• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Daya Terima dan Nilai Gizi Biskuit yang Dimodifikasi dengan Tepung Umbi Dahlia (Dahlia Sp)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Daya Terima dan Nilai Gizi Biskuit yang Dimodifikasi dengan Tepung Umbi Dahlia (Dahlia Sp)"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

70

Lampiran 1

FORMULIR

UJI KESUKAAN (UJI HEDONIK)

Nama : Umur :

Jenis Kelamin :

Petunjuk Penilaian

Ujilah sampel satu persatu dengan sebaik-baiknya dan nyatakan pendapat anda tentang apa yang dirasakan oleh indera dengan mengisi tabel dibawah ini dengan skor berikut:

Suka : 3

Kurang suka : 2 Tidak suka : 1

Indikator Sampel

A1 A2

(2)

Lampiran 2

Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap Rasa Biskuit yang Dimodifikasi dengan Tepung Umbi Dahlia

(3)

72

Analisis Sidik Ragam Skor Hasil Uji Organoleptik Panelis terhadap Rasa Biskuit yang Dimodifikasi dengan Tepung Umbi Dahlia

(4)

= – 421,35

(5)

74 yang Dimodifikasi dengan Tepung Umbi Dahlia

Perlakuan

2. Least Significant Ranges (LSR)

p 2 3

Range

Least Significant Ranges (LSR)

2,83 0,25

2,98 0,26 Keterangan :

P = Banyaknya nilai tengah dalam wilayah yang teruji

Range = Harga nisbah terendah untuk Uji Kurun Ganda Duncan pada beda nyata pada tingkat 5 % dengan derajat bebas galat = 59 ~ 60

(6)

3. Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Rasa Biskuit

Perlakuan A1 A2

Rata-rata 2,9 2,4

A2-A1 = 2,4-2,9 = -0,5 > 0,25 Jadi, A2≠A1

(7)

76

Lampiran 3

Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap Aroma Biskuit yang Dimodifikasi dengan Tepung Umbi Dahlia

(8)

26 Dinda P 20 3 2 5 13 25

Analisis Sidik Ragam Skor Hasil Uji Organoleptik Panelis terhadap Aroma Biskuit yang Dimodifikasi dengan Tepung Umbi Dahlia

(9)

78

(10)

Sumber

Uji Ganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) terhadap Aroma

Biskuit Dengan Penambahan Tepung Umbi Dahlia

Perlakuan

2. Least Significant Ranges (LSR)

p 2 3

Range

Least Significant Ranges (LSR)

2,83 0,26

2,98 0,28 Keterangan :

P = Banyaknya nilai tengah dalam wilayah yang teruji

Range = Harga nisbah terendah untuk Uji Kurun Ganda Duncan pada beda nyata pada tingkat 5 % dengan derajat bebas galat = 59 ~ 60

(11)

80

3. Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Aroma Biskuit

Perlakuan A1 A2

Rata-rata 2,9 2,4

A2-A1 = 2,3-2,87 = -0,57 > 0,26 Jadi, A2≠A1

(12)

Lampiran 4

Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap Warna Biskuit yang Dimodifikasi dengan Tepung Umbi Dahlia

(13)

82

Rata-rata 2.7667 2.4667

Analisis Sidik Ragam Skor Hasil Uji Organoleptik Panelis terhadap Warna Biskuit yang Dimodifikasi dengan Tepung Umbi Dahlia

(14)

= – 410,82

(15)

84

Sumber Keragaman

db JK JKR Fhitung Ftabel Keterangan

Perlakuan 1 1,35 1,35 3,86 4,18 Tidak ada perbedaan Panelis 29 4,68 0,14

Error 29 16,18 0,16 Total 59 29,73

(16)

Lampiran 5

Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap Tekstur Biskuit yang Dimodifikasi dengan Tepung Umbi Dahlia

(17)

86

Analisis Sidik Ragam Skor Hasil Uji Organoleptik Panelis terhadap Rasa Biskuit yang Dimodifikasi dengan Tepung Umbi Dahlia

(18)

JK panelis =

(19)

88

=

=

0

Sumber Keragaman

db JK JKR Fhitung Ftabel Keterangan

Perlakuan 1 0 0 0 4,18 Tidak ada

perbedaan Panelis 29 5,33 0,18

Error 29 10 0,34

Total 59 15,33

(20)

Lampiran 6

Kandungan Gizi Biskuit dengan Penambahan Tepung Umbi Dahlia Berdasarkan Perhitungan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan)

Perhitungan Protein Biskuit

a. Perhitungan per adonan (500 gram) biskuit

b. Perhitungan per 100 gram biskuit Biskuit Tanpa Penambahan = 6,9 gr

Biskuit dengan penambahan tepung umbi dahlia 25% =

x 35,5 = 7,1

Biskuit dengan penambahan tepung umbi dahlia 50% =

x 35,4 = 7,1

Perhitungan Lemak Biskuit

a. Perhitungan per adonan (500 gram) biskuit

Penambahan Tepung Umbi Dahlia 25% Penambahan Tepung Umbi Dahlia 50%

Bahan Jumlah Bahan Jumlah 50 gr hasil parutan bit 125 gr gula halus

Penambahan Tepung Umbi Dahlia 25% Penambahan Tepung Umbi Dahlia 50%

(21)

90

b. Perhitungan per 100 gram biskuit Biskuit Tanpa Penambahan = 14,4 gr

Biskuit dengan Penambahan Tepung Umbi Dahlia 25% =

x 105,1 = 21

Biskuit dengan Penambahan Tepung Umbi Dahlia 50% =

x 104,6 = 20,9

Perhitungan Kalori Biskuit per 100 gram

a. Biskuit dengan Penambahan Tepung Umbi Dahlia 25% Karbohidrat = 36,7 x 4 = 146,8 kkal

Lemak = 21 x 9 = 189 kkal Protein = 7,1 x 4 = 28,4 kkal Inulin = 19,7 x 1,5 = 29,5

Total Kalori = 146,8 + 28,4 + 189 + 29,5 = 393,7 kkal

b. Biskuit dengan Penambahan Tepung Umbi Dahlia 50% Karbohidrat = 38,4 x 4 = 153,8 kkal

Protein = 7,1 x 4 = 28,4 kkal Lemak = 20,9 x 9 = 188,1 kkal Inulin = 20,1 x 1,5 = 30,15

(22)
(23)

92

(24)
(25)

94

(26)
(27)

96

(28)

Lampiran 13

Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Umbi dahlia dikupas Gambar 2. Umbi dahlia dioven

Gambar 3. Umbi dahlia kering Gambar 4. Pengayakan tepung

(29)

98

Gambar 5. Adonan Biskuit Gambar 6. Adonan yang sudah dicetak

Gambar 7. Biskuit Umbi Dahlia Gambar 8. Perlengkapan Uji Organoleptik

(30)

Lampiran 14

Perhitungan Nilai Ekonomi Biskuit A1 dan A2 untuk Setiap Adonan

A1 (25% : 75%) A2 (50% : 50%)

Bahan Harga Bahan Harga

Tepung terigu 187,5 gr Rp. 2000,- Tepung terigu 125 gr Rp. 1500,- Tepung umbi dahlia 62,5

gr

Rp. 3000,- Tepung umbi dahlia 125 gr

Rp. 6000,-

Tepung Maizena 10 gr Rp. 500,- Tepung Maizena 10gr Rp. 500,- Gula Halus 125 gr Rp. 2500,- Gula Halus 125 gr Rp. 2500,- Mentega 100 gr Rp. 3000,- Mentega 100 gr Rp. 3000,- Telur 2 butir Rp. 3000,- Telur 2 butir Rp. 3000,- Susu Bubuk 25 gr Rp. 3000,- Susu Bubuk 25 gr Rp. 3000,-

Garam Rp. 500 Garam Rp. 500

Baking Powder Rp. 500 Baking Powder Rp. 500

(31)

66

DAFTAR PUSTAKA

Amarowicz, R. 1999. Nutritional Importance of Oligosaccharides. Rocz Pantsw Zakl High. 50: 89-95.

Anonim. 2013. Manfaat Prebiotik Inulin dalam Nutrisi. https://www.ibudanbalita.com. Diakses 29 Maret 2016.

Anonim. 2014. Rest Area ”Oembie Dahlia” Tampil Beda. http://bukittinggi.info.com. Diakses 27 Januari 2016.

Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO). 2014. Overview Industri Tepung Terigu Nasional Indonesia. http://aptindo.or.id. Diakses 29 Maret 2016.

Azhar, M. 2009. Inulin sebagai Prebiotik. Jurnal Sainsteks Edisi September No. 1 Vol. XII hal 3.

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan. Jakarta.

Brownawell, A. M., dkk. 2012. Prebiotics and the Health Benefits of Fiber: Current Regulatory Status, Future Research, and Goals. J. Nutr. 142:962-974.

Dalimunte, Nurfatimah. 2011. Pengaruh Penambahan Tepung Biji Durian (Durio zibethinus Murr) Terhadap Cita Rasa Mi Basah. Skripsi.. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. Medan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Daftar Komposisi Bahan

Makanan.

