• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Uji Daya Terima Siswa Sekolah Dasar terhadap Biskuit

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Analisis Uji Daya Terima Siswa Sekolah Dasar terhadap Biskuit

Berdasarkan uji daya terima siswa Sekolah Dasar yang telah dilakukan dengan menggunakan pengujian organoleptik terhadap aroma menunjukkan penambahan tepung kacang merah 10% yang disukai, karena memiliki presentase tertinggi yaitu 80,6%. Sedangkan untuk penambahan tepung kacang merah 17,5% dan 25% masing-masing memiliki presentase yaitu 78,3% dan 77,8%.

Munculnya perbedaan aroma pada biskuit menghasilkan penilaian yang berbeda dari panelis. Hal ini disebabkan karena bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit yaitu seperti tepung terigu, tepung kacang merah, mentega dan susu masing-masing mempunyai aroma yang khas. Biskuit dengan penambahan sebesar 10% memiliki aroma yang lezat, dimana aroma susu dan mentega sangat menonjol. Anak-anak sekolah pada umumnya menyukai makanan yang memiliki aroma yang wangi.

Berdasarkan penelitian Gracia dkk (2009), pada pembuatan biskuit dengan penambahan tepung jagung, skor rata-rata penilaian aroma biskuit meningkat dengan adanya penambahan margarin, gula dan telur. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah konsentrasi margarin, gula dan telur akan mempengaruhi aroma dari biskuit jagung sehingga disukai oleh panelis.

Menurut Kartika (1988), aroma yaitu bau yang sukar diukur sehingga biasanya menimbulkan pendapat yang berlainan dalam menilai kualitas aromanya. Perbedaan pendapat disebabkan setiap orang memiliki perbedaan penciuman, meskipun mereka dapat membedakan aroma namun setiap orang mempunyai kesukaan yang berlainan.

Indera penciuman sangat sensitif terhadap bau dan kecepatan timbulnya bau lebih kurang 0,8 detik. Kepekaan indera penciuman diperkirakan berkurang setiap bertambahnya umur satu tahun. Penerimaan indera penciuman akan berkurang oleh adanya senyawa-senyawa tertentu misalnya formaldehida. Kelelahan daya penciuman terhadap bau dapat terjadi dengan cepat(Winarno,1997).

Rasa dalam biskuit merupakan kombinasi antara cita rasa dan aroma yang tercipta untuk memenuhi selera panelis. Pada umumnya, rasa biskuit merupakan hal yang menunjang karena hal pertama yang akan diperhatikan oleh panelis pada saat memberikan penilaian adalah rasa. Dari hasil penelitian, uji daya terima terhadap rasa menunjukkan bahwa rasa biskuit dengan penambahan tepung kacang merah 10% disukai oleh panelis karena memiliki presentase tertinggi yaitu 88,9% (dapat dilihat pada tabel 4.5). Sedangkan biskuit dengan penambahan 25% memiliki presentase terendah yaitu 66,7%. Biskuit dengan penambahan 10% lebih disukai oleh panelis, menurut panelis rasanya manis dan gurih. Semakin banyak tepung kacang merah yang ditambahkan, maka rasa biskuit yang dihasilkan terasa pahit.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Utami (2012), pembuatan biskuit dengan penambahan tepung pisang kepok sebanyak 45% memiliki penilaian tertinggi yaitu dengan skor 86 dan jumlah presentase sebesar 95,5%. Menurut Ginting (2009)

yang dikutip oleh Utami (2012), peningkatan jumlah presentasi hedonik terhadap rasa diikuti pula dengan peningkatan skor hedonik terhadap aroma. Semakin banyak konsentrasi subtitusi tepung pisang kepok maka semakin rendah skor penilaian panelis terhadap rasa biskuit pisang kepok.

Sementara penelitian yang dilakukan oleh Gracia dkk (2009), penambahan margarin, gula dan telur di dalam pembuatan biskuit subtitusi tepung jagung sangat mempengaruhi rasa biskuit. Semakin tinggi nilai penambahan bahan-bahan tersebut semakin disukai oleh panelis karena menurut panelis rasanya semakin enak.

Rasa lebih banyak melibatkan panca indera yaitu lidah, agar suatu senyawa dapat dikenali rasanya, senyawa tersebut harus dapat mengadakan hubungan dengan mikrovilus dan impuls yang terbentuk yang dikirim melalui syaraf ke pusat susunan syaraf. Rasa suatu bahan makanan dipengaruhi oleh senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Setiap orang mempunyai batas konsentrasi terendah terhadap suatu rasa agar masih bisa dirasakan (threshold). Batas ini tidak sama pada tiap-tiap orang dan threshold seseorang terhadap rasa yang berbeda juga tidak sama. Akibat yang ditimbulkan mungkin peningkatan intensitas rasa atau penurunan intensitas rasa (Winarno 1997). Hal ini juga yang memberikan perbedaan terhadap penilaian yang diberikan oleh panelis sehingga berbagai variasi penambahan tepung kacang merah memberi perbedaan rasa biskuit yang dihasilkan.

