• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM SIFAT-SIFAT DASAR KAYU ACARA VI PENENTUAN KADAR EKSTRAKTIF LARUT AIR PANAS

N/A
N/A
Balesta Intifada

Academic year: 2023

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM SIFAT-SIFAT DASAR KAYU ACARA VI PENENTUAN KADAR EKSTRAKTIF LARUT AIR PANAS "

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM SIFAT-SIFAT DASAR KAYU

ACARA VI

PENENTUAN KADAR EKSTRAKTIF LARUT AIR PANAS

Disusun Oleh:

Nama : Balesta Intifada NIM : 22/502804/KT/09941 Co-Ass : Suci Salsabila

Kelompok : 6 (Sub A)

LABORATORIUM PEMBENTUKAN DAN PENINGKATAN KUALITAS KAYU DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA 2023

(2)

ACARA 6

PENENTUAN KADAR EKSTRAKTIF LARUT AIR PANAS I. TUJUAN

1. Memahami cara penentuan kadar ekstraktif larut dalam air panas

II. TINJAUAN PUSTAKA

Sifat kimia kayu didefinisikan sebagai sifat yang dapat memberikan informasi mengenai kandungan zat yang terdapat dalam kayu. Komponen kimia kayu dibagi menjadi dua, yaitu komponen struktural (primer) dan nonstruktural (sekunder) (Prayitno, 1992). Komponen kimia struktural terdiri atas selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang ketiganya memiliki peran vital dalam penentuan kualitas kayu, sedangkan komponen kimia nonstruktural dikenal dengan ekstraktif kayu yang terdiri atas banyak bahan kimia, seperti terpene, polifenol, gula, asam lemak, lemak, serta bahan mineral lain. Bahan ekstraktif inilah yang memiliki peranan penting terhadap keawetan kayu (Brown dkk., 1952 dalam Prayitno, 1992). Kadar ekstraktif dan warna kayu merupakan sifat yang bisa diwariskan sehingga melalui pemuliaan tanaman dapat dipilih kayu dengan warna tertentu dengan harapan dapat meningkatkan ketahanan alami kayu terhadap jamur karena berkaitan dengan kadar ekstraktifnya (Gierlinger dkk., 2004).

Selulosa adalah unsur pokok pada suatu tumbuhan dan merupakan biopolimer linier dari molekul anhidroglukopiranosa pada ikatan β-1,4 glukosidik yang banyak terdapat di alam (Dashtban dkk., 2009 dalam Trisanti, 2010). Selulosa termasuk dalam homopolisakarida dengan monomer glukosa dengan derajat polimerisasi yang tinggi (10.000-14.000 unit) (Hermiati dkk., 2010). Hemiselulosa adalah komponen utama kedua yang terbanyak. Hemiselulosa merupakan istilah bagi polisakarida yang dapat larut dalam alkali. Rantai molekul hemiselulosa lebih pendek jika dibanding rantai selulosa (Hermiati dkk., 2010).

Zat ekstraktif kayu adalah kelompok senyawa yang memiliki keragaman sifat dan jumlahnya dalam kayu (Fengel & Wegener, 1989). Zat ekstraktif dapat digunakan ketika ingin mengenali jenis kayu. Jenis kayu yang berbeda menyebabkan kandungan zat ekstraktif yang berbeda pula sehingga dapat dijadikan untuk alat pengidentifikasian kayu (Lukmandaru, 2016). Menurut Lukmandaru (2009), pendekatan untuk isolasi zat ekstraktif kayu yang dapat dilakukan kini salah

(3)

satunya adalah dengan metode ekstraksi menggunakan pelarut berbeda polaritas.

Dalam menentukan ekstraksi yang ada pada kayu, dibantu dengan alat yang disebut dengan penangas air atau Waterbath. Waterbath ini berfungsi membantu menguapkan sisa-sisa pelarut yang ada pada kayu dengan bantuan saluran air untuk pendingin selama terjadinya proses estraksi (Gurning dkk., 2017).

