ANALISIS KANDUNGAN KIMIA ZAT EKSTRAKTIF KULIT KAYU Eucalyptus grandis W.Hill ex Maiden BERDASARKAN LETAK KULIT
PADA BATANG DAN PERBEDAAN UMUR POHON
SKRIPSI Oleh:
MANSUR AFANDI
021203015/ TEKNOLOGI HASIL HUTAN
DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Skripsi : Analisis Kandungan Kimia Zat Ekstraktif Kulit Kayu
Eucalyptus grandis W.Hill ex Maiden Berdasarkan
Letak kulit Pada Batang dan Perbedaan Umur Pohon.
Nama : Mansur Afandi
NIM : 021203015
Departemen : Kehutanan
Program Studi : Teknologi Hasil Hutan
Disetujui Oleh:
Komisi Pembimbing
Ridwanti Batubara, S. Hut,sM.P Onrizal, S. Hut,M.Si
Ketua Anggota
Mengetahui,
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan keselamatan dan kesehatan kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan hasil penelitian ini. Adapun judul dari Skripsi ini adalah Analisis
Kandungan Kimia Zat Ekstraktif Kulit Kayu Eucalyptus grandis W.Hill ex Maiden Berdasarkan Letak Kulit pada Batang dan Perbedaan Umur Pohon. Terima kasih saya ucapkan kepada Ibu Ridwanti Batubara, S.Hut, M.P. dan Bapak Onrizal, S.Hut, M.Si yang telah membimbing saya dalam
menyelesaikan hasil penelitian ini. Terima kasih saya ucapkan kepada kedua
orang tua yang telah memberikan dorongan kepada saya, baik moril maupun
materil. Terima kasih juga saya ucapkan kepada abang/ kakak serta kepada
teman-teman yang telah membantu dalam menyelesaikan hasil penelitian ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
membutuhkan.
Medan, Agustus 2007
DAFTAR ISI
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20
Kadar Air ... 20
Kelarutan Air dingin ... 21
Kelarutan Air panas... 22
Kelarutan NaOH 1% ... 24
Kelarutan Alkohol 96% ... 26
KESIMPULAN DAN SARAN ... 28
DAFTAR PUSTAKA ... 29
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
1. Kadar air kulit kayu Eucalyptus grandis (%) ... 31
2. Kelarutan zat ekstraktif kulit kayu Eucalyptus grandis dalam
pelarut air dingin ... 31
3. Analisis sidik ragam kandungan zat zat ekstraktif kulit kayu
Eucalyptus grandis dalam pelarut air dingin ... 31
4. Kelarutan zat ekstraktif kulit kayu Eucalyptus grandis dalam
pelarut air panas ... 32
5. Analisis sidik ragam kandungan zat ekstraktif kulit kayu
Eucalyptus grandis dalam pelarut air panas ... 32
6. Kelarutan zat ekstraktif kulit kayu Eucalyptus grandis dalam
pelarut NaOH 1% ... 32
7. Analisis sidik ragam kandungan zat ekstraktif kulit kayu
Eucalyptus grandis dalam pelarut NaOH 1%... 33
8. Kelarutan zat ekstraktif kulit kayu Eucalyptus grandis dalam
pelarut Alkohol 96 % ... 33
9. Analisis sidik ragam kandungan zat ekstraktif kulit kayu
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejak ribuan tahun yang lalu, kayu dikenal orang sebagai bahan (material)
yang baik untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Dahulu kayu hanya
digunakan untuk kayu bakar, alat rumah tangga dan lainnya. Kemajuan teknologi
menyebabkan manusia lebih mampu memanfaatkan kayu. Dari kayu orang dapat
membuat rumah, jembatan, tiang, bantalan kereta api, alat angkutan dan mebel.
