• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Daya Terima dan Nilai Gizi Biskuit yang Dimodifikasi dengan Tepung Umbi Dahlia (Dahlia Sp)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Daya Terima dan Nilai Gizi Biskuit yang Dimodifikasi dengan Tepung Umbi Dahlia (Dahlia Sp)"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Umbi Dahlia

Tanaman hias dan sekaligus penghasil bunga potong, dahlia, sudah lama dikenal di Indonesia sejak penjajahan Belanda. Tanaman yang berasal dari Meksiko ini baru dikenal di Spanyol pada abad ke-16. Tahun 1789 biji dan tanaman dahlia disebarluaskan di beberapa Negara Eropa. Spesies aslinya adalah Dahlia variabilis yang melalui biji dapat menghasilkan tipe-tipe baru (Rismunandar, 1995).

Dahlia merupakan salah satu tanaman hias berbunga indah. Namun secara taksonomi tanaman dahlia merupakan tanaman perdu berumbi yang sifatnya tahunan (perenial). Tanaman ini berbunga pada musim panas sampai musim gugur. Dahlia berasal dari Meksiko dan mulai dibudidayakan di Eropa tahun 1789, tepatnya di Royal Botanical Garden Madrid, Spanyol, kemudian menyebar ke seluruh Eropa Barat. Di Indonesia, tanaman dahlia pertama kali dikembangkan di Jawa Barat, pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda. (Saryono dkk, 1998).

(2)

Tabel 2.1 Klasifikasi Ilmiah Tanaman Dahlia

Klasifikasi Ilmiah

Kingdom Plantae (tumbuhan)

Super Divisi Spermatophyta (mengandung biji) Divisi Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)

Kelas Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)

Sub Kelas Asteridae

Ordo Asterales

Famili Asteraceae

Genus Dahlia

Spesies Dahlia pinnata, Dahlia variabilis, Dahlia coccinea, Dahlia juarezii

Sumber: Kurniawan, 2014

Menurut Iskandar (2014) yang mengutip pendapat Hidayat dan Mulyani (2002), tanaman dahlia dapat tumbuh dengan baik pada daerah berhawa sejuk dengan suhu ideal berkisar antara 10-15oC pada ketinggian tanah 560-1400 m dpl dengan curah hujan 1900-3000 mm per tahun dan memerlukan aerasi yang baik serta sinar matahari yang penuh dan terbuka.

Tanaman dahlia merupakan tanaman yang banyak ditemukan di dataran tinggi Indonesia sebagai tanaman hias. Bunga dahlia dimanfaatkan sebagai bunga potong sedangkan umbinya yang masih memiliki batang digunakan sebagai bibit dan umbi yang tidak memiliki batang merupakan limbah. Umbi dahlia menjadi sumber karbohidrat berupa inulin yang menjadi potensi besar untuk dieksplorasi. Kandungan inulin umbi dahlia kering sebesar 65-75% (Haryani dkk., 2013).

(3)

(a) (b)

Gambar 2.1 Umbi Dahlia (a) dan Bunga Dahlia (b)

2.1.1. Kandungan Gizi Umbi Dahlia

Pada prinsipnya, semua jenis umbi dahlia mengandung karbohidrat, protein, dan lemak, tetapi kadar dan sifatnya bervariasi. Adanya perbedaan hasil penelitian ini disebabkan oleh iklim, jenis tanah, curah hujan, dan faktor lingkungan lainnya. Komposisi kimia umbi dahlia dapat dilihat pada tabel 2.2. Tabel 2.2 Komposisi Kimia Umbi Dahlia (% berat kering) per 100 gram

No. Komposisi Kadar (%) proksimat lima jenis umbi dahlia dapat dilihat pada tabel 2.3 dibawah ini.

