• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TINJAUAN NOVEL PESANTREN IMPIAN

B. Analisis Nilai Moral dalam Novel Pesantren Impian

Dalam penelitian ini untuk menganalisis nilai moral dalam novel menggunakan pendekatan pragmatik, yaitu menitikberatkan kajiannya terhadap

peranan pembaca dalam memahami karya sastra. Novel Pesantren Impian cetakan

pertama terbit pada Juli 2014 dengan 314 halaman. Nilai-nilai moral yang tampak

pada novel Pesantren Impian karya Asma Nadia terlihat pada cerita, dialog,

peristiwa ataupun penokohan di dalam cerita. Setelah dilakukan penelitian, penulis mengacu nilai moral difokuskan pada nilai-nilai moral yang harus diajarkan di

sekolah berdasarkan definisi yang terdapat dalam buku Pendidikan Karakter

Panduan Lengkap: Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik. Penulis rangkum menjadi sembilan nilai dasar moral, yaitu sikap hormat, tanggung jawab,

kejujuran, toleransi, disiplin diri, suka menolong, berbelas kasih, kerjasama, dan berani.

1. Sikap hormat

Sikap hormat berarti menunjukkan penghormatan dan bakti melalui sikap yang baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilaku. Sikap hormat dalam cerita tergambarkan melalui dialog dan perilaku tokoh dalam cerita. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut;

“Tapi demi Ibu, ia harus menyapa sanak keluarga dan mereka telah

meluangkan waktu menjenguk. Demi Ibu, sakit atau tidak, ia tidak boleh

kehilangan tata krama.”54

“Sebenarnya ia masih bisa bersikeras menolak, cuma lagi-lagi tak sanggup membantah tatapan Ibu. Dalam banyak hal rasanya lebih nyaman jika tidak bertentangan dengan wanita yang melahirkannya. Lagi pula ia

tidak ingin lebih mengecewakan Ibu.”55

Kedua kutipan tersebut menggambarkan sikap hormat terhadap orang lain, yaitu sikap hormat Rini kepada ibunya. Rini digambarkan berasal dari keluarga terhormat, oleh karena itu Rini sangat menjaga perilakunya. Selain itu, alasan lainnya adalah Rini menyadari bahwa Ibunya adalah seorang perempuan yang sangat menjaga nama baik keluarganya di hadapan orang lain. Berdasarkan kutipan tersebut, sikap yang ditunjukkan Rini kepada Ibunya merupakan penggambaran sikap bakti seorang anak kepada orangtuanya.

Apabila melihat kutipan tersebut menunjukan adanya pesan moral agama yang disampaikan pengarang, berkaitan dengan latar belakang pengarang yang memiliki tujuan menulis untuk menyuarakan kebaikan melalui karyanya pengarang menyiratkan pesan, seperti berbuat baik kepada orangtua dan mengajarkan untuk tidak menunjukkan sikap yang dapat menyakiti hati orangtua, karena pada dasarnya berbuat baik kepada orangtua menjadi

54

Asma Nadia, Ibid, h. 6.

keputusan yang mutlak dari Allah. Selain kutipan di atas, terdapat sikap hormat lainnya seperti pada kutipan berikut;

“Ia baru saja mandi dan memakai baju. Refleks, diraihnya sehelai

kerudung putih dan mulai mematut diri di kaca. Setelah mengaitkan peniti di jilbab, gadis itu menatap lagi bayangan di cermin. Tersenyum, mulai

menyukai apa yang dilihatnya.”56

Kutipan di atas menggambarkan sikap hormat dan menghargai diri sendiri dengan memperlakukan kehidupannya sebagai sesuatu yang memiliki nilai yang baik. Kutipan tersebut menggambarkan sikap tokoh Gadis yang mulai menghormati dirinya sendiri dengan menggunakan pakaian yang lebih baik dengan menutup batasan auratnya dibandingkan sebelum ia datang ke pesantren. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dikatakan terdapat kaitannya antara keberadaan Gadis di pesantren dengan perilaku Gadis, yaitu memberikan pengaruh terhadap cara sikap dan perilaku tokoh menjadi lebih baik.

Jika melihat kutipan tersebut menunjukkan bahwa perubahan yang positif dapat terjadi pada siapa saja dan menyiratkan pesan moral, seperti setiap perempuan sudah seharusnya menghormati dirinya sendiri dengan tidak melakukan hal yang dapat merendahkan dirinya sehingga perempuan mendapatkan kehormatan pada dirinya.

