• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI MORAL DALAM NOVEL PESANTREN IMPIAN KARYA ASMA NADIA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "NILAI MORAL DALAM NOVEL PESANTREN IMPIAN KARYA ASMA NADIA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Widiyowati Tria Rani Astuti

1111013000077

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh:

Widivowati Tria Rani Astuti NIM. 1111013000077

NIP. 19841126 201503 2 007

JURUSAN

PENDIDIKA}I

BATIASA DAN SASTRA INDONBSIA

FAKULTAS ILMU

TARBIYAH

DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS

ISLAM

NEGERI (UIN)

SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

20Ls
(3)

TRIA RANI ASTUTI Nomor Induk Mahasiswa 1111013000077, diajukan kepada

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah

dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 12 Oktober 2015 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Jakarta, Oktober 2015 Panitia Uj ian Munaqasah

Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi)

Makyun Sutruki, M. Hum. NrP. 19800305 200901 1 015

Sekretaris ( Sekretaris Jurusan/Prodi)

Dona Aii Kurnia Putra, M.A. NIP. 19840409 201101

I

015

Penguji I

Rosida Erowati. M. Hum. NIP. 19771030 200801 2 009

Penguji II

Ahmad Bahtiar. M. Hum. NrP. 19760118 200912 1 002

Tanggal

Tanda Tangan

,1

ok\ow

aort

ar

O*okr

aou

23

OFbber rDt

Zt

0h{ebot

r^l

il(:

.t q

;

+. t-..h+. ]

. I 1r-r rt' t&-:*\ fLit.'ff-' ic-l

[. .rru ] i--eir5 I I I r.i,r

-</." lE"

*

l-'1v

t"

tr\

(4)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama

Tempat/Tgl.Lahir

NIM

Jurusan / Prodi Judul Skripsi

WIDIYOWATI TRIA RANI ASTUTI Jakarta,09 Juli 1993

n1r0r3000077

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

NILAI MORAL DALAM NOVEL PESA]{TREN IMPIAN KARYA ASMA NADIA DAN IMPLIKASINYA

TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH

Dosen Pembimbing : 1. Novi Diah Haryanti, M.Hum.

dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri

dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.

Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.

Jakarta,06 Oktober 201 5

Mahasiswa Ybs.

Widi),owati Tria Rani. A NrM. 1111013000077

1

(5)

i

Novel Pesantren Impian Karya Asma Nadia dan Implikasinya Terhadap

Pembelajaran Sastra di Sekolah”, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Dosen Pembimbing: Novi Diah Haryanti, M. Hum.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai moral yang terdapat dalam

novel Pesantren Impiankarya Asma Nadia yang diharapkan dapat dijadikan sebagai

bahan pembelajaran di sekolah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan objektif yang menitikberatkan kajiannya pada karya sastra dan pendekatan pragmatik untuk memahami nilai moral yang terdapat dalam novel. Berdasarkan temuan dan hasil analisis yang dilakukan terhadap novel

ini, diketahui bahwa novel Pesantren Impian memuat nilai moral melalui interaksi

maupun tingkah laku dari setiap tokoh yang ada. Nilai moral tersebut meliputi: sikap hormat, tanggung jawab, kejujuran, toleransi, disiplin diri, suka menolong, berbelas kasih, kerja sama, dan berani. Mengenai implikasinya terhadap pembelajaran sastra di sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan menambah pengetahuan siswa tentang nilai moral untuk kehidupan sehari-hari mereka.

(6)

i

the Pesantren Impian Novel by Asma Nadia and Its Implications for Learning

Literature in school”, Departement of Education Indonesia Language, Faculty of Science dan Teaching Tarbiyah, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. Supervisor: Novi Diah Haryanti, M. Hum.

The research aims to find out moral values in the Pesantren Impian Novel by

Asma Nadia which is expected to be used as lessons learned at school. The method used in this research is qualitative method through objective approach that focused on the literary work and pragmatic approach to understand of the moral value in the novel. Based on the findings and the result analysis done in the novel, it is known that

Pesantren Impian novel contains moral values through interaction and behavior of

every figures. Moral values included: respect gesture, responsibility, honesty, tolerance, self discipline, helpful, empathy, cooperation, and courage. Furthermore, for the implications to literature learning at school, the result of this research is

expected to provide benefits and increase students’ knowledge of moral values in

their daily life.

Key words: Moral Value, Pesantren Impian Novel, Asma Nadia, Literature

(7)

iii

Swt. atas rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Nilai Moral dalam Novel Pesantren Impian Karya Asma Nadia dan

Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah”. Salawat dan salam

senantiasa tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad saw. semoga syafaatnya

selalu menyertai kita semua hingga akhir zaman.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis tidak luput dari berbagai hambatan dan

rintangan. Skripsi ini pun tidak lepas dari banyak kekurangan dan kekeliruan namun

penulis berusaha untuk menyajikan skripsi yang terbaik. Tanpa bantuan dan peran

berbagai pihak, skripsi ini tidak mungkin terwujud. Oleh karena itu, pada kesempatan

ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

2. Makyun Subuki, M. Hum. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan dosen penasihat yang telah

memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,

3. Dona Aji Kurnia Putra, MA. selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan

dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini,

4. Novi Diah Haryanti, M. Hum. selaku dosen pembimbing skripsi yang sangat

membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas arahan, bimbingan,

dan kesabaran serta waktu luang Ibu selama ini sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini,

5. Ayahanda Surani dan Ibunda Kartini tercinta yang selalu memberikan doa restu

(8)

iii

Aline Safitri, Cris Hartini, dan Rizky Bintang Saputri yang selalu memberikan

doa dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini,

7. Hardiyani Windari, Amanah Ari Rachmanita, Aminah Ratna Ningsih, Rifqi

Faizah, dan Silviani Marlinda. Mereka adalah sahabat seperjuangan penulis yang

selalu memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini,

8. Teman-teman seperjuangan angkatan 2011 Jurusan Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia, khususnya kelas C. Terima kasih atas pengalaman dan

pembelajaran berharga yang penulis dapatkan selama ini.

9. Teman-teman PPKT SMP Negeri 10 Ciputat, angkatan Februari-Juni 2015, Dwi

Ratnasari, Tuti Annisa, Aristiana Indah Kumalasari, Tiara Ayu Hurul’Ain, dan

Ayatika Adawiyah.

10.Murid-murid SMP Negeri 10 Ciputat, khususnya kelas VII-2, VII-3, dan VII-4

yang telah memberikan doa, semangat, dan kenangan kepada penulis.

11.Serta berbagai pihak yang tidak dapat disebukan satu persatu.

Semoga semua bantuan, dukungan, dan partisipasi yang diberikan kepada

penulis, mendapat pahala yang berlipat ganda dari Allah Swt. Amin.

Jakarta, September 2015

(9)

vi

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING

LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

ABSTRAK . ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 5

C.Pembatasan Masalah ... 5

D.Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

F. Manfaat Penulisan ... 6

G.Metode Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORETIS A.Hakikat Novel ... 10

1. Pengertian Novel ... 10

2. Unsur-Unsur Novel ... 10

B.Hakikat Nilai Moral ... 19

C.Penelitian Relevan ... 25

BAB III TINJAUAN NOVEL PESANTREN IMPIAN A.Profil Asma Nadia... 28

B.Gambaran Umum Novel ... 31

(10)

vi

2. Tokoh dan Penokohan ... 39

3. Plot ... 50

4. Latar ... 60

5. Sudut Pandang ... 69

6. Gaya Bahasa ... 70

7. Amanat ... 71

B.Analisis Nilai Moral dalam Novel Pesantren Impian... 72

C.Implikasi Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah ... 87

BAB V PENUTUP A.Simpulan .. ... 90

B.Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA

(11)

vii

Lampiran 2 Transkip Wawancara

Lampiran 3 Bukti Wawancara

Lampiran 4 Surat Bimbingan Skripsi

(12)

1

Karya sastra pada umumnya berisikan tentang permasalahan yang

melengkapi kehidupan manusia. Karya sastra memiliki dunia yang merupakan

hasil dari pengamatan terhadap kehidupan yang diciptakan oleh pengarang baik

berupa novel, puisi, maupun drama yang berguna untuk dinikmati, dipahami

dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, dalam setiap karya sastra

yang dibaca atau dilihat pasti mengandung nilai-nilai pendidikan yang dapat

dijadikan pengetahuan dan pembelajaran.

