesar 11,3%, pada pegawai swasta sebesar 8,5%, dan pada pekerjaan lain-lain sebesar 0,9% (petani). Distribusi ini terjadi karena proporsi perempuan usia lanjut yang berkunjung ke posyandu lebih banyak bekerja sebagai ibu rumah tangga.

Hal ini sesuai dengan distribusi proporsi penyebaran penduduk berdasarkan pekerjaan di wilayah kerja Puskesmas PB Selayang II, dimana wiraswasta sebesar 25,44%, PNS/POLRI/TNI sebesar 20,55%, pegawai swasta ataupun buruh sebesar

15,66%, petani sebesar 9,78%, pensiunan sebesar 6,85%, dan lainnya sebesar 6,06%. (Profil Puskesmas PB Selayang II Tahun 2010)

e. Frekuensi makan

Gambar 6.10 Diagram Pie Distribusi Proporsi Faktor Ektrinsik Berdasarkan Frekuensi Makan di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas PB Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

Dari gambar 6.10 di atas dapat dilihat bahwa proporsi faktor ekstrinsik berdasarkan frekuensi makan terbesar pada responden yang mempunyai kebiasaan makan ≤ 3 kali sehari yaitu 71,7% dan terendah pada responden yang mempunyai kebiasaan makan > 3 kali sehari yaitu 28,3%. Kebiasaan konsumsi makanan lansia pada penelitian ini juga diperoleh banyak lansia yang mengkonsumsi makanan jajanan/cemilan seperti goreng-gorengan, mie goreng, bakso, dan keripik.

Karena kebutuhan lansia terhadap energi menurun, maka bila disertai dengan kelebihan asupan energi dari makanan dapat pula timbul masalah gizi lebih berupa obesitas, jantung koroner, dan diabetes mellitus.22

f. Aktifitas Fisik

Gambar 6.11 Diagram Pie Distribusi Proporsi Faktor Ektrinsik Berdasarkan Aktifitas Fisik di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas PB Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

Dari gambar 6.11 di atas dapat dilihat bahwa proporsi faktor ekstrinsik berdasarkan aktifitas fisik tertinggi pada aktifitas fisik sedang yaitu sebesar 64,2%, dan terendah pada aktifitas ringan sebesar 15,1%. Hal ini disebabkan karena sebagian besar responden adalah ibu rumah tangga yang hanya melakukan aktifitas di dalam rumah seperti menyapu, memasak, dan menyetrika. Juga dikarenakan pada usia lanjut terjadi penurunan metabolisme basal sehingga aktifitas pun berkurang.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Juwita (2007), dengan proporsi aktifitas fisik terbesar yaitu aktifitas jarang (41,3%) dan terendah tidak pernah beraktifitas (28,1%).18 Menurut penelitian Boedhi, dkk (2002), 90-95% responden (1203 orang) lansia Indonesia masih mampu melakukan kegiatan harian seperti makan, minum, berpakaian, dll. Sementara 75-80% responden dapat berbelanja, menyiapkan makanan dan bepergian. Selain itu, 14,6% masih tetap bekerja mencari nafkah.40

6.1.4 Penyakit yang Diderita

Gambar 6.12 Diagram Bar Distribusi Proporsi Penyakit Yang Diderita di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas PB Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

Dari gambar 6.12 di atas dapat dilihat bahwa proporsi penyakit yang diderita lansia tertinggi pada tidak adanya penyakit yang diderita 29,3%, dan terendah pada

hanya menderita satu penyakit saja atau tidak menderita penyakit. Hal ini dilihat berdasarkan yang tercatat pada Kartu Menuju Sehat (KMS) Lansia.

Status kesehatan lansia tidak boleh terlupakan karena berpengaruh dalam penilaian kebutuhan akan zat gizi. Ada lansia yang tergolong sehat dan ada pula yang mengidap penyakit kronis.40 Walaupun tidak semua lansia mengidap gangguan/masalah kesehatan, namun para lansia menunjukkan kecenderungan prevalensi yang mencolok dalam kaitan gangguan-gangguan kesehatan. Tujuh golongan penyakit yang banyak dilaporkan yang menyangkut kesehatan lansia yaitu arthritis, hipertensi, gangguan pendengaran, kelainan jantung, sinusitis kronik, penurunan visus, dan gangguan pada tulang.41

6.2 Analisis Bivariat

6.2.1 Hubungan Umur dengan Obesitas

37.7 6.9 62.3 93.1 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 45 - 59 Tahun ≥ 60 Tahun P ro p o rs i ( %) Umur Responden Obesitas Tidak Obesitas

Gambar 6.13 Diagram Bar Proporsi Umur dengan Obesitas di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas PB Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

Dari gambar 6.13 di atas dapat dilihat bahwa proporsiobesitas tertinggi pada kelompok umur 45-59 tahun yaitu 37,7% dan terendah pada kelompok umur ≥ 60 tahun, yaitu 6,9%. Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji Chi Square pada variabel umur dengan variabel obesitas, didapat nilai p < 0,05 (p=0,002), artinya terdapat hubungan yang bermakna antara umur 45-59 tahun dengan obesitas lansia di Posyandu Lansia Kelurahan PB Selayang I dan Kelurahan PB Selayang II tahun 2011.

