• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat Dasar Kayu Benuas docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sifat Dasar Kayu Benuas docx"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

I.

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kayu merupakan bahan mentah yang sangat tua. Beribu-ribu tahun yang lalu, ketika hutan lebat menutupi kawasan yang luas di permukaan bumi, orang-orang primitif menggunakan kayu untuk bahan bakar dan perkakas. Karena kayu merupakan bahan alami yang berfungsi sebagai penguat batang, cabang, dan akar dari pohon atau tanaman lainnya. Namun di sisi lain kayu merupakan bahan dasar yang sangat modern. Kubah-kubah kayu yang besar dan perabotan rumah yang indah membuktikan kegunaan dan keindahannya. Bahkan dalam bentuk alih seperti kayu lapis, papan partikel dan papan serat, kayu telah menjadi bahan bangunan yang berhanga. Di samping itu, kayu merupakan bahan dasar pulp dan kertas, serat, film, aditif, dan banyak produk-produk lain (Fengel, 1983). Selain mudah untuk dimanfaatkan fungsinya, kayu juga mudah dan banyak dijumpai di kawasan yang masih memiliki tutupan hutan yang baik.

(2)

yang tinggi, sehingga cocok digunakan sebagai kayu pertukangan. Salah satu jenis komersial dari suku meranti-merantian yang banyak digunakan sebagai kayu pertukanagan adalah kayu benuas (Shorea laevis Ridl.). Kayu ini digunakan sebagai pengganti kayu ulin (Eusideroxylon zwageri), mengingat kayu ulin sudah semakain jarang ditemukan di alam.

Sampai saat ini, kayu benuas (Shorea laevis Ridl.) secara umum masih jarang diteliti dari segi sifat-sifat umum kayu tersebut. Pengetahuan tentang sifat-sifat umum kayu akan memberikan suatu informasi dasar dalam pengembanagan pemanfaatan kayu tersebut sebagai kayu pertukangan. Menurut Dumanauw (1990) sifat umum yang dimaksud antara lain yang bersangkutan dengan sifat anatomi kayu, sifat-sifat fisika, sifat-sifat-sifat-sifat mekanik dan sifat-sifat-sifat-sifat kimia. Dalam hubungan itu maka ada baiknya jika sifat-sifat kayu tersebut diketahui lebih dahulu, sebelum kayu dipergunakan sebagai bahan bangunan, industri kayu maupun untuk pembuatan perabot.

I.2 Tujuan

Tujuan dilakukannya praktikum Sifit-sifat Dasar Kayu pengujian kayu benuas (Shorea laevis Ridl.) ini adalah sebagai berikut:

1. Memahami cara mengukur sifat-sifat fisika kayu (kadar air kering udara, perubahan dimensi, berat jenis dan kerapatan) dan sifat-sifat kimia kayu (kandungan esktarktif, zat ekstraktif dingin dan zat ektraktif panas).

(3)

(penyusutan dan pengembangan) serta menentukan besar kandungan kadar air kayu (serbuk), ekstraktif kayu yang larut dalam pelarut air panas dan dingin dengan perlakuan perendaman dingin dan panas berdasarkan lama waktu perendaman.

(4)

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Deskripsi Singkat Kayu Benus (Shorea laevis Ridl.)

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia. Kalimantan adalah salah satu pulau di Indonesia yang memiliki hutan tropis tersebut dimana hutan tropis ini banyak didominasi oleh famili Dipterocarpaceae. Famili Dipterocarpaceae memiliki tiga sub famili Dipterocarpadeae, Pakaraimoideae, dan Monotoideae. Diantara sub famili tersebut yang terpenting adalah Dipterocarpadeae karena mempunyai jumlah jenis yang banyak dan diantaranya dapat diperdagangkan (Anonim, 1991).

(5)

200-1000 m, tetapi kadang lebih rendah antara (5-375 mdpl), adakalanya terpencar di sisi-sisi bukit (Prawira, 1973).

Menurut Haekal (2013) benuas (Shorea laevis Ridl.) memiliki susunan klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Ordo : Theales

Family : Dipterocarpaceae Genus : Shorea

Spesies : Shorea laevis Ridl.

Menurut Martawijaya (1981) Shorea laevis Ridl. merupakan pohon yang memiliki tinggi pohon mencapai 50 m dengan panjang batang bebas cabang mencapai 35-45 m, diameter pohon mencapai 100 cm lebih, tinggi banir mencapai 2 m, kulit kayu berwarna kelabu, merah atau cokelat, kadang-kadang sampai merah tua, beralur dan mengelupas kecil-kecil, tipis, berdamar warna kuning tua. Kayu teras berwarna kunig-cokelat dan kayu gubal berwarna cokelat muda pucat kekuning-kuningan. Tekstur kayu halus sampai agak kasar. Arah serat berupa lurus atau berpadu. Permukaan kayu licin atau berganti-ganti antara licin dan kesat karena arah serat yang berpadu, dimana pemukaan kayu mengkilap.

(6)

menentu, sangat tergantung kepada keadaan iklim dan kadang- kadang berbuah banyak selang 3-7 tahun.

Kayu benuas ini memiliki keawetan yang tinggi, dimana termasuk kelas awet I – II. Kayu benuas juga termasuk jenis kayu kuat dan keras. Kayu ini masuk kedalam kategori kelas kuat I – II dan termasuk kedalam kayu kelompok komesrsial I. Sifat kerasnya juga disertai tingkat kegetasan yang tinggi sehingga mudah muncul retak rambut dipermukaan. Selain itu, pada kayu bangkirai sering dijumpai adanya pin hole. Umumnya retak rambut dan pin hole ini dapat ditutupi dengan wood filler. Secara struktural, pin hole ini tidak mengurangi kekuatan kayu benuas itu sendiri. Kayu ini banyak dipergunakan untuk kontruksi berat di bawah atap maupun di tempat terbuka, antara lain untuk bangunan jembatan, bantalan tiang listrik, lantai, bangunan maritim, perkapalan, karoseri dan perumahan. Kayu benuas tidak baik untuk pembuatan venir dan kayu lapis, karena keras dan mempunyai berat jenis yang tinggi (Mulyadiana, 2010).

II.2 Pengertian Kayu

(7)

yang diperoleh dari hasil pemungutan poho-pohon di hutan, yang merupakan bagian dari pohon tersebut, setelah diperhitungkan bagian-bagian mana yang lebih banyak dapat dimanfaatkan untuk sesuatu tujuan penggunaan. Baik berbentuk kayu pertukangan, kayu industri maupun kayu bakar.

II.3 Bagian-bagian Kayu

Menurut Saputra (2015) bagian-bagian dari kayu adalah kulit luar, kulit dalam, kambium, kayu gubal, kayu teras, galih/hati dan garis teras.

Gambar 1. Penampang Melintang Kayu

1. Kulit luar, lapisan yang berada paling luat dalam keadaan kering berfungsi sebagai pelindung bagian-bagian yang lebih dalam pada kayu.

2. Kulit dalam, lapisan yang berada di sebelah dalam kulit luar yang bersifat basah dan lunak, berfungsi mengangkut bahan makanan dari daun ke bagian lain.

3. Cambium, lapisan yang berada di sebelah kulit, jaringan ini ke dalam membentuk kayu baru, sedangkan ke luar membentuk sel-sel jangat (kulit).

(8)

5. Kayu teras, berasal dari kayu gubal, biasanya bagian-bagian sel yang sudah tua dan kosongini terisi zat-zat lain yang berupa zat ekstrasi.

6. Galih/hati, bagian ini mempunyai umur paling tua, karena galih (hati) ini ada dari sejak permulaan kayu itu tumbuh.

7. Garis teras, jari-jari retakan yang timbul akibat penyusutan pada waktu pengeringan yangtidak teratur.

II.4 Sifat-sifat Umum Kayu

Kayu berasal dari berbagai jenis pohon memilikisifat yang berbeda-beda. Bahkan kayu berasal dari satu pohon memiliki sifat agak berbeda, jika dibandingkan bagian unjung dan pangkalnya. Di samping sekian banyak sifat-sifat kayu yang berbeda satu sama lain, ada beberapa sifat yang umum terdapat pada semua kayu yaitu:

a. Semua batang pohon mempunyai pengaturan vertikal dan sifat simetri radial. b. Kayu tersusun dari sel-sel yang memiliki tipe macam-macam dan susunan dinding

selnya terdiri dari senyawa-senyawa kimia berupa lignin (non-karrbohidrat). c. Semua kayu bersifat anisotropik, yaitu memperlihatkan sifat-sifat yang berlainan

(9)

d. Kayu merupakan suatu bahan yang bersifat higroskopfik, yaitu dapat kehilangan atau tambahan kelembabanya akibat perubahan kelembaban dan suhu udara disekitarnya.

e. Kayu dapat diserang makhluk hidup perusak kayu, dapat juga terbakar, terutama jika kayu keadaannya kering.

Gambar 2. Tiga Sumbu Arah Utama Pada Kayu

(10)

antara lain sifat anisotropik yang telah disebut, perbedaan dalam kekuatan kayu, kembang susut kayu dan aliran zat cair di dalam kayu. D isamping itu itu mengenal kekuatan kayu yang menahan beban, ternyata lebih besar pada arah sumbu longitudinal daripada arah-arah yang lain. Demikian pula zat cair lebih cepat dan lebih mudah pada arah longitudinal daaripada arah sumbu radial dan tangensial. Sebaliknya kembang susut kayu terbedar terdapat pada arah tangensial (Dumanauw, 1990).

II.5 Sifat-sifat Fisika Kayu

Sifat fisika kayu adalah spesifik karena peranan faktor dalam (faktor inheren) dari pada struktur kayu kayu sangat menentukan, disamping peran lingkungan dimana kayu tersebut berada (digunakan). Yang termasuk sifat kayu antara lain adalah kadar air kayu, perubahan dimensi (penyusutan dan pengembangan), berat jenis dan kerapatan, sifat termis kayu, sifat elektrisnya, sifat-sifat resonansi dan akustiknya, daya apung dan daya layang, sifat energi dan sebagainya (Kasmudjo, 2010).