Kayu dinilai mempunyai sifat-sifat utama yang menyebabkan kayu selalu
dibutuhkan manusia. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk maka secara
tidak langsung berdampak pula pada meningkatnya jumlah permintaan akan kayu
dan semakin meningkatnya permintaan bahan baku sebagai bahan dasar industri
akan mengakibatkan kemungkinan keberadaan bahan baku kayu itu akan semakin
berkurang karena lajunya pemanenan hasil hutan yang berupa kayu jauh lebih
cepat dibandingkan dengan kemampuan pertumbuhan kayu (Frick dan
Moediartianto, 2001). Menurut data statistik pada periode 1996-2000, laju
pertumbuhan penduduk mencapai 1,49 % per tahun (Bappenas, 2006) dan pada
periode yang sama (1996-2000) permintaan bahan baku kayu naik 1 % dengan
jumlah pasokan kayu yang semakin menurun 0,22 % per tahun (Departemen
Kehutanan Indonesia, 2006). Di sisi lain, luas areal hutan sebagai penghasil kayu
kian menyusut sehingga efisiensi pemanfaatan kayu perlu dilakukan seperti
dengan memanfaatkan seluruh bagian kayu secara maksimal dan upaya
pemakaian kayu dari berbagai jenis, terutama jenis-jenis yang belum dikenal dan
Kebutuhan manusia akan kayu terus meningkat, sementara kayu yang
berasal dari hutan alam terus menurun sehingga perlu dicari alternatif lain yang
menjadikan HTI sebagai sumber alternatif bahan baku kayu. Seiring dengan
perkembangannya HTI mampu mensuplai dan memenuhi kebutuhan manusia
dengan syarat setiap HTI tetap berpedoman pada pelestarian lingkungan.
Eucalyptus grandis merupakan salah satu jenis tanaman HTI yang banyak
dibudidayakan di Sumatera Utara. Srihardiono (2005), menyatakan bahwa
akselerasi pembangunan HTI diyakini sebagai salah satu solusi terhadap berbagai
persoalan kompleks yang menyebabkan terjadinya krisis kehutanan multi
dimensional.
Mengetahui kandungan zat ekstraktif merupakan salah satu cara untuk
mengenali sifat-sifat kimia kayu, dimana menurut Fengel dan Wegener (1995),
zat ekstraktif merupakan salah satu komponen kimia kayu yang penting. Zat
ekstraktif merupakan komponen minor walaupun hanya memberikan beberapa
persen massa kayu tetapi dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap
sifat-sifat dan kualitas pengolahan kayu seperti keawetan, warna kayu dan lain-lain.
Kandungan ekstraktif dalam kulit lebih tinggi daripada dalam kayu. Ia tidak hanya
tergantung pada spesies tetapi juga pada pelarut yang digunakan. Pada umumnya
kulit kayu hanya sebagai limbah atau dijadikan sebagai bahan bakar.
Dari uraian diatas, maka dirasa perlu untuk meneliti kandungan zat
ekstraktif kulit kayu Eucalyptus grandis berdasarkan letak ketinggian kulit pada
batang dan umur pohon, karena menurut Fengel dan Wegener (1995), Kulit kayu
merupakan jaringan batang pohon yang paling penting kedua setelah kayu dan
kondisi pertumbuhan. Umur pohon yang akan diteliti adalah 4 tahun dan 8 tahun
dengan alasan jarak umur kedua pohon tersebut terpaut jauh, sehingga perbedaan
kandungan zat ekstraktif yang didapat menunjukkan perbedaan yang signifikan.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh letak ketinggian kulit pada batang (pangkal,
tengah dan ujung) dan perbedaaan umur pohon terhadap kandungan zat
ekstraktif kulit kayu Eucalyptus grandis.
2. Untuk mengetahui tingkat kelarutan zat ekstraktif pada berbagai pelarut (air
dingin, air panas, NaOH 1% dan alkohol 96%).
Manfaat Penelitian
1. Tersedianya data tentang kandungan zat ekstraktif kulit kayu Eucalyptus
grandis.
