DAYA TERIMA BISKUIT DENGAN MODIFIKASI TEPUNG BIJI NANGKA, TEPUNG KACANG MERAH DAN TEPUNG PISANG SERTA
KONTRIBUSINYA TERHADAP KECUKUPAN ENERGI, PROTEIN DAN ZAT BESI REMAJA
SKRIPSI
OLEH :
CITRA CHAIRANNISA NIM : 111000122
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAYA TERIMA BISKUIT DENGAN MODIFIKASI TEPUNG BIJI NANGKA, TEPUNG KACANG MERAH DAN TEPUNG PISANG SERTA
KONTRIBUSINYA TERHADAP KECUKUPAN ENERGI, PROTEIN DAN ZAT BESI REMAJA
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH :
CITRA CHAIRANNISA NIM : 111000122
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “DAYA TERIMA BISKUIT DENGAN MODIFIKASI TEPUNG BIJI NANGKA, TEPUNG KACANG MERAH DAN TEPUNG PISANG SERTA KONTRIBUSINYA TERHADAP KECUKUPAN ENERGI, PROTEIN DAN ZAT BESI REMAJA”
ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau mengutip dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Medan, September 2015
Yang membuatpernyataan,
ABSTRAK
Tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dapat diolah menjadi berbagai produk pangan yang dapat memberikan sumbangan zat gizi seperti energi, protein, dan juga zat besi pada remaja yang sedang dalam masa pertumbuhan. Salah satu produk tersebut adalah biskuit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya terima berdasarkan sifat organoleptik yang meliputi warna, rasa, aroma dan tekstur yang diuji melalui uji hedonik serta kontribusinya terhadap kecukupan energi, protein serta zat besi bagi remaja.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen pembuatan biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dengan berbagai komposisi perbandingan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang (7:4:4, 4:7:4 dan 4:4:7). Penelitian tentang uji daya terima dan pembuatan modifikasi biskuit dilaksanakan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera, sedangkan penelitian kandungan gizi biskuit dilakukan di Badan Riset Standardisasi Industri Kota Medan. Analisa data dilakukan secara deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan uji organoleptik terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur, biskuit yang paling disukai panelis adalah biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang yang dibuat dengan perbandingan 4:4:7. Berdasarkan analisa sidik ragam, modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang merah dengan berbagai tigkat perbandingan pada pembuatan biskuit memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa, aroma dan tekstur pada biskuit yang dihasilkan.Penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dalam pembuatan biskuit meningkatkan kandungan zat besi. Konsumsi 5 keping biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang A2 memberikan kontribusi 15,7%, 14,7%, dan 18,7% dari
kebutuhan energi, protein dan zat besi total remaja putra usia 16-18 tahun, dan sebesar 19,8%, 16,5% dan 10,8% dari kebutuhan energi, protein dan zat besi total remaja putri usia 16-18 tahun.
Dalam pembuatan biskuit yang disarankan kepada konsumen untuk menjadikan biskuit modifikasi ini sebagai alternatif makanan sehat untuk memenuhi kecukupan energi, protein dan zat besi remaja. Perlu dilakukan juga penganekaragaman makanan lainnya dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang sebagai makanan yang kaya akan zat gizi.
ABSTRACT
Jackfruit seeds,red beansand banana flour can be processed into various food product which can give contribute nutrient, like energy, protein and iron. One of the product is biscuits. This study was aimed to determine the acceptability which comprised the color, flavor, taste and texture which were tested by hedonic test and the contribution to adequacy of the energy, protein, and iron.
This was an experimental study on making biscuits by adding Jackfruit seeds, red beansand banana flour in different proportion of Jackfruit seeds, red beansand banana flour (7:4:4, 4:7:4 and 4:4:7). Organoleptic test of modified biscuits was given to thirty panelist of students in The Faculty of Public Health,University of Sumatera Utara. Analyzed was done descriptively.
The results of this research showed that by organoleptic test of color, flavor and texture, biscuits with the addition of Jackfruit seeds, red beansand banana flour which made with 4:4:7proportion was the favored by the panelists. Based on the analysis of variance, the modification of Jackfruit seeds, red beansand banana flour in different proportion influenced different variety of taste, flavor and texture. The addition of Jackfruit seeds, red beansand banana flour on biscuit making increased the content of iron and protein. Consumption of five pieces A2 biscuits with addition
Jackfruit seeds, red beansand banana flour contributes 15,7%, 14,7% and diversification by added Jackfruit seeds, red beansand banana flour as a food which is rich in nutrient content.
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Daya Terima Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang serta Kontribusinya terhadap Kecukupan Energi, Protein dan Zat Besi Remaja” ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
program sarjana di Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Masyarakat,
Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari begitu banyak yang memberi dukungan, bimbingan,
informasi, dan bantuan materil serta kemudahan dari berbagai pihak, sehingga skripsi
ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, sebagai Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si, sebagai Ketua Departemen Gizi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara sekaligus sebagai dosen pembimbing I yang penuh perhatian dan kesabaran
membimbing dan mengarahkan penulis sejak penyusunan proposal hingga
3. Ibu Ernawati Nasution, S.KM, M.Kes, selaku dosen pembimbing II yang penuh
kesabaran membimbing dan mengarahkan penulis sejak penulisan proposal
hingga penulisan skripsi ini dapat selesai dengan baik.
4. Ibu Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku dosen penguji I yang telah
memberikan bimbingan dan arahan serta masukan demi kesempurnaan penulisan
skripsi ini.
5. Ibu Dra. Jumirah, Apt, M.Kes, selaku dosen penguji II yang telah memberikan
bimbingan dan arahan serta masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
6. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat
Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
7. Rekan-rekan mahasiswa S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara Peminatan Studi Gizi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
8. Teman-teman tercinta, yaitu Malta Indah Aperos, Aprilia Rizki Ardila,
Fahrunnisa Hariningrum Harahap, dan Retno Galuh Alfia yang telah memberikan
perhatian, semangat, serta dorongan untuk menyeleasaikan penulisan skripsi ini.
9. Ibunda tercinta Ermi Netti, Adinda tercinta Atania Qatrannada, Paman dan Tante
tercinta Ferry Musyirwan dan Yudarmaini atas segala doa dan kasih sayang,
pengorbanan, pengertian, dorongan, semangat yang tidak pernah berhenti selama
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan pada
skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini
bermanfaat bagi kita semua.