2. Tanggung jawab

Tanggung jawab merupakan kemampuan untuk menanggung dan menekankan kewajiban-kewajiban yang bersifat positif, serta melaksanakan kewajiban yang seharusnya dilakukan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, orang lain, dan lingkungan. Pada kutipan-kutipan di bawah ini merupakan tanggung jawab yang dilakukan oleh tokoh cerita ketika berada di Pesantren Impian.

“PI, begitu anak-anak menyebut pesantren mereka sekarang, memang berbeda. Di sini selain belajar lebih dalam tentang Islam, belajar mengaji

Qur’an dengan tajwid yang benar, para santri juga mendapatkan pelajaran

56

memasak, keterampilan, bahasa Arab dan Inggris, bahkan kelas

komputer.”57

“Setiap hari Senin dan Kamis, semua dijadwalkan berpuasa sunah. Sholat lima waktu yang biasa sering diabaikan, di PI dilakukan dengan

tertib dan berjama’ah. Saat ada yang merasa malas, yang lain

mengingatkan. Kalau masih malas juga, terutama sholat Subuh, entah siapa yang memulai, si pemalas akan dihujani kitikan habis. Bayangkan, oleh

empat belas pasang tangan!.”58

Pada dua kutipan tersebut dapat dilihat secara jelas pengarang memberikan pesan moral agama dalam cerita, yaitu tanggung jawab dalam menjalankan kewajiban sebagai umat yang beragama Islam kepada Tuhan dan menjalankan sunnah yang diajarkan dalam agamanya. Jika melihat kutipan tersebut, menggambarkan kegiatan rutin para tokoh dalam menjalankan kewajiban mereka dalam menuntut ilmu di pesantren. Berbagai kegiatan yang diselenggarakan di pesantren bertujuan untuk mengalihkan perhatian dan kebiasaan para remaja terhadap kebiasaan buruk, seperti rasa ingin menggunakan narkoba.

Selain itu, melalui kutipan tersebut terlihat adanya kesungguhan para remaja dalam menjalani kegiatan yang diselenggarakan pesantren sebagai upaya mereka dalam memperbaiki sikap dan perilaku mereka.

“Sepasang mata lelaki muda itu meredup.

“Begini saja, biar mereka yang memutuskan. Sementara kita

meningkatkan keamanan di pesantren. Tolong kumpulkan dua puluh relawan yang bertugas di luar. Secepatnya harus dilakukan tindakan untuk

mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.”59

Kutipan di atas menggambarkan sikap tanggung jawab terhadap keselamatan orang lain, dan menunjukkan sikap tanggung jawab pada tokoh Umar sebagai pemilik pesantren dalam melindungi para penghuni pesantren.

57 Ibid, h. 37. 58Ibid, h. 38. 59 Ibid, h. 172.

Dalam mengerjakan atau melakukan suatu hal selalu memiliki konsekuensi yang harus diterima, kesadaran akan konsekuensi tersebut dapat meningkatan rasa tanggung jawab seseorang. Selain itu, kutipan di bawah ini menggambarkan sikap tanggung jawab pada tokoh Gadis.

“Ketika malam tiba, keputusan si Gadis sudah bulat. Ia akan minta izin pesantren untuk diperbolehkan pulang lebih cepat. Bocah-bocah tersayang membutuhkan kehadirannya. Soal uang, akan ia pikirkan kemudian. Selama anak-anak tak jauh dari pandangan tidak seperti sekarang,

segalanya akan baik-baik saja.”60

Kutipan tersebut menggambarkan rasa tanggung jawab terhadap orang lain, walaupun Gadis bukan ibu kandung dari anak-anak tersebut sejak awal Gadis sudah bertekad untuk menanggung kehidupan mereka. Jika melihat kutipan tersebut menunjukkan sikap Gadis yang ingin segera pulang dari pesantren untuk menemui anak-anak asuhnya, karena dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari anak-anak tersebut menjadi tanggung jawab Gadis, selain itu kutipan tersebut menyiratkan kasih sayang dan kepedulian Gadis kepada anak-anak tersebut.

3. Kejujuran

Kejujuran adalah sikap yang berkaitan dengan hati nurani, kata atau tindakan yang sesuai dengan kebenaran. Kejujuran harus dilakukan sesuai dengan fakta dan kebenaran sebagai upaya untuk upaya menjadi orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan dan tindakan.

