• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Pelatihan WISE Leadership terhadap Peningkatan Kompetensi Karyawan pada PT Tirta Investama Depo Kawasan Jakarta Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Pelatihan WISE Leadership terhadap Peningkatan Kompetensi Karyawan pada PT Tirta Investama Depo Kawasan Jakarta Timur"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PELATIHAN

WISE LEADERSHIP

TERHADAP

PENINGKATAN KOMPETENSI KARYAWAN

PADA PT TIRTA INVESTAMA DEPO KAWASAN

JAKARTA TIMUR

Oleh

BAGUS DWI HARYO

H24052037

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

Bagus Dwi Haryo. H24052037. Evaluasi Pelatihan WISE Leadership terhadap Peningkatan Kompetensi Karyawan pada PT Tirta Investama Depo Kawasan Jakarta Timur. Di bawah bimbingan Anggraini Sukmawati dan Lindawati Kartika

Persaingan bisnis global yang semakin ketat dewasa ini yang ditandai dengan perubahan lingkungan yang semakin kompleks dan inovasi teknologi yang sangat cepat menuntut para pelaku usaha agar memiliki keunggulan dan daya saing tinggi untuk dapat terus bertahan dalam persaingan. Salah satu langkah strategis yang dapat dilakukan oleh pimpinan perusahaan adalah dengan meningkatkan kompetensi sumber daya manusia melalui program pelatihan. Suatu tantangan bagi pimpinan perusahaan untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pelatihan di organisasinya untuk memastikan bahwa pelatihan sudah berjalan efektif. Pelatihan WISE (Work In Safety Environment) Leadership

diselenggarakan oleh PT Tirta Investama sebagai komitmen manajemen dalam memperbaiki perilaku dan budaya untuk menciptakan iklim kerja yang sehat dan aman. Sasaran utama dari pelatihan ini adalah zero accident atau nihil kecelakaan.

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mempelajari evaluasi pelatihan WISE

Leadership berdasarkan penilaian karyawan; (2) mempelajari tingkat kompetensi

yang dimiliki karyawan setelah mengikuti pelatihan WISE Leadership; dan (3) menganalisis pengaruh pelatihan terhadap kompetensi karyawan.

Data penelitian yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui hasil wawancara dengan pihak terkait dan hasil pengisian kuesioner. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur, berupa arsip data perusahaan, buku-buku yang relevan dengan topik penelitian, hasil penelitian terdahulu, media internet, serta literatur lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Teknik yang digunakan dalam menentukan responden dalam penelitian ini adalah teknik sensus.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan rataan skor dan analisis Path Modeling Partial Least Square (PMPLS). Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui bagaimana persepsi karyawan dalam menilai efektivitas pelatihan WISE Leadership dan tingkat kompetensi karyawan. Analisis Path Modeling Partial Least Square digunakan untuk menganalisis pengaruh efektivitas pelatihan terhadap kompetensi serta menganalisis pengaruh pelatihan terhadap karakteristik-karakteristik kompetensi.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif diketahui rataan skor evaluasi pelatihan sebesar 3,33. Hal ini dapat diintepretasikan bahwa berdasarkan persepsi responden pelatihan dinilai sudah sangat efektif. Rataan skor tingkat kompetensi sebesar 3,42. Hal ini dapat diintepretasikan bahwa berdasarkan persepsi responden tingkat kompetensi karyawan setelah mengikuti pelatihan dinilai sangat baik.

Berdasarkan hasil analisis Path Modeling Partial Least Square diketahui pengaruh efektivitas pelatihan terhadap kompetensi diperoleh nilai koefisien sebesar 0,744; t-value sebesar 16,519; dan R-square sebesar 0,553. Besarnya koefisien pelatihan terhadap knowledge, skill, self concept, trait, dan motive

(3)

EVALUASI PELATIHAN

WISE LEADERSHIP

TERHADAP

PENINGKATAN KOMPETENSI KARYAWAN

PADA PT TIRTA INVESTAMA DEPO KAWASAN

JAKARTA TIMUR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

BAGUS DWI HARYO

H24052037

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul : Evaluasi Pelatihan WISE Leadership terhadap Peningkatan Kompetensi Karyawan pada PT Tirta Investama Depo Kawasan Jakarta Timur

Nama : Bagus Dwi Haryo NIM : H24052037

Menyetujui:

Dosen Pembimbing I,

(Dr. Ir. Anggraini Sukmawati, MM) NIP 19671020 199403 2 001

Dosen Pembimbing II,

(Lindawati Kartika, SE, M.Si.) NIP 19860118 200912 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB

(Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc.) NIP 19610123 198601 1 002

(5)

RIWAYAT HIDUP

Bagus Dwi Haryo dilahirkan di Bekasi pada tanggal 27 November 1987 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Kustiyono dan Ibu Siti Supriyani. Pada tahun 2005 lulus dari Sekolah Menengah Umum KORPRI Bekasi dan diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2006, Bagus Dwi Haryo diterima di Program Studi Mayor Manajemen dan Minor Kebijakan Agribisnis pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Selama masa perkuliahan, Bagus Dwi Haryo aktif di Centre of M@nagement

yang memfasilitasi aspirasi Mahasiswa Departemen Manajemen, yaitu sebagai Staf

Human Resource Department (HRD) Centre of M@nagement (COM@)

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Evaluasi Pelatihan

WISE Leadership terhadap Peningkatan Kompetensi Karyawan pada PT Tirta

Investama Depo Kawasan Jakarta Timur. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak, baik secara moril maupun materiil. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Anggraini Sukmawati, MM dan Lindawati Kartika, SE, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktunya dengan penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan, saran, motivasi, dan pengarahan kepada penulis.

2. Dr. Ir. Muhammad Syamsun, M.Sc. yang telah meluangkan waktunya untuk konsultasi dan kesediaannya untuk menjadi dosen penguji.

3. Keluarga Penulis; yaitu Bapak Kustiyono dan Ibu Siti Supriyani; kakakku Desian Didik Wicaksono, S.Kom; adikku Gigih Wahyu Pamungkas; serta saudara-saudaraku yang senantiasa mencurahkan kasih sayang, perhatian, dukungan, serta doa yang tulus.

4. Bapak M. Subchan Bina dan Endang Suarsa selaku HR Manager dan SHE

Coordinator yang telah memberikan banyak informasi selama penelitian di PT

Tirta Investama.

5. Dewi Indah Vebriyanti, SE yang selalu setia mendampingi penulis dalam kondisi apapun.

6. Widhitomo, SE; Ferry Tarjiansyah, SE; Diah Rismayanti, SE; Tri Lestari, SE; Irsam Ardiantoro, SE; Lulud Adi Subarkah, SE; Heni Rohaeni, SE; Titi Feri Anom Sari, SE; Wissa Harry Pamudji, S.Hut; Andrea Shandy Prabowo, S.Hut; dan Daryl Darussalam, S.Hut; Alfian Nugroho, S.Hut; dan Faris Salman, S.Hut atas dukungan dan kebersamaannya.

(7)

DAFTAR ISI

2.1.4 Tahapan dalam Pelaksanaan Pelatihan ... 11

2.1.5 Jenis Pelatihan ... 14

2.1.6 Metode Pelatihan ... 15

2.1.7 Evaluasi Pelatihan ... 17

2.2. Kompetensi ... 19

2.2.1 Definisi Kompetensi ... 19

2.2.2 Karakteristik Kompetensi ... 20

2.2.3 Konsep Kompetensi ... 21

2.3. Penelitian Terdahulu ... 22

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 24

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 24

3.2. Tahapan Penelitian ... 26

3.10. Transformasi Data Ordinal menjadi Data Interval ... 32

(8)