Medan, September 2015 Penulis
Citra Chairannisa
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... i
2.8 Kerangka Konsep. ... 34
3.5.4 Proses Pembuatan Biskuit dengan Modifikasi ... 43
3.5.5 Uji Daya Terima ... 44
3.5.6 Menghitung Kontribusi Mineral Zat Besi dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang 46
3.6 Definisi Operasional... 46
3.7 Proses Uji Organoleptik ... 48
3.8 Metode Pengumpulan Data ... 48
3.8.1 Pengolahan dan Analisis Data ... 48
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Karakteristik Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang yang Dihasilkan ... 53
4.2. Karakteristik Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 54
4.3. Analisis Organoleptik Aroma Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 56
4.4. Analisis Organoleptik Rasa Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 57
4.5. Analisis Organoleptik Warna Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 59
4.6. Analisis Organoleptik Tekstur Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 61 4.7. Analisis Kandungan Gizi Energi, Protein dan Zat Besi dengan
Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 63 4.8. Perhitungan Kontribusi Zat Besi Biskuit yang Dimodifikasi
Terhadap Kecukupan Zat Besi Remaja……….. ... 65
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Daya Terima terhadap Aroma Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan
Tepung Pisang ... 66 5.2 Daya Terima terhadap Rasa Biskuit dengan Berbagai Variasi
Penambahan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan
Tepung Pisang ... 67 5.3 Daya Terima terhadap Warna Biskuit dengan Berbagai Variasi
Penambahan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan
Tepung Pisang ... 68 5.4 Daya Terima terhadap Tekstur Biskuit dengan Berbagai Variasi
Penambahan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan
Tepung Pisang ... 70 5.5 Analisis Kandungan Energi, Protein dan Zat Besi Biskuit dengan
Berbagai Variasi Penambahan Tepung Biji Nangka, Tepung
Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 71
BAB IV PENUTUP
6.1 Kesimpulan ... 76 6.2 Saran……… ... 77
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992 ... 11
Tabel 2.2 Komposisi Zat Gizi untuk Berbagai Jenis & Ukuran Porsi Biskuit ... 12
Tabel 2.3 Komposisi Biji Nangka & Sumber Karbohidrat lain per 100 gr ... 16
Tabel 2.4 Komposisi Kimia Tepung Biji Nangka ... 18
Tabel 2.5 Komposisi Zat Gizi per 100 gr Kacang Merah ... 19
Tabel 2.6 Kandungan Gizi per 100 gr Pisang Masak... 22
Tabel 2.7 Sifat Fisik dan Kimia Tepung Pisang dari Berbagai Varietas Pisang ... 23
Tabel 2.8 Komposisi Kimia Tepung Pisang & Rendaman Gaplek Pisang 24 Tabel 2.9 Kebutuhan Zat Besi Menurut Kelompok Usia ... 30
Tabel 2.10 Kecukupan Zat Gizi Besi untuk Remaja Menurut AKG .... 31
Tabel 3.1 Rincian Perlakuan ... 35
Tabel 3.2 Jenis & Ukuran Bahan dalam Eksperimen Pembuatan Biskuit 37 Tabel 3.3 Tingkat Penerimaan Konsumen ... 44
Tabel 3.4 Interval Persentase & Kriteria Kesukaan ... 50
Tabel 3.5 Daftar Analisis Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap ... 51
Tabel 4.1 Karakteristik Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 54
Tabel 4.2 Hasil Analisis Organoleptik Aroma Biskuit Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 56
Tabel 4.3 Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Aroma ... 56
Tabel 4.4 Hasil Uji Ganda Duncan terhadap Aroma ... 57
Tabel 4.5 Hasil Analisis Organoleptik Rasa Biskuit Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 58
Tabel 4.6 Hasil Analisa Sidik Ragam terhadap Rasa ... 58
Tabel 4.7 Hasil Uji Ganda Duncan terhadap Rasa ... 59
Tabel 4.8 Hasil Analisis Organoleptik Warna Biskuit Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 60
Tabel 4.9 Hasil Analisa Sidik Ragam terhadap Warna ... 60
Tabel 4.10 Hasil Analisis Organoleptik Tekstur Biskuit Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 61
Tabel 4.11 Hasil Analisa Sidik Ragam terhadap Tekstur ... 62
Tabel 4.12 Hasil Uji Ganda Duncan terhadap Rasa ... 62
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Diagram Alir Pembuatan Cookies ... 14
Gambar 2.2 Kerangka Konsep ... 34
Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Tepng Biji Nangka ... 39
Gambar 3.2 Diagram Alir Tepung Kacang Merah ... 40
Gambar 3.3 Diagram Alir Pembuatan Tepung Pisang ... 42
Gambar 3.4 Diagram Alir Proses Pembuatan Biskuit ... 43
Gambar 4.1 Perbedaan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang... 53
Gambar 4.2 Biskuit yang dimodifikasi dengan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang dengan Perbandingan 7:4:4 ... 54
Gambar 4.3 Biskuit yang dimodifikasi dengan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang dengan Perbandingan 4:7:4 ... 49
Gambar 4.4 Biskuit yang dimodifikasi dengan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang dengan Perbandingan 4:4:7 ... 49
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Formulir Uji Daya Terima Biskuit... 81
Lampiran 2. Surat Terlampir ... 83
Lampiran 3. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penelitian terhadap Aroma 86
Lampiran 4. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penelitian terhadap Rasa ... 90
Lampiran 5. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penelitian terhadap Warna 94
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Citra Chairannisa
Tempat Lahir : Jakarta
Tanggal Lahir : 09 Agustus 1993
Suku Bangsa : Minang (Tanjung)
Agama : Islam
Nama Ayah : H.M Sukarma, S.E
Suku Bangsa Ayah : Sunda
Nama Ibu : Ermi Netti
Sukua Bangsa Ibu : Minang (Tanjung)
Pendidikan Formal
1. SD/Taman tahun : SD Negeri 13 Wanasari Cibitung Bekasi/2005
2. SLTP/Tamat tahun : Mts Al-Ittihadiyah Rumbai Pekanbaru/2008
3. SLTA/Tamat tahun : SMAN 1 Ampek Angkek/2011
ABSTRAK
Tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dapat diolah menjadi berbagai produk pangan yang dapat memberikan sumbangan zat gizi seperti energi, protein, dan juga zat besi pada remaja yang sedang dalam masa pertumbuhan. Salah satu produk tersebut adalah biskuit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya terima berdasarkan sifat organoleptik yang meliputi warna, rasa, aroma dan tekstur yang diuji melalui uji hedonik serta kontribusinya terhadap kecukupan energi, protein serta zat besi bagi remaja.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen pembuatan biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dengan berbagai komposisi perbandingan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang (7:4:4, 4:7:4 dan 4:4:7). Penelitian tentang uji daya terima dan pembuatan modifikasi biskuit dilaksanakan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera, sedangkan penelitian kandungan gizi biskuit dilakukan di Badan Riset Standardisasi Industri Kota Medan. Analisa data dilakukan secara deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan uji organoleptik terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur, biskuit yang paling disukai panelis adalah biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang yang dibuat dengan perbandingan 4:4:7. Berdasarkan analisa sidik ragam, modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang merah dengan berbagai tigkat perbandingan pada pembuatan biskuit memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa, aroma dan tekstur pada biskuit yang dihasilkan.Penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dalam pembuatan biskuit meningkatkan kandungan zat besi. Konsumsi 5 keping biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang A2 memberikan kontribusi 15,7%, 14,7%, dan 18,7% dari
kebutuhan energi, protein dan zat besi total remaja putra usia 16-18 tahun, dan sebesar 19,8%, 16,5% dan 10,8% dari kebutuhan energi, protein dan zat besi total remaja putri usia 16-18 tahun.
Dalam pembuatan biskuit yang disarankan kepada konsumen untuk menjadikan biskuit modifikasi ini sebagai alternatif makanan sehat untuk memenuhi kecukupan energi, protein dan zat besi remaja. Perlu dilakukan juga penganekaragaman makanan lainnya dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang sebagai makanan yang kaya akan zat gizi.
ABSTRACT
Jackfruit seeds,red beansand banana flour can be processed into various food product which can give contribute nutrient, like energy, protein and iron. One of the product is biscuits. This study was aimed to determine the acceptability which comprised the color, flavor, taste and texture which were tested by hedonic test and the contribution to adequacy of the energy, protein, and iron.
This was an experimental study on making biscuits by adding Jackfruit seeds, red beansand banana flour in different proportion of Jackfruit seeds, red beansand banana flour (7:4:4, 4:7:4 and 4:4:7). Organoleptic test of modified biscuits was given to thirty panelist of students in The Faculty of Public Health,University of Sumatera Utara. Analyzed was done descriptively.
The results of this research showed that by organoleptic test of color, flavor and texture, biscuits with the addition of Jackfruit seeds, red beansand banana flour which made with 4:4:7proportion was the favored by the panelists. Based on the analysis of variance, the modification of Jackfruit seeds, red beansand banana flour in different proportion influenced different variety of taste, flavor and texture. The addition of Jackfruit seeds, red beansand banana flour on biscuit making increased the content of iron and protein. Consumption of five pieces A2 biscuits with addition
Jackfruit seeds, red beansand banana flour contributes 15,7%, 14,7% and diversification by added Jackfruit seeds, red beansand banana flour as a food which is rich in nutrient content.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat
kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses
kehidupan menuju kematangan fisik serta perkembangan emosional antara anak-anak
dan sebelum dewasa. Kategori periode usia remaja dari berbagai referensi
berbeda-beda, namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara 10-21 tahun.
