• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. GAMBARAN UMUM

6.2 Analisis Parameter Permintaan Buah di Pulau Jawa

6.2.1 Pengujian restriksi

Pengujian restriksi dilakukan untuk model sistem persamaan Pulau Jawa

secara agregat, dengan unit sampling rumah tangga maupun PSU. Tabel 13

menunjukkan hasil uji-F untuk masing- masing model sistem permintaan. Dari

tabel tersebut terlihat bahwa semua model tanpa restriksi berbeda signifikan

dengan model yang diretriksi pada taraf nyata 1 persen. Oleh karena itu dalam

pembahasan selanjutnya, model persamaan yang digunakan adalah model

permintaan yang telah dilakukan (“diimpose”) restriksi homogen, simetri, maupun

adding up. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa homogenitas, simetri,

dan adding up merupakan sifat (properties) dari fungsi permintaan. Analisis

dimulai dengan menduga besarnya nilai parameter regresi dari model yang

digunakan, untuk selanjutnya diuji seberapa besar pengaruh variabel tersebut, baik

secara individu maupun bersamaan.

Tabel 13. Hasil uji-F Model Sistem Persamaan Dengan dan Tanpa Restriksi

Unit

Sampling Hipotesa nol Hipotesa alternatif Fhit F0,01 Kesimpulan

RT

Model dengan restriksi homogen dan simetri = model tanpa restriksi homogen dan simetri

Model dengan res triksi homogen dan simetri ? model tanpa restriksi homogen dan simetri

9950 2.64 Tolak Ho

PSU

Model dengan restriksi homogen dan simetri = model tanpa restriksi homogen dan simetri

Model dengan res triksi homogen dan simetri ? model tanpa restriksi homogen dan simetri

3959 2,64 Tolak Ho

Hasil estimasi dari model permintaan buah di Pulau Jawa dengan

menggunakan model AIDS ini disajikan dalam dua bagian. Bagian pertama untuk

model permintaan dengan unit sampling Rumah Tangga (RT) dan bagian kedua

ini dimaksudkan untuk melihat perbandingan antara penggunaan unit sampling

RT dan PSU.

6.2.2 Model Permintaan dengan Unit Sampling RT

Hasil pendugaan fungsi permintaan buah secara lebih detail disajikan

dalam Lampiran 1 sampai dengan Lampiran 15, yang terdiri dari model

permintaan untuk Pulau Jawa secara agregat, Pulau Jawa yang diklasifikasikan

berdasar wilayah, kelas pendapatan, tingkat pendidikan, dan juga per provinsi.

Dari hasil analisis diperoleh nilai koefisien determinasi sistem (R2) yang berkisar antara 0.050 - 0.3263, yang berarti hanya 5.05 - 32.63 persen dari keragaman

dalam proporsi (share) pengeluaran setiap jenis buah yang dapat dijelaskan oleh

variabel- variabel bebasnya dalam model, yaitu variabel harga (baik harga sendiri

maupun harga silang), pengeluaran total (EXP ), dan juga variabel- variabel

demografi yang meliputi jumlah anggota rumah tangga (JART) dan tingkat

pendidikan kepala rumah tangga (PDDKN).

Tabel 14. Nilai estimasi parameter Model AIDS untuk Pulau Jawa dengan unit sampling RT

Rendahnya nilai R2 pada model diduga karena penggunaan data

penampang melintang (cross section) yang hanya dapat menerangkan kondisi

pada suatu waktu. Selain itu, karena model AIDS dalam penelitian ini hanya

diterapkan pada beberapa komoditi buah saja, sehingga subtitusi yang dapat

dijelaskan terbatas pada komoditi yang dianalisis saja, sedangkan dalam kondisi

riilnya, keputusan seorang konsumen untuk mengkonsumsi satu jenis buah, tentu

saja tidak hanya dipengaruhi oleh harga jenis buah itu sendiri ataupun harga jenis Komoditi share intercep Pjeruk Ppisang Ppepaya JART PDDKN EXP IHS Jeruk Pisang Pepaya 0.35959 0.27731 0.18037 0.599728x 0.599728 0.343624 0.066316 -0.03147 -0.03484 -0.03147 0.053829 -0.02236 -0.03484 -0.02236 0.057199 0.008664x 0.000353x -0.00585x -0.00388x -0.03562 -0.006282 0.023832 -0.02932 -0.00394x -0.02328 0.032556 -0.00928