Tabel 2.3 Hasil Analisis Proksimat Umbi Dahlia per 100 gram (bk)

Jenis

Umbi* Kadar Abu Kadar Protein Kadar Lemak

Kadar

(4)

Keterangan :

D1 : Informal decorative D2 : Formal decorative D3 : Formal decorative D4 : Pompon

D5 : Pompon

2.1.2. Inulin

Inulin merupakan oligosakarida alami yang dihasilkan oleh banyak tanaman. Inulin dalam tanaman disimpan pada akar atau umbi. Kebanyakan tanaman yang mensintesis dan menyimpan inulin tidak menyimpan bahan dalam bentuk pati (Hidayat, 2006). Inulin merupakan serbuk berwarna putih, tidak berasa, tidak berbau, dan tahan panas (Roberfroid, 2007).

Inulin didefinisikan sebagai komponen pangan yang tidak dapat dicerna dan dapat merangsang secara selektif pertumbuhan dan aktivitas bakteri yang menguntungkan dalam saluran pencernaan. Inulin dapat bertahan di saluran pencernaan atas dan kemudian difermentasi di usus besar. Selain itu, karakter inulin yang juga memperbaiki dan melindungi usus, inulin dapat mengurangi risiko penyakit di saluran cerna di usus (Roberfroid, 2007). Dengan definisi inulin sebagai komponen pangan yang tidak dapat dicerna oleh tubuh, maka inulin termasuk dalam kelompok serat pangan (Brownawell, 2012).

(5)

65,7% berat kering (Ma’aruf, 2011). Kandungan inulin pada berbagai tanaman

dapat dilihat pada tabel 2.4 di bawah ini.

Tabel 2.4 Kandungan Inulin pada Beberapa Pangan

Sumber Bagian yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan fungsional karena memiliki kandungan serat yang tinggi. Inulin sering digunakan dalam medis dan farmasi karena dapat mengurangi resiko kanker usus besar dan menormalkan kadar gula darah pada penderita diabetes. Inulin diketahui dapat membantu metabolisme lemak sehingga mempengaruhi penurunan kolesterol dan trigliserida (Kaur dan Gupta, 2002).

Menurut Hidayat (2006), inulin digunakan dalam berbagai makanan karena memiliki karakteristik fungsional yang sangat baik. Inulin dapat digunakan untuk menggantikan fungsi dari gula, lemak dan tepung pada makanan. Selain itu, juga membantu penyerapan kalsium dan mendukung pertumbuhan bakteri baik dalam usus.

(6)

Tabel 2.5 Kadar Inulin Umbi Dahlia per 100 gram bahan

Jenis Umbi Kadar Inulin Umbi (% bb) Kadar Inulin Umbi (% bk)

Informal decorative 13,3 66,9

Formal decorative 5,9 51,5

Formal decorative 13,2 81,5

Pompon 16,3 80,1

Pompon 13,4 82,8

Sumber : Widowati, Titi, dan Zaharani (2005)

Selain umbi dahlia, beberapa umbi uwi (Dioscorea spp.) juga telah dikaji potensi kadar inulinnya. Kadar inulin pada beberapa umbi uwi dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.6 Nilai Rata-Rata Kadar Inulin dari Berbagai Varietas Umbi Uwi (Dioscorea Spp.)

Varietas Uwi Kadar Inulin (% bk)

Uwi ungu 7,227

Gembili 14,629

Uwi kuning 12,528

Gembolo 11,042

Uwi kuning kulit coklat 13,723

Sumber: Yuniar, 2010

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa gembili memiliki kadar inulin tertinggi diantara varietas uwi yang lain. Salah satu produk pangan dari gembili adalah es krim gembili. Adanya prebiotik yang terkandung dalam gembili membuat es krim ini dapat menjadi alternatif makanan kesehatan (Kusumawati, 2013). Selain gembili, umbi lain yang mengandung prebiotik inulin adalah umbi garut dan dimanfaatkan dalam pembuatan cookies garut (Yunarti, 2015).

