Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Widiyowati Tria Rani Astuti
1111013000077
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh:
Widivowati Tria Rani Astuti NIM. 1111013000077
NIP. 19841126 201503 2 007
JURUSAN
PENDIDIKA}I
BATIASA DAN SASTRA INDONBSIAFAKULTAS ILMU
TARBIYAH
DAN KEGURUANUNIVERSITAS
ISLAM
NEGERI (UIN)SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
20LsTRIA RANI ASTUTI Nomor Induk Mahasiswa 1111013000077, diajukan kepada
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dan telahdinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 12 Oktober 2015 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Jakarta, Oktober 2015 Panitia Uj ian Munaqasah
Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi)
Makyun Sutruki, M. Hum. NrP. 19800305 200901 1 015
Sekretaris ( Sekretaris Jurusan/Prodi)
Dona Aii Kurnia Putra, M.A. NIP. 19840409 201101
I
015Penguji I
Rosida Erowati. M. Hum. NIP. 19771030 200801 2 009
Penguji II
Ahmad Bahtiar. M. Hum. NrP. 19760118 200912 1 002
Tanggal
Tanda Tangan,1
ok\ow
aortar
O*okr
aou23
OFbber rDtZt
0h{ebotr^l
il(:
.t q
;
+. t-..h+. ]
. I 1r-r rt' t&-:*\ fLit.'ff-' ic-l
[. .rru ] i--eir5 I I I r.i,r
-</." lE"
*
l-'1vt"
tr\
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama
Tempat/Tgl.Lahir
NIM
Jurusan / Prodi Judul Skripsi
WIDIYOWATI TRIA RANI ASTUTI Jakarta,09 Juli 1993
n1r0r3000077
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
NILAI MORAL DALAM NOVEL PESA]{TREN IMPIAN KARYA ASMA NADIA DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH
Dosen Pembimbing : 1. Novi Diah Haryanti, M.Hum.
dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri
dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.
Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.
Jakarta,06 Oktober 201 5
Mahasiswa Ybs.
Widi),owati Tria Rani. A NrM. 1111013000077
1
i
Novel Pesantren Impian Karya Asma Nadia dan Implikasinya Terhadap
Pembelajaran Sastra di Sekolah”, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Dosen Pembimbing: Novi Diah Haryanti, M. Hum.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai moral yang terdapat dalam
novel Pesantren Impiankarya Asma Nadia yang diharapkan dapat dijadikan sebagai
bahan pembelajaran di sekolah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan objektif yang menitikberatkan kajiannya pada karya sastra dan pendekatan pragmatik untuk memahami nilai moral yang terdapat dalam novel. Berdasarkan temuan dan hasil analisis yang dilakukan terhadap novel
ini, diketahui bahwa novel Pesantren Impian memuat nilai moral melalui interaksi
maupun tingkah laku dari setiap tokoh yang ada. Nilai moral tersebut meliputi: sikap hormat, tanggung jawab, kejujuran, toleransi, disiplin diri, suka menolong, berbelas kasih, kerja sama, dan berani. Mengenai implikasinya terhadap pembelajaran sastra di sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan menambah pengetahuan siswa tentang nilai moral untuk kehidupan sehari-hari mereka.
i
the Pesantren Impian Novel by Asma Nadia and Its Implications for Learning
Literature in school”, Departement of Education Indonesia Language, Faculty of Science dan Teaching Tarbiyah, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. Supervisor: Novi Diah Haryanti, M. Hum.
The research aims to find out moral values in the Pesantren Impian Novel by
Asma Nadia which is expected to be used as lessons learned at school. The method used in this research is qualitative method through objective approach that focused on the literary work and pragmatic approach to understand of the moral value in the novel. Based on the findings and the result analysis done in the novel, it is known that
Pesantren Impian novel contains moral values through interaction and behavior of
every figures. Moral values included: respect gesture, responsibility, honesty, tolerance, self discipline, helpful, empathy, cooperation, and courage. Furthermore, for the implications to literature learning at school, the result of this research is
expected to provide benefits and increase students’ knowledge of moral values in
their daily life.
Key words: Moral Value, Pesantren Impian Novel, Asma Nadia, Literature
iii
Swt. atas rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Nilai Moral dalam Novel Pesantren Impian Karya Asma Nadia dan
Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah”. Salawat dan salam
senantiasa tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad saw. semoga syafaatnya
selalu menyertai kita semua hingga akhir zaman.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis tidak luput dari berbagai hambatan dan
rintangan. Skripsi ini pun tidak lepas dari banyak kekurangan dan kekeliruan namun
penulis berusaha untuk menyajikan skripsi yang terbaik. Tanpa bantuan dan peran
berbagai pihak, skripsi ini tidak mungkin terwujud. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
2. Makyun Subuki, M. Hum. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan dosen penasihat yang telah
memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,
3. Dona Aji Kurnia Putra, MA. selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan
dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini,
4. Novi Diah Haryanti, M. Hum. selaku dosen pembimbing skripsi yang sangat
membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas arahan, bimbingan,
dan kesabaran serta waktu luang Ibu selama ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini,
5. Ayahanda Surani dan Ibunda Kartini tercinta yang selalu memberikan doa restu
iii
Aline Safitri, Cris Hartini, dan Rizky Bintang Saputri yang selalu memberikan
doa dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini,
7. Hardiyani Windari, Amanah Ari Rachmanita, Aminah Ratna Ningsih, Rifqi
Faizah, dan Silviani Marlinda. Mereka adalah sahabat seperjuangan penulis yang
selalu memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini,
8. Teman-teman seperjuangan angkatan 2011 Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, khususnya kelas C. Terima kasih atas pengalaman dan
pembelajaran berharga yang penulis dapatkan selama ini.
9. Teman-teman PPKT SMP Negeri 10 Ciputat, angkatan Februari-Juni 2015, Dwi
Ratnasari, Tuti Annisa, Aristiana Indah Kumalasari, Tiara Ayu Hurul’Ain, dan
Ayatika Adawiyah.
10.Murid-murid SMP Negeri 10 Ciputat, khususnya kelas VII-2, VII-3, dan VII-4
yang telah memberikan doa, semangat, dan kenangan kepada penulis.
11.Serta berbagai pihak yang tidak dapat disebukan satu persatu.
Semoga semua bantuan, dukungan, dan partisipasi yang diberikan kepada
penulis, mendapat pahala yang berlipat ganda dari Allah Swt. Amin.
Jakarta, September 2015
vi
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING
LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
ABSTRAK . ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1
B.Identifikasi Masalah ... 5
C.Pembatasan Masalah ... 5
D.Perumusan Masalah ... 6
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
F. Manfaat Penulisan ... 6
G.Metode Penelitian ... 7
BAB II KAJIAN TEORETIS A.Hakikat Novel ... 10
1. Pengertian Novel ... 10
2. Unsur-Unsur Novel ... 10
B.Hakikat Nilai Moral ... 19
C.Penelitian Relevan ... 25
BAB III TINJAUAN NOVEL PESANTREN IMPIAN A.Profil Asma Nadia... 28
B.Gambaran Umum Novel ... 31
vi
2. Tokoh dan Penokohan ... 39
3. Plot ... 50
4. Latar ... 60
5. Sudut Pandang ... 69
6. Gaya Bahasa ... 70
7. Amanat ... 71
B.Analisis Nilai Moral dalam Novel Pesantren Impian... 72
C.Implikasi Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah ... 87
BAB V PENUTUP A.Simpulan .. ... 90
B.Saran ... 91
DAFTAR PUSTAKA
vii
Lampiran 2 Transkip Wawancara
Lampiran 3 Bukti Wawancara
Lampiran 4 Surat Bimbingan Skripsi
1
Karya sastra pada umumnya berisikan tentang permasalahan yang
melengkapi kehidupan manusia. Karya sastra memiliki dunia yang merupakan
hasil dari pengamatan terhadap kehidupan yang diciptakan oleh pengarang baik
berupa novel, puisi, maupun drama yang berguna untuk dinikmati, dipahami
dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, dalam setiap karya sastra
yang dibaca atau dilihat pasti mengandung nilai-nilai pendidikan yang dapat
dijadikan pengetahuan dan pembelajaran.