Fatimah, P. S. 2013. Uji Daya Terima dan Nilai Gizi Biskuit yang Dimodifikasi dengan Tepung Kacang Merah. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara, Medan

Gupta, A. K., Kaur, N. dan Singh, R. 1992. A Comparison of Properties of Inulinases of Fusarium Oxysporum Immobilized On Various Supports. J. Chem. Technol. Biotechnol. 53 : 293-296.

(32)

Haryani, Y., Muthmainah, S., dan Sikumbang, S. 2013. Uji Parameter Non Spesifik dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Methanol dari Umbi Tanaman Dahlia (Dahlia Variabilis). Penelitian Farmasi Indo. 1(2):43-46.

Hatta, Rahmi. 2012. Studi Pembuatan Dodol dari Rumput Laut (Eucheuma cottonii) dengan Penambahan Kacang Hijau (Phaseolus eureus). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin. Makassar.

Hidayat, Nur. 2006. Membuat Minuman Prebiotik dan Probiotik. Surabaya: Trubus Agrisarana.

Iskandar, Y. M., Sri R., Diah, R. 2014. Kandungan Inulin dari Umbi Dahlia Sp yang Ditanam pada Jenis Tanah Vertisol, Inceptisol, dan Andisol. JKTI, Vol. 16, No.1: 25-31.

Kaur, N., dan Gupta, A.K. 2002. Applications Of Inulin And Oligofructose In Health And Nutrition, J.Biosci. 7:703-714.

Khomsan, A. 2006. Beras dan Diversifikasi Pangan. http://kompas.com. Diakses 18 Februari 2016.

Kolida, S., Tuohy, K. dan Gibson, G. R. 2002. Prebiotic Effects of Inulin and Oligofructose. British Journal of Nutrition S193S197.

Kurniawan, F. 2015. Klasifikasi dan Morfologi Bunga Dahlia (Dahlia spp). http://fredikurniawan.com. Diakses 1 Februari 2016.

Kusumawati, A. 2013. Kualitas Es Krim Gembili (Dioscorea Esculenta Lour) dengan Penambahan Daun Bayam Merah (Alternanthera Amoena Voss). Skripsi. Program Studi Pendidikan Biologi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Laskito, I. dan Tasya P. 2015. Ragam Hidangan Lezat dari Umbi Bunga Dahlia. http://www.viva.co.id. Diakses 29 Maret 2016.

Ma’aruf, Y. 2011. Penentuan Kadar RBB pada Dye-Inulin secara HPLC melalui Pembentukan Senyawa Dye-Inulin. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang.

(33)

68

Mosfegh, A. J. Friday, J. Goldman EJ. P dan Ahuja. J. K. C. 1999. Presence of Inulin and Oligofructose in Diets of Americans. The Journal of Nutrition. Vol 129, No 7. 1407-1411.

Muaris, H. 2007. Healthy Cooking Biskuit Sehat. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Nugraheni, M. 2015. Akar Bunga Dahlia Bisa Diolah Jadi Makanan Lezat. www.beritasatu.com. Diakses 29 Maret 2016.

Rismunandar. 1995. Budidaya Bunga Potong. Cetakan ketiga. Penebar Swadaya. Jakarta.

Roberfroid, MB. 2001. Prebiotics: Preferential Substrates Specific Germs. American Journal of Clinical Nutrition. Vol. 73. No. 2. 406S-409S.

Roberfroid, MB. 2007. Prebiotics: The Concept Revisited. The Journal of Nutrition. 137: 830-837.

Rohdiana, D. Inulin untuk Kesehatan. https://mybioma.wordpress.com. Diakses 21 Maret 2016.

Saryono, Chainulfiffah A.M., Devi, S., Monalisa, dan Dasli. 1998. Pemanfaatan Ubi Dahlia Dahlia variabilis Untuk Produksi Sirup Fruktosa (HFS) dan Fruktooligoskarida (FOS). Seminar Nasional PBBMI XIV. Bandung. Prebiotik, Probiotik, dan Sinbiotik. Tesis. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.

Standar Nasional Indonesia. 1992. Syarat Mutu Biskuit. Departemen Perindustrian RI.

(34)

Suter, I. K. 2013. Pangan Fungsional dan Prospek Pengembangannya. Disajikan pada Seminar Sehari dengan tema ”Pentingnya Makanan Alamiah (Natural Food) Untuk Kesehatan Jangka Panjang”. Denpasar. Tunggal, N. 2011. Prebiotik Inulin dari Umbi Dahlia.

http://nasional.kompas.com. Diakses 25 Januari 2016.

Valeria, M. C, Elisvania F. S., Valdemiro C. S. 2011. The Importance Of Prebiotics In Functional Foods And Clinical Practice. Food and Nutrition Sciences. 2: 133-144.

Wahyuningsih, D. 2014. Analisis Kandungan Inulin Pada Pisang Barangan (Musa acuminata Colla), Pisang Awak (Musa paradisiaca var. Awak) dan Pisang Kepok (Musa acuminata balbisiana Colla). Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan. Widowati, S. 2006. Dahlia Bunganya Indah, Umbinya Mengandung Inulin.

www.litbang.pertanian.go.id. Diakses 18 Mei 2015.

Widowati, S., Titi, C.S., A., Zaharani. 2005. Ekstraksi, Karakterisasi, dan Kajian Potensi Prebiotik Inulin dari Umbi Dahlia (Dahlia pinnata L.). Jurnal IPB. Bogor.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Yunarti, E. 2015. Evaluasi Sensoris dan Komponen Prebiotik Cookies Garut

(Maranta arundinaceae L). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Yuniar, D. P. 2010. Karakteristik Beberapa Umbi Uwi (Dioscorea Spp.) dan Kajian Potensi Kadar Inulinnya. Skripsi. Fakultas Teknologi Industri

(35)

34 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen dengan menggunakan rancangan penelitian acak lengkap yang terdiri dari dua faktor yaitu tepung terigu dan tepung umbi dahlia dengan 2 perlakuan menggunakan tepung umbi dahlia dan tepung terigu yaitu 25% : 75% dan 50% : 50% dengan simbol A1 dan A2. Berikut tabel rincian perlakuan pembuatan biskuit.

Tabel 3.1 Rincian Perlakuan

Perlakuan Kombinasi Bahan

A1 Tepung Umbi Dahlia 25% + Tepung Terigu 75% A2 Tepung Umbi Dahlia 50% + Tepung Terigu 50%

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1. Tempat Penelitian

Pembuatan tepung umbi dahlia dan pembuatan biskuit dilakukan di Laboratorium Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Pengujian nilai gizi karbohidrat dilakukan di Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan (BARISTAN). Pengujian kadar inulin dilakukan di Laboratorium PT. Saraswanti Indo Genetech Bogor. Uji daya terima biskuit dilakukan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3.2.2. Waktu Penelitian

(36)

3.3. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah biskuit dengan penambahan tepung umbi dahlia sebesar 25% dan 50% dari tepung terigu yang digunakan.

3.4. Defenisi Operasional

1. Tepung umbi dahlia adalah tepung yang diperoleh dari umbi dahlia yang masih segar yaitu dengan cara dikupas, dicuci, diiris, dikeringkan, diblender dan diayak.

2. Biskuit umbi dahlia adalah makanan kering yang dibuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar tepung terigu dan tepung umbi dahlia, lemak, bahan pengembang, dan penambahan bahan makanan lain yang diizinkan dengan variasi 25% dan 50% dari jumlah tepung terigu yang digunakan.

3. Uji organoleptik adalah cara pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap cita rasa biskuit dengan penambahan tepung umbi dahlia dengan menggunakan skala hedonik empat titik acuan. 4. Warna adalah corak rupa yang dihasilkan oleh biskuit umbi dahlia yang

dirasakan secara subyektif oleh indera penglihatan.

5. Rasa adalah daya terima panelis terhadap biskuit umbi dahlia yang dirasakan secara subyektif oleh indra pengecap.

6. Aroma adalah bau khas yang dihasilkan oleh biskuit umbi dahlia yang dibedakan oleh indra pencium.

(37)

36

3.5. Alat dan Bahan 3.5.1. Alat

Adapun alat yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah oven, pisau pengupas, timbangan, baskom/wadah, pisau, blender, loyang, sendok, mixer, ayakan tepung, talam, gelas, dan cetakan biskuit.

3.5.2. Bahan

Bahan yang digunakan untuk membuat biskuit antara lain: tepung terigu, tepung umbi dahlia, mentega, gula halus, susu bubuk, air, tepung maizena, kuning telur, garam, dan baking powder.

Untuk menghasilkan biskuit dengan penambahan tepung umbi dahlia yang berkualitas perlu perbandingan ukuran bahan-bahan. Adapun perbandingan ukuran bahan yang digunakan di dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.2. Tabel 3.2 Jumlah Pemakaian Bahan pada Pembuatan Biskuit Tepung Umbi Dahlia

Jenis Bahan A1 A2

Tepung Terigu 187,5 gram 125 gram

Tepung Umbi Dahlia 62,5 gram 125 gram

Mentega 100 gram 100 gram

Berat total dari bahan utama = 250 gram

(38)

3.6. Tahapan Penelitian

3.6.1. Proses Pembuatan Tepung Umbi Dahlia

Tahapan pembuatan tepung umbi dahlia dapat dilihat pada gambar 3.1 di bawah ini.

Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Tepung Umbi Dahlia

Sebelum pembuatan tepung umbi dahlia, langkah pertama yang dilakukan adalah penyortiran pada umbi dahlia, dimana umbi dahlia dalam kondisi baik dan tidak busuk. Bagan di atas menjelaskan bahwa pembuatan tepung umbi dahlia dilakukan dengan membersihkan umbi dahlia terlebih dahulu sampai bersih dari tanah dengan menggunakan sikat, dimana umbi dahlia yang digunakan berumur 7 bulan sampai 1 tahun. Selanjutnya umbi dahlia dikupas, diiris tipis-tipis dengan menggunakan pisau pengupas, kemudian dicuci dengan menggunakan air yang

Umbi dahlia dibersihkan

Dikupas

Dicuci dengan air garam Diiris tipis-tipis

Dikeringkan dengan oven

Diblender

Diayak Tepung Umbi

(39)

38

dahlia, lalu dikeringkan dengan menggunakan oven dengan suhu 70- 800C selama kurang lebih 5 jam (sampai bisa dipatahkan). Setelah kering irisan umbi dahlia digiling hingga halus dengan menggunakan blender. Umbi dahlia yang sudah digiling akan menjadi bubuk, kemudian diayak dengan menggunakan ayakan tepung yang berukuran 80 mesh agar tepung yang dihasilkan lebih halus.

3.6.2. Proses Pembuatan Biskuit dengan Modifikasi Tepung Umbi Dahlia Tahapan pembuatan biskuit dengan modifikasi tepung terigu dan tepung umbi dahlia dapat dilihat pada gambar 3.2 di bawah ini.

Gambar 3.2 Diagram Alir Proses Pembuatan Biskuit

Bagan di atas menjelaskan tahapan-tahapan pembuatan biskuit tepung umbi dahlia dengan penambahan tepung umbi dahlia sebesar 25% dan 50%.

Kemudian ditambahkan Kemudian ditambahkan

Tepung Terigu 187,5 gr

Pengadukan dilanjutkan hingga adonan rata dan di diamkan selama 30 menit

(40)

Prosedur pembuatan biskuit dengan penambahan tepung umbi dahlia melalui beberapa tahap yaitu: tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap penyelesaian.

1. Tahap Persiapan

- Menyiapkan semua alat, bahan utama dan bahan tambahan yang diperlukan dalam pembuatan biskuit dengan penambahan tepung umbi dahlia.

- Menimbang bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan biskuit. 2. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan dalam pembuatan biskuit dengan penambahan tepung umbi dahlia meliputi tahap pencampuran, pembentukan dan pengovenan.

a. Pencampuran

- Mentega, kuning telur, gula halus dan garam dicampur dan dimixer sampai rata (campuran 1)

- Tepung terigu, tepung umbi dahlia, tepung maizena, susu bubuk, baking powder dicampur kering (campuran 2)

- Campuran 1 dan campuran 2 dijadikan satu kemudian ditambah dengan sedikit air dan diadoni selama 15 menit atau sampai adonan dapat dicetak dengan penggiling adonan.

b. Pembentukan atau pencetakan

- Adonan dipipihkan setebal 4 mm dan dicetak dengan cetakan atau dapat juga dicetak dengan dalam bentuk lingkaran.

(41)

40

Adonan yang sudah dibentuk kemudian dimasukkan dalam oven yang sudah dipanaskan terlebih dahulu dengan suhu 180ºC, kemudian dipanggang selama 25-30 menit. Sedangkan untuk cetakan dalam bentuk bulat oven dipanaskan terlebih dahulu dengan suhu 150ºC dan dipanggang selama 15-20 menit.

d. Pengangkatan atau pendinginan

Setelah biskuit matang kemudian diangkat dan dikeluarkan dari oven dalam keadaan masih lembek karena setelah dingin biskuit akan menjadi keras/renyah.

3. Tahap Penyelesaian

- Biskuit dimasukkan dalam kemasan sesuai dengan kelompoknya. Pengemasan dilakukan setelah biskuit dingin.

- Dilakukan uji organoleptik biskuit (aroma, warna, rasa dan tekstur). Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan panelis.

3.7. Uji Daya Terima

Penilaian secara subjektif dilakukan dengan uji organoleptik. Uji organoleptik adalah penilaian yang menggunakan indera. Jenis uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan/hedonik menyatakan suka/tidaknya terhadap suatu produk.

(42)

menjadi 3 tingkatan dengan skor yang paling rendah adalah 1 dan skor yang paling tinggi adalah 3. Berdasarkan tingkatannya, tingkat penerimaan konsumen dapat diketahui sesuai dengan tabel 3.3. berikut.

Tabel 3.3 Tingkat Penerimaan Konsumen

Organoleptik Skala Hedonik Skala Numerik

Warna Suka 3

Untuk penilaian kesukaan/analisa sifat sensoris suatu komoditi diperlukan alat instrumen, alat yang digunakan terdiri dari orang/kelompok orang yang disebut panel, orang yang bertugas sebagai panel disebut panelis.

Syarat-syarat seseorang panelis adalah : a. Sehat (terutama orang untuk menguji) b. Tidak lelah

c. Bisa bekerja sama

2. Pelaksanaan Penilaian a. Waktu dan Tempat

(43)

42

b. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah biskuit umbi dahlia dari penambahan tepung umbi dahlia dengan variasi perbandingan sebesar 25% dan 50% dari jumlah tepung terigu yang digunakan. Sedangkan alat yang digunakan adalah formulir penilaian, alat tulis dan air minum dalam kemasan.

3. Langkah-langkah pada Uji Daya Terima

a. Mempersilahkan panelis untuk duduk di ruangan yang telah disediakan.

b. Membagikan sampel dengan kode sesuai variasi, air minum dalam kemasan, formulir penilaian dan alat tulis.

c. Memberikan penjelasan singkat kepada panelis tentang cara memulai dan cara pengisian formulir.

d. Memberikan kesempatan kepada panelis untuk memulai dan menuliskan penilaian pada lembar fomulir penilaian.

e. Mengumpulkan formulir yang telah diisi oleh panelis.

f. Setelah formulir penilaian dikumpulkan kemudian dianalisis.

3.8. Pengolahan dan Analisis Data

(44)

% = x 100 Keterangan :

% = skor presentase

n = jumlah skor yang diperoleh

N = skor ideal (skor tertinggi x jumlah panelis)

Untuk mengubah data skor persentase menjadi nilai kesukaan konsumen, analisisnya sama dengan analisis kualitatif dengan nilai yang berbeda, yaitu sebagai berikut:

Nilai tertinggi = 3 (suka) Nilai terendah = 1 (tidak suka)

Jumlah kriteria yang ditentukan = 3 kriteria Jumlah panelis = 30 orang

a. Skor maximum = jumlah panelis x nilai tertinggi = 30 x 3 = 90

b. Skor minimum = jumlah panelis x nilai terendah = 30 x 1 = 30

c. Persentase maksimum =

x 100%

=

x 100% = 100%

d. Persentase minimum =

x 100%

=

x 100% = 33,3%

(45)

44

= 100% - 33,3% = 66,7% f. Interval presentase = Rentangan : Jumlah kriteria

= 66,7% : 3 = 22,2% ≈ 22%

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka dapat dibuat interval persentase dan kriteria kesukaan sebagai berikut.

Tabel 3.4 Interval Persentase dan Kriteria Kesukaan

Presentase (%) Kriteria kesukaan

78 – 100,0 Suka

56 – 77,9 Kurang suka

34 – 55,9 Tidak suka

Setelah mengetahui bagaimana penerimaan panelis terhadap biskuit yang dihasilkan, langkah selanjutnya adalah mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pada organoleptik biskuit dengan berbagai perlakuan jumlah penambahan tepung umbi dahlia, maka dapat dilakukan Uji Analisis Varians (Anova) dengan analisis sidik ragam rancangan acak lengkap (Rahayu, 1998).

(46)

a. db perlakuan : r-1 b. db panelis : t-1 c. db error : (r-1) x (t-1) d. db total : (rt-1)

2. Faktor Koreksi (FK)

Faktor koreksi : 1. Jumlah Kuadrat (JK)

a. Jumlah kuadrat perlakuan :

b. Jumlah kuadrat panelis :

c. Junlah kuadrat error : JK total – JK perlakuan – JK panelis 2. Jumlah kuadrat rata-rata

a. Jumlah kuadrat perlakuan : JK perlakuan : db perlakuan b. Jumlah kuadrat panelis : JK panelis : db panelis c. Jumlah kuadrat error : JK error : db error

3. FHitung : JKR perlakuan : JKR error Bandingkan FHitung dengan FTabel

Bila FHitung > FTabel = Ho di tolak, Ha di terima Bila FHitung < FTabel = Ho di terima, Ha di tolak

(47)

46

Dengan Uji Ganda Duncan maka dapat diketahui perlakuan mana yang paling berbeda dengan perlakuan lainnya dan perlakuan mana yang hanya sedikit berbeda dengan perlakuan lainnya.

