• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.6. Analisis Organoleptik Tekstur Biskuit dengan Berbagai Varias

Merah

Hasil analisa organoleptik tekstur biskuit dengan modifikasi tepung kacang merah, tepung biji nangka dan tepung pisang dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel 4.10 di bawah ini:

Tabel 4.10 Hasil Analisa Organoleptik Tekstur Biskuit Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah, dan Tepung Pisang

Kriteria Aroma

A1 A2 A3

Panelis Skor % Panelis Skor % Panelis Skor %

Suka 12 36 40,0 20 60 66,7 11 33 36,7 Kurang Suka 12 24 26,7 10 20 22,2 15 30 33,3 Tidak Suka 6 6 6,7 0 0 0 4 4 4,4 Total 30 66 73,3 30 80 88,9 30 67 74,4

Berdasarkan tabel 4.10 di atas, dapat dilihat hasil analisa organoleptik tekstur dari ketiga biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan juga tepung pisang. Skor untuk biskuit pada biskuit A2 memiliki total skor tertinggi

80 (88,9%) dengan kriteria kesukaan adalah suka, biskuit pada biskuit A3

memperoleh skor 67 (74,4%) dengan kriteria kesukaan adalah kurang suka, sedangkan yang memiliki skor terendah adalah biskuit pada biskuit A1 yaitu 66

(73,3%) dengan kriteria kesukaan adalah kurang suka. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar panelis menyukai biskuit dengan perbandingan tepung biji nangka, kacang merah, dan pisang 4:7:4.

Hasil analisa sidik ragam terhadap warna biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dapat dilihat pada tabel 4.11 berikut.

Tabel 4.11 Hasil Analisa Sidik Ragam terhadap Tekstur Sumber Keragaman db JK KT Fhitung Keterangan Perlakuan 2 4,2 2,1 6,36 3,11 Ada Perbedaan Galat 87 28,7 0,33 Total 89 32,9

Berdasarkan hasil analisa sidik ragam pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai Fhitung 6,36 > Ftabel 3,11. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan antara

perlakuan terhadap tektur biskuit yang modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan juga tepung pisang. Oleh karena adanya perbedaan antara perlakuan A1,

A2, dan A3 terhadap tekstur, maka dilanjutkan dengan Uji Ganda Duncan untuk

mengetahui tingkat kesukaan mana tekstur pada biskuit. Berdasarkan perhitungan dengan Uji Duncan seperti terlampir pada Lampiran 3.

Tabel 4.12 Hasil Uji Ganda Duncan terhadap Tekstur

Perlakuan A1 A2 A3

Rata-rata 2,13 2,70 2,73

A2 – A3 = 2,67 - 2,23 = 0,44 > 0,29 Jadi A2 A3

A3 – A1 = 2,67 – 2,20 = 0,47 > 0,31 Jadi A1 A2

Berdasarkan Uji Duncan seperti tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur biskuit pada biskuit A1 tidak berbeda dengan A3.

Namun tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur biskuit pada biskuit A2 berbeda

dengan kedua perlakuan biskuit dengan modifikasi lainnya.

4.7 Analisa Kandungan Gizi Energi, Protein dan Zat Besi dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Biji Nangka, Tepung Pisang, dan Tepung Kacang Merah

Perlakuan yang berbeda dalam penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan tepung pisang dalam pembuatan biskuit juga menghasilkan tepung dengan kandungan zat gizi yang berbeda. Pada penelitian ini dilakukan perhitungan kandungan zat gizi protein dan zat besi pada biskuit melalui uji laboratorium dapat dilihat pada tabel 4.13 di bawah ini:

Tabel 4.13 Kandungan Zat Gizi Biskuit Modifikasi per 100 gr No. Zat Gizi

Kandungan Gizi Biskuit Biasa** A1* A2* A3* 1. Protein (g) 6,9 7,61 9,70 7,08 2. Zat Besi (mg) 2,2 2,3 2,8 2,15 3. Energi (kkal) 400 418,4 420,7 410,6

* Hasil Uji Laboratorium

** Dikutip dari Tabel Komposisi Pangan Indonesia, 2009

Berdasarkan tabel 4.13 dapat dilihat bahwa ada perbedaan kandungan zat gizi yang dihasilkan dari biskuit biasa dengan ketiga perlakuan biskuit lainnya. Penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dalam pembuatan biskuit dapat menambah zat gizi mikro yang hanya sedikit di dalam biskuit biasa. Seperti Fe yang tertinggi adalah pada biskuit A2 (2,8). Hal ini

dikarenakan perbandingan penggunaan tepung kacang merah yang tinggi pada formulasi biskuit ini.