2.1.3. Inulin sebagai Prebiotik

(7)

sehingga memiliki kemampuan untuk menjaga keberadaan bakteri yang bermanfaat bagi kesehatan. Prebiotik dapat memupuk pertumbuhan bakteri yang bermanfaat, namun tidak menyuburkan keberadaan bakteri jahat (Kolida, 2002).

Prebiotik didefinisikan sebagai ingredient pangan yang tidak dapat dicerna namun secara selektif menstimulir pertumbuhan dan aktivitas mikroba yang menguntungkan dalam saluran pencernaan sehingga memberikan efek kesehatan bagi yang mengonsumsinya (Roberfroid, 2007). Syarat suatu pangan bisa dikatakan sebagai prebiotik adalah resistensi terhadap keasaman lambung, hidrolisis oleh enzim dan absorpsi di saluran pencernaan mamalia, kedua dapat difermentasi oleh mikroflora usus, dan yang ketiga adalah selektif merangsang pertumbuhan dan/ atau aktivitas bakteri di usus yang dihubungkan dengan kesehatan dan keadaan yang lebih baik (Brownawell dkk, 2012).

Senyawa-senyawa yang termasuk kelompok prebiotik antara lain inulin, fructooligosaccharides (FOS), isomaltooligosaccharides, lactosuccrose, lactulose, pyro-dextrins, soy oligosaccharides, trans-galactooligosaccharides, xylo- oligosaccharides (Amarowicz, 1999). Tetapi pada tahun 2007 hanya dua food ingredient yang dapat memenuhi kriteria prebiotik yaitu inulin dan trans-galactooligosaccharides (TOS) (Roberfroid, 2007). Inulin sebagai prebiotik telah banyak menarik perhatian peneliti pada tiga dekade ini. Hal ini karena inulin mempunyai efek prebiotik paling baik (Roberfroid, 2001).

(8)

secara spesifik belum ada, namun dimasukkan dalam peraturan BPOM sebagai kategori serat pangan. Inulin termasuk dalam serat pangan dan merupakan salah satu komponen prebiotik yang terbukti meningkatkan absorpsi kalsium dalam tubuh, mengurangi serangan dan resiko diare, dan meningkatkan aktivitas Bifidobacteria pada fecal (Slavin, 2013).

Beberapa negara sudah memiliki aturan mengenai standar jumlah prebiotik yang dikonsumsi khususnya inulin. Di Eropa konsumsi rata-rata inulin adalah 2-12 g/hari, sedangkan Belgia sebesar 5-8 g/hari, dan di Spanyol konsumsi rata-ratanya adalah 7-12 g/hari (Valeria dkk, 2011). Menurut Surono (2004) yang dikutip oleh Yunarti (2015), jumlah prebiotik yang efektif adalah 1-3 gram per hari untuk anak-anak dan 5-15 gram per hari untuk orang dewasa.

Inulin sebagai prebiotik telah dibuktikan dengan penelitian Artanti (2009) yang meneliti mengenai pengaruh prebiotik inulin dan Fruktooligosakarida (FOS) terhadap pertumbuhan tiga jenis probiotik yaitu, E. faecium IS-27526, L. plantarium IS-10605 dan L. Casei strain Shirota. Hasilnya bahwa prebiotik inulin dapat dimanfaatkan untuuk membantu pertumbuhan probiotik L. plantarium IS 10605 dan L. casei strain Shirota (Wahyuningsih, 2014).

2.1.3. Manfaat Umbi Dahlia

(9)

dalam usus besar sehingga berimplikasi positif terhadap kesehatan tubuh (Widowati, 2006).

Di dalam usus besar, hampir seluruh inulin difermentasi menjadi asam-asam lemak rantai pendek dan beberapa mikroflora spesifik menghasilkan asam-asam laktat. Hal ini menyebabkan penurunan pH kolon sehingga pertumbuhan bakteri patogen terhambat. Mekanisme seperti ini berimplikasi pada peningkatan kekebalan tubuh (Widowati, 2006). .