Hal ini sesuai dengan penelitian Juwita (2007), dengan desain penelitian cross sectional diperoleh bahwa proporsi obesitas lansia di Puskesmas Amplas lebih tinggi pada umur 45-59 tahun (20,8%) daripada umur ≥ 60 tahun (20,4%).18

Berdasarkan data WHO (2000), di Purworejo-Indonesia prevalensi obesitas terbesar terjadi pada kelompok umur 65 tahun yaitu 18,1%.42 Menurut Edward, dkk (2005), bahwa proporsi obesitas terbesar di Australia terjadi pada kelompok umur 65- 74 tahun yaitu sebesar 45,4%.43

6.2.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Obesitas

Gambar 6.14 Diagram Bar Proporsi Jenis Kelamin dengan Obesitas di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas PB Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

Dari gambar 6.14 di atas dapat dilihat bahwa proporsiobesitas tertinggi pada jenis kelamin perempuan yaitu 34,2% dan terendah pada jenis kelamin laki-laki yaitu 18,2%. Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji chi square pada variabel jenis kelamin dengan variabel obesitas, didapat nilai p > 0,05 (p=0,092), artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan obesitas lansia di Posyandu Lansia Kelurahan PB Selayang I dan Kelurahan PB Selayang II tahun 2011.

Hal ini sejalan dengan penelitian Juwita (2007), dengan desain penelitian

cross sectional diperoleh bahwa proporsi obesitas pada jenis kelamin perempuan lebih tinggi (23,0%) daripada laki-laki (9,5%). Dimana nilai p > 0,05 (p=0,166), artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan

obesitas.18 Hasil penelitian Nelvin (2008), di Desa Marindal II Kecamatan Patumbak juga diperoleh hasil prevalensi obesitas terbesar pada perempuan yaitu 73,58%.19

Jenis kelamin tampaknya juga ikut berperan dalam timbulnya obesitas, meskipun dapat terjadi pada kedua jenis kelamin tetapi obesitas lebih umum dijumpai pada wanita terutama setelah kehamilan dan pada saat menopause. Pada saat kehamilan jelas karena adanya peningkatan jaringan adipose yang akan diperlukan selama masa menyusui. Obesitas juga bisa disebabkan karena pengaruh faktor endokrin.29

6.2.3 Hubungan Genetik (Riwayat Keluarga) dengan Obesitas

Gambar 6.15 Diagram Bar Proporsi Riwayat Keluarga dengan Obesitas di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas PB Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

obesitas pada keluarga yaitu 6,8%. Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji chi square pada variabel riwayat keluarga dengan variabel obesitas, didapat nilai p < 0,05 (p=0,000), artinya terdapat hubungan yang bermakna antara adanya riwayat keluarga dengan obesitas lansia di Posyandu Lansia Kelurahan PB Selayang I dan Kelurahan PB Selayang II tahun 2011. Orang yang memiliki riwayat obesitas pada keluarganya akan memiliki peluang yang lebih besar untuk terkena obesitas dibanding yang tidak memiliki riwayat obesitas pada keluarganya.

Hal ini sesuai dengan penelitian Trisna, dkk (2008), dengan desain penelitian

cross sectional di Kecamatan Lubuk Sikaping Sumatera Barat menunjukkan bahwa ada hubungan antara riwayat keluarga dengan obesitas sentral/penimbunan lemak di daerah perut (p=0,046).44 Hasil penelitian Juwita (2007), juga menujukkan hasil yang sama dimana diperoleh nilai p < 0,05 (p=0,002), artinya ada hubungan riwayat keluarga dengan kejadian obesitas pada seseorang.18

Faktor genetis merupakan salah satu faktor yang juga berperan dalam timbulnya obesitas. Telah lama diamati bahwa anak-anak obesitas umumnya berasal dari keluarga dengan orang tua obesitas. Namun timbulnya obesitas dalam keluarga bisa saja dikarenakan kebiasaan makan dalam keluarga. Penelitian di Laboratorium gizi Dunn di Cambridge, Inggris menunjukkan peran faktor genetis dalam kejadian obesitas.29

6.2.4 Hubungan Frekuensi Makan dengan Obesitas

Gambar 6.16 Diagram Bar Proporsi Frekuensi Makan dengan Obesitas di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas PB Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

Dari gambar 6.16 di atas dapat dilihat bahwa proporsi obesitas tertinggi pada frekuensi makan > 3 kali sehari adalah 76,7% dan terendah pada frekuensi makan ≤ 3 kali sehari adalah 10,5%. Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji chi square

pada variabel frekuensi makan dengan variabel obesitas, didapat nilai p < 0,05 (p=0,000), artinya terdapat hubungan yang bermakna antara frekuensi makan > 3 kali sehari dengan obesitas lansia di Posyandu Lansia Kelurahan PB Selayang I dan Kelurahan PB Selayang II tahun 2011.