Kandungan energi yang paling tinggi terdapat pada biskuit A2 yaitu sebesar

420,7 kkal dan sudah melawati batas minimum kandungan energi pada biskuit yaitu 400 kkal. Sedangkan kandungan protein pada biskuit yang dimodifikasi tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang juga memiliki perbedaan. Kandungan protein pada biskuit yang dimodifikasi juga lebih tinggi dibandingkan dengan biskuit biasa. Kandungan protein tertinggi terdapat pada biskuit A2 yaitu 9,70

gram, dan yang terendah terdapat pada biskuit tepung A3 sebesar 2,15 gram.

4.8 Perhitungan Kontribusi Energi, Protein dan Zat Besi Biskuit yang Dimodifikasi Terhadap Kecukupan Energi, Protein dan Zat Besi Remaja

Hasil analisa sumbangan zat besi bagi remaja usia 16-18 tahun yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan per 100 gram biskuit dapat dilihat pada tabel 4.14 dibawah ini :

Tabel 4.14 Hasil Analisa Sumbangan Zat Gizi Biskuit pada Remaja per 100 gram Biskuit

Jenis Kelamin

Remaja

Sumbangan Zat Gizi (%)

A1 A2 A3

Energi Protein Besi Energi Protein Besi Energi Protein Besi Laki-laki 15,7 11,5 15,3 15,7 14,7 18,7 15,3 10,7 14,3

Wanita 19,7 12,9 8,9 19,8 16,5 10,8 19,3 12 9,7

Berdasarkan perhitungan sumbangan energi, protein dan zat besi yang diperoleh dari modifikasi biskuit tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang, dapat diketahui bahwa biskuit yang memberikan kontribusi energi,

protein dan zat besi yang terbesar terdapat pada biskuit dengan perlakuan A2, yaitu

dengan sumbangan energi, protein dan zat besi sebesar 15,7%, 14,7%, dan 18,67% dari kebutuhan energi, protein dan zat besi total remaja putra usia 16-18 tahun, dan sebesar 19,8%, 16,5% dan 10,8% dari kebutuhan energi, protein dan zat besi total remaja putri usia 16-18 tahun.

Biskuit modifikasi ini dapat dikonsumsi sebagai makanan ringan ataupun pengganti jajanan dan dapat dijadikan alternatif makanan tambahan terhadap kecukupan zat besi pada remaja ataupun dewasa, serta mencegah terjadinya kekurangan energi, protein dan zat besi di dalam tubuh.

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Daya Terima terhadap Aroma Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Biji Nangka, Tepung kacang merah dan Tepung Pisang

Berdasarkan nilai skor tertinggi yaitu 79 (87,7%), pegujian organoleptik terhadap aroma menunjukkan bahwa biskuit dengan perlakuan A2 paling disukai oleh

panelis. Biskuit dengan perlakuan A2 paling disukai panelis karena memiliki aroma

yang paling harum dengan aroma khas tepung kacang merah dibandingkan biskuit dengan perlakuan A1 dan A3 (dapat dilihat pada tabel 4.2).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap aroma dari ketiga perlakuan biskuit diperoleh Fhitung 4,24 > Ftabel 3,11 yang bermakna bahwa penambahan tepung

biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dengan berbagai variasi memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma biskuit yang dihasilkan.

Berdasarkan Uji Duncan dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap aroma biskuit dengan perlakuan A2 berbeda dengan perlakuan A1.

Sedangkan biskuit perlakuan A3 tidak berbeda dengan kedua perlakuan lainnya.