Tiga sifat fisika kayu yang dianggap mendasar yaitu kadar air kayu, perubahan dimensi (penyusutan dan pengembangan), berat jenis dan kerapatan kayu. Berikut ini uraian sifat fisika kayu yang dianggap mendasar.

II.5.1Kadar Air Kayu

(11)

Di dalam pohon atau batang kayu yang baru saja ditebang (kayu segar) maka kondisi kadar airnya adalah meksimum artinya baik rongga sel maupun dinding selnya masih penuh air. Kadar air maksimum umunya diatas 40%, untuk kayu daun kadar air maksimumnya lebih banyak dan lebih bervariasi dari pada kadar air maksimum pada kayu jarum (Kasmudjo, 2010). Kadar air maksimum kayu sangat tergantung volume rongga selnya serta berat jenis kayu tersebut. Pada jenis kayu yang berbeda, kadar air maksimumnya juga berbeda. Kadar air dalah banyaknya air yang dikandung pada sepotong kayu. Banyaknya kandungan airpada kayu bervariasia tergantung jenis kayunya. Kadar airtersebut berkisar antara 40-300% dan dinyatakan dengan persentase dari berat kering tanur Dumanauw (1994). Menurut Brovvn et al (1952), kadar air kayu adalah banyaknya air yang terdapat di dalam kayu, yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur. Haygreen dan Bowyer (1989) menyatakan bahwa air dalam kayu terdiri dari air air bebas dan air terikat, dimana keduanya secara bersama-sama menentukan kadar air kayu. Dalam satu jenis pohon, kadar air kayu segar bervariasi tergantung pada tempat tumbuh, umur dan volume pohon. Va-iasi kadar air bisa terjadi di dalam satu batang pohon, terutama antara kayu teras dan kayu gubal. Akan tetapi pada kayu daun lebar umumnya Derbedaan antara kayu gubal dan kayu teras hanya memiliki perbedaan yang kecil.

(12)

kelembaban atmosfir, dan umlah air yang ada di daiam kayu. Hal ini dipertegas oleh Haygreen dan Bowyer (1989), sifat fisika kayu dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu (1) volume rongga sel; (2) struktur sel; dan(3) kadar air. Menurut Panshin dan de zeeuw (1980), pergerakan air dalam kayu tergantung dengan waktu dan arah potongan kayu. Pada arah longitudinal, bergeraknya air 12-15 kali lebih cepat dibandingkan pada arah melintang karena memiliki bentuk sel yang terbuka. Akibat perbedaan kecepatan pergerakan air dalam kayu maka terjadi gradien kadar air. Bergeraknya air tidak hanya melalui noktah pada dinding sel yang disebabkan oleh gaya kapiler, adanya perbedaan kelembaban relatif dan adanya kadar air.

(13)

beratnya konstan disebut kadar air kering tanur, sedangkan kadar air maksimum (Maximum Moisture Content) akan tercapai jika semua rongga sel dan dinding sel jenuh air (Soenardi, 1976).

Penggunaan kayu sebagai bahan baku kayu lapis, pulp dan kertas, maupun sebagai bahan bangunan/konstruksi tidak terlepas dari persyaratan sifat-sifat fisik dan mekanik kayu (Tabel 1) yang kesemuanya dipengaruhi oleh kadar air kayu.

Tabel 1. Hubungan Berat Jenis Kayu Kering Udara dan Kadar Air Kayu yang Baru Ditebang

Berat Jenis Kayu Kering Udara Kadar Air Kayu yang Baru Ditebang

<0.32 >200

0.32-0.48 140-120

0.48-0.64 140-80

0.64-0.80 110-60

0.80-0.90 80-50

0.96-1.12 60-40

>1.12 45-30

Sumber: Oey Djoen Seng (1990)

II.5.2Berat Jenis dan Kerapatan

(14)

Lebih lanjut dikatakan bahwa keadaan bahan pada saat penentuan berat jenis kayu harus dituliskan. Pada umumnya berat jenis kayu didasarkan pada berat kering tanur. Terdapat tiga komponen volume kayu dalam penentuan berat jenis kayu, yaitu : 1. Volume basah, bila dinding sel sama sekali jenuh dengan air pada titik jenuh serat. 2. Volume pada sembarang kadar air di bawah titik jenuh serat.

3. Volume kering tanur.

Berdasarkan berat jenisnya, kayu dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : 1. Kayu ringan dengan berat jenis kurang dari 0,36.

2. Kayu dengan berat sedang , berat jenis 0,36 - 0,58. 3. Kayu berat dengan berat jenis lebih dari 0,58.

Besarnya berat jenis pada tiap-tiap kayu berbeda-beda dan tergantung kandungan zat-zat dalam kayu, kandungan ekstraktif serta kandungan air kayu, disamping ukuran sel kayunya (tebal dinding sel, besarnya sel dan jumlah sel). Untuk benda-benda tak beraturan dan banyak mempunyai rongga-rongga maka istilah berat jenis sering diganti dengan kerapatan (kg/m3, gram/cm3) dan biasanya lebih kecil dari

nilai berat jenis (Kasmudjo, 2010).

(15)

kerapatan kayu ditentukan berdasarkan berat kayu kering tanur dan volume kayu ditentukan berdasarkan pada tiga keadaan, yaitu volume kering tanur, volume pada kadar air 12%, dan volume basah (Kollmann dan Cote, 1975). Berat jenis adalah rasio antara kerapatan suatu bahan dengan kerapatan air. Berat jenis disebut juga kerapatan relatif (Tsoumis (1991) dalam Sarinah, 2015).

Kerapatan merupakan sifat terpenting dari kayu, karena kualitas kayu sebagai bahan bangunan terutama tergantung pada kerapatannya. Pada kenyataannya terdapat hubungan yang erat antara sifat-sifat mekanika, kekerasan, ketahanan terhadap kikisan dengan kerapatan kayu di pihak lain (Scharai Rad, 1994). Kerapatan mempunyai hubungan positif linier dengan sifat mekanika kayu, yaitu semakin tinggi nilai kerapatan maka akan semakin tinggi pula sifat mekanikanya (Kollmann dan Cote, 1975).

Pada umumnya kerapatan kayu tergantung pada besarnya sel, tebal dinding sel dan hubungan antara jumlah sel yang bermacam-macam. Mengenai besar dari tebalnya dinding sel, jika sel serat berdinding tipis dan berongga lebar atau kedunya, maka kerapatan akan rendah. Sebaliknya sel serat berdinding tebal dan berongga sempit, maka kerapatan akan tinggi (Brown et al, 1949).

(16)

tetapi juga antara bagian-bagian pohon dari pohon yang sama (variasi sebagian/parsial) (Oey Djoen Seng, 1990). Kemudian, variasi berat jenis kayu daun pada arah aksial sedikit konsisten dan secara keseluruhan tidak memiliki satu pola.

Soenardi (1976a) mengelompokkan kayu berdasarkan berat jenis menjadi 3 golongan, yaitu kayu ringan dengan berat jenis kurang dari 0.36, kayu sedang dengan berat jenis 0,36 - 0,58, dan kayu berat dengan berat jenis lebih dari 0.58.

II.5.3Perubahan Dimensi (Penyusutan dan Pengembangan)

Adanya perubahan dimensi kayu tergantung kondisi kayu tersebut. Kondisi kayu sangat ditentukan oleh kandungan air di dalam kayu tersebut. Kandungan air kayu dapat berkurang (menguap) dapat pula bertambah. Pengurangan kadar air kayu di bawah titik jenuh serat (kurang dari 25%) akan menyebabkan penyusutan dimensi kayu, sedangkan penambahan kadar air kayu akan menyebabkan pengembangan dimensi kayu. Penyusutan kayu umumnya sama dengan pengembangan dimensi kayu tersebut dengan perubahan dimensi kayu. Penyusutan kayu lebih penting diketahui karena dapat menyebabkan perubahan dimensi (ukuran) kayu. Penyusutan kayu (dimensi kayu) terjadi saat kondisi kayu di bawah titik jenuh serat, tetapi belum mencapai kadar air seimbang (18 – 25%) (Kasmudjo, 2010).

(17)

Pada dasarnya perubahan dimensi dipengaruhi oleh (a) perbedaan species dan kerapatan kayu; (b) perbedaan ukuran dan bentuk kayu; dan (c) perbedaan pengeringan.

Perubahan dimensi kayu biasanya dinyatakan dalam persen dari dimensi maksimum. Dimensi maksimum ialah dimensi sebelum mengalami penyusutan atau dimensi basah yaitu pada kadar air sama atau di atas titik jenuh serat. Penyusutan arah longitudinal adalah 0,1 - 0,2%, arah radial 2,1 - 8,5%, dan arah tangensial 4,3-14% dari kondisi segar ke kondisi kering tanur. Menurut Panshin dan de Zeeuw (1980), perbedaan penyusutan arah radial dan tangensial adalah:

a. Arah jari-jari yangtegak lurus pada sumbu pohon menyebabkan pengurangan pengembangan dan penyusutan searah radial karena pengurangan yang dilakukan oleh sel jari-jari yang terletak memanjang pada arah radial.

b. Perbedaan kandungan lignin antara dinding radial dan dinding tangensial karena penyusutan akan menurun dengan bertambahnya lignin.

c. Perbedaan struktur dindingsel, letak sel dan susunan dalam zona-zonakayu awai dan kayu akhir, karena persentase kayu awai lebih besar daripada kayu akhir, sedangkan kayu awai penyusutannya kecil maka perubahan dimensi dalam arah radial lebih kecil dari pada arah tangensial.

II.6 Sifat Kimia Kayu

(18)

adalah industri rayon, seluloid,pulp dan kertas dan sebagainya. Industri-industri ini memanfaatkan komponen kimia yang ada untuk menghasilakan suatu produk tertentu.