III. ALAT DAN BAHAN

a. Alat yang digunakan dalam praktikum ini, antara lain:

1. Labu erlenmeyer 250 ml 2. Pendingin tegak

3. Botol timbang 4. Tanur (oven)

5. Penangas air (Waterbath) 6. Timbangan digital

7. Kompor 8. Desikator 9. Kertas saring 10. Penyaring

b. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini, antara lain

1. Serbuk kayu trembesi (Samanea saman) dengan ukuran 40-60 mesh 2. Aquades

(4)

IV. CARA KERJA

A. Penentuan kadar air sebuk

Cara kerja untuk penentuan kadar air serbuk adalah dengan menyaring serbuk kayu trembesi hingga lolos 40 mesh dan tertahan di 60 mesh, kemudian serbuk ditimbang dan dilakukan pengulangan setidaknya sebanyak dua kali agar mendapatkan hasil yang representatif. Selanjutnya, serbuk dikeringkan dengan oven pada suhu 100°—105°C hingga mencapai berat konstan dan dikeringkan.

Lalu serbuk didinginkan dalam desikator selama 5 menit. Serbuk ditimbang kembali dan dihitung kadar airnya.

(5)

B. Ekstraksi dengan air panas

Cara kerja ekstraksi dengan air panas, yaitu 2 gram serbuk yang telah dioven (berat kering tanur) dimasukkan ke tabung Erlenmeyer yang sudah ditimbang.

Selanjutnya aquades sekitar 200 ml ditambahkan ke Erlenmeyer tersebut, kemudian dimasukkan ke dalam waterbath dan dilanjutkan proses ekstraksi selama 3 jam. Saluran air dipasang selama proses ekstraksi untuk pendinginan dan Erlenmeyer didiamkan selama 30 menit pada waterbath. Hasil ekstraksi disaring dengan kertas saring kemudian dipanaskan dalam tabung Erlenmeyer di atas kompor hingga semua pelarut menguap. Labu Erlenmeyer beserta ekstrak kering kemudian ditimbang untuk mendapat berat ekstrak. Terakhir dihitung KEAP-nya.

(6)

V. HASIL PENGAMATAN

Contoh perhitungan :

- Berat Kering Udara (gr) = (2.323 + 2.004) - 2.323 = 4.327 - 2.323 = 2.004 - Berat Kering Tanur (gr) = (2.323 + 1.335) – 2.323

= 3.66 – 2.323 = 1.335

- Kadar Air (%) = (2.004 - 1.335)/1.335 x 100%

= 0,669/1.335 x 100%

= 50.112

- Berat KU Setara KT (gr) = 2 (1+ 50.112/100) = 2 x 1.501 = 3.00 - Berat Erlenmeyer + Ekstraktif = 116.356 + 0.178

= 116.534

- Berat Ekstraktif = 116.534 – 116.356 = 0.178

- KEAP (%) = (0.178/2) x 100%

= 8.9 %

Indikator KELOMPOK 6 KELOMPOK 9 KELOMPOK 10 Sub A Sub B Sub A Sub B Sub A Sub B Berat Cawan (gr) 2.323 2.320 2.328 2.286 2.465 2.481 Berat Kering Udara (gr) 2.004 2.000 2.003 2.002 2.007 2.002 Berat Kering Tanur (gr) 1.335 1.346 1.574 1.572 1.481 1.332 Kadar Air (%) 50.112 48.588 27.26% 27.35% 35.517 50.300 Berat KU Setara KT (gr) 3.000 2.960 2.545 2.547 2.710 3.006 Berat Erlenmeyer (gr) 116.356 116.094 120.394 129.828 133.706 115.157 BKT Erlenmeyer + Ekstraktif (gr) 116.534 116.199 120.507 129.917 133.862 115.264 Berat Ekstraktif (gr) 0.178 0.105 0.113 0.089 0.156 0.107 KEAP (%) 8.900 5.250 5.650 4.450 7.800 5.350

(7)

