• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Daya Terima dan Nilai Gizi Biskuit Yang Dimodifikasi Dengan Tepung Kacang Merah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Daya Terima dan Nilai Gizi Biskuit Yang Dimodifikasi Dengan Tepung Kacang Merah"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

UJI DAYA TERIMA DAN NILAI GIZI BISKUIT YANG DIMODIFIKASI DENGAN TEPUNG KACANG MERAH

SKRIPSI

OLEH :

PETTI SITI FATIMAH 111021011

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UJI DAYA TERIMA DAN NILAI GIZI BISKUIT YANG DIMODIFIKASI DENGAN TEPUNG KACANG MERAH

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

PETTI SITI FATIMAH NIM. 111021011

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

ABSTRAK

Kacang merah merupakan salah satu jenis kacang-kacangan yang berpotensi untuk dikembangkan dalam berbagai produk industri pangan. Kacang merah memiliki mutu gizi yang tidak kalah dengan jenis kacang lainnya, namun pemanfaatannya menjadi makanan jajanan masih terbatas. Tepung kacang merah dapat diolah menjadi berbagai produk pangan yang dapat memberikan sumbangan zat gizi berupa makanan jajanan anak sekolah. Salah satu produk tersebut adalah biskuit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya terima dan kandungan gizi dari biskuit dengan penambahan tepung kacang merah.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yaitu pembuatan biskuit dengan penambahan tepung kacang merah sebesar 10%, 17,5% dan 25%. Panelis dalam penelitian ini adalah siswa sekolah dasar SD Negeri 067097, sebanyak 60 orang. Data uji daya terima yang diperoleh dianalisa secara deskriptif dan nilai kandungan gizi protein dan serat ditentukan dengan menggunakan Metode Kjeldhal dan Metode Gravimetri yang di uji di Laboratorium Badan Riset dan Standardisasi Industri Medan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa uji daya terima siswa sekolah dasar terhadap pemberian biskuit dengan penambahan tepung kacang merah yang disukai adalah biskuit dengan penambahan 10%. Penambahan tepung kacang merah dalam pembuatan biskuit memberikan peningkatan jumlah protein dan serat pada biskuit. Penambahan tepung kacang merah dalam pembuatan biskuit dengan berbagai variasi memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap penilaian uji daya terima baik dari segi tekstur dan rasa maupun kandungan zat gizi biskuit yang dihasilkan. Tetapi tidak memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma dan warna biskuit.

Maka disarankan perlu sosialisasi tentang informasi agar bisa dibuat dan diterima biskuit dari tepung kacang merah terutama digunakan sebagai makanan tambahan anak sekolah. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat kandungan gizi mikro yang terdapat pada tepung kacang merah.

(5)

ABSTRACT

Red bean is one of the types of nuts that are potentially to be developed in a variety of industrial products food. Red Bean have a nutritional quality is not inferior to other types of nuts, but its utility becomes food hawker is still limited. Red bean flour can be processed to various food product that can give his nutrient contributing such as food hawker a schoolchild. One such product is the biscuit. The purpose of this research is to know the nutrient content and acceptability from a biscuit with addition of red bean flour.

This research is a research experiment, that is the manufacture of biscuits with the addition of red bean flour by 10%, 17.5% and 25%. Panelists in this study are elementary school students of SDN 067097, as many as sixty people. Acceptance of test data obtained were analyzed by descriptive and nutrient value of protein and fiber is determined using the Kjeldhal Method and Gravimetry Method in the test in Research Agency and Industrial Standardization Laboratory Medan.

The result showed that the acceptability of students elementary school against granting biscuit by the addition of flour red beans who favored is biscuit by the addition of 10 % The addition of flour red beans in making biscuits give increased amount of protein and fibers in biscuit The addition of flour red beans in making biscuits with wide variations give the influence of different real the assessment test acceptability both in terms of texture and flavor and the resulting nutritional biscuits

Then it is advisable to socialization of information that can be made and received biscuits from red bean flour is primarily used as a additional food school children. Further research needs to be done to see the micro-nutrient content contained on red bean flour

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Petti Siti Fatimah

Tempat/Tanggal Lahir : Kampung Pajak/ 13 April 1990

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah Jumlah Bersaudara : 3 (tiga) bersaudara

Alamat : Jl. Kasuari Gg. Pribadi No.5 Medan Riwayat Pendidikan

Tahun 1995 – 1996 : TK Dharma Wanita Palembang Tahun 1996 – 2002 : SD Swasta Panca Budi Medan Tahun 2002 – 2005 : SMP Negeri 1 Medan

Tahun 2005 – 2008 : SMA Negeri 1 Medan

Tahun 2008 – 2011 : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU Medan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Uji Daya Terima dan Nilai Gizi Biskuit Yang Dimodifikasi Dengan Tepung Kacang Merah”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada ibu Ernawati Nasution, SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing I dan ibu Dr. Evawany Yunita Aritonang, M.Si selaku selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Selanjutnya penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Albiner Siagian, Msi selaku ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Sorimuda Sarumpaet, MPH selaku dosen Penasehat Akademik. 4. Ibu Fitri Ardiani, SKM, MPH dan ibu Dra. Jumirah, Apt, M.Kes selaku dosen

penguji

(8)

6. Ibu Yusnani S.Pd selaku kepala sekolah SD Negeri 067097 Medan yang telah memberikan izin memperoleh data-data yang mendukung penulis dalam menyelesaikan penelitian.

7. Bapak Marihot Samosir S.T, yang telah sabar memberikan masukan, saran-saran serta membantu penulis dalam segala urusan administrasi.

8. Seluruh dosen dan staff serta seluruh civitas akademika FKM USU yang telah membimbing dan membantu selama perkuliahan.

9. Teristimewa untuk kedua orang tua tercinta, Ayahanda Ir. Ruslan dan Ibunda Elfi Syahrani Lubis yang telah banyak berkorban materi dan moril serta membesarkan dan mendidik penulis.

10.Adikku tersayang Abdul Razak dan Muhammad Haidir yang telah memberikan motivasi dan doa kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan.

11.Sahabat Seperjuangan Kak Ika Rohimah, Kak Elvina Novyanti, Kak Rohana Dewi, Kak Maya Ramadhani, Kak Tiene, Kak Eliana, Kak Maya Ginting, Kak Helena, Kak Novita, Kak Epi, Yohana, Jojo, Marissa Anggraini, Bg Sehat, Husna, Rahmi, Adel, Ria, Devi, Suli dan seluruh anak-anak dari jurusan gizi kesehatan masyarakat serta Ekstensi stambuk 2011 yang telah banyak memberikan dukungan dan bantuan serta kritikan yang menambah semangat penulis dan teman-teman yang namanya tidak dapat disebutkan satu-persatu, penulis mengucapkan terima kasih.

(9)

Hadiah Kurnia Putri SKM yang telah banyak memberikan bantuan, kritikan, dukungan, semangat dan doa untuk penulis selama ini.

13.Sahabat-sahabat D3 KAN Rizka Fiqih, Tri Annisa Irsan, Dina Rizka Utami, Oriza Irawan, Indah Pratiwi, Sri Isnaini, Evi Putriany, Dessy Irfi, Siti Haritsah, Bestti Star Pohan, Ika A, yang telah banyak memberikan dukungan, semangat dan do’a kepada penulis selama ini.

14.Sahabat *Dis Safri Hennyda, Anggun Puspa L, Annisa Septiana, Mega Puspita Sari, Nurlisa, Rizka Atifa Handayani, Rizka Sari Mutia, Yosa Rika Dwiyana, Pocut Rizky yang telah banyak memberikan dukungan, semangat dan do’a kepada penulis selama ini.