Pembagian kelompok remaja tersebut adalah remaja awal usia 10-14 tahun, remaja
menengah usia 14-17 tahun, dan remaja akhir 17-21 tahun. Menurut WHO (2009)
jumlah remaja di dunia saat ini mencapai 1,2 milyar dan satu dari lima orang di dunia
ini adalah kelompok usia remaja 10-19 tahun, sedangkan di Asia Tenggara, jumlah
remaja mencapai ± 18% - 25% dari seluruh populasi di daerah tersebut.
Masa remaja adalah masa transisi dari tahap anak-anak ke tahap dewasa.
Selama masa remaja, terjadi peningkatan kecepatan pertumbuhan terpesat kedua
setelah tahun pertama kehidupan pada masa bayi. Pada periode ini terjadi perubahan
fisik, biologis dan psikologis yang sangat unik dan berkelanjutan. Perubahan fisik
yang terjadi akan mempengaruhi status kesehatan dan nutrisinya. Ketidakseimbangan
antara asupan zat gizi dan kebutuhannya akan menimbulkan masalah gizi, baik
berupa masalah gizi kurang maupun gizi lebih (Briawan, 2014). Pada kebanyakan
gizi. Aktivitas fisik yang berlebihan dan infeksi penyakit, kemungkinan juga menjadi
penyebab rendahnya status gizi remaja (ACC/SCN, 2000). Kekurangan zat gizi saat
remaja, seperti terlalu kurus atau pendek akibat kurang energi kronis, sering tidak
diketahui oleh mereka maupun keluarganya (World Bank, 2003). Sehingga hal
tersebut dapat menyebabkan kemampuan belajar dan bekerja tidak maksimum,
meningkatkan resiko terjadi kehamilan pada remaja dan membahayakan bayi yang
dilahirkan.
Kelompok usia remaja sangat rentan mengalami kekurangan zat gizi makro,
seperti energi, dan protein. Angka prevalensi gizi kurang (ukuran tubuh pendek atau
stunting) yang sangat tinggi di Asia adalah akibat kekurangan zat gizi makro yang
kronis (World Bank, 2003 ; UN-SCN, 2004). Di Indonesia, prevalensi gizi kurang
(tubuh kurus) pada remaja sebesar 17,4% (Permaesih dan Herman, 2005). Selain zat
gizi makro, remaja juga mengalami masalah zat gizi mikro seperti defisiensi zat besi,
defisiensi vitamin A, seng dan kalsium. Peningkatan kebutuhan akan mineral zat besi
pada masa ini sangatlah tinggi. Hal ini dikarenakan zat besi merupakan komponen
penting dalam pembentukan hemoglobin, membantu berbagai proses metabolisme
tubuh, pembentuk utama tulang dan otot serta pertumbuhan skeletal (Arisman,
2010).
Masalah gizi remaja dapat diperbaiki dengan konsumsi pangan yang beragam.
Setiap jenis makanan mempunyai cita rasa, tekstur, aroma, dan daya cerna tersendiri
yang memberikan sumbangan gizi berbeda-beda. Asupan gizi yang cukup akan
pertumbuhan dan perkembangan remaja yang lebih optimal dan juga mencegah
timbulnya penyakit kronis setelah dewasa (Briawan, 2014). Selain dengan cara
merubah kebiasaan makan menjadi lebih baik dan mengonsumsi suplemen, remaja
juga dianjurkan untuk mengonsumsi makanan tambahan diluar waktu makan seperti
mengonsumsi jajanan yang sehat dan kaya akan energi, salah satunya adalah biskuit.
Biskuit adalah salah satu jenis kue kering yang sampai saat ini banyak
digemari oleh masyarakat sebagai makanan jajanan atau camilan dari berbagai
kelompok ekonomi dan kelompok umur. Menurut Moehji (2000), biskuit sering
dikonsumsi oleh anak balita, anak usia sekolah, remaja, hingga orang tua yang biasa
dikonsumsi sebagai makanan selingan atau makanan bekal. Harga biskuit yang
terjangkau oleh berbagai kelompok ekonomi juga menjadi satu alasan mengapa
biskuit banyak disukai oleh masyarakat. Konsumsi rata-rata kue kering di kota besar
dan pedesaan di Indonesia 0,40 kg/kapita/tahun. Kandungan dalam 100 gram biskuit
kurang lebih 400-500 kkal. Karena itu, biskuit sangat tepat dijadikan bekal bagi
mereka yang sibuk beraktivitas dan memerlukan banyak energi.
Adanya penerapan teknologi fortifikasi (penambahan zat gizi tertentu), biskuit
tidak lagi sekadar makanan sumber energi, tetapi juga sebagai sumber zat gizi lain
yang sangat diperlukan tubuh. Biskuit juga dapat ditambahkan berbagai vitamin,
mineral, serat pangan, prebiotik, dan komponen bioaktif lainnya yang bermanfaat
bagi kesehatan. Dengan kemajuan teknologi, biskuit dapat disulap menjadi makanan
yang enak, bergizi, berpenampilan menarik, serta bermanfaat bagi kesehatan
Indonesia memiliki tingkat konsumsi tepung terigu yang tinggi pada
masyarakat disamping konsumsi beras. Untuk membantu mengurangi ketergantungan
terhadap tepung terigu dan menurunkan harga jualnya, penggunaan terigu dapat
dikurangi dengan penggunaan bahan-bahan lain. Substitusi terigu diharapkan dapat
menjamin kesinambungan produksi dan sekaligus memberdayakan potensi sumber
daya lokal seperti penggunaan biji nangka, kacang merah, dan juga pisang.
Pemanfaatan biji nangka, pisang dan kacang merah pada produksi pangan masih
tergolong rendah. Hal ini terlihat dari konsumsi masyarakat terhadap biji nangka,
kacang merah, dan pisang itu sendiri hanya dikonsumsi dalam bentuk olehan
sederhana seperti direbus atau digoreng saja. Padahal pemanfaatan biji nangka dapat
dikembangkan lagi menjadi berbagai macam olahan yang bervariasi dan lebih
menarik.
Biji nangka ternyata tidak harus selalu dianggap limbah dan dibuang begitu
saja. Selama ini biji nangka dimanfaatkan hanya dengan merebus atau memakannya
langsung. Kandungan karbohidrat 100 gr beras sebesar 78,9 gr. Jika dibandingkan,
maka 2 kg biji nangka sebanding dengan 1 kg beras. Meski begitu biji nangka dapat
dimanfaatkan sebagai alternatif bahan pangan yang cukup bergizi karena masih
adanya kandungan zat gizi lain yang lebih tinggi dibanding makanan penghasil
karbohidrat lainnya seperti protein. Jika dibandingkan dengan berbagai jenis tanaman
yang umum dipakai sebagai penghasil karbohidrat seperti beras giling, jagung rebus,
dan singkong, maka biji nangka termasuk memiliki kadar zat gizi yang relatif
Kacang merah merah merupakan jenis kacang-kacangan yang banyak terdapat
di pasar-pasar tradisional sehingga mudah di dapat dan harganya relatif murah.
Kacang merah sering dipergunakan untuk beberapa masakan, seperti sup, rendang,
dan juga kue-kue, kini bahkan umum digunakan untuk makanan bayi mengingat
kandungan nilai gizinya yang tinggi terutama sebagai sumber protein dan zat besi.
Kacang merah juga sering dimasak menjadi selai manis yang digunakan
sebagai pengisi beberapa kue, seperti bakpau, kue bulan, kue moci, kue dorayaki,
donat isi, biskuit dan lain-lain. Pemanfaatan biji nangka dan kacang merah sebagai
tepung dapat menambah informasi tentang penganekaragaman atau diversifikasi
pangan pada masyarakat serta sebagai alternatif mengurangi penggunaan tepung
terigu dalam pembuatan makanan.