buah lainnya saja, tetapi juga dipengaruhi oleh harga dari sub.komoditi pangan

lainnya, bahkan oleh barang non pangan seperti harga bahan bakar, listrik, air, dan

sebagainya. Walaupun demikian, nilai R2 yang relatif rendah tersebut, bukanlah halangan untuk penggunaannnya dalam analisis. Keputusan terakhir mengenai

diterima atau ditolaknya suatu model, tergantung pada pertimbangan logis

mengenai model itu sendiri, dengan kata lain tergantung pada konsistensi

parameter yang dihasilkan dengan teori yang berlaku (Fitriadi dalam Nugraha,

2001). Selain itu, untuk model simultan seperti model AIDS kriteria statistik yang

lebih tepat digunakan untuk mengevaluasi hasil estimasi model persamaan ialah

root-MSE. Dari hasil analisis diketahui bahwa nilai root MSE untuk model

permintaan dengan unit sampling RT ialah sebesar 8,49. Nilai ini lebih besar dari

root-MSE untuk model permintaan dengan unit sampling PSU (4,24). Hal ini

dapat diartikan bahwa secara statistik, model permintaan dengan unit sampling

RT relatif lebih tepat dalam melakukan estimasi dibandingkan dengan model

dengan unit sampling RT.

Untuk dugaan parameter, baik untuk Pulau Jawa secara agregat maupun

pengklasifikasiannya berdasarkan wilayah, kelas pendapatan, tingkat pendidikan,

dan juga provinsi, tingkat signifikansinya bervariasi pada kisaran tingkat

kepercayaan 90 – 99 persen, dan juga terdapat beberapa variabel yang tidak nyata

pengaruhnya dalam model. Dugaan parameter harga sendiri sebagian besar

nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen, namun untuk model permintaan Pulau

Jawa dengan tingkat pendidikan tinggi, variabel harga sendiri ini tidak nyata

Dari hasil analisa juga diperoleh bahwa sebagian besar tanda dugaan

parameter harga sendiri bertanda positif. Hasil ini serupa dengan dengan

penelitian-penelitian sebelumnya untuk komoditi buah yang juga menghasilkan

tanda positif untuk parameter harga sendiri. Hasil penelitian Saliem (2001)

dengan menggunakan data SUSENAS 1996 menunjukkan bahwa koefisien harga

sendiri untuk buah-buahan secara agregat di Kawasan Timur Indonesia ialah

0.0198. Tanda parameter yang positif ini dapat diartikan bahwa dengan

meningkatnya harga, akan diikuti dengan peningkatan pangsa pengeluaran untuk

jeruk, pisang, dan pepaya. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Berdasarkan

penelitian-penelitian sebelumnya (Sawit, dkk (1997) dan Hartoyo (1997)) dan

juga dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa ketiga jenis buah tersebut

memiliki nilai elastisitas harga sendiri yang inelastis, dengan kata lain ketika

terjadi kenaikan ataupun penurunan harga maka permintaannya cenderung tidak

berubah. Jika terjadi perubahan pun, maka dalam jumlah yang kecil saja.

Kenaikan harga buah yang dikombinasikan dengan permintaan yang relatif tetap

maka akan menghasilkan kenaikan pengeluaran buah. Jika pengeluaran total

diasumsikan tetap, maka tentunya proporsi pengeluaran untuk buah tertentu pun

akan meningkat. Oleh karena itu tanda parameter harga sendiri menjadi positif.

Parameter harga silang sebagian besar nyata mempengaruhi pangsa

pengeluaran buah pada tingkat kepercayaan 99 persen, namun pada beberapa

persamaan, seperti variabel harga pisang dalam persamaan pepaya untuk model

permintaan Jawa dengan tingkat pendidikan sedang nilainya nyata pada tingkat

berarti terdapat korelasi dengan arah yang berlawanan antara proporsi

pengeluaran suatu jenis buah dengan harga buah jenis lainnya.

