• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daya Terima Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang serta Kontribusinya terhadap Kecukupan Energi, Protein dan Zat Besi Remaja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Daya Terima Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang serta Kontribusinya terhadap Kecukupan Energi, Protein dan Zat Besi Remaja"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

DAYA TERIMA BISKUIT DENGAN MODIFIKASI TEPUNG BIJI NANGKA, TEPUNG KACANG MERAH DAN TEPUNG PISANG SERTA

KONTRIBUSINYA TERHADAP KECUKUPAN ENERGI, PROTEIN DAN ZAT BESI REMAJA

SKRIPSI

OLEH :

CITRA CHAIRANNISA NIM : 111000122

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

DAYA TERIMA BISKUIT DENGAN MODIFIKASI TEPUNG BIJI NANGKA, TEPUNG KACANG MERAH DAN TEPUNG PISANG SERTA

KONTRIBUSINYA TERHADAP KECUKUPAN ENERGI, PROTEIN DAN ZAT BESI REMAJA

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

CITRA CHAIRANNISA NIM : 111000122

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “DAYA TERIMA BISKUIT DENGAN MODIFIKASI TEPUNG BIJI NANGKA, TEPUNG KACANG MERAH DAN TEPUNG PISANG SERTA KONTRIBUSINYA TERHADAP KECUKUPAN ENERGI, PROTEIN DAN ZAT BESI REMAJA”

ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau mengutip dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, September 2015

Yang membuatpernyataan,

(4)
(5)

ABSTRAK

Tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dapat diolah menjadi berbagai produk pangan yang dapat memberikan sumbangan zat gizi seperti energi, protein, dan juga zat besi pada remaja yang sedang dalam masa pertumbuhan. Salah satu produk tersebut adalah biskuit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya terima berdasarkan sifat organoleptik yang meliputi warna, rasa, aroma dan tekstur yang diuji melalui uji hedonik serta kontribusinya terhadap kecukupan energi, protein serta zat besi bagi remaja.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen pembuatan biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dengan berbagai komposisi perbandingan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang (7:4:4, 4:7:4 dan 4:4:7). Penelitian tentang uji daya terima dan pembuatan modifikasi biskuit dilaksanakan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera, sedangkan penelitian kandungan gizi biskuit dilakukan di Badan Riset Standardisasi Industri Kota Medan. Analisa data dilakukan secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan uji organoleptik terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur, biskuit yang paling disukai panelis adalah biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang yang dibuat dengan perbandingan 4:4:7. Berdasarkan analisa sidik ragam, modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang merah dengan berbagai tigkat perbandingan pada pembuatan biskuit memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa, aroma dan tekstur pada biskuit yang dihasilkan.Penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dalam pembuatan biskuit meningkatkan kandungan zat besi. Konsumsi 5 keping biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang A2 memberikan kontribusi 15,7%, 14,7%, dan 18,7% dari

kebutuhan energi, protein dan zat besi total remaja putra usia 16-18 tahun, dan sebesar 19,8%, 16,5% dan 10,8% dari kebutuhan energi, protein dan zat besi total remaja putri usia 16-18 tahun.

Dalam pembuatan biskuit yang disarankan kepada konsumen untuk menjadikan biskuit modifikasi ini sebagai alternatif makanan sehat untuk memenuhi kecukupan energi, protein dan zat besi remaja. Perlu dilakukan juga penganekaragaman makanan lainnya dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang sebagai makanan yang kaya akan zat gizi.

(6)

ABSTRACT

Jackfruit seeds,red beansand banana flour can be processed into various food product which can give contribute nutrient, like energy, protein and iron. One of the product is biscuits. This study was aimed to determine the acceptability which comprised the color, flavor, taste and texture which were tested by hedonic test and the contribution to adequacy of the energy, protein, and iron.

This was an experimental study on making biscuits by adding Jackfruit seeds, red beansand banana flour in different proportion of Jackfruit seeds, red beansand banana flour (7:4:4, 4:7:4 and 4:4:7). Organoleptic test of modified biscuits was given to thirty panelist of students in The Faculty of Public Health,University of Sumatera Utara. Analyzed was done descriptively.

The results of this research showed that by organoleptic test of color, flavor and texture, biscuits with the addition of Jackfruit seeds, red beansand banana flour which made with 4:4:7proportion was the favored by the panelists. Based on the analysis of variance, the modification of Jackfruit seeds, red beansand banana flour in different proportion influenced different variety of taste, flavor and texture. The addition of Jackfruit seeds, red beansand banana flour on biscuit making increased the content of iron and protein. Consumption of five pieces A2 biscuits with addition

Jackfruit seeds, red beansand banana flour contributes 15,7%, 14,7% and diversification by added Jackfruit seeds, red beansand banana flour as a food which is rich in nutrient content.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan

hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Daya Terima Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang serta Kontribusinya terhadap Kecukupan Energi, Protein dan Zat Besi Remaja” ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

program sarjana di Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Masyarakat,

Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari begitu banyak yang memberi dukungan, bimbingan,

informasi, dan bantuan materil serta kemudahan dari berbagai pihak, sehingga skripsi

ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, sebagai Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si, sebagai Ketua Departemen Gizi

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara sekaligus sebagai dosen pembimbing I yang penuh perhatian dan kesabaran

membimbing dan mengarahkan penulis sejak penyusunan proposal hingga

(8)

3. Ibu Ernawati Nasution, S.KM, M.Kes, selaku dosen pembimbing II yang penuh

kesabaran membimbing dan mengarahkan penulis sejak penulisan proposal

hingga penulisan skripsi ini dapat selesai dengan baik.

4. Ibu Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku dosen penguji I yang telah

memberikan bimbingan dan arahan serta masukan demi kesempurnaan penulisan

skripsi ini.

5. Ibu Dra. Jumirah, Apt, M.Kes, selaku dosen penguji II yang telah memberikan

bimbingan dan arahan serta masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

6. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat

Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

7. Rekan-rekan mahasiswa S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara Peminatan Studi Gizi Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Teman-teman tercinta, yaitu Malta Indah Aperos, Aprilia Rizki Ardila,

Fahrunnisa Hariningrum Harahap, dan Retno Galuh Alfia yang telah memberikan

perhatian, semangat, serta dorongan untuk menyeleasaikan penulisan skripsi ini.

9. Ibunda tercinta Ermi Netti, Adinda tercinta Atania Qatrannada, Paman dan Tante

tercinta Ferry Musyirwan dan Yudarmaini atas segala doa dan kasih sayang,

pengorbanan, pengertian, dorongan, semangat yang tidak pernah berhenti selama

(9)

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan pada

skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini

bermanfaat bagi kita semua.

Medan, September 2015 Penulis

Citra Chairannisa

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... i

(11)

2.8 Kerangka Konsep. ... 34

3.5.4 Proses Pembuatan Biskuit dengan Modifikasi ... 43

3.5.5 Uji Daya Terima ... 44

3.5.6 Menghitung Kontribusi Mineral Zat Besi dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang 46

3.6 Definisi Operasional... 46

3.7 Proses Uji Organoleptik ... 48

3.8 Metode Pengumpulan Data ... 48

3.8.1 Pengolahan dan Analisis Data ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Karakteristik Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang yang Dihasilkan ... 53

4.2. Karakteristik Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 54

4.3. Analisis Organoleptik Aroma Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 56

4.4. Analisis Organoleptik Rasa Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 57

4.5. Analisis Organoleptik Warna Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 59

4.6. Analisis Organoleptik Tekstur Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 61 4.7. Analisis Kandungan Gizi Energi, Protein dan Zat Besi dengan

(12)

Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 63 4.8. Perhitungan Kontribusi Zat Besi Biskuit yang Dimodifikasi

Terhadap Kecukupan Zat Besi Remaja……….. ... 65

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Daya Terima terhadap Aroma Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan

Tepung Pisang ... 66 5.2 Daya Terima terhadap Rasa Biskuit dengan Berbagai Variasi

Penambahan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan

Tepung Pisang ... 67 5.3 Daya Terima terhadap Warna Biskuit dengan Berbagai Variasi

Penambahan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan

Tepung Pisang ... 68 5.4 Daya Terima terhadap Tekstur Biskuit dengan Berbagai Variasi

Penambahan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan

Tepung Pisang ... 70 5.5 Analisis Kandungan Energi, Protein dan Zat Besi Biskuit dengan