Pisang tidak hanya dapat dikonsumsi pada saat buah tersebut matang saja,
namun pisang mentah juga dapat dikonsumsi apabila telah mengalami pengolahan
terlebih dahulu, misalnya saja sebagai pisang rebus yang biasanya diolah dari pisang
kepok yang belum matang. Perlakuan khusus terhadap pisang mentah bertujuan untuk
meningkatkan daya guna dan memperpanjang daya simpan yang tahan lama namun
tidak mengurangi nilai gizi pisang. Perlakuan khusus tersebut adalah dengan cara
mengubah pisang menjadi tepung. Pengolahan pisang menjadi bahan makanan lain,
misalnya saja sebagai bahan untuk membuat kue. Penggunaan tepung pisang
bertujuan untuk memacu penyerapan zat besi di dalam tubuh jika dimakan pada
waktu yang bersamaan karena pisang mengandung vitamin c, dan memiliki aroma
sehingga bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi dan tepung pisang dapat
digunakan untuk gangguan pencernaan yang disertai perut kembung serta kelebihan
asam.
Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan biskuit dengan penambahan
tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dengan perbandingan
sebesar 46,7%, 26,7%, 26,7% dari berat tepung terigu pada kelompok perlakuan 1
dan 26,7%, 46,7%, 26,7% dari berat tepung terigu pada kelompok perlakuan 2 dan
26,7%, 26,7%, 46,7% pada kelompok perlakuan 3, dimana ketiga formula biskuit
diatas akan menghasilkan kepadatan dan kerenyahan yang baik. Pengenalan
penggunaan tepung biji nangka, kacang merah dan pisang kepada masyarakat akan
lebih efektif bila diterapkan sebagai bahan baku atau tambahan dalam pembuatan
makanan yang sudah dikenal oleh masyarakat, salah satunya adalah biskuit. Dalam
hal ini, penambahan tepung biji nangka, kacang merah, dan pisang adalah salah satu
bentuk pengolahan makanan tambahan atau kudapan yang dapat memberi sumbangan
zat gizi yang dibutuhkan.
Penetapan perbandingan pada kelompok 1 sebesar 7:4:4 dan pada kelompok
perlakuan 2 sebesar 4:7:4 serta pada kelompok perlakuan 3 sebesar 4:4:7. Penentuan
dilakukan karena peneliti telah melakukan penelitian terlebih dahulu sebelum
melakukan penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, apabila
persentase terlalu besar akan menghasilkan adonan biskuit yang keras dan bau langu
dari biji nangka dan kacang merah akan lebih terasa. Berdasarkan penelitian yang
MP-ASI pada balita menunjukkan peningkatan terhadap kandungan protein pada makanan
tersebut. Yaumi (2011), melakukan penelitian penambahan tepung kacang merah
dalam pembuatan donat dan daya terimanya menunjukkan bahwa kandungan protein
dalam kandungan serat pada tepung kacang merah dalam pembuatan donat
meningkatkan jika dibandingkan dengan donat pada umumnya. Menurut Depkes RI
(2005), kandungan zat besi dalam 100 gr biji nangka sebesar 1 mg. Hasil ini sama
dengan penelitian yang dilakukan Badan Riset dan Standarisasi Nasional Kota Medan
bahwa kandungan 100 gr tepung biji nangka mengandung 1 mg zat besi. Menurut
Depkes RI (2005), kandungan zat besi dalam 100 gram kacang merah kurang lebih
5,8 mg. Sedangkan penelitian yang dilakukan Badan Riset dan Standarisasi Nasional
Kota Medan bahwa kandungan 100 gr tepung kacang merah mengandung 5 mg
mineral besi. Hasil ini mengalami sedikit penurunan setelah kacang merah kering
diolah menjadi tepung, tetapi tidak merubah rasa, dan manfaat dari kacang merah
tersebut. Berdasarkan kandungan gizi diatas, dapat disimpulkan bahwa kacang merah
memiliki kandungan Fe tertinggi dari tiga tepung yang akan digunakan.
Peneliti bermaksud untuk membuat biskuit dengan penambahan tepung biji
nangka, tepung kacang merah, dan tepung pisang. Modifikasi biskuit ini juga
diharapkan dapat menurunkan permasalahan kekurangan energi, protein dan zat besi
pada remaja sehingga dapat mencegah anemia defisiensi dan kekurangan energi
kronis (KEK) pada remaja.
Penelitian biskuit yang dimodifikasi dengan tepung biji nangka, tepung
Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti sebuah penenlitian yang
berjudul “Daya Terima Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung
Kacang Merah, dan Tepung Pisang serta Kontribusinya terhadap Kecukupan Energi,
Protein dan Zat Besi Remaja”.
1.2Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh modifikasi
tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dalam pembuatan biskuit
terhadap daya terima serta kontribusinya terhadap kecukupan energi, protein dan zat
besi remaja.
1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang
merah, dan tepung pisang dalam pembuatan biskuit terhadap daya terima serta
kontribusinya terhadap kecukupan energi, protein dan zat besi remaja.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui kandungan energi, protein dan zat besi biskuit dengan
penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan tepung pisang.
2. Untuk mengetahui daya terima terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur
biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan
1.4Hipotesis Penelitian
Ho1: Tidak ada pengaruh penambahan tepung biji nangka, tepung kacang
merah dan tepung pisang terhadap daya terima biskuit dilihat dari
indikator aroma.
Ha1: Ada pengaruh penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah
dan tepung pisang terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator
aroma.
Ho2: Tidak ada pengaruh penambahan tepung biji nangka, tepung kacang
merah dan tepung pisang terhadap daya terima biskuit dilihat dari
indikator warna.
Ha2: Ada pengaruh penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah
dan tepung pisang terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator
warna.
Ho3: Tidak ada pengaruh penambahan tepung biji nangka, tepung kacang
merah dan tepung pisang terhadap daya terima biskuit dilihat dari
indikator rasa.
Ha3: Ada pengaruh penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah
dan tepung pisang terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator
rasa.
Ho4: Tidak ada pengaruh penambahan tepung biji nangka, tepung kacang
merah dan tepung pisang terhadap daya terima biskuit dilihat dari
Ha4: Ada pengaruh penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah
dan tepung pisang terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator
tekstur.
1.5Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat dalam pembuatan biskuit yang
bergizi
2. Sebagai alternatif makanan penyumbang energi serta zat gizi protein dan
mineral khususnya zat besi.
3. Sebagai alternatif pengolahan biji nangka, kacang merah, dan pisang
dalam pembuatan tepung.
4. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang penganekaragaman
suatu produk dari biji nangka, kacang merah dan pisang yang selama ini
hanya dikonsumsi sebagai bahan campuran, bahkan limbah makanan.
5. Sebagai alternatif untuk mengurangi pemakaian tepung terigu sebagai
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biskuit
Biskuit adalah produk pastry yang bahan dasarnya terdiri dari butter, gula,
telur dan tepung terigu yang diaduk sekedar campur, dicetak tipis dan kecil-kecil
diatas loyang pembakar, di oven dan hasilnya kering dan renyah (Subagjo, 2007).
Menurut standar Nasional Indonesia (SNI) “Mutu dan Cara Uji Biskuit” (SNI
-01-2973-1992), biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu
dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanasan dan pencetakan.
Biskuit terbagi menjadi biskuit keras, cracker, cookies dan wafer. Ciri khas biskuit
adalah memiliki kandungan gula dan lemak yang tinggi serta kadar air rendah
sehingga bertekstur renyah; apabila dikemas akan terlindung dari kelembaban dan
memiliki umur simpan yang lama (Brown, 2000).
Tabel 2.1 Syarat Mutu Biskuit menurut SNI 01-2973-1992
Kriteria Uji Syarat
Energi (kkal/100 gram) Minimum 400
Air (%) Maksimum 5
Protein (%) Minimum 9
Lemak (%) Minimum 9.5
Karbohidrat (%) Minimum 70
Abu (%) Maksimum 1.5
Serat Kasar Maksimum 0.5
Logam Berbahaya Negatif
Bau dan Rasa Normal dan tidak tengik
Warna Normal
2.1.1 Kandungan Zat Gizi pada Biskuit
Biskuit adalah bahan makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia. Biskuit mengandung energi sebesar 458 kilokalori, protein 6,9 gram,
karbohidrat 75,1 gram, lemak 14,4 gram, kalsium 62 milligram, fosfor 87 milligram,
dan zat besi 3 milligram. Selain itu didalam biskuit juga terkandung vitamin A
sebanyak 0 IU, vitamin B1 0,09 milligram, dan vitamin 0 milligram. Hasil tersebut
didapat dari melakukan terhadap 100 gram biskuit, dengan jumlah dapat dimakan
100%.