Seorang pengarang dalam menciptakan sebuah karya sastra memadukan
antara fiksi dan fakta dalam karyanya. Kata fiksi mempunyai makna khayalan,
impian, jenis karya sastra yang tidak berdasarkan kenyataan. Pengarang
menggunakan imajinasinya untuk mendapatkan ide atau gagasan sebagai
bagian dari karya sastranya. Pengarang memperlakukan fakta atau kenyataan
yang digunakan sebagai bahan mentah karya sastranya dengan cara meniru,
memperbaiki, menambah atau menggabung-gabungkan kenyataan yang ada
untuk dimasukkan ke dalam karya sastra.
Novel termasuk karya sastra yang banyak digemari masyarakat dan
memiliki nilai pendidikan untuk kehidupan manusia dalam setiap ceritanya.
Sebagai pembaca seseorang harus dapat memahami nilai yang sebenarnya
ingin disampaikan dari novel tersebut kepada para pembaca dan bukan hanya
sebagai bacaan yang menghibur semata. Dalam karya sastranya pengarang
mencoba menggambarkan atau menceritakan peristiwa yang pernah terjadi
melalui cerita yang dibuatnya ataupun ungkapan dari keadaan jiwa dan emosi
pengarang, sehingga memiliki nilai dan isi tersendiri yang ingin disampaikan
pada saat itu.
Novel merupakan bahasa komunikasi antara pengarang dan pembacanya,
komunikasi akan berjalan dengan baik apabila pembaca dapat menentukan
novel dapat dimanfaatkan sebagai media pendidikan yang dapat diterapkan di
sekolah.
Novel Pesantren Impian karya Asma Nadia bercerita tentang remaja yang
memiliki riwayat kejahatan atau pengalaman kurang baik di masa lalu mereka,
remaja tersebut menjalani rehabilitasi di sebuah pesantren yang dinamakan
Pesantren Impian. Sebuah pesantren yang bisa menjadi pusat rehabilitasi bagi
anak-anak muda yang bermasalah dan mendapatkan ketenangan dengan lebih
mendekatkan diri kepada sang Pencipta, selain itu novel Pesantren Impian juga
menggambarkan tekad tokoh dalam cerita untuk menjadi pribadi yang lebih
baik selama menjalani masa rehabilitasi. Cerita di dalam novel Pesantren
Impian memiliki pesan untuk pembaca dan menyimpan nilai-nilai pendidikan
yang bermanfaat bagi kehidupan. Nilai-nilai tersebut dapat berupa nilai moral,
nilai agama, dan sebagainya.
Novel Pesantren Impian merupakan salah satu karya Asma Nadia yang
pertama kali terbit pada tahun 2000, lalu novel Pesantren Impian mengalami
pengeditan yang diterbitkan kembali pada Juli 2014. Novel Pesantren Impian
yang menjadi objek penelitian penulis adalah novel yang telah diedit dan
diterbitkan kembali pada tahun 2014. Novel Pesantren Impian memperlihatkan
permasalahan penyimpangan pergaulan remaja dan secara tersirat dari isi novel
Asma Nadia ingin menyampaikan pesan kepada pembaca supaya tidak
melakukan kesalahan atau pergaulan seperti cerita yang ia tuangkan dalam
novel Pesantren Impian. Selain itu, Asma Nadia memperlihatkan permasalahan
kehidupan manusia dengan Tuhan, selama dalam rehabilitasi para remaja
diajarkan untuk melaksanakan kewajibannya dalam beragama. Novel
Pesantren Impian mengajarkan tentang pesan-pesan moral agama khususnya
agama Islam.
Dalam novel karya Asma Nadia yang berjudul Pesantren Impian penulis
ingin mencari nilai yang terkandung dalam novel tersebut, nilai yang akan
penulis kaji adalah nilai moral yang terdapat dalam novel Pesantren Impian
Dalam cerita nilai moral merupakan nilai yang berkaitan dengan
akhlak/budi pekerti atau etika, karya sastra (novel) dapat menjadi suatu
medium yang efektif dalam membina moral dan kepribadian pembaca. Dalam
konteks pendidikan dapat diartikan terdapat hubungan yang erat antara
pengajaran sastra dengan pembentukan moral. Melalui karya sastra siswa dapat
melakukan olah rasa, batin dan budi pekerti sehingga secara tidak langsung
memiliki perilaku dan kebiasaan yang positif melalui proses apresiasi karya
sastra.
Apabila dikaitkan dengan pendidikan, nilai moral merupakan bagian dari
pendidikan karakter yang sebaiknya diajarkan melalui berbagai tindakan
praktik dalam proses pembelajaran karena dalam proses pembelajaran juga
terdapat adanya proses mendidik. Mendidik dalam arti menanamkan
kepribadian dan karakter yang bertujuan untuk menjadikan pribadi yang lebih
baik karena moral yang baik akan menghasilkan kepribadian yang baik pula.
Pengarang dalam karyanya sudah pasti memiliki nilai yang ingin
disampaikan kepada pembaca sebagai makna dalam sebuah karya sastra yang
dapat dilakukan melalui pemaparan cerita, salah satunya adalah nilai moral.
Seperti novel Pesantren Impian Asma Nadia ingin menyampaikan pesan
kehidupan yang bermanfaat bagi pembacanya. Novel ini memiliki pesan yang
sangat baik untuk para pembacanya karena di dalam cerita mengisahkan
tentang tekad dan usaha tokoh dalam cerita untuk mengubah sikap diri dan
tingkah laku untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Sebagai lembaga pendidikan, sekolah sudah seharusnya memberikan
pembelajaran moral kepada para siswa yang menjadi bagian dari seluruh
aktivitas sekolah terutama pembelajaran di kelas. Pembelajaran moral tersebut
dapat dilakukan dengan memberikan pembinaan melalui pembelajaran karya
sastra. Novel selain menjadi bahasa komunikasi antara pengarang dan
pembaca, novel juga dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran yang
diterapkan di sekolah.
Selama ini pembelajaran sastra di sekolah kebanyakan guru hanya
digunakan sebagai panduan di kelas. Padahal dengan menggunakan karya
sastra (novel) yang diketahui siswa atau novel terbaru yang sedang banyak
dibicarakan masyarakat sebagai media pembelajaran di sekolah dapat
meningkatkan minat membaca siswa karena siswa dapat merasa tertarik untuk
mempelajarinya, tetapi hal yang terpenting adalah novel yang digunakan harus
disesuaikan dengan usia siswa dan memiliki tema yang mendidik. Bukan suatu
hal yang baru siswa terkadang merasa jenuh ketika pembelajaran membaca
sastra, karena siswa diminta untuk banyak membaca. Hal tersebut dapat
disebabkan karena rendahnya minat siswa dalam membaca terlebih dalam
pembacaan novel. Oleh karena itu, guru harus berperan aktif untuk menarik
perhatian dan minat membaca siswa, salah satunya guru harus pandai memilih
bahan ajar yang digunakan untuk pembelajaran di kelas.
Pada hakikatnya pembelajaran sastra ialah dengan memperkenalkan
kepada siswa nilai-nilai yang terkandung di dalam karya sastra dan mengajak
siswa untuk memahami serta menghayati pengalaman yang terdapat di dalam
cerita melalui penjelasan unsur instrinsik dan ekstrinsik dalam karya sastra.
Secara khusus pembelajaran sastra bertujuan untuk mengembangkan minat
baca dan kepekaan siswa terhadap nilai moral, nilai sosial, nilai keagamaan
yang tercermin dalam karya sastra tersebut.