Asam laktat yang dihasilkan juga merangsang gerak peristaltik usus sehingga mencegah konstipasi dan meningkatkan penyerapan kalsium untuk mencegah osteoporosis. Untuk mendapatkan manfaat di atas, inulin telah digunakan dalam beberapa produk susu. Manfaat peningkatan kekebalan tubuh lebih diarahkan untuk anak-anak, sedangkan mencegah osteoporosis ditujukan bagi wanita usia menopause (Widowati, 2006). .

Inulin mempunyai sifat yang serupa dengan serat pangan, mampu mengikat mineral seperti kalsium dan magnesium di dalam usus kecil. Asam-asam lemak rantai pendek seperti asetat, propionat dan butirat yang dibentuk dari fermentasi inulin dalam jalur usus untuk memfasilitasi penyerapan dalam usus besar dari kalsium dan magnesium. Peristiwa ini bermanfaat untuk mencegah terjadinya osteoporosis (Rohdiana, 2008).

(10)

menempel pada dinding saluran cerna, sehingga melunakkan kotoran si kecil dan memiliki efek langsung mengurangi gangguan dalam saluran cerna, mencegah konstipasi atau sembelit, memperbaiki kebiasaan buang air besar agar lebih teratur serta merangsang sistem pertahanan tubuh (Anonim, 2013).

Menurut BPOM (2011), serat pangan inulin dapat membantu mempertahankan/memelihara fungsi saluran pencernaan dan menurunkan risiko penyakit, diantaranya membantu menurunkan kadar kolesterol darah, membantu mengurangi risiko timbulnya penyakit jantung koroner, dan membantu mengendalikan kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2.

Bagi penderita diabetes, inulin mampu menurunkan tingkat kolesterol. propionat, produk fermentasi inulin dalam usus besar dapat menghambat hidroksil metil glutaril-koA (HMG-CoA) reduktase yang merupakan enzim yang berperan dalam biosintesis kolesterol. Inulin terbukti juga mampu menunda pengosongan lambung dan atau waktu transit pada usus kecil (Rohdiana, 2008).

Seperti substansi prebiotik lainnya, inulin mampu melindungi tubuh dari risiko kanker dan sejumlah penyakit lainnya. Sebuah riset telah dilakukan terhadap 18 pria sehat sebagai sukarelawan. Mereka diberi sarapan sereal yang mengandung 18% inulin selama beberapa pekan. Hasil riset menunjukkan, kolesterol plasma dan tingkat triasil gliserol semua sukarelawan mengalami penurunan yang signifikan (Rohdiana, 2008).

(11)

sirup fruktosa. Sementara dalam bidang farmasi, inulin digunakan untuk uji fungsi ginjal (Widowati, 2006).

Inulin merupakan salah satu komponen bahan pangan yang banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan fungsional karena memiliki kandungan serat yang tinggi. Inulin sering digunakan dalam medis dan farmasi karena dapat mengurangi resiko kanker usus besar dan menormalkan kadar gula darah pada penderita diabetes. Inulin diketahui dapat membantu metabolisme lemak sehingga mempengaruhi penurunan kolesterol dan trigliserida (Kaur dan Gupta, 2002).

Menurut Kaur dan Gupta (2002), manfaat inulin bagi tubuh adalah:

1. Bifidogenic (mampu menjaga pertumbuhan Bifidobacterium di usus besar) 2. Merangsang sistem kekebalan tubuh,

3. Mengurangi jumlah bakteri patogen dalam usus, 4. Mengurangi resiko konstipasi,

5. Mengurangi resiko osteoporosis dengan cara meningkatkan absorpsi kalsium,

6. Mengurangi resiko atheroklerosis dengan cara mengurangi sintesis trigliserida dan asam lemak pada hati dan mengurangi konsentrasi trigliserida dan asam lemak pada serum darah,