VI. PEMBAHASAN

Sifat kimia kayu didefinisikan sebagai perilaku kayu berdasarkan sifat kimia komponen yang terkandung di kayu. Kayu disusun atas bahan penyusun dinding sel dan bahan di luar dinding sel kayu. Bahan kimia yang menyusun sel kayu dibedakan menjadi tiga yakni karbohidrat (selulosa dan hemiselulosa), nonkarbohidrat (lignin), serta unsur yang diendapkan kayu selama proses pertumbuhan yaitu zat ekstraktif. Bahan kimia yang terkandung dalam kayu berkaitan dengan sifat keawetan atau ketahanan kayu terhadap serangan hama dan penyakit kayu (Rochmayanto & Novriyanti, 2019). Yunianti dkk. (2020) menyatakan molekul- molekul selulosa seluruhnya berbentuk linear dan mempunyai kecenderungan kuat dalam membentuk ikatan hidrogen intra dan inter molekul. Hemiselulosa terdiri atas banyak jenis gula dan memiliki rantai polimerisasi bercabang yang relative pendek. Akibatnya hemiselulosa lebih mudah larut dalam kebanyakan pelarut organik dari pada selulosa yang memiliki rantai linear. Lignin terletak diantara sel- sel dan dinding sel. Lignin memiliki hubungan yang sangat erat dengan selulosa dan berfungsi untuk memberikan ketegaran pada sel atau sebagai rangka dari selulosa yang berada pada bagian batang dan ranting pohon. Kemudian ada zat ekstraktif yang memiliki banyak kegunaan, salah satunya dapat membuat kayu terhindar dari hama ataupun jamur.

Sifat kimia menjadi salah satu sifat kayu yang penting diketahui untuk menentukan karakteristik dan penggunaannya. Salah satunya yaitu pada komponen utama/primer seperti selulosa, kadar selulosa yang diketahui bisa sebagai bahan bioetanol (Soekanandi dkk., 2014). Sifat kimia juga penting untuk penggunaan kayu sebagai sumber energi yang memperhatikan kandungan lignin serta nilai kalor kayu. Menurut Pasaribu dkk. (2007) tujuan pemanfaatan kayu berupa pulp perlu untuk mengetahui sifat kimia kayu yang dipersyaratkan. Hal tersebut karena kandungan kimia berupa ekstraktif yang tinggi tidak cocok dalam pembuatan pulp karena dapat memengaruhi jumlah rendemen, kebutuhan larutan pemasak, konsumsi bahan kimia, dan juga menyebabkan terjadinya pitch trouble (bintik- bintik) pada lembaran pulp kertas yang dihasilkan. Penting untuk mengetahui sifat kimia karena dapat menentukan proses awal hingga proses akhir dari sebuah pengerjaan kayu (Lukmandaru dkk, 2016).

Sifat kimia dengan sifat fisika dan sifat kimia kayu memiliki hubungan atau saling berkaitan satu sama lain. Hubungan sifat kimia dan sifat fisika kayu yaitu dalam hal

(8)

keawetan kayu dan kekuatan kayu. Selain itu dalam sifat kimia kayu memiliki berbagai macam zat yang dapat membuat kayu semakin rapat serta padat. Oleh karena itu, jika kayu tidak memiliki sifat kimia, kayu tidak akan memiliki kekuatan untuk tumbuh secara tegak dan kokoh (Basri dkk., 2014). Apabila dalam kayu tidak memiliki sifat fisika, maka kerapatan kayu akan berkurang karena sifat fisika mempengaruhi besar sedikitnya kadar air dalam kayu, berat jenis, perubahan dimensi kayu, dll. Sedangkan, hubungan sifat kimia kayu dengan sifat mekanika kayu berupa kandungan lignin yang dapat meningkatkan sifat mekanika kayu.

Kandungan lignin berhubungan dengan kekerasan kayu, misalnya pada kayu yang memiliki berat jenis tinggi maka kayu akan lebih kuat dan keras. Namun, lignin tidak dibutuhkan dalam industri pulp. Kadar lignin berpengaruh pada banyak atau sedikitnya bahan kimia dalam pembuatan pulp (Yunianti dkk., 2020).

Terdapat berbagai macam metode yang dapat digunakan dalam uji kadar ekstraktif kayu. Yang pertama adalah metode air panas, metode air panas merupakan metode penentuan kadar ekstraktif dengan menggunakan air panas yang berupa cairan aquades. Pada metode ini menggunakan alat berupa waterbath atau penangas air yang diatasnya dipasang dengan tabung pendingin. Ekstraksi air panas ini berfungsi untuk melarutkan senyawa polar seperti tanin, getah, gula, zat-zat berwarna dan pati yang terdapat pada rongga sel. Yang kedua adalah metode air dingin, penentuan kadar ekstraktif pada metoe ini menggunakan cairan aquades dingin. Pada metode ini memakan waktu lebih lama dibanding penentuan dengan metode air panas. Ketiga ada metode etanol-toluene, yang merupakan penentuan kadar ekstraktif menggunakan larutan etanol yang berfungsi untuk melarutkan senyawa non polar seperti zat lilin, lemak, resin, minyak tanin ataupun komponen eter lainnya yang terkondensasi.