Karya sastra berupa novel memiliki nilai yang sangat strategis karena
penuh dengan nilai-nilai kehidupan. Melalui konflik dan tokoh-tokohnya, siswa
akan belajar tentang kehidupan dan belajar menyikapi setiap permasalahan
dalam kehidupan. Selain itu, karya sastra dapat menumbuhkan imajinasi yang
dapat menjadi instrumen hebat dalam menciptakan karakter pembacanya dan
memperkaya kehidupan pembacanya melalui pencerahan pengalaman dan
masalah pribadi. Imajinasi yang baik akan mendorong siswa untuk menyenangi
dan membiasakan dirinya berprilaku baik.
Pada novel Pesantren Impian berisi cerita yang baik dan menarik yang
turut memberikan pengaruh dan peranan dalam pembentukan watak, prilaku,
dan kepribadian siswa. Isi cerita dalam novel Pesantren Impian diharapkan
kuat untuk mengubah diri menjadi pribadi yang lebih baik seperti tokoh dalam
cerita tersebut. Sampai saat ini penulis belum menemukan skripsi atau
penelitian lainnya yang menjadikan novel Pesantren Impian sebagai objek
penelitian. Oleh karena itu, penulis ingin mengkaji novel Pesantren Impian
dengan tujuan untuk menganalisis nilai moral yang terdapat dalam novel
tersebut.
Dari pemaparan di atas, diharapkan dengan adanya pembelajaran sastra di
sekolah turut berpengaruh dalam pembentukan kepribadian siswa dan dapat
meningkatkan minat membaca siswa. Sehingga secara tidak langsung melalui
proses apresiasi sastra siswa memiliki perilaku dan kebiasaan yang positif.
Selain itu, melalui proses apresiasi sastra dapat melatih keempat aspek
keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) dan
menambah pengetahuan tentang pengalaman hidup manusia: adat istiadat,
agama, dan kebudayaan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis akan mengkaji aspek moral
yang terdapat di dalam novel Pesantren Impian karya Asma Nadia. Maka
penulis mengangkat judul skripsi: “Nilai Moral dalam Novel Pesantren
Impian karya Asma Nadia dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran
Sastra di Sekolah”
B.Identifikasi Masalah
1. Belum adanya analisis novel Pesantren Impian karya Asma Nadia terkait
nilai moral yang terkandung dalam novel tersebut.
2. Kurangnya bahan pembelajaran sastra Indonesia di sekolah.
3. Kurangnya minat siswa dalam membaca.
C.Pembatasan Masalah
Berdasarkan masalah yang teridentifikasi, maka permasalahan pada
penelitian ini akan dibatasi pada “Nilai Moral dalam Novel Pesantren Impian
karya Asma Nadia dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di
D.Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah
seperti yang telah diuraikan, maka masalah dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut;
1. Bagaimana nilai moral yang tergambarkan dalam novel Pesantren Impian
karya Asma Nadia?
2. Bagaimana implikasi nilai moral dalam novel Pesantren Impian karya Asma
Nadia terhadap pembelajaran sastra di sekolah?
E.Tujuan Penulisan
Dengan adanya penelitian ini diharapkan;
1. Mendeskripsikan nilai moral yang terdapat dalam novel Pesantren Impian
karya Asma Nadia.
2. Mendeskripsikan implikasi nilai moral dalam novel Pesantren Impian karya
Asma Nadia terhadap pembelajaran sastra di sekolah.
F. Manfaat Penulisan
1. Manfaat secara teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengembangan ilmu
pengetahuan studi sastra Indonesia mengenai analisis novel khususnya
dalam pembelajaran sastra di sekolah.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat membantu pembaca untuk lebih
memahami isi cerita dan memberi gambaran mengenai nilai moral yang
terkandung dalam novel Pesantren Impian karya Asma Nadia serta
implikasi nilai moral yang terdapat dalam novel Pesantren Impian pada
G.Metode Penelitian
1. Objek dan Waktu Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah teks novel Pesantren Impian karya
Asma Nadia. Fokus dalam penelitian ini adalah nilai moral yang terkandung
dalam novel Pesantren Impian. Pada penelitian ini penulis menggunakan
novel cetakan pertama, Juli 2014 yang diterbitkan oleh Asma Nadia
Publishing House, Jakarta. Waktu penelitian dimulai sejak Januari sampai
dengan September 2015.
2. Metode Pembahasan
Ditinjau dari objek penelitian yang mengarah pada nilai moral yang
terkandung dalam novel Pesantren Impian penulis menggunakan metode
kualitatif.
“Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang diamati.”1
Metode kualitatif sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak
diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya yang akan
menghasilkan data deskriptif berupa tulisan yang diamati, data yang
dideskripsikan terlebih dahulu dengan maksud untuk menemukan
unsur-unsur instrinsik dan ekstrinsik dalam novel serta menemukan data-data yang
berkaitan dengan nilai moral dalam novel Pesantren Impian. Dalam
penelitian kualitatif dapat dilakukan melalui wawancara, pengamatan dan
pemanfaat dokumen.
Sesuai dengan namanya, penelitian kualitatif mempertahankan hakikat nilai-nilai. Oleh karena itu, penelitian kualitatif dipertentangkan dengan penelitian kuantitaif yang bersifat bebas nilai. Dalam ilmu sosial sumber datanya adalah masyarakat, data penelitiannya adalah tindakan-tindakan, sedangkan ilmu sastra sumber datanya adalah karya, naskah, data penelitiannya sebagai data formal adalah kata-kata, kalimat, dan
wacana.2
1
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 4.
2
Untuk menunjang penelitian ini, maka diperlukan teori ilmiah yang
relevan dengan objek penelitian. Dalam hal ini, teori ilmiah tersebut
digunakan sebagai pendekatan sekaligus sebagai model dalam penelitian
novel.
Pendekatan merupakan alat untuk memahami realita atau fenomena
sebelum dilakukan kegiatan analisis atas sebuah karya. Seorang analis atau
pembaca kritis harus mampu menerjemahkan pengalaman atau realita yang
ia dapatkan melalui kegiatan membaca sebuah karya ke dalam bedah
analisis yang rasional dengan merujuk kepada pendekatan tertentu.3
Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan objektif dan
pendekatan pragmatik. Wahyudi Siswanto mengemukakan bahwa
pendekatan objektif adalah pendekatan yang menitikberatkan kajiannya
pada karya sastra.4 Mengkaji karya sastra dengan pendekatan objektif
memusatkan perhatian semata-mata pada unsur-unsur yang dikenal dengan
unsur instrinsik, sedangkan pendekatan pragmatik adalah pendekatan kajian
sastra yang menitikberatkan kajiannya terhadap peranan pembaca dalam
menerima, memahami, dan menghayati karya sastra.5
Pendekatan objektif dalam penelitian ini, misalnya yang dicari adalah
unsur-unsur novel; tema, tokoh dan penokohan, plot, latar, sudut pandang,
dan sebagainya. Melalui pendekatan objektif, unsur-unsur instrinsik karya
akan dieksploitasi semaksimal mungkin, sedang pendekatan pragmatik
dalam penelitian ini untuk mengkaji dan memahami nilai moral yang
terdapat dalam novel.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik catat karena data-datanya berupa teks. Pada penelitian ini penulis
melakukan penelitian melalui pengamatan pada novel Pesantren Impian
3
Siswantoro, Metode Penelitian Sastra Analisis Struktur Puisi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 48.
4
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 181-183. 5
karya Asma Nadia untuk membuktikan adanya nilai moral yang terdapat di
dalam novel tersebut.
Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data adalah sebagai
berikut: membaca novel Pesantren Impian karya Asma Nadia secara
berulang-ulang dari awal sampai akhir untuk memperoleh makna
keseluruhan, dan mencatat kalimat–kalimat atau bagian-bagian yang
termasuk ke dalam nilai moral.
4. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan
data ke dalam kategori, dan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema
tertentu yang menjadi bahan kajian penulis. Analisis novel merupakan suatu
cara untuk memahami makna yang terkandung di dalam novel dengan
menelaah dan menguraikan kutipan cerita dari novel, sehingga dapat
diperoleh suatu pemahaman dan kesimpulan yang relevan.