Uji daya terima terhadap warna menunjukkan bahwa biskuit dengan penambahan tepung kacang merah 10% disukai oleh siswa Sekolah Dasar karena memiliki presentase tertinggi yaitu 82,3% (dapat dilihat pada tabel 4.8). Warna tepung kacang merah memang berpengaruh terhadap warna produk biskuit yang

dihasilkan, dimana semakin banyak konsentrasi penggunaan tepung kacang merah, warna biskuit akan semakin coklat. Panelis yang merupakan anak sekolah memiliki cara pemilihan makanan yang berbeda dari orang dewasa. Anak sekolah pada umumnya lebih memperhatikan warna dalam memilih makanan, mereka cenderung menyukai warna-warna cerah pada makanan. Menurut mereka warna yang cerah sangat indah dilihat dan membuat mereka tertarik untuk mengonsumsinya.

Penampakan warna suatu bahan pangan merupakan faktor pertama yang dinilai sebelum pertimbangan lain seperti rasa dan nilai gizi. Menurut Winarno (1997), suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya. Warna makanan yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa.

Pewarnaan pada biskuit kacang merah ini terjadi karena reaksi Maillard. Pemanasan menyebabkan terbukanya sisi aktif beberapa asam amino dalam protein tepung dan terjadi reaksi dengan gula reduksi yang akan berakhir dengan terbentuknya melanoidin (berwarna coklat). Baik atau tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata. Warna coklat yang terbentuk pada biskuit kacang merah disebabkan karena reaksi pencoklatan non-enzimatis atau reaksi maillard. Menurut Winarno (1997) bahwa reaksi maillard dari group asam amino lisin terjadi dengan kehadiran gula reduksi seperti glukosa yang menghasilkan ikatan protein e-N-de-Soxyfructocyl-1-lysine yang menghasilkan warna coklat.

Menurut Utami (2012), pada pembuatan biskuit dengan penambahan tepung pisang kepok, tingkat kesukaan panelis terhadap 25% penambahan tepung pisang kepok dalam pembuatan biskuit memiliki skor tertinggi yaitu 85 (94,4%). Presentase skor hedonik semakin meningkat dengan semakin berkurangnya konsentrasi tepung pisang kepok yang digunakan sebagai pensubtitusi. Warna biskuit yang semakin kecoklatan tidak disukai oleh panelis yaitu anak Sekolah Dasar.

Fungsi warna pada suatu makanan sangatlah penting, karena dapat membangkitkan selera makan. Warna makanan yang menarik dapat mempengaruhi dan membangkitkan selera makan konsumen, bahkan warna dapat menjadi petunjuk bagi kualitas makanan yang dihasilkan. Warna juga mempunyai peran dan arti yang sangat penting pada komoditas pangan karena mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap komoditas tersebut (Winarno, 1997)

Perbedaan jumlah tepung terigu dan tepung kacang merah berpengaruh terhadap tingkat kekerasan biskuit. Berdasarkan hasil uji daya terima terhadap tekstur menunjukkan bahwa biskuit dengan penambahan tepung kacang merah 10% sangat disukai. Biskuit dengan penambahan 10% menghasilkan tekstur biskuit yang renyah bila dibandingkan biskuit dengan penambahan 17,5% dan 25%.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Utami (2012), pada pembuatan biskuit dengan penambahan tepung pisang kepok, tingkat kesukaan panelis terhadap 45% penambahan tepung pisang kepok memilki skor tertinggi yaitu 77 (85,6%). Kandungan serat pada tepung pisang kepok mengindikasikan kondisi biskuit menjadi semakin keras sehingga kurang disukai oleh panelis.

Salah satu hambatan pengembangan produk pangan atau pakan dari komoditi tersebut, diduga disebabkan oleh adanya beany flavor (kelanguan) seperti pada kacang-kacangan pada umumnya. Beany flavor dikembangkan oleh aktifitas lipoksigenase. Berbagai cara dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat beany flavor ini, antara lain dengan pemanasan yang dapat menginaktifkan enzim tersebut. Kadar serat mengalami penurunan dari biji utuh menjadi tepung. Walaupun berpengaruh pada tekstur tepung (menjadi lebih kasar), serat kasar berperan penting dalam penilaian kualitas bahan makanan karena angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi bahan makanan tersebut. Artinya, kandungan serat pangan yang tinggi bermanfaat untuk kesehatan, tetapi dari segi kualitas fisik berpengaruh terhadap tingkat kehalusan tepung.

Menurut Winarno (1997), tekstur dan konsistensi suatu bahan akan memengaruhi cita rasa yang ditimbulkan bahan tersebut karena dapat memengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori dan kelenjar air liur. Semakin kental suatu bahan, penerimaan terhadap intensitas rasa, bau, dan cita rasa semakin berkurang.

5.2. Analisis Kandungan Protein dan Serat Biskuit dengan Berbagai Variasi

Dokumen terkait