3.11.1 Analisis Deskriptif dengan Rataan Skor ... 33

4.1.4 Struktur Organisasi PT Tirta Investama Depo Kawasan ... 43

4.1.5 Jumlah Karyawan PT Tirta Investama Depo Kawasan ... 44

4.1.6 Pengembangan Sumber Daya Manusia ... 45

4.1.7 Sekilas tentang Pelatihan WISE Leadership ... 46

4.1.8 Tanggung Jawab Manajemen Lini ... 47

4.2. Karakteristik Responden ... 48

4.3. Tabulasi Silang ... 50

4.4. Analisis Deskriptif Efektivitas Pelatihan WISE Leadership... 51

4.4.1 Persepsi Karyawan terhadap Evaluasi Pelatihan WISE Leadership Level Reaksi ... 53

4.4.2 Persepsi Karyawan terhadap Evaluasi Pelatihan WISE Leadership Level Pembelajaran ... 53

4.4.3 Persepsi Karyawan terhadap Evaluasi Pelatihan WISE Leadership Level Perilaku ... 53

4.4.4 Persepsi Karyawan terhadap Evaluasi Pelatihan WISE Leadership Level Hasil ... 54

4.5. Analisis Deskriptif Karyawan terhadap Peningkatan Kompetensi setelah Mengikuti Pelatihan WISE Leadership ... 54

4.5.1 Persepsi Karyawan terhadap Peningkatan Knowledge setelah Mengikuti Pelatihan WISE Leadership ... 56

4.5.2 Persepsi Karyawan terhadap Peningkatan Motive setelah Mengikuti Pelatihan WISE Leadership ... 57

4.5.3 Persepsi Karyawan terhadap Peningkatan Self Concept setelah Mengikuti Pelatihan WISE Leadership ... 58

4.5.4 Persepsi Karyawan terhadap Peningkatan Skill setelah Mengikuti Pelatihan WISE Leadership ... 58

4.5.5 Persepsi Karyawan terhadap Peningkatan Trait setelah Mengikuti Pelatihan WISE Leadership ... 60

4.6. Analisis Path Modeling Partial Least Square ... 60

4.6.1 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 62

4.6.2 Indikator-indikator yang Mencerminkan Karakteristik-karakteristik Kompetensi ... 65

4.6.3 Indikator-indikator yang Membentuk Efektivitas Pelatihan ... 67

4.6.4 Pengaruh Reaksi, Pembelajaran, Perilaku, dan Hasil dalam Membentuk Efektivitas Pelatihan ... 68

4.6.5 Pengaruh Efektivitas Pelatihan terhadap Kompetensi ... 70

4.6.6 Pengaruh Efektivitas Pelatihan terhadap Karakteristik Kompetensi ... 70

(9)

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

5.1. Kesimpulan ... 74

5.2. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76

(10)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Skala likert ... 29

2. Tingkat reliabilitas metode Alpha Cronbach ... 32

3. Skala rataan skor ... 34

4. Variabel-variabel formatif yang membentuk efektivitas pelatihan... 35

5. Variabel-variabel reflektif yang mencerminkan kompetensi karyawan ... 36

6. Jumlah karyawan pada masing-masing divisi ... 44

7. Crosstabs latar pendidikan dengan masa kerja ... 51

8. Crosstabs latar pendidikan dengan jumlah bawahan ... 51

9. Rataan skor efektivitas pelatihan Wise Leadership berdasarkan persepsi karyawan ... 52

10. Rataan skor berdasarkan persepsi karyawan terhadap peningkatan kompetensi ... 55

11. Rataan skor berdasarkan persepsi karyawan terhadap peningkatan knowledge karyawan setelah mengikuti pelatihan WISE Leadership ... 56

12. Rataan skor berdasarkan persepsi karyawan terhadap peningkatan motive setelah mengikuti pelatihan WISE Leadership... 57

13. Rataan skor berdasarkan persepsi karyawan terhadap peningkatan self concept setelah mengikuti pelatihan WISE Leadership ... 58

14. Rataan skor berdasarkan persepsi karyawan terhadap peningkatan skill setelah mengikuti pelatihan WISE Leadership... 59

15. Rataan skor berdasarkan persepsi karyawan terhadap peningkatan trait setelah mengikuti pelatihan WISE Leadership... 60

16. Variabel-variabel formatif yang membentuk efektivitas pelatihan... 61

17. Variabel-variabel reflektif yang mencerminkan kompetensi karyawan ... 62

18. Nilai AVE dan compositereliability ... 65

19. Nilai outer loading indikator karakteristik kompetensi ... 66

20. Nilai outer weight indikator-indikator yang membentuk variabel efektivitas pelatihan ... 67

21. Nilai koefisien dan t-value konstruk yang membentuk efektivitas pelatihan 69 22. Nilai koefisien dan t-value efektivitas pelatihan terhadap kompetensi... 70

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Model proses pelatihan ... 13

2. Model kompetensi Ice Berg ... 21

3. Kerangka pemikiran penelitian ... 25

4. Tahapan penelitian ... 26

5. Model Path Modeling Partial Least Square ... 34

6. Karakteristik responden ... 49

7. Model PMPLS ... 61

8. Output grafis SmartPLS (sebelum estimasi ulang) ... 63

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Hasil Uji Validitas untuk Analisis Deskriptif……….. 79

2. Hasil Uji Reliabilitas untuk Analisis Deskriptif……….. 80

3. Kuesioner Penelitian……… 82

4. Struktur Depo Kawasan PT Tirta Investama………... 86

5. Realisasi Pelatihan PT Tirta Investama DC Kawasan 2010……… 88

6. Standar dan Prinsip Keselamatan Kerja PT Tirta Investama……….. 89

7. Daftar Lini Manajemen PT Tirta Investama DC Kawasan………. 90

8. Data Kecelakaan Karyawan PT Tirta Investama………. 91

9. Hasil Outer Loading SmartPLS sebelum Estimasi Ulang……….. 92

10. Hasil Outer Loading SmartPLS setelah Estimasi Ulang……… 93

11. Hasil Cross Loading Discriminant Validity……… 94

12. Hasil Outer Weight SmartPLS……… 95

(13)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Memasuki abad ke-21 yang ditandai dengan era globalisasi sebagai era tanpa batas yang tercermin dengan adanya kebebasan dalam berusaha, kebebasan dalam berpendapat, dan dalam bersaing, praktis tidak ada lagi batas antara satu negara dengan negara yang lain (Rivai, 2006). Hal ini menyebabkan tingkat persaingan antar negara menjadi semakin ketat. Kondisi ini berpengaruh terhadap persaingan dalam dunia usaha, khususnya sektor industri, yang semakin kompleks dengan perubahan-perubahan lingkungan yang drastis dan inovasi teknologi yang begitu cepat. Salah satu faktor tunggal paling kritis dalam pergulatan meraih supremasi fungsi sumber daya manusia (SDM) di berbagai organisasi, baik pemerintah ataupun swasta adalah level ketersediaan dan keunggulan sumber daya manusia yang kompeten di bidang-bidang penting pada saat yang dibutuhkan.

Irianto (2001) menyebutkan bahwa ada tiga kelemahan mendasar yang melekat pada kapabilitas atau kompetensi tenaga kerja di Indonesia. Pertama adalah rendahnya skill atau penguasaan keahlian spesifik sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Kelemahan kedua yaitu sempitnya pengetahuan dan wawasan yang memungkinkan para tenaga kerja tidak efektif dengan perubahan di tempat kerja, sedangkan kelemahan ketiga yaitu perilaku dalam mengatasi setiap masalah pekerjaan yang berada pada titik yang memprihatinkan. Para pelaku usaha dituntut untuk menerapkan manajemen sumber daya manusia berbasis kompetensi di tempat kerjanya karena diyakini kompetensi berkontribusi secara signifikan dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas yang akan berimplikasi pada peningkatan daya saing organisasi.

(14)

yang mengindikasikan cara berperilaku atau berpikir, yang berlaku dalam cakupan situasi yang sangat luas dan bertahan dalam kurun waktu yang lama. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kinerja, perusahaan perlu melakukan upaya akuisisi atau pengembangan kompetensi secara sistematis melalui program pelatihan.

Pelatihan dan pendidikan merupakan sebuah jawaban tepat terkait dengan ketatnya persaingan global dan proses reformasi ekonomi yang sedang berlangsung di Indonesia (Nangoi, 2004). Pelatihan merupakan media untuk membangun sumber daya manusia menuju era globalisasi yang penuh dengan tantangan. Undang-Undang Nomor 13 tentang Ketenagakerjaan Tahun 2003, menyatakan bahwa pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan.

Kondisi ini menyadarkan para pimpinan perusahaan bahwa pelatihan karyawan merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditunda. Para pimpinan menyadari bahwa kemajuan suatu organisasi tergantung dari pengembangan sumber daya manusia dan diyakini pula bahwa melalui program pelatihan yang efektif maka kompetensi karyawan dapat ditingkatkan. Penentuan tingkat efektivitas suatu program pelatihan sebaiknya dilakukan secara menyeluruh dan lengkap meliputi evaluasi terhadap reaksi peserta training terhadap muatan isi dan proses pembelajaran, sejauh mana materi pelatihan dapat dipahami dan diimplementasikan, apakah terdapat perbedaan perilaku setelah mengikuti pelatihan, serta mengevaluasi manfaat pelatihan terhadap kinerja organisasi (Ruky, 2003).

(15)

1.2. Rumusan Masalah

Kelangsungan organisasi sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia yang ada. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri ataupun kebutuhan masyarakat (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan). Tenaga kerja merupakan elemen utama perusahaan dibandingkan dengan elemen lain seperti modal, teknologi, dan uang karena manusia itu sendiri yang menyebabkan elemen lain dalam perusahaan dapat dijalankan.