Sy =

Kemudian dilanjutkan dengan menghitung range tingkat nyata 5% dengan melihat derajat bebas galat dimana diperoleh.

(48)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Karakteristik Tepung Umbi Dahlia

Tepung umbi dahlia memiliki karakteristik berwarna krem kecoklatan, tekstur yang halus, dan memiliki aroma khas umbi dahlia. Berikut ini merupakan gambar tepung umbi dahlia.

Gambar 4.1 Tepung Umbi Dahlia

4.2. Karakteristik Biskuit dengan Penambahan Tepung Umbi Dahlia Pembuatan biskuit umbi dahlia dilakukan dengan 2 perlakuan, yaitu penambahan tepung umbi dahlia sebesar 25% dan 50%. Perlakuan yang berbeda pada pembuatan biskuit akan menghasilkan karakteristik biskuit yang berbeda. Perbedaan kedua biskuit dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

(49)

48

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat perbedaan pada masing-masing perlakuan. Pada masing-masing perlakuan yang dilakukan terhadap biskuit umbi dahlia dihasilkan karakteristik warna, tekstur, aroma, dan rasa yang berbeda. Tabel karakteristik biskuit umbi dahlia adalah sebagai berikut.

Tabel 4.1 Karakteristik Biskuit Umbi Dahlia

Karakteristik Biskuit

A1 adalah biskuit tepung umbi dahlia 25% + tepung terigu 75% A2 adalah biskuit tepung umbi dahlia 50% + tepung terigu 50%

4.3. Analisis Organoleptik Rasa Biskuit dengan Penambahan Tepung Umbi Dahlia

Hasil analisis organoleptik rasa biskuit umbi dahlia dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini.

Tabel 4.2 Hasil Analisis Organoleptik Rasa Biskuit Umbi Dahlia

(50)

Hasil analisis sidik ragam terhadap rasa biskuit umbi dahlia dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4.3 Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Rasa Biskuit Umbi Dahlia

Sumber

Berdasarkan analisis sidik ragam seperti terlihat pada tabel di atas, bahwa ada perbedaan hasil penilaian terhadap rasa biskuit dengan penambahan tepung umbi dahlia 25% dan 50% dengan nilai Fhitung (16,3) ternyata lebih besar dari Ftabel (4,18). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung umbi dahlia dengan berbagai variasi memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa biskuit yang dihasilkan. Oleh karena adanya perbedaan antara kedua perlakuan tersebut, maka dilanjutkan dengan Uji Ganda Duncan dengan hasil sebagai berikut.

Tabel 4.4 Hasil Uji Ganda Duncan terhadap Rasa Biskuit Umbi Dahlia

Perlakuan A1 A2

Rata-rata 2,9 2,4

A2-A1 = 2,4-2,9 = -0,5 > 0,25 Jadi, A2≠A1

(51)

50

4.4. Analisis Organoleptik Aroma Biskuit dengan Penambahan Tepung Umbi Dahlia

Hasil analisis organoleptik aroma biskuit umbi dahlia dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini.

Tabel 4.5 Hasil Analisis Organoleptik Aroma Biskuit Umbi Dahlia

Aroma Biskuit adalah biskuit pada perlakuan A1 yaitu 90 (95,5%), sehingga A1 termasuk dalam kriteria suka. Hal ini menunjukkan bahwa biskuit A1 yang paling disukai panelis berdasarkan indikator aroma. Sedangkan A2 memiliki total skor 69 (76,7%), sehingga A2 termasuk kriteria kurang suka. Hal ini menunjukkan bahwa biskuit A2 kurang disukai panelis berdasarkan indikator aroma.

Hasil analisis sidik ragam terhadap aroma biskuit umbi dahlia dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini.

Tabel 4.6 Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Aroma Biskuit Umbi Dahlia

Sumber

(52)

umbi dahlia 25% dan 50% dengan nilai Fhitung (18,5) ternyata lebih besar dari Ftabel (4,18). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung umbi dahlia dengan berbagai variasi memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma biskuit yang dihasilkan. Oleh karena adanya perbedaan antara kedua perlakuan tersebut, maka dilanjutkan dengan Uji Ganda Duncan dengan hasil sebagai berikut.

Tabel 4.7 Hasil Uji Ganda Duncan terhadap Aroma Biskuit Umbi Dahlia

Perlakuan A1 A2

Rata-rata 2,9 2,4

A2-A1 = 2,3-2,87 = -0,57 > 0,26 Jadi, A2≠A1

Berdasarkan Uji Duncan di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap aroma biskuit umbi dahlia A2 (50%) tidak sama dengan aroma biskuit umbi dahlia A1 (25%). Hal ini berarti bahwa aroma biskuit A1 lebih disukai karena skor yang lebih tinggi yaitu 2,87 daripada aroma biskuit A2 yaitu dengan skor 2,3.

4.5. Analisis Organoleptik Warna Biskuit dengan Penambahan Tepung Umbi Dahlia

Hasil analisis organoleptik warna biskuit umbi dahlia dapat dilihat pada tabel 4.8 dibawah ini.

Tabel 4.8 Hasil Analisis Organoleptik Warna Biskuit Umbi Dahlia

(53)

52

kriteria suka. Hal ini menunjukkan bahwa biskuit A1 yang paling disukai panelis berdasarkan indikator warna. Sedangkan A2 memiliki total skor 74 (82,2%), sehingga A2 termasuk kriteria suka. Hal ini menunjukkan bahwa warna biskuit A1 dan A2 sama-sama disukai panelis, tetapi A1 memiliki skor yang lebih tinggi.

Hasil analisis sidik ragam terhadap warna biskuit umbi dahlia dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut ini.

Tabel 4.9 Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Warna Biskuit Umbi Dahlia

Sumber

Berdasarkan analisis sidik ragam seperti terlihat pada tabel di atas, bahwa tidak ada perbedaan hasil penilaian terhadap warna biskuit dengan penambahan tepung umbi dahlia 25% dan 50% dengan nilai Fhitung (3,86) lebih kecil dari Ftabel (4,18). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung umbi dahlia dengan berbagai variasi tidak memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna biskuit yang dihasilkan.

4.6. Analisis Organoleptik Tekstur Biskuit dengan Penambahan Tepung Umbi Dahlia

(54)

Tabel 4.10 Hasil Analisis Organoleptik Tekstur Biskuit Umbi Dahlia

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa hasil analisis organoleptik tekstur pada A1 dan A2 memiliki skor yang sama yaitu 80 (88,9), sehingga A1 dan A2 termasuk kriteria suka. Hal ini menunjukkan bahwa panelis menyukai tekstur kedua biskuit.

Tabel 4.11 Hasil Analisis Sidik Ragam Tekstur Biskuit Umbi Dahlia

Sumber

(55)

54

4.7. Kandungan Zat Gizi Biskuit Umbi Dahlia Berdasarkan Perhitungan DKBM dan Hasil Analisis Laboratorium

Dari setiap 1 kg (1000 gram) umbi dahlia segar yang sudah dikupas kulitnya menghasilkan 100 gram tepung umbi dahlia. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa berat kering yang dihasilkan (tepung umbi dahlia) adalah 10% dari berat basahnya (umbi dahlia segar). Setiap perlakuan penambahan tepung umbi dahlia (adonan) menghasilkan 500 gr biskuit, yaitu 100 keping biskuit dengan berat ± 5 gr/keping.

Pada penelitian ini telah dilakukan dua perlakuan yang berbeda dengan penambahan tepung umbi dahlia dalam pembuatan biskuit sehingga dihasilkan biskuit dengan kandungan gizi yang berbeda. Pada penelitian ini perhitungan zat gizi protein dan lemak dilihat berdasarkan DKBM, sedangkan karbohidrat dan inulin berdasarkan hasil analisis laboratorium yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.12 Kandungan Zat Gizi Biskuit dengan Penambahan Tepung Umbi Dahlia per 100 gram Berdasarkan Perhitungan DKBM dan Hasil Analisis

1Dikutip dari Daftar Komposisi Bahan Makanan Depkes RI, 2005 2Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan (2016)

3Saraswanti Indo Genetech (2016)

(56)

biskuit dengan penambahan tepung umbi dahlia 50% memiliki energi 400,4 kkal, karbohidrat sebesar 38,4 gram, protein sebesar 7,1 dan lemak sebesar 20,9 gram. Dengan demikian, biskuit umbi dahlia memiliki kalori yang lebih rendah, karbohidrat lebih rendah, protein lebih tinggi, dan lemak yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan biskuit tanpa penambahan tepung umbi dahlia.

