III. METODOLOGI PENELITIAN
3.11. Metode Pengolahan dan Analisis Data
3.11.2 Analisis Path Modeling Partial Least Square
Menurut Ghozali (2008), Path Modeling Partial Least Square
merupakan pendekatan alternatif yang bergeser dari pendekatan SEM berbasis kovarian menjadi berbasis varian. Metode Path Modeling Partial
Least Square merupakan metode yang sangat kuat karena tidak didasarkan
oleh banyak asumsi, data tidak harus terdistribusi dengan normal multivariat dan sampel tidak harus besar. Pengolahan Path Modeling Partial Least
Square dalam penelitian menggunakan bantuan software SmartPLS 2.0.
Model Path Modeling Partial Least Square pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Path Modeling Partial Least Square dapat menganalisis konstruk yang dibentuk dengan indikator refleksif dan formatif, hal ini tidak mungkin dilakukan oleh SEM. Model reflektif merupakan principal factor model
dimana pengukuran indikator mencerminkan variasi dari konstruk laten sedangkan model formatif menunjukkan ukuran variabel konstruk laten yang dibentuk oleh indikator-indikatornya.
Berdasarkan Gambar 5, diketahui variabel-variabel yang membentuk efektivitas pelatihan terdiri dari empat level yaitu level reaksi, pembelajaran, perilaku, dan hasil. Variabel-variabel ini bersifat formatif. Artinya penilaian terhadap reaksi, pembelajaran, perilaku, dan hasil menyebabkan terbentuknya efektivitas pelatihan. Variabel konstruk dan variabel indikator yang membentuk efektivitas pelatihan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Variabel-variabel formatif yang membentuk efektivitas pelatihan
Konstruk Indikator Keterangan
Reaksi (X1)
Materi Kepuasan terhadap materi pelatihan Instruktur Kepuasan terhadap kualitas instruktur
Metode Kepuasan terhadap metode pelatihan Waktu Kepuasan terhadap waktu pelatihan Fasilitas Kepuasan terhadap fasilitas pelatihan
Pembelajaran (X2)
PEM1 Mengetahui strategi untuk melatih bawahan agar berperilaku kerja yang aman
PEM2 Perubahan cara pandang bahwa kecelakaan dapat dicegah
PEM3 Perubahan cara pandang bahwa tidak ada toleransi terhadap kecelakaan kerja
Perilaku (X3)
PER1 Mampu mengimplementasikan materi yang didapat PER2 Senantiasa memotivasi bawahan untuk menghindari
kecelakaan kerja
PER3 Berani memberikan sanksi kepada bawahan yang tidak mematuhi standard keselamatan kerja
Hasil (X4)
HAS1 Meningkatkan produktivitas kerja HAS2 Meningkatkan efisiensi kerja HAS3 Meningkatkan kualitas kerja HAS4 Mengurangi kecelakaan kerja
Variabel-variabel yang mencerminkan tingkat kompetensi setelah dipengaruhi oleh pelatihan terdiri dari knowledge, skill, self concept, trait,
dan motive. Model variabel-variabel ini bersifat reflektif dan dapat dilihat indikator-indikatornya pada Tabel 5.
Tabel 5. Variabel-variabel reflektif yang mencerminkan kompetensi karyawan
Konstruk Indikator Keterangan
Knowledge (Y1)
KNO1 Semakin menyadari bahwa keselamatan kerja merupakan tanggung jawab manajer lini
KNO2 Semakin mengetahui prosedur perilaku kerja yang aman
KNO3 Semakin mengetahui potensi/risiko bahaya yang mungkin terjadi
KNO4 Semakin mengetahui cara menanggulangi risiko yang telah terjadi
KNO5 Semakin memahami bahwa tindakan preventif adalah solusi yang terbaik
Skill (Y2)
SKL1 Mampu menjadi role model dalam berperilaku kerja yang aman di unitnya
SKL2 Mampu memotivasi bawahan untuk selalu menerapkan standard keselamatan kerja
SKL3 Mampu mengkomunikasikan informasi terkait permasalahan keselamatan kerja dengan jelas SKL4 Mampu memberi feedback/tanggapan ketika
berdiskusitentang masalah keselamatan kerja SKL5 Memiliki hasrat mendengar yang lebih kuat terkait
dengan permasalahan keselamatan kerja
Self Concept
(Y3)
SEL1 Menjadi lebih sistematis dalam mempraktekkan prosedur kerja
SEL2 Semakin percaya diri dalam mencapai nihil kecelakaan
SEL3 Semakin disiplin dalam menjalankan standard keselamatan kerja
SEL4 Selalu mengecek ulang pekerjaan yang telah dilakukan untuk menghindari potensi kesalahan
Trait (Y4)
TRA1 Dapat lebih mengontrol emosi
TRA2 Dapat lebih memberikan perhatian terhadap permasalahan keselamatan kerja
TRA3 Menjadi lebih tegas dalam memberikan sanksi TRA4 Menjadi lebih transparan dalam memberikan
laporan/audit kecelakaan kerja
Motive (Y5)
MOT1 Semakin tertantang untuk memikul tanggung jawab yang lebih besar