2. Diharapkan sebagai dasar dalam rangka pemanfaatan kulit kayu
Hipotesa
1. Perbedaan letak ketinggian kulit kayu dalam batang (pangkal, tengah,
ujung) mempengaruhi kandungan zat ekstraktif kulit kayu, yaitu bagian
pangkal lebih tinggi kandungan zat ekstraktifnya bila dibandingkan dengan
bagian tengah dan ujung.
2. Perbedaan umur pohon mempengaruhi kandungan zat ekstraktif kulit kayu,
yaitu umur pohon yang lebih tua memiliki kandungan zat ekstraktif yang
TINJAUAN PUSTAKA
Eucalyptus grandis
Daerah penyebaran pohon Eucalyptus meliputi Australia, New Britain, dan
Pulau Tasmania. Namun ada juga beberapa spesies yang ditemukan di Irian Jaya,
Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, dan Timor Timur (Khaerudin, 1999).
Marga (genus) Eucalyptus terdiri dari sekitar 500 jenis pohon dan perdu.
Namun, jenis-jenis yang sudah dikenal umum antara lain Eucalyptus alba
(ampupu), E. deglupta (leda), E. grandis (hooded gum), E. platyphylla (hue),
E. saligna (sidney blue) dan E. umbellata (forest red gum). Dua jenis yang telah
dibudidayakan oleh perusahaan HTI besar adalah E. deglupta dan E. platyphylla
(Khaerudin, 1999).
Marga Eucalyptus termasuk kelompok yang berbuah kapsul dan dibagi
menjadi 7-10 marga, setiap anak dibagi lagi menjadi beberapa seksi dan seri.
Hampir semua jenis Eucalyptus beradaptasi pada iklim muson. Nama botani dari
Eucalyptus grandis adalah Eucalyptus grandis W. Hill ex Maiden (World
Agroforestry Centre, 2004).
Taksonomi dari Eucalyptus grandis sebagai berikut:
Divisi : Spermathophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledon
Ordo : Myrtales
Family : Myrtaceae
Species : Eucalyptus grandis W. Hill ex Maiden (World Agroforestry
Centre, 2004).
Ketinggian tempat yang sesuai untuk Eucalyptus berbeda-beda. Jenis hue,
leda, dan E. saligna dapat tumbuh pada ketinggian antara 0-100 mdpl. Sedangkan
untuk jenis ampupu dan E. grandis ketinggian tempat yang sesuai masing-masing
600-2.300 mdpl, dan 0-800 mdpl. Untuk tumbuh baik, Eucalyptus menghendaki
iklim yang berbeda-beda menurut jenisnya. Jenis ampupu dan hue menghendaki
daerah yang beriklim kering atau tipe iklim C, D, dan E menurut Shmidt dan
Fergusson. E. grandis dan E. saligna menghendaki iklim tipe C dan D, sedangkan
jenis leda menghendaki iklim tropika basah atau iklim tipe A (Khaerudin, 1999).
Tanaman ini bertajuk tidak rapat, tingginya bervariasi menurut jenisnya.
Jenis ampupu tingginya dapat mencapai 35 m dengan diameter 120 cm. Jenis hue
tingginya dapat mencapai 25 m dengan diameter 80 m, sedangkan jenis leda
tingginya dapat mencapai 40 m dengan diameter 125 cm (Khaerudin, 1999).
Tanaman Eucalyptus pada umumnya berupa pohon kecil hingga besar,
tingginya 60-87 m. Batang utamanya berbentuk lurus, dengan diameter hingga
200 cm. Permukaan papan licin, berserat, bercak luka yang mengelupas. Daun
muda dan daun dewasa sifatnya berbeda, daun dewasanya umumnya berseling
kadang-kadang berhadapan, tunggal, tulang tengah jelas, pertulangan sekunder
menyirip atau sejajar, berbau halus bila diremas. Perbungaan berbentuk payung
yang rapat kadang-kadang berupa malai rata di ujung ranting. Buah berbentuk
kapsul, kering dan berdinding tipis. Biji berwarna coklat dan hitam
Kulit Kayu
Kulit kayu merupakan jaringan batang pohon yang paling penting kedua.
