SIFAT FISIS DAN KANDUNGAN ZAT EKSTRAKTIF
KAYU EKALIPTUS (Eucalyptus grandis W.Hill ex Maiden)
PADA UMUR 3, 6 DAN 9 TAHUN
SKRIPSI
Oleh : Syawal Arijona
021203040 / TEKNOLOGI HASIL HUTAN
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Ridwanti Batubara, S. Hut, M. P Komisi I
Onrizal, S. Hut, M. Si Komisi II
Judul Skripsi : Sifat Fisis dan Kandungan Zat Ekstraktif Kayu Ekaliptus (Eucalyptus grandis W. Hill ex Maiden) Pada Umur 3, 6 dan 9 Tahun
Nama : Syawal Arijona NIM : 021203040 Jurusan : Kehutanan
Program Studi : Teknologi Hasil Hutan
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
Mengetahui:
Ketua Departemen Kehutanan
i ABSTRACT
The aim of this research to evaluate physical and extractives solvability of ekaliptus wood (Eucalyptus grandis). This wood is for make pulp and papper. Physical and extractives solvability properties of ekaliptus wood were vary based on age, height and depth of wood location in the tree. The physical propertieshas evaluated consist of moisture content, specific gravity and volume reductibility. For extractives solvability properties has evaluated consist of extractives solvability in cold water, in hot water, in alcohol 96%, and in NaOH 1%.
The average green moisture content of ekaliptus wood between 15,06%-17,77%, moisture content of air between 15,06%-15,06%-17,77%, specific gravity between 0,50-0,61, green volume reductibility between 10,73%-20,40%, volume reductibility of air between 4,72%-10,49%. Extractives solvability in cold water between 1,00%-19,20%, in hot water between 3,80%-16,20%, in alcohol 96% between 3,20%-19,20%, and in NaOH1% between 5,40%-16,40%.
Based on specific gravity , ekaliptus wood belonged to the strength class III, so that except for pulp and papper can be used for tight contruction such as furniture. Based on extractives solvability, ekaliptus wood have high extractives.
ii ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menguji sifat fisis dan kimia kayu ekaliptus (Eucalyptus grandis) yang merupakan jenis kayu untuk bahan baku pembuat pulp. Sifat fisis dan kimia kayu ekaliptus bervariasi berdasarkan umur, ketinggian dan kedalaman letak kayu pada pohon. Sifat fisis yang diuji meliputi kadar air, kerapatan dan penyusutan. Sifat kimia yang diuji meliputi kelarutan zat ekstraktif pada pelarut air dingin, air panas, alkohol 96%, NaOH 1%.
Kadar air basah kayu ekaliptus berkisar antara 116,61%-128,88%, kadar air kering udara antara 15,06%-17,77%, kerapatan antara 0,50-0,61, penyusutan volume basah antara10,73%-20,40%, penyusutan volume kering udara antara 4,72%-10,49%, kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin antara 1,00%-19,20%, dalam air panas antara 3,80%-16,20%, dalam alkohol 96% antara 3,20%-19,20% dan dalam NaOH 1% antara 5,40%-16,40%.
Berdasarkan kerapatan yang diperoleh kayu ekaliptus termasuk kelas kuat III, selain untuk bahan pulp dan kertas kayu ekaliptus dapat juga digunakan sebagai bahan kontruksi ringan seperti mebel. Berdasarkan kelarutan zat ekstraktif yang diperoleh, kayu ekaliptus memiliki kelarutan zat ekstraktif yang tinggi.
RIWAYAT HIDUP
Syawal Arijona Hasibuan dilahirkan di Jakarta pada tanggal 1 juli 1984
dari Ayah S.T. Hasibuan dan Ibu R. Siregar. Penulis merupakan anak pertama dari
tiga bersaudara.
Pada tahun 1996, penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 2
Padangsidimpuan. Pada tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan menengah
pertama di SMP Negeri 3 Padangsidimpuan. Pada tahun 2002 penulis
menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 3 Sipirok. Kemudian
penulis melanjutjan studi ke Perguruan Tinggi Negeri Universitas Sumatera Utara
mengambil Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan
Fakiltas Pertanian pada tahun 2002 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa
Baru (SPMB).
Penulis telah melakukan kegiatan Prktik Umum Kehutanan (PUK) pada
bulan juli 2004 di hutan pegunungan Lau Kawar dan hutan mangrove Bandar
Khalipah. Pada bulan Agustus 2006 penulis telah melaksanakan Praktik Kerja
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT karena telah
memberikan berkat dan anugrah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Adapun judul skripsi ini adalah “Sifat Fisis dan Kandungan Zat Ekstraktif
Kayu Ekaliptus ( Eucalyptus grandis W.Hill ex Maiden) Pada Umur 3, 6 dan
9 Tahun”.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih
kepada:
1. Ibu Ridwanti Batubara, S. Hut, M. P sebagai ketua komisi pembimbing
dan Bapak Onrizal, S. Hut, M. Si sebagai anggota komisi pembimbing
yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian skripsi
ini.
2. Ayahanda S.T. Hasibuan dan Ibunda R. Siregar tercinta atas segala
pengorbanan dan kasih sayang, doa sehingga penulis dapat menyelesaikan
pendidikan di perguruan tinggi.
3. Adek-adek saya Rizky julia Hasibuan dan Reza Ade Putra Hasibuan.
4. Teman-teman Teknologi Hasil Hutan, Manajemen Hutan dan Budidaya
Hutan angkatan 2002.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
terdapat kekurangan, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang
membutuhkan.
Medan, November 2007
iv
Pengertian Zat Ekstraktif ... 7
Penyebaran Zat Ekstraktif... 8
Kegunaan Zat Ekstraktif ... 9
Tinjauan Kayu Eukaliptus ... 10
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 13
Bahan dan Alat Penelitian ... 13
Prosedur Pengujian... 13
v
Penyusutan Volume... 28
Sifat Kimia (Kelarutan Zat Ekstraktif )... 31
Kelarutan Dalam Air Dingin... 32
Kelarutan Dalam Air Panas... 34
Kelarutan Dalam Alkohol 96 %... 35
Kelarutan Dalam NaOH 1 %... 37
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 41
Saran... 42
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Pembagian batang berdasarkan tinggi pohon ... 14
2. Pembagian batang berdasarkan variasi kedalaman ... 15
3. Contoh uji kadar air ... 15
4. Contoh uji kerapatan kayu ... 16
vii
8. UJGD pengaruh umur terhadap kelarutan ekstraktif yang larut pada air dingin... 33
9. UJGD pengaruh ketinggian terhadap kelarutan ekstraktif yang larut pada air dingin... 34
10. Kelarutan pada air panas... 35
11. UJGD pengaruh umur terhadap kelarutan ekstraktif yang larut pada air panas... 35
12. UJGD pengaruh ketinggian terhadap kelarutan ekstraktif yang larut pada air panas... 36
13. Kelarutan pada alkohol... 36
14. UJGD pengaruh umur terhadap kelarutan ekstraktif yang larut pada alkohol... 37
15. UJGD pengaruh ketinggian terhadap kelarutan ekstraktif yang larut pada alkohol... 37
16. Kelarutan pada NaOH... .. 38
17. UJGD pengaruh umur terhadap kelarutan ekstraktif yang larut pada NaOH... 38
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Rata-rata kadar air serbuk kayu Eucalyptus grandis.... 45.
2. Hasil kelarutan ekstraktif dalam air dingin...45
3. Analisis sidik ragam kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin... 45
4. Hasil kelarutan ekstraktif dalam air panas……….………... 46
5. Analisis sidik ragam kelarutan zat ekstraktif dalam air panas ... 46
6. Hasil kelarutan ekstraktif dalam Alkohol 96 %... 46
7. Analisis sidik ragam kelarutan zat ekstraktif dalam alkohol 96%... 47
8. Hasil kelarutan ekstraktif dalam NaOH 1 %...……... 47
i
ABSTRACT
The aim of this research to evaluate physical and extractives solvability of
ekaliptus wood (Eucalyptus grandis). This wood is for make pulp and papper.
Physical and extractives solvability properties of ekaliptus wood were vary based on age, height and depth of wood location in the tree. The physical propertieshas evaluated consist of moisture content, specific gravity and volume reductibility. For extractives solvability properties has evaluated consist of extractives solvability in cold water, in hot water, in alcohol 96%, and in NaOH 1%.
The average green moisture content of ekaliptus wood between 15,06%-17,77%, moisture content of air between 15,06%-15,06%-17,77%, specific gravity between 0,50-0,61, green volume reductibility between 10,73%-20,40%, volume reductibility of air between 4,72%-10,49%. Extractives solvability in cold water between 1,00%-19,20%, in hot water between 3,80%-16,20%, in alcohol 96% between 3,20%-19,20%, and in NaOH1% between 5,40%-16,40%.