Komponen kimia kayu dapat dibedakan atas dua kelompok, yaitu komponen penyusun dinding sel, seperti karbohidrat dan lignin (Kasmudjo, 2010). Disamping komponen-komponen dinding sel, terdapat juga sejumlah zat-zat yang disebut bahan tambahan atau ekstraktif kayu. Meskipun komponen-komponen tersebut hanya memberikan saham beberapa persen pada massa kayu, mereka dapat memberikan pengaruh yang besar pada sifat-sifat dan kualitas pengolahan kayu. Beberap komponen, seperti ion-ion logam tertentu, bahkan sangat penting untuk kehidupan pohon. Zat ekstraktif adalah zat-zat yang larut dalam pelarut netral seperti eter, alkohol, benzena dan air. Dengan menggunakan air dingin atau panas dan bahan pelarut organik netral seperti alkohol atau eter maka dapat dilakukan ekstraksi.

Zat ekstraktif terdiri dari berbagai jenis komponen senyawa organik seperti minyak yang mudah menguap, terpen, asam lemak dan esternya, lilin, alkohol polihidrik, mono dan polisakarida, alkaloid, dan komponen aromatik (asam, aldehid, alkohol, dimer fenilpropana, stilbene, flavanoid, tannin dan quinon). Kayu teras secara khas mengandung zat ekstraktif jauh lebih banyak dari pada kayu gubal. Kandungan zat ekstraktif dalam kayu biasanya kurang dari 10 % (Sjöström, 1995).

(19)

 Dapat mempengaruhi sifat keawetan, warna, baud an rasa sesuatu jenis kayu

 Dapat digunakan untuk mengenal sesuatu jenis kayu

 Dapat digunakan sebagai bahan industri

 Dapat menyulitkan dalam pengerjaan dan mengakibatkan kerusakan pada alat-alat pertukangan.

Zat ekstraktif yang bersifat racun menyebabkan ketahanan terhadap pelapukan kayu. Hal ini dibuktikan bahwa ekstrak dari kayu teras lebih bersifat racun daripada ekstrak dari kayu gubal pada pohon yang sama. Serta, ketahanan terhadap pelapukan kayu teras akan berkurang jika diekstraksi dengan air panas atau dengan pelarut organik (Andriani, 2010). Ekstaktif kayu dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu senyawa aliphatik (terutama lemak dan lilin), terpen dan terpenoid senyawa phenolik. Resin parenkim banyak mengandung komponen aliphatik dan oleoresin yang terutama terdiri atas terpenoid (Sjöström, 1995).

II.7 Keuntungan dan Kerugian Kayu

Menurut Siska (2013) kayu sebagai bahan baku pada kayu pertukangan dan industri kimia yang mengolah kayu memiliki keuntungan dan kerugian sebagai berikut:

 Keuntungan kayu:

a. Murah dan mudah dikerjakan

b. Mempunyai kekuatan yang tinggi dan bobotnya rendah

(20)

d. Bila ada kerusakan dengan mudah dapat diganti dan bisa diperoleh dalam waktu singkat

e. Pembebanan tekan biasanya bersifat elastis f. Bila terawat dengan baik akan tahan lama.

 Kerugian kayu

a. Kurang homogen ketidak samaan sebagai hasil alam. b. Mudah terbakar

c. Cacat-cacat pada kayu.

(21)

III. METODE PRAKTIKUM

III.1 Tempat dan Waktu

Praktikum Sifat-sifat Dasar Kayu pengujian kayu benuas (Shorea laevis Ridl.) ini bertempat di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya. Lama waktu yang diperlukan dalam praktikum ini selama ± 2 (dua) bulan, dimulai dari bulan April 2015 sampai dengan bulan Juni 2015 termasuk dalam persiapan, pengambilan data, proses pengolahan data dan penyusunan laporan praktikum.

III.2 Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum ini adalah califer, timbangan analitik, oven, desikator, penjepit, gelas piala, jarum, baskom, gelas plastik, ayakan, labu erlenmeyer, corong, hot plate, water bath, statif dan perlengkapan tulis menulis.

(22)

satu contoh uji diperlukan ± 2 gram serbuk kayu kering udara dan masing-masing perlakukan diulang sebanyak 3 kali.

III.3 Prosedur Praktikum

Prosedur kerja dalam pelaksanaan praktikum ini terbagi menjadi dua kegiatan yaitu persiapan bahan praktikum dan pelaksanaan praktikum.

III.3.1 Persiapan Bahan Praktikum

Bahan kayu benuas (Shorea laevis Ridl.) yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum ini di siapkan dan dibuat di UD. Raya Moulding yang berada di Jalan Garuda. Jumlah sampel uji yang disiapkan sebanyak 21 sampel ukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm, 21 sampel 2 cm x 2 cm x 4 cm dan serbuk kayu sebanyak 260 gram.

III.3.2 Pelaksanaan Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan mengikuti petunjuk praktikum Sifat-sifat Dasar Kayu (Sarinah, dkk, 2015), yaitu cara kerja pengujian kadar air kayu, berat jenis dan kerapatan, perubahan dimensi (penyusutan dan pengembangan) serta pengujian kandungan kimia kayu (kandungan ekstraktif).

1) Pengujian Kadar Air Kayu

Pengukuran kadar air pada kondisi kering udara berdasarkan berat kering tanur dan menggunakan moisture meter, sebagai berikut:

(23)

b. Perendaman dingin dan panas untuk contoh uji dilakukuan sesuai perlakuan yang dibut. Julah contoh uji untuk masing-masing perlakuan berjumlah 3 buah. Adapun perlakuan sesuai dengan pembagian kelompok sebagai berikut:

Kelompok 1- 3 : selama 1jam, 2 jam, 3 jam Kelompok 4 -6 : selama 4 jam, 5 jam, 6 jam Kelompok 7 – 10 : selama 7 jam, 8 jam, 9 jam

c. Selanjutnya contoh uji ditiriskan sampai tidak ada lagi air yang menetes dan ditimbang beratnya. Pertimbangan dilakukan setiap hari sampai tidak ada pengurangan berat lagi. Hasil penimbangan ini disebut beraat contoh uji basah (mμ).

d. Untuk penggunaan moisture meter, kondisi contoh uji yang stabil pada kondisi kering udara menunjukkan angka kadar air kering udara. Cara untuk memperoleh besar kadar air kering udara hanya dengan menancapkan alat moisture meter pada titik-titik ditiga pengampang. Seluruh pengukuran pada ketiga penampang kayu di rata-ratakan.

e. Untuk pengukuran contoh uji yang dikeringkan dalam oven, suhu awal oven dibuat 50o C agar contoh uji tidak cacat. Suhu dinaikan setiap 2 jam hingga

mencapai 103 ± 2o C sampai berat konstan. Contoh uji dianggap konstan apabila

antara 2 pengukuran tidaklebih dari 0,1 %.

(24)

dingin selama ± 15 menit dan setelah itu dilakukan penimbangan dan cacat hasil dalam kolom pengamatan.

g. Setelah diperoleh berat konstan. Hasil penimbangan ditetapkan sebagai berat kering tanur (mo). Selanjutnya besar kadar air kering udara dihutung seperti pada

teori.

h. Rumus untuk menghitung kadar air kayu menurut standar DIN (1994) adalah sebagai berikut:

μ=mo

mo

×100( )

Keterangan:

mμ = Berat contoh basah

mo = Berat contoh uji kering

2) Pengujian Berat Jenis dan Kerapatan

Cara kerja pengukuran berat jenis dan keratapan dilakukan dengan cara seperti yang dijabarkan di bawah ini:

1. Pengukuran berat jenis pada volume kering udara

a. Contoh uji yang sudah diberi kode, direndam sesuai perlakuan yang dibuat. Perendaman dingin dan panas untuk contoh uji dilakukan sesuai perlakuan yang dibuat. Jumlah contoh uji untuk masing-masing perlakuan berjumlah 3 buah. Adapun perlakuan sesuai dengan pembagian kelompok:

(25)

b. Selanjutnya contoh uji ditiskan sampai titik tidak ada lagi air yang menetes dan ditimbang. Penimbangan dilakukan setiap hari sampai titik tidak ada pengurangan berat lagi. Berat dikatakan konstan apabila selisih penimbangan tidak lebih dari 1 %. Jarak antara 2 penimbangan sebelumnya harus 24 jam. Hasil penimbangan ini disebut berat contoh uji basah (mμ).

c. Siapkan gelas plastik berisi air kemudian ditimbang. Hasil penimbangan ditetapkan sebagai A.

d. Contoh uji dimasukan ke dalam gelas plastik hingga terendam semuanya menggunakan bantuan jarum. Usahakan contoh uji terendam air dan tidak menyentuh dinding gelas plastik serta dilakukan secepat mungkin. Untuk mendapatkan hasil timbangan yang tidak berubah-ubah gunakan statif untuk menyangga tangan.

e. Contoh uji dan gelas berisi air ditimbang, hasilnya dinyatakan sebagai B.

f. Berat volume contoh uji kondisi kering udara (Bvku diperoleh dengan mengurangkan hasil B dan A.

g. Contoh uji tersebut kemudian dikeringkan pada suhu 103 ± 2o C dalam oven

hingga berat konstan.hasil penimbangan contoh uji yang sudah konstan dinyatakan sebagai C (Bkt).