Tabel 2.2 Komposisi Zat Gizi untuk Berbagai Jenis dan Ukuran Porsi Biskuit Jenis Biskuit Populer Lemak
2.1.2 Proses Pembuatan Biskuit
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit terbagi dalam dua
kelompok, yaitu bahan pengikat dan bahan pelembut. Bahan-bahan yang berfungsi
sebagai pengikat adalah tepung, susu, dan putih telur. Sedangkan bahan-bahan yang
berfungsi sebaai pelembut adalah gula, lemak dan kuning telur (Matz dan Matz,
Proses pembuatan biskuit meliputi tiga tahap, yaitu pembuatan adonan,
pencetakan, dan pemanggangan adonan. Pembuatan adonan diawali dengan proses
pencampuran dan pengadukan bahan-bahan. Menurut Manley (2000), metode dasar
pencampuran adonan adalah metode krim (creaming method) dan metode all in. Pada
metode krim, bahan baku dicampur secara bertahap. Pertama adalah pencampuran
lemak dan gula, kemudian ditambah pewarna dan perisa, kemudian susu dan bahan
kimia aerasi berikut garam yang sebelumnya telah dilarutkan dalam air. Penambahan
tepung dilakukan pada bagian paling akhir. Metode ini baik untuk biskuit karena
menghasilkan adonan yang bersifat membatasi pengembangan gluten yang berlebihan
(Matz dan Matz, 1978). Sesuai dengan namanya, metode all in dilakukan dengan
pencampuran seluruh bahan lalu diaduk sampai membentuk adonan.
Adonan yang telah dicetak selanjutnya ditata dalam loyang yang telah diolesi
dengan lemak lalu dipanggang dalam oven. Pengolesan lemak berfungsi untuk
mencegah lengketnya biskuit pada loyang setelah dipanggang. Adonan dipanggang
dengan suju ±176.7º (350ºF) selama ±10 menit. Suhu dan lama waktu pemanggangan
mempengaruhi kadar air biskuit. Matz dan Matz (1978) menerangkan bahwa semakin
sedikit jumlah gula dan lemak yang digunakan, semakin pemanggangan dapat dibuat
lebih tinggi (177-204ºC). setalah dipanggang biskuit harus segera didinginkan untuk
mengurangi pengerasan akibat memadatnya gula dan lemak. Pembuatan biskuit
Gambar 2.1. Diagram Alir Pembuatan Cookies
2.2 Biji Nangka
Nangka diperbanyak dengan bijinya. Biji nangka merupakan bahan yang
sering terbuang setelah dikonsumsi walaupun ada sebagian kecil masyarakat yang
mengolahnya untuk dijadikan makanan tambahan misalnya diolah menjadi kolak. Biji Biskuit dalam
kemasan Pengemasan Pendinginan Pemanggangan
Pencetakan Pengistirahatan
Pengadonan Pencampuran (secara bertahap)*
Penimbangan Bahan-bahan
nangka berbentuk bulat sampai lonjong, berukuran kecil lebih kurang dari 3,5 cm
berkeping dua dan rata-rata tiap buah nangka berisi biji yang beratnya sepertiga dari
berat buah, sisanya adalah kulit dan daging buah. Jumlah biji per buah 150 - 350 biji
dan panjang biji nangka sekitar 3,5 cm - 4,5 cm. Hingga saat ini biji nangka masih
merupakan bahan non-ekonomis dan sebagai limbah buangan konsumen nangka. Biji
nangka terdiri dari tiga lapis kulit, yakni kulit luar berwarna kuning agak lunak, kulit
luar berwarna putih dan kulit ari berwarna cokelat yang membungkus daging buah.
Potensi biji nangka (Arthocarpus heterophyllus lamk) yang besar belum
dieksploitasi secara optimal. Sangat rendahnya pemanfaatn biji nangka dalam bidang
pangan hanya sebatas sekitar 10% disebabkan oleh kurangnya minat masyarakat
dalam pengolahan biji nangka.
Biji nangka merupakan sumber karbohidrat (36,7 g/100 g), protein (4,2 g/100
g), dan energi (165 kkal/100 g), sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan
yang potensial. Biji nangka juga merupakan sumber mineral yang baik. Kandungan
mineral per 100 gram biji nangka adalah fosfor (200 mg), kalsium (33 mg), dan besi
(1 mg). Selain dapat dimakan dalam bentuk utuh, biji nangka juga dapat diolah
menjadi tepung. Selanjutnya dari tepungnya dapat dihasilkan berbagai makanan
olahan (Nuraini, 2011).
Kandungan glukosa biji nangka setelah difermentasi pada varietas bubur
sebesar 58% lebih tinggi dibandingkan dengan varietas salak sebesar 39,68%.
proses pembuatan alkohol dengan cara difermentasikan serta kandungan proteinnya
juga tinggi.
2.2.1 Kandungan Gizi Biji Nangka
Limbah biji nangka memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi
dibandingkan dengan bahan makanan serealia lain seperti gandum, beras giling,
jagung segar, dan singkong. Berikut ini perbandingan kandungan biji nangka, dan
sumber karbohidrat lainnya pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Komposisi Biji Nangka dan Sumber Karbohidrat lain per 100 gram Bahan yang dimakan
Tanaman nangka merupakan tanaman yang potensial untuk dikembangkan.
Banyak manfaat yang dapat diambil dari tanaman ini. Hampir semua bagian tanaman
ini dapat dimanfaatkan. Selain buah yang merupakan produk utamanya, bagian akar,
batang, daun, bakal buah, bahkan kulitnya pun dapat dimanfaatkan.
Bijinya enak dimakan setelah direbus, dan daunnya untuk pakan ternak, dan
tepung yang digunakan sebagai bahan baku industri makanan (bahan makan
campuran). Mineral mikro dan tembaga dalam nangka juga efektif untuk metabolisme
tiroid. Hal ini sangat baik untuk memproduksi hormon dan penyerapan. Kandungan
zat besi dalam buah yang berserat ini membantu mencegah anemia dan meningkatkan
sirkulasi darah dalam tubuh. Dengan phyto-nutrisi dan vitamin C, nangka memiliki
sifat anti kanker dan anti-penuaan. Nutrisi ini bisa menjauhkan diri dari bahaya
kanker dan memperlambat degenerasi sel untuk mencegah tubuh dari penyakit
degeneratif. Buah nangka yang telah matang dapat dibuat dodol dan keripik nangka
yang tahan lama disimpan.
2.2.3 Tepung Biji Nangka
Pengolahan produk setengah jadi merupakan salah satu cara pengawetan hasil
panen, terutama untuk komoditas pangan yang berkadar air tinggi, seperti
umbi-umbian dan buah-buahan. Keuntungan lain dari pengolahan produk setengah jadi,
sebagai bahan baku yang fleksibel untuk industri pengolahan lanjutan, aman dalam
distribusi, serta hemat ruang dan biaya penyimpanan. Teknologi pembuatan tepung
merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan karena
lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), dibentuk, diperkaya zat
gizi, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis.
Proses pembuatan tepung biji nangka mengalami beberapa tahap pengolahan
agar dihasilkan tepung yang berkualitas dan tidak bau. Proses pertama dalam
pembuatan tepung biji nangka adalah dengan pencucian biji nangka, setelah itu
nangka dipisahkan dari sisa pulp yang masih menempel. Kemudian biji nangka
diiris-iris (dipotong menjadi bagian-bagian kecil) agar memudahkan pada pengeringan
(Achmad Fadillah, 2008). Pengeringan dilakukan hingga kadar air di dalam biji
nangka hilang seluruhnya. Dilanjutkan dengan penghancuran biji nangka yang sudah
kering hingga menjadi bubuk halus, diayak menggunakan tepung 60 mesh, dan
tepung biji nangka selesai dibuat. Berikut ini kandungan kimia tepung biji nangka per
100 gram bahan dalam tabel 2.4.
