LAPORAN PRAKTIKUM SIFAT-SIFAT DASAR KAYU
ACARA IV
PENENTUAN PENYUSUTAN KAYU
Disusun Oleh:
Nama : Balesta Intifada NIM : 22/502804/KT/09941 Co-Ass : Suci Salsabila
Kelompok : 6 (Sub A)
LABORATORIUM PEMBENTUKAN DAN PENINGKATAN KUALITAS KAYU DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA 2023
I. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Mengetahui cara mengukur penyusutan kayu
2. Mengetahui penyusutan kayu pada tiga arah yang berbeda
II. TINJAUAN PUSTAKA
Penyusutan kayu adalah perubahan dimensi atau perubahan volume yang terjadi karena adanya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat (TJS) (Dumanauw, 2001). Usta dan Guray (2000) menyatakan Dimensi kayu dapat berubah dalam tiga arah yang berbeda: tangensial, radial, dan longitudinal. Sebagian besar peneliti melaporkan bahwa perubahan dimensi (penegmbanagan atau penyusutan) dalam arah longitudinal dapat diabaikan. Panshin dan de Zeeuw (1980) menyatakan bahwa penyusutan pada arah tangensial lebih besar daripada penyusutan pada arah radial, biasanya mencapai 2 kali atau lebih. Semakin tinggi penyusutan makan semakin besar kadar air yang keluar dan kerepatanpun akan semakin besar, Hal ini di karenakan adanya pelepasan air dalam rongga sehingga pelepasan atau keluarnya air dari rongga sel akan menyebabkan penyusutan yang berpengaruh terhadap kerapatan kayu.
Perubahan dimensi kayu merupakan informasi yang penting untuk diketahui khususnya pada kayu yang digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan agar terhindar dari cacat kayu selama penggunaan akibat dari tidak mempertimbangkan penyusutan kayu yang terjadi seperti adanya retak kayu, melengkung, terpuntir, atau sambungan yang rusak karena terjadi penyusutan (Brown dkk., 1952). Penyusutan dinding sel dan seluruh bagian kayu terjadi ketika molekul-molekul air terikat melepaskan diri dari molekul-molekul selulosa berantai panjang dan molekul- molekul hemiselulosa. Molekul rantai kemudian akan bergerak saling mendekat.
Seperti contoh laju kembang susut yang terjadi pada penampang tangensial dengan radial kayu kecepatannya berbeda (Christoforo dkk., 2016). Apabila rasio penyusutan yang besar terjadi pada kayu, hal ini dapat menyebabkan kayu mudah pecah, berubah bentuk, dan cacat (Martawijaya, 1990).
Faktor-faktor yang memengaruhi penyusutan dan pengembangan pada sampel kayu adalah ukuran dan bentuk sampel, kerapatan sampel, kondisi pengeringan kayu (Shmulksy & Jones, 2011). Pada kayu sendiri, besarnya penyusutan dan pengembangan kayu ditentukan oleh kadar air kayu, kerapatan, struktur anatomi
kayu, kandungan ekstraktif kayu, komponen kimia kayu, dan kekuatan kayu (Yunianti dkk, 2020). Kayu yang memiliki keraptan tinggi cenderung memiliki nilai penyusutan yang lebih besar. Namun, beberapa kayu yang memiliki nilai kerapatan yang seragam dapat menunjukkan nilai penyusutan yang berbeda (Tsutsumi dkk., 2020). Nilai penyusutan kayu perlu untuk diketahui berbagai informasi dasar pembutan furniture yang terbuat dari kayu (Chavenetidou dkk., 2020)
III. ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah : 1. Kaliper
2. Desikator
3. Timbangan analitik 4. Alat tulis
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah :
1. Contoh uji/sampel Kayu Trembesi (Samanea saman) ukuran 2 x 2 x 4 cm
IV. CARA KERJA
Langkah pertama yang harus dilakukan yaitu menyiapkan contoh uji berukuran 2 x 2 x 4 cm. Penyusutan diukur dengan metode British Standar nomor 373 tahun 1957, yaitu dengan mengukur dimensi contoh uji pada tiga arah utama pada berbagai kondisi. Selanjutnya contoh uji diberi tanda berupa garis pada ketiga arah utamanya (longitudinal, tangensial, dan radial) untuk mempermudah dalam melakukan pengamatan sehingga memperkecil terjadinya pergeseran tempat setiap
kali dilakukan pengukuran. Penyusutan diukur dari keadaan basah tebang ke keadaan kering udara dan kering tanur. Contoh uji yang masih dalam keadaan basah ditimbang beratnya dengan timbangan analitik dan diukur dimensinya (Ds) pada tiga arah utamanya tepat pada garis penandaan menggunakan kaliper dengan tingkat ketelitian 0.001 cm. Contoh uji dikering udarakan dan ditimbang beratnya sampai konstan dan diukur dimensinya (Du). Contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 103±2℃ hingga beratnya konstan (Bkt), kemudian ditimbang dan diukur dimensinya kembali.