Based on specific gravity , ekaliptus wood belonged to the strength class III, so that except for pulp and papper can be used for tight contruction such as furniture. Based on extractives solvability, ekaliptus wood have high extractives.
Key words: Ekaliptus wood (Eucalyptus grandis), physicak properties, chemical
ii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menguji sifat fisis dan kimia kayu ekaliptus (Eucalyptus grandis) yang merupakan jenis kayu untuk bahan baku pembuat pulp. Sifat fisis dan kimia kayu ekaliptus bervariasi berdasarkan umur, ketinggian dan kedalaman letak kayu pada pohon. Sifat fisis yang diuji meliputi kadar air, kerapatan dan penyusutan. Sifat kimia yang diuji meliputi kelarutan zat ekstraktif pada pelarut air dingin, air panas, alkohol 96%, NaOH 1%.
Kadar air basah kayu ekaliptus berkisar antara 116,61%-128,88%, kadar air kering udara antara 15,06%-17,77%, kerapatan antara 0,50-0,61, penyusutan volume basah antara10,73%-20,40%, penyusutan volume kering udara antara 4,72%-10,49%, kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin antara 1,00%-19,20%, dalam air panas antara 3,80%-16,20%, dalam alkohol 96% antara 3,20%-19,20% dan dalam NaOH 1% antara 5,40%-16,40%.
Berdasarkan kerapatan yang diperoleh kayu ekaliptus termasuk kelas kuat III, selain untuk bahan pulp dan kertas kayu ekaliptus dapat juga digunakan sebagai bahan kontruksi ringan seperti mebel. Berdasarkan kelarutan zat ekstraktif yang diperoleh, kayu ekaliptus memiliki kelarutan zat ekstraktif yang tinggi.
Kata kunci: Kayu ekaliptus (Eucalyptus grandis), sifat fisis, sifat kimia,kelarutan,
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman, perhatian masyarakat akan bahan-bahan
alami dari hutan telah meningkat. Dari segi lingkungan, barang-barang dari kayu lebih
disukai. Kayu adalah bahan yang telah digunakan umat manusia sejak prasejarah, baik
untuk tempat berteduh/rumah, untuk senjata maupun untuk memanaskan ruangan. Hal
ini disebabkan karena kayu mudah didapat, dapat dipotong atau dibentuk dengan alat
sederhana, dapat disambung, dapat direkatkan, mempunyai keragaman dekoratif yang
tinggi, dan cukup kuat digunakan untuk berbagai keperluan (Coto, 2003).
Menurut Frick dan Moediartianto (2001) bahwa dari segi manfaatnya bagi
kehidupan manusia, kayu dinilai mempunyai sifat-sifat utama yang menyebabkan kayu
selalu dibutuhkan manusia. Namun, salah satu tantangan terpenting yang dihadapi
dalam memenuhi kebutuhan masyarakat adalah produktifitas hasil hutan kayu yang
semakin menurun. Upaya untuk penanggulangannya dapat berupa peningkatan
produktifitas dan pemanfaatan hasil HTI yang ada di Indonesia. Contoh jenis tanaman
HTI yang dibudidayakan di Indonesia adalah jenis Eucalyptus grandis. Tanaman jenis
ini biasanya digunakan sebagai kayu gergajian dan bahan pembuatan pulp-kertas
Untuk pengelolahan dan pemanfaatan Eucalyptus grandis yang lebih tepat serta
penggunaan alternatif selain yang telah disebutkan di atas, maka kita harus mengetahui
sifat-sifat dari Eucalyptus grandis tersebut. Sesuai yang dikatakan Pandit dan Ramdan
(2002) bahwa setiap jenis pohon mempunyai sifat yang berbeda-beda, oleh karena itu
setiap jenis kayu yang dihasilkan mempunyai sifat yang berbeda pula. Jadi kesalahan
penggunaan kayu. Untuk itu perlu dilakukan penelitian sifat-sifat dari kayu Eukaliptus
(Eucalyptus grandis).
Penelitian sifat fisis berupa pengukuran kadar air, kerapatan dan susut volume.
Ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan kayu dan stabilitas dimensi dari kayu tersebut.
Sedangkan sifat kimia berupa kelarutan zat ekstraktif, untuk mengetahui banyaknya zat
ekstraktif yang terdapat dalam kayu tersebut, karena banyaknya zat ekstraktif dalam
kayu mempengaruhi ketahanan suatu kayu terhadap serangan hama dan jamur.
Pada kesempatan ini akan dilakukan penelitian sifat fisis kayu Eukaliptus berupa
kadar air (KA), berat jenis (BJ) dan susut volume, serta penelitian sifat kimia kayu
berupa kandungan Zat Ekstraktif yang terkandung pada kayu Eukaliptus. Penelitian ini
dilakukan pada kayu Eukaliptus (Eucalyptus grandis) dengan umur 3, 6 dan 9 tahun,
baik secara vertikal (ketinggian) maupun secara horizontal (kedalaman).
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui sifat fisis kayu Eukaliptus (Eucalyptus grandis) pada Umur 3, 6 dan
9 tahun meliputi : kadar air, kerapatan dan penyusutan volume.
2. Mengetahui kandungan zat ekstraktif kayu eukaliptus (Eucaylyptus grandis)
Manfaat Penelitian
Manfaat yang bisa diambil dari penelitian ini adalah :
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu langkah dalam pemanfaatan
yang tepat dari kayu Eukaliptus (Eucalyptus grandis).
2. Tersedianya data tentang kayu Eukaliptus (Eucalyptus grandis).
Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Semakin bertambah umur maka sifat fisis dan kandungan zat ekstraktif dalam
kayu semakin besar
2. Terdapat variasi secara vertikal dan horizontal terhadap sifat fisis dan kandungan
TINJAUAN PUSTAKA
Sifat Fisis Kayu
Sifat fisis kayu perlu diperhatikan untuk pengembangan penggunaan kayu
secara optimal, baik dari segi kekuatan maupun keindahan. Beberapa sifat fisis
kayu yang harus diketahui dalam penggunaan kayu adalah berat jenis atau
kerapatan kayu, kadar air, kembang susut dan cacat-cacat kayu.
Kadar Air Kayu
Kadar air kayu merupakan jumlah air yang dikandung kayu yang
dinyatakan dalam % berat kering ovennya, jumlah air yang dikandung kayu
bervariasi tergantung dari jenis kayu, berkisar antara 40%-200% berat kering kayu
(Pansin dan Zeeuw, 1980). Sedangkan menurut Haygreen dan Bowyer (1989)
kadar air didefinisikan sebagai berat air di dalam kayu yang dinyatakan dalam
persen berat kering tanur (BKT) kayu.
Air dalam kayu terdiri dari air bebas dan air terikat di mana kedua-duanya
secara bersama-sama menentukan kadar air kayu. Air yang terdapat di dalam
rongga sel disebut sebagai air bebas sedangkan air yang terdapat di dalam dinding
sel disebut air terikat (Haygreen dan Bowyer, 1989).
Kayu bersifat higroskopis, artinya memiliki daya tarik terhadap air, baik
dalam bentuk uap maupun cairan. Kemampuan kayu untuk menghisap atau
mengeluarkan air tergantung pada suhu dan kelembaban udara sekelilingnya,
sehingga banyaknya air dalam kayu selalu berubah-ubah menurut keadaan
udara/atmosfer sekelilingnya. Semua sifat fisis kayu sangat dipengaruhi oleh
baku bangunan, perabot, dan lain sebagainya perlu diketahui kandungan airnya,
letaknya dalam kayu, dan bagaimana air itu bergerak di dalam kayu
(Dumanauw, 1990).
Ada beberapa tahapan pengabsorsian air dalam kayu (proses evaporasi) :
- Kayu basah (green wood)
Semua rongga sel dan dinding sel kayu penuh kandungan air. Kadar air
dapat mencapai 200%.
- Titik jenuh serat (fibre saluration point)
Air bebas pada rongga sel kayu telah keluar semuanya, kandungan air
dalam dinding sel tetap. Kadar air kayunya 25%-30%.
- Kering udara atau titik keseimbangan kadar air kayu (equilibrium moisture
content)
Kayu menyesuaikan diri dengan udara sekitarnya, sehingga kandungan air
dalam dinding sel yang berlebihan mulai terevaporasi keluar.
- Kering tanur
Rongga sel dan dinding sel tidak mengandung air lagi. Berat kayu tidak
dapat turun lebih lanjut.
Berat, penyusutan, kekuatan dan sifat lainnya tergantung pada kadar air
kayu. Variabilitas kadar air terjadi pada bagian-bagian dari pohon yang sama,
perbandingan kayu teras dan kayu gubal (Forest Products Laboratory, 1999).