Seorang pengarang dalam menciptakan sebuah karya sastra memadukan

antara fiksi dan fakta dalam karyanya. Kata fiksi mempunyai makna khayalan,

impian, jenis karya sastra yang tidak berdasarkan kenyataan. Pengarang

menggunakan imajinasinya untuk mendapatkan ide atau gagasan sebagai

bagian dari karya sastranya. Pengarang memperlakukan fakta atau kenyataan

yang digunakan sebagai bahan mentah karya sastranya dengan cara meniru,

memperbaiki, menambah atau menggabung-gabungkan kenyataan yang ada

untuk dimasukkan ke dalam karya sastra.

Novel termasuk karya sastra yang banyak digemari masyarakat dan

memiliki nilai pendidikan untuk kehidupan manusia dalam setiap ceritanya.

Sebagai pembaca seseorang harus dapat memahami nilai yang sebenarnya

ingin disampaikan dari novel tersebut kepada para pembaca dan bukan hanya

sebagai bacaan yang menghibur semata. Dalam karya sastranya pengarang

mencoba menggambarkan atau menceritakan peristiwa yang pernah terjadi

melalui cerita yang dibuatnya ataupun ungkapan dari keadaan jiwa dan emosi

pengarang, sehingga memiliki nilai dan isi tersendiri yang ingin disampaikan

pada saat itu.

Novel merupakan bahasa komunikasi antara pengarang dan pembacanya,

komunikasi akan berjalan dengan baik apabila pembaca dapat menentukan

(13)

novel dapat dimanfaatkan sebagai media pendidikan yang dapat diterapkan di

sekolah.

Novel Pesantren Impian karya Asma Nadia bercerita tentang remaja yang

memiliki riwayat kejahatan atau pengalaman kurang baik di masa lalu mereka,

remaja tersebut menjalani rehabilitasi di sebuah pesantren yang dinamakan

Pesantren Impian. Sebuah pesantren yang bisa menjadi pusat rehabilitasi bagi

anak-anak muda yang bermasalah dan mendapatkan ketenangan dengan lebih

mendekatkan diri kepada sang Pencipta, selain itu novel Pesantren Impian juga

menggambarkan tekad tokoh dalam cerita untuk menjadi pribadi yang lebih

baik selama menjalani masa rehabilitasi. Cerita di dalam novel Pesantren

Impian memiliki pesan untuk pembaca dan menyimpan nilai-nilai pendidikan

yang bermanfaat bagi kehidupan. Nilai-nilai tersebut dapat berupa nilai moral,

nilai agama, dan sebagainya.

Novel Pesantren Impian merupakan salah satu karya Asma Nadia yang

pertama kali terbit pada tahun 2000, lalu novel Pesantren Impian mengalami

pengeditan yang diterbitkan kembali pada Juli 2014. Novel Pesantren Impian

yang menjadi objek penelitian penulis adalah novel yang telah diedit dan

diterbitkan kembali pada tahun 2014. Novel Pesantren Impian memperlihatkan

permasalahan penyimpangan pergaulan remaja dan secara tersirat dari isi novel

Asma Nadia ingin menyampaikan pesan kepada pembaca supaya tidak

melakukan kesalahan atau pergaulan seperti cerita yang ia tuangkan dalam

novel Pesantren Impian. Selain itu, Asma Nadia memperlihatkan permasalahan

kehidupan manusia dengan Tuhan, selama dalam rehabilitasi para remaja

diajarkan untuk melaksanakan kewajibannya dalam beragama. Novel

Pesantren Impian mengajarkan tentang pesan-pesan moral agama khususnya

agama Islam.

Dalam novel karya Asma Nadia yang berjudul Pesantren Impian penulis

ingin mencari nilai yang terkandung dalam novel tersebut, nilai yang akan

penulis kaji adalah nilai moral yang terdapat dalam novel Pesantren Impian

(14)

Dalam cerita nilai moral merupakan nilai yang berkaitan dengan

akhlak/budi pekerti atau etika, karya sastra (novel) dapat menjadi suatu

medium yang efektif dalam membina moral dan kepribadian pembaca. Dalam

konteks pendidikan dapat diartikan terdapat hubungan yang erat antara

pengajaran sastra dengan pembentukan moral. Melalui karya sastra siswa dapat

melakukan olah rasa, batin dan budi pekerti sehingga secara tidak langsung

memiliki perilaku dan kebiasaan yang positif melalui proses apresiasi karya

sastra.

Apabila dikaitkan dengan pendidikan, nilai moral merupakan bagian dari

pendidikan karakter yang sebaiknya diajarkan melalui berbagai tindakan

praktik dalam proses pembelajaran karena dalam proses pembelajaran juga

terdapat adanya proses mendidik. Mendidik dalam arti menanamkan

kepribadian dan karakter yang bertujuan untuk menjadikan pribadi yang lebih

baik karena moral yang baik akan menghasilkan kepribadian yang baik pula.

Pengarang dalam karyanya sudah pasti memiliki nilai yang ingin

disampaikan kepada pembaca sebagai makna dalam sebuah karya sastra yang

dapat dilakukan melalui pemaparan cerita, salah satunya adalah nilai moral.

Seperti novel Pesantren Impian Asma Nadia ingin menyampaikan pesan

kehidupan yang bermanfaat bagi pembacanya. Novel ini memiliki pesan yang

sangat baik untuk para pembacanya karena di dalam cerita mengisahkan

tentang tekad dan usaha tokoh dalam cerita untuk mengubah sikap diri dan

tingkah laku untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

Sebagai lembaga pendidikan, sekolah sudah seharusnya memberikan

pembelajaran moral kepada para siswa yang menjadi bagian dari seluruh

aktivitas sekolah terutama pembelajaran di kelas. Pembelajaran moral tersebut

dapat dilakukan dengan memberikan pembinaan melalui pembelajaran karya

sastra. Novel selain menjadi bahasa komunikasi antara pengarang dan

pembaca, novel juga dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran yang

diterapkan di sekolah.

Selama ini pembelajaran sastra di sekolah kebanyakan guru hanya

(15)

digunakan sebagai panduan di kelas. Padahal dengan menggunakan karya

sastra (novel) yang diketahui siswa atau novel terbaru yang sedang banyak

dibicarakan masyarakat sebagai media pembelajaran di sekolah dapat

meningkatkan minat membaca siswa karena siswa dapat merasa tertarik untuk

mempelajarinya, tetapi hal yang terpenting adalah novel yang digunakan harus

disesuaikan dengan usia siswa dan memiliki tema yang mendidik. Bukan suatu

hal yang baru siswa terkadang merasa jenuh ketika pembelajaran membaca

sastra, karena siswa diminta untuk banyak membaca. Hal tersebut dapat

disebabkan karena rendahnya minat siswa dalam membaca terlebih dalam

pembacaan novel. Oleh karena itu, guru harus berperan aktif untuk menarik

perhatian dan minat membaca siswa, salah satunya guru harus pandai memilih

bahan ajar yang digunakan untuk pembelajaran di kelas.

Pada hakikatnya pembelajaran sastra ialah dengan memperkenalkan

kepada siswa nilai-nilai yang terkandung di dalam karya sastra dan mengajak

siswa untuk memahami serta menghayati pengalaman yang terdapat di dalam

cerita melalui penjelasan unsur instrinsik dan ekstrinsik dalam karya sastra.

Secara khusus pembelajaran sastra bertujuan untuk mengembangkan minat

baca dan kepekaan siswa terhadap nilai moral, nilai sosial, nilai keagamaan

yang tercermin dalam karya sastra tersebut.

Karya sastra berupa novel memiliki nilai yang sangat strategis karena

penuh dengan nilai-nilai kehidupan. Melalui konflik dan tokoh-tokohnya, siswa

akan belajar tentang kehidupan dan belajar menyikapi setiap permasalahan

dalam kehidupan. Selain itu, karya sastra dapat menumbuhkan imajinasi yang

dapat menjadi instrumen hebat dalam menciptakan karakter pembacanya dan

memperkaya kehidupan pembacanya melalui pencerahan pengalaman dan

masalah pribadi. Imajinasi yang baik akan mendorong siswa untuk menyenangi

dan membiasakan dirinya berprilaku baik.