Hal ini sesuai dengan penelitian Juwita (2007), dengan desain penelitian cross sectional di Puskesmas Amplas menunjukkan ada hubungan antar pola makan berlebih (> 3 kali sehari) dengan kejadian obesitas pada lansia (p=0,002).18

Obesitas terjadi tidak begitu saja melainkan dalam jangka waktu yang lama. Mengkonsumsi makanan berkalori tinggi seperti makanan cepat saji, makanan yang dibakar, dan kudapan memiliki andil dalam peningkatan berat badan. Makanan yang tinggi lemak biasanya tinggi kalori.29 Hal ini dapat menyebabkan keseimbangan energi positif (terjadi penimbunan energi dalam bentuk lemak) dan diperberat dengan tidak pernah melakukan aktifitas fisik atau olahraga sehari-hari.32

6.2.5 Hubungan Aktifitas Fisik dengan Obesitas

Gambar 6.17 Diagram Bar Proporsi Aktifitas Fisik dengan Obesitas di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas PB Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

Dari gambar 6.17 di atas dapat dilihat bahwa proporsiobesitas tertinggi pada aktifitas fisik sedang yaitu sebesar 38,2% dan terendah pada aktifitas fisik ringan yaitu 6,2%. Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji chi square pada variabel aktifitas fisik dengan variabel obesitas didapat nilai p < 0,05 (p=0,018), artinya

terdapat hubungan yang bermakna antara aktifitas fisik dengan obesitas lansia di Posyandu Lansia Kelurahan PB Selayang I dan Kelurahan PB Selayang II tahun 2011. Semakin jarang penduduk melakukan aktifitas fisik, maka akan semakin tinggi peluang untuk menderita obesitas.

Hal ini sesuai dengan penelitian Trisna, dkk (2008), dengan desain penelitian

cross sectional di Kecamatan Lubuk Sikaping Sumatera Barat menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara aktifitas fisik dengan obesitas sentral/ penimbunan lemak di daerah perut (CI = 2,406-13,290, p=0,000), dimana sebagian besar (59,7%) responden melakukan aktifitas fisik rendah.44

Faktor aktifitas fisik yang kurang merupakan salah satu pemicu terjadinya kegemukan atau obesitas. Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktifitas fisik yang seimbang akan mengalami obesitas.33 Disamping itu, kemajuan teknologi berkontribusi pada peningkatan prevalensi kegemukan dan obesitas. Tersediannya sarana pengangkutan dan diciptakannya mesin-mesin yang dapat menggantikan tugas manusia sehingga manusia makin enggan menggunakan tenaganya. Akibatnya adalah menurunnnya aktifitas fisik. Hal itu berarti makin sedikit energi yang digunakan dan makin banyak energi yang tertimbun.32

6.3 Analisis Multivariat

Berdasarkan hasil analisis regresi logistik berganda, estimasi probabilitas atau peluang seseorang menderita obesitas lansia di Posyandu Lansia wilayah kerja Puskesmas PB Selayang II dapat diketahui secara matematik yaitu :

P =

Keterangan : e = ekponensial (2,71828)

Model regresi logistik mempergunakan asumsi, misal untuk melihat estimasi faktor risiko (Xn) ada nilainya yaitu = 1, jika estimasi faktor risiko (Xn) tidak ada nilainya = 0. Contoh jika ada riwayat keluarga dan frekuensi makan > 3 kali sehari maka diberi nilai X1, X2 = 1 dan estimasi faktor risiko lainnya dianggap tidak ada = 0, maka estimasi probabilitas adalah :

P =

P = 74,91%

Artinya : seseorang yang mempunyai riwayat keluarga dengan obesitas dan frekuensi makan > 3 kali sehari, memiliki perkiraan risiko (risk estimated) untuk terkena obesitas sebesar 74,91%. Hal ini menunjukkan variabel riwayat keluarga dan frekuensi makan memiliki peran sebagai faktor risiko terjadinya obesitas lansia di Posyandu Lansia wilayah kerja Puskesmas PB Selayang II Kecamatan Medan Selayang tahun 2011. Namun, 25,09%

1 + e –(0,218 + 0,522X1 + 0,354X2) 1 x 100% 1 + e –(0,218 + 0,522(1) + 0,354(1)) 1 x 100%

obesitas juga dapat terjadi karna dipengaruhi oleh faktor lain selain riwayat keluarga dan frekuensi makan.

Variabel dominan penyebab terjadinya obesitas lansia di Posyandu Lansia wilayah kerja Puskesmas PB Selayang II Kecamatan Medan Selayang tahun 2011adalah variabel riwayat keluarga.

Sesuai dengan penelitian Trisna, dkk (2008), dengan desain penelitian cross sectional di Kecamatan Lubuk Sikaping Sumatera Barat yang mendapatkan bahwa asupan energi, asupan lemak, dan asupan karbohidrat berhubungan dengan kejadiaan obesitas.44

Dokumen terkait