Berbagai Variasi Penambahan Tepung Biji Nangka, Tepung

Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 71

BAB IV PENUTUP

6.1 Kesimpulan ... 76 6.2 Saran……… ... 77

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992 ... 11

Tabel 2.2 Komposisi Zat Gizi untuk Berbagai Jenis & Ukuran Porsi Biskuit ... 12

Tabel 2.3 Komposisi Biji Nangka & Sumber Karbohidrat lain per 100 gr ... 16

Tabel 2.4 Komposisi Kimia Tepung Biji Nangka ... 18

Tabel 2.5 Komposisi Zat Gizi per 100 gr Kacang Merah ... 19

Tabel 2.6 Kandungan Gizi per 100 gr Pisang Masak... 22

Tabel 2.7 Sifat Fisik dan Kimia Tepung Pisang dari Berbagai Varietas Pisang ... 23

Tabel 2.8 Komposisi Kimia Tepung Pisang & Rendaman Gaplek Pisang 24 Tabel 2.9 Kebutuhan Zat Besi Menurut Kelompok Usia ... 30

Tabel 2.10 Kecukupan Zat Gizi Besi untuk Remaja Menurut AKG .... 31

Tabel 3.1 Rincian Perlakuan ... 35

Tabel 3.2 Jenis & Ukuran Bahan dalam Eksperimen Pembuatan Biskuit 37 Tabel 3.3 Tingkat Penerimaan Konsumen ... 44

Tabel 3.4 Interval Persentase & Kriteria Kesukaan ... 50

Tabel 3.5 Daftar Analisis Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap ... 51

Tabel 4.1 Karakteristik Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 54

Tabel 4.2 Hasil Analisis Organoleptik Aroma Biskuit Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 56

Tabel 4.3 Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Aroma ... 56

Tabel 4.4 Hasil Uji Ganda Duncan terhadap Aroma ... 57

Tabel 4.5 Hasil Analisis Organoleptik Rasa Biskuit Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 58

Tabel 4.6 Hasil Analisa Sidik Ragam terhadap Rasa ... 58

Tabel 4.7 Hasil Uji Ganda Duncan terhadap Rasa ... 59

Tabel 4.8 Hasil Analisis Organoleptik Warna Biskuit Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 60

Tabel 4.9 Hasil Analisa Sidik Ragam terhadap Warna ... 60

Tabel 4.10 Hasil Analisis Organoleptik Tekstur Biskuit Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 61

Tabel 4.11 Hasil Analisa Sidik Ragam terhadap Tekstur ... 62

Tabel 4.12 Hasil Uji Ganda Duncan terhadap Rasa ... 62

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Alir Pembuatan Cookies ... 14

Gambar 2.2 Kerangka Konsep ... 34

Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Tepng Biji Nangka ... 39

Gambar 3.2 Diagram Alir Tepung Kacang Merah ... 40

Gambar 3.3 Diagram Alir Pembuatan Tepung Pisang ... 42

Gambar 3.4 Diagram Alir Proses Pembuatan Biskuit ... 43

Gambar 4.1 Perbedaan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang... 53

Gambar 4.2 Biskuit yang dimodifikasi dengan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang dengan Perbandingan 7:4:4 ... 54

Gambar 4.3 Biskuit yang dimodifikasi dengan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang dengan Perbandingan 4:7:4 ... 49

Gambar 4.4 Biskuit yang dimodifikasi dengan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang dengan Perbandingan 4:4:7 ... 49

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Formulir Uji Daya Terima Biskuit... 81

Lampiran 2. Surat Terlampir ... 83

Lampiran 3. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penelitian terhadap Aroma 86

Lampiran 4. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penelitian terhadap Rasa ... 90

Lampiran 5. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penelitian terhadap Warna 94

(16)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Citra Chairannisa

Tempat Lahir : Jakarta

Tanggal Lahir : 09 Agustus 1993

Suku Bangsa : Minang (Tanjung)

Agama : Islam

Nama Ayah : H.M Sukarma, S.E

Suku Bangsa Ayah : Sunda

Nama Ibu : Ermi Netti

Sukua Bangsa Ibu : Minang (Tanjung)

Pendidikan Formal

1. SD/Taman tahun : SD Negeri 13 Wanasari Cibitung Bekasi/2005

2. SLTP/Tamat tahun : Mts Al-Ittihadiyah Rumbai Pekanbaru/2008

3. SLTA/Tamat tahun : SMAN 1 Ampek Angkek/2011

(17)

ABSTRAK

Tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dapat diolah menjadi berbagai produk pangan yang dapat memberikan sumbangan zat gizi seperti energi, protein, dan juga zat besi pada remaja yang sedang dalam masa pertumbuhan. Salah satu produk tersebut adalah biskuit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya terima berdasarkan sifat organoleptik yang meliputi warna, rasa, aroma dan tekstur yang diuji melalui uji hedonik serta kontribusinya terhadap kecukupan energi, protein serta zat besi bagi remaja.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen pembuatan biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dengan berbagai komposisi perbandingan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang (7:4:4, 4:7:4 dan 4:4:7). Penelitian tentang uji daya terima dan pembuatan modifikasi biskuit dilaksanakan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera, sedangkan penelitian kandungan gizi biskuit dilakukan di Badan Riset Standardisasi Industri Kota Medan. Analisa data dilakukan secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan uji organoleptik terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur, biskuit yang paling disukai panelis adalah biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang yang dibuat dengan perbandingan 4:4:7. Berdasarkan analisa sidik ragam, modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang merah dengan berbagai tigkat perbandingan pada pembuatan biskuit memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa, aroma dan tekstur pada biskuit yang dihasilkan.Penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dalam pembuatan biskuit meningkatkan kandungan zat besi. Konsumsi 5 keping biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang A2 memberikan kontribusi 15,7%, 14,7%, dan 18,7% dari

kebutuhan energi, protein dan zat besi total remaja putra usia 16-18 tahun, dan sebesar 19,8%, 16,5% dan 10,8% dari kebutuhan energi, protein dan zat besi total remaja putri usia 16-18 tahun.

Dalam pembuatan biskuit yang disarankan kepada konsumen untuk menjadikan biskuit modifikasi ini sebagai alternatif makanan sehat untuk memenuhi kecukupan energi, protein dan zat besi remaja. Perlu dilakukan juga penganekaragaman makanan lainnya dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang sebagai makanan yang kaya akan zat gizi.

(18)

ABSTRACT

Jackfruit seeds,red beansand banana flour can be processed into various food product which can give contribute nutrient, like energy, protein and iron. One of the product is biscuits. This study was aimed to determine the acceptability which comprised the color, flavor, taste and texture which were tested by hedonic test and the contribution to adequacy of the energy, protein, and iron.

This was an experimental study on making biscuits by adding Jackfruit seeds, red beansand banana flour in different proportion of Jackfruit seeds, red beansand banana flour (7:4:4, 4:7:4 and 4:4:7). Organoleptic test of modified biscuits was given to thirty panelist of students in The Faculty of Public Health,University of Sumatera Utara. Analyzed was done descriptively.

The results of this research showed that by organoleptic test of color, flavor and texture, biscuits with the addition of Jackfruit seeds, red beansand banana flour which made with 4:4:7proportion was the favored by the panelists. Based on the analysis of variance, the modification of Jackfruit seeds, red beansand banana flour in different proportion influenced different variety of taste, flavor and texture. The addition of Jackfruit seeds, red beansand banana flour on biscuit making increased the content of iron and protein. Consumption of five pieces A2 biscuits with addition

Jackfruit seeds, red beansand banana flour contributes 15,7%, 14,7% and diversification by added Jackfruit seeds, red beansand banana flour as a food which is rich in nutrient content.

(19)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat

kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses

kehidupan menuju kematangan fisik serta perkembangan emosional antara anak-anak

dan sebelum dewasa. Kategori periode usia remaja dari berbagai referensi

berbeda-beda, namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara 10-21 tahun.

Pembagian kelompok remaja tersebut adalah remaja awal usia 10-14 tahun, remaja

menengah usia 14-17 tahun, dan remaja akhir 17-21 tahun. Menurut WHO (2009)

jumlah remaja di dunia saat ini mencapai 1,2 milyar dan satu dari lima orang di dunia

ini adalah kelompok usia remaja 10-19 tahun, sedangkan di Asia Tenggara, jumlah

remaja mencapai ± 18% - 25% dari seluruh populasi di daerah tersebut.