Penyusutan Kayu
Dimensi kayu akan stabil pada saat kadar air di atas titik jenuh serat. Kayu
Dalam proses penyusutan kayu, bagian sel yang berperan adalah dinding sel
terutama dinding sel sekunder. Dinding sel primer sangat tipis jika dibandingkan
dengan dinding sel sekunder sehingga pengaruhnya kecil dan sering diabaikan.
Penyusutan dan pengembangan mengakibatkan kembang, pecah, belah
atau mengurangi nilai dekoratif, membuat kayu tidak dapat digunakan, oleh
karena itu penting untuk mengerti fenomena dan mengatasinya agar kayu dapat
digunakan (Forest Products Laboratory, 1999).
Menurut Haygreen dan Bowyer (1989), variasi dalam penyusutan
contoh-contoh uji yang berbeda dari spesies yang sama dibawah kondisi yang sama
terutama akibat dari tiga faktor yaitu (1) ukuran dan bentuk potongan, ini
mempengaruhi orientasi serat dalam potongan dan keseragaman kandungan air di
seluruh tebal, (2) kerapatan contoh uji, semakin tinggi kerapatan contoh uji
semakin banyak kecenderungannya untuk menyusut dan (3) laju pengeringan
contoh uji, di bawah kondisi pengeringan yang cepat, tegangan internal terjadi
karena perbedaan penyusutan.
Kerapatan Kayu
Kayu adalah bahan yang terdiri atas sel-sel. Struktur yang terdiri atas sel
yang memberikan kayu banyak sifat-sifat dan ciri-ciri yang unik. Kerapatan kayu
berhubungan langsung dengan porositasnya, yaitu proporsi volume rongga
kosong. Kerapatan didefenisikan sebagai massa atau berat per satuan volume. Ini
biasanya dinyatakan dalam kilogram per meter kubik (Haygreen dan Bowyer,
Kerapatan kayu adalah massa atau berat kayu per unit volume kayu.
Kerapatan merupakan faktor penting untuk mengetahui sifat fisik dan mekanik
kayu (Panshin dan De Zeeuw 1980). Kerapatan biasanya dinyatakan dalam pon
per kaki atau kg/m3 (Haygreen dan Bowyer, 1989). Menghitung kerapatan kayu,
meliputi air yang terkandung dalam kayu. Kerapatan kayu biasanya dipengaruhi
oleh variasi anatomi, kadar air serta rasio kayu gubal dan kayu teras (Forest
Products Laboratory, 1999).
Komponen Kimia Kayu
Menurut Fengel dan Wegener (1995) sepanjang menyangkut komponen
kimia kayu, maka perlu dibedakan antara komponen-komponen makromolekul
utama dinding sel yaitu selulosa, poliosa (hemiselulosa) dan lignin yang terdapat
pada semua kayu dan komponen-komponen minor dengan berat molekul kecil
(ekstraktif dan zat-zat mineral) yang biasanya berkaitan dengan jenis kayu tertentu
dalam jenis dan jumlahnya. Perbandingan dan komposisi kimia lignin dan poliosa
berbeda pada kayu lunak dan kayu teras, sedangkan selulosa merupakan
komponen yang seragam pada semua kayu.
Pengertian Zat Ekstraktif
Menurut Achmadi (1990), selain selulosa, hemiselulosa dan lignin,
komponen kimia lainnya yang terdapat dalam kayu adalah substansi yang biasa
disebut dengan zat ekstraktif. Zat ekstraktif biasanya berada di dalam pori-pori
dan dinding sel tanaman berkayu dalam jumlah yang sedikit. Zat ekstraktif
adanya struktur lain dalam zat ekstraktif tersebut seperti mineral atau getah yang
mempunyai derajat kondensasi yang tinggi. Zat ekstraktif yang umumnya
mempunyai gugus alkohol dan berikatan dengan lignin, kadang dapat diekstraksi
dengan pelarut netral.
Zat ekstraktif umumnya adalah zat yang mudah larut dalam pelarut seperti
eter, alkohol, bensin dan air. Persentase zat ekstraktif ini rata-rata 3-8% dari berat
kayu kering tanur. Termasuk di dalamnya minyak-minyakan, resin, lilin, lemak,
tannin, gula pati dan zat warna. Zat ekstraktif ini merupakan bagian struktur
dinding sel, tetapi terdapat dalam rongga sel. Dalam arti yang sempit, zat
ekstraktif merupakan senyawa-senyawa yang larut dalam pelarut organik dan
dalam pengertian ini, nama zat ekstraktif digunakan dalam analisis kayu
(Fengel dan Wegener, 1995).
Zat Ekstraktif mengandung senyawa-senyawa tunggal tipe lipofil dan
hidrofil dalam jumlah yang besar. Ekstraktif dapat dipandang sebagai konstituen
kayu yang tidak struktural, hampir seluruhnya terbentuk dari senyawa-senyawa
ekstraseluler dengan berat molekul rendah (Sjöström, 1995).
Penyebaran Zat Ekstraktif
Dumanauw (1990) menyatakan bahwa zat ekstraktif bukan merupakan
bagian struktur dinding sel, tetapi terdapat dalam rongga sel. Sedangkan Sjöström
(1995) berpendapat bahwa zat ekstraktif tidak tersebar secara merata dalam
batang dan dinding sel serat. Ekstraktif terdapat pada tempat tertentu, sebagai
contoh asam dalam tumbuhan resin banyak terdapat dalam saluran resin dalam
baik pada kayu daun jarum dan kayu daun lebar. Umumnya kayu daun lebar
mempunyai kandungan zat ekstraktif yang lebih banyak dibandingkan dengan
kayu daun jarum.
Selanjutnya Fengel dan Wegener (1995), mengemukakan bahwa zat
ekstraktif berpusat pada resin kanal dan sel parenkim jari-jari. Pada lamela tengah
juga terdapat zat ekstraktif dengan kadar yang lebih rendah jika dibandingkan
dengan interseluler dan dinding sel trakeid serta serat libriform.
Zat Ekstraktif dalam kayu dapat berupa karbohidrat, gula, pektin, zat
warna dan asam-asam tertentu yang berasosiasi dan mudah larut dalam air dingin.
Zat yang terlarut dalam air panas antara lain lemak, zat warna, tanin, damar dan
flobatannin. Selanjutnya yang terlarut dalam NaOH terdiri dari senywa
karbohidrat dan lignin (Achmadi, 1990).
Kegunaan Zat Ekstraktif
Zat ekstraktif dapat digunakan untuk mengenali suatu jenis kayu. Jenis
kayu yang berbeda menyebabkan kandungan zat ekstraktif yang berbeda pula,
sehingga dapat dijadikan sebagai alat identifikasi/ pengenalan kayu (Dumanauw,
1982).
Sedangkan menurut Sjostrom (1995) bahwa tipe-tipe ekstraktif yang
berbeda adalah perlu untuk memepertahankan fungsi biologi pohon yang
bermacam-macam. Sebagai contoh lemak merupakan sumber energi sel-sel kayu,
sedangkan terpenoid-terpenoid rendah, asam-asam resin, dan senyawa-senyawa
fenol melindungi kayu terhadap kerusakan secara mikrobiologi atau serangan
Ekstraktif tidak hanya penting untuk taksonomi dan biokimia
pohon-pohon, tetapi juga penting bila dikaitkan dengan aspek-aspek teknologi. Ekstraktif
merupakan bahan dasar yang berharga untuk pembuatan bahan-bahan kimia
organik dan mereka memainkan peranan penting dalam proses pembuatan pulp
dan kertas.
Tinjauan Kayu Eukaliptus
Marga (genus) Eucalyptus mempunyai lebih dari 500 jenis pohon dan
perdu, sebahagian besar merupakan jenis asli dari Australia. Hanya ada 2 jenis
yang ditemukan tumbuh di daerah Malaysiana (Papua Nugini, Maluku, Sulawesi,
dan Filipina). Beberapa jenis berasal dari utara Australia sampai timur
Malaysiana. Saat ini telah lebih dari 10 jenis yang dikenal yang berasal dari Papua
Nugini. Sebahagian besar jenis Eucalyptus berada di wilayah pesisir pantai New
South Wales dan barat daya Australia. Sekarang ini banyak spesies dari
Eucalyptus yang ditanam untuk hutan tanaman seperti di wilayah benua Asia,
wilayah tropis dan sub-tropis Afrika, selatan Eropa dan Amerika tengah dan
selatan (Prosea, 1994).