Tabel 2.4 Komposisi Kimia Tepung Biji Nangka
Komposisi Kimia Nilai Gizi Tepung Biji Nangka
Air 12,40
Protein (g) 12.19
Lemak (g) 1,12
Serat Kasar (g) 2,74
Abu (g) 3,24
Bahan ekstra tanpa nitrogen 68,80
Pati 56,21
Sumber : Sari (2012)
2.3 Kacang Merah
Kacang merah (Phaseolus Vulgaris L.) mempunyai nama ilmiah yang sama
dengan kacang buncis yaitu Phaseolus vulgaris L, hanya tipe pertumbuhan dan
kebiasaan panennya berbeda, kacangan merah (kacang jogo), sebenarnya merupakan
kacang buncis tipe tegak (tidak merambat) dan umumnya dipanen polong tua,
sehingga disebut Bush bean. Sedangkan kacang buncis umumnya tumbuh merambat
2.3.1 Kandungan Gizi Kacang Merah
Kacang merah hanya dimakan dalam bentuk biji yang telah tua, baik dalam
keadaan segar maupun yang telah dikeringkan. Biasanya yang dimanfaatkan dari
kacang merah adalah bijinya. Biji kacang merah merupakan bahan makanan yang
mempunyai energi tinggi dan sekaligus sumber protein dan zat besi yang potensial.
Karena itu peranannya dalam usaha perbaikan gizi sangatlah penting. Disamping
kaya protein, biji kacang merah juga merupakan sumber karbohidrat, mineral dan
vitamin (Astawan, 2009). Hasil perbandingan komposisi zat gizi antara kacang merah
segar, kacang merah kering, dan kacang merah rebus dapat dilihat pada tabel 2.5.
Tabel 2.5 Komposisi Zat Gizi per 100 gram Kacang Merah Bahan
tubuh. Beberapa manfaat mengonsumsi kacang merah antara lain, meningkatkan daya
darah, mengendalikan glukosa darah, detoksifikasi sulfit dan sebagainya (Anonim,
2013).
2.3.3 Tepung Kacang Merah
Pengolahan biji kacang merah menjadi tepung telah lama dikenal oleh
masyarakat, namun diperlukan sentuhan teknologi untuk meningkatkan mutu tepung
kacang merah yang dihasilkan. Pembuatan tepung kacang merah dapat dilakukan
dengan cara mengeringkannya dibawah sinar matahari, maupun dengan
menggunakan alat pengering, seperti oven. Kacang merah kemudian dilepas kulitnya,
disangrai, digiling, dan diayak menjadi tepung (Astawan, 2009).
Keunggulan dari pengolahan kacang merah menjadi tepung kacang merah
adalah meningkatkan daya guna, hasil guna, lebih mudah diolah atau diproses
menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, lebih mudah dicampur dengan
tepung-tepung dan bahan lainnya.
2.4 Pisang
Pisang termasuk dalam family Musaceae, dan terdiri atas berbagai varietas
dengan penampilan warna, bentuk, dan ukuran yang berbeda-beda. Varietas pisang
yang diunggulkan antara lain Pisang Ambon Kuning, Pisang Ambon Lumut, Pisang
Barangan, Pisang Badak, Pisang Raja, Pisang Kepok, Pisang Susu, Pisang Tanduk,
dan Pisang Nangka.
Buah pisang tersusun dalam tendon dengan kelompok-kelompok tersusun
berwarna kuning ketika matang, meskipun ada beberapa yang berwarna jingga,
merah, ungu, atau bahkan hamper hitam. Buah pisang sebagai bahan panan
merupakan sumber energi (karbohidrat) dan mineral, terutama kalium.
Karbohidrat dalam pisang mentah selain mengandung amilum (tepung) sulit
dicerna juga tidak manis. Pada pisang yang telah masang, amilumnya telah berubah
menjadi zat gula yang mudah dicerna oleh tubuh dan mempunyai rasa yang manis
dan enak. Karbohidrat yang terkandung dalam pisang masak dapat memberi energi
dan kehangatan pada tubuh.
Pisang kepok atau pisang kepok kuning termasuk pisang berkulit tebal dengan
warna kuning menarik kalau sudah matang. Satu tandan terdiri dari 10-16 sisir
dengan berat 14-22 kg. setiap sisir terdapat ± 20 buah. Daging buahnya kuning,
umumnya buah dimakan setelah direbus atau digoreng. Berikut ini merupakan
klasifikasi pisang kepok (musa balbisiana) :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Bangsa : Zingiberales
Suku : Musaceae
Marga : Musa
2.4.1 Kandungan Gizi Pisang Kepok
Adapun kandungan gizi yang terdapat pada setiap 100 gram disajikan pada
tabel 2.6.
Tabel 2.6 Kandungan Gizi per 100 gram Pisang Kepok
Unsur Kadar
Sumber : Departemen Kesehatan RI, 2005 2.4.2 Tepung Pisang
Pemanfaatan tepung pisang cukup luas dalam industri pangan, sebagai bahan
baku makanan (bubur) balita juga sebagai bahan baku produk kue, sebagai bahan
baku industri, ketersediaan buah pisang dapat terpenuhi karena tanaman pisang
mudah dibudidayakan, dapat tumbuh diberbagai kondisi lahan dan dapat dipanen
sepanjang tahun atau tidak tergantung musim.
Tepung pisang mempunyai rasa dan bau yang khas sehingga dapat digunakan
pada pengolahan berbagai jenis makanan yang menggunakan tepung (tepung beras,
terigu, dan sebagainya) di dalamnya. Dalam hal ini tepung pisang menggantikan
cake/pancake, kue kering, kue lapis, puding, makanan bayi/balita, kue pasir dan
lain-lain. Dalam industri pisang banyak digunakan sebagai bahan dalam pembuatan
pudding, makanan bayi, dan roti.
Tepung pisang adalah salah satu cara pengawetan pisang dalam bentuk
olahan. Cara membuatnya mudah, sehingga dapat diterapkan di daerah perkotaan
maupun pedesaan. Pada dasarnya, semua jenis pisang dapat diolah menjadi tepung
pisang, asal tingkat kematangannya cukup. Tetapi, sifat tepung pisang yang
dihasilkan tidak sama untuk masing-masing jenis pisang. Pisang yang paling baik
meghasilkan tepung pisang adalah pisang kapok. Tepung pisang yang dihasilkannya
mempunyai warna yang lebih putih dibandingka dengan yang dibuat dari pisang jenis
lain.
Tabel 2.7 Sifat Fisik dan Kimia Tepung Pisang dari berbagai Varietas Pisang Varietas Warna Kadar air
Pembuatan tepung pisang bertujuan selain untuk memperpanjang daya awet
tanpa mengurangi nilai gizi pisang, juga untuk mempermudah dan memperluas
pemanfaatan pisang sebagai bahan makanan lain seperti untuk kue, keripik dan
lain-lain. Tahap pengolahan tepung pisang adalah pengukusan atau perebusan buah
atau penggilingan dan pengayakan. Adapun komposisi tepung pisang disajikan pada
tabel 2.8.
Tabel 2.8 Komposisi Kimia Tepung Pisang Kepok dan Rendaman Gaplek Pisang
Komponen (%) Tepung Pisang
Kadar air 5,85 – 11,60
Kadar pati 64,69 – 67,31
Kadar total gula 18,24 – 20,04
Kadar serat kasar 1,96 – 2,51
Kadar protein 3,36 – 4,12
Kadar vitamin C 0,0325 – 0,0326
Kadar total asam 0,36 – 0,71
Rendaman gaplek pisang 15,4 – 18,8
Sumber : Winarno, 2004
2.5 Kebutuhan Gizi Remaja
Penentuan kebutuhan akan zat gizi remaja secara umum didasarkan pada
Recommended Daily Allowances (RDA). Untuk praktisnya, RDA disusun
berdasarkan perkembangan kronologis bukan kematangan. Karena itu jika konsumsi
energi remaja kurang dari jumlah yang dianjurkan, tidak berarti kebutuhannya belum
tercukupi. Status gizi remaja harus dimulai secara perorangan, berdasarkan data yang
diperoleh dari pemeriksaan klinis, biokimiawi, antropometris, diet, serta psikososial.