Mengingat pentingnya peran sumber daya manusia dalam perusahaan agar tetap dapat bersaing dalam iklim persaingan bebas tanpa batas, maka peran manajemen sumber daya manusia tidak lagi hanya menjadi tanggung jawab karyawan melainkan juga merupakan tanggung jawab manajemen perusahaan. sumber daya manusia perlu dikelola secara baik dan professional agar dapat tercipta keseimbangan antara kebutuhan sumber daya manusia dengan tuntutan serta kemajuan bisnis perusahaan. Keseimbangan tersebut merupakan kunci sukses utama bagi perusahaan karena perkembangan bisnis perusahaan sangat tergantung dari kinerja sumber daya manusia yang ada di perusahaan.

Irianto (2001) menyebutkan bahwa ada tiga kelemahan mendasar yang melekat pada kapabilitas atau kompetensi tenaga kerja di Indonesia. Pertama adalah rendahnya skill atau penguasaan keahlian spesifik sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Kelemahan kedua yaitu sempitnya knowledge dan wawasan yang memungkinkan para tenaga kerja tidak efektif dengan perubahan di tempat kerja, sedangkan kelemahan ketiga yaitu attitude dalam mengatasi setiap masalah pekerjaan yang berada pada titik yang memprihatinkan.

(16)

meningkatkan kompetensi karyawan agar sesuai dengan standar kerja yang ditentukan perusahaan karena seringkali ditemui kenyataan bahwa kemampuan kerja yang dimiliki karyawan berada di bawah standar yang diharapkan perusahaan. Dengan adanya pelatihan, perusahaan mengharapkan terjadi peningkatan kompetensi karyawan yang pada akhirnya akan berimplikasi pada optimalisasi kinerja perusahaan. Namun, untuk mengetahui efektivitas dari suatu program pelatihan diperlukan evaluasi terhadap hasil dari pelatihan tersebut. Selama ini evaluasi yang dilakukan oleh PT Tirta Investama dirasa masih kurang karena hanya mengukur kepuasan atau reaksi peserta pelatihan terhadap pelaksanaan pelatihan, tetapi tidak diukur seberapa besar pembelajaran dan perubahan perilaku yang dirasakan peserta setelah mengikuti program pelatihan, serta mengukur manfaat atau hasil pelatihan terhadap kinerja organisasi secara keseluruhan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penilaian karyawan terhadap pelaksanaan pelatihan WISE

Leadership?

2. Bagaimana penilaian karyawan terhadap tingkat kompetensi yang dimilikinya setelah mengikuti pelatihan WISE Leadership?

3. Bagaimana pengaruh pelatihan WISE Leadership terhadap kompetensi karyawan?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil yang bermanfaat dalam menganalisis hubungan antara efektivitas pelatihan dengan peningkatan kompetensi karyawan serta sebagai masukan atau rekomendasi dalam upaya meningkatkan efektivitas pelatihan dan menghindari keusangan karyawan. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mempelajari evaluasi pelatihan WISE Leadership berdasarkan penilaian karyawan.

2. Mempelajari tingkat kompetensi yang dimiliki karyawan setelah mengikuti pelatihan WISE Leadership.

(17)

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, diantaranya:

1. Bagi perusahaan, hasil ini diharapkan dapat menjadi masukan atau bahan pertimbangan dalam menentukan sasaran, metode, dan materi pelatihan yang tepat untuk meningkatkan efektivitas pelatihan, meningkatkan kompetensi karyawan, dan mengurangi keusangan karyawan dalam menghadapi tuntutan pekerjaan saat ini dan masa yang akan datang.

2. Bagi kemajuan ilmu, khususnya pengembangan ilmu manajemen penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau menjadi bahan perbandingan bagi peneliti lain yang melakukan penelitian sejenis ataupun penelitian yang lebih luas terutama penelitian di bidang SDM.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis akan membatasi masalah pada aspek-aspek sebagai berikut:

1. Variabel Reaksi, pembelajaran, perilaku, dan hasil dalam penelitian ini adalah variabel-variabel yang membentuk efektivitas pelatihan.

2. Variabel knowledge, skill, self concept, trait, dan motive dalam penelitian ini adalah variabel-variabel yang menggambarkan kompetensi karyawan.

(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pelatihan

2.1.1 Definisi Pelatihan

Lucas (1994) menyatakan bahwa pelatihan adalah segala aktivitas formal atau informal yang berkontribusi dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap karyawan. Pelatihan didefinisikan oleh Sumarsono (2003) sebagai salah satu faktor yang penting dalam pengembangan sumber daya manusia. Pendidikan dan pelatihan tidak hanya menambah pengetahuan, akan tetapi juga meningkatkan keterampilan dalam bekerja, dengan demikian meningkatkan produktivitas kerja. Pelatihan dipandang sebagai investasi yang imbalannya akan diperoleh beberapa tahun kemudian dalam bentuk pertambahan hasil kerja sedangkan Undang-Undang Nomor 13 tentang Ketenagakerjaan (2003), menyatakan bahwa pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan.

Menurut Mangkuprawira (2004), pelatihan merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik, sesuai standar. Sejalan dengan pendapat di atas, Rivai (2006) menyatakan pelatihan adalah proses yang secara sistematis mengubah tingkah laku karyawan untuk mencapai tujuan organisasi. Pelatihan berkaitan dengan keahlian dan kemampuan karyawan untuk melaksanakan pekerjaan saat ini. Pelatihan memiliki orientasi saat ini dan membantu karyawan untuk mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil dalam melaksanakan pekerjaannya.

2.1.2 Tujuan Pelatihan

(19)

karyawannya, maka ditetapkan terlebih dahulu apa yang menjadi tujuan program pelatihan tersebut, agar proses pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik dan hasilnya sesuai harapan perusahaan. Menurut Wexley dan Latham (1991), ada tiga sasaran atau tujuan spesifik dari suatu program pelatihan, yaitu memperluas tingkat pengetahuan karyawan, meningkatkan

skill karyawan di satu atau lebih bidang pekerjaan, menambah motivasi

karyawan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik.

Tujuan pelatihan ditinjau dari sisi individu karyawan menurut Mangkuprawira (2004), yaitu perubahan dalam peningkatan pengetahuan, sikap, keterampilan dan pengembangan karir. Sedangkan tujuan pelatihan untuk perusahaan adalah tercapainya kinerja yang maksimum sebagai buah dari hasil pelatihan yang terjadi pada karyawan. Dalam hal ini, harus ada keterkaitan antara input, output, outcome, dan impact dari pelatihan yaitu:

1. Faktor input terdiri dari karyawan peserta pelatih, bentuk dan materi pelatihan, pelatih atau instruktur, tim pengelola, waktu dan tempat, anggaran, dan fasilitas lain. Menurut Rivai (2006) materi program disusun dari estimasi kebutuhan dan tujuan pelatihan. Kebutuhan disini mungkin dalam bentuk pengajaran keahlian khusus, menyajikan pengetahuan yang diperlukan, atau berusaha untuk mempengaruhi sikap.

2. Faktor output terdiri dari jumlah kehadiran karyawan atau peserta pelatihan, intensitas interaksi pelatihan, jumlah kehadiran pelatih, kepuasan karyawan dan pelatih serta pengelola.

(20)

kemampuan berpikir. Menurut Mangkuprawira dan Vitayala (2007) pengetahuan adalah keseluruhan kognisi dan keterampilan yang digunakan oleh manusia untuk memecahkan masalah dengan efektif. Misalnya pengetahuan tentang komunikasi, inisiatif, kreativitas, motivasi, dan konflik. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang maka semakin tinggi daya inovatif dan produktivitasnya.

4. Faktor impact terdiri dari peningkatan kinerja karyawan, pengembangan karir karyawan, dan peningkatan produktivitas perusahaan.

Hasibuan (2007) berpendapat bahwa salah satu tujuan utama dari program pelatihan adalah untuk meningkatkan kinerja karyawan, meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi, meningkatkan keterampilan teknik, keterampilan manajerial, dan keterampilan individu. Lebih lanjut dijelaskan oleh Mangkunegara (2004) bahwa pelatihan mempunyai tujuan untuk membantu karyawan dalam:

1. meningkatkan penghayatan jiwa dan ideologi, 2. meningkatkan produktivitas kerja,

3. meningkatkan kualitas kerja,

4. meningkatkan ketetapan perencanaan sumber daya manusia, 5. meningkatkan sikap, moral, dan semangat kerja,

6. meningkatkan motivasi untuk berprestasi secara maksimal, 7. meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja, dan 8. meningkatkan pengembangan karyawan.