(26)

a. Bila bahan terbatas, bisa digunkan contoh uji untuk pengukuran berat jenis pada kondisi kering udara. Tetapi bila bahan berlebih kerjakan berat jenis pada kondisi kering udara dan kering tanur pada contoh uji yang berbeda.

b. Contoh uji yang sudah diberi kode dikeringkan dalam oven pada suhu 103 ± 2o

C hingga tidak ada penambahan berat lagi. Hasilnya ditentukan sebagai Bkt. c. Siapkan parafin cair dan celupkan contoh uji hingga menutupi seluruh

permukaan.

d. Siapkan gelas plastik berisi air kemudian ditimbang. Hasil penimbangan ditetapkan sebagi A.

e. Contoh uji dimasukkan ke dalam gelas plastik hingga terendam semuanya menggunakan bantuan jarum. Usahakan contoh uji terendam air dan tidak menyentuh dinding gelas plastik. Untuk mendapatkan hasil timbangan yang tidak berubah-ubah gunakan statif untuk menyangga tangan.

f. Contoh uji dan gelas yang berisi air ditimbang, hasilnya dinyatakan sebagai B. g. Berat volume contoh uji pada kondisi kering tanur (Bvkt) diperolehh dengan

mengurangkan hasil A dan B.

h. Hitung berat jenis dengan rumus yang telah ditentukan.

i. Berat jenis kayu dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: BJvb=Bkt

Bvb Keterangan:

BJvb = Berat jenis berdasarkan volume basah Bkt = Berat contoh uji kering tanur

(27)

3. Kerapatan pada volume kering udara

a. Contoh uji 1b yang mencapai berat konstan dinyatakan disimpang diruan konstan/ruang dengan kondisi kering udara sampai titik tidak ada penambahan berat dan konstan.

b. Setelah contoh uji mencapai berat konstan (Mn), ukur dimensi/volume (panjang

x lebar x tebal) contoh uji (Vn) lalu dihitung menggunakan rumus kerapatan

kering udara sebagai berikut:

ρn=Mn

Vn

( g

cm3) Keterangan:

ρn = Kerapatan kayu normal (g/cm3)

Mn = Massa kayu normal (g)

Vn = Volume kayu normal (cm3)

4. Kerapatan pada volume karing tanur

a. Contoh uji yang telah mencapai berat konstan pada kerapatan kering udara lalu dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 103 ± 2o C hingga tidak ada

penambahan berat lagi/konstan (Mo).

b. Contoh uji dimasukan dalam desikator selam kurang lebih 15 menit kemudian ditimbang.

c. Contoh uji diukur dimensi/volume (panjang x lebar x tebal) pada keadaan kering tanur (Vo).

(28)

ρo=Mo

Vo

( g

cm3)

Keterangan:

ρo = Kerapatan kayu kering tanur (g/cm3)

Mo = Massa kayu kering tanur (g)

Vo = Volume kayu kering tanur (cm3)

3) Pengujian perubahan dimensi kayu (penyusutan dan pengembangan)

Cara kerja pengukuran perubahan dimensi kayu (penyusutan dan pengembangan) dilakukan dengan cara seperti yang dijabarkan di bawah ini:

1. Penyusutan kayu

a. Contoh uji diberi kode dan tanda terlebih dahulu menggunkan pensil atau bolpoint yang tidak luntur bila terkena air pada arah longitudinal, radial, dan tangensial, agar pada saat mengukuran penyusutan, letaknya tidak berubah. b. Contoh uji direndam sesuai dengan perlakuan yang dibuat. Perendaman dingin

dan panas untuk contoh uji dilakukan perlakuan yang dibuat. Jumlah contoh uji untuk masing-masing perlakuan berjumlah 3 buah. Adapun perlakuan sesuai dengan pembagian kelompok sebagai berikut:

Kelompok 1- 3 : selama 1jam, 2 jam, 3 jam Kelompok 4 -6 : selama 4 jam, 5 jam, 6 jam Kelompok 7 – 10 : selama 7 jam, 8 jam, 9 jam

(29)

d. Contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 103 ± 2o C hingga beratnya

konstan. Gunakan desikator untuk mendinginkan suhu sampel.

e. Berat konstan dicapai jika perbedaan antara dua pengukuran terakhir tidak lebih dari 0,1%, selisih antara dua pengukuran selama 2 jam. Setelah jonstan, ukurlah ketiga dimensi dan nyatakan sebagai Dlk, Drk dan Dtk.

f. Hitung besarnya penyusutan kayu pada ke tiga arah menggunakan rumus yang telah ditentukan dalam satuan persen.

g. Penyusutan kayu pada keriga arah pengukuran ditentukan dengan rumus sebagai berikut ini:

Penyusutan arah longitudinal = DlbDlk Dlb ×100 Penyusutan arah radial = DrbDrbDrk×100 Penyusutan arah tangensial = DtbDtk

Dtb ×100 Keterangan:

Dlb = Dimensi kayu arah longitudinal pada kondisi basah Drb = Dimensi kayu arah radial pada kondisi basah Dtb = Dimensi kayu arah tangensial pada kondisi basah

Dlk = Dimensi kayu arah longitudinal pada kondisi kering tanur Drk = Dimensi kayu arah radial pada kondisi kering tanur Dtk = Dimensi kayu arah tangensial pada kondisi kering tanur 2. Pengembangan Kayu

a. Gunakan hasil pengukuran nilai Dlk, Drk dan Dtk.

(30)

penampang ini sementara udara akan meninggalkan kayu melalui penampang melintang bagian atas. Setelah penampang melintang bagian atas basah, contoh uji dibenamkan ke dalam air sampai pengembangan meksimum tercpai. Penyimpanan contoh uji dalam air paling panyak 14 hari.

c. Pengembangan maksimum tercapai jika perbedaan dimensi antara duan pengukuran terakhir tidak lebih dari 0,01 mm. Jarak waktu antara dua pengukuran terakhir harus 24 jam untuk contoh uji kecil.

d. Angkat dan tiriskan contoh uji hingga tidak ada lagi air yang menetes. Segara ukur dimensi contoh uji, dinyatakan sebagai Dlb, Drb dan Dtb.

e. Hitung besarnya pengembangan kayu pada ke tiga arah menggaunakan rumus yang telah ditentukan dalam satuan persen, seperti pada rumus di bawah ini:

Pengembangan arah longitudinal = DlbDlk Dlk ×100 Pengembangan arah radial = DrbDrkDrk×100 Pengembangan arah tangensial = DtbDtk

Dtk ×100 Keterangan:

Dlb = Dimensi kayu arah longitudinal pada kondisi basah Drb = Dimensi kayu arah radial pada kondisi basah Dtb = Dimensi kayu arah tangensial pada kondisi basah

Dlk = Dimensi kayu arah longitudinal pada kondisi kering tanur Drk = Dimensi kayu arah radial pada kondisi kering tanur Dtk = Dimensi kayu arah tangensial pada kondisi kering tanur 4) Pengujian kandungan kimia kayu (Kandungan Ekstraktif kayu)

(31)

1. Kadar air kayu (serbuk)

a. Cucilah 2 botol timbang dan keringkan dalam oven, setelahitu ditimbang (a). Waktu mengeringkan, botol harus terbuka dan ditutup kembali waktu mengeluarkan dari oven.

b. Masukan 2 gram serbuk kayu ke dalam botol (b) dan berat botol sekarang adalah penjumlahan a dan b.

c. Keringkan dalam oven selama ± 2 jam, setelah itu keluarkan gelas piala dan masukan dalam desikator. Setelah ± 15 menit timbang sampel. Pekerjaan ini diulangi berkali-kali hingga berat serbuk kayu konstan.

d. Hitunglah kadar air serbuk kayu sama sepertipada sifat fisika kayu dan rata-rata dataini dipakai sebagai kadar air contoh uji pada percobaan-percobaan selanjutnya.

2. Kadar ekstraktif larut air panas

a. Timbanglah berat cawan saring/kertas saring dan serbuk kayu sebanyak 2 gram (ulangan pertama).

b. Cernakan serbuk kayu dengan 100 ml aquades dalam sebuah gelas erlenmeyer 300 ml.

c. Isi pemanas air dengan air biasa. Masukan gelas erlenmeyer (point 2) dalam pemenas air dan usahakan agas permukaan air lebih tinggi dari peumukaan gelas erlenmeyer. Atur suhu pada 100o C.

(32)

e. Cucilah serbuk kayu dalam cawan saring atau kertas saring dengan air panas san keringkan dalam oven hingga beratnya konstan.

f. Hitunglah kandungan ekstraktif larut air panas mennggunakan metode ASTM D 1110 – 56 (1968) dengan rumus sebagai berikut:

KE=1−Bkt .(1+KA)

Bb ×100 Keterangan:

Bkt = Berat kering tanur serbuk kayu setelah ekstraksi KA = Kadar air serbuk kayu

Bb = Berat serbuk mula-mula 3. Kadar ekstraktif larut air dingin

a. Timbanglah berat cawan saring/kertas saring dan serbuk kayu sebanyak 2 gram. b. Masukkan serbuk kayu tersebut ke dalam gelas piala 400 ml dan tambahkan

aquades sebanyak 300 ml.

c. Biarkan campuran tersebut mencerna (digest) selama 48 jam dalam suhu kamar dengan setiap kali diaduk.

d. Pindahkan campuran tersebut ke dalam cawan saring atau kertas saring pada corong. Cucilah serbuk kayu dalam cawan saring atau kertas saring pada aquades dingin dan keringkan dalam oven hingga beratnya konstan.

e. Hitunglah berkurangnya kandungan ekstraktif larut air dingin menggunakan rumus yang sama seperti kandungan ekstraktif larut air panas.

(33)

Analisis data yang digunakan terhadap data hasil praktikum ini adalah pola metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan dengan 2 perlakuan perendaman dingin (D) dan perendaman panas (P) berdasarkan pada 3 waktu perendaman yang berbeda (Dingin = D1 ; D2 ; D3 dan Panas = P1 ; P2 ; P3).

Model linier aditif pola metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial menurut Mattjik (2002) adalah sebagai berikut:

Dimana:

Yijk = Nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i (i = 1, 2...A) faktor B taraf ke-j (j

= 1, 2...B) dan ulangan ke-k (k = 1, 2...r). μ = Komponen aditif dari rataan.

αi = Pengaruh utama faktor A.

βj = Pengaruh utama faktor B.

αβij = Komponen interaksi dari faktor A dan faktor B

εijk = Pengaruh acak yang menyebar normal atau pengaruh galat dari satuan

percobaan ke-k.

