HASIL PENELITIAN
C. Analisis Multivariat (pengaruh)
Persamaan regresi ganda variabel bebas k buah adalah sbb: Y = a +b1 X1 + b2 X2 + b3X3 + ...+ bk Xk
Y= 10,041 - 0,129X1 - 0,315X2 + 0,201X3 - 0,394X4
R=91%
Konstanta= 10,041
Masing-masing variabel pengetahuan, pemahaman tingkat agama, sumber informasi, dan peran kelurga mempengaruhi perilaku seks pranikah remaja yaitu sebesar (91%). Sedangkan sebesar (9%) dipengaruhi oleh faktor yang lain. Jika tidak ada dukungan pengetahuan, pemahaman tingkat agama sumber informasi, dan peran keluarga maka perilaku seks pranikah akan meningkat sebesar 10 kali lipat untuk melakukan seks pranikah. Menurut Suryoputro (2006), faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku seksual pranikah remaja adalah teman sebaya, aspek-aspek kesehatan reproduksi, sikap terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi, perilaku, kerentanan yang dirasakan terhadap resiko, kesehatan reproduksi, gaya hidup, pengendalian diri, aktifitas sosial, rasa percaya diri, usia, status perkawinan, sosial-budaya, nilai dan norma sebagai pendukung sosial untuk perilaku tertentu (Suryoputro, et al. 2006).
1. Pengetahuan tentang seks pranikah
Berdasarkan hasil p-value (0,000) dengan nilai koefisien (-0,129) dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi, maka perilaku seks pranikah remaja semakin baik
dan sebaliknya. Setiap ada peningkatan pengetahuan sebesar (0,129) maka terjadi penurunan perilaku seks pranikah sebesar (0,129) dan sebaliknya.
Menurut Amrillah (2006), semakin tinggi pengetahuan kesehatan reproduksi yang dimiliki remaja maka semakin rendah perilaku seksual pranikahnya, sebaliknya semakin rendah pengetahuan kesehatan reproduksi yang dimiliki remaja maka semakin tinggi perilaku seksual pranikahnya
Pengetahuan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, umur, pengalaman, pekerjaan, pendapatan, budaya, dan pergaulan. Pengetahuan yang tidak tepat, pengharapan yang tidak realistis, harga diri yang rendah, takut tidak berhasil atau pesimis, menunjukan bahwa remaja memiliki kepribadian yang belum matang dan emosi yang labil, sehingga mudah terpengaruh melakukan hal-hal negatif, seperti melakukan hubungan seks pranikah. Pengetahuan seksualitas yang baik dapat menjadikan remaja memiliki tingkah laku seksual yang sehat dan bertanggung jawab.
Pemahaman yang keliru mengenai seksualitas pada remaja menjadikan mereka mencoba untuk bereksperimen mengenai masalah seks tanpa menyadari bahaya yang timbul dari perbuatannya, dan ketika permasalahan yang ditimbulkan oleh perilaku seksnya mulai bermunculan, remaja takut untuk mengutarakan permasalahan tersebut kepada orang tua. Menurut Sarwono (2003), manfaat pengetahuan seksualitas adalah: a) mengerti tentang perbedaan kesehatan reproduksi antara pria dan wanita dalam keluarga, pekerjaan dan seluruh kehidupan yang selalu berubah dan
berbeda dalam tiap masyarakat dan kebudayaan, b) mengerti tentang peranan kesehatan reproduksi dalam kehidupan manusia, dan keluarga, c) mengembangkan pengertian tentang diri sendiri sehubungan dengan fungsi dan kebutuhan seks, d) membantu untuk mengembangkan kepribadian sehingga remaja mampu untuk mengambil keputusan yang bertanggung jawab. Pengetahuan kesehatan reproduksi yang diterima oleh remaja dari sumber yang benar dapat menjadikan faktor untuk memberikan dasar yang kuat bagi remaja dalam menyikapi segala perilaku seksual yang semakin menuju kematangan (Miqdad, 2001).
Pengetahuan kesehatan reproduksi dapat menjadikan remaja memiliki sikap dan tingkah laku seksual yang sehat dan bertanggung jawab (Saringedyanti, 1999).
2. Pemahaman tingkat agama
Berdasarkan hasil (pvalue = 0,000 < 0,05) dengan nilai koefisien (-0,315) dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi pemahaman tingkat agama, maka perilaku seks pranikah remaja semakin rendah dan sebaliknya. Setiap ada peningkatan pemahaman tingkat agama sebesar (0,315) maka terjadi penurunan perilaku seks pranikah sebesar (0,315) dan sebaliknya.
Berdasarkan hasil penelitian Idayanti (2002), menyimpulkan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara religiusitas dengan perilaku seksual remaja yang sedang pacaran, di mana semakin tinggi religiusitas maka perilaku seksual semakin rendah, dan sebaliknya.