2.1.3 Manfaat Pelatihan

Manfaat pelatihan dapat dikelompokkan dalam kategori untuk keperluan perusahaan dan individual, walaupun pada akhirnya juga bermanfaat untuk hubungan antara sumber daya manusia, baik intra, antar grup, dan pelaksana kebijakan. Menurut Rivai (2006), manfaat dari kegiatan pelatihan dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori, yaitu:

1. Manfaat bagi karyawan, antara lain:

(21)

b. Melalui pelatihan dan pengembangan, variabel pengenalan, pencapaian prestasi, pertumbuhan, tanggung jawab, dan kemajuan dapat diinternalisasi dan dilaksanakan.

c. Membantu mendorong dan mencapai pengembangan diri dan rasa percaya diri.

d. Membantu karyawan mengatasi stres, tekanan, frustasi, dan konflik. e. Memberikan informasi tentang meningkatnya pengetahuan

kepemimpinan, keterampilan komunikasi, dan sikap. f. Meningkatkan kepuasan kerja dan pengakuan.

g. Membantu karyawan mendekati tujuan pribadi serta meningkatkan keterampilan interaksi.

h. Memenuhi kebutuhan personal peserta dan pelatih.

i. Memberikan nasehat dan jalan untuk pertumbuhan masa depan. j. Membangun rasa pertumbuhan dalam pelatihan.

k. Membantu pengembangan keterampilan mendengar, bicara dan menulis dengan latihan.

l. Membantu menghilangkan rasa takut dalam melaksanakan tugas baru.

2. Manfaat bagi perusahaan, antara lain:

a. Mengarahkan untuk meningkatkan profitabilitas atau sikap yang lebih terhadap orientasi profit.

b. Memperbaiki pengetahuan kerja dan keahlian pada semua level perusahaan.

c. Memperbaiki moral SDM.

d. Membantu karyawan untuk mengetahui tujuan perusahaan. e. Membantu menciptakan image perusahaan yang lebih baik. f. Mendukung otentisitas, keterbukaan dan kepercayaan. g. Meningkatkan hubungan antar bawahan dan atasan. h. Membantu pengembangan perusahaan.

i. Belajar dari peserta.

(22)

l. Perusahaan dapat membuat keputusan yang lebih efektif. m.Membantu pengembangan promosi dari dalam.

n. Membantu pengembangan keterampilan kepemimpinan, motivasi, kesetiaan, sikap, dan aspek lain yang biasanya diperlihatkan pekerja. o. Membantu meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan kualitas kerja. p. Membantu menekan biaya dalam berbagai bidang seperti produksi,

SDM, dan administrasi.

q. Meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap kompetensi dan pengetahuan perusahaan.

r. Meningkatkan hubungan antar buruh dengan manajemen.

s. Mengurangi biaya konsultan luar dengan menggunakan konsultan internal.

t. Mendorong mengurangi perilaku yang merugikan. u. Menciptakan iklim yang baik untuk pertumbuhan. v. Membantu meningkatkan komunikasi organisasi.

3. Manfaat dalam hubungan SDM, intra dan antar grup dan pelaksana kebijakan, antara lain:

a. Meningkatkan komunikasi antar grup dan individual.

b. Membantu dalam orientasi bagi karyawan baru dan karyawan transfer atau promosi.

c. Memberikan informasi tentang kesamaan kesempatan dan aksi alternatif.

d. Memberikan informasi tentang hukum pemerintah dan kebijakan internasional.

e. Meningkatkan keterampilan interpersonal.

f. Membuat kebijakan perusahaan, aturan, dan regulasi. g. Meningkatkan kualitas moral.

h. Membangun kohesifitas dalam kelompok.

i. Memberikan iklim yang baik untuk belajar, pertumbuhan, dan koordinasi.

(23)

Siagian (2006) menggambarkan bahwa ada tujuh manfaat yang dapat dipetik melalui penyelenggaraan program pelatihan:

1. Meningkatkan produktivitas kerja organisasi sebagai keseluruhan antara lain karena kecermatan melaksanakan tugas, efisiensi, meningkatnya kerja sama antar satuan kerja, meningkatnya tekad mencapai sasaran yang telah ditetapkan sehingga organisasi bergerak sabagai suatu kesatuan yang bulat dan utuh.

2. Terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan karena adanya pendelegasian wewenang, interaksi yang lebih dewasa secara teknikal maupun intelektual, saling menghargai dan adanya kesempatan bagi bawahan untuk berpikir dan bertindak secara inovatif.

3. Terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat karena melibatkan partisipasi dari seluruh karyawan perusahaan.

4. Meningkatkan semangat kerja seluruh karyawan dalam organisasi dengan komitmen organisasional yang lebih tinggi.

5. Mendorong sikap keterbukaan manajemen melalui penerapan gaya manajerial yang lebih partisipatif.

6. Memperlancar jalannya komunikasi yang efektif yang berimplikasi pada kelancaran proses perumusan kebijaksanaan organisasi dan operasionalisasinya.

7. Penyelesaian konflik secara fungsional yang dampaknya adalah tumbuhnya suasana kekeluargaan di kalangan para anggota organisasi.

2.1.4 Tahapan dalam Pelaksanaan Pelatihan

Langkah-langkah yang perlu ditempuh agar pelatihan dapat berjalan efektif menurut Notoatmodjo (2003) adalah:

1. Analisis kebutuhan pelatihan

(24)

sikap kerja karyawan yang menempati posisi jabatan tertentu dalam suatu perusahaan. Menurut Rivai (2006), upaya untuk melakukan identifikasi pelatihan dapat dilakukan antara lain dengan cara:

a. Membandingkan uraian pekerjaan dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki karyawan atau calon karyawan.

b. Menganalisis penilaian prestasi

Hal ini untuk mengetahui penyebab penyimpangan yang terjadi, baik dari kurangnya pengetahuan maupun keterampilan karyawan.

c. Menganalisis catatan karyawan

Dari catatan ini dapat ditentukan kekurangan-kekurangan yang dapat diatasi melalui pelatihan.

d. Menganalisis laporan perusahaan lain, yaitu tentang keluhan pelanggan, keluhan karyawan, tingkat absensi, kecekatan kerja, kerusakan mesin, dan lain-lain yang dapat menjadi indikasi adanya kekurangan-kekurangan yang dapat ditanggulangi dengan pelatihan. e. Menganalisis masalah

Masalah yang dihadapi perusahaan secara umum dipisahkan ke dalam dua kelompok, yaitu masalah yang menyangkut sistem dan SDM-nya. Masalah yang menyangkut SDM sering ada implikasinya dengan pelatihan.

f. Merancang sasaran dan program jangka panjang perusahaan. 2. Menetapkan tujuan

Tujuan pelatihan ialah merumuskan kemampuan yang diharapkan dari pelatihan dalam bentuk perilaku. Dasar untuk menentukan tujuan pelatihan adalah hasil dari analisis kebutuhan pelatihan yang telah ditetapkan.

3. Pengembangan kurikulum

(25)

4. Pelaksanaan pelatihan

Dalam pelaksanaan pelatihan, hal yang harus diperhatikan adalah penanggung jawab harian, adanya monitoring pelaksanaan melalui evaluasi harian serta tersedianya alat bantu yang diperlukan.

5. Evaluasi

Evaluasi dapat dilakukan secara formal yaitu mengedarkan kuesioner yang diisi oleh para peserta. Sedangkan informal yaitu melalui diskusi antara peserta dengan panitia.

Tahap Assesment Tahap Pelatihan Tahap Evaluasi

Umpan Balik

Umpan Balik

Gambar 1. Model proses pelatihan

Berdasarkan Gambar 1, Mangkuprawira dan Vitayala (2007) menerangkan bahwa sebelum pelatihan dapat terselenggara, kebutuhan terhadap pelatihan perlu dianalisis terlebih dahulu karena belum tentu setiap orang siap dan membutuhkan pelatihan. Selain itu, penilaian kebutuhan dapat mendiagnosis permasalahan terkini dan tantangan masa depan yang diharapkan akan dapat diatasi. Dalam tahapan penilaian, keperluan akan suatu pelatihan dari pihak perusahaan, tugas, dan kebutuhan individual perlu Penilaian kebutuhan

organisasi

Penilaian kebutuhan tugas

Penilaian kebutuhan karyawan

Merancang dan menyeleksi prosedur pelatihan

Mengukur hasil pelatihan Pengembangan

tujuan pelatihan

Pelatihan

Mengembangkan hasilnya dengan

kriteria Pengembangan

(26)

dianalisis terlebih dahulu. Jenis informasi dan metode pengumpulan yang berbeda dapat digunakan pada tiap tingkat pengguna.

Data tentang jenis pelatihan yang diperlukan dan tipe kelompok yang membutuhkan pelatihan dapat dikumpulkan melalui beragam metode. Selain itu, data harus dikumpulkan dan dianalisis pada tiga tingkatan keperluan yang berbeda, yaitu penilaian kebutuhan pelatihan dari perusahaan, tugas dan kebutuhan karyawan. Setelah tahap analisis kebutuhan dikerjakan maka tahap berikut adalah perumusan tujuan pelatihan, prinsip-prinsip pembelajaran atau metode pelatihan (termasuk kriteria evaluasi pelatihan), merancang dan menyeleksi prosedur pelatihan, penentuan dan pelaksanaan program pelatihan, serta evaluasi pelatihan dan pengembangan.