“Gadis itu sadar, ia butuh bantuan. Kalau tidak bisa-bisa ia makaw lagi. Tangan kurus Sinta terjulur ke arah Ustadzah Hanum, menyerahkan kantong plastik kecil berisi serbuk putih, yang selama ini disembunyikan di

kloset. Serbuk mimpi, putaw!”61

Kutipan di atas menggambarkan sikap jujur Sinta kepada Ustazah Hanum mengenai perbuatannya telah menggunakan narkoba pada masa rehabilitasi,

60

Ibid, h. 269.

61

sikap jujur tersebut terlihat ketika ia menyerahkan narkoba tersebut ke salah satu pengurus pesantren. Hal yang melatarbelakangi Sinta untuk bersikap jujur adalah tekadnya untuk sembuh dari ketergantungan narkoba. Oleh karena itu, ia membutuhkan pertolongan para pengurus pesantren untuk mewujudkan tekadnya. Selain itu terdapat kutipan lainnya sebagai berikut;

“… Keberanian Rini menceritakan masalahnya, harus diacungkan

jempol. Apa lagi ketika akhirnya dia tak lagi menolak, dan dengan berani

menanggung kehamilan yang sama sekali tidak dikehendaki.”62

Kutipan di atas ini menggambarkan kejujuran pada tokoh Rini, awalnya Rini tidak ingin menceritakan musibah yang menimpa dirinya sehingga teman-teman di pesantren ada yang beranggapan bahwa ia hamil karena akibat pergaulan yang salah bukan karena kasus pemerkosaan, namun setelah tinggal bersama Rini memberanikan diri untuk menceritakan peristiwa yang sebenarnya. Kejujuran Rini dalam menceritakan permasalahannya membuat teman-temannya semakin bersimpati dengannya.

“Bang Umar. Ada hal penting.”

Kalimatnya canggung. Perlu waktu untuk membiasakan diri mengubah

panggilan dari „Pak’ menjadi „Bang’. “Apa?” suara lelaki itu sabar.

Kejadian di Tiara Hotel mendadak terulang di depan mata.”63

Kutipan terakhir dalam sikap kejujuran ini menunjuk pada tokoh Gadis, kutipan tersebut memperlihatkan usaha Gadis untuk bersikap jujur kepada Umar tentang peristiwa yang mendorong ia untuk datang ke pesantren, yaitu peristiwa pembunuhan yang tidak sengaja ia lakukan di sebuah hotel dan berbagai peristiwa anak-anak asuhnya hingga ia terlibat dalam pekerjaan yang memiliki banyak resiko tersebut. Jika melihat tiga kutipan tersebut sikap jujur yang dilakukan tokoh adalah menjelaskan permasalahan yang mereka alami

62Ibid, h. 81.

63

dengan tujuan untuk menyelesaikan permasalahan mereka, karena pada dasarnya kejujuran mengantarkan kepada kebaikan.

4. Toleransi

Bersikap adil dan saling menghargai setiap tindakan orang lain adalah mencerminkan sikap toleransi, di dalam novel ini sikap toleransi juga tergambarkan melalui perilaku dan sikap tokoh.

“Dari hari ke hari, ikatan di antara mereka semakin erat. Ustadzah Hanum bisa merasakannya. Ternyata tidak sesulit yang diperingatkan Teungku. Meski menyadari bahwa sejauh ini pesantren baru bisa membuat

para santriwati kerasan. (….)”64

Para remaja yang datang ke pesantren berasal dari daerah yang berbeda, profesi yang berbeda dan dari latar keluarga yang berbeda, namun perbedaan tersebut tidak membuat mereka saling tidak peduli ataupun tidak saling menghargai. Pada kalimat pertama menggambarkan keakraban mereka di pesantren, hal tersebut dapat tercipta karena adanya sikap saling menghargai dan berbagi di antara mereka, seperti saling belajar menghargai pendapat dan saling menjaga perasaan teman sehingga tidak menimbulkan perselisihan diantara mereka.

“Perpisahan bagi si Gadis terjadi lebih dini. Pagi-pagi sekali, ba’da

sholat Subuh, ia menyampaikan kepulangan yang dipercepat. Meski diwarnai protes, teman-teman baik selama di pesantren, akhirnya rela melepaskan.