Berdasarkan hasil perhitungan dari data kelompok 6, dihasilkan nilai kadar ekstraktif sebesar 8,9 % dan 5,25 %. Mengacu pada klasifikasi sifat kimia kayu, jenis kayu yang memiliki kadar ekstraktif >4% masuk dalam kelas komponen tinggi, sedanglan kadar ekstraktif 2-4% masuk dalam kelas sedang, dan kadar ekstraktif < 2% termasuk dalam kelas rendah (Soekanandi dkk., 2014). Hasil kadar ekstraktif yang dihasilkan dari kelompok 6 termasuk dalam klasifikasi kadar ekstraktif yang tinggi. Menurut Sutopo (2005), kayu yang memiliki kadar ekstraktif tinggi tidak bisa digunakan sebagai pembuatan pulp karena pada pembuatan kertas, zat ekstraktif yang tinggi dapat menimbulkan pitch, foam, serta sel sizing.

(9)

Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi nilai zat ekstraktif, antara lain pada saat proses metabolisme yang terjadi pada suatu pohon, kondisi lingkungan sekitar, serta proses pengambilan kadar zat ekstraktif. Apabila terdapat kesalahan dalam pengambilan zat akan memengaruhi hasil zat ekstraktif yang didapat. Selain itu, kadar air yang tinggi juga dapat memengaruhi dalam proses pengambilan kadar ekstraktif kayu. Posisi dan jenis tanaman juga memengaruhi kadar zat ekstraktif yang dihasilkan. Besarnya zat ekstraktif yang dihasilkan juga bergantung pada faktor pengeringan sebelum proses ekstraksi (Browning, 1963). Pada kayu konvensional, zat ekstraktif banyak ditemukan pada kayu teras, seperti getah, lemak, resin, gula, lilin, tanin, alkaloid, dan lain-lain. Variasi kadar ekstraktif yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh jenis senyawa yang terkandung pada sampel dan kelarutan senyawa ini dalam pelarut yang digunakan.

VII. KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pengujian sifat kimia kadar ekstraktif larut dalam air panas dilakukan dengan menguji serbuk kayu yang dihasilkan dari penggergajian dengan ukuran 40-60 mesh. Penentuan kadar ekstraktif larut dalam air panas diperlukan data berat cawan, berat kering udara serbuk, berat kering tanur serbuk, kadar air, berat ku setara kt, berat erlenmeyer, bkt erlenmeyer + ekstraktif, serta berat ekstraktif. Kelarutan air panas dilakukan dengan cara menggunakan waterbath dan kompor yang dilakukan pada suhu dan jangka waktu tertentu. Kelarutan dalam air panas merepresentasikan kemudahan untuk menghidrolisis hemiselulosa yang terdapat pada kayu. Dari hasil perhitungan didapatkan presentase kadar ekstraktif sebesar 8,9% dan 5,25%

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Augustina, S., Wahyusi, I., Darmawan, I. W., Malik, J., Kojima, Y., Okada, T., &

Okano, N. 2021. Pengaruh Karakteristik Kimia terhadap Sifat Mekanis dan Keawetan Alami Tiga Jenis Kayu Kurang Digunakan. Jurnal Sylva Lestari, 9(1), 161—178.

Basri, E., Abdurachman., dan Dwianto, W. 2014. Pengaruh Pengukusan dan Pengempaan Panas terhadap Beberapa Sifat Kayu Jabon untuk Bahan Mebel.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis, 12(2) : 169-176.

Browning, B. 1963. Method of Wood Chemistry. New York: John Wiley and Sons.

(10)

Fengel, D., & Wegener, G. (1989). Wood: chemistry, ultrastructure, reactions. New York: Walter de Gruyter & Co.

Gurning, B., Wardenaar, E., & Husni, H. (2017). Analisis Kimia Jenis Kayu Kecing Bunga (Lithocarpus elegans) dan Kayu Nipis Kulit (Memecylon garcinioides) Berdasarkan Ketinggian Batang. Jurnal Hutan Lestari, 5(2), 319-329.