Tanaman Eucalyptus pada umumnya berupa pohon kecil hingga besar
tingginya 60 – 87m. Batang utamanya berbentuk lurus, dengan diameter hingga
200 cm. Permukaan pepagan licin, berserat, bercak luka yang mengelupas, daun
muda dan daun dewasa sifatnya berbeda, daun dewasa umumnya berseling kadang
berhadapan tunggal, tulang tengah jelas, pertulangan skunder menyirip atau
sejajar, berbau harum bila diremas. Perbungaan berbentuk payung yang rapat
dan berdinding tipis. Biji berwarna coklat atau hitam. (World Agroforestry
Centre, 2004).
Jenis Eucalyptus merupakan jenis yang tidak membutuhkan persyaratan
yang tinggi terhadap tanah dan tempat tumbuhnya. Jenis Eucalyptus termasuk
jenis yang sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya. Kayunya
mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu
gergajian, konstruksi, finir, plywood, furniture dan bahan pembuat pulp dan
kertas. Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan
(Departemen Kehutanan dan Perkebunan 1994).
Jenis Eucalyptus grandis tersebar di wilayah pesisir Queensland bagian
selatan dan New South Wales bagian utara di benua Australia. Jenis ini banyak
ditanam di semenanjung Malaysia untuk hutan tanaman. Jenis Eucalyptus
grandis merupakan jenis yang penting untuk hutan tanaman di daerah tropis
maupun sub-tropis (Prosea, 1994).
Tanaman ini dapat bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan
terhadap serangan rayap. Jenis ini termasuk cepat pertumbuhannya terutama pada
waktu muda. Sistem perakaran yang sangat muda cepat sekali memanjang
menembus ke dalam tanah. Intensitas penyebaran akarnya ke arah bawah hampir
sama banyaknya dengan ke arah samping (Departemen Kehutanan dan
Perkebunan 1994).
Susunan Taksonomi Eucalyptus grandis sebagai berikut, (World
Divisio : Spermathopyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Dikotyledon
Ordo : Myrtales
Family : Myrtaceae
Genus : Eucalyptus
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan dan Work
Shop Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari bulan April sampai Agustus 2007.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan adalah kayu ekaliptus (Eucalyptus grandis) umur
3, 6 dan 9 tahun, yang diperoleh dari Toba Pulp Lestari (TPL) sektor Tele,
aquades panas, aquades dingin, larutan alkohol 96 %, NaOH 1% dan asam asetat
10%.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian antara lain: gergaji tangan,
golok, meteran, kaliper, band saw, mesin serut single dan double planner,
ampelas, oven, kantong plastik, ayakan 40 mesh, desikator, timbangan, gelas piala
100 ml dan 400 ml, magnetic stirer, water bath, tabung erlenmeyer 300 ml dan
1000 ml, kertas saring, kalkulator, komputer, piranti lunak SPSS 13.0 for
Windows, dan alat tulis.
Prosedur Pengujian
Pengujian yang dilakukan terdiri dari sifat fisis kayu meliputi kadar air,
kerapatan dan penyusutan volume. Sifat kimia kayu meliputi kelarutan zat
ekstraktif. Pengujian sifat fisis berdasarkan British Standard (BS) 373 : 1957, BSI
Wood Technologi (1957) dan pengujian sifat kimia berdasarkan Standar TAPPI
(Technical Association of The Pulp and Paper Industri), Anonim(1961) dalam
Metode Penelitian
Sifat Fisis
1. Pembuatan Contoh Uji Sifat Fisis
Pembuatan bahan untuk pengujian sifat fisis diambil
dari kayu ekaliptus yang berumur 3, 6 dan 9 tahun pada bagian pangkal, tengah
dan ujung dari setiap batang pohon. Dari tiap umur pohon dilakukan tiga kali
ulangan, cara pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Pembagian Batang Berdasarkan Ketinggian Pohon.
Kemudian pada masing-masing bagian dibuat contoh uji berukuran 2 cm x
2 cm x 2 cm sebanyak tiga bagian berdasarkan penampangnya, yaitu bagian dekat
kulit (p), bagian tengah (t) dan bagian dekat empulur (d) seperti disajikan pada
Gambar 2.
ujung
tengah
Keterangan :
p : dekat kulit
t : tengah
d : dekat empulur
Gambar 2. Pembagian Batang Berdasarkan Variasi Kedalaman
2. Pengujian Sifat Fisis
a. Kadar Air
Kadar air adalah jumlah air yang terdapat di dalam kayu dibagi dengan
berat kering tanur (BKT) dan dinyatakan dalam persen. Pengujian kadar air ini
dilakukan untuk penyeragaman contoh uji. Cara penentuan kadar air adalah
sebagai berikut :
1. Contoh uji kadar air diambil dari setiap stick dengan ukuran 2 cm x
2 cm x 2 cm.
2 cm
2 cm
2 cm
Gambar 3. Contoh Uji Kadar Air
2. Contoh uji ditimbang untuk menentukan berat awalnya, kemudian
dikeringudarakan menggunakan kipas angin selama ± 3 minggu. Setelah
dikeringudarakan contoh uji ditimbang untuk menentukan berat kering
udara.
3. Contoh uji yang telah kering udara dimasukkan kedalam oven dengan
suhu 103±2ºC selama 24 jam kemudian ditimbang beratnya dan dioven
kembali selama 3 jam kemudian ditimbang dan dioven lagi sampai
beratnya konstan. Jumlah sample tiap perlakuan adalah 3 buah.
4. Perhitung kadar air dengan rumus :
KA Basah (%) = x100%
Kerapatan merupakan perbandingan antara massa kayu dengan volume
kayu. Cara penentuan kerapatan kayu adalah sebagai berikut :
1. Contoh uji diambil dari setiap stick dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm.
2 cm
2 cm
2 cm
Gambar 4. Contoh Uji Kerapatan Kayu
2. Contoh uji dikering udarakan dengan kipas angin selama ± 3 minggu kemudian
ditimbang beratnya (berat kering udara) dan diukur dimensinya.
3. Dihitung volume kering udara
4. Kerapatan kayu dapat dihitung dengan rumus :
c. Penyusutan Volume
Penyusutan pada kayu terjadi dikarenakan adanya molekul-molekul air
yang terlepas dari dinding-dinding sel pada kayu, penyusutan kayu ini terjadi
apabila kayu berada pada kondisi dibawah titik jenuh serat. Pengukuran susut
dilakukan pada tiap arah aksial, radial dan arah tangensial. Cara penentuan
penyusutannya adalah sebagai berikut :
1. Contoh uji penyusutan diambil dari setiap stick dengan ukuran 2 cm x 2
cm x 2 cm. Diukur dimensinya (volume segar).
2 cm
2 cm
2 cm
Gambar 5. Contoh Uji Penyusutan Volume
2. Contoh uji dikeringudarakan dengan menggunakan kipas angin selama ± 3
minggu. Kemudian diukur dimensinya.
3. Contoh uji dimasukkan ke dalam oven pada suhu 103±2ºC selama 24 jam
kemudian diukur dimensinya.
4. Penyusutan dapat dihitung dengan rumus :
Pengambilan dan pembuatan sampel
Contoh uji pengujian sifat kimia diambil dari kayu ekaliptus yang berumur
3, 6 dan 9 tahun pada bagian pangkal, tengah dan ujung, dari setiap bagian pohon
dijadikan serbuk kemudian disaring dengan menggunakan saringan 40-60 mesh.
Serbuk dikering udarakan dan diukur kadar airnya.
2. Pengujian Sifat Kimia
Setelah dilakukan pengukuran nilai KA maka selanjutnya dilakukan
analisis kandungan zat ekstraktif, baik yang larut dalam air dingin, air panas,
NaOH 1% maupun dalam alkohol 96 % dengan 3 kali ulangan. Analisis kimia
yang dilaksanakan dalam penelitian ini semuanya menggunakan standar TAPPI
(Technical Association of the Pulp and Paper Industry), yang meliputi
a. Air Dingin (TAPPI T 207 om-88)
- 2 gram serbuk kayu kering tanur dimasukkan kedalam gelas piala dan
ditambahkan 200 ml aquades
- ekstraksi dilakukan + 48 jam dengan suhu 23+20C, kemudian diaduk
dengan menggunakan magnetc stirer dalam waktu yang konstan
- selanjutnya serbuk disaring dengan gelas pori yang steril dan telah
diketahuiberatnya, lalu serbuk dicuci dengan 200 ml aquades
- kemudian dimasukkan kedalam oven yang bersuhu 103+20C selama 24
jam lalu didinginkan dalam desikator (+ 15 menit) dan ditimbang.