Masa remaja adalah masa transisi dari tahap anak-anak ke tahap dewasa.

Selama masa remaja, terjadi peningkatan kecepatan pertumbuhan terpesat kedua

setelah tahun pertama kehidupan pada masa bayi. Pada periode ini terjadi perubahan

fisik, biologis dan psikologis yang sangat unik dan berkelanjutan. Perubahan fisik

yang terjadi akan mempengaruhi status kesehatan dan nutrisinya. Ketidakseimbangan

antara asupan zat gizi dan kebutuhannya akan menimbulkan masalah gizi, baik

berupa masalah gizi kurang maupun gizi lebih (Briawan, 2014). Pada kebanyakan

(20)

gizi. Aktivitas fisik yang berlebihan dan infeksi penyakit, kemungkinan juga menjadi

penyebab rendahnya status gizi remaja (ACC/SCN, 2000). Kekurangan zat gizi saat

remaja, seperti terlalu kurus atau pendek akibat kurang energi kronis, sering tidak

diketahui oleh mereka maupun keluarganya (World Bank, 2003). Sehingga hal

tersebut dapat menyebabkan kemampuan belajar dan bekerja tidak maksimum,

meningkatkan resiko terjadi kehamilan pada remaja dan membahayakan bayi yang

dilahirkan.

Kelompok usia remaja sangat rentan mengalami kekurangan zat gizi makro,

seperti energi, dan protein. Angka prevalensi gizi kurang (ukuran tubuh pendek atau

stunting) yang sangat tinggi di Asia adalah akibat kekurangan zat gizi makro yang

kronis (World Bank, 2003 ; UN-SCN, 2004). Di Indonesia, prevalensi gizi kurang

(tubuh kurus) pada remaja sebesar 17,4% (Permaesih dan Herman, 2005). Selain zat

gizi makro, remaja juga mengalami masalah zat gizi mikro seperti defisiensi zat besi,

defisiensi vitamin A, seng dan kalsium. Peningkatan kebutuhan akan mineral zat besi

pada masa ini sangatlah tinggi. Hal ini dikarenakan zat besi merupakan komponen

penting dalam pembentukan hemoglobin, membantu berbagai proses metabolisme

tubuh, pembentuk utama tulang dan otot serta pertumbuhan skeletal (Arisman,

2010).

Masalah gizi remaja dapat diperbaiki dengan konsumsi pangan yang beragam.

Setiap jenis makanan mempunyai cita rasa, tekstur, aroma, dan daya cerna tersendiri

yang memberikan sumbangan gizi berbeda-beda. Asupan gizi yang cukup akan

(21)

pertumbuhan dan perkembangan remaja yang lebih optimal dan juga mencegah

timbulnya penyakit kronis setelah dewasa (Briawan, 2014). Selain dengan cara

merubah kebiasaan makan menjadi lebih baik dan mengonsumsi suplemen, remaja

juga dianjurkan untuk mengonsumsi makanan tambahan diluar waktu makan seperti

mengonsumsi jajanan yang sehat dan kaya akan energi, salah satunya adalah biskuit.

Biskuit adalah salah satu jenis kue kering yang sampai saat ini banyak

digemari oleh masyarakat sebagai makanan jajanan atau camilan dari berbagai

kelompok ekonomi dan kelompok umur. Menurut Moehji (2000), biskuit sering

dikonsumsi oleh anak balita, anak usia sekolah, remaja, hingga orang tua yang biasa

dikonsumsi sebagai makanan selingan atau makanan bekal. Harga biskuit yang

terjangkau oleh berbagai kelompok ekonomi juga menjadi satu alasan mengapa

biskuit banyak disukai oleh masyarakat. Konsumsi rata-rata kue kering di kota besar

dan pedesaan di Indonesia 0,40 kg/kapita/tahun. Kandungan dalam 100 gram biskuit

kurang lebih 400-500 kkal. Karena itu, biskuit sangat tepat dijadikan bekal bagi

mereka yang sibuk beraktivitas dan memerlukan banyak energi.

Adanya penerapan teknologi fortifikasi (penambahan zat gizi tertentu), biskuit

tidak lagi sekadar makanan sumber energi, tetapi juga sebagai sumber zat gizi lain

yang sangat diperlukan tubuh. Biskuit juga dapat ditambahkan berbagai vitamin,

mineral, serat pangan, prebiotik, dan komponen bioaktif lainnya yang bermanfaat

bagi kesehatan. Dengan kemajuan teknologi, biskuit dapat disulap menjadi makanan

yang enak, bergizi, berpenampilan menarik, serta bermanfaat bagi kesehatan

(22)

Indonesia memiliki tingkat konsumsi tepung terigu yang tinggi pada

masyarakat disamping konsumsi beras. Untuk membantu mengurangi ketergantungan

terhadap tepung terigu dan menurunkan harga jualnya, penggunaan terigu dapat

dikurangi dengan penggunaan bahan-bahan lain. Substitusi terigu diharapkan dapat

menjamin kesinambungan produksi dan sekaligus memberdayakan potensi sumber

daya lokal seperti penggunaan biji nangka, kacang merah, dan juga pisang.

Pemanfaatan biji nangka, pisang dan kacang merah pada produksi pangan masih

tergolong rendah. Hal ini terlihat dari konsumsi masyarakat terhadap biji nangka,

kacang merah, dan pisang itu sendiri hanya dikonsumsi dalam bentuk olehan

sederhana seperti direbus atau digoreng saja. Padahal pemanfaatan biji nangka dapat

dikembangkan lagi menjadi berbagai macam olahan yang bervariasi dan lebih

menarik.

Biji nangka ternyata tidak harus selalu dianggap limbah dan dibuang begitu

saja. Selama ini biji nangka dimanfaatkan hanya dengan merebus atau memakannya

langsung. Kandungan karbohidrat 100 gr beras sebesar 78,9 gr. Jika dibandingkan,

maka 2 kg biji nangka sebanding dengan 1 kg beras. Meski begitu biji nangka dapat

dimanfaatkan sebagai alternatif bahan pangan yang cukup bergizi karena masih

adanya kandungan zat gizi lain yang lebih tinggi dibanding makanan penghasil

karbohidrat lainnya seperti protein. Jika dibandingkan dengan berbagai jenis tanaman

yang umum dipakai sebagai penghasil karbohidrat seperti beras giling, jagung rebus,

dan singkong, maka biji nangka termasuk memiliki kadar zat gizi yang relatif

(23)

Kacang merah merah merupakan jenis kacang-kacangan yang banyak terdapat

di pasar-pasar tradisional sehingga mudah di dapat dan harganya relatif murah.

Kacang merah sering dipergunakan untuk beberapa masakan, seperti sup, rendang,

dan juga kue-kue, kini bahkan umum digunakan untuk makanan bayi mengingat

kandungan nilai gizinya yang tinggi terutama sebagai sumber protein dan zat besi.

Kacang merah juga sering dimasak menjadi selai manis yang digunakan

sebagai pengisi beberapa kue, seperti bakpau, kue bulan, kue moci, kue dorayaki,

donat isi, biskuit dan lain-lain. Pemanfaatan biji nangka dan kacang merah sebagai

tepung dapat menambah informasi tentang penganekaragaman atau diversifikasi

pangan pada masyarakat serta sebagai alternatif mengurangi penggunaan tepung

terigu dalam pembuatan makanan.

Pisang tidak hanya dapat dikonsumsi pada saat buah tersebut matang saja,

namun pisang mentah juga dapat dikonsumsi apabila telah mengalami pengolahan

terlebih dahulu, misalnya saja sebagai pisang rebus yang biasanya diolah dari pisang

kepok yang belum matang. Perlakuan khusus terhadap pisang mentah bertujuan untuk

meningkatkan daya guna dan memperpanjang daya simpan yang tahan lama namun

tidak mengurangi nilai gizi pisang. Perlakuan khusus tersebut adalah dengan cara

mengubah pisang menjadi tepung. Pengolahan pisang menjadi bahan makanan lain,

misalnya saja sebagai bahan untuk membuat kue. Penggunaan tepung pisang

bertujuan untuk memacu penyerapan zat besi di dalam tubuh jika dimakan pada

waktu yang bersamaan karena pisang mengandung vitamin c, dan memiliki aroma

(24)

sehingga bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi dan tepung pisang dapat

digunakan untuk gangguan pencernaan yang disertai perut kembung serta kelebihan

asam.

Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan biskuit dengan penambahan

tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dengan perbandingan

sebesar 46,7%, 26,7%, 26,7% dari berat tepung terigu pada kelompok perlakuan 1

dan 26,7%, 46,7%, 26,7% dari berat tepung terigu pada kelompok perlakuan 2 dan

26,7%, 26,7%, 46,7% pada kelompok perlakuan 3, dimana ketiga formula biskuit

diatas akan menghasilkan kepadatan dan kerenyahan yang baik. Pengenalan

penggunaan tepung biji nangka, kacang merah dan pisang kepada masyarakat akan

lebih efektif bila diterapkan sebagai bahan baku atau tambahan dalam pembuatan

makanan yang sudah dikenal oleh masyarakat, salah satunya adalah biskuit. Dalam

hal ini, penambahan tepung biji nangka, kacang merah, dan pisang adalah salah satu

bentuk pengolahan makanan tambahan atau kudapan yang dapat memberi sumbangan

zat gizi yang dibutuhkan.

Penetapan perbandingan pada kelompok 1 sebesar 7:4:4 dan pada kelompok

perlakuan 2 sebesar 4:7:4 serta pada kelompok perlakuan 3 sebesar 4:4:7. Penentuan

dilakukan karena peneliti telah melakukan penelitian terlebih dahulu sebelum

melakukan penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, apabila

persentase terlalu besar akan menghasilkan adonan biskuit yang keras dan bau langu

dari biji nangka dan kacang merah akan lebih terasa. Berdasarkan penelitian yang

(25)

MP-ASI pada balita menunjukkan peningkatan terhadap kandungan protein pada makanan

tersebut. Yaumi (2011), melakukan penelitian penambahan tepung kacang merah

dalam pembuatan donat dan daya terimanya menunjukkan bahwa kandungan protein

dalam kandungan serat pada tepung kacang merah dalam pembuatan donat

meningkatkan jika dibandingkan dengan donat pada umumnya. Menurut Depkes RI

(2005), kandungan zat besi dalam 100 gr biji nangka sebesar 1 mg. Hasil ini sama

dengan penelitian yang dilakukan Badan Riset dan Standarisasi Nasional Kota Medan

bahwa kandungan 100 gr tepung biji nangka mengandung 1 mg zat besi. Menurut

Depkes RI (2005), kandungan zat besi dalam 100 gram kacang merah kurang lebih

5,8 mg. Sedangkan penelitian yang dilakukan Badan Riset dan Standarisasi Nasional

Kota Medan bahwa kandungan 100 gr tepung kacang merah mengandung 5 mg

mineral besi. Hasil ini mengalami sedikit penurunan setelah kacang merah kering

diolah menjadi tepung, tetapi tidak merubah rasa, dan manfaat dari kacang merah

tersebut. Berdasarkan kandungan gizi diatas, dapat disimpulkan bahwa kacang merah

memiliki kandungan Fe tertinggi dari tiga tepung yang akan digunakan.

Peneliti bermaksud untuk membuat biskuit dengan penambahan tepung biji

nangka, tepung kacang merah, dan tepung pisang. Modifikasi biskuit ini juga

diharapkan dapat menurunkan permasalahan kekurangan energi, protein dan zat besi

pada remaja sehingga dapat mencegah anemia defisiensi dan kekurangan energi

kronis (KEK) pada remaja.

Penelitian biskuit yang dimodifikasi dengan tepung biji nangka, tepung

(26)

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti sebuah penenlitian yang

berjudul “Daya Terima Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung

Kacang Merah, dan Tepung Pisang serta Kontribusinya terhadap Kecukupan Energi,

Protein dan Zat Besi Remaja”.

1.2Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh modifikasi

tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dalam pembuatan biskuit

terhadap daya terima serta kontribusinya terhadap kecukupan energi, protein dan zat

besi remaja.

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang

merah, dan tepung pisang dalam pembuatan biskuit terhadap daya terima serta

kontribusinya terhadap kecukupan energi, protein dan zat besi remaja.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui kandungan energi, protein dan zat besi biskuit dengan

penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan tepung pisang.

2. Untuk mengetahui daya terima terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur

biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan

(27)

1.4Hipotesis Penelitian

Ho1: Tidak ada pengaruh penambahan tepung biji nangka, tepung kacang

merah dan tepung pisang terhadap daya terima biskuit dilihat dari

indikator aroma.

Ha1: Ada pengaruh penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah

dan tepung pisang terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator

aroma.

Ho2: Tidak ada pengaruh penambahan tepung biji nangka, tepung kacang

merah dan tepung pisang terhadap daya terima biskuit dilihat dari

indikator warna.

Ha2: Ada pengaruh penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah

dan tepung pisang terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator

warna.

Ho3: Tidak ada pengaruh penambahan tepung biji nangka, tepung kacang

merah dan tepung pisang terhadap daya terima biskuit dilihat dari

indikator rasa.

Ha3: Ada pengaruh penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah

dan tepung pisang terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator

rasa.

Ho4: Tidak ada pengaruh penambahan tepung biji nangka, tepung kacang

merah dan tepung pisang terhadap daya terima biskuit dilihat dari

(28)

Ha4: Ada pengaruh penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah

dan tepung pisang terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator

tekstur.

1.5Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat dalam pembuatan biskuit yang

bergizi

2. Sebagai alternatif makanan penyumbang energi serta zat gizi protein dan

mineral khususnya zat besi.

3. Sebagai alternatif pengolahan biji nangka, kacang merah, dan pisang

dalam pembuatan tepung.

4. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang penganekaragaman

suatu produk dari biji nangka, kacang merah dan pisang yang selama ini

hanya dikonsumsi sebagai bahan campuran, bahkan limbah makanan.

5. Sebagai alternatif untuk mengurangi pemakaian tepung terigu sebagai

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biskuit

Biskuit adalah produk pastry yang bahan dasarnya terdiri dari butter, gula,

telur dan tepung terigu yang diaduk sekedar campur, dicetak tipis dan kecil-kecil

diatas loyang pembakar, di oven dan hasilnya kering dan renyah (Subagjo, 2007).

Menurut standar Nasional Indonesia (SNI) “Mutu dan Cara Uji Biskuit” (SNI

-01-2973-1992), biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu

dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanasan dan pencetakan.

Biskuit terbagi menjadi biskuit keras, cracker, cookies dan wafer. Ciri khas biskuit

adalah memiliki kandungan gula dan lemak yang tinggi serta kadar air rendah

sehingga bertekstur renyah; apabila dikemas akan terlindung dari kelembaban dan

memiliki umur simpan yang lama (Brown, 2000).

Tabel 2.1 Syarat Mutu Biskuit menurut SNI 01-2973-1992

Kriteria Uji Syarat

Energi (kkal/100 gram) Minimum 400

Air (%) Maksimum 5

Protein (%) Minimum 9

Lemak (%) Minimum 9.5

Karbohidrat (%) Minimum 70

Abu (%) Maksimum 1.5

Serat Kasar Maksimum 0.5

Logam Berbahaya Negatif

Bau dan Rasa Normal dan tidak tengik

Warna Normal

(30)

2.1.1 Kandungan Zat Gizi pada Biskuit

Biskuit adalah bahan makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat

Indonesia. Biskuit mengandung energi sebesar 458 kilokalori, protein 6,9 gram,

karbohidrat 75,1 gram, lemak 14,4 gram, kalsium 62 milligram, fosfor 87 milligram,

dan zat besi 3 milligram. Selain itu didalam biskuit juga terkandung vitamin A

sebanyak 0 IU, vitamin B1 0,09 milligram, dan vitamin 0 milligram. Hasil tersebut

didapat dari melakukan terhadap 100 gram biskuit, dengan jumlah dapat dimakan

100%.