15.Teruntuk bg Sutan, bg Juang Akbar, Rahmat Ari Septiawan, Ilham Chairun Pane, Tirta, Rudi, Derry, Rahmat yang telah banyak memberikan dukungan, semangat dan do’a kepada penulis selama ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Oktober 2013 Penulis

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi . ... vii

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar ... xi

Daftar Lampiran ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1. Tujuan Umum Penelitian ... 7

1.3.2. Tujuan Khusus Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

(11)

2.1.1 Budidaya Tanaman Kacang Merah ... 9

2.1.2 Kandungan Gizi Kacang Merah... 10

2.1.3 Manfaat Kacang Merah... 13

2.1.4 Tepung Kacang Merah... 14

2.2. Biskuit ... 15

2.2.1 Kandungan Zat Gizi Pada Biskuit... 16

2.2.2 Bahan-bahan dalam Pembuatan Biskuit ... 17

2.2.3 Proses Pembuatan Biskuit ... 20

2.2.4 Resep dan Cara Pembuatan Biskuit ... 22

2.3. Kebutuhan Gizi Pada Anak Usia Sekolah Dasar ... 23

2.4. Pola Konsumsi Makanan Jajanan Anak Sekolah Dasar ... 24

2.5. Cita Rasa Makanan ... 25

2.6. Metode Analisa Serat dan Protein ... 27

2.6.1 Analisa Serat ... 27

2.6.2 Analisa Protein ... 29

2.7. Uji Organoleptik ... 31

2.8. Panelis ... 32

2.9. Kerangka Konsep Penelitian ... 34

2.10. Hipotesis penelitian ... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 36

(12)

3.2.1 Tempat Penelitian ... 37

3.2.2 Waktu Penelitian ... 37

3.3. Objek Penelitian ... 37

3.4. Definisi Operasional ... 37

3.5. Alat dan Bahan... 38

3.5.1 Alat... 38

3.5.2 Bahan ... 38

3.5.3 Bahan Pereaksi ... 38

3.6. Tahapan Penelitian ... 39

3.6.1 Proses Pembuatan Biskuit dengan Penambahan Tepung Kacang Merah ... 39

3.6.2 Pengamatan Subjektif ... 43

3.6.3 Pengamatan Objektif ... 45

3.6.4 Panelis ... 47

3.7. Pengolahahan Data dan Analisis Data ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 53

4.1. Karakteristik Tepung Kacang Merah yang Dihasilkan ... 53

4.2. Karakteristik Biskuit dengan Penambahan Tepung Kacang Merah ... 53

(13)

Variasi Penambahan Tepung Kacang Merah ... 56

4.5. Analisis Organoleptik Warna Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Kacang Merah ... 58

4.6. Analisis Organoleptik Tekstur Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Kacang Merah ... 59

4.7. Analisis Kandungan Gizi Biskuit dengan Penambahan Tepung Kacang Merah ... 61

BAB V PEMBAHASAN ... 62

5.1. Analisis Uji Daya Terima Siswa Sekolah Dasar terhadap Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Kacang Merah ... 62

5.2. Analisis Kandungan Protein dan Serat Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Kacang Merah ... 67

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

6.1. Kesimpulan ... 71

6.2. Saran ... 71

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Komposisi Zat Gizi per 100 gram Kacang Merah Kering ... 12

Tabel 2.2. Kandungan Gizi per 20 gr Tepung Kacang Merah ... 15

Tabel 2.3. Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992 ... 16

Tabel 2.4. Komposisi Zat Gizi Untuk Berbagai Jenis dan Ukuran Porsi Biskuit 17

Tabel 3.1. Rincian Perlakuan ... 36

Tabel 3.2. Jenis dan Ukuran Bahan Pembuatan Biskuit Tepung Kacang Merah Hasil Modifikasi Resep ... 39

Tabel 3.3. Tingkat Penerimaan Kosumen ... 44

Tabel 3.4. Interval Persentase dan Kriteria Kesukaan ... 50

Tabel 3.5. Daftar Analisis Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap ... 51

Tabel 4.1. Perbandingan Karakteristik Tepung Terigu dan Tepung Kacang Merah ... ... 53

Tabel 4.2. Karakteristik Biskuit dengan Penambahan Tepung Kacang Merah ... ... 54

Tabel 4.3. Hasil Analisis Organoleptik Aroma Biskuit Tepung Kacang Merah ... ... 55

Tabel 4.4. Hasil Analisa Sidik Ragam terhadap Aroma ... . 55

Tabel 4.5. Hasil Analisa Organoleptik Rasa Biskuit Kacang Merah ... 56

Tabel 4.6. Hasil Analisa Sidik Ragam terhadap Rasa ... 57

Tabel 4.7. Hasil Uji Ganda Duncan terhadap Rasa ... . 57

Tabel 4.8. Hasil Analisa Organoleptik Warna Biskuit Kacang Merah ... 58

Tabel 4.9. Hasil Analisa Sidik Ragam terhadap Warna ... 59

Tabel 4.10. Hasil Analisa Organoleptik Tekstur Biskuit Kacang Merah ... 59

Tabel 4.11. Hasil Analisa Sidik Ragam terhadap Tekstur ... 60

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Pembibitan Kacang Merah dan Tanaman Kacang Merah ... 9

Gambar 2.2. Kacang Merah Yang Sudah Dikupas Dari Kulit ... 10

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian ... 34

Gambar 3.1. Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Kacang Merah ... 40

Gambar 3.2. Diagram Alir Proses Pembuatan Biskuit ... 41

Gambar 4.1. Perbedaan Tepung Terigu dan Tepung Kacang Merah ... 53

Gambar 4.2. Biskuit dengan Penambahan Tepung Kacang Merah ... 54

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran 2. Surat Keterangan Selesai Penelitian Lampiran 3. Formulir Uji Daya Terima

Lampiran 4. Rekapitualsi Data Hasil Penilaian Uji Daya Terima Siswa Sekolah Dasar dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Kacang Merah Lampiran 5. Hasil Analisa Kandungan Gizi Biskuit

(17)

ABSTRAK

Kacang merah merupakan salah satu jenis kacang-kacangan yang berpotensi untuk dikembangkan dalam berbagai produk industri pangan. Kacang merah memiliki mutu gizi yang tidak kalah dengan jenis kacang lainnya, namun pemanfaatannya menjadi makanan jajanan masih terbatas. Tepung kacang merah dapat diolah menjadi berbagai produk pangan yang dapat memberikan sumbangan zat gizi berupa makanan jajanan anak sekolah. Salah satu produk tersebut adalah biskuit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya terima dan kandungan gizi dari biskuit dengan penambahan tepung kacang merah.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yaitu pembuatan biskuit dengan penambahan tepung kacang merah sebesar 10%, 17,5% dan 25%. Panelis dalam penelitian ini adalah siswa sekolah dasar SD Negeri 067097, sebanyak 60 orang. Data uji daya terima yang diperoleh dianalisa secara deskriptif dan nilai kandungan gizi protein dan serat ditentukan dengan menggunakan Metode Kjeldhal dan Metode Gravimetri yang di uji di Laboratorium Badan Riset dan Standardisasi Industri Medan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa uji daya terima siswa sekolah dasar terhadap pemberian biskuit dengan penambahan tepung kacang merah yang disukai adalah biskuit dengan penambahan 10%. Penambahan tepung kacang merah dalam pembuatan biskuit memberikan peningkatan jumlah protein dan serat pada biskuit. Penambahan tepung kacang merah dalam pembuatan biskuit dengan berbagai variasi memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap penilaian uji daya terima baik dari segi tekstur dan rasa maupun kandungan zat gizi biskuit yang dihasilkan. Tetapi tidak memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma dan warna biskuit.

Maka disarankan perlu sosialisasi tentang informasi agar bisa dibuat dan diterima biskuit dari tepung kacang merah terutama digunakan sebagai makanan tambahan anak sekolah. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat kandungan gizi mikro yang terdapat pada tepung kacang merah.

(18)

ABSTRACT

Red bean is one of the types of nuts that are potentially to be developed in a variety of industrial products food. Red Bean have a nutritional quality is not inferior to other types of nuts, but its utility becomes food hawker is still limited. Red bean flour can be processed to various food product that can give his nutrient contributing such as food hawker a schoolchild. One such product is the biscuit. The purpose of this research is to know the nutrient content and acceptability from a biscuit with addition of red bean flour.

This research is a research experiment, that is the manufacture of biscuits with the addition of red bean flour by 10%, 17.5% and 25%. Panelists in this study are elementary school students of SDN 067097, as many as sixty people. Acceptance of test data obtained were analyzed by descriptive and nutrient value of protein and fiber is determined using the Kjeldhal Method and Gravimetry Method in the test in Research Agency and Industrial Standardization Laboratory Medan.

The result showed that the acceptability of students elementary school against granting biscuit by the addition of flour red beans who favored is biscuit by the addition of 10 % The addition of flour red beans in making biscuits give increased amount of protein and fibers in biscuit The addition of flour red beans in making biscuits with wide variations give the influence of different real the assessment test acceptability both in terms of texture and flavor and the resulting nutritional biscuits

Then it is advisable to socialization of information that can be made and received biscuits from red bean flour is primarily used as a additional food school children. Further research needs to be done to see the micro-nutrient content contained on red bean flour

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanaman kacang-kacangan sudah ditanam di Indonesia sejak beratus-ratus tahun yang lalu. Tanaman ini terdiri atas berbagai jenis, misalnya kacang kedelai, kacang hijau, kacang tanah, dan berbagai jenis kacang sayur misalnya kecipir, kapri, kacang panjang dan buncis.