Banyaknya energi yang dibutuhkan oleh remaja dapat diacu pada tabel RDA.
Secara garis besar, remaja putra memerlukan lebih banyak energi dibandingkan
remaja putri (Arisman, 2010). Kebutuhan akan semua jenis mineral juga meningkat.
Peningkatan kebutuhan akan besi dan kalsium paling mencolok karena kedua mineral
terpenuhinya zat besi pada tubuh akan berdampak pada terjadinya anemia defisiensi
besi yang akan mempengaruhi pertumbuhan, dan produktivitas remaja.
2.5.1 Energi
Energi dalam makanan yang diperoleh dari karbohidrat, protein dan lemak.
Ketiga zat gizi tersebut disebut makronutrien. Energi diperlukan untuk metabolisme,
utilisasi bajan makanan dan aktivitas (Pudjiadi, 2000). Menurut WHO (1985)
konsumsi energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran
energi seseorang bila mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat
aktivitas yang sesuai dengan kesehatan jangka panjang dan yang memungkinkan
pemeliharaan aktivitas fisik yang dibutuhkan secara social dan ekonomi (Almatsier,
2010).
Sumber energi dalam tubuh remaja berasal dari tiga sumber, yaitu
karbohidrat, lemak dan protein yang akan dipecah manjadi energi. Energi yang
dihasilkan oleh setiap satu gram karbohidrat sebanyak 4 kalori, yang dihasilkan
lemak sebanyak 9 kalori, dan oleh protein sebanyak 4 kalori (Devi, 2012).
Kekurangan energi terjadi apabila konsumsi energi melalui makanan kurang
dari energi yang dikeluarkan. Akibatnya, berat badan menjadi tidak ideal. Bila terjadi
pada remaja akan menghambat pertumbuhan. Gejala yang ditimbulkan adalah kurang
perhatian, gelisah, lemah, kurang bersemangat dan penurunan daya tahan terhadap
penyakit infeksi (Almatsier, 2010).
Kelebihan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan melebihi
Akibatnya ialah terjadi kegemukan. Kegemukan dapat menyebabkan gangguan dalam
fungsi tubuh sehingga meningkatkan resiko untuk menderita penyakit kronis, seperti
diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung koroner, kanker dan memperpendek
harapan hidup (Almatsier, 2010).
2.5.2 Protein
Setelah air, protein merupakan zat gizi yang paling banyak dalam tubuh. Bila
energi makanan cukup, dapat dikatakan semua makanan juga mengandung protein
yang cukup. Akan tetapi, jika protein yang dikonsumsi tidak terpenuhi sesuai
kebutuhan tubuh, hal ini menggambarkan bahwa makanan yang dikonsumsi tidak
mencukupi terhadap kebutuhan energi.
Kebutuhan manusia akan protein dapat dihitung dengan mengetahui jumlah
nitrogen yang hilang (obligatory nitrogen). Setiap harinya nitrogen yang keluar
bersama urin rata-rata 37 mg/kg berat badan dan dalam feses 12 mg/kg berat badan.
Nitrogen yang lepas bersama kulit 3 mg/kg serta melalui jalur lain seperti keringat
meliputi 2 mg/kg sehingga jumlahnya menjadi 54 mg/kg berat badan per hari. Karena
itu nitrogen dibuat oleh tubuh dapat digunakan sebagai pedoman untuk menentukan
kebutuhan minimal protein yang diperlukan badan (Winarno, 2004).
Angka tersebut dapat dikalikan dengan 6,25 (konversi protein dari nitrogen)
menjadi jumlah kebutuhan protein/kg berat badan per hari. Angka ini biasanya masih
ditambah 30% untuk memberi peluang peningkatan terbuangnya nitrogen kelak kalau
ukuran berat badan, jenis kelamin dan umur. Untuk itu pengamanan angka terakhir
masih harus ditambah lagi menjadi 30% (Winarno, 2004).
Menurut Almatsier (2010), maksimal asupan protein yang dianjurkan untuk
dikonsumsi adalah sebanyak 2 kali dari Angka Kecukupan Gizi (AKG). Protein
terdapat pada pangan nabati maupun hewani. Nilai protein pada bahan pangan
bersumber hewani lebih tinggi dibandingkan dengan bahan makanan nabati. Sumber
protein dari hewani diantaranya adalah ikan, susu, telur, daging, unggas dan kerang.
Sedangkan sumber protein dari nabati diantaranya adalah kacang merah, dan juga
kedelai dan olehannya seperti tempe dan tahu.
Protein ditemukan dalam semua jaringan tubuh. Kebanyakan dari protein
disimpan dalam jaringan otot dan organ-organ tubuh. Sisanya terdapat dalam darah,
tulang dan gigi. Protein memiliki beberapa fungsi yaitu :
1. Membentuk jaringan baru dalam masa pertumbuhan dan perkembangan
tubuh.
2. Memelihara jaringan tubuh sepanjang hidup dan memperbaiki serta
mengganti jaringan yang rusak.
3. Menyediakan asam amino yang diperlukan untuk membentuk enzim-enzim
pencernaan dan metabolisme yang digunakan dalam tubuh serta sebagai
antibodi yang diperlukan.
4. Mengatur keseimbangan air dalam tubuh.
5. Bertindak sebagai buffer, yaitu beraksi dengan asam dan basa untuk menjaga
6. Sebagai sumber energi, protein ekivalen dengan karbohidrat, karena
menghasilkan 4 kkal/g protein (Almatsier, 2010).
Gangguan gizi yang juga sering terjadi pada remaja ialah kurang energi
protein yang juga disebut kurang kalori-protein. Konsumsi energi yang kurang dapat
menyebabkan penggunaan protein makanan digunakan untuk energi daripada untuk
pertumbuhan dan pemeliharaan. Selain itu, kurang protein tetapi cukup energi dapat
timbul jika pangan pokok yang dimakan mempunyai kandungan protein yang rendah,
misalnya singkong ataupun ubi jalar ataupun jika total konsumsi pangan anak kecil
misalnya sop, bubur ataupun bubur halus juga rendah dalam protein kalori.
Timbulnya penyakit akibat defisiensi protein biasanya disertai dengan penyakit
penyerta berupa infeksi saluran pernapasan serta infeksi saluran pencernaan
(Sulistyoningsih, 2011).
2.5.3 Zat Besi (Fe)
Zat Besi merupakan mikroelemen yang essensial bagi tubuh. Zat ini terutama
diperlukan dalam hemopobsis (pembentukan darah), yaitu dalam sintesa hemoglobin
(Hb). Disamping itu berbagai jenis enzim memerlukan Fe sebagai faktor penggiat
(Hoffbrand, 2006).
Kandungan besi dalam badan sangat kecil yaitu 35 mg per kg berat badan
wanita atau 50 mg per kg berat badan pria. Besi dalam badan sebagian terletak dalam
sel-sel darah merah sebagai heme, suatu pigmen yang mengandung inti sebuah atom
dalam sel-sel otot, khususnya dalam mioglobin. Berbeda dengan hemoglobin,
mioglobin terdiri dari satu pigmen heme untuk setiap protein (Winarno, 2004).
Pada remaja, jumlah kebutuhan sesuai dengan ukuran tubuh dan terjadinya
menstruasi (Rossander-Hulthen & Hallberg, 1996 dalam Beard, 2000). Kebutuhan zat
besi untuk remaja dihitung menggunakan metode faktorial. Kebutuhan remaja
dihitung dari peningkatan volume darah (0,18 mg/hari pada remaja pria dan 0,14
mg/hari pada remaja wanita). Peningkatan kebutuhan zat besi tersebut termasuk
peningkatan volume darah yang diiringi dengan peningkatan rata-rata konsentrasi Hb
selama pertumbuhan yang pesat.