MOT2 Semakin terdorong untuk meningkatkan kesadaran unit kerja akan pentingnya keselamatan kerja
MOT3
Semakin termotivasi untuk membangun hubungan yang positif antara peningkatan kinerja operasional dan keselamatan kerja di unit kerja saya
MOT4 Menjadi lebih berinisiatif untuk mengantisipasi kesalahan kerja yang mungkin terjadi
MOT5 Terdorong untuk selalu mengagendakan keselamatan kerja dalam rapat-rapat kerja
Dinyatakan oleh Wold yang diacu dalam Ghozali (2008) tujuan dari
Path Modeling Partial Least Square adalah memprediksi suatu model dan
mengkonfirmasi teori yang telah ada. Estimasi parameter yang didapat dengan Path Modeling Partial Least Square dapat dikategorikan menjadi tiga. Pertama, adalah weight estimate yang digunakan untuk menciptakan skor variabel laten. Kedua, mencerminkan estimasi jalur yang menghubungkan variabel laten dan loading antar variabel laten dan indikatornya. Ketiga, berkaitan dengan means dan lokasi parameter (nilai konstanta regresi) untuk indikator dan variabel laten. Pada metode Path
Modeling Partial Least Square dikenal dua evaluasi model yaitu sebagai
berikut :
Pertama, model pengukuran atau outer model. Outer model adalah model pengukuran yaitu hubungan antara indikator dengan konstruknya. Pada model reflektif, dilakukan tiga pengujian untuk menentukan validitas dan reliabilitas, yaitu convergent validity, discriminant validity, dan
composite reliability. Convergent validity dari model pengukuran dengan
model reflektif indikator dinilai berdasarkan korelasi antara item
score/component score dengan construct score yang dihitung dengan Path
Modeling Partial Least Square. Ukuran reflektif dikatakan tinggi jika
berkorelasi lebih dari 0,70 dengan konstruk yang ingin diukur. Namun demikian untuk penelitian tahap awal dari pengembangan skala pengukuran nilai loading 0,5 sampai 0,60 dianggap cukup (Chin diacu dalam Ghozali, 2008). Pada penelitian ini variabel indikator atau manifest dikatakan valid apabila nilai loading di atas 0,5. Discriminant validity dari model pengukuran dengan reflektif indikator dinilai berdasarkan cross loading
pengukuran dengan konstruk. Jika korelasi konstruk dengan item
pengukuran lebih besar daripada ukuran konstruk lainnya, maka akan menunjukkan bahwa konstruk laten memprediksi ukuran pada blok yang lebih baik daripada ukuran blok lainnya. Uji lainnya adalah menilai validitas dari konstruk dengan melihat nilai AVE, syarat untuk model yang baik adalah nilai AVE masing-masing konstruk lebih besar dari 0,50. Di samping uji validitas, dilakukan juga uji reliabilitas konstruk menggunakan
composite reliability. Composite reliability digunakan untuk mengukur
internal consistency. Konstruk dinyatakan reliabel jika nilai composite
reliability di atas 0,70 dengan tingkat kesalahan sebesar 5% (Werts, Linn, dan Joreskog diacu dalam Ghozali, 2008). Oleh karena diasumsikan pada model formatif antar indikator tidak saling berkorelasi, maka ukuran internal konsistensi reliabilitas tidak diperlukan untuk menguji reliabilitas konstruk formatif (Ghozali 2008). Hal ini berbeda dengan indikator refleksif yang menggunakan tiga kriteria untuk menilai outer model, yaitu convergent validity, composite reliability dan discriminant validity. Konstruk formatif pada dasarnya merupakan hubungan regresi dari indikator ke konstruk, evaluasinya berdasarkan pada substantive content yaitu dengan membandingkan besarnya relatif weight dan melihat signifikansi dari ukuran weight tersebut. maka cara menilainya adalah dengan melihat nilai koefisien regresi dan signifikansi dari koefisien regresi tersebut.
Kedua, model struktural atau inner model. Inner model
menggambarkan hubungan antara variabel laten berdasarkan pada teori substantif. Model struktural dievaluasi dengan menggunakan R-square
untuk konstruk dependen dan uji t untuk menentukan signifikansi dari koefisien parameter jalur struktural. Menilai model dengan Path Modeling
Partial Least Square dimulai dengan melihat R-square untuk setiap variabel
laten dependen. Interpretasinya sama dengan interpretasi pada regresi. Perubahan nilai R-square dapat digunakan untuk menilai pengaruh variabel laten independen tertentu terhadap variabel laten dependen apakah mempunyai pengaruh yang substantif (Ghozali, 2008).