2.1.5 Jenis Pelatihan

Menurut Simamora (2004), terdapat banyak pendekatan untuk pelatihan. Jenis pelatihan yang dapat diselenggarakan di organisasi yaitu:

1. Pelatihan Keahlian

Kebutuhan pelatihan diidentifikasi melalui penilaian yang jeli. Kriteria penilaian efektivitas pelatihan juga berdasarkan pada sasaran yang diidentifikasi pada tahap penilaian.

2. Pelatihan ulang

Pelatihan ini merupakan subset pelatihan keahlian. Pelatihan ulang berupaya memberikan kepada karyawan keahlian yang karyawan butuhkan untuk menghadapi perubahan tuntutan kerja.

3. Pelatihan lintas fungsional

Pelatihan diberikan dengan melakukan aktivitas kerja di bidang yang lainnya selain dari pekerjaan yang ditugaskan.

4. Pelatihan tim

Pelatihan diberikan melalui interaksi dengan selalu menggunakan bentuk simulasi atau praktik situasi nyata dan selalu terfokus pada interaksi dari anggota tim, perlengkapan, dan prosedur kerja.

5. Pelatihan kreativitas

(27)

dengan ide-ide baru. Salah satunya adalah brainstorming dimana para peserta diberikan peluang untuk mengeluarkan gagasan sebanyak mungkin kemudian diminta memberikan penilaian rasional dari segi biaya dan kelayakan.

Hasibuan (2007) merumuskan bahwa terdapat dua jenis pelatihan yang lazimnya diselenggarakan perusahaan, yaitu:

1. Pelatihan secara formal

Karyawan ditugaskan perusahaan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan, baik yang dilakukan perusahaan maupun yang dilakukan oleh lembaga pendidikan dan pelatihan. Pelatihan secara formal dilakukan perusahaan karena tuntutan pekerjaan saat ini maupun di masa yang akan datang, yang sifatnya non karir atau peningkatan karir karyawan. 2. Pelatihan secara informal

Karyawan atas keinginan atau usaha sendiri melatih dan mengembangkan dirinya dengan mempelajari buku-buku literatur yang ada kaitannya dengan pekerjaan atau jabatannya. Pelatihan secara informal menunjukkan bahwa karyawan tersebut berkeinginan keras untuk maju dengan cara meningkatkan kemampuan kerjanya. Hal ini bermanfaat bagi perusahaan karena prestasi kerja karyawan meningkat, disamping efisiensi dan produktivitasnya yang semakin baik.

2.1.6 Metode Pelatihan

Menurut Siagian (2006), ketepatan penggunaan teknik pelatihan sangat tergantung pada berbagai pertimbangan yang ingin ditonjolkan, seperti efisiensi dalam pembiayaan, materi program, tersedianya fasilitas tertentu, preferensi dan kemampuan peserta, preferensi dan kemampuan pelatih dan prinsip-prinsip belajar yang hendak diterapkan. Berangkat dari pemikiran di atas, berbagai teknik pelatihan yang sudah umum dikenal dewasa ini antara lain:

1. On The Job Training

(28)

tugasnya yang sekarang. Yang bertindak sebagai pelatih yaitu pelatih formal, atasan langsung, atau rekan kerja yang lebih berpengalaman. 2. Rotasi Pekerjaan

Pelatihan ini bertujuan untuk menjamin kontinuitas kegiatan organisasi dimana para karyawan dilatih untuk mengerjakan berbagai macam tugas.

3. Sistem Magang

Metode ini adalah suatu cara untuk mengembangkan keahlian sehingga para karyawan yang bersangkutan dapat mempelajari segala aspek dari pekerjaannya.

4. Sistem Ceramah

Metode ini dapat diberikan dengan berbagai variasi, misalnya dengan tanya-jawab, tanpa tanya-jawab, dengan atau tanpa alat peraga seperti film, slide, overhead projector, dan video.

5. Ruang Kelas Vestibule

Vestibule adalah metode pelatihan yang dilakukan dalam kelas atau

bengkel yang biasanya diselenggarakan dalam suatu perusahaan untuk memperkenalkan pekerjaan kepada karyawan baru dan melatih mereka mengerjakan pekerjaan tersebut.

6. Role Playing Method

Metode pelatihan digunakan untuk meningkatkan kemampuan karyawan dalam menyelesaikan konflik. Teknik penggunaannya yaitu dengan mengharuskan peserta pelatihan terlibat dalam suatu permainan dimana seseorang memainkan peranan pihak tertentu yang mempunyai kepentingan seolah-olah bertolak belakang dengan kepentingan sendiri. 7. Studi kasus

(29)

8. Teknik Simulasi

Simulasi merupakan situasi atau kejadian yang ditampilkan semirip mungkin dengan situasi yang sebenarnya tapi hanya merupakan tiruannya saja.

9. Latihan Laboratorium

Teknik ini adalah suatu bentuk latihan kelompok terutama digunakan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan antar individu. Misalnya latihan sensitivitas, dimana para peserta dilatih menjadi lebih sensitif terhadap perasaan orang lain dan lingkungan.

2.1.7 Evaluasi Pelatihan

Menurut Kirkpatrick (1998) evaluasi terhadap efektivitas program

training mencakup empat level evaluasi, yaitu:

1. EvaluatingReaction

Mengevaluasi terhadap reaksi peserta pelatihan berarti mengukur kepuasan peserta. Kepuasan peserta dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu materi pelatihan, fasilitas yang tersedia, kualitas instruktur, jadwal pelatihan, kualitas konsumsi selama pelatihan berlangsung, pemberian latihan atau tugas, studi kasus, modul pelatihan.

2. EvaluatingLearning

Ada tiga hal yang dapat instruktur ajarkan dalam program training, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Peserta dikatakan telah belajar apabila pada dirinya telah mengalami perbaikan sikap, penambahan pengetahuan maupun peningkatan keterampilan. Oleh karena itu, untuk mengukur efektivitas program training maka ketiga aspek tersebut perlu diukur. Penilaian ini disebut juga penilaian output

belajar.

3. Evaluatingbehaviour

(30)

4. Evaluatingresult

Evaluasi hasil dalam level keempat ini difokuskan pada hasil akhir yang terjadi karena peserta telah mengikuti suatu program pelatihan, diantaranya peningkatan produksi, peningkatan kualitas, penurunan biaya, penurunan kualitas terjadinya kecelakaan kerja, penurunan turnover, dan kenaikan laba. Tujuan dari pengumpulan informasi pada level ini adalah untuk menguji dampak pelatihan terhadap organisasi secara keseluruhan. penilaian ini disebut juga penilaian impact

pelatihan.

Sejalan dengan pendapat di atas Simamora (2004) menambahkan bahwa evaluasi membutuhkan adanya penilaian terhadap dampak program pelatihan pada perilaku dan sikap dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pengukuran efektivitas pelatihan didasarkan pada:

1. Reaksi

Mengukur reaksi biasanya terfokus pada perasaan peserta pelatihan terhadap subjek pelatihan dan pelatih, menyarankan perbaikan pada program, dan tingkat dimana pelatihan membantu karyawan dalam melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik. Evaluasi reaksi biasanya melalui pelaksanaan wawancara dan kuesioner.

2. Belajar

Prinsip-prinsip, pengetahuan, dan keterampilan yang diperoleh selama pelaksanaan pelatihan. Evaluasi belajar dengan menggunakan tes tertulis atau observasi. Pretest dapat meningkatkan kesiapan peserta untuk belajar, mendorong mereka pada konteks dan isi program pelatihan, membuat peserta peka terhadap konsep-konsep penting, memfokuskan pelatihan pada konsep-konsep kunci, dan membuat iklim belajar yang giat, dan mengukur seberapa besar penguasaan pada keahlian dan keterampilan tertentu.

3. Perilaku

(31)

4. Hasil

Evaluasi terakhir yaitu evaluasi terhadap hasil akhir. Evaluasi ini dapat dicapai dengan melihat dari segi pencapaian tujuan atau sasaran pelatihan. Jika hasil tidak tercapai, maka pelatihan tidak mencapai tujuannya.

2.2. Kompetensi

2.2.1 Definisi Kompetensi

Menurut Palan (2008), kompetensi didefinisikan sebagai karakteristik yang mendasari perilaku yang menggambarkan motif, karakteristik pribadi, konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan, atau keahlian yang dibawa seseorang yang berkinerja unggul di tempat kerja. Kompetensi merupakan karakter dasar orang yang mengindikasikan cara berperilaku atau berpikir, yang berlaku dalam cakupan situasi yang sangat luas dan bertahan dalam kurun waktu yang lama.

