• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Daya Terima dan Nilai Gizi Biskuit yang Dimodifikasi Dengan Tepung Buah Pepaya (Carica papaya L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Daya Terima dan Nilai Gizi Biskuit yang Dimodifikasi Dengan Tepung Buah Pepaya (Carica papaya L.)"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Formulir Uji Tingkat Kesukaan (Uji Hedonik)

FORMULIR

UJI TINGKAT KESUKAAN(UJI HEDONIK)

Nama : Umur : Jenis Kelamin :

Ujilah sampel satu persatu dengan sebaik-baiknya dan nyatakan pendapat anda tentang apa yang dirasakan oleh indera dengan mengisi tabel dibawah ini dengan skor berikut:

Petunjukan Penilaian

• Suka : 3

• Kurang suka : 2

• Tidak suka : 1

Indikator

Sampel

A1 A2 A3

Rasa

Aroma

Warna

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)

Lampiran 5. Daftar Panelis Dalam Uji Organoleptik

7 Cornelius Situmorang Laki-laki 11

8 Deby Rahmadani Perempuan 12

14 Hasiholan Simalango Laki-laki 13

(10)
(11)
(12)
(13)

Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Buah Pepaya Gambar 2. Irisan Buah Pepaya

Gambar 3. Irisan Buah Pepaya Gambar 4. Tepung Buah Pepaya Yang Sudah Kering

Gambar 5. (a) Adonan Penambahan Tepung Buah Pepaya 10%, (b) Adonan Penambahan Tepung Buah Pepaya 20%, dan (c) Adonan Penambahan Tepung

Buah Pepaya 30%

(14)

Gambar 6. Pemnuatan Biskuit Tepung Buah Pepaya

Gambar 7. Pembuatan Biskuit Tepung Buah Pepaya

Gambar 8. Biskuit Penambahan Tepung Buah Pepaya

(15)

Gambar 9. Uji Organoleptik

Gambar 10. Uji Organoleptik

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Anonim. 2010. Komposisi Dan Proses Pembuatan Biskuit. Diakses

Anonim. 2015. Jenis-jenis Buah Pepaya. akses 19 Januari 2016

Astawan. 2010. Jangan Sepelekan Gizi Pepaya. Diakses akses 16 Januari 2016

BPS. 2016. Produksi Tanaman Buah-Buahan. Diakses 26 Januari 2016.

Faridah, A. 2008. Patiseri Jilid 3. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah kejuruan. Jakarta

Febrina, Yusi. 2012. Pengaruh Penambahan Tepung Wortel Terhadap Daya

Terima dan Kadar Vitamin A Biskuit. Skripsi. Jurusan Gizi Kesehatan

Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas sumatera Utara Irmawati. 2014. Keajaiban Antioksidan. Padi. Jakarta

Kalie, M.B. 2008. Bertanam Pepaya. Penebar Swadaya. Jakarta

Kartika, Bambang. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta

Nuraini, N. 2011. Aneka Manfaat Biji-Bijian.Gava Media.Yogyakarta. Nuraini, N. 2015. Aneka Buah Berkhasiat obat. Real Books. Yogyakarta

Manurung,Hotman. 2012. Diversifikasi Pangan Berbasis Tepung :

MeningkatkanKesehatan Masyarakat dan Ketahanan Pangan. USU Press.

Medan

Moehji, S. 2000. Ilmu Gizi dan Diet. Bharata Karya Aksara. Jakarta.

Parapat,S.A. 2015. Uji Daya Terima Mi Kering Kombinasi Tepung ubi jalar putih

(Lpomea batatus) dan Daunnya Dengan Kacang Kedelai (Glycine soja) Sebagai Pangan Tambahan Bagi Ibu Hamil. Skripsi. Jurusan Gizi

(17)

Primarasa. 2004. Kue Kering. Jakarta: Gaya Favorit Press.

Rahayu, W.P. 1998. Diktat Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor

Ramayulis, R. 2013. Jus Super Ajaib. Penebar Plus. Jakarta

Saptoningsih; Jatnika, A. 2012. Membuat Olahan Buah. Agro Media. Jakarta Sindumarta, D. 2012. Awet Muda dengan Durian dan Buah-buahan Khas

Nusantara.Grafindo Litera Media. Yogyakarta

Subagjo, A. 2007. Manajemen Pengolahan Kue Dan Roti. Edisi pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta

Suhardjo. J. B. 2012. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Cetakan kelima. Yogyakarta: Kanisius

Sujiprihati, S.; Suketi, K. 2014. Budidaya Pepaya Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta

Superkunam. 2010. Manfaat Konsumsi Buah

Pepay

pada tanggal 16 Januari 2016

Susiwi, S. 2009. Penilaian Organoleptik. Jurusan Pendidikan Kimia UPI. Bandung

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Penerbit Buku Kedokteran Anak. Jakarta

Standar Nasional Indonesia. 1992. Syarat Mutu Biskuit. Departemen Perindustrian Utami, Suryani. 2012. Pengaruh Penambahan Tepung Pisang Kepok Terhadap

Daya Terima Biskuit Sebagai alternatif Makanan Tambahan Anak Sekolah. Skripsi. Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan

Masyarakat. Universitas Sumatera Utara.

Warisno. 2003. Budidaya Pepaya. Kanisius. Yogyakarta

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Wirakusumah, E.S. 1995. Buah Dan Sayur Untuk Terapi. Penebar Swadaya.

Jakarta

(18)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, menggunakan rancangan penelitian acak lengkap yang terdiri dari dua faktor yaitu tepung buah pepaya dan tepung terigu dengan 3 perlakuan menggunakan tepung

buah pepaya yaitu 10%, 20% dan 30% (r = 3) dengan simbol A1, A2, dan A3, yang semuanya diulang sebanyak 2 kali (i = 1, 2) pada saat proses pembuatan

biskuit tepung buah pepaya dengan maksud untuk memperkecil error atau kesalahan yang mungkin terjadi pada saat penimbangan bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit tepung buah pepaya. Berikut merupakan tabel rincian

perlakuan terhadap pembuatan biskuit.

Tabel 3.1 Rincian Perlakuan

Perlakuan Ulangan (U)

1 2

A1 : Biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya sebesar 10 % A2: Biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya sebesar 20 % A3: Biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya sebesar 30 % Y11 : Perlakuan A1 pada ulangan Ke-1

(19)

3.2Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Proses pembuatan tepung buah pepaya dan pembuatan biskuit tepung buah pepaya dilakukan di laboratorium gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara. Pengujian zat gizi dilakukan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan. Sedangkan pelaksanaan uji daya terima biskuit tepung buah pepaya dilakukan di SDN NO. 060923 Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penulisan proposal penelitian dilakukan pada bulan Desember 2015

sampai Februari 2016 dan penelitian dilakukan pada bulan Februari 2016 sampai April 2016.

3.3Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya sebesar 10%, 20%, dan 30%.

3.4Definisi Operasional

1 Biskuit tepung buah pepaya adalah jenis kue berbahan dasar tepung terigu, tepung buah pepaya, telur, gula, dan mentega yang di panggang dalam oven.

2 Daya terima adalah tingkat kesukaan panelis terhadap biskuit yang dimodifikasi dengan tepung buah pepaya meliputi warna, tekstur, aroma, dan

rasa yang dilakukan pada anak sekolah dasar.

(20)

4 Rasa adalah bagian dari organoleptik yang ditimbulkan oleh biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya yang dapat dirasakan oleh indera pengecap.

5 Aroma adalah bagian dari organoleptik yang ditimbulkan oleh biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya yang dapat dirasakan oleh indera

penciuman.

6 Tekstur adalah tingkat kelembutan biskuit tepung pepaya.

7 Kandungan gizi adalah zat gizi yang terdapat dalam biskuit tepung buah

pepaya.

3.5Prosedur Pelaksanaan Eksperimen

Prosedur pelaksanaan eksperimen merupakan langkah-langkah yang ditentukan dalam melaksanakan percobaan pembuatan biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya. Adapun prosedur pelaksanaan eksperimen

meliputi sebagai berikut:

3.5.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan biskuit tepung buah pepaya yaitu pengaduk kue (Mixer), baskom, sendok, cetakan biskuit, timbangan, oven, panci, dan kompor.

Yang digunakan untuk menganalisis kandungan gizi biskuit tepung buah pepaya yaitu blender, labu ukur 100 ml, alat titrasi, tabung reaksi, pipet, kertas

saring, cawan, dan oven desikator.

(21)

1 Formulir uji organoleptik, yaitu formulir yang berisi pertanyaan tentang warna, rasa, aroma, dan tekstur dari biskuit tepung buah pepaya.

2 Alat tulis berupa pulpen, pensil, dan penghapus.

3.5.2 Bahan

1. Penggunaan bahan biskuit di dalam eksperimen ini dipilih dari bahan yang berkualitas baik, misalnya kondisi bahan masih baik dan tidak busuk.

2. Bahan yang digunakan untuk membuat tepung buah pepaya adalah buah

pepaya yang sudah matang, segar dan tidak busuk.

3. Bahan yang digunakan untuk biskuit terdiri dari : tepung buah pepaya, tepung

terigu, gula pasir, telur, mentega, emulsifer, dan baking soda.

