• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Air dalam Kayu Pengeringan Kayu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Air dalam Kayu Pengeringan Kayu"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Air dalam Kayu

Kadar air kayu segar atau kadar air pada saat pohon masih berdiri bervariasi antara 30-300%. Variasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, jenis kayu, posisi kayu pada batang dan kondisi musim dalam satu tahun (Tsoumis, 1991).

Air dalam kayu dapat dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu air bebas, air terikat, dan uap air. Air bebas adalah yang terdapat di dalam rongga sel, sedangkan air terikat adalah air yang terdapat dalam dinding sel dan yang terakhir uap air adalah uap air yang terdapat diatas air bebas yang berada dalam rongga sel (Haygreen dan Bowyer, 1993).

Ketika kayu dikeringkan, air akan keluar dari kayu, yang pertama adalah air bebas dalam rongga sel kemudian air terikat yang terdapat pada dinding sel. Pada saat rongga sel kosong dari air bebas dan dinding sel masih jenuh air maka terjadi apa yang disebut titik jenuh serat (fiber saturation point) (Skaar, 1972).

Uap air keluar atau bergerak melalui proses difusi. Molekul uap air berpindah secara acak ke semua arah. Laju difusi air akan sebanding dengan perbedaan konsentrasi atau perbedaan tekanan uap air. Difusi hanya efektif untuk kayu-kayu permeable, dan dapat berlangsung bersamaan dengan difusi air terikat (Rietz dan Page, 1971).

Haygreen dan Bowyer (1993) mengemukakan bahwa KA adalah berat air yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kayu bebas atau kering tanur (BKT).

Pada saat kelembaban relatif kayu atau produk asal kayu yang besarnya sama dengan kelembaban relatif lingkungan pada tekanan tertentu, maka kayu mencapai Kadar Air Keseimbangan (KAK). Pada batas inilah biasanya kayu dikeringkan (Haygreen dan Bowyer, 1993).

Pengeringan Kayu

Pengeringan kayu secara umum adalah proses penurunan kadar air kayu sampai kadar air tertentu dengan pengaturan atau penyusunan tertentu, dengan atau tanpa pengaturan suhu, kelembaban dan sirkulasi udara (Coto, 1982).

(2)

Pengeringan kayu adalah salah satu cara yang lazim digunakan untuk memperbaiki keragaan kayu dalam pemakaian sehingga meningkatkan efisiensi penggunaan kayu (Kadir, 1981).

Tujuan Pengeringan Kayu

Tsoumis (1991) mengemukakan keuntungan yang diperoleh dari pengeringan kayu adalah :

1. Mengurangi penyusutan pada saat penggunaan

2. Kayu lebih tahan terhadap pewarnaan dan kerusakan akibat jamur 3. Mengurangi berat kayu, sehingga menurunkan biaya transportasi 4. Kayu yang kering lebih kuat, kuat pegang paku pada kayu meningkat. 5. Memudahkan pengecatan, finishing dan proses pengawetan

6. Suhu yang tinggi pada kiln drying membunuh jamur dan serangga yang dapat merusak kayu.

Faktor-faktor Pengeringan

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengeringan adalah panas (suhu), kelembaban relatif (RH) dan sirkulasi udara. Panas diperlukan untuk menguapkan air, suhu yang lebih tinggi akan mempercepat keluarnya air dari dalam kayu menuju permukaan. Udara yang lebih kering atau kelembaban yang rendah akan menarik air dari dalam kayu untuk keluar. Pengaturan kelembaban memungkinkan untuk mengatur kecepatan keluarnya air dari dalam kayu. Sirkulai udara diperlukan untuk membawa panas mencapai kayu dan memindahkan uap air atau kelembaban dari permukaan kayu (Tsoumis, 1991).

Penyusutan Kayu

Penyusutan adalah pengurangan dimensi pada kayu yang diakibatkan perubahan atau penurunan kadar air kayu di bawah titik jenuh serat (TJS). Perubahan kadar air diatas titik jenuh serat tidak menyebabkan perubahan dimensi (Tsoumis 1991).

Kayu memiliki sifat anisotropis dalam penyusutan dan pengembangan, pada perubahan kadar air yang sama kayu mengalami perubahan dimensi yang berbeda pada ketiga arah dimensinya yaitu radial, tangensial dan longitudinal. Perubahan dimensi paling kecil pada arah longitudinal (arah sepanjang batang). Perubahan lebih besar terjadi pada arah radial (arah jari-jari kayu) dan paling besar pada arah tangensial (arah tegak lurus jari-jari) (Tsoumis 1991).