Sedangkan rumus perhitungan yang digunakan dalam menentukan Analisis Varian (ANOVA) atau Analisis Sidik Ragam adalah sebagai berikut:

(34)

Model dari Analisis Varian (ANOVA) yang digunakan pada pola metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial pada analisis data praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Analisis Varian (ANOVA) Sumber

Keragaman

Derajat Bebas (DB)

Jumlah Kuadrat

(JK)

Kuadrat Tengah

(JK)

F hitung

F tabel

5% 1%

Perlakuan a.b – 1 JKP KTP KTP/KTG

Faktor A a – 1 JKA KTA KTA/KTG

Faktor B b – 1 JKB KTB KTB/KTG

Interaksi AB (a – 1).(b – 1) JKAB KTAB KTAB/KTG Galat a.b.(r – 1) JKG KTG

Total r.a.b – 1 JKT

Keterangan:

** = Berpengaruh sangat nyata (Pada taraf nyata 1%) * = Berpengaruh nyata (Pada taraf nyat 5%)

(35)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data hasil praktikum pengujian Kayu Benuas (Shorea laevis Ridl.) diketahaui sifat-sifat dasar kayu yang diuji seperti yang terjadi dalam penjelasan di bawah ini.

IV.1 Sifat Fisika Kayu Benuas (Shorea laevis Ridl.)

Berikut ini adalah hasil pengujian tiga sifat fisika kayu benuas (Shorea laevis Ridl.) yang dianggap mendasar yaitu kadar air kayu, berat jenis dan kerapatan kayu, serta perubahan dimensi (penyusutan dan pengembangan). Data hasil pengujian sifat-sifat dasar kayu Benuas dapat dilihat pada tabel 2. di bawah ini.

Tabel 3. Data Rata-rata Sifat Fisika Kayu Benuas (Shorea laevis Ridl.)

Sifat Fisika Kayu Sampel

K D1 D2 D3 P1 P2 P3

KA 16,54 16,54 16,71 16,37 15,75 16,16 15,8

BJKU 0,93 0,95 0,96 0,94 0,93 0,97 0,98

BJKT 0,70 0,64 0,57 0,55 0,69 0,72 0,74

Kerapatan KU 0,92 0,95 0,95 0,94 0,93 0,96 0,98

Kerapatan KT 0,87 0,91 0,92 0,90 0,89 0,92 0,94

Sifat Fisika Kayu

Sampel K D1 D2 D3

Dimensi L R T L R T L R T L R T

Penyusutan 0,58 6,07 8,60 1,48 5,96 6,72 0,41 4,49 7,53 1,33 5,97 7,31

Pengembangan 0,42 5,60 7,88 0,67 6,71 7,40 0,42 5,07 7,79 0,42 6,03 7,38

Sampel P1 P2 P3

Dimensi L R T L R T L R T

(36)

Pengembangan 0,25 6,11 7,61 0,25 6,28 9,01 0,25 6,32 6,46

IV.1.1 Kadar Air Kayu

Kadar air kayu adalah banyaknya air yang terkandung dalam sepotong kayu yang dinyatakan secara kuantitatif dalam persen (%) terhadap berat kering tanurnya (dapat pula dipakai satuan terhadap berat kayu lainnya) (Kasmudjo, 2010). Berikut ini rata-rata kadar air kayu kering udara yang diperoleh dari pengujian sampel dengan perlakuan rendaman dingin dan panas.

(37)

terjadi karena variasi kadar air bisa terjadi di dalam satu batang pohon, terutama antara kayu teras dan kayu gubal. Akan tetapi pada kayu daun lebar umumnya perbedaan antara kayu gubal dan kayu teras hanya memiliki perbedaan yang kecil (Sarinah, 2015).

Nilai rata-rata yang diperoleh selanjutnya diuji dengan menggunakan analisi varian seperti pada tabel 3.

Tabel 4. ANOVA (Analisis Sidik Ragam) Kadar Air Kayu Sumber

Perlakuan 5 2,282 0,456 3,602 * 3,106 5,064 Faktor A 1 1,811 1,811 14,298 ** 4,747 9,330 Faktor B 2 0,420 0,210 1,659 tn 3,885 6,927 Interaksi AB 2 0,050 0,025 0,197 tn 3,885 6,927

Galat 12 1,520 0,127

Total 17 3,802

Keterangan: ** Berpengaruh sangat nyata (Pada taraf nyata 1%) * Berpengaruh nyata (Pada taraf nyata5%)

tn Tidak berpengaruh nyata (Pada taraf nyata 1% dan 5%)

(38)

molekul air melalui ikatan hidrogen. Selain itu, juga tergantung dari temperatur, kelembaban atmosfir, dan jumlah air yang ada di daiam kayu (Sarinah, 2015).

IV.1.2 Berat Jenis dan Kerapatan

a) Berat jenis

Berat jenis kayu merupakan suatu sifat yang penting karena banyak sifat mekanika sangat berhubungan dengan sifat ini. Berat jenis kayu adalah nilai perbandingan berat suatu kayu terhadap volume air (akuades) yang sama dengan kayu tersebut (Kasmudjo, 2010). Berat jenis kayu benuas yang diuji pada praltikum ini adalah berat jenis kering udara dan berat jenis kering tanut. Rata-rata berat jenis kayu benuas dapat dilihat pada gambar 4.

K D1 D2 D3 P1 P2 P3

0.93 0.95 0.96 0.94 0.93 0.97 0.98

0.7 0.64

(39)

kering udara selanjut nya diuji menggunakan analisis varian seperti pada tabel 4 berikut.

Tabel 5. ANOVA (Analisis Sidik Ragam) Berat Jenis Kayu Kring Udara Sumber

Keragaman Bebas (DB)Derajat Kuadrat (JK)Jumlah Tengah (KT)Kuadrat F hitung

F Tabel

5% 1%

Perlakuan 5 0,010 0,002 0,832 tn 3,106 5,064

Faktor A 1 0,0005 0,0005 0,190 tn 4,747 9,330

Faktor B 2 0,002 0,001 0,415 tn 3,885 6,927

Interaksi AB 2 0,010 0,005 2,081 tn 3,885 6,927

Galat 12 0,029 0,002

Total 17 0,039

Keterangan: tn Tidak berpengaruh (Pada taraf nyata 1% dan 5%)

Hasil analisis varian menuntukan bahwa Faktor A (perlakuan perendaman) dan Faktor B (lama waktu perendaman) tidak berpengaruh nyata pada taraf 1% dan 5% . Hal ini terjadi karena berat jenis kayu benuas pada kondisi kering udara terus meningkat. Peningkatan yang terjadi pada berat jenis kering udara diakibatkan karena kayu bersifat higroskopisartinya kayu mudah menyerap dan melepaskan air. Sifat ini diakibatkan oleh kelompok hidroksil yang ada di dalam selulosa maupun hemiselulosa kayu yang menarik molekul air melalui ikatan hidrogen. Selain itu, juga tergantung dari temperatur, kelembaban atmosfir, dan jumlah air yang ada di daiam kayu (Sarinah, 2015).

(40)

kering udara sebesar (0,55). Selanjutnya nilai rata-rata berat jenis kayu benuas di uji menggunakan analisis varian dengan hasil sebagai berikut.

Tabel 6. ANOVA (Analisis Sidik Ragam) Berat Kayu Kering Tanur Sumber

Keragaman Bebas (DB)Derajat Kuadrat (JK)Jumlah Tengah (KT)Kuadrat F hitung

F Tabel

5% 1%

Perlakuan 5 0,094 0,019 7,459 ** 3,106 5,064

Faktor A 1 0,074 0,074 29,654 ** 4,747 9,330

Faktor B 2 0,002 0,001 0,366 tn 3,885 6,927

Interaksi AB 2 0,017 0,009 3,454 tn 3,885 6,927

Galat 12 0,030 0,003

Total 17 0,124

Keterangan: ** Berpengaruh sangat nyata (Pada taraf nyata 1%) tn Tidak berpengaruh nyata (Pada taraf nyata 1% dan 5%)

(41)

ditutupi dengan wood filler. Secara struktural, pin hole ini tidak mengurangi kekuatan kayu benuas itu sendiri. Kayu ini banyak dipergunakan untuk kontruksi berat di bawah atap maupun di tempat terbuka, antara lain untuk bangunan jembatan, bantalan tiang listrik, lantai, bangunan maritim, perkapalan, karoseri dan perumahan. Kayu benuas tidak baik untuk pembuatan venir dan kayu lapis, karena keras dan mempunyai berat jenis yang tinggi.

Kasmudjo (2010) menyatakan bahwa berat jenis pada tiap-tiap kayu berbeda-beda dan tergantung oleh kandungan zat-zat dalam kayu, kandungan ekstraktif serta kandungan air kayu, disamping ukuran sel kayu seperti tebal dinding sel, besarnya sel dan jumlah sel juga mempengaruhi berat janis kayu. Umumnya berat jenis kayu ditentukan berdasarkan berat kayu kering tanur atau berat kayu kering udara dan volume kayu pada posisi kadar air tersebut (Dumanauw, 1990).

b) Kerapatan

(42)

Pada pengujian kayu benuas ini nilai kerapatan yang dicari adalah nilai kerapatan kering udara dan nilai kerapatan kering tanur. Berikut ini adalah nilai rata-rata kerapatan kerapatan kering udara dan nilai rata-rata-rata-rata kering tanur yang diperoleh dari hasil pengujian kayu benuas.

Gambar 5. Grafik Nilai Rata-rata Kerapatan Kayu Benuas (Shorea laevis Ridl.) Bila dilihat dari gambar 5 nilai rata-rata kerapatan kering udara kayu benuas tertinggi dimiliki oleh sampel P3 (0,98 gram/cm3) dan nilai kerapatan terendah dimiliki oleh

sampel K dengan nilai kerapatan sebesar 0,92 gram/cm3. Selanjutnya nilai kerapatan

kering udara diuji dengan menggunakan analisis varian dan hasil analisis tersebeut dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 7. ANOVA (Analisis Sidik Ragam) Kerapatan Kayu Kering Tanur Sumber

Keragaman Bebas (DB)Derajat Kuadrat (JK)Jumlah Tengah (KT)Kuadrat F hitung

F Tabel

5% 1%

Perlakuan 5 0,010 0,002 0,650 tn 3,106 5,064

Faktor A 1 0,0005 0,0005 0,158 tn 4,747 9,330

Faktor B 2 0,002 0,001 0,276 tn 3,885 6,927

(43)

Galat 12 0,037 0,003

Total 17 0,039

Keterangan: tn Tidak berpengaruh nyata (Pada taraf nyata 1% dan 5%)

Berdasarkan tabel 6 analisis varian hasil F hitung untuk kerapatan kering udara kayu benuas memperoleh hasil tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 1% dan 5% pada Faktor A (perlakuan perendaman) dan Faktor B (lama perendaman). Tidak berpengaruhnya Faktor A dan Faktor B terhadap kerapatan kering udara pada kayu benuas disebabkan karena terdapat variasi kerapatan berdasarkan kondisi kadar air kayu yang berubah-ubah (Kollmann dan Cote, 1975).