Tabel 3.2 Jumlah Pemakaian Bahan pada Pembuatan Biskuit tepung Buah Pepaya

Bahan Kelompok Eksperimen

A1 A2 A3

3.5.3 Proses Pembuatan Tepung Buah Pepaya

Pembuatan tepung buah pepaya menggunakan buah pepaya. Buah pepaya yang dipilih adalah buah pepaya yang matang, segar dan daging buah yang

berwarna kuning kemerahan. Langkah selanjutnya adalah pengupasan atau pemisahan kulit buah pepaya dengan daging buah pepaya dan memisahkan biji pepaya dari daging buah pepaya. Langkah selanjutnya adalah daging buah pepaya

(22)

dikeringkan di dalam oven bersuhu 50-65 o Cselama 10-12 jam untuk mengurangi kadar air dan mempermudah proses penghalusan. Setelah kering buah pepaya

dihaluskan dengan menggunakan blender sehingga menjadi partikel kecil yang disebut sebagai tepung buah pepaya. Berikut ini merupakan diagram pembuatan

tepung buah pepaya.

Gambar 3.1 Diagram Pembuatan Tepung Buah Pepaya

Bagan di atas menjelaskan bahwa pembuatan tepung pepaya dilakukan dengan mengupas kulit papaya. Kemudian diiris tipis dengan ukuran 0,5mm

dengan menggunakan parutan. Kemudian pepaya dipanggang menggunakan oven selama ± 12 jam dengan menggunakan oven dengan suhu 50-65 0C. Setelah pepaya kering maka pepaya digiling dan kemudian diayak dengan mengunakan

ayakan ukuran 60 mesh sehingga menghasilkan tepung yang halus. Dikupas

Diiris tipis-tipis

Dikeringkan

Dihaluskan

Diayak

(23)

3.5.3 Proses Pembuatan Biskuit Tepung Buah Pepaya

Untuk menghasilkan biskuit dengan penambahan tepung Pepaya yang

berkualitas perlu perbandingan ukuran bahan-bahan. Adapun perbandingan ukuran bahan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah seperti pada tabel

3.2. berikut ini:

(24)

Tahapan pembuatan biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya dapat dilihat pada Gambar 3.2 di bawah ini :

Gambar 3.2. Proses Pembuatan Biskuit Tepung Buah Pepaya

Bagan di atas menjelaskan tahapan-tahapan pembuatan biskuit tepung buah pepaya dengan penambahan tepung buah pepaya sebesar 10%, 20%, dan 30%. Kemudian ditambahkan :

Air 50 ml

Tepung terigu 225 gr Tepung pepaya 25 gr Susu Bubuk 25gr Tp Maizena 10gr Baking Powder ½ sdt

Kemudian ditambahkan : Air 50 ml

Tepung terigu 200 gr Tepung pepaya 50 gr Susu Bubuk 25gr Tp Maizena 10gr Baking Powder ½ sdt

Kemudian ditambahkan : Air 50 ml

Tepung terigu 175 gr Tepung pepaya 75 gr Susu Bubuk 25gr Tp Maizena 10gr Baking Powder ½ sdt

Pengadukan dilanjutkan

(25)

Prosedur pembuatan biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya melalui beberapa tahap yaitu sebagai berikut:

1) Tahap Persiapan

- Menyiapkan semua alat, bahan utama dan bahan tambahan yang

diperlukan dalam pembuatan biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya.

- Menimbang bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan biskuit.

2) Tahap pelaksanaan

- Tahap pelaksanaan dalam pembuatan biskuit dengan penambahan tepung

buah pepaya meliputi tahap pencampuran, pembentukan dan pengovenan. a) Pencampuran

- Mentega, gula halus, kuning telur dan garam dicampur dan dimixer sampai

rata (campuran 1)

- Tepung terigu, tepung buah pepaya, baking powder dan susu bubuk

dicampur kering (campuran 2)

- Campuran 1 dan campuran 2 dijadikan satu kemudian diadoni selama 15 menit atau sampai adonan dapat dicetak dengan penggiling adonan.

b) Pembentukan atau pencetakan

- Adonan dicetak dengan cetakan atau dapat juga dicetak dengan dalam

bentuk lingkaran.

(26)

c) Pemanggangan atau pengovenan

Adonan yang sudah dibentuk kemudian dimasukkan dalam oven yang

sudah dipanaskan terlebih dahulu dengan suhu 180ºC, kemudian dipanggang selama 15-20 menit.

d) Pengangkatan atau pendinginan

Setelah biskuit matang kemudian diangkat dan dikeluarkan dari oven dalam keadaan masih lembek karena setelah dingin biskuit akan menjadi

keras/renyah. 3) Tahap penyelesaian

- Biskuit dimasukkan dalam kemasan sesuai dengan kelompoknya. Pengemasan dilakukan setelah biskuit dingin.

- Dilakukan uji organoleptik biskuit (aroma, warna, rasa dan tekstur).

3.6Uji Daya Terima

Penilaian secara subjektif dilakukan dengan uji organoleptik. Uji

organoleptik adalah penilaian yang menggunakan indera. Jenis uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan/hedonik menyatakan suka/tidaknya terhadap suatu produk. Uji hedonik adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui

tingkat daya terima konsumen dengan mempergunakan skala hedonik sembilan titik sebagai acuan, namun mempermudah penelis dan peneliti skala ini diperkecil

(27)

Tabel 3.4 Tingkat Penerimaan Konsumen

Organoleptik Skala Hedonik Skala Numerik Warna

Jenis panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih yang diambil

dari 30 orang siswa Sekolah Dasar (SD) Negeri NO. 060923 Jl. SM. Raja Medan, 30 orang siswa adalah siswa yang duduk di kelas VI. Umur panelis kelas VI berkisar antara 10-12 tahun. Pada saat diminta penilaian terhadap uji daya terima

ini, para panelis telah memenuhi syarat-syarat sebagai panelis yaitu tidak dalam keadaan sakit karena apabila sakit maka kepekaan indera perasa panelis akan

menjadi berkurang kemampuannya. Penilaian/pengujian dilakukan pada pukul 09.30 WIB dimana telah sesuai dengan syarat-syarat waktu pengujian yang baik. Syarat-syarat seseorang panelis adalah :

a. Sehat lahir dan batin b. Tidak lelah

(28)

2. Pelaksanaan Penelitian a) Waktu dan Tempat

Penilaian uji daya terima terhadap biskuit tepung buah pepaya dilakukan di SDN NO. 060923 Medan pada bulan Maret 2016.

b) Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah biskuit tepung buah pepaya dengan 3 variasi yang berbeda komposisi bahan. Perbandingan tepung buah pepaya dengan

tepung terigu pada masing-masing variasi yaitu 10% : 90%, 20% : 80%, 30% : 70%.

3. Langkah-langkah Pada Uji Daya Terima

1 Mempersilahkan panelis untuk duduk di ruangan yang telah disediakan. 2 Membagikan sampel dengan kode sesuai variasi, air minum dalam

kemasan, formulir penilaian dan alat tulis.

3 Memberikan penjelasan singkat kepada panelis tentang cara memulai dan

cara pengisian formulir.

4 Memberikan kesempatan kepada panelis untuk memulai dan menuliskan penilaian pada lembar fomulir penilaian.

(29)

3.7Analisis Kandungan Gizi 3.7.1 Protein

Cara kerja:

1. Timbang seksama 0,51 gram sampel, masukkan ke dalam labu Kjeldhal 100

ml.

2. Tambahkan 2 gram campuran selen dan 25 ml H2SO4 pekat.

3. Panaskan di atas pemanas listrik atau api pembakar sampai mendidih dan

larutan menjadi jernih kehijau-hijauan (sekitar 2 jam).

4. Biarkan dingin, kemudian encerkan dan masukkan ke dalam labu ukur 100

ml, tepatkan sampai tanda garis.

5. Pipet 5 ml larutan dan masukkan ke dalam alat penyuling, tambahkan 5 ml NaOH 30%.

6. Sulingkan selama lebih kurang 10 menit, sebagai penampung gunakan 10 ml larutan asam borat 2% yang telah dicampur indikator.

7. Bilasi ujung pendingin dengan air suling. 8. Titrasi dengan larutan HCl 0,01 N. 9. Kerjakan penetapan blanko.

10.Perhitungan :

Kadar Protein= (�1−�2)���0,014��.���

3.7.2 Serat Kasar

(30)

Cara kerja :

1. Di timbang dengan teliti 2 – 4 gram sampel yang telah bebas dari lemak

dengan cara Soxlet atau dengan cara mengaduk, mengendap tuangkan sampel dalam pelarut organik sebanyak 3 kali. Keringkan sampel dan masukkan ke

dalam erelenmeyer 500 ml.

2. Tambahkan 50 ml larutan H2SO4 1,25%, kemudian didihkan selama 30 menit dengan menggunakan pendingin tegak.

3. Tambahkan 50 ml NaOH 3,25% dan didihkan lagi selama 30 menit.

4. Dalam keadaan panas, saring kedalam corong Bucher yang berisi kertas saring

tak berabu Whatman 54, 41 atau 541 yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya.

5. Cuci endapan yang terdapat pada kertas saring berturut-turut dengan air panas,

H2SO4 1,25% air panas dan etanol 96%.

6. Angkat Kertas saring beserta isinya, masukkan kedalam kotak timbang yang

telah diketahui bobotnya, keringkan pada suhu 105ºC dinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap.