7. Mengatur konsentrasi hormon insulin dan glucagon, sehingga dapat mengontrol metabolisme karbohidrat dan lemak dengan cara menurunkan kadar glukosa darah,

(12)

2.2. Biskuit

Biskuit adalah produk makanan kering yang dibuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar terigu, lemak, dan bahan pengembang dengan atau tanpa penambahan bahan makanan tambahan lain yang di ijinkan (SNI, 1992)

Biskuit yang dihasilkan harus memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan agar aman untuk dikonsumsi. Syarat mutu biskuit yang berlaku secara umum di Indonesia yaitu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992), seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 2.7 Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992

No. Kriteria Uji Klasifikasi

1. Air Maksimum 5%

2. Protein Minimum 9%

3. Lemak Minimum 9.5%

4. Karbohidrat Minimum 70%

5. Abu Maksimum 1.6%

6. Logam berbahaya Negatif

7. Serat kasar Maksimum 0,5%

Berdasarkan SNI. 01.2973.1992 biskuit dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis seperti berikut ini:

1. Biskuit Keras

(13)

2. Biskuit Crackers

Crackers adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya mengarah ke asin dan renyah, serta bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis.

3. Cookies

Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat.

4. Wafer

Wafer adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga.

2.2.2. Kandungan Gizi Biskuit

(14)

Tabel 2.8 Komposisi Zat Gizi Biskuit per 100 gram

Sumber: Standar Na sional Indonesia, 1992

2.2.3. Bahan-Bahan Pembuatan Biskuit

Menurut Faridah (2008) yang dikutip oleh Fatimah (2013), bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit dibedakan menjadi bahan pengikat (binding material) dan bahan pelembut (tenderizing material). Bahan pengikat terdiri dari tepung, ragi dan air, sedangkan bahan pelembut terdiri dari gula, lemak atau minyak (shortening), bahan pengembang, dan kuning telur.

1. Tepung terigu

Tepung terigu adalah bahan utama dalam pembuatan biskuit dan memengaruhi proses pembuatan adonan. Fungsi tepung adalah sebagai struktur biskuit. Sebaiknya dalam pembuatan biskuit menggunakan tepung terigu protein rendah (8-9%). Jika menggunakan tepung terigu jenis ini akan menghasilkan kue yang rapuh dan kering merata.

2. Air

(15)

3. Gula

Dalam pembuatan biskuit gula yang digunakan sebaiknya menggunakan gula halus atau tepung gula. Di dalam pembuatan biskuit, gula berfungsi sebagai pemberi rasa dan berperan dalam menentukan penyebaran dan struktur rekahan kue.

4. Susu Bubuk

Susu ini memiliki reaksi mengikat terhadap protein tepung. Dalam pembuatan biskuit susu berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma biskuit serta menambah nilai gizi produk.

5. Telur

Telur berpengaruh terhadap tekstur produk patiseri sebagai hasil dari fungsi emulsifikasi, pelembut tekstur, dan daya pengikat. Telur digunakan untuk menambah rasa dan warna. Telur juga membuat produk lebih mengembang karena menangkap udara selama pengocokan. Putih telur bersifat sebagai pengikat/pengeras. Kuning telur bersifat sebagai pengempuk.

6. Lemak

(16)

stabilitas yang tinggi karena biskuit akan disimpan dalan waktu lama dan biskuit mudah tengik.

7. Garam

Garam ditambahkan untuk membangkitkan rasa lezat bahan-bahan lain yang digunakan dalam pembuatan biskuit. Sebenarnya jumlah garam yang ditambahkan tergantung kepada beberapa faktor, terutama jenis tepung yang dipakai. Tepung dengan kadar protein yang lebih rendah akan membutuhkan lebih banyak garam karena garam akan memperkuat protein.