(3)

Mc Millen (1958) mengemukakan bahwa selama proses pengeringan, kayu mengalami komplikasi tegangan dalam yang tinggi, karena bagian luar sudah mengering dan mulai menyusut sedangkan bagian dalam belum.

Tegangan pada Kayu Selama Pengeringan

Faktor dasar terjadinya tegangan kayu (Mc Millen 1958) adalah ketika bagian kayu kehilangan KA di bawah TJS terjadi penyusutan dan sebaliknya ketika KA kayu di bawah TJS menyerap air/uap air terjadi pengembangan. Apabila penyusutan yang terjadi normal di dalam kayu maka akan terjadi tegangan tarik. Tegangan tarik pada suatu bagian dari kayu harus seimbang dengan tegangan tekan pada bagian lain struktur kayu. Ketika kayu mengalami tegangan, maka akan terjadi perubahan atau regangan. Regangan terjadi pada saat sebelum terjadi atau mendekati batas proporsi maksimum kemampuan menahan beban tarik. Regangan ini dinamakan regangan elastis yang sifatnya kembali ke asal (bentuk semula). Tegangan yang terjadi di bawah batas proporsi apabila terjadi dalam waktu yang lama akan menyebabkan regangan permanen.

Point utama tegangan dan regangan pada kayu (Mc Millen 1958) :

1. Permukaan kayu mengalami KAK ketika kandungan air kayu menyesuaikan dengan kondisi lingkungan (atmosphere).

2. Bagian permukaan sudah mengalami penyusutan dan bagian dalam belum, hasilnya bagian permukaan mengalami tegangan tarik dan sebagai reaksinya bagian dalam mengalami tegangan tekan.

3. Tegangan tarik di bawah batas proporsi terjadi mulai dari proses awal pengeringan dan bertahap meningkat sampai maksimum.

4. Tegangan tarik permukaan terjadi/dihasilkan dengan cepat sampai mencapai maksimum.

5. Selama proses pengeringan (sampai kayu karing) terjadi perubahan tekanan menjadi tarikan pada bagian dalam kayu. Tegangan tarik maksimum yang terjadi pada bagian dalam kayu tidak sebesar tegangan tarik pada bagian permukaan.

6. Pada bagian tengah kayu (pusat), tegangan tekan meksimum terjadi lebih lambat.

7. Ketika terjadi tegangan tekan pada bagian dalam kayu di bawah batas proporsi, pada bagian tersebut terjadi tekanan.

8. Selama proses pengeringan sampai kayu menjadi kering, tegangan yang terjadi mengalami perubahan. Pada kondisi kayu kering bagian permukaan

(4)

akan terjadi tegangan tekan maksimum dan sebaliknya bagian dalam mengalami tegangan tarik maksimum.

9. Regangan berlangsung hingga kayu kering sempurna.

Perbedaan KA antara bagian permukaan dan bagian dalam kayu umum terjadi pada proses pengeringan kayu yang biasa dinamakan gradien kadar air. Hal ini akan menyebabkan terjadinya tegangan pengeringan yaitu tegangan dalam kayu akibat perbedaan penyusutan antara bagian luar dan dalam kayu. Secara umum, gradien kadar air dan tegangan lebih besar terjadi pada bagian permukaan kayu (Simpson, 1991).

Cacat Akibat Pengeringan Perubahan Bentuk

Beberapa jenis cacat akibat perubahan bentuk diantaranya adalah (Walker, 1993) :

1. Bow yaitu pembengkokan ke arah panjang sortimen kayu yang dikeringkan 2. Crook dan spring yaitu pembengkokan tepi sortimen menurut arah panjang

serat.

3. Cup yaitu pembengkokan ke arah lebar sortimen kayu.

4. Twist yaitu pemuntiran sortimen dimana ujung satu terangkat dibanding dengan ujung lainnya

5. Diamond yaitu perubahan bentuk persegi ke bentuk seperti diamond.

Retak dan Pecah

Cacat ini disebabkan oleh 2 hal yaitu perbedaan penyusutan pada arah radial dan tangensial yang cukup besar sehingga mengakibatkan tegangan dalam kayu dan perbedaan penyusutan lapisan aksial kayu yang disebabkan oleh variasi kadar air dalam kayu (Brown, 1949).