7. Bila ternyata kadar serat kasar lebih besar dari 1%, abukan kertas saring

beserta isinya, timbang sampai bobot tetap. Perhitungan :

a. Serat Kasar ≤1%

% Serat Kasar = �

�2× 100%

b. Serat Kasar ≥1%

% Serat Kasar = �−�1

(31)

Keterangan:

w : Bobot cuplikan (g) w1: Bobot abu (g)

w2: Bobot endapan pada kertas saring (g)

3.7.3 Kalsium

Pengamatan secara objektif dalam penentuan kadar kalsium dilakukan dengan menggunakan metode SSA (Spektrofotometri Serapan Atom). Prinsip metode

SSA adalah kelarutan logam akan mencapai kondisi maksimum pada derajat keasaman yang tinggi, hal ini akan dicapai pada pH 2-4. Kelarutan logam tersebut

dapat diperbesar sehingga menaikkan temperatur. Larutan bahan disemprotkan melalui aspirator ke dalam nyala pada alat SSA, akan mengalami proses penguapan-pelarut, sublimasi akan menyerap sejumlah sinar. Jumlah sinar diserap

akan sebanding dengan konsentrasi unsur yang dianalisis. Cara kerja dalam menentukan kadar kalsium :

1. Ditimbang 5 gram sampel

2. Kemudian diabukan, sampai terbentuk abu putih

3. Kemudian, abu ditambahkan dengan campuran larutan standart Ca dan Mg ke

dalam tabung kimia.

4. Setelah itu, ditambahkan larutan Cl

5. Sampel dianalisis dengan SSA Perhitungan :

Kadar setara Ca =�1 ���1

� × 100% =

�2 ���2

� × 100%

3.8Pengolahan dan Analisis Data

(32)

persentaseini digunakan untuk mengkaji reaksi panelis terhadap suatu bahan yang

diujikan. Untuk mengetahui tigkat kesukaan dari panelis dilakukan analisis

deskriptif kualitatif persentase yaitu kualitatif yang diperoleh dari panelis harus dianalisis dahulu untuk dijadikan data kuantitatif. Skor nilai untuk mendapatkan

persentase dirumuskan sebagai berikut (Ali, 1992) :

% = �

�x 100

Keterangan :

% = skor presentase

n = jumlah skor yang diperoleh

N = skor ideal (skor tertinggi x jumlah panelis

Untuk mengubah data skor persentase menjadi nilai kesukaan konsumen,

analisinya sama dengan analisis kualitatif dengan nilai yang berbeda, yaitu sebagai berikut :

Nilai tertinggi = 3 (suka)

Nilai terendah = 1 (tidak suka) Jumlah kriteria yang ditentukan = 3 kriteria

Jumlah panelis = 30 orang

a. Skor maximum = Jumlah panelis x Nilai tertinggi = 30 x 3 = 90

b. Skor minimum = Jumlah panelis x Nilai terendah = 30 x 1 = 30

c. Persentase maksimum = ������������

������������ x 100%

= 90

90 x 100% = 100% d. Persentase minimum = ���� �������

(33)

= 30

90x 100% = 33,3%

e. Rentangan = Nilai tertinggi – Nilai terendah

= 100% - 33,3% = 66,7% f. Interval presentase = Rentangan : Jumlah kriteria

= 66,7% : 3 = 22,2% ≈ 22%

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka dapat dibuat interval persentase dan kriteria kesukaan sebagai berikut :

Table 3.5 Interval Persentase Dan Criteria Kesukaan

Presentase (%) Criteria kesukaan

78 - 100 56 – 79,9 34 – 55,99

Suka

Kurang suka Tidak suka

Tabel interval presentase dan kriteria kesukaan menunjukkan bahwa pada

persentase 34-55,9 panelis tidak menyukai biskuit tepung buah pepaya berdasarkan aroma, warna, tekstur, dan rasa sehingga termasuk dalam kriteria

tidak suka. Pada persentase 56-79,9 panelis kurang menyukai biskuit tepung buah pepaya berdasarkan aroma, warna, tekstur, dan rasasehingga termasuk dalam kriteria kurang suka. Pada persentase 78-100 panelis menyukai biskuit tepung

(34)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1Karakteristik Biskuit dengan Penambahan Tepung Buah Pepaya

Berdasarkan ketiga perlakuan yang berbeda terhadap biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya maka dihasilkan biskuit yang berbeda. Perbedaan ketiga biskuit yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 4.1 dan tabel

4.1 berikut ini:

Gambar 4.1 Biskuit penambahan Tepung Buah Pepaya

Untuk Warna sedikit berbeda pada biskuit A1, tetapi pada biskuit A2 dan A3 memiliki warna yang hampir sama. Untuk biskuit dengan penambahan tepung

buah pepaya memiliki aroma yang sama pada biskuit A1 dan A2 tetapi pada biskuit A3 sudah terasa aroma khas pepaya. Untuk rasa pada biskuit A1 dan A2

memiliki rasa khas biskuit biasanya, sedangkan pada biskuit A3 sudah terasa khas pepaya. Untuk biskuit A2 tekstur renyah dan sedikit keras dibandingkan dengan biskuit A1. Sedangkan untuk biskuit A3 serat pada biskuit lebih terasa dan tekstur

jauh lebih keras serta berserat dibandingkan dua biskuit lainnya.

(35)

Tabel 4.1 Karekteristik Biskuit Dengan Penambahan Tepung Buah Pepaya

Karakteristik Biskuit Buah Pepaya

A1 A2 A3

Warna Kuning kecoklatan Coklat Coklat

Aroma Khas biskuit Khas biskuit Beraroma pepaya Rasa Khas biskuit Khas biskuit Khas pepaya

Tekstur Renyah Renyah dan

sedikit keras

Sedikit keras dan berserat

Keterangan :

A1 : Penambahan tepung buah pepaya 10% A2 : Penambahan tepung buah pepaya 20% A3 :Penambahan tepung buah pepaya 30%

4.2Karakteristik Tepung Buah Pepaya

Pembuatan tepung buah pepaya menggunakan buah pepaya jenis

Cibinong. Pepaya jenis cibinong dipilih karena banyak dijual di pasaran, dan daging buah berwarna merah kekuningan, rasanya kurang manis, dan terksturnya agak kasar dan lebih keras. Proses pembuatan tepung buah pepaya dimulai dari

pemilihan buah pepaya. Pemilihan buah pepaya dilakukan dengan cara memilih buah pepaya dalam kondisi yang baik atau tidak busuk, segar, dan tidak terlalu

matang. Langkah selanjutnya adalah pengupasan atau pemisahan kulit buah pepaya dengan daging buah pepaya yaitu dengan cara membelah buah pepaya menjadi dua bagian, lalu membuang bijinya selanjutnya mengupas kulit buah

pepaya, kemudian diiristipis-tipis. Irisan daging buah pepaya kemudian dikeringkan di dalam oven bersuhu 50-650C selama 10-12 jam untuk mengurangi

kadar air dan mempermudah proses penghalusan. Setelah kering, buah pepaya dihaluskan dengan menggunakan blender hinggahalus, kemudian diayak menggunakan saringan hingga menjadi partikel kecil yang disebut sebagai tepung

(36)

Tepung buah pepaya memiliki karakteristik berwarna jingga, tekstur yang agak kasar, memiliki aroma khas pepaya, dan jika diayak tidak akan lolos

sempurna. Jika menyentuh tepung buah pepaya, sebagian tepung akan menempel di tangan. Berikut ini merupakan gambar tepung buah pepaya

Gambar 4.2 Tepung Buah Pepaya

4.3Analisis Daya Terima Biskuit Tepung Buah Pepaya

Analisis daya terima dilakukan untuk memanfaatkan panca indera manusia

untuk mengamati rasa, aroma, warna dan tekstur dari biskuit tepung buah pepaya. Analisis daya terima dilakukan pada jam 09.00 – 10.00 pagi terhadap 30 orang panelis di SDN No. 060923 dengan umur 10-12 tahun, karena dengan umur

tersebut sudah dapat memberikan penilaian mengenai rasa, aroma, warna dan tekstur dari biskuit tepung buah pepaya, dinilai dengan skala suka, kurang suka,

dan tidak suka kemudian dianalisa menggunakan deskriptif analisis.

4.3.1 Analisis Daya Terima Rasa Biskuit Tepung Buah Pepaya

Hasil analisis daya terima rasa biskuit dengan penambahan tepung buah

(37)

Tabel 4.2 Hasil Analisis Daya Terima Rasa Biskuit Tepung Buah Pepaya

Rasa Biskuit Buah Pepaya

A1 A2 A3

A1 : Penambahan tepung buah pepaya 10% A2 : Penambahan tepung buah pepaya 20% A3 :Penambahan tepung buah pepaya 30%

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa total skor persentase tertinggi

dalam uji organoleptik terhadap rasa biskuit tepung buah pepaya adalah 89 (98,8%) yaitu biskuit tepungbuah pepaya 10 %, dengan kriteria kesukaan adalah suka. Sedangkan yang memiliki total skor persentase terendah adalah 80 (88,8)

yaitu biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya 30%. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar panelis menyukai rasa biskuit yang dibuat dengan

penambahan tepung buah pepaya sebanyak 10%.

4.3.2 Analisis Daya Terima Aroma Biskuit Tepung Buah Pepaya

Hasil analisis organoleptik aroma biskuit dengan penambahan tepung buah

pepaya dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel 4.3:

Tabel 4.3 Hasil Analisis Daya TerimaAroma Biskuit Tepung Buah Pepaya

Aroma Biskuit Buah Pepaya

A1 A2 A3

(38)

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa biskuit tepung buah pepaya 10% memiliki total skor persentase tertinggi yaitu sebanyak 89 (98,8%). Sehingga

pada indikator aroma biskuit tepung buah pepaya 10% juga yang paling disukai dengan kriteria kesukaan adalah suka. Sedangkan biskuit tepung buah pepaya 30

% memiliki total skor persentase terendah yaitu sebanyak 78 (86,5%). Sehingga biskuit A3 yang paling kurang disukai diantara ketiga perlakuan tersebut.