Perhatian pemerintah terhadap tanaman kacang-kacangan sangat besar. Dalam Pelita VI, pemerintah memprogramkan pembangunan subsektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura termasuk palawija, terutama kacang-kacangan. Permintaan terhadap kacang-kacangan pada masa yang akan datang, diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Mengacu pada Pola Pangan Harapan (PPH) tahun 2000, konsumsi rata-rata kacang-kacangan penduduk Indonesia adalah sebesar 35,88 g/kapita/hari (Astawan,2009)

(20)

Kacang-kacangan diperlukan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi secara langsung saja, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan industri pangan. Kondisi ini menunjukkan bahwa produksi kacang-kacangan masih perlu terus ditingkatkan. Konsumsi masyarakat terhadap berbagai jenis kacang sayur, juga cenderung meningkat berkat peningkatan pengetahuan gizi masyarakat. Jenis kacang sayur mengandung gizi yang tinggi , terutama kandungan proteinnya (Fachruddin,2000).

Kacang-kacangan (leguminosa), seperti kacang hijau, kacang tolo, kacang gude, kacang merah, kacang kedelai, dan kacang tanah, sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan dapat diolah menjadi berbagai produk pangan, seperti tepung, makanan kaleng, susu, konsentrat protein, digoreng untuk kudapan, dan lain-lain. Dalam bentuk biji atau polong muda, kacang-kacangan dapat digunakan sebagai bahan sayuran segar, dikeringkan atau dibekukan (Astawan,2009)

(21)

Dalam memilih bahan pangan protein kita memperhatikan tinggi rendahnya kandungan protein. Pada kelompok bahan pangan nabati (tumbuh-tumbuhan) kacang-kacangan punya kandungan protein tinggi: misalnya kedele (35 %), kacang tanah (25 %), kacang merah (23 %) dan kacang hijau (22 %). (Sajogyo,1994)

Kacang merah merupakan tanaman jogo pendek yang tingginya 30 cm. Biji kacang merah berwarna merah atau merah berbintik-bintik putih, misalnya varietas garut. Varietas ini banyak ditanam di Jawa Barat sebagai tanaman sela dengan daun bawang. Kacang jogo ini hanya dimakan bijinya dari buah yang telah tua. Buncis dan kacang merah merupakan sumber protein nabati penting. Selain itu, buncis dapat disayur, ditumis, dilalap (lalap masak dan mentah). Adapun biji kacang merah biasanya disayur dan dibuat sambal goreng (Sunarjono, 2004).

Kacang merah merupakan jenis kacang-kacangan yang banyak terdapat di pasar-pasar tradisional sehingga mudah di dapat dan harganya relatif murah. Kacang merah sering dipergunakan untuk beberapa masakan, seperti sup, rendang, dan juga kue-kue, kini bahkan umum digunakan untuk makanan bayi mengingat kandungan nilai gizinya yang tinggi terutama sebagai sumber protein dan fosfor. Dalam diversifikasi bahan makanan, termasuk juga diversifikasi sumber protein makanan, salah satu faktor yang penting adalah tersedianya bahan pangan alternatif yang bergizi tinggi, serta aman bagi tubuh.

(22)

manis yang digunakan sebagai pengisi beberapa kue, seperti bakpau, kue bulan, kue moci, kue dorayaki, donat isi, dan lain-lain.

Biskuit adalah salah satu jenis kue kering yang sampai saat ini banyak digemari oleh masyarakat sebagai makanan jajanan atau camilan dari berbagai kelompok ekonomi dan kelompok umur. Menurut Moehji (2000) biskuit sering dikonsumsi oleh anak balita, anak usia sekolah, dan orang tua, yang biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan atau makanan bekal. Harga biskuit yang terjangkau oleh berbagai kelompok ekonomi juga menjadi satu alasan mengapa biskuit banyak disukai oleh masyarakat. Konsumsi rata-rata kue kering di kota besar dan pedesaan di Indonesia 0,40 kg/kapita/tahun.

Anak usia sekolah dasar (SD) adalah anak yang berumur antara 6-12 tahun. Pertumbuhan fisik dan perkembangan mental anak sekolah dasar perlu mendapat perhatian yang cukup karena anak yang berkualitas merupakan salah satu aset pembangunan bangsa di masa yang akan datang. Kekurangan zat gizi pada makanan, termasuk makanan jajanan anak sekolah dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan terutama pertumbuhan fisik yang terlihat dari ukuran tubuh yang pendek, gemuk atau kurus. Dampak dari gangguan pertumbuhan antara lain, menyebabkan rendahnya daya tahan tubuh sehingga anak sakit-sakitan dan cepat lelah. Hal ini akan menghambat pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang (Syarief, 1997).

(23)

anak tersebut. Konsumsi makanan jajanan di masyarakat diperkirakan terus meningkat karena makin terbatasnya waktu anggota keluarga untuk mengolah makanan sendiri di rumah. Keunggulan makanan jajanan yang murah dan mudah didapat serta kandungan zat gizi yang dimilikinya merupakan daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk mengonsumsinya.

Hal ini juga terjadi terhadap anak-anak sekolah dasar yang sering mengonsumsi makanan jajanan yang ada di sekolah namun makanan jajanan yang di jual di sekolah tidak semuanya memiliki nilai gizi yang baik. Oleh karena itu, makanan jajanan yang mengandung gizi, bersih, dan aman dikonsumsi akan mempunyai pengaruh yang menguntungkan, karena anak mengonsumsi makanan tersebut ketika mereka sedang lapar. Untuk memperoleh tambahan energi yang sudah mulai menurun sejak beberapa jam masuk sekolah, maka anak sekolah memperolehnya dari makanan jajanan. Makanan jajanan yang dijual di lingkungan sekolah akan menambah energi bagi anak sekolah.

(24)

Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan biskuit dengan penambahan tepung kacang merah dengan perbandingan sebesar 10%, 17,5% dan 25% dari berat tepung terigu dimana biskuit akan menghasilkan kepadatan dan kerenyahan yang baik. Pengenalan penggunaan tepung kacang merah kepada masyarakat akan lebih efektif bila diterapkan sebagai bahan baku atau tambahan dalam pembuatan makanan yang sudah dikenal oleh masyarakat, salah satunya adalah biskuit. Dalam hal ini, penambahan tepung kacang merah salah satu bentuk pengolahan makanan tambahan atau jajanan yang dimana dapat memberi sumbangan zat gizi yang dibutuhkan.

Penetapan perbandingan sebesar 10%, 17,5% dan 25% dilakukan karena peneliti telah melakukan penelitian pendahuluan sebelum melakukan penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, apabila presentase terlalu besar akan menghasilkan adonan biskuit yang keras dan bau langu dari kacang merah akan lebih terasa. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan penambahan tepung kacang merah dalam berbagai jenis pangan menunjukkan peningkatan kandungan protein dan serat pada makanan tersebut. Yaumi (2011), melakukan penelitian penambahan tepung kacang merah dalam pembuatan donat dan daya terimanya menunjukkan bahwa kandungan serat pada tepung kacang merah dalam pembuatan donat meningkat jika dibandingkan dengan donat pada umumnya.

(25)

merah juga dimanfaatkan dalam pembuatan minuman sari kacang merah dimana dalam pembuatan sari kacang merah diketahui memiliki kandungan nutrisi berupa kadar air 83,52%, kadar abu sebesar 0,23%, lemak 0,96%, protein sebesar 2,48%, karbohidrat sebesar 12,55% dan serat kasar sebesar 1,27%. Selain itu, ada juga menurut hasil penelitian Nuraidah (2013) dalam pembuatan daging tiruan dari kacang merah dihasilkan penambahan tepung kacang merah sebesar 70% dan tepung terigu 30% diperoleh perlakuan mendekati Standar Nasional Indonesia daging segar dengan protein sebesar 10,43%.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diatas, peneliti mencoba memanfaatkan tepung kacang merah dalam pembuatan biskuit. Hal ini menarik untuk diteliti dalam sebuah penelitian yang berjudul “Uji Daya Terima Dan Nilai Gizi Biskuit Yang Dimodifikasi Dengan Tepung Kacang Merah”.

1.1.Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh penambahan tepung kacang merah dalam pembuatan biskuit terhadap daya terimanya dan nilai gizinya.

1.2.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umun

Untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung kacang merah dalam pembuatan biskuit terhadap daya terimanya dan nilai gizinya.