Selama setahun bersama, baru kali ini si Gadisterlihat bersedih.”65

Kutipan tersebut menggambarkan sikap menghargai pendapat orang lain dan sikap toleransi terlihat ketika teman-teman di pesantren menghargai keputusan Gadis untuk pulang lebih awal karena ia mengkhawatirkan anak-anak asuhnya yang sudah beberapa hari kehabisan uang untuk membeli makanan. Teman-teman di pesantren tidak bisa menolak keputusan Gadis

64

Ibid, h. 38-39.

65

karena mereka harus mengerti kepentingan orang lain. Pada bagian ini, dapat dikatakan pengarang menyiratkan pesan mengenai pentingnya sikap toleransi untuk menciptakan suasana yang rukun dan damai dalam kehidupan.

5. Disiplin diri

Sikap disiplin diri mengajarkan untuk tidak melakukan perbuatan yang merendahkan diri dan menuntut kita untuk mengerjakan hal-hal yang baik. Kutipan-kutipan di bawah ini menggambarkan sikap disiplin diri para remaja yang mulai terbentuk setelah mereka merasa nyaman menikmati berbagai kegiatan dan peraturan yang ada di pesantren.

“Ketika sampai tadi, setelah mandi, para pendatang putri langsung

mengenakan busana muslimah yang disediakan pesantren. Sedang penghuni putra memakai baju koko dan celana panjang longgar atau

sarung.”66

Kutipan tersebut menceritakan tata tertib berpakaian yang terdapat di pesantren, selain itu kutipan tersebut menyiratkan sikap disiplin diri untuk tidak melakukan perbuatan merendahkan diri, seorang perempuan yang memilih untuk mengenakan pakaian yang menutupi tubuhnya dengan baik menandakan bahwa ia sedang menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat merendahkan dirinya. Kutipan tersebut juga menggambarkan bahwa mereka bersikap disiplin dengan mematuhi tata tertib yang berlaku di pesantren.

“Ia telah menjelma manusia baru. Lebih sabar, tidak ukuran, tidak

sombong, dan bangga diri. Ia bahkan mulai mampu menghayati masalah

orang lain.”67

“Padahal dulu ia merasa yakin akan sulit melalui hari demi hari. Dan sejak kapan persisnya ia lupa, sholatnya sekarang tertib. Tidak lagi

bolong-bolong seperti dulu.”68

66 Ibid, h. 21. 67 Ibid, h. 114. 68 Ibid, h. 278.

Kedua kutipan tersebut menunjukkan sikap disiplin diri pada tokoh Gadis, selama menetap di pesantren Gadis mampu menahan dirinya untuk menjadi pribadi yang lebih sabar dan tidak sombong yang berarti Gadis tidak mengikuti kehendak hatinya untuk melakukan sesuatu yang tidak baik. Kedatangan Gadis di pesantren menuntut ia untuk melakukan hal-hal yang baik, seperti Gadis menjadi rajin sholat dan ia lebih bersikap simpati terhadap orang lain. Jika melihat kutipan terakhir pada bagian disiplin diri, pengarang menyiratkan pesan moral agama berupa sikap disiplin dalam menjalankan ibadah kepada Allah yang tergambarkan melalui tokoh Gadis dengan usahanya untuk rajin dalam melaksanakan sholat.

6. Suka menolong

Sikap suka menolong adalah keikhlasan dalam membantu sesama, sikap suka menolong dalam cerita ini tidak hanya tergambarkan melalui sikap para tokoh.

“Belakangan lelaki itu menawarkan keinginannya membeli seluruh

tanah di pulau dari penduduk asli. Tidak ada yang keberatan, tidak juga

dari kalangan ulama, karena Teungku Budiman, begitu mereka biasa

menyebutnya, sudah berbuat banyak. Apalagi dalam kontrak jual beli disebutkan bahwa penduduk bisa tetap tinggal, bahkan bekerja di

perkebunan milik Teungku.”69

“Tidak hanya itu, Teungku juga mengumpulkan para tenaga ahli yang

benar-benar menguasai bidangnya. Termasuk dokter Aulia dan beberapa dokter lain yang bertugas di klinik. Mereka membuka Puskesmas bagi masyarakat dan klinik rehabilitasi ketergantungan obat bagi pendatang. Kecuali mereka yang bertugas di sini benar-benar perpaduan kecerdasan dan ketulusan, pasti banyak subsidi dan hal-hal lain yang dilakukan Teungku Budiman, untuk membuat para staf ahli tersebut bertahan di pulau

seterpencil ini.”70

Dari dua kutipan tersebut menggambarkan kebaikan Teungku Umar dalam menolong masyarakat di sekitar pesantren, keinginannya untuk menolong

69

Ibid, h. 20.