Pada novel Pesantren Impian berisi cerita yang baik dan menarik yang

turut memberikan pengaruh dan peranan dalam pembentukan watak, prilaku,

dan kepribadian siswa. Isi cerita dalam novel Pesantren Impian diharapkan

(16)

kuat untuk mengubah diri menjadi pribadi yang lebih baik seperti tokoh dalam

cerita tersebut. Sampai saat ini penulis belum menemukan skripsi atau

penelitian lainnya yang menjadikan novel Pesantren Impian sebagai objek

penelitian. Oleh karena itu, penulis ingin mengkaji novel Pesantren Impian

dengan tujuan untuk menganalisis nilai moral yang terdapat dalam novel

tersebut.

Dari pemaparan di atas, diharapkan dengan adanya pembelajaran sastra di

sekolah turut berpengaruh dalam pembentukan kepribadian siswa dan dapat

meningkatkan minat membaca siswa. Sehingga secara tidak langsung melalui

proses apresiasi sastra siswa memiliki perilaku dan kebiasaan yang positif.

Selain itu, melalui proses apresiasi sastra dapat melatih keempat aspek

keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) dan

menambah pengetahuan tentang pengalaman hidup manusia: adat istiadat,

agama, dan kebudayaan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis akan mengkaji aspek moral

yang terdapat di dalam novel Pesantren Impian karya Asma Nadia. Maka

penulis mengangkat judul skripsi: “Nilai Moral dalam Novel Pesantren

Impian karya Asma Nadia dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran

Sastra di Sekolah”

B.Identifikasi Masalah

1. Belum adanya analisis novel Pesantren Impian karya Asma Nadia terkait

nilai moral yang terkandung dalam novel tersebut.

2. Kurangnya bahan pembelajaran sastra Indonesia di sekolah.

3. Kurangnya minat siswa dalam membaca.

C.Pembatasan Masalah

Berdasarkan masalah yang teridentifikasi, maka permasalahan pada

penelitian ini akan dibatasi pada “Nilai Moral dalam Novel Pesantren Impian

karya Asma Nadia dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di

(17)

D.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah

seperti yang telah diuraikan, maka masalah dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut;

1. Bagaimana nilai moral yang tergambarkan dalam novel Pesantren Impian

karya Asma Nadia?

2. Bagaimana implikasi nilai moral dalam novel Pesantren Impian karya Asma

Nadia terhadap pembelajaran sastra di sekolah?

E.Tujuan Penulisan

Dengan adanya penelitian ini diharapkan;

1. Mendeskripsikan nilai moral yang terdapat dalam novel Pesantren Impian

karya Asma Nadia.

2. Mendeskripsikan implikasi nilai moral dalam novel Pesantren Impian karya

Asma Nadia terhadap pembelajaran sastra di sekolah.

F. Manfaat Penulisan

1. Manfaat secara teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengembangan ilmu

pengetahuan studi sastra Indonesia mengenai analisis novel khususnya

dalam pembelajaran sastra di sekolah.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat membantu pembaca untuk lebih

memahami isi cerita dan memberi gambaran mengenai nilai moral yang

terkandung dalam novel Pesantren Impian karya Asma Nadia serta

implikasi nilai moral yang terdapat dalam novel Pesantren Impian pada

(18)

G.Metode Penelitian

1. Objek dan Waktu Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah teks novel Pesantren Impian karya

Asma Nadia. Fokus dalam penelitian ini adalah nilai moral yang terkandung

dalam novel Pesantren Impian. Pada penelitian ini penulis menggunakan

novel cetakan pertama, Juli 2014 yang diterbitkan oleh Asma Nadia

Publishing House, Jakarta. Waktu penelitian dimulai sejak Januari sampai

dengan September 2015.

2. Metode Pembahasan

Ditinjau dari objek penelitian yang mengarah pada nilai moral yang

terkandung dalam novel Pesantren Impian penulis menggunakan metode

kualitatif.

“Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang diamati.”1

Metode kualitatif sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak

diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya yang akan

menghasilkan data deskriptif berupa tulisan yang diamati, data yang

dideskripsikan terlebih dahulu dengan maksud untuk menemukan

unsur-unsur instrinsik dan ekstrinsik dalam novel serta menemukan data-data yang

berkaitan dengan nilai moral dalam novel Pesantren Impian. Dalam

penelitian kualitatif dapat dilakukan melalui wawancara, pengamatan dan

pemanfaat dokumen.

Sesuai dengan namanya, penelitian kualitatif mempertahankan hakikat nilai-nilai. Oleh karena itu, penelitian kualitatif dipertentangkan dengan penelitian kuantitaif yang bersifat bebas nilai. Dalam ilmu sosial sumber datanya adalah masyarakat, data penelitiannya adalah tindakan-tindakan, sedangkan ilmu sastra sumber datanya adalah karya, naskah, data penelitiannya sebagai data formal adalah kata-kata, kalimat, dan

wacana.2

1

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 4.

2

(19)

Untuk menunjang penelitian ini, maka diperlukan teori ilmiah yang

relevan dengan objek penelitian. Dalam hal ini, teori ilmiah tersebut

digunakan sebagai pendekatan sekaligus sebagai model dalam penelitian

novel.

Pendekatan merupakan alat untuk memahami realita atau fenomena

sebelum dilakukan kegiatan analisis atas sebuah karya. Seorang analis atau

pembaca kritis harus mampu menerjemahkan pengalaman atau realita yang

ia dapatkan melalui kegiatan membaca sebuah karya ke dalam bedah

analisis yang rasional dengan merujuk kepada pendekatan tertentu.3

Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan objektif dan

pendekatan pragmatik. Wahyudi Siswanto mengemukakan bahwa

pendekatan objektif adalah pendekatan yang menitikberatkan kajiannya

pada karya sastra.4 Mengkaji karya sastra dengan pendekatan objektif

memusatkan perhatian semata-mata pada unsur-unsur yang dikenal dengan

unsur instrinsik, sedangkan pendekatan pragmatik adalah pendekatan kajian

sastra yang menitikberatkan kajiannya terhadap peranan pembaca dalam

menerima, memahami, dan menghayati karya sastra.5

Pendekatan objektif dalam penelitian ini, misalnya yang dicari adalah

unsur-unsur novel; tema, tokoh dan penokohan, plot, latar, sudut pandang,

dan sebagainya. Melalui pendekatan objektif, unsur-unsur instrinsik karya

akan dieksploitasi semaksimal mungkin, sedang pendekatan pragmatik

dalam penelitian ini untuk mengkaji dan memahami nilai moral yang

terdapat dalam novel.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik catat karena data-datanya berupa teks. Pada penelitian ini penulis

melakukan penelitian melalui pengamatan pada novel Pesantren Impian

3

Siswantoro, Metode Penelitian Sastra Analisis Struktur Puisi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 48.

4

Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 181-183. 5

(20)

karya Asma Nadia untuk membuktikan adanya nilai moral yang terdapat di

dalam novel tersebut.

Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data adalah sebagai

berikut: membaca novel Pesantren Impian karya Asma Nadia secara

berulang-ulang dari awal sampai akhir untuk memperoleh makna

keseluruhan, dan mencatat kalimat–kalimat atau bagian-bagian yang

termasuk ke dalam nilai moral.

4. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan

data ke dalam kategori, dan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema

tertentu yang menjadi bahan kajian penulis. Analisis novel merupakan suatu

cara untuk memahami makna yang terkandung di dalam novel dengan

menelaah dan menguraikan kutipan cerita dari novel, sehingga dapat

diperoleh suatu pemahaman dan kesimpulan yang relevan.

Setelah pengumpulan data, langkah selanjutnya adalah menganalisis

data dengan mengutip teks cerita yaitu mengklasifikasikan dan

menginterpretasikan tema tertentu yang sudah penulis pilih pada bab-bab

yang mengandung nilai moral pada novel Pesantren Impian karya Asma

(21)

10

1. Pengertian Novel

Novel merupakan salah satu karya sastra imajinatif atau rekaan tetapi

ada pula novel yang diciptakan berlatar dari realita atau pengalaman di masa

lalu yang dituangkan oleh pengarang. Novel sebagai sebuah karya imajinatif

atau menceritakan tentang fiksi menawarkan berbagai permasalahan

manusia dan kehidupan. Fiksi juga menceritakan berbagai masalah

kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama

interaksinya dengan diri sendiri, serta interaksinya dengan Tuhan.