Kulit kayu merupakan sekitar 10-20% dari batang tergantung pada spesies dan
kondisi pertumbuhan. Melihat pohon secara keseluruhan bagian kulit yang paling
tinggi adalah pada cabang dengan nilai 20-35%. Kulit bagian tunggul dan akar
juga lebih tinggi dari batang (Fengel dan Wegener, 1995).
Menurut Sjőstrőm (1998), kulit merupakan lapisan luar kambium yang
mengelilingi batang, cabang, dan akar, yang jumlahnya sekitar 10-15% dari berat
pohon. Kayu yang telah dikuliti biasanya digunakan untuk pulp dan bahkan
jumlah kecil sisa kulit dapat berpengaruh buruk terhadap kualitas pulp. Hasil
limbah kulit biasanya dibakar untuk memperoleh panas. Walaupun studi ekstensif
telah dilakukan, hanya sebagian kecil kulit digunakan saat sekarang sebagai bahan
dasar untuk memproduksi bahan-bahan kimia.
Menurut Dumanauw (1990), kulit terdapat pada bagian terluar dari akar,
batang, cabang dan ranting. Kulit terbagi dua yaitu:
Kulit bagian luar yang mati, mempunyai ketebalan yang bervariasi menurut
jenis pohon.
Kulit bagian dalam yang bersifat hidup dan tipis.
Kulit berfungsi sebagai pelindung-pelindung bagian yang terdalam
terhadap kemungkinan pengaruh dari luar yang bersifat merusak, misalnya iklim,
serangan serangga, hama, kebakaran serta perusak-perusak kayu lainnya. Selain
itu kulit berfungsi sebagai jalan bahan makanan dari daun ke bagian-bagian
Kulit menurut Sjőstrőm (1998), tersusun atas beberapa tipe sel dan
strukturnya kompleks bila dibandingkan dengan kayu. Disamping variasi yang
terdapat di dalam spesies yang sama, tergantung pada faktor-faktor seperti umur
dan kondisi pertumbuhan pohon, setiap spesies ditandai oleh ciri-ciri spesifik dari
struktur kulitnya.
Kimia Kulit Kayu
Komposisi kimia kulit sangat kompleks, bervariasi di antara berbagai
spesies dan juga tergantung pada unsur-unsur morfologi yang bersangkutan.
Banyak konstituen yang terdapat dalam kulit, meskipun komposisinya berbeda.
Kekhasan kulit adalah tingginya kandungan konstituen-konstituen tertentu
(ekstraktif) yang dapat larut seperti pektin dan senyawa-senyawa fenol maupun
suberin. Kandungan mineral dalam kulit juga jauh lebih tinggi daripada dalam
kayu (Sjőstrőm, 1998).
Secara kasar kulit dapat dibagi menjadi bagian-bagian sebagai berikut:
serabut-serabut, sel-sel gabus dan bahan yang halus termasuk sel-sel parenkim.
Secara kimia bagian serabut mirip dengan serabut-serabut kayu dan terdiri atas
selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Dua bagian lain yang mengandung jumlah
besar ekstraktif. Dinding-dinding sel gabus dipenuhi dengan suberin, sedangkan
polifenol-polifenol terpusat pada bagian yang halus (Sjőstrőm, 1998).
Ekstraktif Kulit Kayu
Secara kasar ekstraktif-ekstraktif kulit dapat dibagi menjadi
konstituen-konstituen lipofil dan hidrofil, meskipun kelompok-kelompok ini tidak
hidrofil biasanya tinggi dalam kulit dibandingkan dalam kayu dan bervariasi
dalam batas-batas yang besar di antara spesies-spesies yang berbeda, sekitar
20-40% berat kering kulit. Ekstraktif-ekstraktif ini meliputi suatu kelompok senyawa
yang sangat heterogen beberapa diantaranya adalah khas kulit tetapi jarang
terdapat dalam xylem (Sjőstrőm, 1998).