Untuk model permintaan buah di Pulau Jawa secara agregat maupun untuk

wilayah pedesaan dan perkotaan Jawa, hasil analisis menunjukkan bahwa

variabel pengeluaran sebagian besar nyata pada kisaran tingkat kepercayaan 95

– 99 persen. Meskipun demikian, untuk persamaan pepaya pada wilayah Jawa

secara agregat dan wilayah pedesaan Jawa, variabel pengeluaran ini tidak nyata

berpengaruh terhadap pangsa pengeluaran pepaya. Dugaan parameter pengeluaran

untuk proporsi pengeluaran buah ini memperlihatkan variasi tanda positif dan

negatif. Untuk persamaan jeruk parameter pengeluaran bertanda positif (baik

untuk model permintaan Jawa secara agregat maupun unt uk wilayah Jawa desa

dan Jawa kota). Hal ini berarti, semakin besar tingkat pengeluaran riil atau dapat

dianggap semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga, maka semakin besar

proporsi dari pendapatan tersebut yang digunakan untuk mengkonsumsi jeruk. Hal

ini sesuai dengan data konsumsi jeruk di Pulau Jawa pada tahun 2005 yang tertera

pada Tabel 6. Dari tabel dapat diketahui bahwa proporsi pengeluaran untuk jeruk

untuk rumah tangga dari kelas pendapatan rendah, sedang, dan tinggi

berturut-turut sebesar 0,291; 0,389; dan 0,398.

Di sisi lain, untuk persamaan pisang dan pepaya, parameter pengeluaran

bertanda negatif, yang berarti makin tinggi tingkat pendapatan keluarga maka

semakin kecil proporsi dari pendapatan tersebut yang digunakan untuk

mengkonsumsi pisang dan pepaya. Hal ini juga sesuai dengan data pada Tabel 11,

dimana proporsi pengeluaran untuk komoditi pisang pada rumah tangga dengan

dan 0,166. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa jeruk dapat

dikategorikan sebagai “barang luks”, karena proporsi pengeluarannya meningkat

ketika pendapatannya bertambah.

Dugaan untuk parameter jumlah anggota keluarga per rumah tangga

(JART) tingkat signifikansinya relatif bervariasi. Pada beberapa persamaan,

variabel JART nyata mempengaruhi proporsi pengeluaran buah pada tingkat

kepercayaan 99 persen. Sebagai gambaran, pada model permintaan untuk Pulau

Jawa dengan tingkat pendidikan tinggi, variabel JART nyata pada tingkat

kepercayaan 99 persen untuk persamaan pisang dan pepaya, sedangkan untuk

jeruk nyata pada tingkat kepercayaan 97,5 persen. Namun dari seluruh model

permintaan, lebih dari 50 persennya menunjukkan bahwa variabel JART tidak

nyata. Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa variabel JART relatif

tidak terlalu berpengaruh terhadap proporsi pengeluaran buah di rumah tangga

Pulau Jawa.

Pada model permintaan untuk Pulau Jawa secara agregat, hasil analisis

menunjukkan variabel pendidikan nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen

untuk persamaan pisang dan 95 persen untuk persamaan pepaya, sedangkan untuk

persamaan jeruk, variabel pendidikan ini tidak nyata pengaruhnya terhadap

proporsi pengeluaran jeruk. Di pedesaan Jawa, variabel pendidikan ini tidak nyata

berpengaruh untuk semua persamaan. Hal ini mungkin disebabkan karena di

daerah pedesaan, umumnya jenis buah yang dianalisis, terutama pisang dan

pepaya tumbuh di pekarangan-pekarangan rumah penduduk, dengan kata lain

untuk dapat mengkonsumsi pepaya, penduduk di pedesaan tidak perlu

proporsi pengeluaran buah pada rumah tangga di pedesaan. Sedangkan untuk

wilayah perkotaan, variabel pendidikan nya ta pada tingkat kepercayaan 99 persen

untuk persamaan pisang dan pepaya, sedangkan untuk jeruk variabel pendidikan

ini tidak nyata berpengaruh.