Pengarang menghayati berbagai permasalahan tersebut dengan penuh

kesungguhan yang kemudian diungkapkannya kembali melalui sarana fiksi

yang sesuai dengan pandangannya.

Sastra yang dianggap fiksi pada hakikatnya adalah fakta, karya-karya

itu lahir didasarkan atas keasadaran pengarang dalam melihat realitas

masyarakatnya.

“Dengan munculnya karya-karya seperti itu, misal Laskar Pelangi

yang bercerita tentang realitas pendidikan di pulau terpencil, pemerintah ikut campur tangan dalam membenahi fasilitas pendidikan. Dari kesadaran sejarah ini, masyarakat disadarkan tehadap kondisi atau

realitas yang saat ini sedang berproses.”1

Ciri khas novel adalah kemampuannya menyampaikan permasalahan

yang kompleks secara penuh, namun perlu diketahui bahwa dunia

kesastraan terdapat suatu bentuk karya sastra yang mendasarakan diri pada

fakta. Wellek & Warren dalam Nurgiyantoro mengemukakan, bahwa

realitas dalam karya fiksi merupakan ilusi kenyataan dan kesan yang

meyakinkan yang ditampilkan, namun tidak selalu merupakan kenyataan

sehari-hari.2

1

Dwi Susanto S.S., M.Hum., Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: CAPS, 2012), h. 45.

2

(22)

Kata novel berasal dari bahasa Latin novellus. Sebutan novel dalam

bahasa Inggris dan inilah yang kemudian masuk ke Indonesia, sedangkan

dari bahasa Italia novella (yang dalam bahasa Jerman: novelle).3

Ensiklopedia Americana mendefinisikan novel sebagai cerita dalam bentuk

prosa yang agak panjang dan meninjau kehidupan sehari-hari.4 Berdasarkan

definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya novel

adalah cerita dan aspek terpenting novel adalah menyampaikan cerita.

“A novel is „a fictitious prose narrative or tale of considerable length (now usually one long enough to fill one or more volumes) in which characters and action representative of the real life of past or

present times are portrayed in a plot of more or less complexity.”5

Dalam arti luas novel adalah cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang

luas. Ukuran yang luas di sini dapat berarti cerita dengan plot (alur) yang

kompleks, karakter yang banyak, tema yang kompleks, suasana cerita yang

beragam, dan setting cerita yang beragam pula.6

2. Unsur-unsur Novel

Novel dibangun oleh unsur-unsur pembangun, yaitu unsur instrinsik

dan ekstrinsik. Pada umumnya, para ahli membagi unsur instrinsik prosa

rekaan atas tema, tokoh, penokohan, alur (plot), latar cerita (setting), sudut

pandang, gaya bahasa, dan amanat.7

1. Tema

Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita. Aminuddin dalam

Wahyudi Siswanto mengemukakan bahwa tema merupakan kaitan

hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa rekaan oleh

pengarangnya.8 Pengertian lainnya, dalam novel tema merupakan

3

Burhan Nurgiyantoro, op., cit., h. 9.

4

Endah Tri Priyatni, Membaca sastra Dengan Ancangan Literasi Kritis, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), h. 124.

5

Jeremy Hawthorn, Studying the Novel An: Introduction, (USA: Great Britain, 1985), h. 1.

6

Jakob Sumardjo dan Saini K.M, Apresiasi Kesusastraan, (Jakarta: PT Gramedia, 1986), h. 29.

7

Wahyudi Siswanto, op. cit., h. 142.

8Ibid

(23)

gagasan utama yang dikembangkan dalam plot.9 Tema disaring dari

motif-motif yang terdapat dalam karya yang bersangkutan dan

menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik, dan situasi tertentu.

Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka ia pun

bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu. Oleh karena itu, untuk

menentukan tema sebuah novel harus disimpulkan dari keseluruhan

cerita tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita. Novel yang

kompleks akan dapat dianalisis dengan sejumlah besar tema yang

berbeda atau bahkan saling terkait, tetapi pembaca harus menentukan

kekuatan atau kepentingan utama yang ada dalam novel tersebut. Singkat

kata, dari sekian tema yang dapat ditarik ia memiliki tema besar yang

dikandungnya.

2. Tokoh dan Penokohan

Tokoh merupakan sosok atau pelaku yang berada di dalam cerita

sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita. Abrams mengemukakan,

tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya, yang oleh

pembaca ditafsirkan memilik kualitas moral dan kecenderungan tertentu

seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam

tindakan.10

Tokoh-tokoh dalam cerita dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis

penamaan, berdasarkan peran dan pentingnya seorang tokoh dibedakan

menjadi; tokoh utama dan tokoh tambahan, dilihat dari segi peranan atau

tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita ada tokoh yang tergolong

penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga terasa mendominasi

sebagain besar cerita. Sebaliknya, ada tokoh yang hanya dimunculkan

sekali atau beberapa kali dalam cerita dan itu pun mungkin dalam porsi

penceritaan yang relatif pendek. Tokoh yang disebut pertama adalah

tokoh utama, sedang yang kedua adalah tokoh tambahan.11

9

Furqonul Aziez dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi Sebuah Pengantar, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 75

10

Burhan Nurgiyantoro, op., cit., h. 165.

11Ibid.,

(24)

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam

novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak

diceritakan, ia sangat menentukan perkembangan plot cerita secara

keseluruhan, karena tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu

berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukan

perkembangan plot cerita secara keseluruhan. Tokoh utama dalam sebuah

novel mungkin saja lebih dari seorang walau kadar keutamaannya belum

tentu sama. Keutamaan mereka ditentukan oleh dominasi, banyaknya

penceritaan dan pengaruhnya terhadap perkembangan plot secara

keseluruhan. Tokoh utama senantiasa relevan dalam setiap peristiwa di

dalam suatu cerita.12 Selain tokoh utama terdapat tokoh utama tambahan

yang memiliki kadar keutamaan dibawah tokoh utama. Pada tokoh

tambahan terdapat pembedaan berdasarkan gradasi karena kadar

keutamaannya, yaitu tokoh tambahan utama dan tokoh tambahan (yang

memang) tambahan.

Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang

yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Penokohan dapat juga disamakan

artinya dengan karakter dan perwatakan menunjukan pada penempatan

tokoh-tokoh tertentu dengan watak tertentu dalam sebuah cerita. Dengan

demikian, istilah penokohan lebih luas pengertiannya dibandingkan

tokoh karena ia sekaligus mengartikan masalah siapa tokoh cerita,

bagaimana perwatakan dan bagaimana penempatan dan pelukisan dalam

sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada

pembaca.

3. Plot

Stanton mengemukakan plot adalah cerita yang berisi urutan

kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab

12

(25)

akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya

peristiwa yang lain.13

Pengarang menyusun cerita sehingga pembaca ingin selalu

mengikuti apa yang terjadi setelah itu, ingin tahu mengapa hal itu terjadi.

Akibat plot itu bagi pembaca ada dua macam: akan terus mengikuti apa

yang terjadi berikutnya atau tidak mau lagi mengikuti apa yang terjadi

selanjutnya.14 Selain rincian mengenai pengertian plot sebagaimana yang

telah dikemukakan, terdapat tahapan plot yang dikemukakan lebih rinci.

Rincian yang dimaksud oleh Tasrif dalam Nurgiyantoro adalah

membedakan tahap plot menjadi lima bagian, yaitu;15

a. Tahap situation: tahap penyituasian, tahap yang terutama berisi

pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap

ini merupakan tahap pembukaan cerita.

b. Tahap generating circumstances: tahap pemunculan konflik, Pada

tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik dan akan

berkembang menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.

c. Tahap rising action: tahap peningkatan konflik, konflik yang telah

dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang.

Peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti semakin menegangkan.

Konflik-konflik yang terjadi internal dan eksternal, pertentangan,

benturan-benturan antarkepentingan masalah dan tokoh yang mengarah ke

klimaks semakin tidak dapat dihindari.

d. Tahap climax: tahap klimaks, konflik yang terjadi, yang dilakukan dan

atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intesitas

puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh-tokoh utama

yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadi konflik utama.