1.3.2. Tujuan Khusus

(26)

2. Untuk mengetahui kandungan gizi biskuit yaitu protein dan serat dengan penambahan tepung kacang merah.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai alternatif pengolahan kacang merah sebagai bahan makanan tambahan. 2. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang penganekaragaman suatu

produk dari kacang merah yang selama ini hanya dikonsumsi sebagai sayuran. 3. Sebagai alternatif untuk mengurangi pemakaian tepung terigu sebagai bahan

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kacang Merah

2.1.1. Budidaya Tanaman Kacang Merah

Kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis yaitu Phaseolus vulgaris L, hanya tipe pertumbuhan dan kebiasaan panennya berbeda. Kacang merah (kacang jogo), sebenarnya merupakan kacang buncis tipe tegak (tidak merambat) dan umumnya dipanen polong tua, sehingga disebut Bush bean. Sedangkan kacang buncis umumnya tumbuh merambat (pole beans) dan dipanen polong-polong mudanya saja (Rukmana,2009)

(28)

Gambar 2.1.Pembibitan Kacang Merah dan Tanaman Kacang Merah (a) Pembibitan Kacang Merah

(b) Tanaman Kacang Merah

Pembudidayaan tanaman kacang merah di Indonesia telah meluas ke berbagai daerah. Tahun 1961-1967 luas areal penanaman kacang merah di Indonesia sekitar 3.200 Ha, tahun 1969-1970 seluas 20.000 Ha dan tahun 1991 mencapai 79,254 Ha dengan produksi 168,829 ton. Peningkatan produksi kacang merah mempunyai arti penting dalam menunjang peningkatan gizi masyarakat, karena merupakan salah satu sumber protein nabati yang murah dan mudah dikembangkan (Sulistyowati,2008).

(a) (b) Gambar 2.2.Kacang Merah Yang Sudah Dikupas dari Kulitnya

(a) Mengupas kulit kacang merah (b) Biji kacang merah

2.1.2. Kandungan Gizi Kacang Merah

(29)

(red kidney bean). Nama lain untuk kacang merah adalah kacang galing. Kacang merah hanya dimakan dalam bentuk biji yang telah tua, baik dalam keadaan segar maupun yang telah dikeringkan.

Biasanya yang dimanfaatkan dari kacang merah adalah bijinya. Biji kacang merah merupakan bahan makanan yang mempunyai energi tinggi dan sekaligus sumber protein nabati yang potensial, karena itu peranannya dalam usaha perbaikan gizi sangatlah penting. Di samping kaya akan protein, biji kacang merah juga merupakan sumber karbohidrat , mineral dan vitamin. Kandungan vitamin per 100 g biji adalah: vitamin A 30 SI, thiamin/vitamin B1 0,5 mg, riboflavin/vitamin B2 0,2 mg, serta niasin 2,2 mg (Astawan,2009)

Dibandingkan kacang-kacangan lainnya, kacang merah memiliki kadar karbohidrat yang tertinggi, kadar protein yang setara kacang hijau, kadar lemak yang jauh lebih rendah dibandingkan kacang kedelai dan kacang tanah, serta memiliki kadar serat yang setara dengan kacang hijau, kedelai dan kacang tanah. Kadar serat pada kacang merah jauh lebih tinggi dibandingkan beras, jagung, sorgum dan gandum.

(30)

Kacang merah merupakan sumber mineral yang baik. Komposisi mineral per 100 gram kacang merah kering adalah fosfor (410 mg), kalsium (260 mg), mangan (194 mg), besi (5,8 mg), tembaga (0,95 mg), serta natrium (15 mg). Kalsium sangat berguna untuk menjaga kesehatan tulang, sedangkan besi untuk mencegah anemia. Tembaga yang terdapat pada kacang merah berperan dalam beberapa kegiatan enzim pernafasan, yaitu sebagai kofaktor bagi enzim pirosinase dan sitokron oksidase. Pirosinase mengatalisis reaksi oksidasi piroksin menjadi pigmen melanin (pigmen gelap pada kulit dan rambut).

Mineral seng merupakan komponen penting dari beberapa enzim yang berperan penting dalam tubuh, sedangkan kalium berfungsi menjaga keseimbangan natrium di dalam darah untuk mencegah hipertensi dan penyakit kardiovaskuler. Kandungan fosfor pada kacang merah dapat digunakan untuk pembentukan tulang dan gigi, serta penyimpanan dan pengeluaran energi. Sedangkan magnesium merupakan aktifator enzim peptidase dan enzim lain yang kerjanya memecah dan memindahkan gugus fosfat. Kandungan mangan pada kacang merah juga sangat baik. Mangan merupakan kofaktor beberapa enzim penting (Astawan,2009)

(31)

proses fermentasi dalam usus besar, kemudian menghasilkan asam-asam lemak rantai pendek, yang dapat menghambat sintesis kolesterol hati (Nurfi, 2010).

Tabel 2.1. Komposisi zat gizi per 100 gram Kacang Merah Kering

ZAT GIZI KADAR Per 100 g

Protein (g) 22,30

Karbohidrat (g) 61,20

Lemak (g) 1,50

Vitamin A (SI) 30,00

Thiamin/Vitamin B1 (mg) 0,50

Riboflavin/Vitamin B2 (mg) 0,20

Niacin (mg) 2,20

Kalsium (mg) 260,00 Fosfor (mg) 410,00

Besi (mg) 5,80

Mangan (mg) 194,00

Tembaga (mg) 0,95

Natrium (mg) 15,00

Sumber: Martin (1984) dan Salunkhe et al (1985)

2.1.3. Manfaat Kacang Merah

(32)

digunakan untuk bahan campuran pada masakan seperti gulai, sup, rendang dan lain sebagainya. Kacang merah menyediakan banyak nutrisi penting yang sangat bermanfaat bagi tubuh. Beberapa manfaat makan kacang merah antara lain:

1. Memperkuat imunitas tubuh

Kacang merah mengandung 8 macam asam amino essensial yang diketahui berperan dalam memperkuat kekebalan (imunitas) tubuh terhadap serangan berbagai macam penyakit.

2. Mencegah kerusakan sel akibat radikal bebas

Kacang merah kaya akan anthacyanin yang merupakan antioksidan yang berperan mencegah kerusakan sel akibat radikal bebas

3. Menurunkan kolesterol darah

Serat yang terdapat dalam kacang merah akan mengikat asam empedu dalam usus. Asam empedu berguna untuk sintesis kolesterol. Berkurangnya asam empedu yang tersedia mengurangi pembentukan kolesterol dalam tubuh

4. Mengendalikan glukosa darah

Kacang merah mengandung serat larut (soluble fiber). Serat larut akan larut dalam air dan membentuk gel dalam usus sehingga memperlambat penyerapan karbohidrat yang akan diubah menjadi glukosa. Hal ini memperlambat kenaikan glukosa darah.

5. Mencegah anemia

(33)

6. Detoksifikasi sulfit

Kacang merah mengandung mineral molibdenum yang membantu detoksifikasi (menghilangkan racun) sulfit dari makanan.

7. Mencegah radang sendi

Kacang merah mengandung mineral tembaga yang membantu mengurangi inflamasi (peradangan) khususnya radang sendi.

8. Mencegah nyeri otot

Kacang merah mengandung magnesium yang membantu merelaksasi/mengendurkan otot.

9. Melancarkan pencernaan

Serat yang terdapat dalam kacang merah membantu melancarkan pencernaan sehingga memudahkan BAB (Buang Air Besar) dan mencegah berbagai gangguan pencernaan.

10. Menguatkan tulang dan gigi

Kacang merah mengandung kalsium yang merupakan komponen penting struktur tulang dan gigi. (Anonim, 2013)

2.1.4. Tepung Kacang Merah

(34)

Kacang merah kemudian dilepas kulitnya, disangrai, digiling, dan diayak menjadi tepung (Astawan, 2009)

Keunggulan dari pengolahan kacang merah menjadi tepung kacang merah adalah meningkatkan daya guna, hasil guna, lebih mudah diolah atau diproses menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, lebih mudah dicampur dengan tepung-tepung dan bahan lainnya.

Tabel 2.2. Kandungan Gizi per 20 gram Tepung Kacang Merah

No Jenis Zat Gizi Kandungan Zat Gizi

1 Energi, kkal 73,87

2 Protein, g 4,57

3 Lemak, g 0,48

4 Karbohidrat, g 12,83

Sumber: Institut Pertanian Bogor, 2010

2.2. Biskuit

Cookies atau biskuit adalah produk pastry yang bahan dasarnya terdiri dari:

butter, gula, telur dan tepung terigu yang diaduk sekedar campur, dicetak tipis dan

kecil-kecil diatas loyang pembakar, di oven dengan panas rendah, hasilnya kering dan renyah (Subagjo, 2007)

(35)

Biskuit yang dihasilkan harus memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan agar aman untuk dikonsumsi. Syarat mutu biskuit yang berlaku secara umum di Indonesia yaitu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992), seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 2.3. Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992

No Kriteria Uji Klasifikasi

1. Air Maksimum 5%

2. Protein Minimum 9%

3. Lemak Minimum 9.5%

4. Karbohidrat Minimum 70%

5. Abu Maksimum 1,6%

6. Logam berbahaya Negatif

7. Serat kasar Maksimum 0,5%

8. Kalori (kal/100 gr) Minimum 400

9. Bau dan rasa Normal

10. Warna Normal

Sumber: Standar Nasional Indonesia (1992)

2.2.1. Kandungan Zat Gizi pada biskuit

(36)

sebanyak 0 IU, vitamin B1 0,09 miligram, dan vitamin C 0 miligram. Hasil tersebut didapat dari melakukan terhadap 100 gram biskuit, dengan jumlah dapat dimakan 100%.