4.3.3 Analisis Daya Terima Warna Biskuit Tepung Buah Pepaya

Hasil analisis organoleptik warna biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel 4.4 :

Tabel 4.4 Hasil Analisis Daya Terima Warna Biskuit Tepung Buah Pepaya

Warna Biskuit Buah Pepaya

A1 A2 A3

Kriteria Panelis Skor % Panelis Skor % Panelis Skor %

Suka 27 81 90,0 29 87 96,6 21 63 70,0

Kurang suka 3 6 6,6 1 2 2,2 5 10 11,1

Tidak suka 0 0 0 0 0 0 4 4 4,4

Total 30 87 96,6 30 89 98,8 30 77 85,5

Keterangan :

A1 : Penambahan tepung buah pepaya 10% A2 : Penambahan tepung buah pepaya 20% A3 :Penambahan tepung buah pepaya 30%

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa total skor persentase tertinggi dalam uji organoleptik terhadap warna biskuit tepung buah pepaya adalah 89

(98,8%) yaitu biskuit tepungbuah pepaya 20 %, dengan kriteria kesukaan adalah suka, sedangkan yang memiliki total skor persentase terendah adalah biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya 30%.

(39)

Tabel 4.5 Hasil Analisis Daya Terima Tekstur Biskuit Tepung Buah Pepaya

Tekstur Biskuit Buah Pepaya

A1 A2 A3

A1 : Penambahan tepung buah pepaya 10% A2 : Penambahan tepung buah pepaya 20% A3 :Penambahan tepung buah pepaya 30%

Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa biskuit tepung buah pepaya

20 % memiliki total skor persentase tertinggi yaitu sebanyak 82 (90,0%). Sehingga pada indikator tekstur biskuit tepung buah pepaya 20% juga yang paling disukai dengan kriteria kesukaan adalah kurang suka. Sedangkan bskuit tepung

buah pepaya 30% memiliki total skor persentase terendah yaitu sebanyak 69 (81,0%). Sehingga A3 yang paling kurang disukai diantara ketiga perlakuan

tersebut.

4.4Kandungan Gizi Biskuit Tepung Buah pepaya

Hasil analisis kandungan zat gizi biskuit tepung buah pepaya di lakukan di

laboratorium balai riset dan standarisasi Industri Medan yaitu pada biskuit A1, biskuit A2 dan biskuit A3 dilakukan uji protein, serat kasar, dan kalsium. Hasil uji

kandungan gizi biskuit tepung buah pepaya dapat dilihat pada tabel 4.6 :

Tabel 4.6 Hasil Analisis Kandungan Gizi Biskuit Tepung Buah Pepaya Per 100 Gram

No. Parameter Biskuit dengan Tepung Terigu

Biskuit Tepung Buah Pepaya

A1 A2 A3

1. Protein (gr) 7,41 6,91 6,10 6,04

2. Serat Kasar (gr) 1,44 2,28 4,26 2,86

(40)

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat, biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya sebesar 10% dalam tiap 100 gram memiliki kandungan protein

sebesar 6,91 gram, kandungan serat kasar sebesar 2,28 gram, dan kandungan kalsium sebesar 5,90 mg/kg. Untuk biskuit dengan penambahan tepung buah

pepaya sebesar 20% memiliki kandungan protein 6,10 gram, kandungan serat kasar sebesar 4,26 gram, dan kandungan kalsium sebesar 8,10 mg/kg. Sedangkan untuk biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya sebesar 30% dalam tiap

100 gram memiliki kandungan protein sebesar 6,04 gram, kandungan serat kasar sebesar 2,86 gram, dan kandungan kalsium sebesar 9,53 mg/kg

Dilihat dari hasil ini kadar protein menurun pada biskuit A3 dengan semakin tingginya penambahan tepung buah pepaya yang digunakan dalam pembuatan biskuit, dengan kata lain semakin banyak tepung buah pepaya yang

ditambahkan dalam pembuatan biskuit maka semakin menurun kandungan proteinnya. Sedangkan kandungan serat kasar lebih tinggi pada biskuit A2 dari

pada biskuit A1 dan biskuit A3 dikarenakan penambahan tepung buah pepaya berbeda konsentrasinya. Dan kadar kalsium meningkat pada biskuit A3 dengan semakin tingginya penambahan tepung buah pepaya yang digunakan dalam

(41)

BAB V PEMBAHASAN

5.1Analisis Uji Daya Terima Terhadap Biskuit Tepung Buah Pepaya

Berdasarkan uji daya terima siswa Sekolah Dasar yang telah dilakukan

kepada 30 siswa SDN NO. 060923 medan pada tanggal 21 Maret 2016 yaitu biskuit A1, biskuit A2, dan biskuit A3 dengan menggunakan pengujian organoleptik, dari hasil penelitian, uji daya terima terhadap rasa menunjukkan

bahwa rasa biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya 10% disukai oleh panelis karena memiliki peresentase tertinggi yaitu 98,8%. Sedangkan biskuit

dengan penambahan 30% memiliki peresentase terendah yaitu 88,8%. Biskuit dengan penambahan 10% lebih disukai oleh panelis, menurut panelis rasanya gurih dan enak.

Biskuit tepung buah pepaya pada A1, A2, dan A3 memiliki rasa yang berbeda. Perbedaan rasa tersebut disebabkan oleh tepung buah pepaya. Semakin

banyak jumlah penggunaan tepung buah pepaya, biskuit memiliki rasa khas pepaya. Pada biskuit A1 memiliki rasa yang hampir sama dengan biskuit tepung terigu, karena jumlah pemakaian tepung buah pepaya paling sedikit. Pada biskuit

A2 memiliki rasa yang sedikit manis, karena jumlah pemakaian tepung buah pepaya lebih banyak. Sedangkan pada biskuit A3 memiliki rasa khas pepaya,

(42)

karena hal pertama yang akan diperhatikan oleh panelis pada saat memberikan penilaian adalah rasa.

Menurut Winarno yang dikutip oleh Parapat (2015),rasa lebih banyak melibatkan panca indera yaitu lidah, agar suatu senyawa dapat dikenali rasanya,

senyawa tersebut harus dapat mengadakan hubungan dengan mikrovilus dan impus yang terbentuk yang dikirim melalui syaraf ke pusat susunan syaraf. Rasa suatu bahan makanan dipengaruhi oleh senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan

interaksi dengan komponen rasa yang lain. Setiap orang mempunyai batas konsentrasi terendah terhadap suatu rasa agar masih bisa dirasakan (threshold).

Batas ini tidak pada tiap-tiap orang dan threshold seseorang terhadap rasa yang berbeda juga tidak sama. Akibat yang ditimbulkan mungkin peningkatan intensitas rasa atau penurunan intensitas rasa.

Berdasaran hasil penelitian, uji daya terima terhadap aroma menunjukkan bahwa aroma biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya 10% disukai oleh

panelis karena memiliki peresentase tertinggi yaitu 98,8%. Sedangkan biskuit dengan penambahan 30% memiliki peresentase terendah yaitu 86,5%. Biskuit dengan penambahan 10% lebih disukai oleh panelis, menurut panelis aromanya

wangi dan enak. Semakin banyak jumlah penggunaan tepung buah pepaya, biskuit memiliki aroma khas pepaya. Aroma khas papaya kurang disukai oleh anak

sekolah, sehingga biskuit A1 lebih disukai dari dapada biskuit A3.

Aroma merupakan bau yang sulit diukur karena biasanya menimbulkan pendapat yang berbeda dalam menilai aroma dan setiap orang mempunyai

(43)

indera penciuman sangat sensitif terhadap bau dan kecepatan timbulnya bau lebih kurang 0,8 detik. Kepekaan indera penciuman diperkirakan berkurang 1% setiap

bertambahnya umur satu tahun. Penerimaan indera penciuman akan berkurang oleh adanya senyawa-senyawa tertentu seperti misalnya formaldehida. Kelelahan

daya penciuman terhadap bau dapat terjadi dengan cepat.

Berdasarkan hasil penelitian, uji daya terima terhadap warna menunjukkan bahwa warna biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya 20% disukai oleh

panelis karena memiliki peresentase tertinggi yaitu 98,8%. Sedangkan biskuit dengan penambahan 30% memiliki peresentase terendah yaitu 85,5%. Biskuit

dengan penambahan 20% lebih disukai oleh panelis, menurut panelis warna coklat pada biskuit bagus dan menarik. Semakin banyak penggunaan tepung buah papaya maka warna biskuit yang dihasilkan semakin coklat. Untuk biskuit A2

memiliki warna coklat yang menarik sehingga panelis menyukai biskuit A2

Panelis yang merupakan anak sekolah memiliki cara pemilihan makanan

yang berbeda dari orang dewasa. Anak sekolah pada umumnya lebih memperhatikan warna dalam memilih makanan, mereka cenderung menyukai warna-warna cerah pada makanan. Menurut mereka warna yang cerah sangat

indah dilihat dan membuat mereka tertarik untuk mengonsumsinya.