Sebuah fiksi yang panjang mungkin saja memiliki lebih dari satu

klimaks.

13

Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 167.

14

Wijaya Heru Sentosa dan Sri Wahyuningtyas, Pengantar Apresiasi Prosa, (Surakarta: Yuma Pustaka, 2010), h. 55-56.

15

(26)

e. Tahap denouement: tahap penyelesaian, konflik yang telah mencapai

klimaks diberi jalan keluar, cerita diakhiri. Tahap ini berkesesuaian

dengan tahap akhir di atas.

Plot dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis berdasarkan

kriteria urutan waktu. Urutan waktu yang dimaksud adalah waktu

terjadinya urutan penceritaan peristiwa-peristiwa yang ditampilkan, yang

pertama disebut sebagai plot maju atau progresif, kedua plot sorot balik

atau regresif flash-back, dan plot campuran.16

Plot progresif bersifat kronologis, secara runtut cerita dimulai dari

tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik), tengah

(konflik meningkat, klimaks), akhir (penyelesaian). Plot progresif

biasanya menunjukkan kesederhanaan cara penceritaan, tidak

berbelit-belit, dan mudah diikuti. Plot flash-back, cerita tidak dimulai dari tahap

awal melainkan mungkin dari tahap tengah atau bahkan tahap akhir baru

kemudian tahap awal cerita dikisahkan. Teks yang berplot jenis ini,

langsung menyuguhkan adegan-adegan konflik, bahkan konflik yang

meruncing. Selanjutnya, plot campuran atau progresif regresfif,

barangkali tidak ada novel yang secara mutlak berplot lurus-kronologis

atau sebaliknya sorot balik. Secara garis besar plot sebuah novel mungkin

progresif, tetapi di dalamnya betapapun kadar kejadiannya sering

terdapat adegan-adegan sorot balik. Jadi, dapat dikatakan tidak mungkin

ada sebuah cerita yang mutlak flash-back. Pengategorian plot sebuah

novel ke dalam progresif atau flash-back, sebenarnya lebih didasarkan

pada mana yang lebih dominan. Hal tersebut disebabkan pada

kenyataannya sebuah novel pada umumnya akan mengandung keduanya

atau berplot campuran untuk mendukung tema dan penokohan dalam

novel.

4. Latar (Setting)

Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran

pada pengertian tempat dan hubungan waktu terjadinya

16

(27)

peristiwa yang diceritakan. Tahap awal suatu karya pada umumnya

berupa pengenalan, pelukisan, atau penunjukan latar, namun hal tersebut

tak berarti bahwa pelukisan dan penunjukan latar hanya dilakukan pada

tahap awal cerita.

Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas, hal ini

penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan

suasana tertentu seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Dalam

karya sastra, latar tidak mesti realitas objektif, tetapi bisa jadi realitas

imajinatif. Artinya latar yang digunakan hanya ciptaan pengarang, yang

kalau dilacak kebenarannya tidak akan bertemu sebagaimana

diceritakan.17

Abrams mengemukakan, latar cerita adalah tempat, waktu

kesejarahan, dan kebiasaan masyarakat.18 Latar tempat menyaran pada

lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya, latar

waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa -peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya. Kedua unsur tersebut

dalam satu kepaduan yang jelas akan menyaran pada makna yang lebih

khas dan meyakinkan. Ketepatan latar sebagai salah satu unsur fiksi pun

tidak dilihat secara terpisah dari berbagai unsur yang lain, melainkan dari

kepaduannya dengan keseluruhan.

Dalam Nurgiyantoro latar terbagi menjadi latar fisik dan latar

spiritual, latar netral dan latar fungsional. Latar fisik adalah latar tempat

secara jelas menunjuk pada lokasi tertentu, yang dapat dilihat dan

dirasakan kehadirannya, sedang latar spiritual adalah latar yang berwujud

tata cara, adat istiadat, kepercayaan, dan nilai-nilai yang berlaku di

tempat yang bersangkutan. Latar netral adalah sebuah tempat hanya

sekedar sebagai tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan tidak lebih

dari itu dan tidak akan mempengaruhi pemlotan dan penokohan, sedang

latar fungsional adalah latar yang mampu mempengaruhi cerita dan

17

Atmazaki, Ilmu Sastra Teori dan Terapan, (Padang: Angkasa Raya Padang, 1990), h. 62.

18

(28)

bahkan ikut menentukan perkembangan plot dan pembentukan karakter

tokoh, karena mempengaruhi perkembangan plot dalam sebuah cerita

fiksi, latar fungsional tidak dapat digantikan dengan latar lain tanpa

mengganggu atau bahkan merusak cerita.19

5. Sudut Pandang Penceritaan

Sudut pandang merupakan tempat pengarang memandang cerita.

Sudut pandang pada dasarnya merupakan strategi, teknik, siasat yang

yang disengaja dipilih pengarang untuk mengungkapkan gagasan dan

ceritanya untuk menampilkan pandangan hidup dan tafsirannya terhadap

kehidupan yang semua sudut pandang tokoh.20 Sudut pandang menyaran

pada cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana

untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang

membentuk cerita dalam sebuah karya kepada pembaca.

Cuddon dalam Albertine Minderop mengemukakan bahwa sudut

pandang terdapat beragam variasi dan kombinasi, namun ada tiga varian

mendasar yang berbeda, yaitu sudut pandang impersonal, orang ketiga

dan orang pertama.21 Sudut pandang impersonal adalah apabila pencerita

berdiri di luar cerita dan bergerak bebas dari satu tokoh ke tokoh lainnya,

satu tempat ke tempat lainnya, satu episode ke episode lainnya yang

dapat memberikan akses terhadap pikiran dan perasaan tokoh dengan

bebasnya. Jenis sudut pandang orang ketiga terbagi atas; pertama “dia”

mahatahu dan “dia” terbatas. “Dia” mahatahu yaitu pencerita yang

berada di luar cerita dan melaporkan peristiwa-peristiwa yang

menyangkut para tokoh dari sudut pandang “ia” atau “dia”. Pencerita

mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan, termasuk

motivasi yang melatarbelakanginya. Ia bebas bergerak menceritakan apa

saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita, berpindah-pindah tokoh

“dia” yang satu ke tokoh “dia” yang lain, menceritakan ucapan, tindakan

19

Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 304-308

20

Albertine Minderop, Metode Karakteristik Telaah Fiksi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), h. 88.

21Ibid.,

(29)

tokoh bahkan juga hanya berupa pikiran, perasaan, pandangan, dan

motivasi tokoh secara jelas. Kedua, “Dia” terbatas yaitu pencerita yang

berada di luar cerita yang mengetahui segala sesuatu tentang diri seorang

tokoh saja baik tindakan maupun batin tokoh tersebut. Dalam percakapan

antar tokoh banyak penyebutan “aku” dan “engkau”, sebab tokoh-tokoh

“dia” sedang dibiarkan mengungkapkan diri mereka sendiri.

Jenis sudut pandang pertama “akuan” terdiri atas “aku” tokoh utama dan “aku” tokoh tambahan. Sudut pandang “Aku” tokoh utama yaitu

pencerita yang ikut berperan sebagai tokoh utama, melaporkan cerita dari

sudut pandang “aku” dan menjadi fokus atau pusat cerita. Sudut pandang “aku” tokoh tambahan, yaitu pencerita yang tidak ikut berperan dalam

cerita, hadir sebagai tokoh tambahan yang aktif sebagai pendengar atau

penonton dan hanya melaporkan cerita kepada pembaca dari sudut

pandang “saya”.

6. Gaya Bahasa

Bahasa dapat menjadi sarana pengungkapan sastra. Dalam sastra,

gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa.22 Gaya

berdasarkan pendapat Aminuddin adalah cara seorang pengarang

menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang

indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang

dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.23 Alat gaya dapat

melibatkan masalah kiasan dan majas: majas kata atau pun majas

kalimat.

7. Amanat

Pamusuk Eneste mendefinisikan amanat adalah sesuatu yang

menjadi pendirian, sikap atau pendapat pengarang mengenai

inti-persoalan yang digarapnya.24 Dengan kata lain, amanat adalah pesan

pengarang atas persoalan yang dikemukakan.