Berdasarkan tabel 4.12 dapat juga dilihat bahwa biskuit dengan penambahan tepung umbi dahlia 25% (A1) memiliki kandungan inulin 19,7 gr, sedangkan biskuit dengan penambahan tepung umbi dahlia 50% (A2) memiliki kandungan inulin 20,1 gr per 100 gr biskuit. Dalam hal ini, semakin tinggi penambahan tepung umbi dahlia maka semakin tinggi kandungan inulin dari biskuit.

(57)

56 BAB V PEMBAHASAN

5.8. Deskripsi Biskuit yang Dihasilkan

Dari hasil penelitian, karakteristik biskuit dengan penambahan tepung umbi dahlia 25% berwarna coklat muda, beraroma khas biskuit, rasanya khas biskuit, dan teksturnya renyah. Karakteristik biskuit dengan penambahan tepung umbi dahlia 50% berwarna coklat tua, beraroma khas tepung umbi dahlia, rasanya khas tepung umbi dahlia, dan teksturnya agak keras.

5.9. Daya Terima Panelis terhadap Rasa Biskuit dengan Penambahan Tepung Umbi Dahlia

Pengujian organoleptik terhadap rasa biskuit oleh panelis menunjukkan bahwa biskuit umbi dahlia yang paling disukai yaitu biskuit dengan penambahan tepung umbi dahlia 25% dengan skor 87 (96,7%), sedangkan untuk biskuit dengan penambahan tepung umbi dahlia 50% juga disukai dengan skor 72 (80%). Hal ini berarti bahwa persentase penerimaan panelis terhadap rasa biskuit semakin menurun dengan semakin meningkatnya penambahan tepung umbi dahlia. Panelis lebih menyukai biskuit dengan penambahan tepung umbi dahlia 25% karena rasanya tidak jauh berbeda dengan rasa biskuit pada umumnya, dan pada biskuit dengan penambahan tepung umbi dahlia 50% rasanya kurang manis disebabkan oleh sifat inulin, yaitu tidak berasa.

(58)

yang bermakna bahwa penambahan tepung umbi dahlia dengan berbagai variasi memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa biskuit yang dihasilkan.

Rasa lebih banyak melibatkan panca indera yaitu lidah, agar suatu senyawa dapat dikenali rasanya, senyawa tersebut harus dapat mengadakan hubungan dengan mikrovilus dan impuls yang terbentuk yang dikirim melalui syaraf ke pusat susunan syaraf. Rasa suatu bahan makanan dipengaruhi oleh senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Setiap orang mempunyai batas konsentrasi terendah terhadap suatu rasa agar masih bisa dirasakan (threshold). Batas ini tidak sama pada tiap-tiap orang dan threshold seseorang terhadap rasa yang berbeda juga tidak sama. Akibat yang

ditimbulkan mungkin peningkatan intensitas rasa atau penurunan intensitas rasa (Winarno, 1997).

5.10. Daya Terima Panelis terhadap Aroma Biskuit dengan Penambahan Tepung Umbi Dahlia

Pengujian organoleptik terhadap aroma biskuit oleh panelis menunjukkan bahwa biskuit umbi dahlia yang paling disukai yaitu biskuit dengan penambahan tepung umbi dahlia 25% dengan skor 87 (95,5%), sedangkan untuk biskuit dengan penambahan tepung umbi dahlia 50% masih kurang disukai dengan skor 69 (76,7%). Hal ini berarti bahwa persentase penerimaan panelis terhadap aroma biskuit semakin menurun dengan semakin meningkatnya penambahan tepung umbi dahlia.

(59)

58

yang masing-masing mempunyai aroma yang khas. Menurut Kartika (1988), aroma yaitu bau yang sukar diukur sehingga biasanya menimbulkan pendapat yang berlainan dalam menilai kualitas aromanya. Perbedaan pendapat disebabkan setiap orang memiliki perbedaan penciuman, meskipun mereka dapat membedakan aroma namun setiap orang mempunyai kesukaan yang berlainan.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap aroma dari kedua perlakuan pada biskuit yang dihasilkan dengan Fhitung lebih besar dari Ftabel (18,5 > 4,18) yang bermakna bahwa penambahan tepung umbi dahlia dengan berbagai variasi memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma biskuit yang dihasilkan.

Indera penciuman sangat sensitif terhadap bau dan kecepatan timbulnya bau lebih kurang 0,8 detik. Kepekaan indera penciuman diperkirakan berkurang setiap bertambahnya umur satu tahun. Penerimaan indera penciuman akan berkurang oleh adanya senyawa – senyawa tertentu seperti misalnya formaldehida. Kelelahan daya penciuman terhadap bau dapat terjadi dengan cepat (Winarno, 1997).

5.11. Daya Terima Panelis terhadap Warna Biskuit dengan Penambahan Tepung Umbi Dahlia

(60)

ini berarti bahwa persentase penerimaan panelis terhadap warna biskuit semakin menurun dengan semakin meningkatnya penambahan tepung umbi dahlia.

Perbedaan warna pada kedua perlakuan biskuit terutama dipengaruhi oleh penambahan tepung umbi dahlia. Warna biskuit pada perlakuan A1 adalah coklat muda, sedangkan pada perlakuan A2 adalah coklat tua. Warna biskuit dalam penelitian ini terutama dipengaruhi oleh tepung umbi dahlia. Semakin banyak penambahan tepung umbi dahlia maka warna biskuit akan semakin coklat, dikarenakan warna dari tepung umbi dahlia adalah coklat muda.

Berdasarkan hasil analisa sidik ragam terhadap warna dari kedua perlakuan pada biskuit yang dihasilkan dengan Fhitung lebih kecil dari Ftabel (3,86 < 4,18) yang bermakna bahwa penambahan tepung umbi dahlia dengan berbagai variasi tidak memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna biskuit yang dihasilkan.

Warna makanan yang menarik dapat memengaruhi dan membangkitkan selera makan konsumen, bahkan warna dapat menjadi petunjuk bagi kualitas makanan yang dihasilkan. Warna juga mempunyai peran dan arti yang sangat penting pada komoditas pangan karena memengaruhi penerimaan konsumen terhadap komoditas tersebut (Winarno, 1997).

5.12. Daya Terima Panelis terhadap Tekstur Biskuit dengan Penambahan Tepung Umbi Dahlia

(61)

60

sama disukai oleh panelis yaitu dengan skor 80 (88,9%). Hal ini berarti bahwa persentase penerimaan panelis terhadap tekstur biskuit pada kedua perlakuan adalah sama, baik dengan penambahan 25% maupun 50%.

Menurut Winarno (1997), tekstur dan konsistensi suatu bahan akan memengaruhi cita rasa yang ditimbulkan bahan tersebut karena dapat memengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori dan kelenjar air liur. Semakin kental suatu bahan, penerimaan terhadap intensitas rasa, bau, dan cita rasa semakin berkurang.

Berdasarkan hasil analisa sidik ragam terhadap tesktur dari kedua perlakuan pada biskuit yang dihasilkan dengan Fhitung lebih kecil dari Ftabel (0 < 4,18) yang bermakna bahwa penambahan tepung umbi dahlia dengan berbagai variasi tidak memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap tekstur biskuit yang dihasilkan.

5.13. Kandungan Gizi Biskuit dengan Penambahan Tepung Umbi Dahlia Berdasarkan Perhitungan DKBM

(62)

5,25 gr. Biskuit dengan penambahan tepung umbi dahlia 50% dalam setiap 100 gram (20 keping biskuit) memberikan sumbangan energi sebesar 400,4 kkal, karbohidrat 38,4 gr, protein 7,1 gr, dan lemak 20,9 gr. Dengan demikian, 5 keping biskuit A2 mengandung energi 100,1 gr, karbohidrat 9,6 gr, protein 1,77 gr, dan lemak 5,22 gr.

5.14. Analisis Kandungan Inulin dan Karbohidrat dengan Penambahan Tepung Umbi Dahlia

Berdasarkan hasil uji laboratorium yang telah dilakukan terhadap biskuit umbi dahlia bahwa terdapat kandungan karbohidrat dan inulin yang berbeda pada perlakuan I dan perlakuan II. Analisis kandungan karbohidrat telah dilakukan di Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan dengan menggunakan metode SNI 01-2891-1992, sedangkan uji kandungan inulin dilakukan di laboratorium kimia PT. Saraswanti Indo Genetech Bogor dengan menggunakan metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography).

Kandungan karbohidrat biskuit berbeda pada tiap perlakuan. Biskuit dengan penambahan tepung umbi dahlia 25% memberikan sumbangan karbohidrat sebesar 36,7 gr per 100 gr biskuit, sedangkan biskuit dengan penambahan tepung umbi dahlia 50% memberikan sumbangan karbohidrat sebesar 38,4 gr tiap 100 gr biskuit.

(63)

62

Kandungan inulin pada biskuit dengan penambahan tepung umbi dahlia 25% (A1) yaitu 19,7 gr per 100 gr biskuit, sedangkan biskuit dengan penambahan tepung umbi dahlia 50% (A2) yaitu 20,1 gr per 100 gr biskuit. Setiap 100 gr biskuit umbi dahlia terdapat 20 keping biskuit, sehingga berat 1 keping biskuit adalah 5 gram. Jadi, setiap 1 keping biskuit (5 gram) mengandung ±1 gr inulin.

