• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Metode Analisa Serat dan Protein

Ada beberapa metode analisis serat makanan, yaitu metode analisis serat kasar (crude fiber), metode deterjen, metode enzimatis (Joseph, 2002) dan metode Englyst

(Ferguson dan Philip, 1999).

a. Metode Analisis Serat Kasar (Crude Fiber)

Serat kasar ialah sisa bahan makanan yang telah mengalami proses pemanasan dengan asam kuat dan basa kuat selama 30 menit yang dilakukan di laboratorium. Di dalam buku Daftar Komposisi Bahan Makanan, yang dicantumkan adalah kadar serat kasar bukan kadar serat makanan. Tetapi kadar serat kasar dalam suatu makanan dapat dijadikan indeks kadar serat makanan. Kadar serat kasar ditentukan secara kimia tetapi tidak menunjukkan sifat serat fisiologis dan tidak bisa dijadikan sebagai nilai total dietary fiber (TDF). Serat kasar terdiri dari lignin, hemiselulsa dan selulosa b. Metode Deterjen

Metode deterjen ini terdiri atas 2 yaitu Acid Detergent Fiber (ADF) dan Neutral Detergent Fiber (NDF). Kedua metode ini hanya dapat menentukan kadar total serat

yang tak larut dalam larutan deterjen digunakan (Meloan and Pomeranz, 1987). Metode analisis dengan menggunakan deterjen (Acid Deterjen Fiber, ADF atau Neutral Deterjen Fiber, NDF) merupakan metode gravimetri yang hanya dapat mengukur komponen serat makanan yang tidak larut. Adapun untuk mengukur komponen serat yang larut seperti pektin dan gum, harus menggunakan metode yang lain, selama analisis tersebut komponen serat larut mengalami kehilangan akibat rusak oleh adanya penggunaan asam sulfat pekat.

a. Acid Detergent Fiber (ADF)

ADF hanya dapat untuk menurunkan kadar total selulosa dan lignin. Metode ini digunakan pada AOAC (Association of Offical Analytical chemist). Prosedurnya sama dengan NDF, namun larutan yang digunakan adalah CTAB (Cetyl Trimethyl Amonium Bromida) dan H2SO4 0,5 M (Meloan and Pomeranz, 1987).

b. Neutral Detergent Fiber (NDF)

Dengan metode NDF dapat ditentukan kadar total dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selisih jumlah serat dari analisis NDF dan ADF dianggap jumlah kandungan hemiselulosa, meski sebenarnya terdapat juga komponen-komponen lainnya (selain selulosa, hemiselulosa dan lignin) pada metode deterjen ini (Meloan and Pomeranz, 1987).

c. Metode Enzimatis

Metode enzimatis dirancang berdasarkan kondisi fisiologi tubuh manusia. Metode yang dikembangkan adalah fraksinasi enzimatis yaitu menggunakan enzim amilase, diikuti penggunaan enzim pepsin, kemudian pankreatin. Metode ini dapat mengukur kadar serat makan total, serat larut dan tak larut secara terpisah (Joseph, 2002).

Kekurangan metode ini, enzim yang digunakan mungkin mempunyai aktivitas lebih yang bisa saja merusak komponen serat dan kemungkinan protein yang tidak

terdegradasi sempurna dan ikut terhitung sebagai serat (Meloan and Pomeranz, 1987). d. Metode Englyst

Pada metode Englyst, serat makanan ditentukan sebagai polisakarida non pati dengan menentukan bagian monosakarida penyusunnya. Tapi bukan hanya polisakarida sebagai penyusun dinding sel tumbuh-tumbuhan. Kelemahan metode ini menetapkan kadar serat dengan menggunakan kromatografi cair-gas, HPLC atau alat

spektrofotometer (Ferguson dan Philip, 1999). 2.6.2. Analisa Protein

Banyak agensia yang menyebabkan perubahan sifat alamiah dari protein seperti panas, asam, basa, pelarut organik, garam, logam berat, radiasi sinar

radioaktif. Analisa protein ini terdiri dari beberapa tahapan yaitu : destruksi, destilasi dan titrasi.

a. Proses Destruksi

Tahapan pertama penentuan kadar protein ini yaitu destruksi, destruksi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan tersier protein. Sampel sebanyak 0,51 gr ditimbang, kemudian ditambahkan 0,04 g HgO dan 0,9 g K2S04 sebagai katalis. Destruksi merupakan proses pengubahan N protein menjadi amonium sulfat. Proses ini berlangsung selama samel yang ditambah dengan katalisator direaksikan H2SO4 pekat dan didihkan di atas pemanas labu Kjeldhal. Penambahan asam sulfat dilakukan dalam ruang asam untuk mengindari S yng berada di dalam protein terurai menjadi S02 yang sangat berbahaya. Setelah

penambahan asam sulfat larutan menjadi keruh. Asam sulfat pekat berfungsi unuk mendestruksi protein menjadi unsur-unsurnya, sedangkan katalisator berfungsi untuk mempercepat proses destruksi dan menaikkan titik didih asam sulfat. Tiap 1 gram K2SO4 menaikkan titik didih 3ºC.

Dari proses ini semua ikatan N dalam bahan pangan akan menjadi ammonium sulfat (NH4SO4) kecuali ikatan N=N; NO; dan NO2. Ammoniak dalam asam sulfat terdapat dalam bentuk ammonium sulfat. Pada tahap ini juga menghasilkan C02, H2O dan SO2 yang terbentuk adalah hasil reduksi dari sebagian asam sulfat dan menguap.

b. Proses Destilasi

Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3). Prinsip destilasi adalah memisahkan cairan atau larutan berdasarkan perbedaan titik didih. Dari hasil destruksi protein, labu destruksi didinginkan kemudian dilakukan pengenceran dengan penambhan aquades. Pengenceran dilakukan unyuk mengurangi kehebatan reaksi bila ditambah larutan alkali. Larutan dijadikan basa dengan

menambahkan 10 ml NaOH 60%, lalu corong ditutup dan ditambahkan aquades setengah bagian. Sampel harus dimasukkan terlebih dahulu kedalam alat destilasi sebelum NaOH, karena untuk menghindari terjadinya superheating. Fungsi

penambahan NaOH adalah untuk memberikan suasana basa karena reaksi tidak dapat berlangsung dalam keadaan asam.

Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar. Untuk menampung NH3 yang keluar, digunakan asam borat dalam

Metil Biru), menghasilkan larutan berwarna biru tua. Indikatir ini digunakan untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebih. Hasil destilasi (uap NH3 dan air) ditamngkap oleh larutan H3BO3 yang terdapat dalam labu erlenmeyer dan

membentuk senyawa (NH4)3BO3. Senyawa ini dalam suasana basa akan melepaskan NH3. Penyulingan dihentikan jika semua N sudah tertangkap oleh asam borat dalam labu erlenmeyer atau hasil destilasi tidak merubah kertas lakmus merah serta

menghasilkan larutan berwarna hijau jernih. c. Proses Titrasi

Titrasi merupakan tahap akhir pada penentuan kadar protein dalam bahan pangan ini. Banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia (N) dapat diketahui dengan volume HCl 0,02 N yang dibutuhkan destilat. Titik akhir titrasi dihentikan sampai larutan berubah dari hijau ke biru (kembali ke warna awal). Selisih jumlah titrasi blanko dan sampel merupakan jumlah ekuivalen nitrogen (Sudarmadji, 1996).

Dokumen terkait