22

Robert Stanton, Teori Fiksi Robert Stanton, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 61.

23

Wahyudi Siswanto, op. cit., h. 158-159.

24

(30)

Nilai-nilai yang ada di dalam cerita rekaan bisa dilihat dari diri

pengarang dan pembacanya. Dari sudut pengarang, nilai ini biasa disebut

amanat. Wahyudi Siswanto mengemukakan, amanat adalah gagasan yang

mendasari karya sastra; pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada

pembaca atau pendengar.25 Di dalam karya sastra modern amanat ini

biasanya tersirat; di dalam karya sastra lama pada umumnya amanat

tersurat.

Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu;

biografi pengarang, psikologi pengarang, keadaan lingkungan sosial dan

ekonomi pengarang, dan pandangan hidup suatu bangsa.26

B.Hakikat Nilai Moral

1. Pengertian Nilai Moral

Nilai atau value (bahasa Inggris) atau valere (bahasa Latin) berarti

berguna, berdaya, dan berlaku. Nilai itu lebih dari sekedar keyakinan, nilai

selalu menyangkut tindakan, nilai seseorang diukur melalui tindakan.27

Berdasarkan pemaparan Sutarjo dalam buku Pembelajaran Nilai

Karakter, nilai adalah sesuatu yang dijunjung tinggi, yang dapat mewarnai,

dan menjiwai tindakan seseorang.28 Istilah Moral berasal dari kata Latin mos

yang berarti (kebiasaan, adat istiadat, cara tingkah laku, kelakuan), mores

(adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak, cara hidup). Helden dan

Richards dalam Sjarkawi mengatakan bahwa moral adalah suatu kepekaan

dalam pikiran, perasaan, dan tindakan dibandingkan dengan tindakan lain

yang tidak hanya berupa kepekaan terhadap prinsip dan aturan. Selanjutnya

Atkinson mendefinisikan moral atau moralitas merupakan pandangan

tentang baik dan buruk, benar dan salah, apa yang dapat dan tidak dapat

dilakukan.29

25

Wahyudi Siswanto, op.cit., h. 162.

26

Ibid., h. 23-24.

27

Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 64.

28

Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai Karakter (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 56.

29

(31)

Moral tidak identik dengan ilmu, pangkat atau keturunan, artinya tidak

setiap orang bodoh, orang rendah dan dari keturunan rakyat banyak akan

bermoral rendah, kendatipun kemampuannya untuk berpikir itu terbatas.

Betapa banyaknya kita melihat kejahatan, kemaksiatan, dan kemerosotan

moral terjadi di kalangan orang pandai, berpangkat tinggi dan dari

keturunan bangsawan. Moral menyangkut kebaikan, orang yang tidak baik

juga disebut sebagai orang yang tidak bermoral, atau sekurang-kurangnya

sebagai orang yang kurang bermoral. Maka, secara sederhana kita mungkin

dapat menyamakan moral dengan kebaikan orang atau kebaikan

manusiawi.30

Aristoteles dalam H.Burhanuddin menjelaskan, nilai moral adalah

manusia itu dalam semua perbuatannya, bagaimanapun juga mengejar

sesuatu yang baik.31 Nilai moral tidak boleh berlawanan atau bertentangan

dengan agama yang dianutnya, maka pendidikan moral tidak bisa

dipisahkan dari pendidikan agama. Setiap agama mengandung suatu ajaran

moral yang menjadi pegangan bagi perilaku para penganutnya.

Sebagaimana yang dikatakan oleh seorang tokoh dalam novel yang ditulis

pengarang Rusia termasyhur, Dostoyevski: “Seandainya Allah tidak ada, semuanya diperbolehkan”.32

Oleh karena itu, karena hidup berpegang teguh

pada ajaran agama yang berasal dari Allah maka setiap perilaku ada batasan

yang dikatakan baik atau buruk yang sering disebut perilaku bermoral atau

tidak bermoral.

Pengaruh agama dengan sendirinya membina budi pekerti dan membina

otak, bagi orang yang sama sekali tidak pernah mendapatkan didikan dan

ajaran agama (ataupun tidak pernah mempelajari agama itu sendiri), maka

kebiasaan hidupnya dengan sendirinya tidak dilandasi oleh ajaran-ajaran

30

Al. Purwa Hadiwardoyo MSF, Moral dan Masalahnya (Yogyakarta: Kanisius, 1990), h.13.

31

Burhanuddin Salam, Etika Individual Pola Dasar Filsafat Moral (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), h. 31.

32

(32)

agama. Beragama, berarti bersedia hidup sesuai dengan ajaran dan tuntunan

dari agama itu.

Nilai moral selalu berkaitan dengan tindakan manusia yang dilakukan

secara sengaja dan tindakan yang berkaitan dengan nilai baik-buruk yang

berlaku di masyarakat. Tindakan yang bersifat moral adalah tindakan yang

menjunjung nilai pribadi manusia dan masyarakat. Tindakan yang

menjunjung nilai manusia adalah semua tindakan yang menjaga dan

menjamin kelangsungan hidup manusia.

Moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara

baik sebagai manusia, sistem nilai ini terkandung dalam ajaran berbentuk

petuah-petuah, nasihat, wejangan, peraturan, perintah dan semacamnya yang

diwariskan secara turun-temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu

tentang bagaimana manusia harus hidup secara baik.33

Nilai moral merupakan bagian dari pendidikan karakter, pendidikan

karakter sebaiknya diajarkan melalui berbagai tindakan praktik dalam proses

pembelajaran. Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan

hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai

kebenaran dan hal itulah yang ingin disampaikannya kepada pembaca.

Kenny dalam Burhan Nurgiyantoro mengemukakan, moral dalam cerita

biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran

moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil (dan ditafsirkan)

lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca.34

Hal tersebut merupakan petunjuk yang sengaja diberikan oleh

pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah

kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan, ia

bersifat praktis sebab petunjuk itu dapat ditampilkan atau ditemukan

modelnya dalam kehidupan nyata, sebagaimana model yang ditampilkan

dalam cerita melalui sikap atau tingkah laku tokoh-tokohnya.

33

H. Burhanuddin Salam, Etika Sosial (Asas Moral Dalam Kehidupan Manusia) (Jakarta: PT. Rineke Cipta, 2002), h. 3.

34

(33)

Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca

diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang

disampaikan pengarang. Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai

amanat. Unsur amanat itu, sebenarnya merupakan gagasan yang mendasari

penulisan karya, gagasan yang mendasari diciptakannya karya sastra sebagai

pendukung pesan.

Sebuah novel tentu saja dapat mengandung dan menawarkan pesan

moral yang menyangkut seluruh persoalan hidup dan kehidupan, seperti

persoalan hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia dengan

manusia lain dalam lingkup sosial, termasuk hubungannya dengan

lingkungan alam dan hubungan manusia dengan Tuhannya. Moral dalam

karya sastra, atau hikmah yang diperoleh pembaca melalui karya sastra,

selalu dalam pengertian baik. Dengan demikian, jika dalam sebuah karya

ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh yang kurang terpuji, tidaklah

berarti bahwa pengarang menyarankan kepada pembaca untuk bersikap dan

bertindak seperti diceritakan dalam karya sastra.

Pada dasarnya misi nilai moral yang diterapkan di lingkungan sekolah,

keluarga, dan lingkungan adalah mengajarkan nilai dasar hormat pada diri

sendiri dan orang lain. Dalam buku Pendidikan Karakter Panduan Lengkap:

Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik terdapat nilai-nilai moral yang

harus diajarkan di sekolah dan penulis rangkum menjadi sembilan nilai

dasar moral, yaitu;35

1. Sikap hormat

Sikap hormat berarti menunjukkan penghormatan dan bakti melalui

sikap yang baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilaku.

Nilai ini terbagi menjadi; sikap hormat terhadap diri sendiri, dan sikap

hormat terhadap orang lain. Sikap hormat terhadap diri sendiri menuntut

untuk memperlakukan kehidupan kita sendiri dan manusia lain sebagai

sesuatu yang memiliki nilai yang baik. Sikap hormat pada orang lain

35

(34)

menuntut untuk memperlakukan semua manusia termasuk yang tidak

disukai sebagai sosok yang memiliki harga diri dan hak-hak yang setara

dengan diri kita.36

2. Tanggung jawab

Tanggung jawab merupakan kemampuan untuk menanggung,

menekankan kewajiban-kewajiban positif untuk saling peduli terhadap

satu sama lain.37 Selain itu, melaksanakan kewajiban yang seharusnya

dilakukan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, orang lain, dan lingkungan.