8. Bahan Pengembang

Kelompok leavening agents (pengembang adonan) merupakan kelompok senyawa kimia yang akan terurai menghasilkan gas di dalam adonan. Salah satu leavening agents yang sering digunakan dalam pengolahan biskuit adalah baking powder. Baking powder memiliki sifat cepat larut pada suhu kamar dan tahan selama pengolahan. Fungsi bahan pengembang adalah untuk meng“aerasi”

adonan, sehingga menjadi ringan dan berpori, menghasilkan biskuit yang renyah dan halus teksturnya (Faridah, 2008).

2.2.4. Resep dan Cara Pembuatan Biskuit

Salah satu resep dalam membuat biskuit (Soewitomo, 2006) adalah: 1. Tepung terigu 250 gram

(17)

5. Susu bubuk 25 gram 6. Baking Powder ½ sdt 7. Garam ½ sdt

8. Kuning telur 2 butir 9. Air 50 ml

Proses pembuatan biskuit secara garis besar terdiri dari pencampuran (mixing), pembentukan (forming) dan pemanggangan (bucking). Tahap pencampuran bertujuan meratakan pendistribusian bahan-bahan yang digunakan dan untuk memperoleh adonan dengan konsistensi yang halus. Ada beberapa hal cara pembuatan biskuit yang baik yang harus diperhatikan yaitu:

1. Pilih tepung berprotein rendah dengan jumlah yang tepat. Jumlah tepung yang terlalu banyak akan membuat biskuit bertekstur keras. Sebaliknya, jika tepungnya kurang akan menghasilkan biskuit yang tidak renyah. 2. Gula juga memegang peran penting, sebaiknya gula diganti dengan bahan

yang rendah kalori atau dimodifikasi dengan bahan yang mempunyai cita rasa manis, misalnya gula dari buah-buahan.

3. Bahan lemak yang biasanya menggunakan margarin, mentega atau minyak. Jumlah yang digunakan sesuai dengan kebutuhan kesehatan tubuh.

(18)

5. Bahan pemuai terkadang diperlukan dalam pembuatan kue kering. Bahan ini dapat menjadikan kue bertambah renyah.

6. Bahan tambahan lain dapat dipadukan agar mengahsilkan kue yang berkualitas. Misalnya susu, kulit jeruk, rempah-rempah, kacang-kacangan, dan lain sebagainya. Sebaiknya pilih susu kedelai yang mempunyai banyak manfaat sebagai penangkal radikal bebas penyebab kanker, menurunkan kolesterol dalam darah, menghindari penyakit jantung koroner, mengurangi tekanan darah tinggi, membantu, mengurangi keluhan pada masa menopause dan mencegah osteoporosis (Muaris, 2007).

Cara membuat biskuit meliputi beberapa proses, yaitu:

1. Campur tepung terigu, garam, baking powder, susu bubuk, diadoni menjadi satu sampai merata

2. Masukan mentega, kuning telur, garam, gula mixer menjadi satu kedalam adonan pertama

3. Campurkan adonanan pertama dan kedua menjadi satu

4. Kemudian tunggu 30 menit untuk menghasilkan adonan mengembang 5. Adonan dipipihkan dan dicetak sesuai selera

6. Letakkan adonan kue yang telah dibentuk dalam loyang yang sudah diolesi margarin

(19)

2.3. Cita Rasa Makanan

Menurut Wirakusumah (1990) yang dikutip oleh Dalimunte (2011), kesukaan terhadap makanan didasari oleh sensorik, sosial, psikologi, agama, emosi, budaya, kesehatan, ekonomi, cara persiapan dan pemasakan makanan, serta faktor-faktor terkait lainnya. Penilaian seseorang terhadap kualitas makanan berbeda-beda tergantung selera dan kesenangannya. Walaupun demikian ada beberapa aspek yang dapat dinilai yaitu persepsi terhadap cita rasa makanan, nilai gizi dan higiene atau kebersihan makanan tersebut.