Pecah terjadi akibat perubahan dimensi yang tidak seimbang antara bagian dalam dan bagian permukaan kayu. Pecah biasanya terjadi akibat proses pengeluaran air yang terlalu cepat pada bagian permukaan (Tsoumis, 1991).

Pecah ujung umumnya terjadi sejajar jari-jari kayu dan mengikuti lingkaran tumbuh. Pecah jenis ini dapat dikurangi dengan melaburkan bahan-bahan penutup pada kedua ujung kayu yang akan dikeringkan. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kecepatan keluarnya air pada arah aksial yang menyebabkan terjadinya pecah ujung.

(5)

Pecah permukaan terjadi akibat terpisahnya dinding sel kayu gubal yang tipis. Pecah ini terjadi searah dengan jari-jari dan lebih banyak terjadi pada papan tangensial. Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan kelembaban yang tinggi pada permulaan pengeringan kayu (Kadir dan Kamil, 1973).

Casehardening

Cacat ini terjadi bila bagian permukaan kayu yang basah mengering terlalu cepat pada kondisi kelembaban udara rendah, terurtama pada permulaan dan akhir pengeringan. Kayu sebelah luar mulai mengalami penyusutan (dibawah titik jenuh serat, sedangkan bagian dalam masih basah. Penyusutan bagian luar dihalangi oleh bagian dalam sehingga terjadi tegangan yang menimbulkan retak permukaan. Pencegahan dilakukan dengan menggunakan kelembaban udara yang tinggi pada awal dan menjelang selesainya pengeringan (Kadir dan Kamil, 1973).

Honeycombing

Honeycombing merupakan pecah pada bagian dalam kayu yang disebabkan oleh tegangan pada bagian dalam kayu. Tegangan ini disebabkan oleh casehardening yang hebat. Honeycombing pada umumnya terjadi sepanjang jari-jari kayu (Brown, 1949).

Baker (1950) dalam Brown dan Bethel (1958) menyebutkan bahwa honeycombing dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut :

1. Tegangan tarik yang terjadi pada beberapa lokasi dalam kayu yang dikeringkan dengan suhu tinggi mungkin melebihi kekuatan tarik maksimum tegak lurus serat.

2. Beberapa casehardening yang di-conditioning pada RH 100% akan mengembangkan tegangan tarik sehingga melebihi kekuatan tarik maksimum tegak lurus serat.

3. Colapse yang terkumpul pada sel-sel tertentu dapat menyebabkan pemisahan serabut-serabut kayu pada beberapa lokasi

4. Pecah permukaan dan pecah ujung dapat bertambah dalam yang akhirnya menyebabkan honeycombing.

Pencegahan dapat dilakukan dengan pengukusan secara periodic selama pengeringan dilaksanakan.

(6)

Collapse

Collapse dapat dilihat dari bentuk kayu yang bergelombang, dan disebabkan oleh penyusutan dinding sel yang hebat dan tidak merata. Hal ini dapat terjadi bila kayu yang basah dengan dinding sel yang tebal dan kaku dikeringkan pada kondisi yang keras. Pencegahan dapat dilakukan dengan kondisi pengeringan yang lunak. Cacat ini dapat diperbaiki dengan pengukusan (Kadir dan Kamil, 1973).

Jadwal Pengeringan

Jadwal pengeringan (kiln schedule) adalah suatu pengaturan suhu dan kelembaban untuk berbagai tingkat proses pengeringan mulai dari tahap permulaan sampai dengan akhir. Tujuan jadwal pengeringan adalah agar proses pengeringan dapat diselesaikan dalam jangka waktu sesingkat mungkin tanpa merusak kayu yang dikeringkan.

Equalizing dan Conditioning

Equalizing dan conditioning merupakan tahap akhir dari jadwal pengeringan. Sering terjadi bahwa dalam pengeringan, kayu tidak kering merata, sedangkan sebagian konsumen menghendaki kadar air yang sama dengan batas toleransi tertentu. Untuk itu perlu proses pemerataan kadar air (equalizing). Salah satu cara yang ditempuh adalah menaikan kadar air keseimbangan ke kadar air akhir (harapan) setelah kadar air papan contoh terkering mencapai 3% di bawah kadar air akhir. Sebagai contoh bila kadar air akhir yang dikehendaki 10% maka proses equalizing dimulai setelah kadar air papan contoh terkering mencapai 7% (Walker 1993)

Suhu conditioning sama dengan tahap akhir jadwal pengeringan dimana kadar air keseimbangan dapat diatur. Untuk kayu keras KAK conditioning adalah 3-4% diatas kadar air akhir rata-rata yang diinginkan.