Tabel 2.4. Komposisi zat gizi untuk berbagai jenis dan ukuran porsi biskuit Jenis biskuit populer Lemak(g) Karbohidrat(g) Protein (g) Kalori Biskuit tawar atau mentega

1 biskuit (diameter 6,5cm)

9,78 26,76 4,20 212

Biskuit gandun 1 kecil (diamter 4 cm)

1,62 6,47 1,35 44

Biskuit tawar atau dengan mentega (rendah lemak) 1 biskuit (diameter 5 cm)

1,04 10,95 1,54 59

2.2.2. Bahan-bahan dalam Pembuatan Biskuit 1. Tepung Terigu

Tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan biskuit atau cookies adalah tepung terigu medium/multipurpose flour, merupakan hasil roller milling yag mempunyai kandungan protein 9-11 %, tepung jenis ini merupakan tepung pengganti baik bagi tepung hard maupun soft sehingga bisa digunakan untuk pembuatan bread maupun cake.

(37)

2. Dengan proses penambahan atau pengurangan kandungan protein yang ada dilakukan di dalam laboratorium (Subagjo,2007)

2. Gula

Gula merupakan salah satu bahan pemanis yang sangat penting karena hampir setiap produk mempergunakan sugar/gula. Dalam pembuatan cookies atau biskuit gula yang dipergunakan adalah sugar powder atau icing sugar merupakan proses lebih lanjut dari white sugar yang menghasilkan gula yang berbentuk tepung dan dalam. Pastry produk jenis ini dipergunakan sebagai bahan campuran dalam pembuatan adonan cake serta dalam pembuatan adonan bahan dekorasi (Subagjo,2007).

3. Mentega

Mentega atau butter merupakan lemak/fat yang terbuat dari fresh milk yang diproses dengan menambahkan acid/asam kemudian dimasukkan kedalam tabung dari kayu, tabung diputar sehingga kandungan air yang ada dalam fresh milk terpisah dengan kandungan kimiawi yang lain, kandungan kimiawi yang lain ini akan menempel pada dinding kayu dan dikumpulkan serta diproses melalui pencucian secara kimiawi untuk menghilangkan sisa-sisa acid dan kedalamnya ditambah warna, aroma serta mungkin ditambah garam sehingga kita dapatkan 2 jenis butter:

1. Salted butter yaitu butter yang kedalamnya ditambahkan garam sehingga rasanya asin

(38)

4. Telur

Dalam pastry produk egg merupakan raw material yang sangat penting karena setiap produk hampir semuanya mempergunakan telur, biasanya telur yang digunakan adalah telur ayam ras karena:

a. Jumlah telur ayam ras diusahakan secara besar sehingga untuk mempergunakan dalam jumlah besar tidak akan mengalami kesulitan. Kalau telur jenis ayam kampung belum diusahakan secara besar sehingga jumlahnya terbatas.

b. Volume ayam ras lebih besar dari ayam kampung, untuk telur normal mempunyai berat antara 42-70 gr.

c. Harga telur ayam ras lebih murah. Fungsi-fungsi telur didalam pastry produk: 1. Sebagai bahan penambah nilai gizi 2. Sebagai bahan penambah rasa

3. Sebagai bahan perubah warna kulit produk 4. Sebagai bahan pembantu pengembang

5. Sebagai bahan untuk memperlunak jaringan (Subagjo,2007) 5. Susu Bubuk

Susu ini memiliki reaksi mengikat terhadap protein tepung. Dalam pembuatan biskuit susu berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma biskuit serta menambah nilai gizi produk.

6. Lemak

(39)

satu komponen penting dalam pembuatan biskuit. Di dalam adonan, lemak memberikan fungsi shortening dan fungsi tesktur sehingga biskuit menjadi lebih lembut. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai pemberi flavor.

7. Garam

Garam ditambahkan untuk membangkitkan rasa lezat bahan-bahan lain yang digunakan dalam pembuatan biskuit. Sebenarnya jumlah garam yang ditambahkan tergantung kepada beberapa faktor, terutama jenis tepung yang dipakai. Tepung dengan kadar protein yang lebih rendah akan membutuhkan lebih banyak garam karena garam akan memperkuat protein.

8. Bahan Pengembang

Kelompok leavening agents (pengembang adonan) merupakan kelompok senyawa kimia yang akan terurai menghasilkan gas di dalam adonan. Salah satu leavening agents yang sering digunakan dalam pengolahan biskuit adalah baking

powder. Baking powder memiliki sifat cepat larut pada suhu kamar dan tahan selama

pengolahan. Fungsi bahan pengembang adalah untuk meng“aerasi” adonan, sehingga

menjadi ringan dan berpori, menghasilkan biskuit yang renyah dan halus teksturnya (Faridah, 2008).

2.2.3. Proses Pembuatan Biskuit

Proses pembuatan biskuit secara garis besar terdiri dari pencampuran (mixing), pembentukan (forming) dan pemanggangan (bucking). Tahap pencampuran

(40)

Terdapat tiga metode pencampuran yaitu single-stage, multiple-stage dan continous. Pada metode single-stage, semua bahan dicampur menjadi satu dan

dimixer bersamaan. Pada multiple-stage, mungkin terdiri dari dua tahap atau lebih. Pertama yang dicampur adalah lemak dan gula, kemudian bahan-bahan cair, selanjutnya bahan-bahan lainnya. Pada metode continous biasanya dipilih karena keefektifannya, memaksimalkan output dan meminimalkan input karena proses yang kontinu. Pencampuran adonan cookies biasanya diawali pencampuran antara gula dan shortening (disebut creaming method) kemudian bahan-bahan lain seperti tepung dan

bahan pengembang dimasukkan.

Adonan yang diperoleh selanjutnya dicetak sesuai dengan bentuk dan ukuran yang diinginkan. Adonan biskuit dibentuk lembaran-lembaran dan dipotong-potog dengan pisau pemotong atau alat pencetak biskuit. Adonan yang telah dicetak selanjutya dipanggang dalam oven. Pemanggangan merupakan hal yang penting dari seluruh urutan proses yang mengarah pada produk yang berkualitas. Suhu oven untuk proses pemanggangan tergantung pada jenis, bentuk dan ukuran dari produk yang dibuat dan dijaga sifat-sifat dari bahan-bahan penyusunnya. Pada umumnya suhu pemanggangan biskuit antara lain 218-2320C dalam waktu 15-20 menit

Dalam pembuatan biskuit yang baik ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu : 1. Pilih tepung berprotein rendah dengan jumlah yang tepat. Jumlah tepung yang

(41)

2. Gula juga memegang peran penting. Sebaiknya ganti dengan bahan yang rendah kalori atau dimodifikasi dengan bahan yang mempunyai cita rasa manis, misalnya gula dari buah-buahan

3. Bahan lemak yang biasanya digunakan untuk membuat kering adalah margarin, mentega atau minyak. Jumlah yang digunakan sesuai dengan kebutuhan kesehatan tubuh.

4. Telur merupakan bahan pokok pembuat biskuit. Dapat digunakan bagian putih atau kuningnya saja. Jika kuningnya yang digunakan, pilih dari telur yang sudah dibuat rendah kolesterolnya.

5. Bahan pemuai terkadang diperlukan juga dalam pembuatan kue kering. Bahan ini menjadikan kue bertambah renyah. Baking powder dipilih terutama untuk kue kering yang mengandung coklat bubuk.

6. Bahan tambahan lain dapat dipadukan agar menghasilkan kue yang berkualitas. Misalnya susu, kulit jeruk, rempah-rempah, kacang-kacangan, dan lain sebagainya. Sebaiknya pilih susu kedelai yang mempunyai banyak manfaat menangkal zat radikal bebas penyebab kanker, menurunkan kandungan kolesterol dalam darah, menghindari penyakit jantung koroner, mengurangi tekanan darah tinggi, membantu mengurangi keluhan pada masa menopause dan mencegah osteoporosis (Muaris,2007).