Setelah pengumpulan data, langkah selanjutnya adalah menganalisis
data dengan mengutip teks cerita yaitu mengklasifikasikan dan
menginterpretasikan tema tertentu yang sudah penulis pilih pada bab-bab
yang mengandung nilai moral pada novel Pesantren Impian karya Asma
10
1. Pengertian Novel
Novel merupakan salah satu karya sastra imajinatif atau rekaan tetapi
ada pula novel yang diciptakan berlatar dari realita atau pengalaman di masa
lalu yang dituangkan oleh pengarang. Novel sebagai sebuah karya imajinatif
atau menceritakan tentang fiksi menawarkan berbagai permasalahan
manusia dan kehidupan. Fiksi juga menceritakan berbagai masalah
kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama
interaksinya dengan diri sendiri, serta interaksinya dengan Tuhan.
Pengarang menghayati berbagai permasalahan tersebut dengan penuh
kesungguhan yang kemudian diungkapkannya kembali melalui sarana fiksi
yang sesuai dengan pandangannya.
Sastra yang dianggap fiksi pada hakikatnya adalah fakta, karya-karya
itu lahir didasarkan atas keasadaran pengarang dalam melihat realitas
masyarakatnya.
“Dengan munculnya karya-karya seperti itu, misal Laskar Pelangi
yang bercerita tentang realitas pendidikan di pulau terpencil, pemerintah ikut campur tangan dalam membenahi fasilitas pendidikan. Dari kesadaran sejarah ini, masyarakat disadarkan tehadap kondisi atau
realitas yang saat ini sedang berproses.”1
Ciri khas novel adalah kemampuannya menyampaikan permasalahan
yang kompleks secara penuh, namun perlu diketahui bahwa dunia
kesastraan terdapat suatu bentuk karya sastra yang mendasarakan diri pada
fakta. Wellek & Warren dalam Nurgiyantoro mengemukakan, bahwa
realitas dalam karya fiksi merupakan ilusi kenyataan dan kesan yang
meyakinkan yang ditampilkan, namun tidak selalu merupakan kenyataan
sehari-hari.2
1
Dwi Susanto S.S., M.Hum., Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: CAPS, 2012), h. 45.
2
Kata novel berasal dari bahasa Latin novellus. Sebutan novel dalam
bahasa Inggris dan inilah yang kemudian masuk ke Indonesia, sedangkan
dari bahasa Italia novella (yang dalam bahasa Jerman: novelle).3
Ensiklopedia Americana mendefinisikan novel sebagai cerita dalam bentuk
prosa yang agak panjang dan meninjau kehidupan sehari-hari.4 Berdasarkan
definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya novel
adalah cerita dan aspek terpenting novel adalah menyampaikan cerita.
“A novel is „a fictitious prose narrative or tale of considerable length (now usually one long enough to fill one or more volumes) in which characters and action representative of the real life of past or
present times are portrayed in a plot of more or less complexity.”5
Dalam arti luas novel adalah cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang
luas. Ukuran yang luas di sini dapat berarti cerita dengan plot (alur) yang
kompleks, karakter yang banyak, tema yang kompleks, suasana cerita yang
beragam, dan setting cerita yang beragam pula.6
2. Unsur-unsur Novel
Novel dibangun oleh unsur-unsur pembangun, yaitu unsur instrinsik
dan ekstrinsik. Pada umumnya, para ahli membagi unsur instrinsik prosa
rekaan atas tema, tokoh, penokohan, alur (plot), latar cerita (setting), sudut
pandang, gaya bahasa, dan amanat.7
1. Tema
Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita. Aminuddin dalam
Wahyudi Siswanto mengemukakan bahwa tema merupakan kaitan
hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa rekaan oleh
pengarangnya.8 Pengertian lainnya, dalam novel tema merupakan
3
Burhan Nurgiyantoro, op., cit., h. 9.
4
Endah Tri Priyatni, Membaca sastra Dengan Ancangan Literasi Kritis, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), h. 124.
5
Jeremy Hawthorn, Studying the Novel An: Introduction, (USA: Great Britain, 1985), h. 1.
6
Jakob Sumardjo dan Saini K.M, Apresiasi Kesusastraan, (Jakarta: PT Gramedia, 1986), h. 29.
7
Wahyudi Siswanto, op. cit., h. 142.
8Ibid
gagasan utama yang dikembangkan dalam plot.9 Tema disaring dari
motif-motif yang terdapat dalam karya yang bersangkutan dan
menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik, dan situasi tertentu.
Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka ia pun
bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu. Oleh karena itu, untuk
menentukan tema sebuah novel harus disimpulkan dari keseluruhan
cerita tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita. Novel yang
kompleks akan dapat dianalisis dengan sejumlah besar tema yang
berbeda atau bahkan saling terkait, tetapi pembaca harus menentukan
kekuatan atau kepentingan utama yang ada dalam novel tersebut. Singkat
kata, dari sekian tema yang dapat ditarik ia memiliki tema besar yang
dikandungnya.
2. Tokoh dan Penokohan
Tokoh merupakan sosok atau pelaku yang berada di dalam cerita
sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita. Abrams mengemukakan,
tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya, yang oleh
pembaca ditafsirkan memilik kualitas moral dan kecenderungan tertentu
seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
tindakan.10
Tokoh-tokoh dalam cerita dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis
penamaan, berdasarkan peran dan pentingnya seorang tokoh dibedakan
menjadi; tokoh utama dan tokoh tambahan, dilihat dari segi peranan atau
tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita ada tokoh yang tergolong
penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga terasa mendominasi
sebagain besar cerita. Sebaliknya, ada tokoh yang hanya dimunculkan
sekali atau beberapa kali dalam cerita dan itu pun mungkin dalam porsi
penceritaan yang relatif pendek. Tokoh yang disebut pertama adalah
tokoh utama, sedang yang kedua adalah tokoh tambahan.11
9
Furqonul Aziez dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi Sebuah Pengantar, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 75
10
Burhan Nurgiyantoro, op., cit., h. 165.
11Ibid.,
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam
novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak
diceritakan, ia sangat menentukan perkembangan plot cerita secara
keseluruhan, karena tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu
berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukan
perkembangan plot cerita secara keseluruhan. Tokoh utama dalam sebuah
novel mungkin saja lebih dari seorang walau kadar keutamaannya belum
tentu sama. Keutamaan mereka ditentukan oleh dominasi, banyaknya
penceritaan dan pengaruhnya terhadap perkembangan plot secara
keseluruhan. Tokoh utama senantiasa relevan dalam setiap peristiwa di
dalam suatu cerita.12 Selain tokoh utama terdapat tokoh utama tambahan
yang memiliki kadar keutamaan dibawah tokoh utama. Pada tokoh
tambahan terdapat pembedaan berdasarkan gradasi karena kadar
keutamaannya, yaitu tokoh tambahan utama dan tokoh tambahan (yang
memang) tambahan.
Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang
yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Penokohan dapat juga disamakan
artinya dengan karakter dan perwatakan menunjukan pada penempatan
tokoh-tokoh tertentu dengan watak tertentu dalam sebuah cerita. Dengan
demikian, istilah penokohan lebih luas pengertiannya dibandingkan
tokoh karena ia sekaligus mengartikan masalah siapa tokoh cerita,
bagaimana perwatakan dan bagaimana penempatan dan pelukisan dalam
sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada
pembaca.
3. Plot
Stanton mengemukakan plot adalah cerita yang berisi urutan
kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab
12
akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya
peristiwa yang lain.13
Pengarang menyusun cerita sehingga pembaca ingin selalu
mengikuti apa yang terjadi setelah itu, ingin tahu mengapa hal itu terjadi.
Akibat plot itu bagi pembaca ada dua macam: akan terus mengikuti apa
yang terjadi berikutnya atau tidak mau lagi mengikuti apa yang terjadi
selanjutnya.14 Selain rincian mengenai pengertian plot sebagaimana yang
telah dikemukakan, terdapat tahapan plot yang dikemukakan lebih rinci.