𝑃𝑒𝑛𝑦𝑢𝑠𝑢𝑡𝑎𝑛 (%) = 𝐷𝑠 − (𝐷𝑢 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐷𝑘) 𝐷𝑠 × 100%
Keterangan:
Ds : dimensi contoh uji pada tiga arah utama dalam keadaan basah (cm)
Du : dimensi contoh uji pada tiga arah utama dalam keadaan kering udara (cm) Dk : dimensi contoh uji pada tiga arah utama dalam keadaan kering tanur (cm)
V. HASIL DAN PERHITUNGAN Tabel 1.1 Pengukuran kaliper 2x2x4
Tabel 1.2 Penyusutan Arah
Tabel 1.3 Penyusutan Volume
Contoh perhitungan:
Perhitungan volume 1. Volume dimensi basah
- Sampel A
= L x T x R
= 4,04 x 2,130 x 2,160
= 18,59
2. Volume dimensi kering udara - Sampel A
= L x T x R
= 4.050 x 2.060 x 2.180
= 18,19
3. Volume dimensi kering tanur - Sampel A
= L x T x R
= 4.050 x 2.000 x 2.060
= 16,69
𝑃𝑒𝑛𝑦𝑢𝑠𝑢𝑡𝑎𝑛 (%) = (𝐷𝑠 − (𝐷𝑢 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐷𝑘))/𝐷𝑠 𝑥 100%
1. Penyusutan volume sampel A
• Basah – kering tanur
= (18,59-16,69)/18,59 x 100%
= 10,23%
• Basah – kering udara
= (18,59-18,19)/18,59 x 100%
= 2,15%
• Udara – kering tanur
= (18,19-16,69)/18,19 x 100%
= 8,26%
2. Penyusutan arah longitudinal sampel A
• Basah – kering tanur
= (4,04-4,050)/4,04 x 100%
= -0.25%
• Basah – kering udara
= (4,04-4,050)/4,04 x 100%
= -0.25%
• Udara – kering tanur
= (4,050-4,050)/4,050 x 100%
= 0%
3. Penyusutan arah tangensial sampel A
• Basah – kering tanur
= (2,130-2,00)/2,130 x 100%
= 6,10%
• Basah – kering udara
= (2,130-2,060)/2,130 x 100%
= 3,29%
• Kering udara – kering tanur
= (2,060-2,00)/2,060 x 100%
= 2,91%
4. Penyusutan arah radial sampel A
• Basah – kering tanur
= (2,160-2,060)/2,160 x 100%
= 4,63%
• Basah – kering udara
= (2,160-2,180)/2,160 x 100%
= -0,93%
• Kering udara – kering tanur
= (2,180-2,060)/2,180 x 100%
= 5,50%
Rasio T/R = persentase penyusutan arah T/persentase penyusutan arah R - Sampel A
• Basah – kering tanur
= 6,10/4,63
= 1,32
• Basah – kering udara
= 3,29/-0,93
= -3,55
• Udara – kering tanur
= 2,91/5,50
= 0,53
VI. PEMBAHASAN
Penyusutan dimensi atau penyusutan kayu merupakan kondisi kayu yang berkurang dimensinya dimana disebabkan oleh berkurangnya volume kayu ketika air ditiadakan dan stuktur selulosa yang tidak teratur. Dalam artian lain bahwa apabila kayu kehilangan air dibawah titik jenuh serat maka akan terjadi penyusutan kayu (Misnawati dkk., 2019). Penyusutan pada kayu biasanya akan terjadi pada musim kemarau, dimana air terikat pada dinding sel kayu akan mudah menguap ke atmosfer sehingga terjadi perubahan dimensi pada kayu berupa penyusutan.
Penyusutan dimensi berperan dalam kehidupan sehari-sehari. Adapun perannya diantaranya adalah pada komponen mebel agar dimensi kayu tidak berubah maka sebelum dijadikan komponen kayu tersebut harus dikeringkan ke kadar keseimbangan atau KAK. Selain itu, juga peran penyusutan yang lain adalah pelonggaran dan pengetatan pada sambungan yang terjadi akibat pengurangan atau peningkatan dimensi sehingga menyebabkan kesulitan dalam pembukaan dan penutupan pintu, jendela, pengangkatan lantai.