Sikap tanggung jawab sangat penting di tanamkan pada diri seseorang,

dengan adanya sikap tanggung jawab maka seseorang akan lebih

berhati-hati dalam melakukan sesuatu karena segala sesuatu yang dilakukan pasti

memiliki konsekuensi.”38

3. Kejujuran

Kejujuran merupakan sikap yang berkaitan dengan hati nurani

manusia, Heri Gunawan menjelaskan bahwa kejujuran merupakan

perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang

yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan dan tindakan.39 Jadi,

kejujuran adalah suatu kata atau tindakan yang dilakukan sesuai dengan

fakta dan kebenaran.

4. Toleransi

Toleransi merupakan sikap yang adil, obyektif, dan saling

menghargai terhadap semua orang yang memliki perbedaan gagasan, ras

atau keyakinan dengan kita. Toleransi adalah sesuatu yang membuat

dunia menjadi tempat yang aman bagi keberagaman.40

36

Ibid,. h. 62.

37

Ibid,. h. 63.

38

Nurla Isna Aunillah, Panduan menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah, (Jogjakarta: Laksana, 2011), h. 83.

39

Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implemetasi, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 33.

40

(35)

5. Disiplin diri

Disipin merupakan suatu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib

dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.41 Disiplin diri

mengajarkan untuk tidak memperturutkan kehendak hati yang cenderung

melakukan perbuatan merendahkan diri atau kesenangan yang merusak

diri, disiplin diri menuntut kita untuk mengejar hal-hal yang baik.42

Berdasarkan pemaparan tersebut bahwa sikap disiplin pada diri seseorang

akan membuat orang tersebut membatasi diri untuk tidak melakukan

hal-hal yang tidak baik dan melanggar batas norma yang berlaku di

masyarakat maupun agama.

6. Suka menolong

Senang memberikan pertolongan kepada orang lain secara ikhlas,

semangat suka menolong akan menimbulkan kebahagiaan tersendiri di

saat kita bisa melakukan suatu kebaikan.43

7. Berbelas kasih

Berbelas kasih dalam arti ikut merasakan keadaan yang tengah

dialami orang lain.44 Berbelas kasih merupakan sisi empati karena peduli

dengan keadaan orang lain. Rasa empati juga merupakan salah satu kunci

keberhasilan dalam menjalin hubungan antarpribadi dengan memahami

permasalahan dan perasaan orang lain.

8. Kerja sama

Kerja sama merupakan suatu usaha yang dikerjakan secara

bersama-sama untuk mendapatkan tujuan yang telah direncakan. Tujuan kerja

sama akan terjalin dengan adanya sikap saling menghargai. Kerja sama

menunjukkan bahwa dalam dunia yang semakin saling tergantung ini

harus bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, bahkan hal yang

paling mendasar seperti mempertahankan kelangsungan hidup manusia.45

41

Heri Gunawan, op., cit., h.33.

42

Thomas Lickona, op., cit., h. 65.

43

Ibid., h. 65.

44

Ibid., h. 65.

45

(36)

9. Berani

Merupakan sikap percaya diri yang besar dalam menghadapi

kesulitan, bahaya dan sebagainya dengan rasa tidak takut.

Berdasarkan sembilan nilai dasar moral yang telah dipaparkan dapat

disimpulkan bahwa nilai moral dapat menjadi tatanan atau ukuran yang

mengatur tingkah laku, perbuatan, dan kebiasaan manusia yang dianggap baik

atau buruk oleh masyarakat ataupun di lingkungan sekolah. Adanya nilai

moral tersebut berupaya untuk meningkatkan manusia menjadi makhluk

yang berbudaya, berpikir, dan berakhlak.

C.Penelitian yang Relevan

Pada penelitian ini penulis menggunakan novel Pesantren Impian karya

Asma Nadia sebagai objek penelitian. Penulis mencari referensi yang

bersumber dari skripsi dan internet, tetapi sampai saat ini penulis belum

menemukan skripsi, tesis atau disertasi yang menjadikan novel Pesantren

Impian sebagai objek penelitian. Namun, terdapat hasil penelitian yang

menjadikan nilai moral dan karya Asma Nadia lainnya sebagai objek penelitian

dalam skripsi.

Penelitian yang sesuai dengan penelitian sebelumnya, dirumuskan melalui

judul, penulis dan tahun penyusunan, yaitu :

“Nilai Moral dalam novel 5cm dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran

Sastra di Sekolah” 2012 oleh Silvia Ratna Juwita, mahasiswa UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Penulis menggunakan metode kualitatif dengan

pendekatan psikologi sosial yang membahas tentang hubungan antarindividu.

Nilai-nilai moral yang tertulis diantaranya; Jujur, tanggung jawab, disiplin,

visioner, adil, peduli, dan kerja sama.

“Nilai-Nilai Religius dalam Novel Cinta di Ujung Sajadah Karya Asma

Nadia dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMA” 2013 oleh

Anggi Mutiara Mardika, mahasiswa Universitas Pancasakti Tegal. Adapun

objek kajian penelitian ini adalah nilai-nilai religius yang terkandung dalam

(37)

dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif, data dalam penelitian

ini berupa data yang berwujud kata, kalimat, dan ungkapan yang terdapat di

dalam novel Cinta di Ujung Sajadah. Teknik pengumpulan data dalam

penelitian ini menggunakan teknik observasi dan studi pustaka, nilai-nilai

religius yang menajdi objek penelitian terdiri dari penyerahan diri dan taat

terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kehidupan yang penuh kemuliaan, perasaan

batin yang ada hubungannya dengan Tuhan, perasaan batin yang ada

hubungannya dengan rasa berdoa, dan pengakuan akan kebesaran Tuhan.

“Aspek Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Cinta di Ujung Sajadah

karya Asma Nadia: Tinjauan Psikologi Sastra” 2013 oleh Ika Putri Adiyanti,

mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta. Metode penelitian yang

digunakan untuk mengkaji novel Cinta di Ujung Sajadah karya Asma Nadia

adalah metode deskriptif kualitatif dengan strategi kasus terperancang. Hasil

analisis kepribadian tokoh utama dengan tinjauan psikologi sastra meliputi

struktur kepribadian, dinamika kepribadian, serta kecemasan. Struktur

kepribadian dalam penelitian ini mencangkup das es (aspek biologis), das ich

(aspek psikologis), dan das ueber ich (aspek sosiologis). Dinamika kepribadian

dalam penelitian ini mencangkup instink hidup dan instink mati, sedangkan

kecemasan mencangkup kecemasan moral dan kecemasan realistis.

“Analisis Struktural dan Kajian Religiutas Tokoh Dalam Novel Rumah

Tanpa Jendela karya Asma Nadia” 2013 oleh Kusumaning Dwi Susanti,

mahasiswa Universitas Diponegoro. Penelitian ini menggunakan metode

deskripsi kualitatif, metode ini digunakan untuk memaparkan hasil dari

penelitian, struktur novel mulai dari tokoh, penokohan, alur pengaluran dan

latar. Mendeskripsikan unsur religiusitas yang terdiri dari dimensi kepercayaan,

praktis, pengalaman, pengetahuan, dan etis.