Tabel 2.2 Komposisi Zat Gizi untuk Berbagai Jenis dan Ukuran Porsi Biskuit Jenis Biskuit Populer Lemak

2.1.2 Proses Pembuatan Biskuit

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit terbagi dalam dua

kelompok, yaitu bahan pengikat dan bahan pelembut. Bahan-bahan yang berfungsi

sebagai pengikat adalah tepung, susu, dan putih telur. Sedangkan bahan-bahan yang

berfungsi sebaai pelembut adalah gula, lemak dan kuning telur (Matz dan Matz,

(31)

Proses pembuatan biskuit meliputi tiga tahap, yaitu pembuatan adonan,

pencetakan, dan pemanggangan adonan. Pembuatan adonan diawali dengan proses

pencampuran dan pengadukan bahan-bahan. Menurut Manley (2000), metode dasar

pencampuran adonan adalah metode krim (creaming method) dan metode all in. Pada

metode krim, bahan baku dicampur secara bertahap. Pertama adalah pencampuran

lemak dan gula, kemudian ditambah pewarna dan perisa, kemudian susu dan bahan

kimia aerasi berikut garam yang sebelumnya telah dilarutkan dalam air. Penambahan

tepung dilakukan pada bagian paling akhir. Metode ini baik untuk biskuit karena

menghasilkan adonan yang bersifat membatasi pengembangan gluten yang berlebihan

(Matz dan Matz, 1978). Sesuai dengan namanya, metode all in dilakukan dengan

pencampuran seluruh bahan lalu diaduk sampai membentuk adonan.

Adonan yang telah dicetak selanjutnya ditata dalam loyang yang telah diolesi

dengan lemak lalu dipanggang dalam oven. Pengolesan lemak berfungsi untuk

mencegah lengketnya biskuit pada loyang setelah dipanggang. Adonan dipanggang

dengan suju ±176.7º (350ºF) selama ±10 menit. Suhu dan lama waktu pemanggangan

mempengaruhi kadar air biskuit. Matz dan Matz (1978) menerangkan bahwa semakin

sedikit jumlah gula dan lemak yang digunakan, semakin pemanggangan dapat dibuat

lebih tinggi (177-204ºC). setalah dipanggang biskuit harus segera didinginkan untuk

mengurangi pengerasan akibat memadatnya gula dan lemak. Pembuatan biskuit

(32)

Gambar 2.1. Diagram Alir Pembuatan Cookies

2.2 Biji Nangka

Nangka diperbanyak dengan bijinya. Biji nangka merupakan bahan yang

sering terbuang setelah dikonsumsi walaupun ada sebagian kecil masyarakat yang

mengolahnya untuk dijadikan makanan tambahan misalnya diolah menjadi kolak. Biji Biskuit dalam

kemasan Pengemasan Pendinginan Pemanggangan

Pencetakan Pengistirahatan

Pengadonan Pencampuran (secara bertahap)*

Penimbangan Bahan-bahan

(33)

nangka berbentuk bulat sampai lonjong, berukuran kecil lebih kurang dari 3,5 cm

berkeping dua dan rata-rata tiap buah nangka berisi biji yang beratnya sepertiga dari

berat buah, sisanya adalah kulit dan daging buah. Jumlah biji per buah 150 - 350 biji

dan panjang biji nangka sekitar 3,5 cm - 4,5 cm. Hingga saat ini biji nangka masih

merupakan bahan non-ekonomis dan sebagai limbah buangan konsumen nangka. Biji

nangka terdiri dari tiga lapis kulit, yakni kulit luar berwarna kuning agak lunak, kulit

luar berwarna putih dan kulit ari berwarna cokelat yang membungkus daging buah.

Potensi biji nangka (Arthocarpus heterophyllus lamk) yang besar belum

dieksploitasi secara optimal. Sangat rendahnya pemanfaatn biji nangka dalam bidang

pangan hanya sebatas sekitar 10% disebabkan oleh kurangnya minat masyarakat

dalam pengolahan biji nangka.

Biji nangka merupakan sumber karbohidrat (36,7 g/100 g), protein (4,2 g/100

g), dan energi (165 kkal/100 g), sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan

yang potensial. Biji nangka juga merupakan sumber mineral yang baik. Kandungan

mineral per 100 gram biji nangka adalah fosfor (200 mg), kalsium (33 mg), dan besi

(1 mg). Selain dapat dimakan dalam bentuk utuh, biji nangka juga dapat diolah

menjadi tepung. Selanjutnya dari tepungnya dapat dihasilkan berbagai makanan

olahan (Nuraini, 2011).

Kandungan glukosa biji nangka setelah difermentasi pada varietas bubur

sebesar 58% lebih tinggi dibandingkan dengan varietas salak sebesar 39,68%.

(34)

proses pembuatan alkohol dengan cara difermentasikan serta kandungan proteinnya

juga tinggi.

2.2.1 Kandungan Gizi Biji Nangka

Limbah biji nangka memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi

dibandingkan dengan bahan makanan serealia lain seperti gandum, beras giling,

jagung segar, dan singkong. Berikut ini perbandingan kandungan biji nangka, dan

sumber karbohidrat lainnya pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Komposisi Biji Nangka dan Sumber Karbohidrat lain per 100 gram Bahan yang dimakan

Tanaman nangka merupakan tanaman yang potensial untuk dikembangkan.

Banyak manfaat yang dapat diambil dari tanaman ini. Hampir semua bagian tanaman

ini dapat dimanfaatkan. Selain buah yang merupakan produk utamanya, bagian akar,

batang, daun, bakal buah, bahkan kulitnya pun dapat dimanfaatkan.

Bijinya enak dimakan setelah direbus, dan daunnya untuk pakan ternak, dan

(35)

tepung yang digunakan sebagai bahan baku industri makanan (bahan makan

campuran). Mineral mikro dan tembaga dalam nangka juga efektif untuk metabolisme

tiroid. Hal ini sangat baik untuk memproduksi hormon dan penyerapan. Kandungan

zat besi dalam buah yang berserat ini membantu mencegah anemia dan meningkatkan

sirkulasi darah dalam tubuh. Dengan phyto-nutrisi dan vitamin C, nangka memiliki

sifat anti kanker dan anti-penuaan. Nutrisi ini bisa menjauhkan diri dari bahaya

kanker dan memperlambat degenerasi sel untuk mencegah tubuh dari penyakit

degeneratif. Buah nangka yang telah matang dapat dibuat dodol dan keripik nangka

yang tahan lama disimpan.

2.2.3 Tepung Biji Nangka

Pengolahan produk setengah jadi merupakan salah satu cara pengawetan hasil

panen, terutama untuk komoditas pangan yang berkadar air tinggi, seperti

umbi-umbian dan buah-buahan. Keuntungan lain dari pengolahan produk setengah jadi,

sebagai bahan baku yang fleksibel untuk industri pengolahan lanjutan, aman dalam

distribusi, serta hemat ruang dan biaya penyimpanan. Teknologi pembuatan tepung

merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan karena

lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), dibentuk, diperkaya zat

gizi, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis.

Proses pembuatan tepung biji nangka mengalami beberapa tahap pengolahan

agar dihasilkan tepung yang berkualitas dan tidak bau. Proses pertama dalam

pembuatan tepung biji nangka adalah dengan pencucian biji nangka, setelah itu

(36)

nangka dipisahkan dari sisa pulp yang masih menempel. Kemudian biji nangka

diiris-iris (dipotong menjadi bagian-bagian kecil) agar memudahkan pada pengeringan

(Achmad Fadillah, 2008). Pengeringan dilakukan hingga kadar air di dalam biji

nangka hilang seluruhnya. Dilanjutkan dengan penghancuran biji nangka yang sudah

kering hingga menjadi bubuk halus, diayak menggunakan tepung 60 mesh, dan

tepung biji nangka selesai dibuat. Berikut ini kandungan kimia tepung biji nangka per

100 gram bahan dalam tabel 2.4.

Tabel 2.4 Komposisi Kimia Tepung Biji Nangka

Komposisi Kimia Nilai Gizi Tepung Biji Nangka

Air 12,40

Protein (g) 12.19

Lemak (g) 1,12

Serat Kasar (g) 2,74

Abu (g) 3,24

Bahan ekstra tanpa nitrogen 68,80

Pati 56,21

Sumber : Sari (2012)

2.3 Kacang Merah

Kacang merah (Phaseolus Vulgaris L.) mempunyai nama ilmiah yang sama

dengan kacang buncis yaitu Phaseolus vulgaris L, hanya tipe pertumbuhan dan

kebiasaan panennya berbeda, kacangan merah (kacang jogo), sebenarnya merupakan

kacang buncis tipe tegak (tidak merambat) dan umumnya dipanen polong tua,

sehingga disebut Bush bean. Sedangkan kacang buncis umumnya tumbuh merambat

(37)

2.3.1 Kandungan Gizi Kacang Merah

Kacang merah hanya dimakan dalam bentuk biji yang telah tua, baik dalam

keadaan segar maupun yang telah dikeringkan. Biasanya yang dimanfaatkan dari

kacang merah adalah bijinya. Biji kacang merah merupakan bahan makanan yang

mempunyai energi tinggi dan sekaligus sumber protein dan zat besi yang potensial.