Sejumlah besar pakar bidang sumber daya manusia pada konferensi mengenai kompetensi di Johannesburg tahun 1995 menyepakati bahwa yang dimaksud dengan kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang saling terkait mempengaruhi sebagian besar jabatan (peranan atau tanggung jawab), berkorelasi dengan kinerja pada jabatan tersebut, dapat diukur dengan standar-standar yang dapat diterima, serta dapat ditingkatkan melalui upaya-upaya pelatihan dan pengembangan. Lucia dan Lepsinger (1999) diacu dalam Prihadi (2004) merumuskan bahwa a competency is build on the foundation of inherent talents and incorporating the types of skills and knowledge that can be acquitted

through learning, effort, and experience. The all innate and acquired

abilities manifests in a specific set of behaviors.

(32)

Kompetensi menuntut bahwa pengetahuan yang relevan, bagaimanapun cara mendapatkannya dapat diterapkan, artinya keterampilan harus ditunjang dengan pengetahuan.

Taylor (2008) melengkapi pendapat di atas dengan menyatakan bahwa kompetensi adalah sebuah pedoman dari organisasi yang diberikan kepada setiap individu untuk menghasilkan kinerja yang diharapkan. Organisasi memberikan setiap individu sebuah indikator dari sikap atau perilaku yang akan dievaluasi dan dihubungkan dengan penentuan insentifnya. Kompetensi juga diartikan sebagai indikator kinerja suatu organisasi yang diuraikan dalam kinerja masing-masing individu di dalamnya.

2.2.2 Karakteristik Kompetensi

Para pakar kompetensi yang tergabung dalam kelompok Hay-Macber (dipelopori McClelland, Boyatzis, Spencer, dan Spencer) diacu dalam Prihadi (2004), mengemukakan lima karakteristik kompetensi sebagai berikut:

1. Motives

Motif adalah hal-hal yang seseorang pikir atau inginkan secara konsisten yang menimbulkan tindakan. motives berhubungan erat dengan drive, direct, dan select. Contoh, motivasi untuk berprestasi, memikul tanggung jawab pribadi untuk pencapaiannya, dan menggunakan feedback agar dapat bekerja lebih baik.

2. Traits

Karakteristik pribadi merujuk pada karakteristik fisik dan konsistensi tanggapan terhadap situasi atau informasi. Hal ini menjurus kepada karakter individu yang mengarah pada respon-respon konsisten terhadap stimulus atau situasi tertentu. Kontrol diri atas emosi dan inisiatif merupakan respons-respons terhadap sesuatu yang lebih kompleks. Sejumlah orang mampu menahan emosinya dan bertindak di luar panggilan tugas untuk memecahkan masalah di bawah tekanan. 3. Self-Concept

(33)

dengan rasa percaya diri seseorang. Nilai individu mempunyai sikap reaktif yang dapat memprediksi apa yang akan dilakukan seseorang dalam waktu singkat. Seseorang yang memiliki values menjadi seorang pemimpin lebih berkemungkinan menunjukkan perilaku kepemimpinan. Sebuah tugas akan menjadi tes kemampuan kepemimpinan bagi dirinya.

4. Knowledge

Kategori ini merujuk pada informasi dan hasil pembelajaran yang dimiliki seseorang dalam bidang-bidang tertentu.

5. Skill

Keterampilan adalah kemampuan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan baik fisik maupun mental. Kompetensi keterampilan mental atau kognitif mencakup berpikir analitis (pemrosesan pengetahuan dan data, menentukan sebab dan akibat, pengorganisasian data), dan berpikir konseptual (mengenali pola-pola dalam data yang kompleks).

2.2.3 Konsep Kompetensi

Prihadi (2004) menyatakan bahwa tipe atau jenis karakteristik kompetensi memiliki implikasi praktis bagi perencanaan SDM. Kelompok Hay-Macber menggambarkan konsep kompetensi sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 2.

KNOWLEDGE

SKILL

SELF CONCEPT

TRAITS

MOTIVES

Gambar 2. Model kompetensi Ice Berg

(34)

kompetensi-kompetensi traits dan motives inti berada di dasar gunung es lebih sulit untuk dikembangkan, cara yang paling efektif untuk meningkatkan kompetensi ini adalah mengadakan seleksi untuk aspek ini, sedangkan kompetensi-kompetensi self-concept terletak diantaranya. Sikap dan nilai seperti kepercayaan diri dapat ditingkatkan melalui pelatihan, psikoterapi, dan pengalaman positif meskipun akan lebih sulit dan membutuhkan lebih banyak waktu.

2.3. Penelitian Terdahulu

Ali (2005) dengan tesis yang berjudul Hubungan Pelatihan dengan Peningkatan Kompetensi Pegawai Dinas Pertanian dan Kehutanan Propinsi Kepulauan Bangka Belitung menyimpulkan bahwa pelatihan yang dilakukan oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan Propinsi Kepulauan Bangka Belitung saat ini sudah berjalan baik, tingkat kompetensi pegawai berdasarkan hasil analisis menunjukkan hasil yang cukup baik, dan terdapat hubungan antara pelatihan dengan kompetensi pegawai atau dengan kata lain ada keterkaitan antara peningkatan kompetensi dengan peningkatan efektivitas pelatihan.

Nofrianti (2009) dalam skripsi yang berjudul Hubungan Pelatihan Mutu Produksi Bagian Quality Inspection dengan Kinerja Karyawan (Studi Kasus Departemen Quality Control PT Krama Yudha Ratu Motor, Jakarta). Dalam penelitiannya metode pengumpulan data yang digunakan yaitu data primer yang berasal dari kuesioner dan wawancara serta data sekunder yang berasal dari hasil studi pustaka. Analisis data menggunakan uji beda wilcoxon untuk melihat perbedaan pada kinerja sebelum dan sesudah pelatihan, uji rank spearman untuk menganalisis hubungan antara sistem pelatihan dengan kinerja, kemudian analisis persepsi menggunakan rataan skor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program, metode, fasilitas, kebutuhan, waktu, dan manfaat pelatihan dinilai baik oleh karyawan. Instruktur dan materi dinilai kurang baik. Hasil uji beda wilcoxon

(35)

Penelitian-penelitian terdahulu di atas menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pelatihan dengan kompetensi dan kinerja karyawan sedangkan penelitian yang akan dilakukan yaitu menganalis pengaruh pelatihan WISE

Leadership terhadap pengembangan kompetensi karyawan yaitu knowledge, skill,

(36)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Secara garis besar penelitian ini menggunakan kerangka pemikiran seperti yang terdapat pada Gambar 3. Persaingan bisnis yang semakin ketat mendorong setiap perusahaan untuk meningkatkan kompetensi dan keunggulan daya saing. Daya saing yang tinggi dapat diperoleh melalui pengelolaan perusahaan secara efektif dan efisien melalui pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Tak terkecuali PT Tirta Investama, melalui visi dan misi perusahaan berupaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya agar memiliki keunggulan komparatif sehingga mampu menghadapi persaingan global. PT Tirta Investama melakukan strategi pengembangan melalui program pelatihan SDM untuk meningkatkan kompetensi karyawannya. pengembangan sumber daya manusia perlu dilakukan agar visi, misi, dan tujuan yang telah direncanakan dapat tercapai. Oleh karena itu, untuk mengembangkan sumber daya manusia, perusahaan mengadakan program-program pelatihan, salah satunya pelatihan WISE atau Work In Safety Environment Leadership. Pelatihan WISE

Leadership merupakan pelatihan internal yang diikuti oleh para manajer lini dari

divisi SDM, SHE, S&D, MDC, dan Finance PT Tirta Investama yang berjumlah 50 orang. Pelatihan WISE bertujuan untuk meningkatkan kompetensi lini manajemen di bidang keselamatan kerja agar mampu menjadi contoh atau role

model dalam penerapan program WISE sehingga meningkatkan kesadaran,

kepedulian, serta memotivasi unit kerja yang dipimpinnya untuk selalu memprioritaskan keselamatan kerja dalam menjalankan aktivitas kerja sehari-hari. Hal ini diharapkan dapat menciptakan kondisi dan perilaku kerja yang lebih aman sehingga nihil kecelakaan dapat dicapai, minimal mengurangi angka kecelakaan kerja sehingga keselamatan karyawan terjamin.

(37)

konsumsi selama pelatihan berlangsung, pemberian latihan atau tugas, studi kasus, modul pelatihan.

Peneliti akan melihat bagaimana pengaruhnya terhadap peningkatan kompetensi karyawan. Para pakar kompetensi yang tergabung dalam kelompok Hay-Mcber (dipelopori McClelland, Boyatzis, Spencer dan Spencer) diacu dalam Prihadi (2004), mengemukakan lima karakteristik kompetensi yang dibagi ke dalam lima karakteristik kompetensi, yaitu motives, traits, self concept,

knowledge, dan skill. Melalui pencapaian tujuan dari pelatihan, yaitu

meningkatkan kompetensi peserta yang telah mengikutinya agar mampu melaksanakan pekerjaan dengan baik.

