• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.4. Analisis Multivariat

Multivariat merupakan kelanjutan dari uji bivariat untuk mengetahui faktor paling dominan dari variabel independen yang mempengaruhi kejadian melasma pada wanita penyapu jalan. Uji yang dipergunakan adalah uji regresi linear berganda mengingat variabel independen lebih dari dua dan variabel dependennya merupakan data yang di dikotomi.

Berdasarkan hasil uji chi square pada analisis bivariat terdapat 3 (tiga) variabel yang mempunyai hubungan signifikan dengan kejadian melasma, maka ketiga variabel tersebut dilakukan pengujian secara bersama-sama dengan menggunakan uji regresi linear berganda, seperti pada Tabel 4.5

Tabel 4.5. Hasil Uji Regresi Linear Berganda

No Variabel B p 1 Paparan Sinar Matahari 0,959 0,000* 2 Penggunaan Kosmetik 0,121 0,047* 3 Penggunaan APD - 0,49 0,168

Nilai Adjusted R 0,270 Konstanta 0,038

*) Signifikan pada taraf nyata 95% (p<0,05)

Berdasarkan Tabel 4.5 di atas, diketahui bahwa berdasarkan uji regresi linear terhadap 3 (tiga) variabel penelitian dengan metode enter menunjukkan bahwa terdapat dua variabel yang berhubungan dengan kejadian melasma yaitu variabel paparan sinar matahari (p=0,000), dan variabel penggunaan kosmetik (p=0,047). Berdasarkan variabel paling dominan dapat ditunjukkan oleh nilai B tertinggi, yaitu pada variabel paparan sinar matahari dengan nilai B=0,959, artinya kontribusi variabel paparan sinar matahari 95,9% berhubungan dengan kejadian melasma pada wanita pekerja penyapu jalan.

4.5 Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian ini merupakan penelitian sosial dengan pendekatan survai, sehingga sulit untuk mengidentifikasi penyebab utama terhadap kejadian melasma pada pekerja wanita penyapu jalan, namun peneliti mencoba memperoleh informasi tersebut melalui telaah pustaka dan melakukan kajian epidemiologis faktor resiko apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya melasma.

2. Penelitian ini menggunakan sampel yang relatif sedikit mengingat waktu dan kemampuan peneliti, sehingga tidak mampu mengakomodir secara komprehensif variasi hasil penelitian pada wanita pekerja penyapu jalan tentang faktor apa yang paling dominan mempengaruhi terjadinya melasma.

5.1 Kejadian Melasma

Melasma adalah salah satu penyakit kulit yang tidak menular, dimana terjadi hipermelanosis yang tidak merata terutama pada muka, berwarna coklat muda sampai coklat tua, berkembang lambat, dan umumnya simetrik. Hasil penelitian diketahui bahwa dari 80 responden, 72 responden (90,0%) terjadi melasma dan hanya 8 responden (10,0%) tidak melasma. Keadaan ini menunjukkan bahwa pekerja penyapu jalan merupakan pekerja yang beresiko terhadap terjadinya melasma mengingat mereka terpapar dengan faktor resiko baik secara permanen maupun secara temporer.

Menurut Djuanda (1993), bahwa kejadian melasma umumnya terjadi pada wanita dan berada di daerah tropis karena daerah ini mempunyai intensitas sinar matahari yang tinggi, dan ini merupakan salah salah satu faktor resiko yang paling dominan mempengaruhi terjadinya melasma.

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Graham, dkk (2005) sinar matahari diketahui sebagai pencetus utama timbulnya melasma, sehingga kasus ini sering terjadi pada orang-orang yang biasa terpajan sinar matahari. Pajanan sinar matahari pada kulit akan menyebabkan proses melanogenesis yaitu pembentukan melanin yang menyebabkan hiperpigmentasi.