Nilai rata-rata kerapatan kering tanur pada gambar 5 diketahui bahwa sampel uji yang memiliki nilai kerapatan kering tanur yang tinggi adalah sampel P3 dengan nilai rata-rata kerapatan kering tanur sebesar 0,94 gram/cm3 dan sampel yang

memiliki nilai kerapatan paling rendah adalah sampel K dengan nilai kerapatan 0,87 gram/cm3. Setelah dilakukan uji analisis varian terhadap data niali kerapatan

diperoleh hasil sebagai berikut.

Tabel 8. ANOVA (Analisis Sidik Ragam) Kerapatan Kering Tanur Sumber

Keragaman Bebas (DB)Derajat Kuadrat (JK)Jumlah Tengah (KT)Kuadrat F hitung

F Tabel

5% 1%

Perlakuan 5 0,010 0,002 0,646 tn 3,106 5,064

Faktor A 1 0,0004 0,0004 0,117 tn 4,747 9,330

Faktor B 2 0,001 0,001 0,171 tn 3,885 6,927

Interaksi AB 2 0,009 0,003 1,000 tn 3,885 6,927

Galat 12 0,037 0,003

Total 17 0,038

(44)

Berdasarkan nilai uji analisis varian kerapatan kering tanur diperoleh hasil bahwa nilai F hitung pada analisis varian tidak berpengaruh nyata pada taraf nyat 1% dan 5%, berarti Faktor A (perlakuan perendaman) dan Faktor B (lama perendaman) tidak memberikan pengaruh bagi kerapatan kering tanur kayu benuas. Jika diamati secara seksama sampel yang memiliki nilai rata-rata tertinggi dan terendah pada pengujian berat jenis dan kerapatan kayu dari gambar 5 adalah sama, nilai rata-rata sampel tertinggi dimiliki oleh sampel P3 dan nilai rata-rata terendah dimiliki oleh sampel K. Persamaan ini terjadi karena berat jenis adalah rasio antara kerapatan suatu bahan dengan kerapatan air. Berat jenis disebut juga kerapatan relatif (Tsoumis (1991) dalam Sarinah,1991).

Kerapatan merupakan sifat terpenting dari kayu, karena kualitas kayu sebagai bahan bangunan terutama tergantung pada kerapatannya. Pada kenyataannya terdapat hubungan yang erat antara sifat-sifat mekanika, kekerasan, ketahanan terhadap kikisan dengan kerapatan kayu di pihak lain (Scharai Rad, 1994). Kerapatan mempunyai hubungan positif linier dengan sifat mekanika kayu, yaitu semakin tinggi nilai kerapatan maka akan semakin tinggi pula sifat mekanikanya (Kollmann dan Cote, 1975).

(45)

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya variasi kerapatan atau berat jenis adalah umur pohon, kecepatan tumbuh, perbedaan letak tinggi pada batang, adanya pertumbuhan eksentrik, adanya kayu cabang dan terjadinya kayu teras. Selanjutnya dkatakan bahwa variasi yang besar dari kerapatan atau berat jenis kayu tidak saja dapat terjadi diantara pohon-pohon dan dari jenis yang sama (variasi individual), tetapi juga antara bagian-bagian pohon dari pohon yang sama (variasi sebagian/parsial) (Oey Djoen Seng, 1990). Kemudian, variasi berat jenis kayu daun pada arah aksial sedikit konsisten dan secara keseluruhan tidak memiliki satu pola.

Menurut Kasmudjo (2010) untuk benda-benda tak beraturan dan dan banyak mempunyai rongga-rongga maka istilah berat jenis sering diganti dengan kerapatan (kg/m3, gram/cm3) dan biasanya lebih kecil dari nilai berat jenis, hal ini terbukti dari

hasil nilai rata-rata sampel pada gambar 5, sampel berat jenis memiliki nilai rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata sampel pengujian kerapatan kayu.

IV.1.3 Perubahan Dimensi

Adanya perubahan dimensi kayu tergantung kondisi kayu tersebut. Kondisi kayu sangat ditentukan oleh kandungan air di dalam kayu tersebut. Kandungan air kayu dapat berkurang (menguap) dapat pula bertambah (Kasmudjo, 2010). Berikut ini hasil dari pengujian perubahan dimensi penyusutan dan pengembangan dari kayu benuas.

a) Penyusutan

(46)

perubahan dimensi kayu (penyusustan) yang terjadi pada ketiga arah sumbu utama kayu dan tersaji pada gambar 6.

K D1 D2 D3 P1 P2 P3

Gambar 6. Grafik Nilai Rata-rat Penyusutan Pada Tiga Arah Sumbu Utama Jika diperhatikan pada gambar 6 nilai rata-rata penyusutan arah longitudinal terendah terjadi pada sampel D2 dan P2 dengan nilai penyusutan sama yaitu sebesar 0,41% dan penyusutan tertinggi pada arah longitudinal dimiliki oleh sampel D1 dengan nilai rata-rata penyusutan sebesar 1,48 %. Selanjutnya nilai rata-rata penyusutan arah longitudinal diuji menggunakan analisis varian dan diperoleh hasil seperti pada tabel 8 di bawah ini.

(47)

Sumber Keragaman

Derajat Bebas (DB)

Jumlah Kuadrat (JK)

Kuadrat

Tengah (KT) F hitung

F Tabel

5% 1%

Perlakuan 5 3,509 0,702 1,871 tn 3,106 5,064

Faktor A 1 1,487 1,487 3,963 tn 4,747 9,330

Faktor B 2 1,245 0,623 1,660 tn 3,885 6,927

Interaksi AB 2 0,777 0,388 1,035 tn 3,885 6,927

Galat 12 4,502 0,375

Total 17 8,010

Keterangan: tn Tidak berpengaruh nyata (Pada taraf nyata 1% dan 5%)

(48)

K D1 D2 D3 P1 P2 P3 0

2 4 6 8 10 12 14 16 18

Hubungan Penyusutan Dengan Berat Jenis

Longitudinal Radial Tangensial

BJKU BJKT

Sampel

Gambar 7. Grafik Hubungan Penyusutan Dengan Berat Jenis

Menurut Kasmudjo (2010) kayu dengan berat jenis tinggi umumnya mengalami perubahan dimensi yang besar dan kayu benuas merupakan kayu yang tergolong memiliki kayu dengan berat jenis tinggi diatas 0,90 pada berat jenis kering udara dan diatas 0,58 pada berat jenis kering tanurnya (Dumanauw, 1990) sehingga menyebabkan penyusutan kayu benuas pada arah longitudinal lebih tinggi dari standar penyustan kayu pada umumnya.

(49)

Tabel 10. ANOVA (Analisis Sidik Ragam) Penyusutan Arah Radial Sumber

Keragaman Bebas (DB)Derajat Kuadrat (JK)Jumlah Tengah (KT)Kuadrat F hitung

F Tabel

5% 1%

Perlakuan 5 5,242 1,048 0,717 tn 3,106 5,064

Faktor A 1 0,533 0,533 0,365 tn 4,747 9,330

Faktor B 2 3,316 1,658 1,133 tn 3,885 6,927

Interaksi AB 2 1,394 0,697 0,476 tn 3,885 6,927

Galat 12 17,552 1,463

Total 17 22,795

Keterangan: tn Tidak berpengaruh nyata (Pada taraf nyata 1% dan 5%)

Berdasar kan hasil analisis varian pada tabel 9 nilai F hitung pada arah radial tidak berpengaruh nyata pada taraf 1 % dan 5 %. Hal ini dikarenakan penyusutan yang terjadi pada arah radial relatif besar yaitu berkisar antara 2,1 – 8,5 % (Kasmudjo, 2010) dan ini terbukti dari hasil nilai rata-rata penyusutan arag radial yang dimiliki oleh kayu benuas 4,49 – 6,10 %.

Sedangkan nilai rata-rata penyusutan tertinggi pada arah tangensial dimiliki oleh sampel P2 dengan nilai rata-rata penyusutan sebesar 8,72% dan nilai rata-rata penyusutan sampel terendah yang terjadi pada arah ini dimiliki oleh sampel P3 dengan nilai rata penyusutan arah tangensialnya sebesar 6,67%. Hasil nilai rata-rata selanjutnya diuji menggunakan analisis varian dan hasil analisis tersebut ditunjukan pada tabel 10 dibawah ini.

(50)

Sumber

Perlakuan 5 8,311 1,662 0,981 tn 3,106 5,064

Faktor A 1 0,549 0,549 0,324 tn 4,747 9,330

Faktor B 2 5,226 2,613 1,542 tn 3,885 6,927

Interaksi AB 2 2,536 1,268 0,749 tn 3,885 6,927

Galat 12 20,328 1,694

Total 17 28,640

Keterangan: tn Tidak berpengaruh nyata (Pada taraf nyata 1% dan 5%)

Dari tabel 10 hasil analisis varian penyusutan arah tangensial diperoleh hasil bahwa nilai F hitung pada arah ini tidak berpengaruh nyata pada taraf 1% dan 5%, berarti Faktor A (perlakuan perendaman) dan Faktor B (lama waktu perendaman) tidak menunjukan pengaruh pada hasil penyusutan arah tangensial. Tidak berpengaruhnya Faktor A dan Faktor B disebabkan karena menurut Dumanauw (1990) penyusutan yang terjadi pada arah ini sangat besar yaitu berkisar 4,3 – 14% dan hal ini terbukti dari hasil nilai rata-rata penyusutan arah tangensial yang dimiliki oleh kayu benuas yaitu 6,67 – 8,72 %.