Kandungan ekstraktif dalam kulit lebih tinggi daripada dalam kayu. Ia
tidak hanya tergantung pada spesies tetapi juga pada pelarut yang digunakan.
Keanekaragaman senyawa yang dapat diekstraksi biasanya membutuhkan
serangkaian ekstraksi, yang biasanya memberikan ciri awal komposisinya. Variasi
komposisi ini dapat sangat besar bahkan di dalam kayu satu genus
(Fengel dan Wegener, 1995).
Keawetan alami merupakan ketahanan kayu terhadap serangan dari
unsur-unsur perusak kayu dari luar, seperti: jamur, rayap, bubuk, cacing laut, dan
makhluk lainnya yang diukur dengan jangka waktu tahunan. Keawetan kayu
tersebut disebabkan oleh adanya suatu zat di dalam kayu, yaitu zat ekstraktif yang
merupakan sebagai unsur racun bagi perusak-perusak kayu, sehingga perusak
tersebut tidak sampai masuk dan tinggal di dalamnya serta merusak kayu. Zat
ekstraktif tersebut terbentuk pada saat kayu gubal berubah menjadi kayu teras
sehingga pada umumnya kayu teras lebih awet dari kayu gubal
(Dumanauw, 1990).
Menurut Duljapar (2001), keawetan alami kayu merupakan suatu
ketahanan kayu secara alamiah terhadap serangan jamur dan serangga dalm
diperoleh melalui serangkaian uji coba yang kemudian diperoleh pembagian
kelas-kalas awet kayu.
Hunt dan Garrat (1986) menyatakan bahwa keawetan kayu atau ketahanan
alami kayu merupakan sifat yang sangat berbeda-beda. Faktor-faktor yang
menyebabkan perbedaan dalam keawetannya cukup banyak dan
bermacam-macam, beberapa di antaranya disebabkan oleh kondisi dalam kayu itu sendiri,
sedang lainnya oleh keadaan lingkungan. Jenis cendawan yang menyerang kayu
juga merupakan faktor penting terhadap tingkat kerusakan kayu.
Zat Ekstraktif
Beranekaragam komponen kayu, meskipun biasanya merupakan bagian
kecil, larut dalam pelarut-pelarut organik netral atau air. Mereka disebut
ekstraktif. Ekstraktif terdiri atas jumlah yang sangat besar dari senyawa-senyawa
tunggal tipe lipofil maupun hidrofil. Ekstraktif dapat dipandang sebagai
konstituen kayu yang tidak sruktural, hampir seluruhnya terbentuk dari
senyawa-senyawa ekstraseluler dan berat molekul rendah. Tipe konstituen yang mirip
disebut eksudat, yang dibentuk oleh pohon melalui metabolisme sekunder setelah
kerusakan mekanik atau penyerangan oleh serangga atau jamur. Meskipun ada
kesamaan terdapatnya ekstraktif kayu di dalam famili, ada perbedaan-perbedaan
yang jelas dalam komposisi bahkan di antara spesies-spesies kayu yang sangat
dekat (Sjőstrőm, 1998).
Istilah ekstraktif kayu meliputi sejumlah senyawa yang berbeda yang dapat
diekstraksi dari kayu dengan menggunakan pelarut poler dan non-poler. Dalam
arti yang sempit ekstraktif merupakan senyawa-senyawa yang larut dalam pelarut
Tetapi senyawa-senyawa karbohidrat dan anorganik yang larut dalam air juga
termasuk dalam senyawa yang dapat diekstraksi (Fengel dan Wegener, 1995).