Conditioning dilanjutkan sampai pelepasan tekanan dapat dicapai. Waktu yang dibutuhkan tergantung jenis dan tebal kayu. Kayu keras biasanya memerlukan 16-24 jam (Walker 1993).

Kadar Air Keseimbangan (KAK)

Untuk mendapatkan kayu yang stabil dimensinya, maka sebagian air dalam kayu harus dikeluarkan sampai mencapai Kadar Air Keseimbangan (KAK) dimana kayu tersebut digunakan.

(7)

Coto (2005) menyatakan bahwa secara umum proses pengeluaran air dari kayu tersebut dinamakan proses pengeringan. Bila kayu kering, maka seluruh air bebas dan sebagian dari air terikat akan keluar dari kayu. Keluarnya air terikat dari dinding sel akan menyebabkan susut, oleh sebab itu agar dimensi kayu tidak berubah sewaktu digunakan, misalnya sebagai komponen meubel, maka sebelum dijadikan komponen, kayu tersebut harus dikeringkan ke Kadar Air Keseimbangan (KAK) dimana kayu tersebut digunakan. Untuk Indonesia KAK berkisar antara 10-17%, tergantung jenis kayu dan kelembaban nisbi (Relative Humidity = RH) rata-rata dari ruangan.

Selanjutnya Coto (2005) mengemukakan bahwa proses pengeringan sampai dengan KA = 0% dan pemanasan berulang dapat menurunkan Kadar Air Keseimbangan (KAK).

Deskripsi Jenis Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria)

Nama daerah dari jenis kayu ini adalah jeungjing, sengonlaut (Jawa), tedehu pute (Sulawesi), rare, selowaku, selawaku merah, seka, sika, sika bot, sikas. Tawa sela (Maluku), bae, bai, wahogon, wai, wikkie (Irian Jaya). Habitus jenis ini adalah tinggi pohon sampai 40 m dengan panjang batang bebas cabang 10-30 m, diameter sampai 80 cm, kulit berwarna putih atau kelabu, tidak beralur, tidak mengelupas dan pohon tidak berbanir.

Ciri umum kayu teras berwarna hampir putih atau coklat muda. Warna kayu gubal umumnya tidak berbeda dengan warna kayu teras. Tekstur kayu agak kasar dan merata. Arah serat lurus, bergelombang lebar atau berpadu. Permukaan kayu agak licin atau licin, permukaan kayu mengkilap. Kayu yang masih segar berbau petai, yang lambat laun hilang jika kayunya kering.

Struktur pori sebagian besar soliter, sebagian bergabung 2-4 dalam arah radial, berbentuk bundar atau kadang-kadang lonjong, diameter 140-200 µ, frekwensi 1-3 per mm2, kadang berisi endapan berwarna coklat merah. Parenkim termasuk tipe paratrakeal berbentuk selubung lengkap dan tipis. Jari-jari umumnya uniseriat, tampak karena warna yang menyolok, lebar 15-18 µ, tinggi 150-220 µ , frekwensi 5-6 per mm. Panjang serat 1,242 µ , diameter 46 µ , tebal dinding 3,3 µ , dan diameter lumen 39,4 µ .

Berat jenis kayu ini rata-rata 0,33 (0,24-0,49) dengan kelas kuat IV-V. Penyusutan sampai kering tanur adalah 2,5% (radial) dan 5,2% (tangensial).

(8)

Kayu sengon selama pengeringan dapat diserang jamur biru dan kapang (mold), terutama apabila peredaran udaranya kurang lancar. Jenis kayu ini termasuk mudah dikeringkan, meskipun pada kayu yang seratnya tidak lurus mudah terjadi pencekungan dan pemuntiran. Pengeringan alami pada papan tebal 2,5 cm dari kadar air sekitar 54% sampai 20% memerlukan waktu sekitar 33 hari. Pengeringan dengan kilang pengering pada papan segar yang tebalnya 2,5 cm dapat dikeringkan sampai kadar air 10% dalam waktu 4 hari. Suhu pengeringan berkisar antara 48,8-76,6oC dengan kelembaban nisbi 79-33%.