Pengeringan dan penimbangan dilakukan hingga didapat berat yang
konstan.
b. Air Panas(TAPPI T 207 om-88)
- kemudian tambahkan 200 ml aquades panas dan dimasukkan dalam
waterbath yang airnya telah mendidih selama 3 jam, permukaan air pada
waterbath harus selalu di atas permukaan air yang ada di dalam
erlenmeyer
- pada periode tertentu yang konstan, campuran tersebut harus diaduk
perlahan-lahan
- isi erlenmeyer dipindahkan kedalam gelas pori yang bersih dan kering
serta telah diketahui beratnya. Selanjutnya dibilas dengan 200 ml aquades
panas dan dioven dengan suhu 103+20C selama 24 jam. Didinginkan
dalam desikator +15 menit, kemudian ditimbang
- pengeringan dan penimbangan dilakukan hingga didapat berat yang
konstan.
c. Alkohol 96% (TAPPI T 204 om-88)
- serbuk kayu kering tanur sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 300 ml lalu diekstraksi dengan 200 ml larutan alkohol 96 %
selama 4-6 jam
- setelah diekstraksi, disaring dengan gelas saring yang bersih dan diketahui
beratnya
- dibilas dengan aquades panas dan alkohol sampai bersih, kemudian dibilas
lagi dengan aquades panas dan dimasukkan kedalam oven dengan suhu
103+20C selama 24 jam
- didinginkan dalam desikator + 15 menit, kemudian ditimbang
- pengeringan dan penimbangan dilakukan hingga didapat berat yang
d. NaOH (TAPPI T 212 om-88)
- 2 gram serbuk kayu kering tanur dimasukkan kedalam gelas piala 500 ml
- selanjutnya ditambahkan 100 ml larutan NaOH 1% dan dimasukkan ke
dalam waterbath yang airnya telah mendidih selama 1 jam. Permukaan air
waterbath harus selalu di atas air dengan gelas piala
- isi gelas piala dipindahkan kedalam gelas pori yang bersih dan kering serta
diketahui beratnya, kemudian dibilas dengan aquades panas +100 ml dan
asam asetat 10% sebanyak 25 ml. Selanjutnya ditambahkan lagi 25 ml
asam asetat 10% dan terakhir dibilas dengan aquades panas sampai bebas
asam (dicek dengan kertas lakmus)
- lalu dimasukkan dalam oven bersuhu 103+20C selama 24 jam
- didingikan dalam desikator +15 menit, kemudian ditimbang
- pengeringan dan penimbangan dilakukan hingga didapat berat yang
konstan.
Setelah semua prosedur tadi dilakukan, maka dapat dicari besarnya
kandungan zat ekstraktif yang laut dalam air dingin, air panas, alkohol 96% dan
NaOH 1% dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
%
Dimana: Ba = Berat serbuk mula-mula (g)
Bo = Berat serbuk kering oven setelah diekstraksi (g)
Pengolahan Data
2. Kelarutan zat ekstraktif untuk mengetahui pengaruh umur dan arah
vertikal dianalisis menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) dua
faktor, yaitu faktor umur kayu yaitu umur 3 tahun (A1), umur 6 tahun (A2)
dan umur 9 tahun (A3). Faktor letak ketinggian kayu dalam batang yaitu
pangkal (B1), tengah (B2) dan ujunga (B3).Sehingga pola rancangan
faktorialnya adalah 3 x 3 dengan 3 kali ulangan. Model matematikanya
adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1991):
Yijk = μ + Ai + Bj + ABij + εijk
Dimana:
Yijk : peubah respon karena pengaruh bersama umur ke-i pada ketinggian
ke-j dan ulangan ke-k.
μ : rata-rata yang sebenarnya.
Ai : efek sebenarnya dari faktor umur ke-i.
Bj : efek sebenarnya dari faktor letak ketinggian ke-j.
ABij : efek sebenarnya dari interaksi antara faktor umur ke-i pada letak
ketinggian ke-j.
εijk : efek sebenarnya dari unit eksperimen dikarenakan oleh pengaruh
bersama umur ke-i, letak ketinggian ke-j dan ulangan ke-k
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisis
Kadar Air
Kadar air yang diukur pada penelitian ini berada dalam dua kondisi yang
berbeda, yakni kadar air basah, yang diukur pada keadaan kayu masih segar dan
kadar air kering udara yang diukur pada keadaan kayu setelah dikering udarakan.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kadar air basah berkisar antara
116,61 % sampai dengan 128,88 %, selengkapnya pada Tabel 1, dan kadar air
kering udara antar 15,06 % sampai dengan 17,77%, selengkapnya pada Tabel 2.
Tabel 1. Rata-rata kadar air basah batang Eucalyptus grandis (%)
UMUR
Pada Tabel 1 terlihat bahwa berdasarkan faktor kedalaman batang, nilai
kadar air mempunyai nilai rata-rata yang semakin kecil dari dekat inti menuju
bagian luar atau dekat kulit, yaitu pada bagian inti 126,09 % diikuti pada bagian
bertambah umur pohon semakin rendah KA nya, yaitu untuk umur 3 tahun 126,33
%, umur 6 tahun 124,88 % dan untuk umur 9 tahun 124,09 %. Sedangkan untuk
faktor ketinggian semakin ke atas semakin tinggi KA nya, yaitu bagian pangkal
124,56 %, tengah 125,11 % dan ujung 125,64 %.
Nilai kadar air dapat mencapai lebih dari 100 %. Hal ini terjadi karena
penyebut adalah berat kering tanur bukan berat total. Menurut Haygreen dan
Bowyer (1989) dalam bagian xylem, air umumnya berjumlah lebih daripada
separuh berat total, artinya berat air dalam kayu segar umumnya sama atau lebih
besar daripada berat bahan kayu kering.
Tabel 2. Rata-rata kadar air kering udara batang Eucalyptus grandis (%)
UMUR
Hal serupa juga terdapat pada kadar air kering udara, dimana berdasarkan
faktor kedalaman batang, nilai kadar air mempunyai nilai rata-rata yang semakin
kecil dari dekat inti menuju bagian luar atau dekat kulit, yaitu pada bagian inti
16,49 % diikuti pada bagian tengah 16,26 % dan bagian luar 16,03 %.
nya, yaitu untuk umur 3 tahun 16,25 %, umur 6 tahun 16,24 % dan untuk umur 9
tahun 16,21 %. Sedangkan untuk faktor ketinggian semakin ke atas semakin tinggi
KA nya, yaitu bagian pangkal 15,98 %, tengah 16,02 % dan ujung 16,69%,
selengkapnya pada Tabel 2 di atas.
Kayu memiliki sifat adsortif yaitu memiliki kemampuan untuk menyerap
uap air dari udara sekitarnya sampai kayu mencapai keseimbangan kandungan air
dengan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu kayu disebut sebagai suatu bahan
yang higroskopis. Ketika kandungan air suatu kayu telah mencapai keseimbangan
dengan lingkungan sekitarnya maka banyaknya air yang terdapat di dalam dinding
sel akan menguap keluar. Keadaan seperti ini disebut sebagai kadar air kering
udara. Kadar air kering udara suatu kayu tergantung pada suhu dan kelembaban
udara sekitarnya.
Pada data kadar air basah dan kering udara diatas dapat dilihat bahwa
kadar air pada bagian dekat empulur (inti) lebih besar dari kadar air dekat kulit
(luar), hal ini terjadi karena pada bagian dalam kayu merupakan kayu juvenil atau
kayu muda yang memiliki dinding sel kecil dan pori besar yang dapat menyimpan
air lebih banyak dibanding dengan kayu dewasa. Hal ini sesuai dengan Haygreen
dan Bowyer (1989) bahwa dinding sel kayu tipis dengan rongga besar akan lebih
banyak menampung air.
Pada kadar air basah dan kering udara dapat dilihat juga bahwa kadar air
batang menurun seiring bertambahnya umur tanaman, hal ini karena jumlah kayu
teras banyak terdapat pada kayu yang berumur lebih tua, menurut Haygreen dan
dikarenakan adanya perubahan kayu gubal ke kayu teras seiring bertambahnya
umur, dimana kadar air kayu gubal cenderung lebih tinggi daripada kayu teras.
Berdasarkan faktor ketinggian kadar air dalam kondisi basah dan kering
udara semakin tinggi dari bagian pangkal ke ujung, hal ini dikarenakan pada
bagian ujung kayu teras belum terbentuk, proporsi kayu gubal lebih besar
sehingga kadar air dibagian ujung meningkat. Menurut Pandit dan Hikmat (2002)
kayu teras mulai dibentuk pada riap tumbuh tertua yaitu pada riap tumbuh
pertama, oleh karena itu diameter kayu teras menurun mulai dari pangkal hingga
kebagian ujung pohon. Dari struktur anatominya diameter sel pori dan lumen pada
pangkal lebih kecil daripada bagian ujung. Hal ini sesuai dengan Tsoumis (1991)
bahwa diameter sel pori dan lumen semakin ke ujung semakin besar, ini berarti
kandungan air bebas yang dapat ditampung lebih besar dibanding bagian yang lain
sehingga bagian ujung lebih basah dibanding bagian pangkal.