Pada penelitian ini terdapat perbedaan dengan penelitian-penelitian

sebelumnya, dari segi objek penelitian penulis menggunakan novel Pesantren

Impian cetakan pertama Juli 2014 karya Asma Nadia. Penulis menggunakan

metode kualitatif untuk menemukan dan menganalisis data yang berkaitan

(38)

pada nilai moral berdasarkan pemaparan Thomas Lickona yang terbagi

menjadi; sikap hormat, tanggung jawab, kejujuran, toleransi, disiplin diri, suka

menolong, berbelas kasih, kerja sama dan berani. Adapun pada penelitian ini

penulis menggunakan pendekatan objektif untuk menemukan unsur-unsur

(39)

28

BAB III

TINJAUAN NOVEL PESANTREN IMPIAN

A.Profil Asma Nadia

Asma Nadia adalah nama pena dari Asmarani Rosalba, lahir pada 26

Maret 1972 di Jakarta. Anak dari pasangan Amin Usman dan Maria Eri Susanti

masuk ke dunia tulis menulis ketika menciptakan lagu di sekolah dasar. Asma

Nadia aktif menulis dan mempublikasikan karyanya setelah ia lulus dari SMA

1 Budi Utomo Jakarta dan sasarannya adalah majalah keislaman, yaitu majalah

Annida. Setelah lulus dari SMA 1 Budi Utomo, lalu ia melanjutkan kuliah di

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Asma Nadia menikah

dengan Isa Alamsyah seorang penulis buku motivasi yang berjudul No Excuse

dan dari pernikahannya Asma Nadia memiliki dua anak, yaitu Putri Salsabila

dan Adam Putra Firdaus. Saat ini Asma Nadia masuk dalam penulis „best

seller’ wanita Indonesia, Asma Nadia juga aktif menulis lirik lagu sebagian

lirik lagunya dapat ditemukan di album Bestari I (1996), Bestari II (1997), dan

Bestari III (2003), Snada The Prestation, Air Mata Bosnia, Cinta Illahi, dan

Kaca Diri. Selain itu, Asma Nadia dikenal sebagai ketua Forum Lingkar Pena

yaitu sebuah forum kepenulisan dengan identitas Islam yang memiliki tujuan

mendidik dan memberikan pencerahan kepada pembaca melalui tulisan.1

Asma Nadia dikenal sebagai penulis yang peduli terhadap buku-buku

yang dapat dimanfaatkan untuk anak-anak yang kurang mampu. Hal tersebut

dibuktikan dengan menyumbangkan hasil royalti dari buku-buku yang telah

ditulisnya untuk mengembangkan Rumah Baca Asma Nadia sebuah

perpustakaan dan tempat mengasah kreativitas bagi anak dan remaja kurang

mampu. Asma Nadia juga memanfaatkan kemajuan teknologi dalam upayanya

menyemangati kaum perempuan untuk membaca melalui milisnya

pembacaasmanadia@yahoogroups.com. Berawal dari milisnya tersebut lahirlah

kelompok buku AsmaNadia (KBA) di berbagai kota di tanah air, sebagai

1

(40)

kegiatan alternatif yang setiap bulannya para anggota berkumpul dan

berdiskusi tentang buku yang telah mereka baca.2

Adik dari penulis Helvy Tiana Rosa ini menjadi satu dari 35 penulis dari

31 negara yang diundang untuk menjadi penulis tamu dalam International

Writing Program di Lowa, ia sempat berbagi tentang Indonesia dan proses

kreatifnya dalam menulis dengan pelajar dan mahasiswa serta senior citizen di

Amerika. Beberapa kali diundang untuk menghadiri acara kepenulisan di

Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Di tahun 2006 ia didaulat

menjadi salah satu dari dua sastrawan muda Indonesia yang diundang untuk

tinggal oleh pemerintah Korea Selatan selama enam bulan. Asma Nadia juga

pernah menjadi pembicara pada forum Seoul Young Writers Festival di Korea

Selatan, memberikan workshop kepenulisan kepada pelajar Indonesia di Mesir,

Swiss, Inggris, Jerman, Roma (Italia) dan Vatikan, buruh migran di Hongkong

dan Malaysia. Di dalam negeri, ia sering diundang untuk menjadi pembicara di

berbagai universitas ternama di Indonesia, seperti UI, ITB, UNPAD, UGM,

IPB, Unsyiah, Universitas Brawijaya, dan perguruan tinggi ternama lainnya.

Asma Nadia memiliki keinginan yang kuat untuk tetap menulis dan

berkarya, ia pun banyak mendapat berbagai penghargaan dan hadiah sastra

hasil dari karya-karyanya. Pada Maret 2010, Republika menobatkan Asma

Nadia sebagai salah satu tokoh Perubahan Republika yang menyuarakan

semangat keislamannya melalui novel-novel karangannya. Sebuah cerpennya

yang berjudul Ilmut dan Koran Gondrong pernah memenangi juara I Lomba

Menulis Cerita Pendek Islami (LMCPI) tingkat nasional yang diadakan

Majalah Annida 1994.

Penghargaan lainnya, seperti Rembulan di Mata Ibu meraih Adikarya

IKAPI untuk kategori Buku Remaja Terbaik I tahun 2001, 2002, dan 2005.

Tahun 2003 Asma Nadia menjadi pengarang Fiksi Remaja Terbaik dari Mizan

Award, dua cerpennya masuk dalam antologi kumpulan cerpen terbaik majalah

Annida; Merajut Cahaya (Pustaka Annida). Selain hadiah dan penghargaan

2

(41)

sastra atas karya fiksinya Asma Nadia juga pernah mengikuti Pertemuan

Sastrawan Nusantara XI di Brunei Darussalam, workshop kepenulisan novel

yang diadakan Majelis Sastra Asia Tenggara (MASTERA), serta novelis IBF

terbaik lewat novelnya Istana Kedua (2008).

Tahun 2011, salah satu karya Asma Nadia, Sakina Bersamamu terpilih

sebagai fiksi terfavorit oleh Anugerah Pembaca Indonesia, Goodreads

Indonesia. Pada tahun yang sama Tupperware She Can memberikan

penghargaan terhadap Asma Nadia sebagai salah satu perempuan Indonesia

paling inspiratif. Harian Republika memberikan anugerah pada Asma Nadia

sebagai Tokoh Perubahan 2010 kepada penulis produktif yang telah menulis 49

buku, Sementara IKAPI menyematkan penghargaan sebagai Tokoh Perbukuan

Islam di tahun 2011. Asma Nadia juga masuk dalam daftar The 500 most

Influential Muslim di dunia tahun 2012.

Beberapa karya Asma Nadia telah difilmkan, diantaranya Emak Ingin Naik

Haji yang telah difilmkan oleh Aditya Gumay (film ini meraih lima

penghargaan di Festival Bandung, salah satunya sebagai Film Terpuji), Rumah

Tanpa Jendela, dan 17 Catatan Hati Ummi (judul filmnya Ummi Aminah).

Selain itu Asma Nadia juga menulis skenario: Pintu Surga (seri Ramadhan di

Trans TV) dan Anak Matahari (SCTV). Sementara Catatan Hati Seorang Istri

telah di sinetronkan oleh RCTI dengan judul Catatan Hati Seorang Istri sejak

Juni 2014-dibintangi oleh Dewi Sandra.3

Karya-karya Asma Nadia; Aisyah Putri 1 : Operasi Milenia (2000),

Serenade Biru Dinda (2000), Hari-Hari Cinta Tiara (2000), Pesantren Im

Referensi

Dokumen terkait

sastra Feminis terhadap novel “Istana Kedua” karya Asma Nadia tentang nilai -nilai feminis gambaran tokoh perempuan yang kuat, mandiri, keras, tegas, cerdas, dan

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan struktur novel Rumah Tanpa Jendela karya Asma Nadia, (2) nilai-nilai pendidikan dalam novel Rumah Tanpa Jendela

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dialektik, yaitu dengan menganalisis unsur pembangun novel, menganalisis nilai moral tinjauan sosiologi

Perumusan masalah penelitian ini adalah unsur intrinsik dan nilai-nilai moral apa sajakah yang terdapat dalam novel Catatan Hati Seorang Istri karya Asma

Berdasarkan hasil analisis dan kajian terhadap novel Assalamualaikum Beijing karya Asma Nadia, maka dapat disimpulkan multikulturalisme adalah istilah yang

Dari hasil analisis novel Assalamualaikum Beijing karya Asma Nadia dengan menggunakan sosiologi sastra Wellek dan Warren maka dapat disimpulkan bahwa terdapat 30% data

Peneliti menggunakan metode analisis isi kualitatif dengan pendekatan secara objektif berdasarkan pemahaman terhadap teks karya sastra (novel) untuk menemukan

Faktor yang Mempengaruhi Aspek Kepribadian Tokoh dalam Novel “Bidadari Berbisik” Karya Asma Nadia Ditinjau dari Pendekatan Psikologi Sastra Dalam novel “Bidadari Berbisik” karya