6.2.3 Model Permintaan dengan Unit Sampling PSU

Hasil pendugaan parameter fungsi permintaan buah dengan unit sampling

PSU secara detail disajikan dalam Lampiran 16 sampai dengan Lampiran 30, yang

terdiri dari model permintaan untuk Pulau Jawa secara agregat, Pulau Jawa yang

diklasifikasikan berdasarkan wilayah, kelas pendapatan, tingkat pendidikan, dan

juga per provinsi. Berdasarkan hasil analisis dengan unit sampling PSU ini

diperoleh nilai koefisien determinasi sistem (R2) yang relatif lebih besar dari analisis dengan unit sampling RT, yaitu berkisar antara 0.0364 – 0.5993. Ini

berarti 3.64 – 59.93 persen dari keragaman pangsa pengeluaran buah dapat

dijelaskan dalam model. Hal tersebut kemungkinannya dapat dijelaskan karena

pada unit sampling PSU, tingkat variasi pada masing- masing variabelnya lebih

tinggi dibandingkan dengan unit sampling RT.

Tabel 15. Nilai estimasi parameter Model AIDS untuk Pulau Jawa dengan unit sampling PSU

Untuk dugaan parameter harga sendiri maupun harga silang, antara

analisis dengan unit sampling RT maupun PSU menunjukkan hasil yang serupa,

yaitu arah (positif- negatif) dari masing- masing variabel harga pada tiap

persamaan yang sama. Untuk variabel harga sendiri bertanda positif dan variabel Komoditi share intercep Pjeruk Ppisang Ppepaya JART PDDKN EXP IHS Jeruk Pisang Pepaya 0.36675 0.25865 0.09988 -0.15838x 1.170626 -0.01225x 0.027492 -0.014272 -0.01322 -0.014272 0.0179331 -0.00367x -0.01322 -0.00367x 0.016890 -0.00231x -0.00381x 0.000683x 0.072345 -0.17920 0.000684x 0.050140 -0.07450 0.0135151 -0.06415 0.078378 -0.01423

harga silang bertanda negatif. Namun jika pada unit sampling RT sebagian besar

variabel harganya nyata pada tingk at kepercayaan 99 %, maka pada unit sampling

PSU ini variabel harga tersebut nyata pada tingkat kepercayaan yang lebih

bervariasi, berkisar antara 90 – 99 %.

Pada model permintaan, baik untuk Pulau Jawa secara agregat maupun

untuk wilayah pedesaan dan perkotaannya, hasil analisa memperlihatkan bahwa

variabel pengeluaran nyata untuk seluruh persamaan pada tingkat kepercayaan

99 %, kecuali untuk persamaan pepaya pada model permintaan Jawa agregat,

variabel pengeluaran ini nyata pada tingkat kepercayaan 97,5 %. Hal ini

menunjukkan bahwa faktor pengeluaran (yang juga digunakan sebagai proksi

untuk pendapatan rumah tangga) sangat berpengaruh terhadap pangsa pengeluaran

rumah tangga untuk buah-buahan. Dugaan parameter permintaan dengan unit

sampling PSU ini juga menghasilkan variasi tanda positif dan negatif. Sebagai

contoh, di wilayah desa maupun kota, variabel pengeluaran bertanda positif untuk

persamaan jeruk dan bertanda negatif untuk persamaan pisang, sedangkan untuk

persamaan pepaya, variabel pengeluarannya bertanda negatif untuk wilayah

pedesaan Jawa dan bertanda positif untuk perkotaan Jawa.

Dugaan parameter JART menunjukkan hasil yang relatif sama dengan

hasil analisa dari unit sampling RT, yaitu tidak nyatanya variabel JART ini di

sebagian besar persamaan. Sedangkan untuk variabel pendidikan, hasil analisis

PSU sedikit berbeda dengan hasil analisis RT. Pada analisis dengan PSU, untuk

model permintaan buah di Pulau Jawa secara agregat hasilnya menunjukkan

variabel pendidikan nyata pada tingkat kepercayaan 99 % untuk persamaan jeruk

nyata berpengaruh terhadap pangsa pengeluaran. Di wilayah pedesaan hasilnya

serupa dengan hasil analisis permintaan untuk Jawa secara agregat. Untuk wilayah

perkotaan, variabel pendidikan hanya nyata (pada tingkat kepercayaan 99 %)

untuk persamaan pisang, sedangkan untuk persamaan jeruk dan pepaya variabel

Dokumen terkait