Karena itu peranannya dalam usaha perbaikan gizi sangatlah penting. Disamping

kaya protein, biji kacang merah juga merupakan sumber karbohidrat, mineral dan

vitamin (Astawan, 2009). Hasil perbandingan komposisi zat gizi antara kacang merah

segar, kacang merah kering, dan kacang merah rebus dapat dilihat pada tabel 2.5.

Tabel 2.5 Komposisi Zat Gizi per 100 gram Kacang Merah Bahan

tubuh. Beberapa manfaat mengonsumsi kacang merah antara lain, meningkatkan daya

(38)

darah, mengendalikan glukosa darah, detoksifikasi sulfit dan sebagainya (Anonim,

2013).

2.3.3 Tepung Kacang Merah

Pengolahan biji kacang merah menjadi tepung telah lama dikenal oleh

masyarakat, namun diperlukan sentuhan teknologi untuk meningkatkan mutu tepung

kacang merah yang dihasilkan. Pembuatan tepung kacang merah dapat dilakukan

dengan cara mengeringkannya dibawah sinar matahari, maupun dengan

menggunakan alat pengering, seperti oven. Kacang merah kemudian dilepas kulitnya,

disangrai, digiling, dan diayak menjadi tepung (Astawan, 2009).

Keunggulan dari pengolahan kacang merah menjadi tepung kacang merah

adalah meningkatkan daya guna, hasil guna, lebih mudah diolah atau diproses

menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, lebih mudah dicampur dengan

tepung-tepung dan bahan lainnya.

2.4 Pisang

Pisang termasuk dalam family Musaceae, dan terdiri atas berbagai varietas

dengan penampilan warna, bentuk, dan ukuran yang berbeda-beda. Varietas pisang

yang diunggulkan antara lain Pisang Ambon Kuning, Pisang Ambon Lumut, Pisang

Barangan, Pisang Badak, Pisang Raja, Pisang Kepok, Pisang Susu, Pisang Tanduk,

dan Pisang Nangka.

Buah pisang tersusun dalam tendon dengan kelompok-kelompok tersusun

(39)

berwarna kuning ketika matang, meskipun ada beberapa yang berwarna jingga,

merah, ungu, atau bahkan hamper hitam. Buah pisang sebagai bahan panan

merupakan sumber energi (karbohidrat) dan mineral, terutama kalium.

Karbohidrat dalam pisang mentah selain mengandung amilum (tepung) sulit

dicerna juga tidak manis. Pada pisang yang telah masang, amilumnya telah berubah

menjadi zat gula yang mudah dicerna oleh tubuh dan mempunyai rasa yang manis

dan enak. Karbohidrat yang terkandung dalam pisang masak dapat memberi energi

dan kehangatan pada tubuh.

Pisang kepok atau pisang kepok kuning termasuk pisang berkulit tebal dengan

warna kuning menarik kalau sudah matang. Satu tandan terdiri dari 10-16 sisir

dengan berat 14-22 kg. setiap sisir terdapat ± 20 buah. Daging buahnya kuning,

umumnya buah dimakan setelah direbus atau digoreng. Berikut ini merupakan

klasifikasi pisang kepok (musa balbisiana) :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Bangsa : Zingiberales

Suku : Musaceae

Marga : Musa

(40)

2.4.1 Kandungan Gizi Pisang Kepok

Adapun kandungan gizi yang terdapat pada setiap 100 gram disajikan pada

tabel 2.6.

Tabel 2.6 Kandungan Gizi per 100 gram Pisang Kepok

Unsur Kadar

Sumber : Departemen Kesehatan RI, 2005 2.4.2 Tepung Pisang

Pemanfaatan tepung pisang cukup luas dalam industri pangan, sebagai bahan

baku makanan (bubur) balita juga sebagai bahan baku produk kue, sebagai bahan

baku industri, ketersediaan buah pisang dapat terpenuhi karena tanaman pisang

mudah dibudidayakan, dapat tumbuh diberbagai kondisi lahan dan dapat dipanen

sepanjang tahun atau tidak tergantung musim.

Tepung pisang mempunyai rasa dan bau yang khas sehingga dapat digunakan

pada pengolahan berbagai jenis makanan yang menggunakan tepung (tepung beras,

terigu, dan sebagainya) di dalamnya. Dalam hal ini tepung pisang menggantikan

(41)

cake/pancake, kue kering, kue lapis, puding, makanan bayi/balita, kue pasir dan

lain-lain. Dalam industri pisang banyak digunakan sebagai bahan dalam pembuatan

pudding, makanan bayi, dan roti.

Tepung pisang adalah salah satu cara pengawetan pisang dalam bentuk

olahan. Cara membuatnya mudah, sehingga dapat diterapkan di daerah perkotaan

maupun pedesaan. Pada dasarnya, semua jenis pisang dapat diolah menjadi tepung

pisang, asal tingkat kematangannya cukup. Tetapi, sifat tepung pisang yang

dihasilkan tidak sama untuk masing-masing jenis pisang. Pisang yang paling baik

meghasilkan tepung pisang adalah pisang kapok. Tepung pisang yang dihasilkannya

mempunyai warna yang lebih putih dibandingka dengan yang dibuat dari pisang jenis

lain.

Tabel 2.7 Sifat Fisik dan Kimia Tepung Pisang dari berbagai Varietas Pisang Varietas Warna Kadar air

Pembuatan tepung pisang bertujuan selain untuk memperpanjang daya awet

tanpa mengurangi nilai gizi pisang, juga untuk mempermudah dan memperluas

pemanfaatan pisang sebagai bahan makanan lain seperti untuk kue, keripik dan

lain-lain. Tahap pengolahan tepung pisang adalah pengukusan atau perebusan buah

(42)

atau penggilingan dan pengayakan. Adapun komposisi tepung pisang disajikan pada

tabel 2.8.

Tabel 2.8 Komposisi Kimia Tepung Pisang Kepok dan Rendaman Gaplek Pisang

Komponen (%) Tepung Pisang

Kadar air 5,85 – 11,60

Kadar pati 64,69 – 67,31

Kadar total gula 18,24 – 20,04

Kadar serat kasar 1,96 – 2,51

Kadar protein 3,36 – 4,12

Kadar vitamin C 0,0325 – 0,0326

Kadar total asam 0,36 – 0,71

Rendaman gaplek pisang 15,4 – 18,8

Sumber : Winarno, 2004

2.5 Kebutuhan Gizi Remaja

Penentuan kebutuhan akan zat gizi remaja secara umum didasarkan pada

Recommended Daily Allowances (RDA). Untuk praktisnya, RDA disusun

berdasarkan perkembangan kronologis bukan kematangan. Karena itu jika konsumsi

energi remaja kurang dari jumlah yang dianjurkan, tidak berarti kebutuhannya belum

tercukupi. Status gizi remaja harus dimulai secara perorangan, berdasarkan data yang

diperoleh dari pemeriksaan klinis, biokimiawi, antropometris, diet, serta psikososial.

Banyaknya energi yang dibutuhkan oleh remaja dapat diacu pada tabel RDA.

Secara garis besar, remaja putra memerlukan lebih banyak energi dibandingkan

remaja putri (Arisman, 2010). Kebutuhan akan semua jenis mineral juga meningkat.

Peningkatan kebutuhan akan besi dan kalsium paling mencolok karena kedua mineral

(43)

terpenuhinya zat besi pada tubuh akan berdampak pada terjadinya anemia defisiensi

besi yang akan mempengaruhi pertumbuhan, dan produktivitas remaja.

2.5.1 Energi

Energi dalam makanan yang diperoleh dari karbohidrat, protein dan lemak.

Ketiga zat gizi tersebut disebut makronutrien. Energi diperlukan untuk metabolisme,

utilisasi bajan makanan dan aktivitas (Pudjiadi, 2000). Menurut WHO (1985)

konsumsi energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran

energi seseorang bila mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat

aktivitas yang sesuai dengan kesehatan jangka panjang dan yang memungkinkan

pemeliharaan aktivitas fisik yang dibutuhkan secara social dan ekonomi (Almatsier,

2010).