70

secara ikhlas juga terlihat pada sikap Umar yang tidak menunjukkan identitasnya dalam menolong masyarakat. Seluruh bantuannya ia atas namakan oleh Teungku Budiman karena bayangan riwayat kejahatannya di masa lalu membuatnya merasa bersalah, dengan membangun sekolah untuk anak-anak, memberikan lapangan pekerjaan untuk masyarakat, dan membuat pesantren sebagai tempat pusat rehabilitasi bagi anak-anak muda yang bermasalah Umar merasa hidupnya lebih berguna karena dapat membantu orang lain.

“Pada detik-detik kritis, sepasang tangan Teungku Hasan menariknya menajuh. Menyelamatkan dari api yang berkobar. Tak urung, sebelah tangan Umar sempat terluka bakar. Beberapa waktu ia pingsan tak sadarkan diri.

Setelah kejadian malam itu, jalan hidupnya berubah. Bersama Teungku

Hasan ia menemukan titik balik. Umar hijrah!”71

Kutipan tersebut menggambarkan sikap penolong Teungku Hasan ketika ia menolong Umar yang hendak bunuh diri karena depresi memikirkan semua keluarganya yang telah meninggal dalam peristiwa kebarakan. Setelah kejadian usaha bunuh diri tersebut, Teungku Hasan menolong dan merawat Umar. Dari Teungku Hasan, Umar banyak belajar dan mampu mengubah dirinya menjadi pemuda yang bertanggung jawab dan dermawan. Di bawah ini merupakan sikap suka menolong yang tergambarkan pada tokoh Gadis.

“Perempuan muda itu merasa dengkulnya lemas. Kejadian ketiga dalam

bulan ini. Uang tabungannya sudah ludes untuk biaya sehari-hari sekolah

anak-anak, ditambah biaya rumah sakit.”72

“Usia delapan belas tahun, mulai bekerja di salon seorang perias

terkenal. Tiga tahun kemudian mengontrak sebuah rumah yang agak besar

dan membiarkannya terbuka bagi anak-anak jalanan yang ia temui.”73

Dua kutipan tersebut menggambarkan sikap suka menolong tokoh Gadis yang secara ikhlas merawat dan memberikan tempat tinggal untuk anak-anak

71 Ibid, h. 127. 72 Ibid, h. 119. 73 Ibid, h. 123.

asuhnya. Sikap suka menolong Gadis dipaparkan secara jelas oleh pengarang pada kutipan, uang tabungannya ia gunakan untuk biaya sekolah dan memberikan tempat tinggal untuk anak-anak asuhnya. Dapat dikatakan motivasi Gadis dalam bekerja selain untuk kebutuhan dirinya, Gadis juga bekerja untuk membantu orang lain.

“Cut Ana menghentikan hafalan. Perhatiannya beralih pada Rini yang

terus mengaduh-aduh. Si Gadis mengambil inisiatif.

“Yan, ambil barang-barang Rini di kamar. Siap-siap ke klinik. En, kamu

cepat cari Ustadzah Hanum, siapkan kendaraan. Dan …”

“Saya akan menghubungi dokter Aulia,” suara Cut Ana cepat. Si Gadis mengangguk.”74

Kutipan terakhir menggambarkan sikap suka menolong Gadis dan tokoh lainnya yang menjalani rehabilitasi di pesantren. Sikap tolong menolong tersebut ditunjukkan untuk menolong Rini yang sedang merasakan sakit pada perutnya dan membawa Rini ke klinik pesantren. Sikap tolong menolong di antara mereka sangat tinggi karena mereka saling peduli dengan keadaan sesama.

Berdasarkan kutipan-kutipan di atas mengenai sikap suka menolong memiliki kaitan dengan tujuan pengarang dalam menulis, yaitu mengajak pembaca untuk berbuat kebaikan. Dalam agama Islam sikap tolong menolong dalam hal kebaikan merupakan suatu keharusan dan dapat mempererat tali persaudaraan, jika melihat pemaparan tersebut menunjukkan bahwa pesan yang disampaikan pengarang menyiratkan pesan moral agama tentang pentingnya sikap tolong menolong antar sesama.