Faktor resiko lain yang dapat menyebabkan terjadinya melasma adalah penggunaan bahan-bahan kimia yang terkandung dalam kosmetik atau bedak, pemakaian alat kontrasepsi hormonal, kehamilan, dan konsumsi obat-obatan yang tidak dapat ditoleransi oleh tubuh manusia.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Fitzpatrick dan Rokhsar (2005), kasus melasma terbanyak diderita oleh wanita oleh karena paparan sinar matahari di wajah. Demikian juga dengan penelitian Rahman, dkk. (2007) di Khasmir, bahwa 167 pasien yang dilakukan pemeriksaan kulit, 40,7% tergolong melasma, dan 62,3% terjadi pada wanita dengan usia antara 13 sampai 60 tahun.

Kejadian melasma tersebut umumnya terjadi pada wajah dan leher. Berdasarkan hasil observasi pada pekerja wanita penyapu jalan, umumnya melasma terjadi pada wajah dibandingkan pada leher. Temuan Fitzpatrik, dan Rookhsar (2005) melasma terjadi selain pada wajah dan leher juga terjadi pada sisi wajah atau disebut mandibula (mandible), keseluruhan wajah (entire face)¸ dan dahi.

5.2 Karakteristik Individu 5.2.1 Umur

Secara epidemiologi, umur merupakan salah satu faktor resiko terhadap terjadinya penyakit baik penyakit menular maupun penyakit tidak menular,

menunjukkan bahwa pekerja penyapu jalan umum sudah berusia 46-53 tahun (48,8%), hal ini diduga bahwa wanita seusia tersebut jarang mempunyai lowongan pekerjaan yang sepadan dengan usianya, kecuali mereka sudah mempunyai investasi pada masa mudanya, namun ada kecenderungan mereka tergolong pada masyarakat dengan golongan ekonomi rendah.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Fitzpatrik, dan Rookhsar (2005), bahwa kejadian melasma terjadi pada usia 36-60 tahun, namun berbeda dengan penelitian Tucker, et.al, (2006) bahwa kejadian melasma atau melanoma lebih dominan terjadi pada wanita usia <55 tahun (71,1%) dibandingkan dengan usia antara 55-64 tahun (14,8%).

5.2.2 Masa Kerja

Masa kerja adalah jumlah tahun responden bekerja sebagai penyapu jalan dan merupakan salah satu faktor resiko terhadap kejadian melasma. Mengingat bahwa mayoritas responden yang terjadi melasma, mempunyai masa kerja yang lebih dari 3 tahun, maka hal ini mencerminkan bahwa semakin lama responden bekerja sebagai penyapu jalan, maka semakin beresiko terhadap kejadian melasma

Responden dengan masa kerja yang melebihi dari 1 tahun sering terpapar secara langsung dengan faktor-faktor yang menyebabkan melasma khususnya sinar matahari, hal ini memudahkan peneliti untuk dapat melihat apakah responden yang beresiko terhadap melasma diperoleh karena

Oleh sebab itu penelitian ini memakai kriteria inklusi masa kerja lebih dari 1 tahun.

5.2.3 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan salah satu bagian integral dari individu, termasuk pekerja penyapu jalan. Pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan indikator-indikator pemahamannya tentang melasma, dampak dan upaya pencegahannya. Hasil penelitian menunjukkan 81,3% responden mempunyai pengetahuan kategori kurang, artinya pekerja penyapu jalan tidak mengetahui secara keseluruhan tentang penyakit melasma, baik dari segi pengertian melasma, penyebab melasma, serta hubungan penyakit melasma ini dengan paparan sinar matahari, kehamilan, pemakaian kontrasepsi hormonal, pemakaian kosmetik, pemakaian obat-obatan oral, dan pemakaian Alat Pelindung Diri.

Keadaan ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pengetahuan seseorang semakin kecil resikonya terhadap kejadian melasma. Sebab mereka yang memahami tentang melasma akan berupaya melakukan hal-hal yang dapat mencegah terjadi melasma pada wajah maupun leher ketika bekerja seperti menutupi wajah, sering membersihkan wajah atau upaya preventif lainnya.

Menurut Natoatmodjo (2003) yang mengutip pendapat H.L Blum (1984), bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi salah satunya oleh pengetahuan, karena pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

perubahan perilaku seseorang, demikian juga dengan pengetahuan tentang melasma dan upaya pencegahannya.

5.3 Hubungan Faktor Resiko dengan Kejadian Melasma

Dokumen terkait