Sumber energi dalam tubuh remaja berasal dari tiga sumber, yaitu

karbohidrat, lemak dan protein yang akan dipecah manjadi energi. Energi yang

dihasilkan oleh setiap satu gram karbohidrat sebanyak 4 kalori, yang dihasilkan

lemak sebanyak 9 kalori, dan oleh protein sebanyak 4 kalori (Devi, 2012).

Kekurangan energi terjadi apabila konsumsi energi melalui makanan kurang

dari energi yang dikeluarkan. Akibatnya, berat badan menjadi tidak ideal. Bila terjadi

pada remaja akan menghambat pertumbuhan. Gejala yang ditimbulkan adalah kurang

perhatian, gelisah, lemah, kurang bersemangat dan penurunan daya tahan terhadap

penyakit infeksi (Almatsier, 2010).

Kelebihan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan melebihi

(44)

Akibatnya ialah terjadi kegemukan. Kegemukan dapat menyebabkan gangguan dalam

fungsi tubuh sehingga meningkatkan resiko untuk menderita penyakit kronis, seperti

diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung koroner, kanker dan memperpendek

harapan hidup (Almatsier, 2010).

2.5.2 Protein

Setelah air, protein merupakan zat gizi yang paling banyak dalam tubuh. Bila

energi makanan cukup, dapat dikatakan semua makanan juga mengandung protein

yang cukup. Akan tetapi, jika protein yang dikonsumsi tidak terpenuhi sesuai

kebutuhan tubuh, hal ini menggambarkan bahwa makanan yang dikonsumsi tidak

mencukupi terhadap kebutuhan energi.

Kebutuhan manusia akan protein dapat dihitung dengan mengetahui jumlah

nitrogen yang hilang (obligatory nitrogen). Setiap harinya nitrogen yang keluar

bersama urin rata-rata 37 mg/kg berat badan dan dalam feses 12 mg/kg berat badan.

Nitrogen yang lepas bersama kulit 3 mg/kg serta melalui jalur lain seperti keringat

meliputi 2 mg/kg sehingga jumlahnya menjadi 54 mg/kg berat badan per hari. Karena

itu nitrogen dibuat oleh tubuh dapat digunakan sebagai pedoman untuk menentukan

kebutuhan minimal protein yang diperlukan badan (Winarno, 2004).

Angka tersebut dapat dikalikan dengan 6,25 (konversi protein dari nitrogen)

menjadi jumlah kebutuhan protein/kg berat badan per hari. Angka ini biasanya masih

ditambah 30% untuk memberi peluang peningkatan terbuangnya nitrogen kelak kalau

(45)

ukuran berat badan, jenis kelamin dan umur. Untuk itu pengamanan angka terakhir

masih harus ditambah lagi menjadi 30% (Winarno, 2004).

Menurut Almatsier (2010), maksimal asupan protein yang dianjurkan untuk

dikonsumsi adalah sebanyak 2 kali dari Angka Kecukupan Gizi (AKG). Protein

terdapat pada pangan nabati maupun hewani. Nilai protein pada bahan pangan

bersumber hewani lebih tinggi dibandingkan dengan bahan makanan nabati. Sumber

protein dari hewani diantaranya adalah ikan, susu, telur, daging, unggas dan kerang.

Sedangkan sumber protein dari nabati diantaranya adalah kacang merah, dan juga

kedelai dan olehannya seperti tempe dan tahu.

Protein ditemukan dalam semua jaringan tubuh. Kebanyakan dari protein

disimpan dalam jaringan otot dan organ-organ tubuh. Sisanya terdapat dalam darah,

tulang dan gigi. Protein memiliki beberapa fungsi yaitu :

1. Membentuk jaringan baru dalam masa pertumbuhan dan perkembangan

tubuh.

2. Memelihara jaringan tubuh sepanjang hidup dan memperbaiki serta

mengganti jaringan yang rusak.

3. Menyediakan asam amino yang diperlukan untuk membentuk enzim-enzim

pencernaan dan metabolisme yang digunakan dalam tubuh serta sebagai

antibodi yang diperlukan.

4. Mengatur keseimbangan air dalam tubuh.

5. Bertindak sebagai buffer, yaitu beraksi dengan asam dan basa untuk menjaga

(46)

6. Sebagai sumber energi, protein ekivalen dengan karbohidrat, karena

menghasilkan 4 kkal/g protein (Almatsier, 2010).

Gangguan gizi yang juga sering terjadi pada remaja ialah kurang energi

protein yang juga disebut kurang kalori-protein. Konsumsi energi yang kurang dapat

menyebabkan penggunaan protein makanan digunakan untuk energi daripada untuk

pertumbuhan dan pemeliharaan. Selain itu, kurang protein tetapi cukup energi dapat

timbul jika pangan pokok yang dimakan mempunyai kandungan protein yang rendah,

misalnya singkong ataupun ubi jalar ataupun jika total konsumsi pangan anak kecil

misalnya sop, bubur ataupun bubur halus juga rendah dalam protein kalori.

Timbulnya penyakit akibat defisiensi protein biasanya disertai dengan penyakit

penyerta berupa infeksi saluran pernapasan serta infeksi saluran pencernaan

(Sulistyoningsih, 2011).

2.5.3 Zat Besi (Fe)

Zat Besi merupakan mikroelemen yang essensial bagi tubuh. Zat ini terutama

diperlukan dalam hemopobsis (pembentukan darah), yaitu dalam sintesa hemoglobin

(Hb). Disamping itu berbagai jenis enzim memerlukan Fe sebagai faktor penggiat

(Hoffbrand, 2006).

Kandungan besi dalam badan sangat kecil yaitu 35 mg per kg berat badan

wanita atau 50 mg per kg berat badan pria. Besi dalam badan sebagian terletak dalam

sel-sel darah merah sebagai heme, suatu pigmen yang mengandung inti sebuah atom

(47)

dalam sel-sel otot, khususnya dalam mioglobin. Berbeda dengan hemoglobin,

mioglobin terdiri dari satu pigmen heme untuk setiap protein (Winarno, 2004).

Pada remaja, jumlah kebutuhan sesuai dengan ukuran tubuh dan terjadinya

menstruasi (Rossander-Hulthen & Hallberg, 1996 dalam Beard, 2000). Kebutuhan zat

besi untuk remaja dihitung menggunakan metode faktorial. Kebutuhan remaja

dihitung dari peningkatan volume darah (0,18 mg/hari pada remaja pria dan 0,14

mg/hari pada remaja wanita). Peningkatan kebutuhan zat besi tersebut termasuk

peningkatan volume darah yang diiringi dengan peningkatan rata-rata konsentrasi Hb

selama pertumbuhan yang pesat.

Kebutuhan zat besi terabsorpsi pada remaja putri diperkirakan sekitar 1,9

mg/hari, berdasarkan rat-rata kebutuhan untuk tumbuh (0,5 mg), basal (0,75 mg), dan

kehilangan darah menstruasi (0,6 mg) (Briawan, 2014). Apabila AKG zat besi 15

mg/hari, dengan asumsi penyerapan zat besi 10-15%, akan menghasilkan asupan zat

besi sekitar 1,5-2,2 mg/hari. Jumlah ini cukup untuk mempertahankan keseimbangan

zat besi di dalam tubh, termasuk untuk penyimpanan sebesar 300 mg (Krummer

Kris-Etherton, 1996).

Tambahan zat besi untuk remaja wanita diperlukan untuk menggantikan

kehilangan zat besi selama menstruasi. Hallberg (1996) menyebutkan bahwa

menstruasi selama remaja tidak berbeda dengan usia reproduktif lainnya. Rata-rata

kehilangan darah menstruasi 84 ml, dengan asumsi kehilangan Hb 133 g/l,

membutuhkan tambahan zat besi 0,56 mg/hari. Tambahan zat besi untuk persentil

(48)

untuk mempertahankan keseimbangan akibat kehilangan darah menstruasi

dibutuhkan 2,1 mg/hari untuk persentil ke-75.

Fairweather-Tait (1996, dikutip dalam Beard, 2000) mengestimasi kebutuhan

zat besi untuk remaja pria antara 1,45-2,03 mg/hari berdasarkan survey di UK dan

Eropa pada tahun 1996. Untuk remaja pria, masa pubertas berkaitan dengan

meningkatnya massa tubuh dan konsentrasi hemoglobin. Kebutuhan untuk pria ini

20% lebih banyak dibandingkan dengan rata-rata kebutuhan wanita mentruasi.