Kerapatan Kayu
Pengamatan kerapatan kayu Eucalyptus grandis bertujuan untuk menduga
kekuatan dari kayu tersebut, sehingga dapat diketahui kemungkinan
pemanfaatannya secara optimal dengan mengacu kepada kelas kuat kayu yang
berhubungan dengan berat jenis kayu. Dalam Haygreen dan Bowyer (1989)
dikatan bahwa kerapatan kayu dianggap sama dengan berat jenis kayu, karena
dalam sistem metrik 1 cm3 air beratnya tetap 1 gr.
Hasil penelitian kerapatan kayu menunjukkan bahwa nilai kerapatan kayu
Eucalyptus grandis berkisar antara 0,50 gr/cm3 sampai dengan 0,61 gr/cm3,
Tabel 3. Rata-rata kerapatan batang Eucalyptus grandis (gr/cm3)
Kerapatan kayu Eucalyptus grandis berdasarkan faktor kedalaman
semakin ke luar kerapatannya relatif sama, untuk inti 0,54 gr/cm3, tengah 0,54
gr/cm3, dan bagian luar 0,56gr/cm3. Sedangkan untuk faktor ketinggian, semakin
ke atas kerapatan semakin rendah, yaitu pangkal 0,56 gr/cm3, tengah 0,55
gr/cm3, ujung 0,54 gr/cm3.
Kerapatan berdasarkan faktor umur menunjukkan bahwa semakin
bertambah umur pohon kerapatan cenderung tetap/sama. Makin bertambah umur,
maka persentase kayu dewasa makin tinggi. Pada penelitian ini dengan
menggunakan ketelitian dua angka di belakang koma penaikan kerapatannya tidak
terlihat. Pada umur 3,6 dan 9 tahun kerapatannya adalah 0,55 gr/cm3.
Tingginya nilai kerapatan pada bagian dekat kulit (luar) menurut Haygreen
dan Bowyer (1989), menyatakan kerapatan/berat jenis kayu meningkat jika
pengukuran kadar air, dimana kadar air semakin berkurang ke arah luar sehingga
kerapatan semakin bertambah ke arah tersebut.
Berdasarkan faktor ketinggian rata-rata kerapatan kayu terbesar terdapat
pada bagian pangkal kayu, hal ini dikarenakan semakin keujung bagian kayu
gubal semakin besar, dimana pada bagian ujung kayu teras belum terbentuk,
menurut Tsoumis (1991) kayu teras mulai terbentuk pada lingkaran tumbuh tertua
dekat empulur, sesuai dengan riap tumbuh dimulai dari bagian pangkal ke atas.
Haygreen dan Bowyer (1989) juga menyatakan dalam banyak species, kayu bulat
pangkal cenderung untuk memiliki berat jenis / kerapatan yang lebih tinggi
daripada kayu bulat yang dipotong lebih tinggi dalam batang utama.
Menurut Tsoumis (1991) bahwa variasi berat jenis/ kerapatan terjadi
terutama karena perbedaan banyaknya ruang-ruang kosong pada jenis kayu.
Tsoumis juga menambahkan bahwa variasi berat jenis/ kerapatan juga disebabkan
oleh variasi anatomi kayu, salah satu yang membedakan adalah tipe sel (trakeid,
pori,dan sel parenkim).
Dari nilai rata-rata kerapatan kayu Eucalyptus grandis yang diperoleh
sebesar 0,55 kg/cm3, sehingga kelas kuat kayu Eucalyptus grandis adalah kelas
kuat III. Dimana kelas kuat III adalah untuk kayu yang memiliki kerapatan antara
0,40 hingga 0,60. Berikut adalah daftar kelas kuat kayu menurut kerapatan/ berat
jenisnya.
Tabel 4. Kelas kuat kayu berdasarkan BJ / kerapatan kayu
Kelas Kuat Berat Jenis/ Kerapatan Kayu
I >0,90
II 0,60-0,90
III 0,40-0,60
IV 0,30-0,40
V <0,30
Berdasarkan kelas kuat kayu yang diperoleh tersebut, kayu Eucalyptus
grandis selain untuk bahan baku pulp dan kertas dapat juga digunakan sebagai
bahan kontruksi ringan seperti meabel, terutama pada bagian dekat kulit dan
pangkal batang yang mempunyai kerapatan yang paling tinggi.
Penyusutan Volume
Pada penelitian ini susut volume yang diukur berada dalam dua kondisi
yang berbeda, yakni penyusutan volume dari kondisi basah ke kondisi kering oven
dan kondisi kering udara ke kondisi kering oven. Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai penyusutan volume basah berkisar antara 10,73%
sampai dengan 20,40%, seperti yang dilihat pada Table 5, dan penyusutan kering
udara berkisar antara 4,72% sampai dengan 10,49%, seperti yang dilihat pada
Table 6.
Pada penelitian penyusutan basah berdasarkan faktor kedalaman batang, nilai
penyusutan batang Eucalyptus grandis mempunyai nilai rata-rata yang semakin
besar dari dekat inti menuju bagian luar atau dekat kulit, yaitu pada bagian inti
14,16 % diikuti pada bagian tengah 15,20 % dan bagian luar 15,45 %.
Berdasarkan faktor umur, semakin bertambah umur penyusutan juga bertambah
besar, untuk umur 3 tahun 13,88 % , umur 6 tahun 15,24 %, umur 9 tahun
15,68%, sedangkan penyusutan berdasarkan faktor ketinggian semakin ke atas
semakin kecil penyusutannya, untuk bagian pangkal 15,52 %, tengah 15,05 % dan
Tabel 5. Penyusutan basah batang Eucalyptus grandis (%)
Penyusutan terjadi jika kayu kehilangan air dibawah titik jenuh serat, yaitu
kehilangan air terikat. Besarnya penyusutan terjadi sama dengan banyaknya air
yang keluar, menurut Haygreen dan Bowyer (1989) besarnya penyusutan
umumnya sebanding dengan banyaknya air yang dikeluarkan dari dinding sel.
Hal serupa juga terdapat pada penyusutan kering udara, dimana nilai
penyusutan kering udara batang Eucayyptus grandis mempunyai nilai rata-rata
yang semakin kecil dari dekat inti menuju bagian luar atau dekat kulit, yaitu pada
bagian inti 6,87 % diikuti pada bagian tengah 7,28 % dan bagian luar 7,41 %,
pada faktor umur penyusutan kayu semakin bertambah seiring dengan
bertambahnya umur, yaitu untuk umur 3 tahun 6,78 %, umur 6 tahun 7,37 %,
umur 9 tahun 7,38%. Sedangkan penyusutan berdasarkan faktor ketinggian
semakin keatas penyusutan semakin berkurang, untuk bagian pangkal 7,25 %,
Tabel 6. Penyusutan kering udara batang Eucalyptus grandis (%)
Berdasarkan faktor kedalaman (horizontal) pada penyusutan basah dan
kering udara, semakin ke arah luar penyusutannya semakin tinggi, hal ini
dikarenakan berkas pembuluh lebih banyak terdapat pada bagian luar. Seperti
yang dikatakan Supriadi (1999) bahwa banyaknya berkas pembuluh dapat
menyebabkan persentasi parenkim kayu yang mampu mengandung air menjadi
lebih kecil. Hal ini yang menyebabkan pada penyusutan basah bagian dekat kulit
memiliki penyusutan yang paling tinggi. Walaupun KA pada bagian dekat
empulur lebih tinggi, tetapi berkas pembuluh dan pori tempat bergeraknya air
lebih banyak terdapat pada bagian dekat kulit, ini juga alasan mengapa
penyusutan pada bagian dekat kulit lebih besar.
Pada penyusutan volume basah maupun kering udara, untuk faktor
ketinggian semakin ke ujung penyusutannya semakin menurun. Hal ini
dikarenakan kerapatan atau berat jenis kayu semakin ke ujung semakin menurun,
Bowyer (1989) semakin tinggi kerapatan atau berat jenis contoh uji maka semakin
banyak kecenderungannya untuk menyusut.
. Pada penyusutan basah dan kering udara, untuk faktor umur semakin
bertambah umur penyusutannya semakin tinggi, hal ini terjadi karena nilai
kerapata atau berat jenis kayu semakin bertambah seiring bertambahnya umur
kayu, dengan kata lain kerapatan pada kayu umur 9 tahun lebih tinggi. Jika
kerapatan tinggi maka susut kayu tinggi, karena kayu dengan kerapatan tinggi air
dalam dinding selnya lebih banyak. Secara toeritis air yang keluar dari dinding sel
berbanding lurus dengan penyusutan.