Rincian yang dimaksud oleh Tasrif dalam Nurgiyantoro adalah
membedakan tahap plot menjadi lima bagian, yaitu;15
a. Tahap situation: tahap penyituasian, tahap yang terutama berisi
pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap
ini merupakan tahap pembukaan cerita.
b. Tahap generating circumstances: tahap pemunculan konflik, Pada
tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik dan akan
berkembang menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.
c. Tahap rising action: tahap peningkatan konflik, konflik yang telah
dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang.
Peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti semakin menegangkan.
Konflik-konflik yang terjadi internal dan eksternal, pertentangan,
benturan-benturan antarkepentingan masalah dan tokoh yang mengarah ke
klimaks semakin tidak dapat dihindari.
d. Tahap climax: tahap klimaks, konflik yang terjadi, yang dilakukan dan
atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intesitas
puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh-tokoh utama
yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadi konflik utama.
Sebuah fiksi yang panjang mungkin saja memiliki lebih dari satu
klimaks.
13
Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 167.
14
Wijaya Heru Sentosa dan Sri Wahyuningtyas, Pengantar Apresiasi Prosa, (Surakarta: Yuma Pustaka, 2010), h. 55-56.
15
e. Tahap denouement: tahap penyelesaian, konflik yang telah mencapai
klimaks diberi jalan keluar, cerita diakhiri. Tahap ini berkesesuaian
dengan tahap akhir di atas.
Plot dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis berdasarkan
kriteria urutan waktu. Urutan waktu yang dimaksud adalah waktu
terjadinya urutan penceritaan peristiwa-peristiwa yang ditampilkan, yang
pertama disebut sebagai plot maju atau progresif, kedua plot sorot balik
atau regresif flash-back, dan plot campuran.16
Plot progresif bersifat kronologis, secara runtut cerita dimulai dari
tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik), tengah
(konflik meningkat, klimaks), akhir (penyelesaian). Plot progresif
biasanya menunjukkan kesederhanaan cara penceritaan, tidak
berbelit-belit, dan mudah diikuti. Plot flash-back, cerita tidak dimulai dari tahap
awal melainkan mungkin dari tahap tengah atau bahkan tahap akhir baru
kemudian tahap awal cerita dikisahkan. Teks yang berplot jenis ini,
langsung menyuguhkan adegan-adegan konflik, bahkan konflik yang
meruncing. Selanjutnya, plot campuran atau progresif regresfif,
barangkali tidak ada novel yang secara mutlak berplot lurus-kronologis
atau sebaliknya sorot balik. Secara garis besar plot sebuah novel mungkin
progresif, tetapi di dalamnya betapapun kadar kejadiannya sering
terdapat adegan-adegan sorot balik. Jadi, dapat dikatakan tidak mungkin
ada sebuah cerita yang mutlak flash-back. Pengategorian plot sebuah
novel ke dalam progresif atau flash-back, sebenarnya lebih didasarkan
pada mana yang lebih dominan. Hal tersebut disebabkan pada
kenyataannya sebuah novel pada umumnya akan mengandung keduanya
atau berplot campuran untuk mendukung tema dan penokohan dalam
novel.
4. Latar (Setting)
Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran
pada pengertian tempat dan hubungan waktu terjadinya
16
peristiwa yang diceritakan. Tahap awal suatu karya pada umumnya
berupa pengenalan, pelukisan, atau penunjukan latar, namun hal tersebut
tak berarti bahwa pelukisan dan penunjukan latar hanya dilakukan pada
tahap awal cerita.
Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas, hal ini
penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan
suasana tertentu seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Dalam
karya sastra, latar tidak mesti realitas objektif, tetapi bisa jadi realitas
imajinatif. Artinya latar yang digunakan hanya ciptaan pengarang, yang
kalau dilacak kebenarannya tidak akan bertemu sebagaimana
diceritakan.17
Abrams mengemukakan, latar cerita adalah tempat, waktu
kesejarahan, dan kebiasaan masyarakat.18 Latar tempat menyaran pada
lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya, latar
waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa -peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya. Kedua unsur tersebut
dalam satu kepaduan yang jelas akan menyaran pada makna yang lebih
khas dan meyakinkan. Ketepatan latar sebagai salah satu unsur fiksi pun
tidak dilihat secara terpisah dari berbagai unsur yang lain, melainkan dari
kepaduannya dengan keseluruhan.
Dalam Nurgiyantoro latar terbagi menjadi latar fisik dan latar
spiritual, latar netral dan latar fungsional. Latar fisik adalah latar tempat
secara jelas menunjuk pada lokasi tertentu, yang dapat dilihat dan
dirasakan kehadirannya, sedang latar spiritual adalah latar yang berwujud
tata cara, adat istiadat, kepercayaan, dan nilai-nilai yang berlaku di
tempat yang bersangkutan. Latar netral adalah sebuah tempat hanya
sekedar sebagai tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan tidak lebih
dari itu dan tidak akan mempengaruhi pemlotan dan penokohan, sedang
latar fungsional adalah latar yang mampu mempengaruhi cerita dan
17
Atmazaki, Ilmu Sastra Teori dan Terapan, (Padang: Angkasa Raya Padang, 1990), h. 62.
18
bahkan ikut menentukan perkembangan plot dan pembentukan karakter
tokoh, karena mempengaruhi perkembangan plot dalam sebuah cerita
fiksi, latar fungsional tidak dapat digantikan dengan latar lain tanpa
mengganggu atau bahkan merusak cerita.19
5. Sudut Pandang Penceritaan
Sudut pandang merupakan tempat pengarang memandang cerita.
Sudut pandang pada dasarnya merupakan strategi, teknik, siasat yang
yang disengaja dipilih pengarang untuk mengungkapkan gagasan dan
ceritanya untuk menampilkan pandangan hidup dan tafsirannya terhadap
kehidupan yang semua sudut pandang tokoh.20 Sudut pandang menyaran
pada cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana
untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang
membentuk cerita dalam sebuah karya kepada pembaca.
Cuddon dalam Albertine Minderop mengemukakan bahwa sudut
pandang terdapat beragam variasi dan kombinasi, namun ada tiga varian
mendasar yang berbeda, yaitu sudut pandang impersonal, orang ketiga
dan orang pertama.21 Sudut pandang impersonal adalah apabila pencerita
berdiri di luar cerita dan bergerak bebas dari satu tokoh ke tokoh lainnya,
satu tempat ke tempat lainnya, satu episode ke episode lainnya yang
dapat memberikan akses terhadap pikiran dan perasaan tokoh dengan
bebasnya. Jenis sudut pandang orang ketiga terbagi atas; pertama “dia”
mahatahu dan “dia” terbatas. “Dia” mahatahu yaitu pencerita yang
berada di luar cerita dan melaporkan peristiwa-peristiwa yang
menyangkut para tokoh dari sudut pandang “ia” atau “dia”. Pencerita
mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan, termasuk
motivasi yang melatarbelakanginya. Ia bebas bergerak menceritakan apa
saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita, berpindah-pindah tokoh
“dia” yang satu ke tokoh “dia” yang lain, menceritakan ucapan, tindakan
19
Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 304-308
20
Albertine Minderop, Metode Karakteristik Telaah Fiksi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), h. 88.
21Ibid.,
tokoh bahkan juga hanya berupa pikiran, perasaan, pandangan, dan
motivasi tokoh secara jelas. Kedua, “Dia” terbatas yaitu pencerita yang
berada di luar cerita yang mengetahui segala sesuatu tentang diri seorang
tokoh saja baik tindakan maupun batin tokoh tersebut. Dalam percakapan
antar tokoh banyak penyebutan “aku” dan “engkau”, sebab tokoh-tokoh
“dia” sedang dibiarkan mengungkapkan diri mereka sendiri.