2.2.4. Resep dan Cara Pembuatan Biskuit Salah satu resep dalam membuat biskuit adalah: - Tepung terigu 250 gram

(42)

- Mentega 100 gram - Tepung Maizena 10 gram - Susu bubuk 25 gram - Baking Powder ½ sdt

- Garam ½ sdt

- Kuning telur ayam 2 butir

- Air 50 ml

Cara membuat biskuit meliputi beberapa proses, yaitu:

1. Campur mentega, kuning telur, garam, gula lalu mixer sampai rata.

2. Campur tepung terigu, baking powder, susu bubuk, dan tepung maizena lalu diayak.

3. Campuran 1 dan campuran 2 dicampur lalu tambahkan air dan diadoni selama 15 menit.

4. Adonan dipipihkan dan dicetak sesuai selera.

5. Letakkan adonan kue yang telah dibentuk dalam loyang yang sudah diolesi mentega.

6. Panggang adonan hingga matang (Subagjo, 2007). 2.3. Kebutuhan Gizi Anak Usia Sekolah Dasar

(43)

Pada usia 7-9 tahun anak pandai menentukan makanan yang disukai karena mereka sudah mengenal lingkungan. Untuk itu perlu pengawasan dari orangtua supaya tidak salah memilih makanan karena pengaruh lingkungan. Disini anak masih dalam tahap pertumbuhan sehingga kebutuhan gizinya harus tetap seimbang.

Protein diperlukan untuk pertumbuhan otot dan darah beserta komponen-komponen zat gizi lainnya. Kebutuhan protein pada anak usia sekolah adalah 36-50 gram atau 1,5 gr/kgBB/hari. Konsumsi protein dapat dipenuhi bila bahan makanan yang diberikan beraneka ragam termasuk protein dari bahan makanan sumber karbohidrat. Sumber protein yang baik adalah susu, daging, ikan, telur dan kacang-kacangan.

2.4. Pola Konsumsi Makanan Jajanan Anak Sekolah Dasar

Dewasa ini perilaku mengkonsumsi makanan jajanan menunjukkan adanya kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Konsumsi makanan jajanan di masyarakat diperkirakan terus meningkat mengingat makin terbatasnya waktu anggota keluarga untuk mengolah makanan sendiri. Keunggulan makanan jajanan adalah murah dan mudah di dapat, serta cita rasa yang enak dan cocok dengan selera sebagian besar masyarakat (Moehji, 2000).

(44)

Pada umumnya anak-anak pada usia sekolah memilih makanan jajanan yang disukai saja, dan sebagian besar makanan jajanan tersebut mengandung tinggi karbohidrat, sehingga membuat cepat kenyang, selain itu keamanan dan kesehatan dari jajanan tersebut masih sangat diragukan. Makanan yang tidak cukup

mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan anak, akan menyebabkan perubahan metabolisme dalam otak, sehingga mengakibatkan ketidakmampuan berfungsi secara normal. Pada keadaan yang lebih berat dan kronis, kekurangan gizi menyebabkan pertumbuhan terganggu, jumlah sel otak berkurang dan terjadi ketidaksempurnaan biokimia dalam otak sehingga berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan dan fungsi kognitif anak.

2.5. Cita Rasa Makanan

Menurut Wirakusumah (1990) yang dikutip oleh Nurfatimah (2011), kesukaan terhadap makanan didasari oleh sensorik, sosial, psikologi, agama, emosi, budaya, kesehatan, ekonomi, cara persiapan dan pemasakan makanan, serta faktor-faktor terkait lainnya. Penilaian seseorang terhadap kualitas makanan berbeda-beda tergantung selera dan kesenangannya. Walaupun demikian ada beberapa aspek yang dapat dinilai yaitu persepsi terhadap cita rasa makanan, nilai gizi dan higiene atau kebersihan makanan tersebut.

(45)

oleh makanan melalui indera penglihat, penciuman serta perasa atau pencecap. Walaupun demikian faktor utama yang akhirnya memengaruhi daya penerimaan terhadap makanan yaitu rangsangan cita rasa yang ditimbulkan oleh makanan itu. Oleh karena itu, penting sekali dilakukan penilaian cita rasa untuk mengetahui daya penerimaan konsumen.

Menurut Winarno (1997) rasa suatu makanan merupakan faktor yang turut menentukan daya terima konsumen. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Warna makanan juga memegang peranan utama dalam penampilan makanan karena merupakan rangsangan pertama pada indera mata. Warna makanan yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa.

Konsistensi atau tekstur makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan cita rasa makanan karena sensitifitas indera cita rasa dipengaruhi oleh konsistensi makanan. Makanan yang berkonsistensi padat atau kental akan

memberikan rangsangan lebih lambat terhadap indera kita.

(46)

selanjutnya rasa makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan terhadap indera penciuman dan indera perasa.

Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera.

Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang mudah menguap sebagai akibat atau reaksi karena pekerjaan enzim atau dapat juga terbentuk tanpa bantuan reaksi enzim.

2.6. Metode Analisa Serat dan Protein 2.6.1. Analisis Serat

Ada beberapa metode analisis serat makanan, yaitu metode analisis serat kasar (crude fiber), metode deterjen, metode enzimatis (Joseph, 2002) dan metode Englyst

(Ferguson dan Philip, 1999).

a. Metode Analisis Serat Kasar (Crude Fiber)

Serat kasar ialah sisa bahan makanan yang telah mengalami proses pemanasan dengan asam kuat dan basa kuat selama 30 menit yang dilakukan di laboratorium. Di dalam buku Daftar Komposisi Bahan Makanan, yang dicantumkan adalah kadar serat kasar bukan kadar serat makanan. Tetapi kadar serat kasar dalam suatu makanan dapat dijadikan indeks kadar serat makanan. Kadar serat kasar ditentukan secara kimia tetapi tidak menunjukkan sifat serat fisiologis dan tidak bisa dijadikan sebagai nilai total dietary fiber (TDF). Serat kasar terdiri dari lignin, hemiselulsa dan selulosa b. Metode Deterjen

(47)

yang tak larut dalam larutan deterjen digunakan (Meloan and Pomeranz, 1987). Metode analisis dengan menggunakan deterjen (Acid Deterjen Fiber, ADF atau Neutral Deterjen Fiber, NDF) merupakan metode gravimetri yang hanya dapat mengukur komponen serat makanan yang tidak larut. Adapun untuk mengukur komponen serat yang larut seperti pektin dan gum, harus menggunakan metode yang lain, selama analisis tersebut komponen serat larut mengalami kehilangan akibat rusak oleh adanya penggunaan asam sulfat pekat.

a. Acid Detergent Fiber (ADF)

ADF hanya dapat untuk menurunkan kadar total selulosa dan lignin. Metode ini digunakan pada AOAC (Association of Offical Analytical chemist). Prosedurnya sama dengan NDF, namun larutan yang digunakan adalah CTAB (Cetyl Trimethyl Amonium Bromida) dan H2SO4 0,5 M (Meloan and Pomeranz, 1987).

b. Neutral Detergent Fiber (NDF)

Dengan metode NDF dapat ditentukan kadar total dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selisih jumlah serat dari analisis NDF dan ADF dianggap jumlah kandungan hemiselulosa, meski sebenarnya terdapat juga komponen-komponen lainnya (selain selulosa, hemiselulosa dan lignin) pada metode deterjen ini (Meloan and Pomeranz, 1987).

c. Metode Enzimatis

(48)

Kekurangan metode ini, enzim yang digunakan mungkin mempunyai aktivitas lebih yang bisa saja merusak komponen serat dan kemungkinan protein yang tidak

terdegradasi sempurna dan ikut terhitung sebagai serat (Meloan and Pomeranz, 1987). d. Metode Englyst

Pada metode Englyst, serat makanan ditentukan sebagai polisakarida non pati dengan menentukan bagian monosakarida penyusunnya. Tapi bukan hanya polisakarida sebagai penyusun dinding sel tumbuh-tumbuhan. Kelemahan metode ini menetapkan kadar serat dengan menggunakan kromatografi cair-gas, HPLC atau alat

spektrofotometer (Ferguson dan Philip, 1999). 2.6.2. Analisa Protein

Banyak agensia yang menyebabkan perubahan sifat alamiah dari protein seperti panas, asam, basa, pelarut organik, garam, logam berat, radiasi sinar

radioaktif. Analisa protein ini terdiri dari beberapa tahapan yaitu : destruksi, destilasi dan titrasi.

a. Proses Destruksi

(49)

penambahan asam sulfat larutan menjadi keruh. Asam sulfat pekat berfungsi unuk mendestruksi protein menjadi unsur-unsurnya, sedangkan katalisator berfungsi untuk mempercepat proses destruksi dan menaikkan titik didih asam sulfat. Tiap 1 gram K2SO4 menaikkan titik didih 3ºC.