Pemahaman tingkat agama mempunyai pengaruh terhadap perilaku seks pranikah remaja, orang yang agamanya baik maka akan memiliki rasa takut untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dan dilarang dalam agamanya (Putri, 2007 ). Dalam agama dijelaskan bahwa janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. MUI menyatakan bahwa menerapkan hukum zina sebagai solusi untuk memberantas seks bebas (Siradj, 2002). Seseorang yang memiliki pemahaman tingkat agama yang tinggi berpengaruh terhadap perilaku remaja untuk tidak melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama.
3. Sumber informasi
Berdasarkan hasil (pvalue = 0,000 < 0,05) dengan nilai koefisien (0,201) dapat dinyatakan bahwa semakin sedikit sumber informasi yang diperoleh remaja tentang seks pranikah, maka perilaku seks pranikah remaja semakin baik dan sebaliknya. Setiap ada peningkatan sumber informasi sebesar (0,201) maka terjadi kenaikan perilaku seks pranikah sebesar (0,201) dan sebaliknya. Remaja akan terhindar dari keterlibatan dengan seks pranikah, jika remaja dapat membicarakan masalah seks dengan orang tuanya. Artinya, orang tua menjadi pendidik seksualitas bagi anak remajanya (Syafrudin, 2008).
Menurut Rohmahwati (2008), paparan media massa, baik cetak (koran, majalah, buku-buku porno) maupun elektronik (TV, VCD, Internet), mempunyai pengaruh terhadap remaja untuk melakukan
hubungan seksual pranikah. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang diperoleh remaja dari media massa belum digunakan untuk pedoman perilaku seksual yang sehat dan bertanggung jawab. Justru paparan informasi seksualitas dari media massa (baik cetak maupun elektronik) yang cenderung bersifat pornografi dan pornoaksi dapat menjadi referensi yang tidak mendidik bagi remaja. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa yang dilihat atau didengarnya dari media massa tersebut. Maka dari itu sumber informasi yang baik dan bertanggung jawab diperlukan oleh remaja, agar remaja tidak salah dalam mendapatkan sumber informasi.
4. Peran keluarga
Berdasarkan hasil (pvalue = 0,000 < 0,05) dengan nilai koefisien (-0,394) dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi peran keluarga pada remaja, maka perilaku seks pranikah remaja semakin baik dan sebaliknya. Setiap ada peningkatan peran keluarga sebesar (0,394) maka terjadi penurunan perilaku seks pranikah sebesar (0,394) dan sebaliknya. Menurut Soetjiningsih (2006), bahwa makin baik hubungan orang tua dengan anak remajanya, makin baik perilaku seksual pranikah remaja. Hubungan orang tua remaja, mempunyai pengaruh terhadap perilaku seksual pranikah remaja. Remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah banyak diantaranya berasal dari keluarga yang bercerai atau pernah cerai, keluarga dengan banyak konflik dan perpecahan (Kinnaird, 2003). Berdasarkan hasil penelitian SMA di Surakarta remaja
yang melakukan hubungan seksual pranikah sebanyak (5,2%) dan mayoritas remaja melakukan hubungan seksual tersebut di luar rumah. Dalam hal ini peran orang tua sangat dibutuhkan remaja untuk menghindari perilaku seksual pranikah.
Peran orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap remaja. Remaja dalam keluarga yang bercerai lebih menunjukkan penyesuaian dibandingkan dengan keluarga remaja yang utuh dengan kehadiran orang tuanya. Orang tua yang sibuk, kualitas pengasuhan yang buruk, dan perceraian orang tua, remaja dapat mengalami depresi, kebingungan, dan ketidakmantapan emosi yang menghambat mereka untuk tanggap terhadap kebutuhan remaja sehingga remaja dapat dengan mudah terjerumus pada perilaku yang menyimpang seperti seks pranikah (Santrock, 2005).
Konflik orang tua dengan remaja yang tarafnya sedang-sedang saja berperan sebagai fungsi perkembangan positif yang meningkatkan otonomi dan identitas. Sedangkan konflik berat menghasilkan berbagai hasil dampak yang negatif yang dapat mengganggu jiwa remaja sehingga dapat melakukan perilaku yang menyimpang seperti pergaulan bebas (Santock, 2002). Orang tua dalam memberikan informasi tentang seks pranikah kecil, kecilnya peranan orang tua untuk memberikan informasi kesehatan reproduksi dan seksualitas disebabkan oleh rendahnya pengetahuan orang tua mengenai kesehatan reproduksi serta masih menganggap tabu membicarakan tentang seks pranikah. Apabila orang tua merasa meiliki pengetahuan yang cukup mendalam tentang kesehatan
reproduksi, remaja lebih yakin dan tidak merasa canggung untuk membicarakan topik yang berhubungan dengan masalah seks pranikah (Hurlock, 2004). Sehingga dibutuhkan komunikasi yang baik antara orang tua dengan remaja untuk membicarakan masalah seks pranikah.
BAB VI