Munculnya aroma pada biskuit tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang disebabkan karena bahan-bahan yang digunakan yaitu tepung kacang merah yang paling dominan muncul memiliki aroma yang khas. Aroma adalah bau yang sukar diukur sehingga biasanya menimbulkan pendapat yang berlainan dalam menilai kualitas aromanya. Perbedaan pendapat dapat disebabkan setiap orang

memiliki perbedaan penciuman, meskipun mereka dapat membedakan aroma namun setiap orang mempunyai kesukaan yang berlainan.

Indera penciuman sangat sensitif terhadap bau dan kecepatan timbulnya lebih kurang 0,8 detik. Kepekaan indera penciuman diperkirakan berkurang oleh adanya senyawa-seyawa tertentu seperti misalnya formaldehida. Kelelahan daya penciuman terhadap bau dapat terjadi dengan cepat (Winarno, 1994).

5.2 Daya Terima terhadap Rasa Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang

Rasa timbul akibat adanya rangsangan kimiawi yang dapat diterima oleh indera pencicip atau lidah. Rasa adalah faktor yang mempengaruhi penerimaan produk pangan. Jika komponen aroma, warna dan tekstur baik tetapi konsumen tidak menyukai rasanya maka konsumen tidak akan menerima produk pangan tersebut (Rahmawan, 2006).

Berdasarkan skor tertinggi yaitu 80 (91,11%), pengujian organolpetik terhadap rasa menunjukkan bahwa biskuit dengan perlakuan A3 paling disukai oleh

panelis. Biskuit dengan perlakuan A3 lebih disukai oleh panelis karena memiliki rasa

yang paling benak dengan rasa manis khas pencampuran pisang dan kacang merah dibandingkan biskuit dengan perlakuan A1 dan A2 (dapat dilihat pada tabel 4.5).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap rasa dari ketiga perlakuan pada biskuit diperoleh Fhitung 19,08 > Ftabel 3,11 menunjukkan bahwa penambahan

tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dengan berbagai variasi memberi pengaruh nyata yang berbeda terhadap tekstur biskuit yang dihasilkan.

Berdasarkan Uji Duncan, dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap biskuit biskuit dengan sampel A2 tidak berbeda dengan rasa biskuit pada

biskuit A3. Namun tingkat kesukaan panelis terhadap rasa biskuit pada biskuit A1

(7:4:4) berbeda dengan kedua perlakuan biskuit lainnya.

Rasa biskuit yang dimodifikasi dengan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang pada penelitian ini dipengaruhi terutama oleh tepung kacang merah, dan tepung biji nangka yang kuat dan juga dengan peningkatan persentase penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan tepung pisang. Penambahan berbagai tepung diatas dalam pembuatan biskuit akan mengubah rasa biskuit yang dihasilkan. Penambahan tepung biji nangka yang sedikit, dan penambahan tepung kacang merah dan tepung pisang yang banyak dalam pembuatan biskuit semakin meningkatkan tingkat kesukaan panelis, sementara penambahan tepung biji nangka lebih banyak semakin menurunkan tingkat kesukaan panelis.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Utami (2012), pembuatan biskuit dengan penambahan tepung pisang kepok sebanyak 45% memiliki penilaian tertinggi yaitu dengan skor 86 dan jumlah persentase 95,5%. Menurut Ginting (2009) yang dikutip oleh Utami (2012), peningkatan jumlah persentasi hedonik terhadap rasa diikuti pula dengan peningkatan skor hedonik terhadap aroma. Semakin banyak konsentrasi substitusi tepung pisang kepok makan semakin rendah skor penilaian panelis terhadap rasa biskuit pisang kepok. Hal ini berbeda dengan hasil uji organoleptik yang sudah dilakukan pada penelitian ini. Justru semakin banyak penggunaan tepung pisang yang digunakan pada perlakuan A3 dibandingkan dengan

kedua perlakuan lainnya, peningkatan skor penilaian semakin tinggi, dan dalam kategori termasuk disukai oleh panelis.