(51)

a. Arah jari-jari yangtegak lurus pada sumbu pohon menyebabkan pengurangan pengembangan dan penyusutan searah radial karena pengurangan yang dilakukan oleh sel jari-jari yang terletak memanjang pada arah radial.

b. Perbedaan kandungan lignin antara dinding radial dan dinding tangensial karena penyusutan akan menurun dengan bertambahnya lignin.

c. Perbedaan struktur dindingsel, letak sel dan susunan dalam zona-zona kayu awai dan kayu akhir, karena persentase kayu awai lebih besar daripada kayu akhir, sedangkan kayu awai penyusutannya kecil maka perubahan dimensi dalam arah radial lebih kecil dari pada arah tangensial.

(52)

K D1 D2 D3 P1 P2 P3

0.58 1.48 0.41 1.33 0.5 0.41 0.58 6.07 5.96

4.49 5.97 5.76 5.6 6.1 8.6 6.72

7.53 7.31 7.23 8.72 6.67 16.54 16.54

16.71 16.37 15.75 16.16 15.80

Hubungan Penyusutan Dengan Kadar Air Kayu

Longitudinal Radial Tangensial Kadar Air

Sampel

Gambar 8. Grafik Hubungan Penyusutan Dengan Kadar Air Kayu

Menurut Haygreen and Bowyer (1989), besarnya penyusutan umumnya proporsional dengan jumlah air yang keluar dari dinding sel, jika kadar air yang berada pada dinding sel dan rongga sel tinggi maka dapat dinyatakan bahwa penyusutan akan tinggi sebaliknya jika kadar air pada dinding sel dan rongga sel rendah maka penyusutan akan rendah.

b) Pengembangan

(53)

K D1 D2 D3 P1 P2 P3

0.42 0.67 0.42 0.42 0.25 0.25 0.25

5.6

(54)

Tabel 12. ANOVA (Analisis Sidik Ragam) Pengembangan Arah Longitudinal Sumber

Keragaman Bebas (DB)Derajat Kuadrat (JK)Jumlah Tengah (KT)Kuadrat F hitung

F Tabel

5% 1%

Perlakuan 5 0,410 0,082 1,551 tn 3,106 5,064

Faktor A 1 0,287 0,287 5,424 * 4,747 9,330

Faktor B 2 0,062 0,031 0,584 tn 3,885 6,927

Interaksi AB 2 0,061 0,031 0,581 tn 3,885 6,927

Galat 12 0,634 0,053

Total 17 1,044

Keterangan: * Berpangaruh nyata (Pada taraf nyata 5%)

Tidak berpengaruh nyata (Pada taraf nyata 1% dan 5%) tn

Dari hasil uji analisis varian diketahui bahwa nilai F hitung berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 5 % terhadap Faktor A (perlakuan perendaman) dan tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 1% dan 5% terhadap Faktor B (lama waktu perendaman).

(55)

Tabel 13. ANOVA (Analisis Sidik Ragam) Pengembangan Arah Radial Sumber

Keragaman Bebas (DB)Derajat Kuadrat (JK)Jumlah Tengah (KT)Kuadrat F hitung

F Tabel

5% 1%

Perlakuan 5 4,581 0,916 0,320 tn 3,106 5,064

Faktor A 1 0,407 0,407 0,142 tn 4,747 9,330

Faktor B 2 1,696 0,848 0,297 tn 3,885 6,927

Interaksi AB 2 2,478 1,239 0,433 tn 3,885 6,927

Galat 12 34,309 2,859

Total 17 38,890

Keterangan: tn Tidak berpengaruh nyata (Pada taraf nyata 1% dan 5%)

Berdasarkan nilai hasil uji analisi varian yang diperoleh ternyata nilai F hitung pengembangan arah radial tidak perpengaruh nyata pada taraf 1 % dan 5 % terhadap Faktor A (perlakuan perendaman) dan Faktor B (lama waktu pengembangan).

Pengembangan tertinggi pada arah tangensial dimiliki oleh sampel P2 dengan nilai rata-rata pengembangan sebesar 9,01 % dan nilai rata-rata terendah pada arah ini dimiliki oleh sampel P3 dengan nilai rata-rata pengembangan sebesar 6,46 %. Untuk mengetahui nilai F hitung dilakuakan pengujian menggunakan analisis varian pada data nilai pengembanagan arah tangensial dengan hasil seprti yang tercantum pada tabel 13 di bawah ini.

(56)

Sumber

Perlakuan 5 10,314 2,063 0,894 tn 3,106 5,064

Faktor A 1 0,132 0,132 0,057 tn 4,747 9,330

Faktor B 2 6,720 3,360 1,456 tn 3,885 6,927

Interaksi AB 2 3,462 1,731 0,750 tn 3,885 6,927

Galat 12 27,695 2,308

Total 17 38,009

Keterangan: tn Tidak berpengaruh nyata (Pada taraf nyata 1% dan 5%)

Berdasarkan hasil uji data nilai pengembangan pada arah tangensial pada arah tangensial menggunakan uji analisis varian diperoleh hasil F hitung tindak berpengaruh nyata pada taraf 1 % dan 5 % terhadap Faktor A (perlakuan perendaman) dan Faktor B (lama waktu perendaman).

Pengembangan kayu benuas pada ketiga arah sumbu utama tersebut menunjukan pengembangan pada arah longitudinal memiliki nilai terkecil meningkat ke arah radial dan tangensial. Pengembangan pada arah tangensial merupakan pengembangan terbesar diantara ketiag arah sumbu utama tersebut.

Haygreen and Bowyer (1989) menyatakan bahwa kayu yang berada pada kelembaban yang naik turun akan terus-menerus berubah kandungan airnya dan begitu juga dimensinya. Kayu akan menyesuikan keaadaan lingkungan sekitarnya karena kayu memiliki sifat higroskofis yang dapat menyerap dan mengeluarkan uap air. Factor-faktor yang mempengaruhi perubahan dimensi tersebut adalah ;

(57)

Menuerut Kasmudjo (2010) pengembangan terjadi karena adanya penambahan kadar air pada kayu. Penambahan kadar air ini terjadi karena kayu bersifat higroskopis artinya kayu mudah menyerap dan melepaskan air. Sifat ini diakibatkan oleh kelompok hidroksil yang ada di dalam selulosa maupun hemiselulosa kayu yang menarik molekul air melalui ikatan hidrogen. Selain itu, juga tergantung dari temperatur, kelembaban atmosfir, dan jumlah air yang ada di daiam kayu (Sarinah, 2015).

IV.2 Sifat Kimia Kayu Benuas (Shorea laevis Ridl.)

Sifat kimia kayu adalah sifat-sifat kayu yang berkaitan dengan kandunag kimia dalam kayu (Kasmudjo, 2010). Berikut ini hasil dari nilai rata-rata pengujian sifat kimia pada kayu benuas (Shorea laevis Ridl.) yang tersaji pada tabel 14 di bawah ini. Tabel 15. Data Rata-rata Sifat Kimia Kayu Benuas (Shorea laevis Ridl.)

Sifat Dasar Kayu Sampel

K D1 D2 D3 P1 P2 P3

Sifat Kimi a

KA Serbuk 11,54 15,17 16,73 16,96 15,61 13,85 14,07

KAN 10,33 13,17 14,33 14,50 13,50 12,17 12,33

MF 0,90 0,87 0,86 0,86 0,87 0,88 0,88

ZED 10,77 7,13 6,41 6,20 5,88 8,65 7,08

ZEP 14,6 11,96 13,91 7,70 19,20 15,32 11,91

IV.2.1 Kadar Air Kayu (Serbuk)

(58)

K D1 D2 D3 P1 P2 P3

Gambar 10. Grafik Nilai Rata-rata Kadar Air Serbuk

Berdasarkan data nilai rata-rata yang tersaji pada gambar 10 diketahui sampel uji yang memiliki nilai rata-rata kadar air serbuk tertinggi dimiliki oleh sampel D3 dengan nilai sebesar 16,96 % dan nilai terendah dimiliki oleh sampel K (11,54 %). Selanjutnya data nilai kadar air kayu diuji menggunakan analisis varian seperti pada tabel 15 di bawah ini.

Tabel 16. ANOVA (Analisis Sidik Ragam) Kadar Air Kayu (Serbuk) Sumber

Keragaman Bebas (DB)Derajat Kuadrat (JK)Jumlah Tengah (KT)Kuadrat F hitung

F Tabel

5% 1%

(59)

Faktor A 1 14,213 14,213 35,808 ** 4,747 9,330

Faktor B 2 0,150 0,075 0,189 tn 3,885 6,927

Interaksi AB 2 11,065 5,533 13,939 ** 3,885 6,927

Galat 12 4,763 0,397

Total 17 30,192

Keterangan: ** Berpengaruh sangat nyata (Pada taraf nyata 1%) tn Tidak berpengaruh nyata (Pada taraf nyata 1% dan 5%)

Berdasarkan hasil uji analisis varian diperoleh hasil F hitung berpengaruh sangat nyata pada taraf nyata 1 % terhadap Faktor A (perlakuan perendaman) dan tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 1 % dan 5 % terhadap Faktor B (lama waktu perendaman). Hal ini dapat terjadi karena kayu bersifat higroskopis artinya kayu mudah menyerap dan melepaskan air. Sifat ini diakibatkan oleh kelompok hidroksil yang ada di dalam selulosa maupun hemiselulosa kayu yang menarik molekul air melalui ikatan hidrogen. Selain itu, juga tergantung dari temperatur, kelembaban atmosfir, dan jumlah air yang ada di daiam kayu (Sarinah, 2015).