Kayu yang memiliki sifat anisotropis dimana pada tiap bidangnya tersebut memiliki penyusutan yang berbeda. Menurut Dumanauw (1993) kayu akan lebih banyak menyusut dalam arah lingkaran tumbuh (arah tangensial), agak kurang ke arah melintang lingkaran tumbuh (radial) dan sedikit sekali dalam arah sepanjang serat (longitudinal). Perubahan dimensi pada arah longitudinal sekitar 0,1-0,3%, sedangkan dalam arah radial angka penyusutannya sekitar 2,1-8,5%, dan dalam arah tangensial penyusutannya antara 4,3-14%. Penyusutan pada bidang tangensial lebih besar daripada keduanya disebabkan oleh dua hal. Pertama, kayu akan lebih cepat mengalami penyusutan pada arah lingkaran tumbuh atau menyusut kesamping daripada menyusut searah serat atau tegak lurus lingkaran tumbuh.
Kedua, penyusutan mengikuti pergerakan kadar air, maka penyusutan terjadi di bagian luar kayu terlebih dahulu dibanding bagian dalamnya (Listyanto, 2017).
Penyusutan dimensi berkaitan dengan besarnya nilai kadar air, berat jenis kayu, dan sifat kimia kayu. Berat jenis dengan penyusauta memiliki hubungan berkorlasi positif, dimana semakin besar berat jenis maka penyusutannya juga akan semakin besar. Hal ini disebabkan karena pada berat jenis tinggi memiliki jumlah sel yang tinggi pula sehingga mengakibatkan dinding sel yang dimiliki kayu dengan berat jenis tinggi lebih banyak dari pada kayu dengan berat jenis rendah. Hal ini mempengaruhi secara tidak langsung dengan kandungan kadar air kayu yang berada
pada dinding sel kayu yang semakin tinggi akibat memiliki jumlah sel yang tinggi pula. Ketika kadar air kayu turun di bawah titik jenuh serat (30%) maka akan menyebabkan penyusutan sel kayu dan dengan berat jenis yang tinggi yang juga memiliki jumlah sel tinggi menyebabkan lebih banyak sel kayu yang menyusut sehinggga penyusutan pada kayu dengan berat jenis tinggi akan lebih tinggi. Pada sifat kimianya Penyusutan dapat dipengaruhi oleh xat ekstraktif kayu. Dinding sel kayu menyusut sebagai dampak karena molekul air pada dinding sel melepaskan diri dari molekul-molekul selulosa, hemiselulosa, dan bahan kimia lainnya.
Molekul-molekul tersebut kemudian bergerak bebas dan saling mendekati satu sama lain sehingga dinding sel menyusut dan terjadi penyusutan kayu. Zat ekstraktif dapat berperan terhadap perubahan dimensi kayu secara fisis sebagai bulking agent dan secara kimia melalui sifat hidrofobik dari senyawa tertentu. Kadar zat ekstraktif yang tinggi menyebabkan sifat higroskopis berkurang, sehingga stabilitas dimensi kayu meningkat (Skaar 1972).
Sifat penyusutan pada kayu juvenil, dewasa, kayu tekan, dan kayu Tarik berbeda beda. Pada kayu juvenil penyusutan yang terjadi yaitu penyusutan longitudinal sebesar 10 kali dari kayu dewasanya sehingga cenderung menghasilkan sortimen kayu yang memiliki cacat lengkung dan pecah yang cukup besar. Sifat penyusutan pada kayu dewasa cenderung lebih kecil dibandingkan dengan kayu juvenil. Penyusutan pada kayu tarik dan kayu tekan pun berbeda apabila dibandingkan kayu normal. Kayu tarik biasanya berada pada kayu keras (hardwood) sedangkan kayu tekan biasanya terdapat pada kayu lunak (softwood).
Pada kayu tarik memiliki nilai penyusutan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kayu normal lain. Hal ini disebabkan karena bahan-bahan penyusun kayu yang terdapat antar lamelanya bersifat isotropis. Begitu pula dengan kayu tekan juga memiliki penyusutan pada arah longitudinal yang lebih tinggi dibandingkan dengan kayu normal. Kayu tekan ini dapat dikenali secara melalui pengamatan langsung dengan melihat permukaan yang halus dari arah transversal kayu.