1. Penampilan dan Cita Rasa Makanan

Menurut Moehji (1992) yang dikutip oleh Dalimunte (2011), cita rasa makanan mencakup 2 aspek utama yaitu penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan pada saat dimakan. Kedua aspek tersebut sama pentingnya untuk diperhatikan agar benar-benar dapat menghasilkan makanan yang memuaskan. Daya penerimaan terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang ditimbulkan oleh makanan melalui indera penglihat, penciuman serta perasa atau pencecap. Walaupun demikian faktor utama yang akhirnya memengaruhi daya penerimaan terhadap makanan yaitu rangsangan cita rasa yang ditimbulkan oleh makanan itu. Oleh karena itu, penting sekali dilakukan penilaian cita rasa untuk mengetahui daya penerimaan konsumen.

(20)

karena merupakan rangsangan pertama pada indera mata. Warna makanan yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa.

2. Konsistensi atau Tekstur Makanan

Konsistensi atau tekstur makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan cita rasa makanan karena sensitifitas indera cita rasa dipengaruhi oleh konsistensi makanan. Makanan yang berkonsistensi padat atau kental akan memberikan rangsangan lebih lambat terhadap indera kita.

Penyajian makanan merupakan faktor tertentu dalam penampilan hidangan yang disajikan. Jika penyajian makanan tidak dilakukan dengan baik, seluruh upaya yang telah dilakukan guna menampilkan makanan dengan cita rasa tinggi akan tidak berarti. Penampilan makanan waktu disajikan akan merangsang indera terutama penglihatan yang berkaitan dengan cita rasa makanan itu. Apabila penampilan makanan yang disajikan merangsang saraf melalui indera penglihatan sehingga mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, maka pada tahap selanjutnya rasa makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan terhadap indera penciuman dan indera perasa.

2.4. Uji Organoleptik

(21)

dapat memberikan hasil penilaian yang sangat teliti. Dalam beberapa hal penilaian dengan indera bahkan melebihi ketelitian alat yang paling sensitif.

Menurut Soekarto (2002) yang dikutip oleh Dalimunte (2011), penilaian organoleptik yang disebut juga penilaian indera atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian yang sudah sangat lama dikenal dan masih sangat umum digunakan. Metode penilaian ini banyak digunakan karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Dalam beberapa hal, penilaian dengan indera bahkan memiliki ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan alat ukur yang paling sensitif.

Menurut Rahayu (1998) yang dikutip oleh Fatimah (2013) sistem penilaian organoleptik telah dibakukan dan dijadikan alat penilaian di dalam Laboratorium. Penilaian organoleptik juga telah digunakan sebagai metode dalam penelitian dan pengembangan produk. Dalam hal ini prosedur penilaian memerlukan pembakuan yang baik dalam cara penginderaan maupun dalam melakukan analisa data.

(22)

1. Warna

Faktor yang mempengaruhi suatu bahan makanan antara lain tekstur, warna, cita rasa, dan nilai gizinya. Sebelum faktor-faktor yang lain dipertimbangkan secara visual. Faktor warna lebih berpengaruh dan kadang- kadang sangat menentukan suatu bahan pangan yang dinilai enak, bergizi dan teksturnya sangat baik, tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak indah dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya.

2. Aroma

Aroma dapat didefinisikan sebagai suatu yang dapat diamati dengan indera pembau untuk data menghasilkan aroma, zat harus dapat menguap, sedikit larut dalam air dan sedikit larut dalam lemak. Senyawa berbau sampai ke jaringan pembau dalam hidung bersama-sama dengan udara. penginderaan cara ini memasyarakatkan bahwa senyawa berbau bersifat atsiri.