IV.2.2 Kandungan Air Serbuk

(60)

K D1 D2 D3 P1 P2 P3

Gambar 11. Grafik Nilai Rata-rata Kandungan Air Serbuk

Pada gambar 11 dapat dilihat nilai rata-rata kandungan air serbuk kayu benuas tertinggi dimiliki oleh sampel D3 dengan nilai sebesar 14,50 % dan nilai terendah dimiliki oleh sampel K dengan nilai 10,33 %. Selanjutnya data nilai kandungan air serbuk kayu benuas diuji menggunakan analisis varian seperti pada tabel 16.

Tabel 17. ANOVA (Analisis Sidik Ragam) Kandungan Air Serbuk Sumber

Keragaman Bebas (DB)Derajat Kuadrat (JK)Jumlah Tengah (KT)Kuadrat F hitung

F Tabel

5% 1%

Perlakuan 5 14,333 2,867 12,914 ** 3,106 5,064

Faktor A 1 8,000 8,000 36,036 ** 4,747 9,330

Faktor B 2 0,083 0,042 0,189 tn 3,885 6,927

Interaksi AB 2 6,250 3,125 14,077 ** 3,885 6,927

Galat 12 2,667 0,222

Total 17 17,000

(61)

Berdasrkan hasil uji analisis varian diketahui nilai F hitung kandungan air kayu berpengaruh sangat nyat pada taraf nyata 1 % terhadap Faktor A (perlakuan perendaman) dan tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 1 % dan 5 % terhadap Faktor B (lama waktu perendaman). Hal ini dapat terjadi karena kayu bersifat higroskopis artinya kayu mudah menyerap dan melepaskan air. Sifat ini diakibatkan oleh kelompok hidroksil yang ada di dalam selulosa maupun hemiselulosa kayu yang menarik molekul air melalui ikatan hidrogen. Selain itu, juga tergantung dari temperatur, kelembaban atmosfir, dan jumlah air yang ada di daiam kayu (Sarinah, 2015).

IV.2.3 Moisture Factor

Moisture factor yang terdapat pada pengujian sifat kimia kayu benuas ini dapat dilihat pada gambar 12 di bawah ini.

K D1 D2 D3 P1 P2 P3

(62)

Berdasarkan gambar 12 diketahui nilai rata-rata moisture factor pada kayu benuas dimiliki oleh sampel K dengan nilai 0,90 dan nilai terendah dimiliki oleh sampel D2 dan D3 dengan nilai 0,86. Selanjutnya data nilai moiture factor diuji dengan menggunakan analisis varian seperti pada tabel 17.

Tabel 18. ANOVA (Analisis Sidik Ragam) Moiture Factor

Sumber

Perlakuan 5 0,001 0,0003 15,000 ** 3,106 5,064

Faktor A 1 0,001 0,001 50,000 ** 4,747 9,330

Faktor B 2 0,00001 0,000004 0,200 tn 3,885 6,927

Interaksi

AB 2 0,001 0,0003 15,000 ** 3,885 6,927

Galat 12 0,0003 0,00002

Total 17 0,002

Keteranga

n: ** Berpengaruh sangat nyata (Pada taraf nyata 1%) tn Tidak berpengaruh nyata (Pada taraf nyata 1% dan 5%)

(63)

kesetimbangan (EMC = Equilibrium Moisture Content). Dengan masuknya air kedalam kayu itu, maka berat kayu akan bertambah.

IV.2.4 Zat Ekstraktif

Zat ekstraktif adalah zat-zat yang larut dalam pelarut netral seperti eter, alkohol, benzena dan air. Dengan menggunakan air dingin atau panas dan bahan pelarut organik netral seperti alkohol atau eter maka dapat dilakukan ekstraksi (Sjöström, 1995).

Nilai rata-rata zat ekstraktif dingin pada kayu benuas dapat dilihat pada gambar 13 di bawah ini.

Zaet Ekstraktif Dingin Zat Ekstraktif Panas

Sampel

(64)

5,88 %. Selanjutnya nilai kandungan zat ekstraktif pelarut dingin diuji menggunakan analisis varian seperti pada tabel 18 di bawah ini.

Tabel 19. ANOVA (Analisis Sidik Ragam) Zat Ekstraktif Dingin Sumber

Keragaman Bebas (DB)Derajat Kuadrat (JK)Jumlah Tengah (KT)Kuadrat F hitung

F Tabel

5% 1%

Perlakuan 5 14,748 2,950 2,948 tn 3,106 5,064

Faktor A 1 1,736 1,736 1,735 tn 4,747 9,330

Faktor B 2 3,736 1,868 1,867 tn 3,885 6,927

Interaksi AB 2 9,276 4,638 4,635 * 3,885 6,927

Galat 12 12,006 1,000

Total 17 26,753

Keterangan: * Berpengaruh nyata (Pada taraf nyata 5%)

tn Tidak berpengaruh nyata (Pada taraf nyata 1% dan 5%)

Dari hasil uji analisis varian di ketahui bahwa F hitung zat ekstraktif dingin berpangaruh sangat nyata pada taraf nyata 1% terhadap Faktor A (perlakuan perendaman) dan tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 1 % dan 5 % terhadap Faktor B (lama waktu perendaman).

(65)

Tabel 20. ANOVA (Analisis Sidik Ragam) Zat Ekstraktif Panas Sumber

Keragaman Bebas (DB)Derajat Kuadrat (JK)Jumlah Tengah (KT)Kuadrat F hitung

F Tabel

5% 1%

Perlakuan 5 223,240 44,648 2,328 tn 3,106 5,064

Faktor A 1 82,771 82,771 4,315 tn 4,747 9,330

Faktor B 2 114,968 57,484 2,997 tn 3,885 6,927

Interaksi AB 2 25,501 12,751 0,665 tn 3,885 6,927

Galat 12 230,176 19,181 Total 17 453,417

Keterangan: tn Tidak berpengaruh nyata (Pada taraf nyata 1% dan 5%)

Pada hasil pengujian analisis varian diketahui bahwa nilai F hitung zat ekstraktif panas tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 1 % dan 5 % terhadap Faktor A (perlakuan perendaman) dan Faktor B (lama waktu perendaman).

(66)

 Dapat mempengaruhi sifat keawetan, warna, baud an rasa sesuatu jenis kayu

 Dapat digunakan untuk mengenal sesuatu jenis kayu

 Dapat digunakan sebagai bahan industri

 Dapat menyulitkan dalam pengerjaan dan mengakibatkan kerusakan pada alat-alat pertukangan.

Zat ekstraktif yang bersifat racun menyebabkan ketahanan terhadap pelapukan kayu. Hal ini dibuktikan bahwa ekstrak dari kayu teras lebih bersifat racun daripada ekstrak dari kayu gubal pada pohon yang sama. Serta, ketahanan terhadap pelapukan kayu teras akan berkurang jika diekstraksi dengan air panas atau dengan pelarut organik (Andriani, 2010). Ekstaktif kayu dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu senyawa aliphatik (terutama lemak dan lilin), terpen dan terpenoid senyawa phenolik. Resin parenkim banyak mengandung komponen aliphatik dan oleoresin yang terutama terdiri atas terpenoid (Sjöström, 1995).

(67)

V.

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum pengujian sifat fisika dan sifat kimia pada kayu benuas (Shorea laevis Ridl.) dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Kayu benuas (Shorea laevis Ridl.) tergolong kayu kelas kuat I – II karena berdasarkan sifat fisika yang diuji kayu benuas (Shorea laevis Ridl.) memiliki Kadar air kering udara 15,75 – 16,71 %, berat jenis kering udara 0,90 dan berat jenis kering tanur 0,74 serta kerapatan kering udara 0,98 dan kerapatan kering tanus seberat 0,87. Selain itu kayu benuas juga memiliki penyusutan dan pengembangan kayu yang besar pada ketiga arah sumbu utamanya hal ini terjadi karena kayu benuas memiliki berat jenis dan kadar air yang tinggi. Kayu ini banyak dipergunakan untuk kontruksi berat di bawah atap maupun di tempat terbuka, antara lain untuk bangunan jembatan, bantalan tiang listrik, lantai, bangunan maritim, perkapalan, karoseri dan perumahan. Kayu benuas tidak baik untuk pembuatan venir dan kayu lapis, karena keras dan mempunyai berat jenis yang tinggi.

Gambar

Gambar 1. Penampang Melintang Kayu
Gambar 2. Tiga Sumbu Arah Utama Pada Kayu
Tabel 1. Hubungan Berat Jenis Kayu Kering Udara dan Kadar Air Kayu yang Baru
Tabel 1. Analisis Varian (ANOVA)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisika yang meliputi kadar air, berat jenis dan perubahan dimensi dari jenis kayu kemiri berdasarkan arah

Meskipun kayu jabon merah kurang dekoratif akan tetapi jenis kayu ini memiliki berat jenis 0,48 dan tergolong kelas kuat III, tekstur agak halus dan merata, penyusutan sangat

Laju perubahan dimensi yang terjadi pada biji kedelai varietas Baluran dari ketiga lokasi penanaman umumnya sama dengan laju pindah massa air, yaitu mengalami perubahan yang besar

mengetahui sifat fisika yang meliputi kadar air, berat jenis dan perubahan dimensi dari jenis kayu kemiri berdasarkan arah aksial yang tumbuh di Kabupaten Sigi

Kayu memiliki sifat anisotropis dalam penyusutan dan pengembangan, pada perubahan kadar air yang sama kayu mengalami perubahan dimensi yang berbeda pada ketiga arah dimensinya

Hasil analisis menumjukkan bahwa kadar air berpengaruh nyata, hal ini disebabkan karena berat jenis kayu bakau, api-api lebih tinggi dibandingkan dengan kayu

Dan untuk mencari BJ kayu, berat kering tanur yang sudah di ukur dibagi dengan volume basah dan didapatkan BJnya adalah 0.226 Setelah ditimbang, dimensi panjang, lebar dan tebalnya

menunjukkan bahwa semua perlakuan berpengaruh nyata terhadap kerapatan papan laminasi kayu sengon dan bayur yang ditandai dengan nilai signifikansi berat labur, jenis kayu dan interaksi