Rasa lebih banyak melibatkan panca indera yaitu lidah, agar suatu senyawa dapat dikenali rasanya, senyawa tersebut harus dapat mengadakan hubungan dengan mikrovilus dan impuls yang terbentuk yang dikirim melalui syaraf ke pusat susunan syaraf. Rasa suatu bahan makanan dipengaruhi oleh senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Setiap orang mempunyai batas konsentrasi terendah terhadap suatu rasa agar masih bisa dirasakan. Batas ini tidak sama pada tiap-tiap orang dan threshold seseorang terhadap rasa yang berbeda juga tidak sama. Akibat yang ditimbulkan mungkin peningkatan intensitas rasa atau penurunan intensitas rasa (Winarno, 1994). Hal ini juga yang memberikan perbedaan terhadap penilaian yang diberikan oleh panelis sehingga berbagai variasi penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang memberi perbedaan rasa biskuit yang dihasilkan.

5.3 Daya Terima terhadap Warna Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang

Uji daya terima terhadap warna menunjukkan bahwa biskuit dengan penambahan tepung biji nangka 26,7%, tepung kacang merah 26,7% dan tepung pisang 46,7% disukai oleh panelis karena memiliki persentase tertinggi yaitu 91,1% (dapat dilihat 4.8).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap rasa dari ketiga perlakuan pada biskuit diperoleh Fhitung 2,33 < Ftabel 3,11 menunjukkan bahwa penambahan

tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dengan berbagai variasi tidak memberi pengaruh nyata yang berbeda terhadap warna biskuit yang dihasilkan.

Penampakan warna suatu bahan pangan merupakan faktor pertama yang dinilai sebelum pertimbangan lain seperti rasa dan nilai gizi. Menurut Winarno (1994), suatu bahan yang dinilai bergizi, enak dan teksturnya sangar baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau member kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya. Warna makanan yang menarik dan tampak alaiah dapat meiningkatkan cita rasa.

5.4 Daya Terima terhadap Tekstur Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang

Perbedaan jumlah tepung biji nangka, tepung kacang merah berpengaruh terhadap tingkat kekerasan biskuit. Berdasarkan hasil uji organoleptik terhadap tekstur oleh para panelis menunjukkan bahwa tekstur biskuit dengan perlakuan A2

medapatkan skor tertinggi yaitu 80 (88,9%) dengan kategori disukai panelis. Sedangkan tekstur biskuit dengan perlakuan A1 mendapatkan skor terendah yaitu 66

(73,3%) dengan kategori kurang disukai panelis.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap tekstur dari ketiga perlakuan pada biskuit diperoleh Fhitung 6,36 > Ftabel 3,11 menunjukkan bahwa penambahan

tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dengan berbagai variasi memberi pengaruh nyata yang berbeda terhadap tekstur biskuit yang dihasilkan.

Berdasarkan Uji Duncan dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap aroma biskuit dengan perlakuan A3 berbeda dengan perlakuan kedua biskuit

lainnya. Namun biskuit A3 sama dengan perlakuan A1.

Tanggapan panelis terhadap tektur biskuit memperlihatkan bahwa biskuit dengan perlakuan A1 adalah biskuit tepung yang paling disukai dari segi teksturnya.

Hal ini disebabkan oleh jumlah tepung biji nangka yang digunakan dalam pembuatan biskuit lebih banyak, hingga teksturnya lebih rapuh dibandingkan dengan kedua perlakuan lainnya. Hal ini didukung oleh penelitian Achmad Fadillah (2008), pembuatan roti unyil dengan penambahan tepung biji nangka 55% memiliki penilaian tertinggi karena tekstur roti yang tidak keras dan empuk.

Menurut Winarno (1994), tekstur dan konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbukan bahan tersebut karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori dan kelenjar air liur.

5.5 Analisis Kandungan Energi, Protein dan Zat Besi Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang

Dari hasil analisis kandungan protein dan zat besi pada biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang menunjukkan adanya peningkatan kandungan energi, protein dan zat besi dibandingkan dengan biskuit biasa.