3. Tekstur

Tekstur adalah faktor kualitas makanan yang paling penting, sehingga memberikan kepuasan terhadap kebutuhan kita. Oleh indera itu kita menghendaki makanan yang mempunyai rasa dan tekstur yang sesuai dengan yang kita harapkan, sehingga bila kita membeli makanan, maka pentingnya nilai gizi biasanya ditempatkan pada mutu setelah harga, tekstur dan rasa.

4. Rasa

(23)

penyusunnya. Umumnya bahan pangan tidak hanya terdiri dari satu macam rasa yang terpadu sehingga menimbulkan cita rasa makanan yang utuh. Perbedaan penilaian penelis terhadap rasa dapat diartikan sebagai penerimaannya terhadap flavor atau cita rasa yang dihasilkan oleh kombinasi bahan yang digunakan.

2.5. Panelis

Menurut Rahayu (1998) yang dikutip oleh Fatimah (2013) dalam penilaian organoleptik dikenal tujuh macam panel, yaitu panel perseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih, panel tidak terlatih, panel konsumen dan panel anak-anak. Perbedaan ketujuh panel tersebut didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik.

1. Panel Perseorangan

Panel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang sangat intensif. Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisis organoleptik dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah kepekaan tinggi, bias dapat dihindari, penilaian efisien.

2. Panel Terbatas

(24)

3. Panel Terlatih

Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik. Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan. Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau spesifik.

4. Panel Agak Terlatih

Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumya dilatih untuk mengetahui sifat-sifat tertentu.

5. Panel Tidak Terlatih

Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih berdasarkan jenis suku-suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panel tidak terlatih hanya diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana seperti sifat kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan.

6. Panel Konsumen

Panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada target pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.

7. Panel Anak-anak

(25)

2.6. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Bagan diatas menunjukkan bagaimana biskuit dengan modifikasi tepung umbi dahlia mempengaruhi daya terima dengan penilaian berdasarkan indikator warna, aroma, rasa, serta tekstur dan kandungan gizi biskuit dengan perbandingan 25% dan 50% dari jumlah tepung terigu yang digunakan.

Biskuit yang dimodifikasi dengan tepung umbi dahlia

(25% dan 50%)

Kandungan zat gizi biskuit yaitu karbohidrat dan inulin

Daya terima biskuit (aroma, rasa, warna, dan

Gambar

Gambar 2.1 Umbi Dahlia (a) dan Bunga Dahlia (b)
Tabel 2.4 Kandungan Inulin pada Beberapa Pangan Sumber Bagian yang
Tabel 2.6 Nilai Rata-Rata Kadar Inulin dari Berbagai Varietas Umbi Uwi (Dioscorea Spp.)
Tabel 2.7 Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992 No. Kriteria Uji Klasifikasi
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya terima biskuit tepung buah pepaya berdasarkan analisis organoleptik terhadap rasa, aroma, warna, dan tekstur biskuit tepung

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “UJI DAYA TERIMA DAN NILAI GIZI BISKUIT YANGDIMODIFIKASIDENGAN TEPUNG BUAH PEPAYA (Carica papaya L.)” ini beserta

Dan Nilai Gizi Biskuit Yang Dimodifikasi Dengan Tepung Buah Pepaya”. 1.2

Menurut SNI 01-2973-1992 biskuit adalah produk yang diperoleh dengan memanggang adonan dari tepung terigu dengan penambahan makanan lain dan dengan atau tanpa penambahan

Pengaruh Penambahan Tepung Pisang Kepok Terhadap Daya Terima Biskuit Sebagai alternatif Makanan Tambahan Anak Sekolah. Jurusan Gizi

tentang apa yang dirasakan oleh indera dengan mengisi tabel dibawah ini dengan..

Pengenalan penggunaan tepung kacang merah kepada masyarakat akan lebih efektif bila diterapkan sebagai bahan baku atau tambahan dalam pembuatan makanan yang sudah dikenal

Penambahan tepung kacang merah dalam pembuatan biskuit dengan berbagai variasi memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap penilaian uji daya terima baik dari segi