Pada orang dewasa anjuran asupan inulin adalah 5-15 gram/hari dan untuk anak-anak sebanyak 1-3 gram/hari (Surono, 2004). Untuk memenuhi asupan tersebut, biskuit yang dikonsumsi oleh orang dewasa minimal adalah 25 gram (5 keping) biskuit dan untuk anak-anak minimal adalah 5 gram (1 keping) biskuit dalam sehari.

Biskuit dengan penambahan tepung umbi dahlia memiliki keunggulan pada kandungan inulinnya yang tidak dimiliki oleh biskuit yang ada di pasaran.

Kandungan inulin pada biskuit umbi dahlia juga lebih tinggi dibandingkan dengan pangan lain yang mengandung inulin seperti bawang merah, bawang putih asparagus, gandum, dan pisang.

Inulin merupakan oligosakarida alami dan salah satu jenis fruktan atau polimer fruktosa (rantai gabungan monomer fruktosa). Inulin berfungsi sebagai prebiotik, tidak dapat dicerna oleh usus dan dapat merangsang pertumbuhan bakteri baik di dalam saluran pencernaan. Inulin berbentuk serbuk berwarna putih, tidak berasa, tidak berbau, dan tahan panas. Inulin juga memiliki kalori yang lebih rendah dibandingkan dengan karbohidrat jenis lain.

(64)

magnesium, mencegah konstipasi, dan meningkatkan kekebalan tubuh. Inulin juga dapat mengurangi resiko beberapa penyakit seperti mengurangi resiko osteoporosis, mengurangi resiko kanker usus, mengurangi risiko penyakit jantung koroner, dan membantu mengendalikan kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2.

Biskuit umbi dahlia cocok dikonsumsi sebagai makanan cemilan bagi seseorang yang ingin melakukan diet rendah kalori karena kalorinya lebih rendah dibandingkan biskuit biasa. Selain itu biskuit umbi dahlia juga dapat dikonsumsi oleh penderita diabetes karena mengandung inulin. Inulin mampu menurunkan tingkat kolesterol pada penderita diabetes dan tidak merangsang pelepasan insulin. Inulin bukan hanya bersifat prebiotik, tapi juga karbohidrat rendah kalori, yaitu 1,5 kkal/gram. Inulin melewati mulut, lambung, dan usus halus tanpa dimetabolisme, sehingga cocok dikonsumsi penderita diabetes.

(65)

64 BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Penambahan tepung umbi dahlia dalam pembuatan biskuit memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa dan aroma biskuit, tetapi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna dan tekstur biskuit.

2. Berdasarkan indikator rasa, aroma, dan warna, biskuit yang paling disukai panelis adalah biskuit dengan penambahan tepung umbi dahlia 25%. Sedangkan berdasarkan indikator tekstur, biskuit dengan penambahan tepung umbi dahlia 25% dan 50% sama-sama disukai oleh panelis.

3. Penambahan tepung umbi dahlia menurunkan kandungan kalori pada biskuit bila dibandingkan dengan biskuit tanpa penambahan tepung umbi dahlia.

4. Kandungan inulin pada biskuit A1 adalah 19,7 gr, sedangkan biskuit A2 adalah 20,1 gr per 100 gr biskuit.

(66)

6.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, hal yang dapat disarankan adalah sebagai berikut :

1. Agar masyarakat dapat menjadikan biskuit umbi dahlia sebagai makanan cemilan yang rendah kalori dan mengandung inulin yang dibutuhkan tubuh dan bermanfaat bagi kesehatan.

2. Perlu dilakukan penganekaragaman makanan lainnya dari umbi dahlia untuk memperkenalkan umbi dahlia kepada masyarakat sebagai pangan yang bergizi.

(67)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Umbi Dahlia

Tanaman hias dan sekaligus penghasil bunga potong, dahlia, sudah lama dikenal di Indonesia sejak penjajahan Belanda. Tanaman yang berasal dari Meksiko ini baru dikenal di Spanyol pada abad ke-16. Tahun 1789 biji dan tanaman dahlia disebarluaskan di beberapa Negara Eropa. Spesies aslinya adalah Dahlia variabilis yang melalui biji dapat menghasilkan tipe-tipe baru

(Rismunandar, 1995).

Dahlia merupakan salah satu tanaman hias berbunga indah. Namun secara taksonomi tanaman dahlia merupakan tanaman perdu berumbi yang sifatnya tahunan (perenial). Tanaman ini berbunga pada musim panas sampai musim gugur. Dahlia berasal dari Meksiko dan mulai dibudidayakan di Eropa tahun 1789, tepatnya di Royal Botanical Garden Madrid, Spanyol, kemudian menyebar ke seluruh Eropa Barat. Di Indonesia, tanaman dahlia pertama kali dikembangkan di Jawa Barat, pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda. (Saryono dkk, 1998).

Berdasarkan bentuk bunga, dahlia dibagi dalam delapan kelompok, yaitu Cactus dahlia, Single dahlia, Pompon dahlia, Decoratif informal dahlia, Collerette

(kraag) dahlia, Anemone dahlia, dan Peony dahlia (Rismunandar, 1995). Dalam

(68)

Tabel 2.1 Klasifikasi Ilmiah Tanaman Dahlia

Klasifikasi Ilmiah

Kingdom Plantae (tumbuhan)

Super Divisi Spermatophyta (mengandung biji) Divisi Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) Kelas Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)

Sub Kelas Asteridae

Ordo Asterales

Famili Asteraceae

Genus Dahlia

Spesies Dahlia pinnata, Dahlia variabilis, Dahlia coccinea, Dahlia juarezii

Sumber: Kurniawan, 2014

Menurut Iskandar (2014) yang mengutip pendapat Hidayat dan Mulyani (2002), tanaman dahlia dapat tumbuh dengan baik pada daerah berhawa sejuk dengan suhu ideal berkisar antara 10-15oC pada ketinggian tanah 560-1400 m dpl dengan curah hujan 1900-3000 mm per tahun dan memerlukan aerasi yang baik serta sinar matahari yang penuh dan terbuka.

Tanaman dahlia merupakan tanaman yang banyak ditemukan di dataran tinggi Indonesia sebagai tanaman hias. Bunga dahlia dimanfaatkan sebagai bunga potong sedangkan umbinya yang masih memiliki batang digunakan sebagai bibit dan umbi yang tidak memiliki batang merupakan limbah. Umbi dahlia menjadi sumber karbohidrat berupa inulin yang menjadi potensi besar untuk dieksplorasi. Kandungan inulin umbi dahlia kering sebesar 65-75% (Haryani dkk., 2013).

(69)

11

(a) (b) Gambar 2.1 Umbi Dahlia (a) dan Bunga Dahlia (b)

2.1.1. Kandungan Gizi Umbi Dahlia

Pada prinsipnya, semua jenis umbi dahlia mengandung karbohidrat, protein, dan lemak, tetapi kadar dan sifatnya bervariasi. Adanya perbedaan hasil penelitian ini disebabkan oleh iklim, jenis tanah, curah hujan, dan faktor lingkungan lainnya. Komposisi kimia umbi dahlia dapat dilihat pada tabel 2.2. Tabel 2.2 Komposisi Kimia Umbi Dahlia (% berat kering) per 100 gram

No. Komposisi Kadar (%) proksimat lima jenis umbi dahlia dapat dilihat pada tabel 2.3 dibawah ini.

Tabel 2.3 Hasil Analisis Proksimat Umbi Dahlia per 100 gram (bk)

Jenis

Umbi* Kadar Abu Kadar Protein Kadar Lemak

Kadar

(70)

Keterangan :

D1 : Informal decorative D2 : Formal decorative D3 : Formal decorative D4 : Pompon

D5 : Pompon

2.1.2. Inulin

Inulin merupakan oligosakarida alami yang dihasilkan oleh banyak tanaman. Inulin dalam tanaman disimpan pada akar atau umbi. Kebanyakan tanaman yang mensintesis dan menyimpan inulin tidak menyimpan bahan dalam bentuk pati (Hidayat, 2006). Inulin merupakan serbuk berwarna putih, tidak berasa, tidak berbau, dan tahan panas (Roberfroid, 2007).

Inulin didefinisikan sebagai komponen pangan yang tidak dapat dicerna dan dapat merangsang secara selektif pertumbuhan dan aktivitas bakteri yang menguntungkan dalam saluran pencernaan. Inulin dapat bertahan di saluran pencernaan atas dan kemudian difermentasi di usus besar. Selain itu, karakter inulin yang juga memperbaiki dan melindungi usus, inulin dapat mengurangi risiko penyakit di saluran cerna di usus (Roberfroid, 2007). Dengan definisi inulin sebagai komponen pangan yang tidak dapat dicerna oleh tubuh, maka inulin termasuk dalam kelompok serat pangan (Brownawell, 2012).