Jenis sudut pandang pertama “akuan” terdiri atas “aku” tokoh utama dan “aku” tokoh tambahan. Sudut pandang “Aku” tokoh utama yaitu
pencerita yang ikut berperan sebagai tokoh utama, melaporkan cerita dari
sudut pandang “aku” dan menjadi fokus atau pusat cerita. Sudut pandang “aku” tokoh tambahan, yaitu pencerita yang tidak ikut berperan dalam
cerita, hadir sebagai tokoh tambahan yang aktif sebagai pendengar atau
penonton dan hanya melaporkan cerita kepada pembaca dari sudut
pandang “saya”.
6. Gaya Bahasa
Bahasa dapat menjadi sarana pengungkapan sastra. Dalam sastra,
gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa.22 Gaya
berdasarkan pendapat Aminuddin adalah cara seorang pengarang
menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang
indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang
dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.23 Alat gaya dapat
melibatkan masalah kiasan dan majas: majas kata atau pun majas
kalimat.
7. Amanat
Pamusuk Eneste mendefinisikan amanat adalah sesuatu yang
menjadi pendirian, sikap atau pendapat pengarang mengenai
inti-persoalan yang digarapnya.24 Dengan kata lain, amanat adalah pesan
pengarang atas persoalan yang dikemukakan.
22
Robert Stanton, Teori Fiksi Robert Stanton, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 61.
23
Wahyudi Siswanto, op. cit., h. 158-159.
24
Nilai-nilai yang ada di dalam cerita rekaan bisa dilihat dari diri
pengarang dan pembacanya. Dari sudut pengarang, nilai ini biasa disebut
amanat. Wahyudi Siswanto mengemukakan, amanat adalah gagasan yang
mendasari karya sastra; pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada
pembaca atau pendengar.25 Di dalam karya sastra modern amanat ini
biasanya tersirat; di dalam karya sastra lama pada umumnya amanat
tersurat.
Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu;
biografi pengarang, psikologi pengarang, keadaan lingkungan sosial dan
ekonomi pengarang, dan pandangan hidup suatu bangsa.26
B.Hakikat Nilai Moral
1. Pengertian Nilai Moral
Nilai atau value (bahasa Inggris) atau valere (bahasa Latin) berarti
berguna, berdaya, dan berlaku. Nilai itu lebih dari sekedar keyakinan, nilai
selalu menyangkut tindakan, nilai seseorang diukur melalui tindakan.27
Berdasarkan pemaparan Sutarjo dalam buku Pembelajaran Nilai
Karakter, nilai adalah sesuatu yang dijunjung tinggi, yang dapat mewarnai,
dan menjiwai tindakan seseorang.28 Istilah Moral berasal dari kata Latin mos
yang berarti (kebiasaan, adat istiadat, cara tingkah laku, kelakuan), mores
(adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak, cara hidup). Helden dan
Richards dalam Sjarkawi mengatakan bahwa moral adalah suatu kepekaan
dalam pikiran, perasaan, dan tindakan dibandingkan dengan tindakan lain
yang tidak hanya berupa kepekaan terhadap prinsip dan aturan. Selanjutnya
Atkinson mendefinisikan moral atau moralitas merupakan pandangan
tentang baik dan buruk, benar dan salah, apa yang dapat dan tidak dapat
dilakukan.29
25
Wahyudi Siswanto, op.cit., h. 162.
26
Ibid., h. 23-24.
27
Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 64.
28
Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai Karakter (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 56.
29
Moral tidak identik dengan ilmu, pangkat atau keturunan, artinya tidak
setiap orang bodoh, orang rendah dan dari keturunan rakyat banyak akan
bermoral rendah, kendatipun kemampuannya untuk berpikir itu terbatas.
Betapa banyaknya kita melihat kejahatan, kemaksiatan, dan kemerosotan
moral terjadi di kalangan orang pandai, berpangkat tinggi dan dari
keturunan bangsawan. Moral menyangkut kebaikan, orang yang tidak baik
juga disebut sebagai orang yang tidak bermoral, atau sekurang-kurangnya
sebagai orang yang kurang bermoral. Maka, secara sederhana kita mungkin
dapat menyamakan moral dengan kebaikan orang atau kebaikan
manusiawi.30
Aristoteles dalam H.Burhanuddin menjelaskan, nilai moral adalah
manusia itu dalam semua perbuatannya, bagaimanapun juga mengejar
sesuatu yang baik.31 Nilai moral tidak boleh berlawanan atau bertentangan
dengan agama yang dianutnya, maka pendidikan moral tidak bisa
dipisahkan dari pendidikan agama. Setiap agama mengandung suatu ajaran
moral yang menjadi pegangan bagi perilaku para penganutnya.
Sebagaimana yang dikatakan oleh seorang tokoh dalam novel yang ditulis
pengarang Rusia termasyhur, Dostoyevski: “Seandainya Allah tidak ada, semuanya diperbolehkan”.32
Oleh karena itu, karena hidup berpegang teguh
pada ajaran agama yang berasal dari Allah maka setiap perilaku ada batasan
yang dikatakan baik atau buruk yang sering disebut perilaku bermoral atau
tidak bermoral.
Pengaruh agama dengan sendirinya membina budi pekerti dan membina
otak, bagi orang yang sama sekali tidak pernah mendapatkan didikan dan
ajaran agama (ataupun tidak pernah mempelajari agama itu sendiri), maka
kebiasaan hidupnya dengan sendirinya tidak dilandasi oleh ajaran-ajaran
30
Al. Purwa Hadiwardoyo MSF, Moral dan Masalahnya (Yogyakarta: Kanisius, 1990), h.13.
31
Burhanuddin Salam, Etika Individual Pola Dasar Filsafat Moral (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), h. 31.
32
agama. Beragama, berarti bersedia hidup sesuai dengan ajaran dan tuntunan
dari agama itu.
Nilai moral selalu berkaitan dengan tindakan manusia yang dilakukan
secara sengaja dan tindakan yang berkaitan dengan nilai baik-buruk yang
berlaku di masyarakat. Tindakan yang bersifat moral adalah tindakan yang
menjunjung nilai pribadi manusia dan masyarakat. Tindakan yang
menjunjung nilai manusia adalah semua tindakan yang menjaga dan
menjamin kelangsungan hidup manusia.
Moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara
baik sebagai manusia, sistem nilai ini terkandung dalam ajaran berbentuk
petuah-petuah, nasihat, wejangan, peraturan, perintah dan semacamnya yang
diwariskan secara turun-temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu
tentang bagaimana manusia harus hidup secara baik.33
Nilai moral merupakan bagian dari pendidikan karakter, pendidikan
karakter sebaiknya diajarkan melalui berbagai tindakan praktik dalam proses
pembelajaran. Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan
hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai
kebenaran dan hal itulah yang ingin disampaikannya kepada pembaca.
Kenny dalam Burhan Nurgiyantoro mengemukakan, moral dalam cerita
biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran
moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil (dan ditafsirkan)
lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca.34
Hal tersebut merupakan petunjuk yang sengaja diberikan oleh
pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah
kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan, ia
bersifat praktis sebab petunjuk itu dapat ditampilkan atau ditemukan
modelnya dalam kehidupan nyata, sebagaimana model yang ditampilkan
dalam cerita melalui sikap atau tingkah laku tokoh-tokohnya.
33
H. Burhanuddin Salam, Etika Sosial (Asas Moral Dalam Kehidupan Manusia) (Jakarta: PT. Rineke Cipta, 2002), h. 3.
34
Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca
diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang
disampaikan pengarang. Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai
amanat. Unsur amanat itu, sebenarnya merupakan gagasan yang mendasari
penulisan karya, gagasan yang mendasari diciptakannya karya sastra sebagai
pendukung pesan.
Sebuah novel tentu saja dapat mengandung dan menawarkan pesan
moral yang menyangkut seluruh persoalan hidup dan kehidupan, seperti
persoalan hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia dengan
manusia lain dalam lingkup sosial, termasuk hubungannya dengan
lingkungan alam dan hubungan manusia dengan Tuhannya. Moral dalam
karya sastra, atau hikmah yang diperoleh pembaca melalui karya sastra,
selalu dalam pengertian baik. Dengan demikian, jika dalam sebuah karya
ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh yang kurang terpuji, tidaklah
berarti bahwa pengarang menyarankan kepada pembaca untuk bersikap dan
bertindak seperti diceritakan dalam karya sastra.