Analisis Deskriptif Analisis Deskriptif

Analisis PMPLS

Gambar 3. Kerangka pemikiran penelitian Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan

Meningkatkan kualitas SDM

Melakukan Pengembangan SDM

Program pelatihan : Evaluasi pelatihan 4 level :

1. Reaksi 2. Pembelajaran 3. Perilaku 4. Hasil

Lima Tipe Kompetensi karyawan :

1. Motives 2. Traits 3. Self Concept 4. Knowledge

5. Skill

Evaluasi Pelatihan terhadap Peningkatan Kompetensi

(38)

3.2. Tahapan Penelitian

Pra Penelitian

Pengumpulan Data

Pengolahan & Analisis Data

Gambar 4. Tahapan penelitian Identifikasi Minat Penelitian

Pengumpulan Gagasan

Penentuan Topik Penelitian

Pemilihan Objek Penelitian

Menentukan Perumusan Masalah:

1.Bagaimana penilaian karyawan terhadap pelaksanaan pelatihan WISE Leadership? 2.Bagaimana penilaian karyawan terhadap tingkat kompetensi yang dimilikinya setelah

mengikuti pelatihan WISE Leadership?

3.Bagaimana pengaruh pelatihan wise leadership terhadap kompetensi karyawan?

Menentukan Tujuan penelitian:

1.Mempelajari evaluasi pelatihan WISE Leadership berdasakan penilaian karyawan. 2.Mempelajari tingkat kompetensi yang dimiliki karyawan setelah mengikuti pelatihan

WISE Leadership.

3.Menganalisis pengaruh pelatihan WISELeadership terhadap kompetensi karyawan.

Rancangan Pengumpulan Data :

Identifikasi kebutuhan data, Metode pengumpulan data dan pemilihan teknik analisis

Studi Pendahuluan

Penyusunan Desain Riset, Hipotesis dan Kuesioner

Pengumpulan Data Lapangan: 1. Data Primer: kuesioner & wawancara 2. Data Sekunder: literatur & arsip perusahaan

Pengolahan & Analisis Data:

1.Evaluasi pelatihan WISE Leadership menggunakan analisis deskriptif dengan rataan skor. 2.Analisis tingkat kompetensi karyawan setelah mengikuti pelatihan WISE Leadership

menggunakan analisis deskriptif dengan rataan skor.

3.Analisis pengaruh pelatihan WISE Leadership terhadap kompetensi menggunakan analisis

Path Modeling Partial Least Square.

Implikasi Manajerial

(39)

3.3. Hipotesis

Hipotesis adalah pernyataan tentatif atau sementara yang merupakan dugaan atau terkaan tentang apa saja yang kita amati dalam usaha untuk memahaminya. Hipotesis merupakan kebenaran sementara yang perlu diuji kebenarannya oleh karena itu hipotesis berfungsi sebagai kemungkinan untuk menguji kebenaran suatu teori. Sebuah hipotesis diturunkan dari suatu teori yang sudah ada, kemudian diuji kebenarannya dan pada akhirnya memunculkan teori baru. Hipotesis berfungsi untuk menguji kebenaran suatu teori, memberikan gagasan baru untuk mengembangkan suatu teori, dan memperluas pengetahuan peneliti mengenai suatu fenomena yang sedang dipelajari. Menurut Priyatno (2009), uji hipotesis bertujuan untuk mengetahui apakah kesimpulan pada sampel dapat berlaku untuk seluruh populasi. Hipotesis yang perlu di uji dalam penelitian ini adalah:

H1 : Pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kompetensi H2 : Pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap knowledge

H3 : Pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap skill

H4 : Pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap self concept

H5 : Pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap trait

H6 : Pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap motive

3.4. Definisi Operasional

1. Efektivitas pelatihan adalah besarnya manfaat yang diperoleh perusahaan dan peserta pelatihan dari program pelatihan yang dilaksanakan dan mengindikasikan seberapa efektifnya suatu program pelatihan. Evaluasi pelatihan akan dilihat dari penilaian peserta pelatihan terhadap reaksi, pembelajaran, perubahan perilaku, dan hasil yang menunjukkan dampak pelatihan terhadap organisasi secara keseluruhan.

2. Knowledge adalah kategori ini merujuk pada informasi yang dimiliki

seseorang dalam bidang-bidang tertentu.

3. Skill adalah kemampuan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan baik

(40)

sebab dan akibat, pengorganisasian data), dan berpikir konseptual (mengenali pola-pola dalam data yang kompleks).

4. Self Concept merujuk pada sikap, nilai-nilai, dan citra diri yang ditunjukkan

dengan rasa percaya diri seseorang. Nilai individu mempunyai sikap reaktif yang dapat memprediksi apa yang akan dilakukan seseorang dalam waktu singkat.

5. Traits merujuk pada karakteristik fisik dan konsistensi tanggapan terhadap

situasi atau informasi. Hal ini menjurus kepada karakter individu yang mengarah pada respon-respon konsisten terhadap stimulus atau situasi tertentu. Kontrol diri atas emosi dan inisiatif merupakan respons-respons terhadap sesuatu yang lebih kompleks. Sejumlah orang mampu menahan emosinya dan bertindak di luar panggilan tugas untuk memecahkan masalah di bawah tekanan.

6. Motives adalah motif adalah hal-hal yang seseorang pikir atau inginkan secara

konsisten yang menimbulkan tindakan. Contoh, motivasi untuk berprestasi, memikul tanggung jawab pribadi untuk pencapaiannya, dan menggunakan

feedback agar dapat bekerja lebih baik.

3.5. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian mengenai Evaluasi Pelatihan terhadap Peningkatan Kompetensi Karyawan pada PT Tirta Investama Depo Kawasan Jakarta Timur yang berlokasi di Jalan Pulo Lentut No. 3, Kawasan Industri Pulo Gadung, Jakarta 13920. Pemilihan perusahaan dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa adanya kesediaan pihak perusahaan untuk memberikan informasi dan data yang sesuai dengan kebutuhan penelitian.

Waktu yang diperlukan untuk pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2010. Waktu tersebut digunakan untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan tambahan dari pihak-pihak terkait yang relevan dengan penelitian ini.

3.6. Jenis dan Sumber Data

(41)

langsung dari sumber pertama yang dikumpulkan secara khusus dan berhubungan langsung dengan permasalahan yang akan diteliti. Data primer diperoleh melalui hasil wawancara dengan pihak terkait dan hasil pengisian kuesioner.

Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer maupun oleh pihak lain. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur, berupa arsip data perusahaan, buku-buku yang relevan dengan topik yang akan diteliti, hasil penelitian terdahulu, media internet, serta literatur lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.7. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dengan pihak terkait, yaitu instruktur dan peserta pelatihan serta dilengkapi dengan kuesioner yang diberikan kepada responden. Materi wawancara dan kuesioner meliputi pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan evaluasi pelatihan WISE Leadership, tingkat kompetensi yang dimiliki karyawan setelah mengikuti pelatihan, dan pengaruh pelatihan terhadap peningkatan kompetensi karyawan.

Setiap poin jawaban pada kuesioner ditentukan bobotnya menggunakan skala likert. Skala likert merupakan skala ordinal yang berhubungan dengan pernyataan tentang sikap seseorang terhadap sesuatu. Skala ini mengukur penilaian atau persepsi responden terhadap serangkaian pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner. Responden diminta mengisi pernyataan dalam skala ordinal berbentuk verbal dalam jumlah kategori tertentu dan dianjurkan agar data pada kategori netral tidak digunakan dalam analisis selama responden tidak memberikan alasannya. Keunggulan skala likert yakni mudah dibuat, diatur, dan responden mudah mengerti bagaimana cara menggunakan skala pada kuesioner yang digunakan (Umar, 2005). Cara penilaian kuesioner dengan skala likert dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Skala likert

Jawaban Responden Bobot Nilai

Sangat setuju 4

Setuju 3

Tidak setuju 2

(42)

Pemberian bobot dilakukan untuk menentukan nilai positif atau negatif masing-masing kategori. Misalnya, sangat setuju memiliki bobot nilai 4. Angka ini menunjukkan jawaban responden yang paling positif dan sebaliknya. Data yang diperoleh selanjutnya diolah untuk menghasilkan informasi mengenai variabel-variabel yang diteliti.

3.8. Teknik Pemilihan Responden

Teknik yang digunakan dalam menentukan responden dalam penelitian ini adalah teknik sensus. Teknik ini diberlakukan karena anggota populasi yang akan diteliti relatif kecil. Responden dalam penelitian ini merupakan seluruh peserta pelatihan WISE Leadership yang berjumlah 50 orang.

3.9. Pengujian Kuesioner

Sebelum diolah, kuesioner perlu diuji validitas dan realibilitasnya. Kedua uji ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah kuesioner tersebut layak untuk disebar kepada responden.