(71)

13

65,7% berat kering (Ma’aruf, 2011). Kandungan inulin pada berbagai tanaman

dapat dilihat pada tabel 2.4 di bawah ini.

Tabel 2.4 Kandungan Inulin pada Beberapa Pangan

Sumber Bagian yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan fungsional karena memiliki kandungan serat yang tinggi. Inulin sering digunakan dalam medis dan farmasi karena dapat mengurangi resiko kanker usus besar dan menormalkan kadar gula darah pada penderita diabetes. Inulin diketahui dapat membantu metabolisme lemak sehingga mempengaruhi penurunan kolesterol dan trigliserida (Kaur dan Gupta, 2002).

Menurut Hidayat (2006), inulin digunakan dalam berbagai makanan karena memiliki karakteristik fungsional yang sangat baik. Inulin dapat digunakan untuk menggantikan fungsi dari gula, lemak dan tepung pada makanan. Selain itu, juga membantu penyerapan kalsium dan mendukung pertumbuhan bakteri baik dalam usus.

Pada prinsipnya, semua jenis umbi dahlia mengandung inulin, tetapi kadar dan sifatnya bervariasi. Lima jenis umbi dahlia dari daerah Cianjur, Jawa Barat, telah dikaji potensi dan karakteristik inulinnya. Jenis dahlia yang diteliti adalah Dahlia pinnata karena paling banyak dibudidayakan (Widowati dkk., 2005).

(72)

Tabel 2.5 Kadar Inulin Umbi Dahlia per 100 gram bahan

Jenis Umbi Kadar Inulin Umbi (% bb) Kadar Inulin Umbi (% bk)

Informal decorative 13,3 66,9

Formal decorative 5,9 51,5

Formal decorative 13,2 81,5

Pompon 16,3 80,1

Pompon 13,4 82,8

Sumber : Widowati, Titi, dan Zaharani (2005)

Selain umbi dahlia, beberapa umbi uwi (Dioscorea spp.) juga telah dikaji potensi kadar inulinnya. Kadar inulin pada beberapa umbi uwi dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.6 Nilai Rata-Rata Kadar Inulin dari Berbagai Varietas Umbi Uwi (Dioscorea Spp.)

Varietas Uwi Kadar Inulin (% bk)

Uwi ungu 7,227

Gembili 14,629

Uwi kuning 12,528

Gembolo 11,042

Uwi kuning kulit coklat 13,723

Sumber: Yuniar, 2010

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa gembili memiliki kadar inulin tertinggi diantara varietas uwi yang lain. Salah satu produk pangan dari gembili adalah es krim gembili. Adanya prebiotik yang terkandung dalam gembili membuat es krim ini dapat menjadi alternatif makanan kesehatan (Kusumawati, 2013). Selain gembili, umbi lain yang mengandung prebiotik inulin adalah umbi garut dan dimanfaatkan dalam pembuatan cookies garut (Yunarti, 2015).

2.1.3. Inulin sebagai Prebiotik

(73)

15

sehingga memiliki kemampuan untuk menjaga keberadaan bakteri yang bermanfaat bagi kesehatan. Prebiotik dapat memupuk pertumbuhan bakteri yang bermanfaat, namun tidak menyuburkan keberadaan bakteri jahat (Kolida, 2002).

Prebiotik didefinisikan sebagai ingredient pangan yang tidak dapat dicerna namun secara selektif menstimulir pertumbuhan dan aktivitas mikroba yang menguntungkan dalam saluran pencernaan sehingga memberikan efek kesehatan bagi yang mengonsumsinya (Roberfroid, 2007). Syarat suatu pangan bisa dikatakan sebagai prebiotik adalah resistensi terhadap keasaman lambung, hidrolisis oleh enzim dan absorpsi di saluran pencernaan mamalia, kedua dapat difermentasi oleh mikroflora usus, dan yang ketiga adalah selektif merangsang pertumbuhan dan/ atau aktivitas bakteri di usus yang dihubungkan dengan kesehatan dan keadaan yang lebih baik (Brownawell dkk, 2012).

Senyawa-senyawa yang termasuk kelompok prebiotik antara lain inulin, fructooligosaccharides (FOS), isomaltooligosaccharides, lactosuccrose, lactulose, pyro-dextrins, soy oligosaccharides, trans-galactooligosaccharides,

xylo- oligosaccharides (Amarowicz, 1999). Tetapi pada tahun 2007 hanya dua

food ingredient yang dapat memenuhi kriteria prebiotik yaitu inulin dan

trans-galactooligosaccharides (TOS) (Roberfroid, 2007). Inulin sebagai prebiotik telah

banyak menarik perhatian peneliti pada tiga dekade ini. Hal ini karena inulin mempunyai efek prebiotik paling baik (Roberfroid, 2001).

(74)

secara spesifik belum ada, namun dimasukkan dalam peraturan BPOM sebagai kategori serat pangan. Inulin termasuk dalam serat pangan dan merupakan salah satu komponen prebiotik yang terbukti meningkatkan absorpsi kalsium dalam tubuh, mengurangi serangan dan resiko diare, dan meningkatkan aktivitas Bifidobacteria pada fecal (Slavin, 2013).

Beberapa negara sudah memiliki aturan mengenai standar jumlah prebiotik yang dikonsumsi khususnya inulin. Di Eropa konsumsi rata-rata inulin adalah 2-12 g/hari, sedangkan Belgia sebesar 5-8 g/hari, dan di Spanyol konsumsi rata-ratanya adalah 7-12 g/hari (Valeria dkk, 2011). Menurut Surono (2004) yang dikutip oleh Yunarti (2015), jumlah prebiotik yang efektif adalah 1-3 gram per hari untuk anak-anak dan 5-15 gram per hari untuk orang dewasa.

Inulin sebagai prebiotik telah dibuktikan dengan penelitian Artanti (2009) yang meneliti mengenai pengaruh prebiotik inulin dan Fruktooligosakarida (FOS) terhadap pertumbuhan tiga jenis probiotik yaitu, E. faecium IS-27526, L. plantarium IS-10605 dan L. Casei strain Shirota. Hasilnya bahwa prebiotik inulin

dapat dimanfaatkan untuuk membantu pertumbuhan probiotik L. plantarium IS 10605 dan L. casei strain Shirota (Wahyuningsih, 2014).

2.1.3. Manfaat Umbi Dahlia

(75)

17

dalam usus besar sehingga berimplikasi positif terhadap kesehatan tubuh (Widowati, 2006).

Di dalam usus besar, hampir seluruh inulin difermentasi menjadi asam-asam lemak rantai pendek dan beberapa mikroflora spesifik menghasilkan asam-asam laktat. Hal ini menyebabkan penurunan pH kolon sehingga pertumbuhan bakteri patogen terhambat. Mekanisme seperti ini berimplikasi pada peningkatan kekebalan tubuh (Widowati, 2006). .

Asam laktat yang dihasilkan juga merangsang gerak peristaltik usus sehingga mencegah konstipasi dan meningkatkan penyerapan kalsium untuk mencegah osteoporosis. Untuk mendapatkan manfaat di atas, inulin telah digunakan dalam beberapa produk susu. Manfaat peningkatan kekebalan tubuh lebih diarahkan untuk anak-anak, sedangkan mencegah osteoporosis ditujukan bagi wanita usia menopause (Widowati, 2006). .

Inulin mempunyai sifat yang serupa dengan serat pangan, mampu mengikat mineral seperti kalsium dan magnesium di dalam usus kecil. Asam-asam lemak rantai pendek seperti asetat, propionat dan butirat yang dibentuk dari fermentasi inulin dalam jalur usus untuk memfasilitasi penyerapan dalam usus besar dari kalsium dan magnesium. Peristiwa ini bermanfaat untuk mencegah terjadinya osteoporosis (Rohdiana, 2008).

(76)

menempel pada dinding saluran cerna, sehingga melunakkan kotoran si kecil dan memiliki efek langsung mengurangi gangguan dalam saluran cerna, mencegah konstipasi atau sembelit, memperbaiki kebiasaan buang air besar agar lebih teratur serta merangsang sistem pertahanan tubuh (Anonim, 2013).

Menurut BPOM (2011), serat pangan inulin dapat membantu mempertahankan/memelihara fungsi saluran pencernaan dan menurunkan risiko penyakit, diantaranya membantu menurunkan kadar kolesterol darah, membantu mengurangi risiko timbulnya penyakit jantung koroner, dan membantu mengendalikan kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2.

Bagi penderita diabetes, inulin mampu menurunkan tingkat kolesterol. propionat, produk fermentasi inulin dalam usus besar dapat menghambat hidroksil metil glutaril-koA (HMG-CoA) reduktase yang merupakan enzim yang berperan

dalam biosintesis kolesterol. Inulin terbukti juga mampu menunda pengosongan lambung dan atau waktu transit pada usus kecil (Rohdiana, 2008).