Penampakan warna suatu bahan pangan merupakan faktor pertama yang

(44)

kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya. Warna makanan yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, uji daya terima terhadap tekstur menunjukkan bahwa tekstur biskuit dengan penambahan tepung buah

pepaya 20% disukai oleh panelis karena memiliki presentase tertinggi yaitu 90%. Sedangkan biskuit dengan penambahan 30% memiliki presentase terendah yaitu 81%. Biskuit dengan penambahan 20% lebih disukai oleh panelis, menurut

panelis teksturnya renyah. Semakin banyak tepung buah pepaya yang ditambahkan, maka tekstur biskuit yang dihasilkan semakin keras. Sehingga

panelis kurang menyukai biskuit A3 karna tekstur yang keras.

Menurut Winarno (1997), tekstur dan konsistensi suatu bahan akan memengaruhi cita rasa yang ditimbulkan bahan tersebut karena dapat

memengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori dan kelenjar air liur. Semakin kental suatu bahan, penerimaan terhadap intensitas rasa,

bau, dan cita rasa semakin berkurang.

Berdasarkan hasil penelitian dari uji daya terima yang telah dilakukan pada siswa SDN NO. 060923, biskuit tepung buah pepaya berdasarkan indikator

(45)

5.2Analisa Kandungan Protein, Serat Kasar, dan Kalsium Biskuit dengan Penambahan Tepung Buah Pepaya

Berdasarkan hasil Laboratorium di Balai Riset dan Standarisasi Industri

Medan, dapat dilihat perbedaan kandungan protein dalam biskuit A1, biskuit A2 dan biskui A3. Dimana kandungan protein biskuit A1 memberi sumbangan 6,91%, biskuit A2 memberi sumbangan 6,10% dan biscuit A3 memberi

sumbangan 6,04%. Pada biskuit buah pepaya A3 memiliki kandungan protein yang rendah dari pada biskuit A1 dan biscuit A2, dikarenakan memiliki

konsentrasi tepung buah pepaya yang berbeda, yaitu pada biskuit A1 memiliki konsentrasi 10%, biskuit A2 memiliki konsentrasi 20% dan biskuit A3 memiliki konsentrasi 30%.

Dalam hal ini biskuit hasil penambahan tepung buah pepaya bukan merupakan sumber protein yang menggatikan kebutuhan protein per hari, karena

biskuit hasil penambahan disini hanyalah sebagai camilan yang hanya sedikit menyumbang kebutuhan protein, sisanya diambil dari konsumsi makan sehari.

Kandungan protein yang terdapat dalam biskuit hasil penambahan tepung

buah pepaya berbeda dengan buah pepaya yang masih segar, hal ini dikarenakan adanya proses pemanasan yang dilakukan sehingga dapat mengakibatkan protein

terdenaturasi. Dari hasil laboratorium tersebut dapat dilihat bahwa semakin banyak tepung buah pepaya yang dicampurkan dalam adonan biskuit maka semakin sedikit pula kandungan proteinnya.

Berdasarkan hasil Laboratorium di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan, dapat dilihat perbedaan kandungan serat kasar. Dimana kandungan serat

(46)

sumbangan 4,26% dan biskuit A3 memberi sumbangan 2,86%. Berdasarkan nilai kandungan saerat kasar ini, biskuit tepung buah pepaya dapat dijadikan sebagai

sumber serat kasar yang baik dalam hal pemenuhan kebutuhan serat untuk tubuh, dikarnakan kadar serat kasar yang tinggi.

Menurut Anik Herminingsih, 2010, mengemukakan beberapa manfaat serat pangan (dietary fiber) untuk kesehatan yaitu mengontrol berat badan atau kegemukan (obesitas), serat larut air (soluble fiber), seperti pektin serta beberapa

hemiselulosa mempunyai kemampuan menahan air dan dapat membentuk cairan kental dalam saluran pencernaan. Sehingga makanan kaya akan serat, waktu

dicerna lebih lama dalam lambung, kemudian serat akan menarik air dan memberi rasa kenyang lebih lama sehingga mencegah untuk mengkonsumsi makanan lebih banyak. Makanan dengan kandungan serat kasar yang tinggi biasanya

mengandung kalori rendah, kadar gula dan lemak rendah yang dapat membantu mengurangi terjadinya obesitas, mencegah gangguan gastrointestinal dan

mengurangi tingkat kolesterol dan penyakit kardiovaskuler serat larut air menjerat lemak di dalam usus halus, dengan begitu serat dapat menurunkan tingkat kolesterol dalam darah sampai 5% atau lebih. Hasil laboratorium tersebut dapat

dilihat bahwa biskuit A2 memiliki kandungan serat kasar yang lebih tinggi dari pada biskuit A1, dan biskuit A3.

Berdasarkan hasil Laboratorium di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan, dapat dilihat perbedaan kandungan kalsium. Dimana kandungan kalsium pada biskuit A1 5,90 mg/kg, biskuit A2 8,10 mg/kg, dan biskuit A3 9,53 mg/kg.

(47)

tepung buah pepaya dalam pembuatan biskuit dapat meningkatkan kandungan kalsium pada biskuit dan ini dapat dibuktikan bahwa semakin meningkatnya

jumlah tepung buah pepaya yang digunakan dalam pembuatan biskuit maka semakin meningkat pula kandungan kalsiumnya. Namun berdasarkan nilai

kandungan kalsium ini, biskuit tepung buah pepaya tidak dapat dijadikan sebagai sumber kalsium yang baik dalam hal ketersediaan mineral kalsium, dikarnakan kadar kalsium yang tidak tinggi.

Dalam 100 gram biskuit tepung buah papaya terdiri dari 20 keping biskuit tepung buah papaya dengan berat per keeping sebesar 5 gram. Berdasarkan hasil

analisis laboratorium yang telah dilakukan, terdapat kandungan serat yang tinggi dalam biskuit tepung buah papaya. Kandungan serat kasar tertinggi ada pada biskuit A2. Dalam 20 keping biskuit A2 memberikan sumbangan 14% dari 30

gram kebutuhan serat pada anak laki-laki usia sekolah dan 15% dari 28 gram kebutuhan serat pada anak perempuan. Kandungan serat kasar yang tinggi pada

(48)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan uji daya terima terhadap indikator rasa, aroma, warna dan

tekstur diperoleh kriteria suka untuk setiap perlakuan biskuit yaitu biskuit A1, biskuit A2 dan biskuit A3.

2. Biskuit tepung buah pepaya yang paling disukai berdasarkan rasa dan aroma adalah biskuit A1 dengan kombinasi tepung buah pepaya dan tepung terigu sebanyak 10% : 90%, sedangkan biskuittepung buah pepaya yang paling

disukai berdasarkan warna dan tekstur adalah biskuit A2 dengan kombinasi tepung buah pepaya dan tepung terigu sebanyak 20% : 80%.

3. Biskuit tepung buah pepaya yang memiliki kadar serat kasar tertinggi adalah biskuit A2 sebesar 4,26% dengan penambahan tepung buah pepaya dan tepung terigu sebanyak 20% : 80%, biskuit tepung buah pepaya yang

memiliki kadar protein tertinggi adalah biskuit A1 sebesar 6,91% dengan penambahan tepung buah pepaya dan tepung terigu sebanyak 10% : 90%,

(49)

6.2Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, hal yang dapat

disarankan sebagai berikut :

1. Agar biskuit dari tepung buah pepaya dapat dijadikan sebagai salah satu

alternatif makanan cemilan untuk anak sekolah juga untuk orang dewasa. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat kandungan zat gizi

(50)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Biskuit

Biskuit merupakan produk olahan pangan yang paling banyak dinikmati oleh masyarakat karena mudah diperoleh dan tahan lama (Anonim, 2010). Produk ini merupakan produk kering yang memiliki kadar air rendah. Saksono (2012)

menyatakan bahwa berdasarkan data asosiasi industri, tahun 2012 konsumsi biskuit diperkirakan meningkat 5% - 8% didorong oleh kenaikan konsumsi

domestik. Menurut SNI 01-2973-1992 biskuit adalah produk yang diperoleh dengan memanggang adonan dari tepung terigu dengan penambahan makanan lain dan dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan yang diizinkan.

Biskuit merupakan jenis kue kering yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat

berkadar lemak tinggi atau rendah. Konsumsi rata-rata kue kering di kota besar dan pedesaan di Indonesia 0,40 kg/kapita/tahun (Subagjo, 2007). Secara umum bahan pembuatan biskuit adalah tepung terigu biasanya biskuit hanya

mengandung zat gizi makro seperti karbohidrat, protein, dan lemak dan sedikit mengandung zat gizi lainnya seperti vitamin, fosfor, kalsium dan zat besi. Adanya

teknologi fortifikasi diharapkan biskuit tidak lagi sekedar makanan ringan yang mengandung zat gizi makro saja. Melalui penambahan tepung buah pepaya dalam pembuatan biskuit diharapkan dapat meningkatkan kandungan gizi biskuit,

terlebih terhadap kandungan vitamin, mineral dan serat.