Biskuit dengan perlakuan A1, A2, dan A3 dalam setiap 100 gram (± 5 biskuit)

memiliki kandungan protein masing- masing sebesar 7,61 gram, 9,7 gram dan 7,08 gram, sedangkan kandungan zat besi masing-masing sebesar 2,3 miligram, 2,8 miligram dan 2,15 miligram. Dalam hal ini, protein merupakan suatu zat gizi yang sangat penting bagi tubuh, karena zat gizi ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga sebagai zat pembangun, dan pengatur. Sedangkan besi merupakan zat gizi mikro yang juga sangat penting bagi tubuh, karena berfungsi dalam metabolisme tubuh, pembentukan darah, meningkatkan kemampuan belajar dan konsentrasi serta juga pertumbuhan tubuh bagi remaja. Menurut Tabel Angka Kecukupan Gizi Indonesia (2004), angka kebutuhan gizi rata-rata yang dianjurkan bagi remaja putri 16-18 tahun yaitu protein sebesar 59 gram sehari per orang per hari dan zat besi sebesar 26 miligram, sedangkan bagi remaja putra 16-18 tahun yaitu protein sebesar 66 gram dan zat besi sebesar 15 miligram. Kebutuhan zat besi pada remaja putri lebih tinggi dikarenakan setiap bulannya remaja putri mengalami menstruasi, dan diperparah dengan pola konsumsi remaja putri yang terkadang melakukan diet pengurusan badan sehingga semakin sedikit asupan zat besi yang dapat memenuhi kebutuhan mereka dan mencegah terjadinya anemia defisiensi besi (Arisman, 2010).

Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa dalam tiap 100 gram biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dengan ketiga perlakuan telah mampu menyediakan sumbangan protein 12% - 17%

dari total kebutuhan protein, dan juga mampu menyediakan sumbangan zat besi 8% - 15% dari total kebutuhan zat besi per hari per orang.

Protein mempunyai peranan yang sangat penting di dalam tubuh. Fungsi utamanya sebagai zat pembangun atau pembentuk struktur sel, misalnya untuk pembentukan otot, rambut, kulit, membran sel, jantung, hati, ginjal dan beberapa organ penting lainnya. Kemudian terdapat pula protein yang mempunyai fungsi khusus, yaitu protein yang katif. Beberapa diantaranya adalah enxim yang bekerja sebagai biokatalisator, hemoglobin sebagai pengangkut oksigen, hormon sebagai pengatur metabolism tubuh dan antibody untuk mempertahankan tubuh dari serangan penyakit.

Kacang merah kering memiliki kandungan protein yang sangat tinggi, yaitu mencapai 22,3 gr per 100 gr bahan. Kandungan protein ini hampir setara dengan yang terdapat pada kacang hijau yang lebih populer sebagai sumber protein.

Tubuh mendapatkan zat besi melalui makanan. Kandungan zat besi dalam makanan berbeda-beda, dimana makanan yang kaya akan kandungan zat besi adalah makanan yang berasal dari hewani (seperti ikan, daging, hati dan ayam). Makanan nabati (seperti sayuran hijau tua) walaupun kaya akan zat besi, namun hanya sedikit yang dapat diserap dengan baik oleh usus.

Biji nangka merupakan salah satu pangan nabati yang memiliki kandungan zat besi tinggi. Walaupun dalam bentuk limbah makanan, kandungan zat besi biji sebesar 1 mg 100 gr bahan, sehingga sangat baik untuk diolah kembali menjadi makanan. Selain biji nangka, kacang merah juga memiliki kandungan zat besi tinggi yaitu

sebesar 5,8 mg per 100 gr bahan makanan. Keduanya dapat dipastikan memberikan kontribusi yang tinggi terhadap zat besi pada biskuit yang dihasilkan.

Penyerapan zat besi dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya adalah dengan adanya vitamin C gugus SH (sulfidri) dan asam amino sulfur dapat menngkatkan absorbs karena dapat mereduksi besi dalam bentuk ferri menjadi ferro. Vitamin C dapat meningkatkan absorbsi besi dari makanan melalui pembentukan kompleks ferro askorbat. Kombinasi 200 mg asam askorbat dengan garam besi dapat meningkatkan penyerapan besi sebesar 25 – 50 persen.

Pisang kepok memiliki kandungan vitamin C yang cukup tinggi yaitu 36 mg per 100 gr bahan. Walaupun setelah mengalami proses pengeringan hingga menjadi tepung tingkat vitamin C yang tersisa hanya tinggal beberapa persen saja, tapi penggunaan pisang kepok ini selain diharapkan untuk meningkatkan cita rasa, juga untuk membantu meningkatkan penyerapan zat besi yang ada di dalam biskuit yang dimodifikasi dengan tepung biji nangka, tepung kacang merah tepung pisang.