Pada posisi radial yang berbeda, sifat penyusutan yang terjadi pun juga berbeda-beda. Melihat pada data, sampel kayu yang terletak lebih dekat dengan kulit, memiliki kemungkinan penyusutan yang lebih besar daripada sampel yang terletak dekat dengan empulur. Ini dapat terjadi karena kayu yang dekat dengan kulit biasanya masih berupa kayu gubal atau kayu juvenil. Oleh karena itu, penyusutan yang terjadi pun juga semakin besar.
Pada praktikum kali ini pengukuran dimensi kayu menggunakan metode British Standar nomor 373 tahun 1957. Hasil yang diperoleh dari praktikum ini berupa penyutan yang terdiri dari basah-kering tanur, basah-kering udara, serta kering udara-kering tanur. Hasil perhitungan penyusutan volume pada keadaan basah-kering tanur berturut-turut dari sampel A hingga D adalah 10.23%, 15.77%, 12.03%, dan 4.90%, pada basah-kering udara sebanyak 2.15%, 7.73%, 2.89%, dan -2.02%, serta pada kering udara-kering tanur sebanyak 8.26%, 8.71%, 9.41%, dan 6.79%. Lalu pada penyusutan tiap arahnya, rata-rata penyusutan pada arah longitudinal tiap sampel pada kondisi basah-kering tanur, basah-kering udara, dan kering udara-tanur berturut-turut sebesar -0.03%, -0.03%, dan 0.00%. Kemudian pada arah tangensial, penyusutan rata-rata tiap sampel pada kondisi basah-kering tanur, basah-kering udara, dan kering udara-tanur berturut-turut sebesar 6.68%, 1.99%, dan 4.77%. Terakhir pada arah radial, penyusutan rata-rata tiap sampel pada kondisi basah-kering tanur, basah-kering udara, dan kering udara-tanur berturut- turut sebesar 4.41%, 0.74%, dan 3.68%. Sesuai yang dinyatakan oleh Usta dan Guray (2000) bahwa penyusutan dimensi kayu dapat terjadi pada tiga arah yang berbeda: tangensial, radial, dan longitudinal. Hasil praktikum kali ini menunjukkan penyusutan paling besar pada arah tangensial dan penyusutan terkecil arah longitudinal. Hal tersebut terjadi karena sel jari-jari kayu pada arah tangensial bersifat tipis sehingga air pada bagian tersebut mudah untuk dilalui air. Sedangkan pada arah longitudinal merupakan arah yang memiliki tingkat penyusutan terendah karena pada bagian tersebut memilki mikrofibril yang lebih besar dan tersusun oleh banyak serat. Sehingga air sulit keluar karena terhalang oleh microfibril dan serat- serat kayu.
Selain data dimensi kayu dipeoleh juga hasil uji penyusutan kayu berupa T/R Rasio. Koefisien anisotropi atau T/R rasio merupakan perbandingan dari LT dan LR (Marsoem, 2014) Nilai T/R ratio kondisi basah ke kering tanur pada sampel A hingga D secara berurutan adalah 1.32, 1.40, 1.01, dan -49.00 . Untuk nilai T/R ratio kondisi basah ke kering udara secara berurutan dari sampel A hingga D adalah -3.55, 0.89 -0.14, dan -0.41. Adapun nilai T/R ratio kondisi kering udara ke kering tanur dari sampel A hingga D secara berurutan adalah 0.53, 2.22, 2.09, dan 1.03.
Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui perubahan dimensi kayu pada arah tangensial dan radial memiliki perbedaan yang tidak terlalu jauh dan cenderung proposional. Sedangkan perubahan dimensi pada arah tangensial dan longitudinal
mengalami perubahan yang berbeda cukup drastis. Pengujian stabilitas dimensi kayu diperlukan untuk menentukan penggunaan kayu atau pemanfaatan kayu (Juheri dkk., 2017). Dari hasil tersebut, dapat dilihat bahwa sampel C merupakan kayu yang memiliki stabilitas dimensi paling baik, karena rasio T/R nya yang paling mendekati 1. Sedangkan sampel kayu yang memiliki stabilitas dimensi paling buruk atau rasio T/R nya jauh dari 1 adalah sampel D.
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum ini, dapat disimpulkan bahwa :
1. Penyusutan kayu dapat diketahui menggunakan metode British standar nomor 373 tahun 1957 dengan mengukur dimensi suatu sampel uji kayu pada tiga arah utamanya (longitudinal, tangensial, dan radial) pada kondisi basah, kering udara, dan kering tanur. Besar penyusutan merupakan rasio dari perubahan dimensi terhadap dimensi maksimum kayu yang dinyatakan dalam persen (%).