Bagian yang larut dalam pelarut organik jumlahnya hanya beberapa persen
dalam kayu pohon yang berasal dari daerah sedang tetapi konsentrasinya dapat
menjadi jauh lebih tinggi dalam bagian tertentu, misal dalam pangkal batang, kayu
teras, akar, bagian luka. Jumlah ekstraktif relatif tinggi diperoleh dalam kayu
tropika dan sub tropika tertentu (Fengel dan Wegener, 1995).
Menurut Lange (1995), selain selulosa, hemiselulosa dan lignin,
komponen kimia lainnya yang terdapat dalam kayu adalah substansi yang biasa
disebut dengan zat ekstraktif. Zat ekstraktif biasanya berada di dalam pori-pori
dan dinding sel tanaman berkayu dalam jumlah yang sedikit. Zat ekstraktif
tersebut tidak semuanya bisa larut dalam pelarut kimia, hal ini disebabkan karena
adanya struktur lain dalam zat ekstraktif tersebut seperti mineral atau getah yang
mempunyai derajat kondensasi yang tinggi. Zat ekstraktif yang umumnya
mempunyai gugus alkohol dan berikatan dengan lignin, kadang kala dapat
diekstraksi dengan pelarut netral.
Ekstraktif-ekstraktif menempati tempat-tempat morfologi tertentu dalam
struktur kayu. Sebagai contoh: asam-asam resin terdapat dalam saluran resin,
sedangkan lemak dan lilin terdapat dalam sel parenkim jari-jari.
Ekstraktif-ekstraktif fenol terdapat terutama dalam kayu teras dan dalam kulit
(Sjőstrőm,1998).
Pada umumnya kadar zat ekstraktif tidak dipengaruhi oleh tingginya
batang. Tetapi kayu dari cabang menunjukkan kadar zat ekstraktif yang umumnya
zat ekstraktif yang paling tinggi. Dalam hal ini misalnya pada tumbuhan pinus
(Simatupang, 1988).
Menurut Achmadi (1990), zat ekstraktif berwarna atau tidak, dapat
mempengaruhi keefektifan kayu atau proses pengolahan, seperti pengecatan,
pengawetan, perekatan dan pembuatan komposit kayu/ polimer. Soenardi (1976),
menyatakan bahwa zat ekstraktif merupakan hal yang perlu dipertimbangkan di
dalam pengolahan kayu, misalnya pada industri kayu lapis, papan serat dan papan
partikel. Hal ini disebabkan karena zat ekstraktif seringkali mengganggu proses
perekatan. Pengaruh yang paling nyata pada kayu adalah mempengaruhi sifat
keawetan kayu dan berat jenis kayu itu sendiri. Menurut Simatupang (1988)
Selain membawa pengaruh positif seperti yang telah disebutkan di atas, zat
ekstraktif pada kayu juga menimbulkan pengaruh negatif yaitu dapat
mempengaruhi proses perekatan (menghambat penetrasi bahan perekat ke dalam
kayu) dapat mempengaruhi kesehatan manusia (keracunan, alergi serta kanker
pada bagian hidung dan tenggorokan).
Ekstraktif tidak hanya penting untuk mengerti taksonomi dan biokimia
pohon-pohon, tetapi penting juga bila dikaitkan dengan aspek-aspek teknologi.
Ekstraktif merupakan bahan dasar yang berharga untuk pembuatan bahan kimia
organik dan memainkan peranan penting dalam proses pembuatan pulp dan kertas
(Sjőstrőm, 1998).
Menurut Achmadi (1990), umumnya ekstraktif berada dalam sel paremkim
jari-jari yang berhubungan dengan pembuluh. Selain resin ada juga lemak, lilin
dan sterol, yang susunan beragam dan mengelompokkan zat ekstraktif menjadi
fraksi lipofilik adalah: lemak, waxes, terpene, terpenoid dan alkohol alifatik
tinggi. Cara pemisahannya dapat dilakukan dengan pelarut non polar, seperti etil
eter atau diklorometana. Sedangkan fraksi hidrofilik meliputi senyawa fenolik
(tanin, lignin, stilbena), karbohidrat terlarut, protein, vitamin, dan garam
anorganik. Bahan jenis kayu yang mempunyai kadar resin tinggi, misalnya resin
(damar) yang banyak terdapat pada famili Dipterocarpaceae. Resin ini berfungsi
patologis (melindungi terhadap kerusakan, terdapat pada saluran resin) dan fungsi
fisiologis (sebagai cadangan energi, terdapat dalam sel jari-jari dan sering
ditemukan pada daun).