Kebutuhan zat besi terabsorpsi pada remaja putri diperkirakan sekitar 1,9
mg/hari, berdasarkan rat-rata kebutuhan untuk tumbuh (0,5 mg), basal (0,75 mg), dan
kehilangan darah menstruasi (0,6 mg) (Briawan, 2014). Apabila AKG zat besi 15
mg/hari, dengan asumsi penyerapan zat besi 10-15%, akan menghasilkan asupan zat
besi sekitar 1,5-2,2 mg/hari. Jumlah ini cukup untuk mempertahankan keseimbangan
zat besi di dalam tubh, termasuk untuk penyimpanan sebesar 300 mg (Krummer
Kris-Etherton, 1996).
Tambahan zat besi untuk remaja wanita diperlukan untuk menggantikan
kehilangan zat besi selama menstruasi. Hallberg (1996) menyebutkan bahwa
menstruasi selama remaja tidak berbeda dengan usia reproduktif lainnya. Rata-rata
kehilangan darah menstruasi 84 ml, dengan asumsi kehilangan Hb 133 g/l,
membutuhkan tambahan zat besi 0,56 mg/hari. Tambahan zat besi untuk persentil
untuk mempertahankan keseimbangan akibat kehilangan darah menstruasi
dibutuhkan 2,1 mg/hari untuk persentil ke-75.
Fairweather-Tait (1996, dikutip dalam Beard, 2000) mengestimasi kebutuhan
zat besi untuk remaja pria antara 1,45-2,03 mg/hari berdasarkan survey di UK dan
Eropa pada tahun 1996. Untuk remaja pria, masa pubertas berkaitan dengan
meningkatnya massa tubuh dan konsentrasi hemoglobin. Kebutuhan untuk pria ini
20% lebih banyak dibandingkan dengan rata-rata kebutuhan wanita mentruasi.
Sedangkan untuk remaja wanita, pertumbuhan masih berlanjut setelah masa
menstruasi. Pada usia 14 tahun, kebutuhan zat besi remaja wanita 30% lebih banyak
dibandingkan ibunya (Tabel 2.9).
Tabel 2.9 Kebutuhan zat besi menurut kelompok usia
Kelompok Usia Kebutuhan mg/hari
Pria dewasa 1
Remaja 2-3
Wanita (WUS) 2-3
Wanita hamil 3-4
Bayi 1
Bioavailabilitas maksimum pada diet 4 Sumber : Frewin et al, 1997
FAO/WHO (2001) menyebutkan zat besi yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan remaja adalah 0,55 mg/hari. Asumsi kehilangan zat besi basal 0,65 mg
dan menstruasi 0,48 mg, sehingga kebutuhan zat besi sekitar 1,68 mg per hari.
Kebutuhan tersebut didasarkan pada tingkat fisiologis sehingga jika bioavailabilitas
sebesar 5-10% makan diperlukan zat besi 17-34 mg/hari. Untuk Indonesia, kebutuhan
zat besi menurut angka kecukupan gizi (AKG) dapat dilihat pada tabel 2.10 berikut
Tabel 2.10 Kecukupan Zat Gizi Besi untuk Remaja menurut AKG Indonesia
Jenis kelamin Usia Zat besi (mg/hari)
Laki-laki
10-12 tahun 13
13-15 tahun 19
16-18 tahun 15
Perempuan
10-12 tahun 20
13-15 tahun 26
16-18 tahun 26
Sumber : WNPG, 2012
Kebutuhan zat besi pada remaja pria yang lebih rendah tersebut menyebabkan
prevalensi anemia pada kelompok pria lebih rendah dibandingkan wanita.
2.6 Uji Organoleptik
Penilaian organoleptik disebut juga dengan penilaian indra atau penilaian
sensorik yang merupakan suatu cara penilaian yang paling primitif atau sudah lama
dikenal. Penilaian organoleptik sangat banyak digunakan untuk menilai mutu dalam
industri pangan dan industri hasil pertanian lainnya. Kadang-kadang penilaian ini
dapat memberikan hasil penilaian yang sangat teliti. Dalam beberapa hal penilaian
dengan indera bahkan melebihi ketelitian alat yang paling sensitif (Susiwi, 2009).
Indera yang berperan dalam uj organoleptik adalah indera penglihatan,
penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran. Panel diperlukan untuk
melaksanakan penelitian organoleptik dalam penilaian mutu atau sifat-sifat sensorik
suatu komoditi, panel bertindak sebagai instrumen atau alat. Panel ini terdiri atas
orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat dari suatu komoditi. Orang yang
Uji hedonik atau kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan. Dalam
uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau
sebaliknya ketidaksukaan, disamping itu mereka juga mengemukakan tingkat
kesukaan/ketidaksukaan. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut orang skala hedonik,
misalnya amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka,
tidak suka, sangat tidak suka dan amat sangat tidak suka. Skala hedonik dapat
direntangkan atau diciutkan sesuai yang diinginkan peneliti (Rahayu, 1998).
2.7 Panelis
Menurut Rahayu (1998), dalam penilaian organoleptik dikenal tujuh macam
pael, yaitu panel perseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih,
panel tidak terlatih, panel konsumen dan panel anak-anak. Perbedaan ketujuh panel
tersebut didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik.
1. Panel perseorangan
Panel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik
yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang sangat
intensif. Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan
bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisa organoleptik dengan
sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah kepekaan tinggi, biasa
dapat dihindari, penilaian efisien. Panel perseorangan biasanya digunakan untuk
2. Panel terbatas
Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi
sehingga bias lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktor-faktor
dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan pengaruh bahan
baku terhadap hasil akhir.
3. Panel terlatih
Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik.
Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan.
Panelis ini dapat menilai veverapa rangsangan sehingga tidak terlampau spesifik.
4. Panel agak terlatih
Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumnya dilatih untuk
mengetahui sidat-sifat tertentu. Panel agak terlatih dapat dipilih dari kalangan terbatas
dengan menguji datanya terlebih dahulu. Sedangkan data yang sangat menyimpang
boleh tidak digunakan dalam keputusannya.
5. Panel tidak terlatih
Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih berdasaran
jenis suku-suku bangsa, tingkat social dan pendidikan. Panel tidak terlatihnya
diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana seperti sifat kesukaan,
tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan. Panel tidak terlatih biasanya
6. Panel konsumen
Panel konsumen teridir dari 30 hingga 100 orang tergantung pada target
pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat
ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.
7. Panel anak-anak
Panel yang khas adalah panel yang menggunakan anak-anak berusia 3-10
tahun. Biasanya anak-anak digunakan sebagai panelis dalam penilaian produk-produk
pangan yang disukai anak-anak seperti permen, es krim dan sebagainya, cara
penggunaan panelis anak-anak harus bertahap, yaitu dengan pemberitahuan atau
dengan bermain bersama, kemudian dipanggil untuk diminta responnya terhadap
produk yang dinilai dengan alat bantu gambar seperti boneka yang sedang sedih,
biasa, atau tertawa.
2.8 Kerangka Konsep
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Biskuit yang dimodifikasi dengan tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan tepung pisang.
Daya terima biskuit modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang
merah, dan tepung pisang
Nilai gizi energi, protein dan zat besi dari biskuit modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,
menggunakan rancangan penelitian acak lengkap, yang terdiri atas 3 perlakuan faktor
yaitu tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang yang dilakukan
dengan 3 perlakuan (7:4:4 , 4:7:4 dan 4:4:7). Pada penelitian ini dilakukan pembuatan
biskuit dengan penambahan tepung biji nangka sebesar 46,7%:26,7%:26,7%, tepung
kacang merah sebesar 26,7%:46,7%:26,7% dan tepung pisang 26,7%:26,7%:46,7%
dari berat total diulang sebanyak 2 kali pada proses pembuatan biskuit, dengan
maksud untuk memperkecil eror atau kesalahan yang mungkin terjadi pada saat
penimbangan bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit. Masing-masing
perlakuan tiga kali pengulangan seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 3.1 Rincian Perlakuan
A1 : Biskuit yang dimodifikasi dengan perbandingan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang adalah 7:4:4
A2 : Biskuit yang dimodifikasi dengan perbandingan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang adalah 4:7:4
A3 : Biskuit yang dimodifikasi dengan perbandingan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang adalah 4:4:7