Biskuit yang dihasilkan harus memenuhi syarat mutu yang telah

(51)

umum di Indonesia yaitu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992), seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 2.1 Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992

Komponen Nilai yang diizinkan

Air Protein Lemak Karbohidrat Serat kasar

Energi per 100 gram Abu

Sumber : Standar Nasional Indonesia. 1992

Biskuit dikonsumsi oleh seluruh kalangan usia, baik bayi hingga dewasa namun dengan jenis yang berbeda-beda. Namun, biskuit komersial yang beredar

di pasaran memiliki kandungan gizi yang kurang seimbang. Kebanyakan biskuit memiliki kandungan karbohidrat dan lemak yang tinggi, sedangkan kandungan

vitamin dan mineral yang relatif rendah. Kandungan gizi biskuit yang di wajibkan Standar Nasional Indonesia adalah sebagai berikut:

Table 2.2 Komposisi Zat Gizi Biskuit Per 100 Gram

Zat gizi Jumlah

(52)

2.1.1 Klasifikasi Biskuit

Menurut SNI 01-2973-1992, biskuit diklasifikasikan dalam 4 jenis, yaitu

sebagai berikut: 1. Biskuit keras

Biskuit keras adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar lemak tinggi atau rendah.

2. Crackers

Crackers adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui proses

fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya lebih mengarah kerasa asin dan renyah, serta bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis. 3. Cookies

Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah, dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang

padat. 4. Wafer

Wafer adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar,

renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga.

2.1.2 Bahan Pembuat Biskuit 1. Tepung Terigu

Tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan biskuit atau cookies adalah tepung terigu medium/multipurpose flour, merupakan hasil roller milling yag

(53)

pengganti baik bagi tepung hard maupun soft sehingga bisa digunakan untuk pembuatan bread maupun cake.

Di dalam prosesnya tepung jenis ini bisa didapat dari 2 cara: 1. Merupakan hasil panenan/alami.

2. Dengan proses penambahan atau pengurangan kandungan protein yang ada dilakukan di dalam laboratorium (Subagjo,2007)

2. Gula

Gula merupakan salah satu bahan pemanis yang sangat penting karena hampir setiap produk mempergunakan sugar/gula. Dalam pembuatan cookies atau biskuit

gula yang dipergunakan adalah sugar powder atau icing sugar merupakan proses lebih lanjut dari white sugar yang menghasilkan gula yang berbentuk tepung dan dalam. Pastry produk jenis ini dipergunakan sebagai bahan campuran dalam

pembuatan adonan cake serta dalam pembuatan adonan bahan dekorasi (Subagjo,2007).

3. Mentega

Mentega atau butter merupakan lemak/fat yang terbuat dari fresh milk yang diproses dengan menambahkan acid/asam kemudian dimasukkan kedalam tabung

dari kayu, tabung diputar sehingga kandungan air yang ada dalam fresh milk terpisah dengan kandungan kimiawi yang lain, kandungan kimiawi yang lain ini

akan menempel pada dinding kayu dan dikumpulkan serta diproses melalui pencucian secara kimiawi untuk menghilangkan sisa-sisa acid dan kedalamnya ditambah warna, aroma serta mungkin ditambah garam sehingga kita dapatkan 2

(54)

1. Salted butter yaitu butter yang kedalamnya ditambahkan garam sehingga

rasanya asin

2. Unsalted butter yaitu butter tanpa penambahan garam sehingga mempunyai

rasa netral dan di dalam pastry produk dipergunakan sebagai bahan campuran

dalam pembuatan adonan. 4. Telur

Dalam pastry produk egg merupakan raw material yang sangat penting karena

setiap produk hampir semuanya mempergunakan telur, biasanya telur yang digunakan adalah telur ayam ras karena:

a. Jumlah telur ayam ras diusahakan secara besar sehingga untuk mempergunakan dalam jumlah besar tidak akan mengalami kesulitan. Kalau telur jenis ayam kampung belum diusahakan secara besar sehingga jumlahnya

terbatas.

b. Volume ayam ras lebih besar dari ayam kampung, untuk telur normal

mempunyai berat antara 42-70 gr. c. Harga telur ayam ras lebih murah. Fungsi-fungsi telur di dalam pastry produk:

1. Sebagai bahan penambah nilai gizi 2. Sebagai bahan penambah rasa

3. Sebagai bahan perubah warna kulit produk 4. Sebagai bahan pembantu pengembang

(55)

5. Susu Bubuk

Susu ini memiliki reaksi mengikat terhadap protein tepung. Dalam pembuatan

biskuit susu berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma biskuit serta menambah nilai gizi produk.

6. Lemak

Lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan biskuit adalah yang berasal dari lemak susu (butter) atau dari lemak nabati (margarine). Lemak merupakan

salah satu komponen penting dalam pembuatan biskuit. Di dalam adonan, lemak memberikan fungsi shortening dan fungsi tesktur sehingga biskuit menjadi lebih

lembut. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai pemberi flavor. 7. Garam

Garam ditambahkan untuk membangkitkan rasa lezat bahan-bahan lain yang

digunakan dalam pembuatan biskuit. Sebenarnya jumlah garam yang ditambahkan tergantung kepada beberapa faktor, terutama jenis tepung yang dipakai. Tepung

dengan kadar protein yang lebih rendah akan membutuhkan lebih banyak garamkarena garam akan memperkuat protein.

8. Bahan Pengembang

Kelompok leavening agents (pengembang adonan) merupakan kelompok senyawa kimia yang akan terurai menghasilkan gas di dalam adonan. Salah satu

leavening agents yang sering digunakan dalam pengolahan biskuit adalah baking

powder. Baking powder memiliki sifat cepat larut pada suhu kamar dan tahan

(56)

adonan, sehingga menjadi ringan dan berpori, menghasilkan biskuit yang renyah dan halus teksturnya (Faridah, 2008).

2.1.3 Pembuatan Biskuit

Pembuatan biskuit dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut

(Primarasa, 2004), yaitu: a. Bahan Membuat Biskuit

1. Tepung terigu 250 gram

2. Gula Halus 125 gram 3. Mentega 100 gram

4. Tepung Meizena 10 gram 5. Susu bubuk 25 gram 6. Baking Powder 1/2 sdt

7. Garam 1/2 sdt

8. Kuning telur ayam 1 butir

9. Air 50 ml

b. Cara Membuat Biskuit

1. Campur mentega, kuning telur, garam, gula halus lalu mixer sampai rata.

2. Campur tepung terigu, baking powder, susu bubuk dan tepung meizena. 3. Campuran 1 dan campuran 2 dicampur lalu tambahkan air dan diadoni

selama 15 menit.

4. Adonan dipipihkan dan dicetak sesuai selera.

5. Letakkan adonan kue yang telah dibentuk dalam loyang bersemir

(57)

6. Panggang adonan hingga matang

2.1.4 Kandungan Zat Gizi Pada Biskuit

Biskuit dikonsumsi oleh seluruh kalangan usia, baik balita hingga dewasa namun memiliki jenis yang berbeda. Biskuit yang beredar dipasaran memiliki

kandungan gizi yang kurang seimbang, kebanyakan memiliki kandungan zat gizi makro seperti karbohidrat, protein dan lemak yang tinggi sedangkan zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral relatif rendah.

Berbagai penelitian mengenai pengaruh penambahan berbagai jenis tepung dalam pembuatan biskuit telah banyak dilakukan antara lain: Penelitian Suryani

Utami (2012) yang berjudul pengaruh penambahan tepung pisang kepok terhadap daya terima biskuit sebagai alternatif makanan tambahan anak sekolah, pada pembuatan biskuit, kandungan kalsium dan tiamin meningkat setelah dilakukan

penambahan tepung pisang kapok.

Tabel 2.3 Kandungan Gizi Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Pisang Kepok per 100 gram

(58)

Selanjutnya penelitian Yusi Febrina (2012), yang berjudul pengaruh penambahan tepung wortel terhadap daya terima dan kadar vitamin A pada

biskuit. Berdasarkan penambahan tepung wortel terlihat peningkatan kandungan vitamin A.

Tabel 2.4 Kandungan Zat Gizi Biskuit dengan Penambahan Berbagai Variasi Tepung Wortel per 100 gr

Kandungan Gizi

Pepaya merupakan tumbuhan yang berasal dari Meksiko bagian selatan dan bagian utara dari Amerika Selatan, dan kini menyebar luas dan banyak

ditanam diseluruh daerah tropis untuk diambil buahnya. Nama pepaya dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Belanda, “papaja”. Dalam

tergolong buah yang populer dan digemari hampir seluruh penduduk di bumi ini. Pepaya merupakan tanaman yang cukup banyak dibudidayakan di Indonesia.

Tanaman pepaya di Indonesia dapat tumbuh dari dataran rendah sampai dataran pegunungan 1000 m dpl. Negara penghasil pepaya antara lain Kostarika, Republik Dominika, Puerto Riko dan lain-lain. Brazil, India dan Indonesia merupakan

(59)

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuh-tumbuhan, tanaman pepaya (Carica papaya L) diklasifikasikan sebagai berikut (Yuniarti, 2008):

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermathophyta

Kelas : Dicotyledone Ordo : Cistales Famili : Caricaceae

Genus : Carica

Spesies : Carica Papaya L.

Pepaya (Carica Papaya L.) merupakan tumbuhan yang berbatang tegak dan basah. Tanaman ini menyerupai palma, bunganya berwarna putih dan buahnya yang matang berwarna kuning kemerahan, rasanya seperti buah melon.

Tinggi pohon dapat mencapai 8 sampai 10 meter dengan akar yang kuat. Helaian daunnya menyerupai telapak tangan manusia. Hampir semua bagian tanaman

pepaya dapat dimanfaatkan, mulai dari daun, batang, akar, maupun buah. Buah pepaya matang tergolong buah yang banyak digemari oleh masyarakat. Daging buahnya lunak dengan warna merah atau kuning, rasanya manis dan menyegarkan

karena mrngandung banyak air (Nuraini, 2015).