Pada dasarnya misi nilai moral yang diterapkan di lingkungan sekolah,
keluarga, dan lingkungan adalah mengajarkan nilai dasar hormat pada diri
sendiri dan orang lain. Dalam buku Pendidikan Karakter Panduan Lengkap:
Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik terdapat nilai-nilai moral yang
harus diajarkan di sekolah dan penulis rangkum menjadi sembilan nilai
dasar moral, yaitu;35
1. Sikap hormat
Sikap hormat berarti menunjukkan penghormatan dan bakti melalui
sikap yang baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilaku.
Nilai ini terbagi menjadi; sikap hormat terhadap diri sendiri, dan sikap
hormat terhadap orang lain. Sikap hormat terhadap diri sendiri menuntut
untuk memperlakukan kehidupan kita sendiri dan manusia lain sebagai
sesuatu yang memiliki nilai yang baik. Sikap hormat pada orang lain
35
menuntut untuk memperlakukan semua manusia termasuk yang tidak
disukai sebagai sosok yang memiliki harga diri dan hak-hak yang setara
dengan diri kita.36
2. Tanggung jawab
Tanggung jawab merupakan kemampuan untuk menanggung,
menekankan kewajiban-kewajiban positif untuk saling peduli terhadap
satu sama lain.37 Selain itu, melaksanakan kewajiban yang seharusnya
dilakukan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, orang lain, dan lingkungan.
Sikap tanggung jawab sangat penting di tanamkan pada diri seseorang,
dengan adanya sikap tanggung jawab maka seseorang akan lebih
berhati-hati dalam melakukan sesuatu karena segala sesuatu yang dilakukan pasti
memiliki konsekuensi.”38
3. Kejujuran
Kejujuran merupakan sikap yang berkaitan dengan hati nurani
manusia, Heri Gunawan menjelaskan bahwa kejujuran merupakan
perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang
yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan dan tindakan.39 Jadi,
kejujuran adalah suatu kata atau tindakan yang dilakukan sesuai dengan
fakta dan kebenaran.
4. Toleransi
Toleransi merupakan sikap yang adil, obyektif, dan saling
menghargai terhadap semua orang yang memliki perbedaan gagasan, ras
atau keyakinan dengan kita. Toleransi adalah sesuatu yang membuat
dunia menjadi tempat yang aman bagi keberagaman.40
36
Ibid,. h. 62.
37
Ibid,. h. 63.
38
Nurla Isna Aunillah, Panduan menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah, (Jogjakarta: Laksana, 2011), h. 83.
39
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implemetasi, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 33.
40
5. Disiplin diri
Disipin merupakan suatu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib
dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.41 Disiplin diri
mengajarkan untuk tidak memperturutkan kehendak hati yang cenderung
melakukan perbuatan merendahkan diri atau kesenangan yang merusak
diri, disiplin diri menuntut kita untuk mengejar hal-hal yang baik.42
Berdasarkan pemaparan tersebut bahwa sikap disiplin pada diri seseorang
akan membuat orang tersebut membatasi diri untuk tidak melakukan
hal-hal yang tidak baik dan melanggar batas norma yang berlaku di
masyarakat maupun agama.
6. Suka menolong
Senang memberikan pertolongan kepada orang lain secara ikhlas,
semangat suka menolong akan menimbulkan kebahagiaan tersendiri di
saat kita bisa melakukan suatu kebaikan.43
7. Berbelas kasih
Berbelas kasih dalam arti ikut merasakan keadaan yang tengah
dialami orang lain.44 Berbelas kasih merupakan sisi empati karena peduli
dengan keadaan orang lain. Rasa empati juga merupakan salah satu kunci
keberhasilan dalam menjalin hubungan antarpribadi dengan memahami
permasalahan dan perasaan orang lain.
8. Kerja sama
Kerja sama merupakan suatu usaha yang dikerjakan secara
bersama-sama untuk mendapatkan tujuan yang telah direncakan. Tujuan kerja
sama akan terjalin dengan adanya sikap saling menghargai. Kerja sama
menunjukkan bahwa dalam dunia yang semakin saling tergantung ini
harus bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, bahkan hal yang
paling mendasar seperti mempertahankan kelangsungan hidup manusia.45
41
Heri Gunawan, op., cit., h.33.
42
Thomas Lickona, op., cit., h. 65.
43
Ibid., h. 65.
44
Ibid., h. 65.
45
9. Berani
Merupakan sikap percaya diri yang besar dalam menghadapi
kesulitan, bahaya dan sebagainya dengan rasa tidak takut.
Berdasarkan sembilan nilai dasar moral yang telah dipaparkan dapat
disimpulkan bahwa nilai moral dapat menjadi tatanan atau ukuran yang
mengatur tingkah laku, perbuatan, dan kebiasaan manusia yang dianggap baik
atau buruk oleh masyarakat ataupun di lingkungan sekolah. Adanya nilai
moral tersebut berupaya untuk meningkatkan manusia menjadi makhluk
yang berbudaya, berpikir, dan berakhlak.
C.Penelitian yang Relevan
Pada penelitian ini penulis menggunakan novel Pesantren Impian karya
Asma Nadia sebagai objek penelitian. Penulis mencari referensi yang
bersumber dari skripsi dan internet, tetapi sampai saat ini penulis belum
menemukan skripsi, tesis atau disertasi yang menjadikan novel Pesantren
Impian sebagai objek penelitian. Namun, terdapat hasil penelitian yang
menjadikan nilai moral dan karya Asma Nadia lainnya sebagai objek penelitian
dalam skripsi.
Penelitian yang sesuai dengan penelitian sebelumnya, dirumuskan melalui
judul, penulis dan tahun penyusunan, yaitu :
“Nilai Moral dalam novel 5cm dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran
Sastra di Sekolah” 2012 oleh Silvia Ratna Juwita, mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penulis menggunakan metode kualitatif dengan
pendekatan psikologi sosial yang membahas tentang hubungan antarindividu.
Nilai-nilai moral yang tertulis diantaranya; Jujur, tanggung jawab, disiplin,
visioner, adil, peduli, dan kerja sama.
“Nilai-Nilai Religius dalam Novel Cinta di Ujung Sajadah Karya Asma
Nadia dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMA” 2013 oleh
Anggi Mutiara Mardika, mahasiswa Universitas Pancasakti Tegal. Adapun
objek kajian penelitian ini adalah nilai-nilai religius yang terkandung dalam
dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif, data dalam penelitian
ini berupa data yang berwujud kata, kalimat, dan ungkapan yang terdapat di
dalam novel Cinta di Ujung Sajadah. Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan teknik observasi dan studi pustaka, nilai-nilai
religius yang menajdi objek penelitian terdiri dari penyerahan diri dan taat
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kehidupan yang penuh kemuliaan, perasaan
batin yang ada hubungannya dengan Tuhan, perasaan batin yang ada
hubungannya dengan rasa berdoa, dan pengakuan akan kebesaran Tuhan.
“Aspek Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Cinta di Ujung Sajadah
karya Asma Nadia: Tinjauan Psikologi Sastra” 2013 oleh Ika Putri Adiyanti,
mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta. Metode penelitian yang
digunakan untuk mengkaji novel Cinta di Ujung Sajadah karya Asma Nadia
adalah metode deskriptif kualitatif dengan strategi kasus terperancang. Hasil
analisis kepribadian tokoh utama dengan tinjauan psikologi sastra meliputi
struktur kepribadian, dinamika kepribadian, serta kecemasan. Struktur
kepribadian dalam penelitian ini mencangkup das es (aspek biologis), das ich
(aspek psikologis), dan das ueber ich (aspek sosiologis). Dinamika kepribadian
dalam penelitian ini mencangkup instink hidup dan instink mati, sedangkan
kecemasan mencangkup kecemasan moral dan kecemasan realistis.