Kayu sengon banyak digunakan oleh penduduk Jawa barat untuk bahan perumahan (papan, balok, tiang, kaso, dan sebagainya). Kayu sengon dapat juga dipakai untuk pembuatan peti, finir, pulp, papan semen wol kayu, papan serat, papan partikel, korek api (tangkai dan kotak), kelom dan kayu bakar. Dahulu di Maluku kayu sengon biasa dipakai untuk perisai, karena ringan dan liat serta sukar ditembus (Martawijaya et al. 1989).

Meranti (Shorea spp.)

Terdapat beberapa ratus nama daerah antara lain: banio, ketuko, melebekan, meranti, merkuyung, sirantih (Sumatera), abang, awing, damar, engkabang, kakan, kenuar, kontoi, lampung, lanan, lentang, ponga, putang, tengkawang (Kalimantan), kayu bapa, sehu (Maluku).

Habitus jenis ini adalah tinggi pohon dapat mencapai 50 m, panjang batang bebas cabang sampai 30 m, diameter bisa sampai 100 cm, banir Shorea leprosula berukuran tinggi 3,5 m, lebar 2,5 m, tebal 20 cm. Kulit luar berwarna kelabu atau coklat, tebal lebih kurang 5 mm.

Warna kayu teras bervariasi dari hampir putih, coklat pucat, merah jambu, merah muda, merah kelabu, merah-coklat muda, dan merah sampai merah tua atau coklat tua. Kayu gubal berwarna lebih muda dan dapat dibedakan dengan jelas dari kayu teras, berwarna putih, putih kotor, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan sangat muda, biasanya kelabu, tebal 2-8 cm.

Tekstur kayu agak kasar sampai kasar dan merata. Arah serat umumnya agak berpadu, kadang-kadang hampir lurus, bergelombang atau sangat berpadu. Permukaan kayu licin atau agak licin, permukaan kayu kebanyakan agak mengkilap. Kayu yang mempunyai arah serat berpadu menunjukkan gambar berupa pita pada bidang radial. Pada bidang tersebut terdapat juga gambar jari-jari, tetapi biasanya tidak jelas, karena perbedaan warna yang tidak menyolok.

(9)

Pori kayu sebagian besar soliter, sebagian kecil bergabung 2-3 dalam arah radial, kadang-kadang berkelompok dalam arah diagonal atau tangensial, diameter umumnya 200-300 µ, kadang-kadang lebih dari 400 µ , frekwensi 2-8 per mm, kadang-kadang berisis tilosis, gom atau damar berwarna coklat. Parenkim kadang tersebar, seringkali berbentuk pita tangensial pendek dan pita konsentrik sekitar saluran damar vertikal. Parenkim paratrakeal berbentuk selubung lengkap atau tidak lengkap, seringkali berbentuk selubung halus dan tidak jelas, kadang-kadang berbentuk aliform.

Jari-jari hampir seluruhnya multiseriat, berukuran sedang dengan lebar maksimum 75 µ , tinggi bervariasi antara 125-3375 µ , frekwensi 4-5 per mm, kadang berisis kristal CA-oksalat secara sporadis.

Kayu meranti umumnya mempunyai saluran aksial yang biasanya tersusun dalam deretan tangensial yang kontinu, kadang-kadang terdapat deretan yang pendek, diameter saluran aksial umumnya lebih kecil dari diameter pori. Saluran aksial dan radial umumnya berisi endapan berwarna putih.

Penyusutan kayu sampai dengan kadar air 12% berkisar antara 2,0% (radial) dan 6.0% (tangensial) pada Shorea parvifolia. Penyusutan sampai kering tanur pada Shore leprosula 2,1% (radial) dan 3,5% (tangensial). Pengeringan dalam kilang pengering pada papan meranti tebal 2,5 cm yang dikeringkan sampai kadar air 12% memerlukan waktu sekitar 9 hari. Bagan pengeringan yang dianjurkan adalah suhu 48-72°C dengan kelembaban nisbi 80-40%.

Kayu meranti merah terutama dipakai untuk finir dan kayu lapis, disamping itu dapat juga dipakai untuk bangunan perumahan sebagai rangka, balok, galar, kaso, pintu dan jendela, dinding, lantai dan sebagainya. Selain dari itu kayu meranti juga dipakai sebagai kayu perkapalan (perahu, kapal kecil dan bagian-bagian kapal), peti pengepak, mebel murah, peti mati dan alat musik (pipa organ) (Martawijaya dkk. 1981).