Seperti substansi prebiotik lainnya, inulin mampu melindungi tubuh dari risiko kanker dan sejumlah penyakit lainnya. Sebuah riset telah dilakukan terhadap 18 pria sehat sebagai sukarelawan. Mereka diberi sarapan sereal yang mengandung 18% inulin selama beberapa pekan. Hasil riset menunjukkan, kolesterol plasma dan tingkat triasil gliserol semua sukarelawan mengalami penurunan yang signifikan (Rohdiana, 2008).

(77)

19

sirup fruktosa. Sementara dalam bidang farmasi, inulin digunakan untuk uji fungsi ginjal (Widowati, 2006).

Inulin merupakan salah satu komponen bahan pangan yang banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan fungsional karena memiliki kandungan serat yang tinggi. Inulin sering digunakan dalam medis dan farmasi karena dapat mengurangi resiko kanker usus besar dan menormalkan kadar gula darah pada penderita diabetes. Inulin diketahui dapat membantu metabolisme lemak sehingga mempengaruhi penurunan kolesterol dan trigliserida (Kaur dan Gupta, 2002).

Menurut Kaur dan Gupta (2002), manfaat inulin bagi tubuh adalah:

1. Bifidogenic (mampu menjaga pertumbuhan Bifidobacterium di usus besar) 2. Merangsang sistem kekebalan tubuh,

3. Mengurangi jumlah bakteri patogen dalam usus, 4. Mengurangi resiko konstipasi,

5. Mengurangi resiko osteoporosis dengan cara meningkatkan absorpsi kalsium,

6. Mengurangi resiko atheroklerosis dengan cara mengurangi sintesis trigliserida dan asam lemak pada hati dan mengurangi konsentrasi trigliserida dan asam lemak pada serum darah,

7. Mengatur konsentrasi hormon insulin dan glucagon, sehingga dapat mengontrol metabolisme karbohidrat dan lemak dengan cara menurunkan kadar glukosa darah,

(78)

2.2. Biskuit

Biskuit adalah produk makanan kering yang dibuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar terigu, lemak, dan bahan pengembang dengan atau tanpa penambahan bahan makanan tambahan lain yang di ijinkan (SNI, 1992)

Biskuit yang dihasilkan harus memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan agar aman untuk dikonsumsi. Syarat mutu biskuit yang berlaku secara umum di Indonesia yaitu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992), seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 2.7 Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992

No. Kriteria Uji Klasifikasi

1. Air Maksimum 5%

2. Protein Minimum 9%

3. Lemak Minimum 9.5%

4. Karbohidrat Minimum 70%

5. Abu Maksimum 1.6%

6. Logam berbahaya Negatif

7. Serat kasar Maksimum 0,5%

8. Kalori (kal/100 gr) Minimum 400

9. Bau dan rasa Normal

10. Warna Normal

Sumber: Standar Nasional Indonesia, 1992

2.2.1. Jenis Biskuit

Berdasarkan SNI. 01.2973.1992 biskuit dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis seperti berikut ini:

1. Biskuit Keras

(79)

21

2. Biskuit Crackers

Crackers adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui

proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya mengarah ke asin dan renyah, serta bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis.

3. Cookies

Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar

lemak tinggi dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat.

4. Wafer

Wafer adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga.

2.2.2. Kandungan Gizi Biskuit

(80)

Tabel 2.8 Komposisi Zat Gizi Biskuit per 100 gram

Sumber: Standar Nasional Indonesia, 1992

2.2.3. Bahan-Bahan Pembuatan Biskuit

Menurut Faridah (2008) yang dikutip oleh Fatimah (2013), bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit dibedakan menjadi bahan pengikat (binding material) dan bahan pelembut (tenderizing material). Bahan pengikat terdiri dari

tepung, ragi dan air, sedangkan bahan pelembut terdiri dari gula, lemak atau minyak (shortening), bahan pengembang, dan kuning telur.

1. Tepung terigu

Tepung terigu adalah bahan utama dalam pembuatan biskuit dan memengaruhi proses pembuatan adonan. Fungsi tepung adalah sebagai struktur biskuit. Sebaiknya dalam pembuatan biskuit menggunakan tepung terigu protein rendah (8-9%). Jika menggunakan tepung terigu jenis ini akan menghasilkan kue yang rapuh dan kering merata.

2. Air

(81)

23

3. Gula

Dalam pembuatan biskuit gula yang digunakan sebaiknya menggunakan gula halus atau tepung gula. Di dalam pembuatan biskuit, gula berfungsi sebagai pemberi rasa dan berperan dalam menentukan penyebaran dan struktur rekahan kue.

4. Susu Bubuk

Susu ini memiliki reaksi mengikat terhadap protein tepung. Dalam pembuatan biskuit susu berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma biskuit serta menambah nilai gizi produk.

5. Telur

Telur berpengaruh terhadap tekstur produk patiseri sebagai hasil dari fungsi emulsifikasi, pelembut tekstur, dan daya pengikat. Telur digunakan untuk menambah rasa dan warna. Telur juga membuat produk lebih mengembang karena menangkap udara selama pengocokan. Putih telur bersifat sebagai pengikat/pengeras. Kuning telur bersifat sebagai pengempuk.

6. Lemak

(82)

stabilitas yang tinggi karena biskuit akan disimpan dalan waktu lama dan biskuit mudah tengik.

7. Garam

Garam ditambahkan untuk membangkitkan rasa lezat bahan-bahan lain yang digunakan dalam pembuatan biskuit. Sebenarnya jumlah garam yang ditambahkan tergantung kepada beberapa faktor, terutama jenis tepung yang dipakai. Tepung dengan kadar protein yang lebih rendah akan membutuhkan lebih banyak garam karena garam akan memperkuat protein.

8. Bahan Pengembang

Kelompok leavening agents (pengembang adonan) merupakan kelompok senyawa kimia yang akan terurai menghasilkan gas di dalam adonan. Salah satu leavening agents yang sering digunakan dalam pengolahan biskuit adalah baking

powder. Baking powder memiliki sifat cepat larut pada suhu kamar dan tahan

selama pengolahan. Fungsi bahan pengembang adalah untuk meng“aerasi”

adonan, sehingga menjadi ringan dan berpori, menghasilkan biskuit yang renyah dan halus teksturnya (Faridah, 2008).

2.2.4. Resep dan Cara Pembuatan Biskuit

Salah satu resep dalam membuat biskuit (Soewitomo, 2006) adalah: 1. Tepung terigu 250 gram

(83)

25

5. Susu bubuk 25 gram 6. Baking Powder ½ sdt 7. Garam ½ sdt

8. Kuning telur 2 butir 9. Air 50 ml

Proses pembuatan biskuit secara garis besar terdiri dari pencampuran (mixing), pembentukan (forming) dan pemanggangan (bucking). Tahap pencampuran bertujuan meratakan pendistribusian bahan-bahan yang digunakan dan untuk memperoleh adonan dengan konsistensi yang halus. Ada beberapa hal cara pembuatan biskuit yang baik yang harus diperhatikan yaitu:

1. Pilih tepung berprotein rendah dengan jumlah yang tepat. Jumlah tepung yang terlalu banyak akan membuat biskuit bertekstur keras. Sebaliknya, jika tepungnya kurang akan menghasilkan biskuit yang tidak renyah.

2. Gula juga memegang peran penting, sebaiknya gula diganti dengan bahan yang rendah kalori atau dimodifikasi dengan bahan yang mempunyai cita rasa manis, misalnya gula dari buah-buahan.

3. Bahan lemak yang biasanya menggunakan margarin, mentega atau minyak. Jumlah yang digunakan sesuai dengan kebutuhan kesehatan tubuh.

Gambar

Gambar 1. Umbi dahlia dikupas
Gambar 10. Uji Organoleptik
Tabel 3.2 Jumlah Pemakaian Bahan pada Pembuatan Biskuit Tepung Umbi Dahlia  Jenis Bahan A1 A2
Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Tepung Umbi Dahlia
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Panitia pengadaan barang/Jasa pada Kanreg III Badan Kepegawaian Negara akan melaksanakan Pelelangan Sederhana dengan pascakualifikasi (Pelelangan Ulang 3) untuk

Jl Raya Ragunan No B1 Kelurahan Jati Padang Pasar Minggu-Jakarta Selatan 12540.. Direktur PT FASADE KOBETAMA INTERNASIONAL

Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan Daerah Kementerian Keuangan Provinsi Jawa Barat melaksanakan Pelelangan Paket Pekerjaan Lelang Jasa Konsultansi Perencana Konstruksi

16/Pan.PBJ/KR.III/II/2016, Tanggal 5 Pebruari 2016, tentang Penetapan Pemenang Lelang Pengadaan Jasa Pemeliharaan Kebersihan Gedung dan Halaman Kantor Regional III

[r]

deskripsi dengan penerapan model picture and picture terjadi peningkatan pada siklus I yaitu 3,4 dikategorikan baik dalam hal ini dapat dilihat bahwa guru telah

Dengan menggunakan fasilitas internet setiap penggemar bola dapat memberikan suaranya untuk memprediksikan negara mana yang akan menjadi juara dunia dan juga dapat mengetahui