Rendahnya asupan zat besi ke dalam tubuh yang berasl dari konsumsi zat besi makanan sehari-hari merupakan salah satu penyebab terjadinya anemia pada remaja, dan biasanya terjadi pada remaja putri.

Berdasarkan perhitungan komposisi zat gizi biskuit yang mengacu pada Tabel Komposisi Pangan Indonesia (2009), dapat dilihat kandungan zat gizi biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang pada perlakuan A1, A2 dan A3 dalam setiap 100 gram (± 10 keping biskuit) memberikan

Sehingga diharapkan dapat menyumbangkan energi dari total kebutuhan energi per hari per orang pada remaja.

Biskuit dengan penambahan tepung kacang merah, tepung biji nangka dan tepung pisang memiliki keunggulan kandungan gizi pada energi, protein dan zat besi sehingga semakin banyak penambahan tiga jenis tepung diatas maka jumlah konsentrasi kandungan gizi juga semakin tinggi. Oleh karena itu biskuit dengan penambahan tepung kacang merah, tepung biji nangka dan tepung pisang bagus untuk dikonsumsi oleh para remaja untuk memenuhi kebutuhan zat gizi setiap harinya.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dalam pembuatan biskuit memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap penilaian organoleptik baik dari segi aroma, rasa dan tekstur, tapi tidak memberi pengaruh yang berbeda nyata pada penilaian organoleptik dalam segi warna. Ini dikarenakan karakteristik tepung yang digunakan tidak memiliki perbedaan warna yang signifikan, sedangkan karakteristik aroma, rasa dan tekstur dari masing- masing tepung yang digunakan memiliki perbedaan yang mencolok.

2. Berdasarkan indikator rasa, warna dan tekstur biskuit yang dimodifikasi dengan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang yang disukai panelis adalah biskuit dengan perbandingan tepung sebesar 4:4:7. Sedangkan dari indikator aroma, biskuit yang disukai panelis adalah biskuit dengan perbandingan tepung sebesar 4:7:4.

3. Penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang memberikan sumbangan protein, zat besi dan energi. Biskuit yang memiliki kandungan zat besi, protein dan energi tertinggi adalah biskuit yang dimodifikasi tepung biji nangka, tepung kacang merah dan pisang dengan perbandingan 4:7:4

dengan zat besi sebesar 2,8 mg, protein sebesar 9,7 gram, dan energi sebesar 420,7 kkal yang memberikan sumbangan energi, protein dan zat besi sebesar 15,7%, 14,7%, dan 18,7% dari kebutuhan energi, protein dan zat besi total remaja putra usia 16-18 tahun, dan sebesar 19,8%, 16,5% dan 10,8% dari kebutuhan energi, protein dan zat besi total remaja putri usia 16-18 tahun.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, hal yang dapat disarankan adalah :

1. Agar biskuit tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang ini dapat dimanfaatkan oleh keluarga sebagai makanan bergizi untuk memenuhi kebutuhan energi, zat besi, dan protein pada remaja putra dan putri hingga dewasa sekaligus sebagai makanan ringan di saat waktu luang, atau jeda sebelum mengonsumsi makanan berat, karena mengandung zat gizi yang diperlukan tubuh. 2. Perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang pembuatan biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang, sehingga diharapkan dapat menjadi peluang usaha dalam variasi dan alternatif biskuit.

3. Perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut dalam pembuatan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang untuk melihat daya simpan masing- masing tepung.

DAFTAR PUSTAKA

ACC/SCN (Administrative Committee on Coordination/Sub-Committee on Nutrition)., 2000. 4th report on the world nutrition situation: Nutrition Throughout The Life Cycle. Geneva: ACC/SCN.

Achmad Fadillah, dkk., 2008. Pengembangan Produk Turunan Nangka Melalui Pemanfaatan Biji Nangka Sebagai Bahan Baku Varonyil (Variasi Roti Unyil) yang Sehat. Bogor : Departemen Agribisnis.

Almatsier, Sunita., 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka

Dokumen terkait