Kandungan nutrisi yang terdapat di dalam buah pepaya adalah kalori,

karbohidrat, protein, lemak, serat, omega 3, antioksidan, vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B3, vitamin B5, vitamin B6, asam folat, vitamin C, vitamn E, vitamin K, sodium, potasium, kalsium, besi, magnesium, fosfor, seng, enzim

(60)

terdapat di dalam buah pepaya yaitu vitamin A, vitamin C, vitamin E, flavonoid, ß-karoten, ß-crypto xanthin, dan lutein zeaxanthin. Pepaya yang matang memiliki

tingkat kadar antioksidan paling tinggi. Zat antioksidan ini bermanfaat untuk mengurangi resiko peradangan, mencegah kanker, membatu mengobati asma,

menurunkan tekanan darah tinggi, menjaga kesehatan pencernaan, mencegah radang sendi, mencegah diabetes, menjaga kesehatan mata, menurunkan demam, menurunkan resiko penyakit jantung, menjaga kesehatan ginjal, mencegah stroke,

menjaga kesehatan kulit, meredakan peradangan, mengobati rematik, menjaga kesehatan lambung, memperbaiki sistem imunitas tubuh, dan mencegah penuaan

dini (Irmawati, 2015)

Pepaya merupakan tanaman yang mengandung enzim papain, yaitu enzim yang sangat berguna untuk menjaga kesehatan saluran pencernaan. Selain itu,

enzim papain juga berfungsi sebagai stabilisator pergerakan usus secara optimal sehingga kerja usus tetap dalam kondisi normal. Selain kandungan papain, buah

pepaya juga memiliki kandungan serat yang cukup tinggi, sehingga bermanfaat bagi pencegahan kanker usus besar, serat ini juga sangat berguna bagi mereka yang kesulitan buang air besar. Serat pepaya dapat mengurangi kadar kolesterol

(61)

2.2.1 Jenis Buah Pepaya

Pepaya merupakan buah lezat dan kaya vitamin. Buah ini mudah dicari

dan harganya pun bersahabat. Rasanya enak, warnanya menggugah selera, dan yang pasti mengandung banyak manfaat. Buah pepaya memiliki banyak jenis, di

Indonesia, jenis pepaya yang banyak ditanam adalah pepaya semangka, pepaya jinggo, dan pepaya cibinong. Secara umum, konsumen di Indonesia lebih menyukai pepaya dengan daging buah berwarna jingga sampai merah. Pepaya

dengan daging buah berwarna kuning kurang disukai. Berikut beberapa jenis pepaya yang populer dan kerap kita temui di pasaran (Kalie, 2008), yaitu sebagai

berikut:

1. Pepaya Bangkok

Jenis pepaya bangkok dikenal juga dengan nama pepaya thailand. Kulit

luarnya mirip pepaya cibinong, yaitu kasar dan tidak rata ataau berjendol-jendol. Sedikit yang membedakan dengan buah pepaya cibinong adalah pepaya bangkok

ini bentuknya lebih bulat dan lebih besar dibandingkan pepaya cibinong. Daging buahnya berwarna jingga kemerahan, terasa manis, dan segar. Berat buah lebih kurang 3,5 kg. Teksturnya yang kuat keras membuat jenis pepaya ini tahan dalam

pengangkutan. Jenis

(62)

2. Pepaya Cibinong

Bentuk buah pepaya cibinong panjang besar dan lancip pada bagian ujungnya.

Kulit buahnya kasar dan tidak rata. Buah masak dari bagian ujung, sedangkan bagian pangkal tetap berwarna hijau dan lama untuk berubah warna menjadi

kuning. Daging buah berwarna merah kekuningan, rasanya kurang manis, dan teksturnya agak kasar. Berat jenis pepaya ini kurang lebih 2,5 kg. Pepaya cibinong relatif tahan angkutan.

3. Pepaya Hawai

Pepaya yang datang dari Kepulauan Hawai ini masuk dalam kategori pepaya solo. Pepaya solo berarti pepaya yang habis dimakan cuma untuk satu orang. Oleh

dikarenakan itu, bisa dipastikan kelebihan pepaya ini adalah ukurannya yang kecil. Bobot buahnya cuma lebih kurang 0, 5 kg. Memiliki bentuk agak bulat atau bulat panjang mirip alpukat. Kulit buah yang sudah matang berwarna kuning

cerah, daging buahnya agak tebal, berwarna kuning, serta terasa manis segar.

(63)

4. Pepaya California

Pepaya california juga termasuk komoditi laris diantara jenis pepaya lain di

pasaran. Pepaya yang mempunyai wujud buah lebih kecil serta lebih lonjong ini berasal dari Amerika serta Karibia. Jenis ini bisa tumbuh subur sepanjang tahun di

Indonesia. Pohon pepaya california lebih pendek di banding jenis pepaya lain, biasanya hanya tumbuh kurang lebih 2 meter. Daunnya berjari banyak serta mempunyai kuncung di permukaan pangkalnya. Buahnya berkulit tebal serta

permukaannya rata, dagingnya kenyal, tebal, serta manis. Bobotnya berkisar antara 600 gram hingga

5. Pepaya Gunung

Buah pepaya gunung berupa bulat telur dengan ukuran panjang 6-10 cm serta diameter 3-4 cm. Daging buah keras, berwarna kuning-jingga, terasa agak asam namun harum. Pepaya ini kalah populer di pasaran dengan jenis lain seperti

California dan Bangkok. Penjualannya biasanya sudah dikemas dalam wadah dan buahnya sudah dibuat manisan.

(64)

2.2.2 Kandungan Zat Gizi Buah Pepaya

Di samping rasanya yang enak, pepaya juga digemari orang karena banyak

mengandung zat gizi, di antaranya yang paling banyak adalah vitamin dan mineral. Kandungan vitamin dalam 100 gram bagian pepaya yang dapat dimakan

adalah 365 SI vitamin A; 78 mg vitamin C, sedangkan kandungan mineral dalam 100 gram pepaya adalah 23 mg kalsium; 12 mg fosfor; 0,204 gram kalium, dan 1,7 mg zat besi. Pepaya juga mengandung 12,2 gram karbohidrat; 0,5 gram

protein; 0,0 gram lemak; 0,7 gram serat; 0,5 gram abu; dan 86,7 gram air. Nilai energinya adalah 200 kj/100 gram. Kandungan gula utama pepaya yaitu 48,3%

sukrosa, 29,8% glukosa dan 21,9% fruktosa (Kalie, 2008).

Tabel 2.5 komposisi gizi buah pepaya matang, pepaya muda, dan daun pepaya per 100 gram

Zat Gizi Buah pepaya

Sumber: Direktorat Gizi, Depkes RI (1992)

2.2.3 Manfaat Buah Pepaya

Tanaman pepaya dikenal sebagai tanaman multiguna, karena hampir seluruh bagian tanaman mulai dari akar hingga daun bermanfaat bagi manusia

(65)

(Carica Papaya L.) merupakan buah yang sangat familiar bagi kita terutama orang Indonesia. Pepaya merupakan tanaman yang mengandung enzim papain, yaitu

enzim yang sangat berguna untuk menjaga kesehatan saluran pencernaan. Selain itu, enzim papain juga berfungsi sebagai stabilisator pergerakan usus secara

optimal sehingga kerja usus tetap dalam kondisi normal. Selain kandungan papain, buah pepaya juga memiliki kandungan serat yang cukup tinggi, sehingga bermanfaat bagi pencegahan kanker usus besar (Ramayulis, 2013).

Berdasarkan kandungan vitamin A, C dan Beta-carotenenya, manfaat pepaya bagi kesehatan tubuh ternyata sangat penting. Seseorang yang mengalami

kekurangan vitamin A berpotensi menderita gangguan terutama pada mata (gangguan penglihatan) dan permukaan kulit menjadi kasar. Defisiensi vitamin A juga dapat menyebabkan terjadinya peyakit atau gangguan yang berupa

kekeringan pada selaput lendir mata (konjunctiva) dan selaput kering mata (kornea). Penyakit tersebut biasa dikenal dengan istilah xerophthalmia. Oleh

karena itu, sangat dianjurkan bagai kita untuk mengkonsumsi buah pepaya secara teratur. Manfaat pepaya lainnya juga terdapat pada kandungan vitamin C dan beta-carotennya, karena keduanya memiliki peran penting sebagai antioksidan

yang sangat baik untuk menghilangkan zat-zat beracun di dalam tubuh dan berkhasiat langsung terhadap kesehatan kulit seperti mencegah peradangan dan

menghilangkan sel-sel kulit mati. Unsur-unsur antioksidan yang terdapat pada buah pepaya juga dapat membantu untuk mencegah oksidasi kolesterol, yang berpotensi menimbulkan penyakit-penyakit sekunder, seperti penyakit arteri yang

(66)

2.3Manfaat Tepung

Tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau sangat

halus. Tepung biasa berasal dari bahan nabati misalnya tepung terigu dari gandum, tapioka dari singkong, maizena dari jagung atau hewani misalnya tepung

tulang dan tepung ikan. Berdasarkan komposisinya tepung digolongkan menjadi dua, yaitu tepung tunggal adalah tepung yang dibuat dari satu jenis bahan pangan misalnya tepung beras tepung tapioka, tepung ubi jalar, dan sebagainya, dan

tepung komposit yaitu tepung yang dibuat dari daun atau lebih bahan pangan, misalnya tepung komposit kasava-terigu-kedelai, tepung komposit jagung-beras

atau tepung komposit kasava-terigu-pisang (Sindumarta, 2012)

Pada pembuatan tepung, seluruh komponen yang terkandung di dalam bahan pangan dipertahankan keberadaannya, kecuali air. Teknologi tepung

merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat

gizi (difortifikasi), mudah dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang ingin serba praktis (Nuraini, 2011)

Tepung memiliki keuntungan yang lebih tahan disimpan, mudah dicampur

(dibuat komposit), mudah diperkaya zat gizi (difortifikasi), mudah dibentuk, dimasak, dikreasikan dan praktis, mudah diolah menjadi aneka macam olahan,

mulai dari olahan tradisional/khas daerah hingga modern, sehingga nilai ekonomisnya semakin meningkat dan diterima masyarakat luas, lebih mudah dalam distribusi dan menghemat ruangan dan biaya penyimpanan dapat

(67)

2.3.1 Pengolahan Tepung Buah Pepaya

Adapun proses pembuatan tepung buah pepaya dari skala rumah tangga

(Saptoningsih, 2012) adalah sebagai berikut :

1. Buah pepaya segar hasil panen dipilih yang matang, sehat dan utuh kemudian

dibersihkan.