Dari proses ini semua ikatan N dalam bahan pangan akan menjadi ammonium sulfat (NH4SO4) kecuali ikatan N=N; NO; dan NO2. Ammoniak dalam asam sulfat terdapat dalam bentuk ammonium sulfat. Pada tahap ini juga menghasilkan C02, H2O dan SO2 yang terbentuk adalah hasil reduksi dari sebagian asam sulfat dan menguap.

b. Proses Destilasi

Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3). Prinsip destilasi adalah memisahkan cairan atau larutan berdasarkan perbedaan titik didih. Dari hasil destruksi protein, labu destruksi didinginkan kemudian dilakukan pengenceran dengan penambhan aquades. Pengenceran dilakukan unyuk mengurangi kehebatan reaksi bila ditambah larutan alkali. Larutan dijadikan basa dengan

menambahkan 10 ml NaOH 60%, lalu corong ditutup dan ditambahkan aquades setengah bagian. Sampel harus dimasukkan terlebih dahulu kedalam alat destilasi sebelum NaOH, karena untuk menghindari terjadinya superheating. Fungsi

penambahan NaOH adalah untuk memberikan suasana basa karena reaksi tidak dapat berlangsung dalam keadaan asam.

Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar. Untuk menampung NH3 yang keluar, digunakan asam borat dalam

(50)

Metil Biru), menghasilkan larutan berwarna biru tua. Indikatir ini digunakan untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebih. Hasil destilasi (uap NH3 dan air) ditamngkap oleh larutan H3BO3 yang terdapat dalam labu erlenmeyer dan

membentuk senyawa (NH4)3BO3. Senyawa ini dalam suasana basa akan melepaskan NH3. Penyulingan dihentikan jika semua N sudah tertangkap oleh asam borat dalam labu erlenmeyer atau hasil destilasi tidak merubah kertas lakmus merah serta

menghasilkan larutan berwarna hijau jernih. c. Proses Titrasi

Titrasi merupakan tahap akhir pada penentuan kadar protein dalam bahan pangan ini. Banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia (N) dapat diketahui dengan volume HCl 0,02 N yang dibutuhkan destilat. Titik akhir titrasi dihentikan sampai larutan berubah dari hijau ke biru (kembali ke warna awal). Selisih jumlah titrasi blanko dan sampel merupakan jumlah ekuivalen nitrogen (Sudarmadji, 1996).

2.7. Uji Organoleptik

(51)

digunakan sebagai metode dalam penelitian dan pengembangan produk. Dalam hal ini prosedur penilaian memerlukan pembakuan yang baik dalam cara penginderaan maupun dalam melakukan analisa data.

Indera yang berperan dalam uji organoleptik adalah indera penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran. Panel diperlukan untuk

melaksanakan penilaian organoleptik dalam penilaian mutu atau sifat-sifat sensorik suatu komoditi, panel bertindak sebagi instrumen atau alat. Panel ini terdiri atas orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat dari suatu komoditi. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis.

Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan. Dalam uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang

kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan, di samping itu mereka juga mengemukakan tingkat kesukaan/ketidaksukaan. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut orang skala hedonik, misalnya amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka dan amat sangat tidak suka. Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan sesuai yang diinginkan peneliti (Rahayu, 1998).

2.8. Panelis

Menurut Rahayu (1998), dalam penilaian organoleptik dikenal tujuh macam panel, yaitu panel perseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih, panel tidak terlatih, panel konsumen dan panel anak-anak. Perbedaan ketujuh panel tersebut didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik.

(52)

Panel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang sangat intensif. Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisa organoleptik dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah kepekaan tinggi, bias dapat dihindari, penilaian efisien. Panel perseorangan biasanya digunakan untuk mendeteksi

penyimpangan yang tidak terlalu banyak dan mengenali penyebabnya.

2. Panel Terbatas

Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi sehingga bias lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktor-faktor dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir.

3. Panel Terlatih

Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik. Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan. Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau spesifik.

4. Panel Agak Terlatih

Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumya dilatih untuk mengetahui sifat-sifat tertentu. Panel agak terlatih dapat dipilih dari kalangan terbatas dengan menguji datanya terlebih dahulu. Sedangkan data yang sangat menyimpang boleh tidak digunakan dalam keputusannya.

(53)

Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih berdasarkan jenis suku-suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panel tidak terlatihhanya

diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana seperti sifat kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan. Panel tidak terlatih biasanya terdiri dari orang dewasa dengan komposisi panelis pria sama dengan panelis wanita. 6. Panel Konsumen

Panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada target pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.

7. Panel Anak-anak

(54)

2.9. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Bagan di atas menunjukkan bagaimana biskuit yang dimodifikasi dengan tepung kacang merah akan memengaruhi daya terima dan kandungan gizi biskuit. 2.10. Hipotesis Penelitian

1. Ho1: Tidak ada pengaruh penambahan tepung kacang merah terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator aroma

Ha1: Ada pengaruh penambahan tepung kacang merah terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator aroma

2. Ho2: Tidak ada pengaruh penambahan tepung kacang merah terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator warna

Ha2: Ada pengaruh penambahan tepung kacang merah terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator warna

3. Ho3: Tidak ada pengaruh penambahan tepung kacang merah terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator rasa

Ha3: Ada pengaruh penambahan tepung kacang merah terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator rasa

4. Ho4: Tidak ada pengaruh penambahan tepung kacang merah terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator tekstur

Biskuit yang dimodifikasi dengan tepung kacang merah

Daya terima biskuit kacang merah

(55)
(56)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, menggunakan rancangan penelitian acak lengkap yang hanya terdiri dari satu faktor yaitu tepung kacang merah dengan 3 perlakuan penambahan tepung kacang merah yaitu 10%, 17,5% dan 25% (r = 3) dengan simbol A1, A2 dan A3 yang semuanya diulang sebanyak 2 kali (i = 1, 2) pada saat proses pembuatan biskuit tepung kacang merah dengan maksud untuk memperkecil error atau kesalahan yang mungkin terjadi pada saat penimbangan bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit tepung kacang merah.

Tabel 3.1. Rincian Perlakuan

Perlakuan Ulangan (U)

1 2

A1 Y11 Y12

A2 Y21 Y22

A3 Y31 Y32

Jumlah (TU) Ti1 Ti2

Keterangan:

(57)

A2 : Biskuit dengan penambahan tepung kacang merah sebesar 17,5 % A3 : Biskuit dengan penambahan tepung kacang merah sebesar 25 % Y11 : Perlakuan A1 pada ulangan ke-1

Y12 : Perlakuan A1 pada ulangan ke-2 Y21 : Perlakuan A2 pada ulangan ke-1 Y22 : Perlakuan A2 pada ulangan ke-2 Y31 : perlakuan A3 pada ulangan ke-1 Y32 : Perlakuan A3 pada ulangan ke-2 TU : Jumlah nilai ulangan

Ti1 : Jumlah nilai ulangan ke-1 Ti2 : Jumlah nilai ulangan ke-2 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1. Tempat Penelitian

Pembuatan tepung kacang merah dan biskuit tepung kacang merah dilakukan di rumah peneliti (Jl. Kasuari Gg.Pribadi No.5 Medan). Penelitian uji kadar serat dan protein di lakukan di Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan (Jl. Sisingamangaraja No.24 Medan). Sedangkan pelaksanaan uji daya terima biskuit tepung kacang merah dilakukan di SD Negeri 067097 Jl. Karya II Medan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini di lakukan di bulan Januari sampai September 2013. 3.3. Objek Penelitian

(58)

3.4. Definisi Operasional

1. Biskuit adalah makanan kecil yang renyah yang dibuat dengan tepung kacang merah dan tepung terigu yang dibentuk bulat, pipih dan dipanggang.

2. Daya terima adalah tingkat kesukaan panelis yaitu anak-anak Sekolah Dasar SD Negeri 067097 terhadap biskuit yang dibuat dengan penambahan tepung kacang merah dalam pembuatannya yang meliputi indikator warna, tekstur, aroma, dan rasa.

3. Warna adalah corak rupa yang ditimbulkan oleh biskuit dengan penambahan tepung kacang merah yang dapat dibedakan dengan indera penglihatan.

4. Rasa adalah bagian dari organoleptik yang ditimbulkan oleh biskuit dengan penambahan tepung kacang merah yang dapat dirasakan oleh indera pengecap. 5. Aroma adalah bagian dari organoleptik yang ditimbulkan oleh biskuit dengan

penambahan tepung kacang merah yang dapat dirasakan oleh indera penciuman. 6. Tekstur adalah tingkat kerenyahan dari biskuit dengan penambahan tepung kacang

merah.