Sifat Kimia
Zat ekstraktif memiliki arti penting dalam kayu karena dapat
mempengaruhi sifat keawetan, warna, bau dan rasa suatu jenis kayu. Zat ekstraktif
juga dapat digunakan mengenal suatu jenis kayu. Dalam Fengel dan Wegener
(1995) dikatakan bahwa ekstraktif sampel kayu dapat digunakan untuk
menentukan struktur dan komponen-komponen penyusunnya.
Sebelum melakukan analisis, kita harus mengetahui kadar air kayu
Eucalyptus grandis karena merupakan hal yang sangat penting. Seperti yang
diungkapkan oleh Achmadi (1990), karena kayu adalah bahan higroskopis, maka
sistem kayu-air amat penting di bidang teknologi kayu, fisika kayu, dan kimia
kayu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai kadar air serbuk kayu
Eucalyptus grandis umur 3 tahun 20,10 %, untuk umur 6 tahun 11,11 % dan untuk
Kelarutan Dalam Air Dingin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kelarutan zat ekstraktif kayu
Eucalyptus grandis dalam air dingin berkisar antara 1,47% sampai dengan
18,43% dengan rata-rata 8,14 % seperti yang terlihat pada Tabel 7. Untuk lebih
jelasnya nilai kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin disajikan dalam Lampiran2.
Tabel 7. Kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin Umur
Pohon
Ketinggian ( Vertikal )
Rata-Rata
Pangkal Tengah Ujung
3 4,07 5,00 1,47 3,51
6 12,10 11,53 1,27 8,30
9 18,43 16,00 3,43 12,62
Rata-Rata 11,53 10,84 2,07 8,14
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kelarutan zat ekstraktif
dalam air dingin berdasarkan faktor ketinggian (vertikal), semakin kearah ujung
maka kelarutannya semakin kecil, pada bagian pangkal sebesar 11,53 %, pada
bagian tengah 10,84 % dan pada bagian ujung 2,07 %. Sedangkan pada faktor
umur, semakin bertambah umur kelarutan ekstraktifnya juga semakin bertambah,
untuk umur 3 tahun memiliki kelarutan zat ekstraktif 3,51 %, umur 6 tahun 8,30%
dan pada umur 9 tahun 12,64 %.
Hasil analisis sidik ragam pada kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin
menunjukkan bahwa faktor umur dan faktor ketinggian memberikan pengaruh
nyata, begitu juga dengan interaksi antara keduanya. Berdasarkan Uji Jarak Ganda
Duncan (UJGD) untuk faktor antar umur berbeda nyata. Hal ini semakin
menguatkan bahwa perbedaan umur kayu kandungan zat ekstraktifnya juga beda.
Kandungan zat ekstraktif kayu ekaliptus antar umur 3, 6, dan 9 tahun semuanya
berbeda. Selanjutnya UJGD untuk faktor ketinggian sama seperti pada faktor
Kelarutan dalam air dingin mempunyai rataan kandungan zat ekstraktif
yang paling kecil. Ini terjadi karena kelarutan serbuk kayu dalam air dingin sangat
kecil. Menurut Fengel dan Wegener (1995) komponen utama bagian dari kayu
yang dapat larut dalam air terdiri atas karbohidrat, protein dan garam-garam
anorganik. Sedangkan komponen penyusun kayu lainnya susah atau tidak dapat
larut dalam air dingin, hal ini dapat dilihat pada saat penelitian. Ketika serbuk
kayu dimasukkan kedalam air, serbuk kayu susah menyatu, serbuk kayu berada di
permukaan air, bahkan menempel pada gelas erlenmeyer. Tetapi lama-kelamaan
serbuk kayu tersebut akan larut juga kedalam air.
Kelarutan Dalam Air Panas
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kelarutan zat ekstraktif kayu
Eucalyptus grandis dalam air panas berkisar antara 3,93 % sampai dengan 14,83%
dengan rata-rata 8,97 % seperti yang terlihat pada Tabel 10. Untuk lebih jelasnya
nilai kelarutan zat ekstraktif dalam air panas disajikan dalam Lampiran 4.
Tabel 8. Kelarutan zat ekstraktif dalam air panas. Umur
Pohon
Ketinggian ( Vertikal )
Rata-Rata
Pangkal Tengah Ujung
3 8,00 5,07 3,93 5,67
6 9,53 11,60 6,90 9,34
9 14,83 12,23 8,67 11,91
Rata-Rata 10,79 9,63 6,50 8,97
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kelarutan zat ekstraktif
dalam air panas berdasarkan faktor ketinggian (vertikal), semakin kearah ujung
kelarutannya semakin kecil, pada bagian pangkal sebesar 10,79 %, pada bagian
semakin bertambah umur kelarutan ekstraktifnya juga semakin bertambah, untuk
umur 3 tahun memiliki kelarutan zat ekstraktif 5,67 %, umur 6 tahun 9,34% dan
pada umur 9 tahun 11,91 %.
Hasil analisis sidik ragam pada kelarutan zat ekstraktif dalam air panas
menunjukkan bahwa faktor umur dan faktor ketinggian memberikan pengaruh
nyata, begitu juga dengan interaksi antara keduanya. Berdasarkan Uji Jarak Ganda
Duncan (UJGD) untuk faktor umur maupun faktor ketinggian memberikan
pengaruh yang nyata terhadap kelarutan zat ekstraktif dalam air panas.
Rata-rata kelarutan zat ekstraktif pada air panas lebih tinggi dari kelarutan
pada air dingin. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan suhu air pada saat
ekstraksi dapat merubah hasil kelarutan. Dengan adanya pemanasan maka proses
ekstraksi yang terjadipun akan lebih cepat dan zat ekstraktif yang ada dalam kayu
akan terlarut lebih banyak.
Kelarutan Dalam Alkohol 96 %
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kelarutan zat ekstraktif kayu
Eucalyptus grandis dalam Alkohol 96 % berkisar antara 3,73 % sampai dengan
18,27% dengan rata-rata 10,36 % seperti yang terlihat pada Tabel 13. Untuk lebih
jelasnya nilai kelarutan zat ekstraktif dalam air panas disajikan dalam Lampiran 6.
Tabel 9. Kelarutan zat ekstraktif dalam Alkohol 96 %. Umur
Pohon
Ketinggian ( Vertikal )
Rata-Rata
Pangkal Tengah Ujung
3 7,73 5,93 3,73 5,79
6 14,70 11,50 7,40 11,20
9l 18,27 14,93 9,10 14,10
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kelarutan zat ekstraktif
dalam air panas berdasarkan faktor ketinggian (vertikal), semakin kearah ujung
maka kelarutannya semakin kecil, pada bagian pangkal sebesar 13,57 %, pada
bagian tengah 10,79 % dan pada bagian ujung 6,74 %. Sedangkan pada faktor
umur, semakin bertambah umur kelarutan ekstraktifnya juga semakin bertambah,
untuk umur 3 tahun memiliki kelarutan zat ekstraktif 5,79 %, umur 6 tahun
11,20% dan pada umur 9 tahun 14,10 %.
Hasil analisis sidik ragam pada kelarutan zat ekstraktif dalam alkohol 96%
menunjukkan bahwa faktor umur dan faktor ketinggian memberikan pengaruh
nyata, begitu juga dengan interaksi antara keduanya. Berdasarkan Uji Jarak Ganda
Duncan (UJGD) baik faktor umur maupun faktor ketinggian memberikan
pengaruh yang nyata terhadap kelarutan zat ekstraktif dalam alkohol 96 %.
Kelarutan zat ekstraktif dengan pelarut alkohol adalah pelarut yang
memiliki nilai kelarutan ekstraktif paling tinggi setelah pelarut NaOH. Hal ini
diduga karena pelarut alkohol yang digunakan sesuai dengan komponen kayu
yang akan diekstrak. Menurut Achmadi (1990), ada beberapa faktor yang
mempengaruhi jumlah zat ekstraktif yang didapat dari proses ekstraksi, karena
dalam penentuan kandungan ekstraktif tidak terlepas dari beberapa faktor yang
mempengaruhinya, yaitu jenis kayu, jenis pelarut dan proses ekstraksi.
Kelarutan Dalam NaOH 1 %
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kelarutan zat ekstraktif kayu
16,00% dengan rata-rata 12,37 % seperti yang terlihat pada Tabel 16. Untuk lebih
jelasnya nilai kelarutan zat ekstraktif dalam air panas disajikan dalam Lampiran 8.