3.9.1 Uji Validitas

Menurut Hasan (2002), validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu instrumen. Instrumen yang sahih atau valid, berarti memiliki validitas tinggi, demikian pula sebaliknya. Sebuah instrumen dikatakan sahih apabila mampu mengukur apa yang diinginkan atau mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Sebuah instrumen memiliki validitas tinggi, apabila butir-butir yang membentuk instrumen tersebut tidak menyimpang dari fungsi instrumen tersebut. Prosedur kerjanya adalah sebagai berikut:

a. Menentukan skor butir pertanyaan dan skor total.

b. Skor butir pertanyaan dipandang sebagai nilai x dan skor total dipandang sebagai nilai y.

c. Menentukan koefisien korelasi (r) setiap butir dengan mengkorelasikan setiap skor setiap butir (x) dengan skor total (y). d. Syarat minimum untuk menganggap suatu butir instrumen valid

(43)

e. Dalam penelitian ini, digunakan rumus Pearson Product Moment

dengan bantuan MicrosoftExcel2007 sebagai berikut:

)

x = Skor masing-masing pernyataan dari tiap responden y = Skor total semua pernyataan dari tiap responden N = Jumlah responden

Uji validitas kuesioner bertujuan untuk mengetahui ketepatan alat ukur atau sejauh mana responden dapat mengerti maksud dari setiap pernyataan dalam kuesioner sehingga pernyataan-pernyataan yang diajukan dapat mewakili objek yang diamati dengan cara membandingkan koefisien korelasi yang diperoleh (r hitung) dengan angka kritik tabel korelasi nilai r (r tabel). Jika nilai r hitung > r tabel maka pernyataan tersebut dinyatakan valid .

Koefisien korelasi yang diperoleh setiap item dibandingkan dengan angka kritik tabel korelasi nilai r, dengan jumlah responden sebanyak 50

orang dan taraf signifikansi (α) sebesar 5% dan diperoleh nilai r tabel sebesar 0,279. Jika nilai korelasi yang diperoleh (r hitung) lebih besar dari 0,279 (r tabel) atau nilai probabilitas [sig.(2-tailed) < taraf signifikansi (α) sebesar

0,05 maka pernyataan tersebut dinyatakan valid/tepat. Terdapat empat variabel pelatihan yang tidak valid, yaitu variabel X17, X18, X19, dan X21. Hasil uji validitas dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.9.2 Uji Reliabilitas

Menurut Sugiyono (2003), reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Suatu alat pengukuran dikatakan reliable, jika alat tersebut memiliki hasil pengukuran yang konsisten dari dua kali pengukuran pada gejala yang sama. Uji reliabilitas menggunakan rumus Cronbach Alpha

dengan bantuan SPSS 15.0 for Windowssebagai berikut:

(44)

Keterangan:

r11 = Reliabilitas instrumen k = Banyaknya butir pertanyaan

σb2

= Jumlah ragam butir

∑σ t2

= Ragam total

Rumus varian yang digunakan adalah :

��2 =

��2− ��

2

………... (3)

Keterangan:

n = Jumlah responden Xi = Nilai skor yang dipilih

Tingkat reliabilitas dengan metode Cronbach Alpha diukur berdasarkan skala Alpha 0 sampai 1 yang dapat diinterpretasikan sebagai berikut:

Tabel 2. Tingkat reliabilitas metode Alpha Cronbach

Alpha Tingkat Reliabilitas

0,00-0,20 Kurang Reliabel 0,21-0,40 Agak Reliabel 0,41-0,60 Cukup Reliabel 0,61-0,80 Reliabel 0,81-1,00 Sangat Reliabel

Setelah uji validitas dilakukan, selanjutnya variabel-variabel yang valid diuji reliabilitasnya. Dari hasil pengujian reliabilitas terhadap 50 responden didapatkan nilai cronbach alpha untuk evaluasi pelatihan sebesar 0,878 dan nilai cronbach alpha untuk tingkat kompetensi sebesar 0,925. yang dapat diintepretasikan bahwa variabel-variabel pengukuran sangat reliabel/dipercaya. Hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 2. Kuesioner penelitian setelah diuji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 3.

3.10. Transformasi Data Ordinal menjadi Data Interval

Menurut Hays yang diacu dalam Waryanto (2006) transformasi data ordinal menjadi interval dapat dilakukan menggunakan method of successive interval

(45)

Macro minitab adalah perintah atau rangkaian perintah yang membentuk fungsi tertentu (biasanya lebih khusus) dan tidak disediakan oleh minitab. Untuk membuat macro minitab sangat beragam caranya namun umumnya dibuat dengan

text editor seperti notepad karena Minitab tidak menyediakan window tersendiri untuk membuat macro. Tujuan pembuatan macro minitab pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan analisis data yang kompleks dan perlu algoritma tertentu yang tidak terdapat pada fasilitas minitab. Proses konversi data dilakukan dengan penggunaan program macro-Minitab pada software Minitab 15 for Windows. Caranya yaitu dengan mengetikkan perintah pemanggilan program macro-Minitab

pada jendela perintah (session).

3.11. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah terkumpul yang berasal dari hasil penyebaran dan pengujian kuesioner kepada responden, kemudian diolah, ditabulasi dan dianalisis. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan rataan skor dan analisis regresi sederhana dengan terlebih dahulu melakukan uji asumsi dasar.

3.11.1 Analisis Deskriptif dengan Rataan Skor

Menurut Traver diacu dalam Umar (2005), Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui persepsi karyawan dalam menilai tiap-tiap item subjek atau variabel yang dianalisis. Langkah analisis ini dimulai dengan menentukan skor maksimum dan minimum yang diperoleh dari data penelitian untuk masing-masing kriteria kemudian menghitung rentang skala untuk masing-masing kriteria tersebut dan ditarik kesimpulan. Adapun perhitungan untuk rentang skala menurut Umar (2005), sebagai berikut:

RS = ( −1)………. (4)

keterangan:

(46)

Tabel 3. Skala rataan skor

Skala Pernyataan Jawaban Interpretasi Hasil

1,00-1,75 Sangat tidak setuju Sangat Tidak Baik/Efektif 1,76-2,50 Tidak setuju Tidak Baik/Efektif

2,51-3,25 Setuju Baik/Efektif

3,26-4,00 Sangat setuju Sangat Baik/Efektif

Berdasarkan Tabel 3, responden-responden yang memiliki skor nilai yang sama untuk setiap item pertanyaan dikelompokkan berdasarkan kategori jawaban satu sampai empat (1–4), lalu dihitung jumlah dan rataannya. Kesimpulan tiap indikator diambil berdasarkan rataan skor dari setiap rataan jawaban responden yang telah dihitung.

3.11.2 Analisis Path Modeling Partial Least Square

Menurut Ghozali (2008), Path Modeling Partial Least Square

merupakan pendekatan alternatif yang bergeser dari pendekatan SEM berbasis kovarian menjadi berbasis varian. Metode Path Modeling Partial

Least Square merupakan metode yang sangat kuat karena tidak didasarkan

oleh banyak asumsi, data tidak harus terdistribusi dengan normal multivariat dan sampel tidak harus besar. Pengolahan Path Modeling Partial Least

Square dalam penelitian menggunakan bantuan software SmartPLS 2.0.

Model Path Modeling Partial Least Square pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar

Gambar 1. Model proses pelatihan
Gambar 2. Model kompetensi Ice Berg
Gambar 3. Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 4. Tahapan penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS MELALUI KEGIATAN MELIPAT MENGGUNTING DAN MENEMPEL PADA ANAK USIA DINI KELOMPOK B TK PERTIWI KOTA SERANG TAHUN PELAJARAN

Penelitian ini dimaksudkan untuk dapat: mendeskripsikan pelaksanaan Program Magang prodi PGSD, mendapatkan informasi tentang hambatan, dan kendala pelaksanaan Magang

Sebagai wahana advokasi lingkungan hidup, WALHI merupakan alat untuk memperjuangkan pemenuhan keadilan, pemerataan, pengawasan rakyat atas kebijakan pengelolaan sumber daya

Jalan Teuku Umar dan Setiabudi merupakan ruas jalan arteri yang melayani masyarakat dari daerah selatan kota Semarang baik dari Banyumanik,

Menjadi generasi muda saat ini / harus mampu memisahkan substansi masalah dibalik sejumlah permainan dari masalah itu sendiri // Dengan kepintaran itulah / generasi muda yang

[r]

Koloni berbentuk pohon atau semak, lunak dan dinding koloni berbentuk kanal-kanal yang tersusun memanjang, tipis dan gampang sobek, bertangkai dengan kapitulum

Menurut Kasmudjo (2010) kayu dengan berat jenis tinggi umumnya mengalami perubahan dimensi yang besar dan kayu benuas merupakan kayu yang tergolong memiliki kayu