“Analisis Struktural dan Kajian Religiutas Tokoh Dalam Novel Rumah
Tanpa Jendela karya Asma Nadia” 2013 oleh Kusumaning Dwi Susanti,
mahasiswa Universitas Diponegoro. Penelitian ini menggunakan metode
deskripsi kualitatif, metode ini digunakan untuk memaparkan hasil dari
penelitian, struktur novel mulai dari tokoh, penokohan, alur pengaluran dan
latar. Mendeskripsikan unsur religiusitas yang terdiri dari dimensi kepercayaan,
praktis, pengalaman, pengetahuan, dan etis.
Pada penelitian ini terdapat perbedaan dengan penelitian-penelitian
sebelumnya, dari segi objek penelitian penulis menggunakan novel Pesantren
Impian cetakan pertama Juli 2014 karya Asma Nadia. Penulis menggunakan
metode kualitatif untuk menemukan dan menganalisis data yang berkaitan
pada nilai moral berdasarkan pemaparan Thomas Lickona yang terbagi
menjadi; sikap hormat, tanggung jawab, kejujuran, toleransi, disiplin diri, suka
menolong, berbelas kasih, kerja sama dan berani. Adapun pada penelitian ini
penulis menggunakan pendekatan objektif untuk menemukan unsur-unsur
28
BAB III
TINJAUAN NOVEL PESANTREN IMPIAN
A.Profil Asma Nadia
Asma Nadia adalah nama pena dari Asmarani Rosalba, lahir pada 26
Maret 1972 di Jakarta. Anak dari pasangan Amin Usman dan Maria Eri Susanti
masuk ke dunia tulis menulis ketika menciptakan lagu di sekolah dasar. Asma
Nadia aktif menulis dan mempublikasikan karyanya setelah ia lulus dari SMA
1 Budi Utomo Jakarta dan sasarannya adalah majalah keislaman, yaitu majalah
Annida. Setelah lulus dari SMA 1 Budi Utomo, lalu ia melanjutkan kuliah di
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Asma Nadia menikah
dengan Isa Alamsyah seorang penulis buku motivasi yang berjudul No Excuse
dan dari pernikahannya Asma Nadia memiliki dua anak, yaitu Putri Salsabila
dan Adam Putra Firdaus. Saat ini Asma Nadia masuk dalam penulis „best
seller’ wanita Indonesia, Asma Nadia juga aktif menulis lirik lagu sebagian
lirik lagunya dapat ditemukan di album Bestari I (1996), Bestari II (1997), dan
Bestari III (2003), Snada The Prestation, Air Mata Bosnia, Cinta Illahi, dan
Kaca Diri. Selain itu, Asma Nadia dikenal sebagai ketua Forum Lingkar Pena
yaitu sebuah forum kepenulisan dengan identitas Islam yang memiliki tujuan
mendidik dan memberikan pencerahan kepada pembaca melalui tulisan.1
Asma Nadia dikenal sebagai penulis yang peduli terhadap buku-buku
yang dapat dimanfaatkan untuk anak-anak yang kurang mampu. Hal tersebut
dibuktikan dengan menyumbangkan hasil royalti dari buku-buku yang telah
ditulisnya untuk mengembangkan Rumah Baca Asma Nadia sebuah
perpustakaan dan tempat mengasah kreativitas bagi anak dan remaja kurang
mampu. Asma Nadia juga memanfaatkan kemajuan teknologi dalam upayanya
menyemangati kaum perempuan untuk membaca melalui milisnya
pembacaasmanadia@yahoogroups.com. Berawal dari milisnya tersebut lahirlah
kelompok buku AsmaNadia (KBA) di berbagai kota di tanah air, sebagai
1
kegiatan alternatif yang setiap bulannya para anggota berkumpul dan
berdiskusi tentang buku yang telah mereka baca.2
Adik dari penulis Helvy Tiana Rosa ini menjadi satu dari 35 penulis dari
31 negara yang diundang untuk menjadi penulis tamu dalam International
Writing Program di Lowa, ia sempat berbagi tentang Indonesia dan proses
kreatifnya dalam menulis dengan pelajar dan mahasiswa serta senior citizen di
Amerika. Beberapa kali diundang untuk menghadiri acara kepenulisan di
Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Di tahun 2006 ia didaulat
menjadi salah satu dari dua sastrawan muda Indonesia yang diundang untuk
tinggal oleh pemerintah Korea Selatan selama enam bulan. Asma Nadia juga
pernah menjadi pembicara pada forum Seoul Young Writers Festival di Korea
Selatan, memberikan workshop kepenulisan kepada pelajar Indonesia di Mesir,
Swiss, Inggris, Jerman, Roma (Italia) dan Vatikan, buruh migran di Hongkong
dan Malaysia. Di dalam negeri, ia sering diundang untuk menjadi pembicara di
berbagai universitas ternama di Indonesia, seperti UI, ITB, UNPAD, UGM,
IPB, Unsyiah, Universitas Brawijaya, dan perguruan tinggi ternama lainnya.
Asma Nadia memiliki keinginan yang kuat untuk tetap menulis dan
berkarya, ia pun banyak mendapat berbagai penghargaan dan hadiah sastra
hasil dari karya-karyanya. Pada Maret 2010, Republika menobatkan Asma
Nadia sebagai salah satu tokoh Perubahan Republika yang menyuarakan
semangat keislamannya melalui novel-novel karangannya. Sebuah cerpennya
yang berjudul Ilmut dan Koran Gondrong pernah memenangi juara I Lomba
Menulis Cerita Pendek Islami (LMCPI) tingkat nasional yang diadakan
Majalah Annida 1994.
Penghargaan lainnya, seperti Rembulan di Mata Ibu meraih Adikarya
IKAPI untuk kategori Buku Remaja Terbaik I tahun 2001, 2002, dan 2005.
Tahun 2003 Asma Nadia menjadi pengarang Fiksi Remaja Terbaik dari Mizan
Award, dua cerpennya masuk dalam antologi kumpulan cerpen terbaik majalah
Annida; Merajut Cahaya (Pustaka Annida). Selain hadiah dan penghargaan
2
sastra atas karya fiksinya Asma Nadia juga pernah mengikuti Pertemuan
Sastrawan Nusantara XI di Brunei Darussalam, workshop kepenulisan novel
yang diadakan Majelis Sastra Asia Tenggara (MASTERA), serta novelis IBF
terbaik lewat novelnya Istana Kedua (2008).
Tahun 2011, salah satu karya Asma Nadia, Sakina Bersamamu terpilih
sebagai fiksi terfavorit oleh Anugerah Pembaca Indonesia, Goodreads
Indonesia. Pada tahun yang sama Tupperware She Can memberikan
penghargaan terhadap Asma Nadia sebagai salah satu perempuan Indonesia
paling inspiratif. Harian Republika memberikan anugerah pada Asma Nadia
sebagai Tokoh Perubahan 2010 kepada penulis produktif yang telah menulis 49
buku, Sementara IKAPI menyematkan penghargaan sebagai Tokoh Perbukuan
Islam di tahun 2011. Asma Nadia juga masuk dalam daftar The 500 most
Influential Muslim di dunia tahun 2012.
Beberapa karya Asma Nadia telah difilmkan, diantaranya Emak Ingin Naik
Haji yang telah difilmkan oleh Aditya Gumay (film ini meraih lima
penghargaan di Festival Bandung, salah satunya sebagai Film Terpuji), Rumah
Tanpa Jendela, dan 17 Catatan Hati Ummi (judul filmnya Ummi Aminah).
Selain itu Asma Nadia juga menulis skenario: Pintu Surga (seri Ramadhan di
Trans TV) dan Anak Matahari (SCTV). Sementara Catatan Hati Seorang Istri
telah di sinetronkan oleh RCTI dengan judul Catatan Hati Seorang Istri sejak
Juni 2014-dibintangi oleh Dewi Sandra.3
Karya-karya Asma Nadia; Aisyah Putri 1 : Operasi Milenia (2000),
Serenade Biru Dinda (2000), Hari-Hari Cinta Tiara (2000), Pesantren Im