Kamper (Dryobalanops sp.)

Daerah penyebaran jenis ini adalah Aceh, Sumatera Utara, Riau dan seluruh Kalimantan. Habitus jenis ini adalah tinggi pohon umumnya berkisar antara 35-45 m dan dapat mencapai 60 m, panjang batang bebas cabang 30 m atau lebih, diameter 80-100 cm. Bentuk batang sangat baik, lurus dan silindris dengan tajuk kecil, kadang berbanir sampai 2 m.

(10)

Kayu teras berwarna merah, merah-coklat atau merah-kelabu. Kayu gubal berwarna hampir putih sampai coklat-kuning muda, tebal 2-8 cm dan dapat dibedakan dengan jelas dari kayu teras. Tekstur kayu agak kasar dan merata. Arah serat lurus atau berpadu, permukaan kayu licin dan mengkilap. Kayu berbau khas kamper jika masih segar, tetapi cenderung untuk hilang jika dikeringkan.

Pori hampir seluruhnya soliter, kadang-kadang dalam gabungan 2-3 dalam arah radial atau tangensial, diameter cukup kecil sampai agak lebar, frekwensi 3-7 per mm2, bidang perforasi sederhana dalam posisi agak miring, pori berisi tilosis dan zat yang berwarna merah-coklat. Parenkim termasuk tipe paratrakeal berbentuk selubung lengkap atau tidak lengkap. Parenkim apotrakeal berbentuk terputus-putus tak teratur sekeliling sekeliling salran damar. Kadang-kadang terdapat parenkim tersebar. Jari-jari heteroseluler, lebar 50-100µ, tinggi kurang dari 2 mm, frekwensi 5-10 per mm banyak berisi silika. Saluran interseluler merupakan deretan panjang dalam arah tangensial, lebih kecil dari pori, berisi damar berwarna putih.

Berat jenis berkisar 0,81 (0,63-0,94) dengan kelas kuat I-II. Penyusutan sampai KA 12% (D. aromatica) adalah 2,1 % (radial) dan 3.8% (tangensial).

Pengeringan alami papan D. lanceolata tebal 4 cm sampai kadar air 17% memerlukan waktu 170 hari. Pengeringan dalam dapur pengering papan tebal 2,5 cm dapat dikeringkan sampai dengan kadar air 15% dalam waktu 7 hari, sedangkan papan tebal 4 cm memerlukan waktu 10 hari. Bagan pengeringan yang dianjurkan adalah suhu 55-70oC dengan kelembaban nisbi 85%. Cacat yang sering terjadi adalah retak ujung.

Kayu kamper banyak mengandung silica, karena itu sulit dikerjakan dengan mesin dan gergaji dalam keadaan kering. Penggunaan dapat dipakai untuk balok, tiang, rusuk dan papan pada bangunan perumahan dan jembatan, serta dapat juga dipakai untuk perkapalan, peti dan mebel (Martawijaya dkk. 1981).

Referensi

Dokumen terkait

Adapun sebanyak 40,72% mahasiswa calon guru menyatakan tidak selalu menyiapkan media pembelajaran berbasis TIK sebelum proses belajar mengajar dan mahasiswa calon

Penelitian sebelum ini membandingkan ketamin kumur 40 mg dengan benzydamine HCl 0,075% untuk mengurangi nyeri tenggorok pascaintubasi, didapatkan bahwa pemberian ketamin kumur 40

Indikator maklumat pelayanan dalam kepuasan masyarakat terhadap pelayanan pembuaatan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

EFEKTIVITAS PENERAPAN METODE ROLLENSPIEL DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA SISWA DALAM BAHASA JERMAN.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Pelaksanaan pengeluaran belanja Uang Persediaan (UP)/Ganti Uang (GU)/Tambah Uang (TU)/Langsung (LS) pada Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sulawesi Utara sudah efektif dan sesuai

Pengaduan yang disampaikan secara tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b dilakukan dengan penyediaan kotak pengaduan yang wajib disediakan

PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN DAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY, TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK (Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode

1) Supaya anak memiliki perbendaharaan kata yang diperlukan untuk berkomunikasi sehari-hari. 2) Supaya anak mau mendengarkan dan memahami kata-kata serta kalimat.