Penyusutan pada kayu dapat berupa penyusutan volumetrik atau penyusutan pada setiap arah kayu.
2. Penyusutan kayu pada tiga arah berbeda baik itu radial, tangesial, dan longitudinal dapat diketahui dengan menggunakan rumus penyusutan dimana hasil dimensinya diperoleh dengan mengukur dimensi kayu pada tiga arah berbeda menggunakan kaliper baik manual ataupun digital. Penyusutan kayu pada ketiga arah kayu menghasilkan hasil yang beragam. Nilai tertinggi terdapat pada arah tangensial, dilanjutkan oleh nilai arah radial dan baru arah longitudinal. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai penyusutan total pada arah longitudinal sampel 1 sebesar 0,162, sampel dua 1,148%, dan sampel tiga 0,842%. Pada arah radial sampel satu sebesar 6,294%, sampel dua 5,841%, dan sampel tiga 4,147%. Pada arah tangensial diperoleh penyusutan total sampel satu sebesar 9,206%, samperl dua 7,029%, dan sampel tiga sebesar 8,633%
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Brown, H. P., Panshin, J., & Forsainth, G. G. 1952. Textbook of Wood Technology Vol. II. The Physical, Mechanical, and Chemical Properties of The Commercial Wood of The United States. New York: Mc Grow – Hill Book Company.
Chavenetidou, M., Kakavas, K. V., & Birbilis, D. 2020. Shrinkage and Swelling of Greek Chestnut Wood (Castanea Sativa Mill.) in Relation to Extractives Presence. IOP Conference Series: Materials Science and Engineering, 908(1), 1—12.
Christoforo, A. L. Almeida, T. H., Almeida, D. H., & Santos, J. C. 2016. Shrinkage for Some Wood Species Estimated by Density. International Journal of Materials Engineering, Vol.6 (2): 23-27.
Dumanauw, J. F. (1993). Mengenal Kayu. Pendidikan Industri Kayu Atas Semarang.
Dumanauw, F. 2012. Mengenal Arah Serat Kayu. Yogyakarta : Pustaka.
Juheri., Usman, Fadillah., dan Yani, Ahmad. 2017. Stabilitas Dimensi Kayu Mahang (Macaranga hypoleuca (Reichb.f.et Zoll.) M. A.) Berdasarkan Posisi Ketinggian Batang dan Suhu Pengeringan. Jurnal Hutan Lestari, Vol. 5, No. 4, 2017.
Listyanto, T. 2017. Teknologi Pengeringan Kayu dan Aplikasinya di Indonesia.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Marsoem, Sri Nugroho., Vendy Eko Prasetyo, Joko Sulistyo, Sudaryono, dan Ganis Lukmandaru. 2014. Studi Mutu Kayu Jati di Hutan Rakyat Gunungkidul III Sifat Fisika Kayu. Jurnal Ilmu Kehutanan, Vol 8(2): 75- 88.
Martawijaya, A. 1990. Sifat Dasar Beberapa Jenis Kayu yang Berasal dari Hutan Alam dan Hutan Tanaman. Jakarta: Badan Litbang Kehutanan.
Misnawati, L. dan Kurdiansyah. 2019. Pengaruh Perbandingan Urea dan Peg 1000 serta Lama Perendaman terhadap Stabilitas Dimensi Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba). Jurnal Sylva Scienteae, 2(6), 1022—1035.
Panshin, A. J. and de Zeeuw, C. 1980. Textbook of Wood Technology: Structure, identification, properties, and uses of the commercial woods of the United States and Canada. 4th ed. McGraw-Hill Series in Forest Resources. New York, McGraw-Hill Book Co.
Skaar C. 1972. Water in Wood. New York : Syracuse University Press.
Shmulsky, R., & Jones, P. D. 2011. Forest Products and Wood Science An Introduction: Sixth Edition. New York: Wiley.
Tsutsumi, H., Haga, H., & Fujimoto, T. 2020. Variation in wood shrinkage evaluated by the eigenvalue distribution of the near infrared spectral matrix.
Vibrational Spectroscopy, 109, 103091.
Usta, I.; Guray, A. 2000. Comparison of swelling and shrinkage characteristics of Corcisan Pine (Pinus nigra var. mantima). Turkish Journal of Agriculture and Forestry, 24:461-464.
Yunianti, A. D. (2020). Buku Ajar Ilmu Kayu. Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin.
LAMPIRAN
Gambar 1.1 Pemberian garis untuk pengukuran
Gambar 1.2 Pengukuran dimensi kayu Gambar 1.3 Kayu dalam desikator