7. Berbelas kasih

Berbelas kasih dalam arti ikut merasakan keadaan yang tengah dialami orang lain. Berbelas kasih merupakan sisi empati karena peduli dengan keadaan orang lain. Seperti dalam kutipan berikut;

74

“Rin, jangan sedih gitu, dong. Nanti aku jadi ikut sedih, nih!” Butet

mengusap matanya yang mulai berair. Gadis Medan ini sensitif juga

rupanya.”75

Kutipan di atas menggambarkan sikap berbelas kasih yang ditunjukkan Butet, peristiwa pemerkosaan yang menimpa Rini membuat teman-temannya di pesantren termasuk Butet ikut merasakan kesedihan yang Rini rasakan. Sikap empati dengan keadaaan yang dialami orang lain dapat timbul karena adanya rasa saling peduli diantara mereka.

“Umar makin bersimpati terhadap jalan hidup si Gadis. Sepasang

matanya yang tajam merayapi foto si Gadis saat keluar dari Tiara Hotel,

yang terselip di akhir file.”76

Kutipan di atas ini menggambarkan sikap berbelas kasih yang ditunjukkan Umar ketika ia mengetahui kehidupan dan perjuangan hidup Gadis dalam bekerja dan menghidupi anak-anak asuhnya. Umar tahu bahwa hidup seorang diri dengan menanggung anak-anak yang harus diberi makan setiap hari bukan hal yang mudah butuh perjuangan dan hati yang mulia, karena Umar pun pernah merasakan sulitnya hidup seorang diri ketika ia berada jauh dari keluarganya.

“Kita temui dan hibur Rini, yuk!” Si Gadis bangkit.

Mereka akan ada di sana bersama Rini. Menemani dan membantunya mengatasi kesedihan.

Pahit, tapi selalu ada hikmah dalam setiap kejadian. Musibah sekalipun. Begitulah lebih kurang suara hati anak-anak melangkah bersama, masih

dalam diam menuju klinik.”77

Kutipan di atas ini menggambarkan sikap berbelas kasih Gadis terhadap peristiwa yang menimpa Rini, yaitu ketika bayi yang dilahirkan Rini meninggal dunia. Gadis dan teman lainnya berusaha untuk menghibur Rini, walaupun Gadis hanya seorang Ibu asuh tetapi ia tahu bagaimana perasaan seorang Ibu

75 Ibid, h. 105. 76 Ibid, h. 123. 77 Ibid, h. 263.

ketika terjadi hal buruk pada anaknya, hal itu ia rasakan ketika anak asuhnya terluka akibat tindakan preman di sekitar rumahnya.

8. Kerja sama

Kerja sama merupakan suatu usaha yang dikerjakan secara bersama-sama untuk mendapatkan tujuan yang telah direncakan. Pada kutipan di bawah ini menggambarkan sikap kerjasama para tokoh.

“Saya pikir semua berjalan baik, Teungku. Kalau semua sesuai rencana,

insya Allah anak-anak setempat sudah bisa memanfaatkan bangunan sekolah sebagai sekolah mereka akhir tahun ini.

Alhamdulillah. Baik, ayo kita teruskan.”

Lelaki paruh baya itu tersenyum lega. Semua pekerja ikut tersenyum. Mereka tidak bisa menutupi rasa senang bekerja untuk Teungku baik

hati.”78

Kutipan di atas menggambarkan kerja sama Umar dengan Teungku Hasan dalam membangun sekolah untuk anak-anak, selain sekolah Umar dengan Teungku Hasan juga membangun puskesmas untuk masyarakat. Umar merasa segala bantuan yang ia lakukan adalah untuk investasi jangka panjang, oleh karena itu ia tidak pernah merasa rugi.

“Dua tahun berikutnya, mereka merancang proyek besar: Pesantren

Impian. Umar ingin mendirikan satu tempat, di mana semua orang berkesempatan menemukan titik balik dalam hidup mereka, seperti dia. Dan bagi lelaki itu, ini lah kesempatan untuk menebus kesalahannya

dulu.”79

Kutipan tersebut menggambarkan kerja sama Umar dengan Teungku Hasan untuk membangun sebuah tempat yang dapat digunakan oleh masyarakat, tempat yang dapat membantu orang lain untuk merehabilitasi diri mereka dari hal-hal yang tidak baik dan tempat untuk belajar lebih mendekatkan diri pada Tuhan, yaitu membangun sebuah pesantren.

78

Ibid, h. 61.

79

Sebuah pesantren yang dapat menjadi tempat untuk semua orang berkesempatan menemukan titik balik dalam hidup mereka, seperti yang

Dokumen terkait