Zat ekstraktif yang bersifat racun memberikan karakteristik terhadap
pelapukan pada kayu. Hal ini dibuktikan bahwa ekstrak dari kayu teras lebih
bersifat racun dari pada bagian kayu gubal pada pohon yang sama dan ketahanan
terhadap pelapukan kayu teras akan berkurang jika diekstraksi dengan air panas
atau dengan pelarut organik (Syafe’i, 1987). Sedangkan menurut Nicholas (1987),
menyatakan bahwa zat-zat ekstraktif yang dikenal menghambat pelapukan adalah
senyawa-senyawa fenolik, dengan keefektifan yang ditemukan oleh macam dan
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan,
Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, dan
dilaksanakan pada bulan Maret s/d Juli Tahun 2007.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Serbuk kulit
kayu Eucalyptus grandis, air panas, air dingin, NaOH(1%), alkohol (96 %) dan
asam asetat (10 %). Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: blender,
untuk menghaluskan serbuk, saringan dengan ukuran 40-60 mesh, batang
pengaduk, labu erlenmeyer, water bath, timbangan, oven, alat tulis, gelas piala,
parang, kantong plastik, hot plate, kertas lakmus, aluminium foil dan kertas
saring.
Metode Penelitian
Kulit kayu Eucalyptus grandis diperoleh dari HTI PT. Toba Pulp Lestari,
sektor Tele, Kabupaten Toba Samosir, Propinsi Sumatera Utara. Kayu ini diambil
dari pohon yang telah berumur 4 dan 8 tahun yang mempunyai diameter ±10 cm
dan ±20 cm masing-masing sebanyak 3 pohon. Setelah pohon ditebang diambil 3
bagian yaitu bagian pangkal, tengah dan ujung. Kemudian batang tersebut dikupas
dengan parang . Kulit kayu tersebut dicacah dengan parang untuk memudahkan
proses penghalusan kulit, setelah itu kulit tersebut diblender sampai halus dengan
Sebelum dianalisis, serbuk kayu ditimbang untuk mengetahui berat serbuk
awal (gr), kemudian dilakukan prosedur pengukuran kadar air (KA) sebagai
berikut:
- Menimbang botol timbang yang kering dan bersih, kemudian diisi dengan
serbuk kayu sebanyak 2 gr lalu dikeringkan dalam oven pada suhu
103±2°C.
- Setelah 2 jam diambil dan didinginkan dalam desikator (±15 menit) lalu
ditimbang
- Pengeringan dan penimbangan dilakukan lagi hingga beratnya konstan.
- Perhitungan untuk mencari kadar air (KA) adalah:
KA= Berat awal – Berat kering oven (g) x 100% Berat kering oven (g)
Setelah dilakukan pengukuran nilai KA maka selanjutnya dilakukan
analisis kandungan zat ekstraktif, baik yang larut dalam air dingin, air panas,
alkohol 96% dan NaOH 1% dengan 3 kali ulangan. Analisis kimia yang
dilaksanakan dalam penelitian ini semuanya menggunakan Standar TAPPI
(Technical Association of the Pulp and Paper Industri) (Anonim,1961 dalam
Batubara, 2006) yang meliputi:
1. Air dingin
• 2 gram serbuk kayu kering udara dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan
ditambahkan 200 ml aquades.
• Ekstraksi dilakukan ±48 jam dengan suhu 23±2˚C, kemudian diaduk dengan
• Selanjutnya serbuk disaring dengan kertas saring yang steril, lalu serbuk
dicuci dengan 200 ml aquades.