Sedangkan untuk remaja wanita, pertumbuhan masih berlanjut setelah masa

menstruasi. Pada usia 14 tahun, kebutuhan zat besi remaja wanita 30% lebih banyak

dibandingkan ibunya (Tabel 2.9).

Tabel 2.9 Kebutuhan zat besi menurut kelompok usia

Kelompok Usia Kebutuhan mg/hari

Pria dewasa 1

Remaja 2-3

Wanita (WUS) 2-3

Wanita hamil 3-4

Bayi 1

Bioavailabilitas maksimum pada diet 4 Sumber : Frewin et al, 1997

FAO/WHO (2001) menyebutkan zat besi yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan remaja adalah 0,55 mg/hari. Asumsi kehilangan zat besi basal 0,65 mg

dan menstruasi 0,48 mg, sehingga kebutuhan zat besi sekitar 1,68 mg per hari.

Kebutuhan tersebut didasarkan pada tingkat fisiologis sehingga jika bioavailabilitas

sebesar 5-10% makan diperlukan zat besi 17-34 mg/hari. Untuk Indonesia, kebutuhan

zat besi menurut angka kecukupan gizi (AKG) dapat dilihat pada tabel 2.10 berikut

(49)

Tabel 2.10 Kecukupan Zat Gizi Besi untuk Remaja menurut AKG Indonesia

Jenis kelamin Usia Zat besi (mg/hari)

Laki-laki

10-12 tahun 13

13-15 tahun 19

16-18 tahun 15

Perempuan

10-12 tahun 20

13-15 tahun 26

16-18 tahun 26

Sumber : WNPG, 2012

Kebutuhan zat besi pada remaja pria yang lebih rendah tersebut menyebabkan

prevalensi anemia pada kelompok pria lebih rendah dibandingkan wanita.

2.6 Uji Organoleptik

Penilaian organoleptik disebut juga dengan penilaian indra atau penilaian

sensorik yang merupakan suatu cara penilaian yang paling primitif atau sudah lama

dikenal. Penilaian organoleptik sangat banyak digunakan untuk menilai mutu dalam

industri pangan dan industri hasil pertanian lainnya. Kadang-kadang penilaian ini

dapat memberikan hasil penilaian yang sangat teliti. Dalam beberapa hal penilaian

dengan indera bahkan melebihi ketelitian alat yang paling sensitif (Susiwi, 2009).

Indera yang berperan dalam uj organoleptik adalah indera penglihatan,

penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran. Panel diperlukan untuk

melaksanakan penelitian organoleptik dalam penilaian mutu atau sifat-sifat sensorik

suatu komoditi, panel bertindak sebagai instrumen atau alat. Panel ini terdiri atas

orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat dari suatu komoditi. Orang yang

(50)

Uji hedonik atau kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan. Dalam

uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau

sebaliknya ketidaksukaan, disamping itu mereka juga mengemukakan tingkat

kesukaan/ketidaksukaan. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut orang skala hedonik,

misalnya amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka,

tidak suka, sangat tidak suka dan amat sangat tidak suka. Skala hedonik dapat

direntangkan atau diciutkan sesuai yang diinginkan peneliti (Rahayu, 1998).

2.7 Panelis

Menurut Rahayu (1998), dalam penilaian organoleptik dikenal tujuh macam

pael, yaitu panel perseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih,

panel tidak terlatih, panel konsumen dan panel anak-anak. Perbedaan ketujuh panel

tersebut didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik.

1. Panel perseorangan

Panel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik

yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang sangat

intensif. Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan

bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisa organoleptik dengan

sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah kepekaan tinggi, biasa

dapat dihindari, penilaian efisien. Panel perseorangan biasanya digunakan untuk

(51)

2. Panel terbatas

Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi

sehingga bias lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktor-faktor

dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan pengaruh bahan

baku terhadap hasil akhir.

3. Panel terlatih

Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik.

Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan.

Panelis ini dapat menilai veverapa rangsangan sehingga tidak terlampau spesifik.

4. Panel agak terlatih

Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumnya dilatih untuk

mengetahui sidat-sifat tertentu. Panel agak terlatih dapat dipilih dari kalangan terbatas

dengan menguji datanya terlebih dahulu. Sedangkan data yang sangat menyimpang

boleh tidak digunakan dalam keputusannya.

5. Panel tidak terlatih

Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih berdasaran

jenis suku-suku bangsa, tingkat social dan pendidikan. Panel tidak terlatihnya

diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana seperti sifat kesukaan,

tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan. Panel tidak terlatih biasanya

(52)

6. Panel konsumen

Panel konsumen teridir dari 30 hingga 100 orang tergantung pada target

pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat

ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.

7. Panel anak-anak

Panel yang khas adalah panel yang menggunakan anak-anak berusia 3-10

tahun. Biasanya anak-anak digunakan sebagai panelis dalam penilaian produk-produk

pangan yang disukai anak-anak seperti permen, es krim dan sebagainya, cara

penggunaan panelis anak-anak harus bertahap, yaitu dengan pemberitahuan atau

dengan bermain bersama, kemudian dipanggil untuk diminta responnya terhadap

produk yang dinilai dengan alat bantu gambar seperti boneka yang sedang sedih,

biasa, atau tertawa.

2.8 Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Biskuit yang dimodifikasi dengan tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan tepung pisang.

Daya terima biskuit modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang

merah, dan tepung pisang

Nilai gizi energi, protein dan zat besi dari biskuit modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan

(53)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,

menggunakan rancangan penelitian acak lengkap, yang terdiri atas 3 perlakuan faktor

yaitu tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang yang dilakukan

dengan 3 perlakuan (7:4:4 , 4:7:4 dan 4:4:7). Pada penelitian ini dilakukan pembuatan

biskuit dengan penambahan tepung biji nangka sebesar 46,7%:26,7%:26,7%, tepung

kacang merah sebesar 26,7%:46,7%:26,7% dan tepung pisang 26,7%:26,7%:46,7%

dari berat total diulang sebanyak 2 kali pada proses pembuatan biskuit, dengan

maksud untuk memperkecil eror atau kesalahan yang mungkin terjadi pada saat

penimbangan bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit. Masing-masing

perlakuan tiga kali pengulangan seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.1 Rincian Perlakuan

A1 : Biskuit yang dimodifikasi dengan perbandingan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang adalah 7:4:4

A2 : Biskuit yang dimodifikasi dengan perbandingan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang adalah 4:7:4

A3 : Biskuit yang dimodifikasi dengan perbandingan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang adalah 4:4:7

Gambar

Tabel 2.2 Komposisi Zat Gizi untuk Berbagai Jenis dan Ukuran Porsi Biskuit
Gambar 2.1. Diagram Alir Pembuatan Cookies
Tabel 2.3  Komposisi Biji Nangka dan Sumber Karbohidrat lain per 100 gram Bahan yang dimakan
Tabel 2.4 Komposisi Kimia Tepung Biji Nangka
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penambahan tepung kacang merah dalam pembuatan biskuit dengan berbagai variasi memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap penilaian uji daya terima baik dari

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan kombinasi penggunaan tepung sagu, kacang koro, dan labu kuning pada pembuatan biskuit memberikan

Kandungan zat gizi cookies yang dimodifikasi dengan tepung biji nangka dan penambahan kubis merah Cookies yang. dimodifikasi dengan tepung biji nangka dan penambahan kubis

Berdasarkan daftar analisis sidik ragam (Lampiran 9) dapat dilihat bahwa interaksi perbandingan tepung jantung pisang, tepung kacang hijau, dengan tepung terigu dan

Pemanfaatan Tepung Umbi Garut (Maranta Arundinacea L) Sebagai Pengganti Terigu dalam Pembuatan Biskuit Tinggi Energi Protein dengan Penambahan Tepung Kacang

Saya menyatakan dengan ini bahwa Skripsi saya yang berjudul “Uji Daya Terima dan Kandungan Gizi Biskuit Campuran Tepung Ubi Jalar, Kacang Merah dan Tepung Pisang sebagai

Penambahan tepung kacang merah dalam pembuatan biskuit dengan berbagai variasi memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap penilaian uji daya terima baik dari segi

Penambahan tepung kacang merah dalam pembuatan biskuit dengan berbagai variasi memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap penilaian uji daya terima baik dari segi