2. Buah pepaya terpilih kemudian dirajang/dikecilkan untuk mempermudah dalam pengeringan dan penggilingan.

3. Buah pepaya yang telah dirajang kecil-kecil kemudian dikeringkan untuk mengurangi kadar air yang ada di dalam pepaya. Pengeringan dilakukan

dengan menggunakan oven suhu 50-65 0 C selama 10-12 jam. 4. Penggilingan dilakukan dengan menggunakan blender.

5. Hasil penggilingan tersebut kemudian diayak hingga halus, sehingga menjadi

tepung pepaya.

2.4Kebutuhan Gizi Anak usia Sekolah Dasar

Makanan memegang peranan yang penting dalam tumbuh kembang anak, karena anak sedang tumbuh sehingga kebutuhannya berbeda dengan orang dewasa. Kekurangan makanan yang bergizi akan menyebabkan retardasi

pertumbuhan anak. Makan yang berlebihan juga tidak baik, karena dapat menyebabkan obesitas. Kedua keadaan ini dapat meningkatkan morbiditas dan

mortalitas anak (Soetjiningsih,1995).

Pada usia 7-9 tahun anak pandai menentukan makanan yang disukai karena mereka sudah mengenal lingkungan. Untuk itu perlu pengawasan dari

(68)

Disini anak masih dalam tahap pertumbuhan sehingga kebutuhan gizinya harus tetap seimbang. Vitamin sebagai salah satu asupan gizi yang penting bagi anak,

karena dibutuhkan dalam proses perkembangan dan pertumbuhan anak. Defisiensi atau kekurangan vitamin pada anak akan menyebabkan terganggunya tumbuh

kembang anak, bahkan bisa menimbulkan datangnya penyakit. Maka dari itulah, orang tua harus dapat memberikan kebutuhan vitamin dalam menu makanan anak usia sekolah. Berikut angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan untuk anak:

Tabel 2.6 Angka Kecukupan Gizi Rata-rata yang Dianjurkan (per orang per hari)

Zat Gizi

(Sumber: AKG tahun 2013)

Agar anak mendapat cukup vitamin untuk memenuhi kebutuhan gizihariannya, pemberian makanannya harus beraneka ragam. Sumber vitamin

(69)

hati sapi, susu dan hasil olahannya, biji-bijian, kacang-kacangan, alpukat, dan pepaya.

2.5Pola Konsumsi Makanan Jajanan Anak Sekolah Dasar

Dewasa ini perilaku mengkonsumsi makanan jajanan menunjukkan adanya

kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Konsumsi makanan jajanan di masyarakat diperkirakan terus meningkat mengingat makin terbatasnya waktu anggota keluarga untuk mengolah makanan

sendiri. Keunggulan makanan jajanan adalah murah dan mudah di dapat, serta cita rasa yang enak dan cocok dengan selera sebagian besar masyarakat (Moehji,

2000). Makanan jajan yang pada umumnya digemari masyarakat adalah makanan kecil ringan yang biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan dan bersifat tidak mengenyangkan. Biskuit adalah salah satu jenis makanan kecil yang banyak dijual

di pasaran dengan berbagai variasi bentuk, rasa dan kadang ditambah dengan berbagai macam isi dan taburan (Moehji, 2000)

Pada umumnya anak-anak pada usia sekolah memilih makanan jajanan yang disukai saja, dan sebagian besar makanan jajanan tersebut mengandung tinggi karbohidrat, sehingga membuat cepat kenyang, selain itu keamanan dan

kesehatan dari jajanan tersebut masih sangat diragukan. Makanan yang tidak cukup mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan anak, akan menyebabkan

(70)

ketidaksempurnaan biokimia dalam otak sehingga berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan dan fungsi kognitif anak.

2.6Daya terima makanan

Menurut Suhardjo (1989) yang dikutip oleh (Dewinta 2010), Daya terima atau preferensi makanan dapat didefinisikan sebagai tingkat kesukaan atau ketidaksukaan individu terhadap suatu jenis makanan. Diduga tingkat kesukaan

ini sangat beragam pada setiap individu. sehingga akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Menurut Rudatin (1997) yang dikutip oleh Jairani (2010), daya

terima makanan adalah kesanggupan seseorang untuk menghabiskan makanan yang disajikan.

2.7Cita Rasa Makanan

Menurut Wirakusumah (1990) yang dikutip oleh Nurfatimah (2011), kesukaan terhadap makanan didasari oleh sensorik, sosial, psikologi, agama,

emosi, budaya, kesehatan, ekonomi, cara persiapan dan pemasakan makanan, serta faktor-faktor terkait lainnya. Penilaian seseorang terhadap kualitas makanan berbeda-beda tergantung selera dan kesenangannya. Walaupun demikian ada

beberapa aspek yang dapat dinilai yaitu persepsi terhadap cita rasa makanan, nilai gizi dan higiene atau kebersihan makanan tersebut.

Menurut Moehji (2000) yang dikutip oleh Nurfatimah (2011), cita rasa makanan mencakup 2 aspek utama yaitu penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan pada saat dimakan. Kedua aspek tersebut sama

(71)

yang memuaskan. Daya penerimaan terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang ditimbulkan oleh makanan melalui indera penglihat, penciuman

serta perasa atau pencecap. Walaupun demikian faktor utama yang akhirnya memengaruhi daya penerimaan terhadap makanan yaitu rangsangan cita rasa yang

ditimbulkan oleh makanan itu. Oleh karena itu, penting sekali dilakukan penilaian cita rasa untuk mengetahui daya penerimaan konsumen.

Menurut Winarno (1997) rasa suatu makanan merupakan faktor yang turut

menentukan daya terima konsumen. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain.

Warna makanan juga memegang peranan utama dalam penampilan makanan karena merupakan rangsangan pertama pada indera mata. Warna makanan yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa.

Konsistensi atau tekstur makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan cita rasa makanan karena sensitifitas indera cita rasa dipengaruhi oleh

konsistensi makanan. Makanan yang berkonsistensi padat atau kental akan memberikan rangsangan lebih lambat terhadap indera kita.

Penyajian makanan merupakan faktor tertentu dalam penampilan hidangan

yang disajikan. Jika penyajian makanan tidak dilakukan dengan baik, seluruh upaya yang telah dilakukan guna menampilkan makanan dengan cita rasa tinggi

akan tidak berarti. Penampilan makanan waktu disajikan akan merangsang indera terutama penglihatan yang berkaitan dengan cita rasa makanan itu. Apabila penampilan makanan yang disajikan merangsang saraf melalui indera penglihatan

Gambar

Gambar 4. Tepung Buah Pepaya
Gambar 6. Pemnuatan Biskuit Tepung Buah Pepaya
Gambar 11. Uji Organoleptik
Tabel 3.2 Jumlah Pemakaian Bahan pada Pembuatan Biskuit tepung  Buah Pepaya Kelompok Eksperimen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan protein biskuit tepung daun kelor dan mengetahui organoleptik (rasa, aroma, warna, tekstur, serta

Terdapat pengaruh substitusi tepung sorgum sosoh dan tepung sorgum tidak sosoh terhadap daya terima pada biskuit berdasarkan warna, aroma, rasa, tekstur, dan secara

Bagan diatas menunjukkan bagaimana biskuit dengan modifikasi tepung umbi dahlia mempengaruhi daya terima dengan penilaian berdasarkan indikator warna, aroma,

Menurut SNI 01-2973-1992 biskuit adalah produk yang diperoleh dengan memanggang adonan dari tepung terigu dengan penambahan makanan lain dan dengan atau tanpa penambahan

Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap Rasa Biskuit yang Dimodifikasi dengan Tepung Umbi

Penambahan tepung kacang merah dalam pembuatan biskuit dengan berbagai variasi memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap penilaian uji daya terima baik dari segi

Terdapat pengaruh substitusi tepung sorgum sosoh dan tepung sorgum tidak sosoh terhadap daya terima pada biskuit berdasarkan warna, aroma, rasa, tekstur, dan secara

Penambahan tepung kacang merah dalam pembuatan biskuit dengan berbagai variasi memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap penilaian uji daya terima baik dari segi