Gierlinger, N., Jacques, D., Grabner, M., Wimmer, R., Schwanninger, M., Rozenberg, P., & Pâques, L. E. (2004). Colour of Larch Heartwood and Relationships to Extractives and Brown-Rot Decay Resistance. Trees, 18(1), 102- 108.

Herawati, C., Batubara, R., & Siregar, E. B. M. (2013). Perubahan Kimia Kayu Pada Gubal Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) Hasil Rekayasa). Peronema Forestry Science Journal, 2(1), 117-125.

Lukmandaru, G. (2009). Pengukuran Kadar Ekstraktif dan Sifat Warna pada Kayu Teras Jati Doreng (Tectona grandis). Jurnal Ilmu Kehutanan, 3(2), 67-73.

Lukmandaru, G. (2016). Hubungan Kadar Ekstraktif dan Sifat Warna pada Kayu Teras Jati. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 34(3), 207-216.

Lukmandaru, G., Mohammad., A.R., Wargono, P., dan Prasetyo, V.E. (2016). Studi Mutu Kayu Jati di Hutan Rakyat Gunungkidul. V. Sifat Kimia Kayu. Jurnal Ilmu Kehutanaan , 10(2) :108-118

Pasaribu, G., Sipayung, B., & Pari, G. 2007. Analisis Komponen Kimia Empat Jenis Kayu Asal Sumatera Utara. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 25 (4), 327—333.

Prayitno, T. A. (1992). Sifat Kimia Kayu Salam (Zyzigium polyantha wight).

Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM.

Rochmayanto, Y. & Novriyanti, E. (2019). Bunga Rampai Geronggang: Jenis Lokal Potensial Bumi Lancang Kuning. Yogyakarta: Diandra Kreatif.

Sokanandi, A., Pari, G., Setiawan, D., & Saepuloh, S. (2014). Komponen Kimia Sepuluh Jenis Kayu Kurang Dikenal: Kemungkinan Penggunaan Sebagai Bahan Baku Pembuatan Bioetanol. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 32(3), 209-220.

Sutopo, R. S. 2005. Karakteristik Industri Pulp. Bandung: Balai Besar Pulp dan Kertas.

Trisanti, A. 2010. Potensi Selulase dalam Mendegradasi Lignoselulosa Limbah Pertanian untuk Pupuk Organik. Berita Selulosa, 45 (2), 70—77.

Yunianti, A.D., Agussalim, S., dan Suhasman. 2020. Buku Ajar Ilmu Kayu. Makasar : Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin

(11)

LAMPIRAN

Gambar 1.1 Penyaringan serbuk 40-60 mesh Gambar 1.2 Penimbangan serbuk

(12)

Gambar 1.3 Penyaringan hasil ekstraksi

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan menguji sifat fisis dan kimia kayu ekaliptus ( Eucalyptus grandis) yang merupakan jenis kayu untuk bahan baku pembuat pulp.. Sifat fisis dan kimia

Pengujian dan pengamatan yang dilakukan adalah sifat fisis kayu (kerapatan, berat jenis, stabilitas dimensi, kadar air keseimbangan, tingkat perubahan dimensi dan

Pengujian dan pengamatan yang dilakukan adalah sifat fisis kayu (kerapatan, berat jenis, stabilitas dimensi, kadar air keseimbangan, tingkat perubahan dimensi dan

Perbedaan kecenderungan korelasi antara sifat warna dan kadar ekstraktif antara Randublatung dan Purwakarta mengindikasikan tidak hanya kuantitas ekstraktif kedua

Penelitian ini dilakukan untuk menguji sifat dasar (struktur anatomi, kimia, sifat fisis dan mekanis) kayu saling-saling ( Artocarpus teysmanii Miq.) yang diambil dari hutan

Dari hasil penelitian kelarutan zat ekstraktif pada kayu kelapa (Cocos nucifera) dengan metode NaOH 1% dan air panas maka diperoleh hasil perhitungan kelarutan zat ekstraktif

Pada parameter kadar ekstraktif terlarut pada air panas (KEAP), berdasar hasil ANOVA, didapatkan perbedaan nyata antara kelompok doreng lemah dan normal

Perubahan dimensi kayu merupakan informasi yang penting untuk diketahui khususnya pada kayu yang digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan agar terhindar dari cacat kayu selama