Tabel 10. Kelarutan zat ekstraktif dalam NaOH 1 %. Umur
Pohon
Ketinggian ( Vertikal )
Rata-Rata
Pangkal Tengah Ujung
3 13,87 4,80 6,00 8,22
6 16,00 15,37 11,43 14,27
9l 14,97 15,07 13,83 14,62
Rata-Rata 14,95 11,75 10,42 12,37
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kelarutan zat ekstraktif
dalam air panas berdasarkan faktor ketinggian (vertikal), semakin kearah ujung
maka kelarutannya semakin kecil, pada bagian pangkal sebesar 14,95 %, pada
bagian tengah 11,75 % dan pada bagian ujung 10,42 %. Sedangkan pada faktor
umur, semakin bertambah umur kelarutan ekstraktifnya juga semakin bertambah,
untuk umur 3 tahun memiliki kelarutan zat ekstraktif 8,22 %, umur 6 tahun
14,27% dan pada umur 9 tahun 14,62 %.
Hasil analisis sidik ragam pada kelarutan zat ekstraktif dalam NaOH 1%
menunjukkan bahwa faktor umur dan faktor ketinggian memberikan pengaruh
nyata, begitu juga dengan interaksi antara keduanya. Berdasarkan Uji Jarak Ganda
Duncan (UJGD) baik faktor umur maupun faktor ketinggian memberikan
pengaruh yang nyata terhadap kelarutan zat ekstraktif dalam NaOH 1 %.
Kelarutan zat ekstraktif dengan pelarut NaOH 1% adalah yang paling
tinggi dari semua jenis pelarut yang digunakan, hal ini diduga karena selain
kesesuaian dari bahan pelarut yang digunakan dengan kayu yang diekstrak, dalam
prosesnya juga menggunakan faktor suhu. Pengekstratan dilakukan dengan air
karena pada proses penyaringan serbuk kayu dibilas dengan asam asetat dan
aqudes panas berulangkali.
Secara umum dapat dilihat bahwa serbuk kayu Eucalyptus grandis pada
umur 3 tahun memiliki kelarutan yang paling rendah dari setiap pengujian yang
dilakukan dan kayu umur 9 tahun memiliki kelarutan yang paling tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa umur pohon yang semakin tua memiliki kandungan zat
ekstraktif yang semakin tinggi. Hal ini terjadi karena pada kayu umur 3 tahun
persentase jumlah dari kayu gubal lebih banyak dari kayu teras, sedangkan pada
kayu umur 9 tahun kebalikannya, jumlah kayu teras lebih banyak dari kayu gubal.
Kita ketahui bahwa kelarutan ekstraktif pada kayu teras lebih tinggi dari kayu
gubal, ini dapat dilihat dari warna kayu teras yang lebih gelap dari kayu gubal.
Menurut Simatupang (1988), bahwa adanya beberapa kandungan zat ekstraktif
menjadi penyebab gelapnya warna kayu.
Secara umum juga dapat dilihat pada faktor ketinggian (vertikal) bahwa
serbuk kayu Eucalyptus grandis pada bagian pangkal memiliki kelarutan
ekstraktif yang lebih tinggi dibanding dengan bagian tengah dan ujung batang.
Hal ini terjadi karena pada bagian ujung kayu teras belum terbentuk, proporsi
kayu gubal lebih besar. Menurut Pandit dan Hikmat (2002) kayu teras mulai
terbentuk pada riap tumbuh tertua yaitu pada riap tumbuh pertama. Oleh karena
itu diameter kayu teras menurun dimulai dari pangkal hingga kebagian ujung
pohon.
Menurut penelitian Harpenas (2007) pada umur 3, 6 dan 9 tahun belum
terbentuk kayu dewasa, pemanjangan serat masih terus terjadi, yang merupakan
terbesar dikarenakan pada bagian tersebut berada dekat akar dan bagian lain
(tengah dan ujung) jauh dari akar, dimana akar itu sendiri mempunyai fungsi
sebagai penyimpan makanan, penopang batang atau menyalurkan sari-sari
makanan, sehingga kandungan ekstraktif berakumulasi pada bagian pangal.
Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan proses ekstraksi selain jenis
kayu, jenis pelarut dan proses ekstraksi seperti yang telah dibahas sebelumnya
adalah ukuran serbuk. Menurut Achmadi (1990), ukuran partikel yang digunakan
dalam analisis berkisar 40-80 mesh atau berukuran 0,005-0,4 mm. Oleh karena itu
kayu yang akan diekstrak harus digiling dahulu agar penetrasi pelarut berlangsung
sempurna. Penyaringan juga harus dilakukan untuk menjamin keseragaman
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Sifat fisis kayu Eucalyptus grandis berturut-turut dari umur 3, 6 dan 9
tahun untuk kadar air basah adalah 126,33%, 124,88% dan 124,09%.
Untuk kadar kering udara adalah 16,25%, 16,24%, dan 16,21%. Untuk
kerapatan cenderung sama, yaitu 55 gr/cm3. Untuk penyusutan volume
basah adalah 13,88%, 15,24% dan 15,68%. Untuk penyusuta volume
kering udara adalah 6,78%, 7,37% dan 7,38%. Berdasarkan hasil yang
didapat bahwa seiring bertambahnya umur kayu maka kadar air basah dan
kering udara semakin berkurang, kerapatan kayu cenderung sama dan
penyusutan volume basah maupun kering udara semakin bertambah.
2. Kelarutan zat ekstraktif pada air dingin berkisar 1,00%-19,20%, dalam air
panas 3,80%-16,20%, dalam alkohol 96% berkisar 3,20%-19.20% dan
untuk NaOH 1% berkisar 5,40%-16,40%. Kelarutan zat ekstraktif pada
kayu berdasarkan umur pada semua kelarutan dapat disimpulkan, semakin
bertambah umur kelarutan zat ekstraktifnya semakin bertambah. Dari data
tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kelarutan zat ekstraktif
Saran
1. Berdasarkan pengukuran kerapatan dan analisa kandungan zat ekstraktif
kayu ekaliptus, kayu ini selain untuk bahan baku pulp dan kertas bisa juga
digunakan untuk kontruksi ringan seperti meabel. Untuk proses
pengolahannya terutama yang berkaitan dengan perekatan atau
kemampuan infiltrasi perekat kedalam sel, perlu dilakukan perlakuan
pendahuluan untuk mengurangi konsentrasi zat ekstraktif yang tergolong
tinggi tersebut.
2. Untuk melengkapi data tentang kayu ekaliptus, perlu dilakukan penelitian
labih lanjut terutama dalam pengujian sifat dasar lain yaitu keawetan
batang ekaliptus untuk mengetahui tingkat keawetan dan sifat mekanik
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, S. S. 1990. Kimia Kayu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktoral Jendral Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Ilmu Hayat IPB. Bogor.
Ali, K. H. 1991. Rancangan Percobaan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Batubara, R. 2006. Bahan Ajar Praktikum Kimia Kayu. Universitas Sumatera Utara. Mehdan.
Britis Standars Institution. 1957. Wood Technology
http//www.dandybooksellers.com/acatalog/BSI_GBM42_html-217k.
[9-9-2007]
Coto, Z. 2003. FORKOM Teknologi dan Industri Kayu. ITHH-Fakultas Kehutanan IPB. Bogor
Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1994. Panduan Kehutanan Indonesia. Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia. Jakarta.
Dumanauw, J.F. 1990. Mengenal Kayu. Kanisius. Yogyakarta.
Fengel. D. dan G. Wegener. 1995. Kayu Kimia dan Ultrastruktur dan Reaksi-reaksi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta (Terjemahan).
Forest Products Laboratory. 1999. Wood Handbook Wood as an Engineering Material. Forest Products Society. United States of America.
Frick, H. dan Moediartianto. 2001. Ilmu Konstruksi Bangunan Kayu. Kanisius. Soegijapranata University Press. Jakarta.
Haygreen, J.G. Jim L. Bowyer. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. suatu Pengantar(terjemahan Sutjipto A.H.). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Gomez, K. A. dan Arturo. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistika Untuk Penelitian Pertanian. Edisi Kedua. UI Press. Jakarta.
Kartasujana, I. dan Abdurrahim, M. 1979. Kayu Perdagangan Indonesia Sifat dan Kegunaannya. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Bogor
Pandit, I.K.N. dan Hikmat Ramdan. 2002. Anatomi Kayu: Pengantar Sifat Kayu Sebagai Bahan Baku. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Prosea, 1994. Plant Resources of South-East Asia: Timber Trees Major Commersial Timbers No 5(1). Bogor Indonesia
.
Sjöström, E., 1995. Kimia Kayu Dasar-Dasar dan Penggunaan, Edisi Kedua, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Supriadi, A. R. dan Edy, S. 1999. Karakteristik Dolok dan Sifat Penggergajian Kayu. Buletin Penelitian Hasil Hutan 17 (1). Bogor.
Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of Wood : Structure Properties Utilization. Van Nostrand Reinhold. New York.
World Agroforestry Centre. 2004. Agroforestree Date Base Eucaliptus.