7. Kadar serat adalah penetapan kandungan serat dengan mempergunakan Metode Gravimetri.

8. Kadar Protein adalah penetapan kandungan protein dengan mempergunakan Metode Kjeldhal.

3.5. Alat dan Bahan 3.5.1. Alat

(59)

Timbangan, Pisau, Baskom/wadah, Kompor, Loyang, Blender, Mixer, Sendok, Ayakan tepung, Garpu, Talam, Kuali, Cetakan Kue, Labu Kjeldhal 100 ml, Alat Penyulingan, Hot Plate, Neraca Analitik, Pendingin, Corong Buncher, Pompa Vakum.

3.5.2. Bahan

Bahan yang digunakan untuk membuat biskuit terdiri dari: tepung terigu, tepung kacang merah, gula, kuning telur, mentega, tepung maizena, susu bubuk, baking powder, garam dan air

3.5.3. Bahan Pereaksi

(60)

3.6. Tahapan Penelitian

3.6.1. Proses Pembuatan Biskuit dengan Penambahan Tepung Kacang Merah Untuk menghasilkan biskuit kacang merah yang berkualitas perlu perbandingan ukuran bahan-bahan. Perbandingan ukuran bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperti pada tabel 3.2 berikut ini:

Tabel 3.2. Jenis dan Ukuran Bahan Pembuatan Biskuit Tepung Kacang Merah Hasil Modifikasi Resep

Jenis bahan A1 A2 A3

Tepung terigu 225 gram 206,25 gram 187,5 gram

Tepung Kacang

(61)

Gambar 3.1. Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Kacang Merah Bagan di atas menjelaskan bahwa pembuatan tepung kacang merah dilakukan dengan mencuci kacang merah terlebih dahulu sampai bersih dimana kacang merah yang digunakan adalah kacang merah yang besar dan berwarna merah tua, kemudian dikeringkan dengan panas matahari selama 1 minggu jika cuaca panas apabila cuaca tidak terlalu panas maka pengeringan kacang merah dapat lebih dari 1 minggu tergantung dari kering yang diinginkan yaitu dapat diblender dan tidak terlalu basah kacang merah tersebut. Setelah kacang merah kering kemudian diblender sampai halus agar dapat diayak dengan menggunakan ayakan tepung 80 mesh sehingga menghasilkan tepung kacang merah.

Tepung kacang merah yang dihasilkan memiliki karakteristik yang berbeda dengan tepung terigu. Dalam hal warna, tepung kacang merah memiliki warna yang kemerah-merahan, sedangkan tepung terigu berwarna putih bersih (dapat dilihat pada gambar 4.1). Demikian juga dalam hal aroma, tepung kacang merah memiliki aroma

Kacang Merah

Dicuci sampai bersih

Dikeringkan dengan panas matahari selama 1 minggu

Diblender sampai halus

Diayak

(62)

yang khas yaitu aroma kacang merah. Berdasarkan penelitian Utami (2012), yang melihat pengaruh penambahan tepung pisang kepok terhadap daya terima biskuit sebagai alternatif makanan tambahan anak sekolah menunjukkan bahwa tepung pisang kepok yang dihasilkan memiliki karakteristik yang berbeda dengan tepung terigu, dalam hal warna tepung pisang kepok memiliki warna yang lebih keabu-abuan dan memiliki aroma yang khas yaitu aroma pisang kepok. Dan menurut Setiawan (2011), pembuatan biskuit dengan pencampuran tepung ubi jalar dan bekatul padi menunjukkan tepung ubi jalar juga tidak berwarna putih.

Tahapan Pembuatan Biskuit Kacang Merah dengan penambahan Tepung Kacang Merah dapat dilihat pada Gambar 3.2 di bawah ini:

Gambar 3.2. Diagram Alir Proses Pembuatan Biskuit.

Mentega 100 gr

Kemudian ditambahkan Kemudian ditambahkan Kemudian ditambahkan

Tp. Terigu 225 gr

(63)

Bagan di atas menjelaskan tahapan-tahapan pembuatan biskuit tepung kacang merah dengan penambahan tepung kacang merah sebesar 10%, 17,5% dan 25%. Prosedur pembuatan biskuit dengan penambahan tepung kacang merah melalui beberapa tahap yaitu: tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap penyelesaian.

1) Tahap Persiapan

- Menyiapkan semua alat, bahan utama dan bahan tambahan yang diperlukan dalam pembuatan biskuit dengan penambahan tepung kacang merah.

- Menimbang bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan biskuit. 2) Tahap pelaksanaan

- Tahap pelaksanaan dalam pembuatan biskuit dengan penambahan tepung kacang merah meliputi tahap pencampuran, pembentukan dan pengovenan.

a) Pencampuran

- Mentega, kuning telur, gula halus dan garam dicampur dan dimixer sampai rata (campuran 1)

- Tepung terigu, tepung kacang merah, tepung maizena, susu bubuk, baking powder dicampur kering (campuran 2)

- Campuran 1 dan campuran 2 dijadikan satu kemudian ditambah dengan sedikit air dan diadoni selama 15 menit atau sampai adonan dapat dicetak dengan penggiling adonan.

b) Pembentukan atau pencetakan

- Adonan dipipihkan setebal 4 mm dan dicetak dengan cetakan atau dapat juga dicetak dengan dalam bentuk lingkaran.

(64)

c) Pemanggangan atau pengovenan

Adonan yang sudah dibentuk kemudian dimasukkan dalam oven yang sudah dipanaskan terlebih dahulu dengan suhu 180ºC, kemudian dipanggang selama 25-30 menit. Sedangkan untuk cetakan dalam bentuk bulat oven dipanaskan terlebih dahulu dengan suhu 150ºC dan dipanggang selama 15-20 menit.

d) Pengangkatan atau pendinginan

Setelah biskuit matang kemudian diangkat dan dikeluarkan dari oven dalam keadaan masih lembek karena setelah dingin biskuit akan menjadi keras/renyah. 3) Tahap penyelesaian

- Biskuit dimasukkan dalam kemasan sesuai dengan kelompoknya. Pengemasan dilakukan setelah biskuit dingin.

- Dilakukan uji organoleptik biskuit (aroma, warna, rasa dan tekstur). Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan panelis

3.6.2. Pengamatan Subjektif

Penilaian secara subjektif dilakukan dengan uji organoleptik. Uji organoleptik adalah penilaian yang menggunakan indera. Jenis uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan/hedonik menyatakan suka/tidaknya terhadap suatu produk.

(65)

Tabel 3.3 Tingkat Penerimaan Konsumen

Organoleptik Skala Hedonik Skala Numerik

Warna Suka

Untuk penilaian kesukaan/analisa sifat sensoris suatu komoditi diperlukan alat instrumen, alat yang digunakan terdiri dari orang/kelompok orang yang disebut panel, orang yang bertugas sebagai panel disebut panelis.

1. Pelaksanaan Penilaian a. Waktu dan tempat

Gambar

Tabel 2.1. Komposisi zat gizi per 100 gram Kacang Merah Kering
Tabel 2.3.  Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992
Tabel 2.4. Komposisi zat gizi untuk berbagai jenis dan ukuran porsi biskuit
Tabel 3.2. Jenis dan Ukuran Bahan Pembuatan Biskuit Tepung Kacang Merah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penambahan tepung labu kuning dan ikan lele dalam pembuatan biskuit dengan berbagai variasi memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap penilaian organoleptik

Penambahan tepung singkong dalam pembuatan brownies dengan berbagai variasi memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap penilaian uji daya terima baik dari segi rasa,

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya terima biskuit tepung buah pepaya berdasarkan analisis organoleptik terhadap rasa, aroma, warna, dan tekstur biskuit tepung

Pengaruh Penambahan Tepung Bit Merah dan hasil Parutan Bit Merah dalam Pembuatan Biskuit terhadap Kandungan Gizi dan Cita Rasanya.. Skripsi.Fakultas

Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap Rasa Biskuit yang Dimodifikasi dengan Tepung Umbi

Saya menyatakan dengan ini bahwa Skripsi saya yang berjudul “Uji Daya Terima dan Kandungan Gizi Biskuit Campuran Tepung Ubi Jalar, Kacang Merah dan Tepung Pisang sebagai

Penambahan tepung singkong dalam pembuatan brownies dengan berbagai variasi memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap penilaian uji daya terima baik dari segi rasa,

Penambahan tepung singkong dalam pembuatan brownies dengan berbagai variasi memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap penilaian uji daya terima baik dari segi rasa,