• Kemudian dimasukkan ke dalam oven yang bersuhu 103 ± 2˚C selama 24
jam lalu didinginkan dalam desikator (±15 menit) dan ditimbang.
Pengeringan dan penimbangan dilakukan hingga didapat berat yang
konstan.
2. Air panas
• 2 gram serbuk kayu kering udara dimasukkan ke dalam erlenmeyer
300 ml.
• Kemudian tambahkan 200 ml aquades panas dan dimasukkan dalam water
bath yang airnya telah mendidih selama 3 jam, permukaan air pada water
bath harus selalu di atas permukaan air yang ada di dalam erlenmeyer.
• Pada periode tertentu yang konstan, campuran tersebut harus diaduk
perlahan-lahan.
• Isi erlenmeyer dipindahkan ke dalam gelas pori yang bersih dan kering
serta telah diketahui beratnya. Selanjutnya dibilas dengan 200 ml aquades
panas dan diovenkan dengan suhu 103±2˚C selama 24 jam. Didinginkan
dalam desikator ±15 menit, kemudian ditimbang.
• Pengeringan dan penimbangan dilakukan hingga didapat berat yang
konstan.
3. NaOH 1%
• 2 gram serbuk kayu kering udara dimasukkan ke dalam erlenmeyer
• Selanjutnya ditambahkan 200 ml larutan NaOH 1% dan dimasukkan ke
dalam water bath yang airnya telah mendidih selama 1 jam. Permukaan
air water bath harus selalu di atas air di dalam gelas piala.
• Isi gelas piala dipindahkan ke dalam gelas pori yang bersih dan kering
serta diketahui beratnya, kemudian dibilas dengan aquades panas ±100 ml
dan asam asetat 10% sebanyak 25 ml. Selanjutnya ditambahkan lagi 25 ml
asam asetat 10% dan terakhir dibilas dengan aquades panas sampai bebas
asam (dicek dengan kertas lakmus).
• Lalu dimasukkan dalam oven bersuhu 105±3˚C selama 24 jam.
• Didinginkan dalam desikator ±15 menit, kemudian ditimbang.
• Pengeringan dan penimbangan dilakukan hingga didapat berat yang
konstan.
4. Alkohol 96%
• Serbuk kayu kering udara sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 300 ml lalu diekstraksi dengan 200 ml larutan alkohol 96%
selama 4-6 jam.
• Setelah diekstraksi, disaring dengan gelas saring yang bersih dan diketahui
beratnya.
• Dibilas dengan aquades panas dan alkohol sampai bersih, kemudian
dibilas lagi dengan aquades panas dan dimasukkan ke dalam oven dengan
suhu 103±2°C selama 24 jam.
• Didinginkan dalam desikator ±15 menit, kemudian ditimbang.
• Pengeringan dan penimbangan dilakukan hingga didapat berat yang
Setelah semua prosedur di atas dilaksanakan, maka dapat dicari besarnya
kandungan zat ekstraktif yang larut dalam air dingin, air panas, alkohol 96% dan
NaOH 1% dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Ekstraktif (%) = Ba – Bo
x 100% Ba
Dimana : Ba = Berat serbuk mula-mula (g)
Bo = Berat serbuk kering oven setelah ekstraksi (g)
Analisa Data
Rancangan statistik yang digunakan adalah percobaan faktorial dengan
menggunakan dua faktorial, yaitu faktor letak ketinggian kulit dalam batang yaitu
pangkal (A1), tengah (A2) dan ujung (A3), faktor umur pohon yaitu 4 tahun (B1)
dan 8 tahun (B2). Sehingga pola rancangan faktorialnya adalah 3x2 dengan 3 kali
ulangan. Model matematiknya adalah sebagai berikut:
Yijk = μ + Ai + Bj + ABij + ε(ijk)
Dimana :
Yijk : peubah respon karena pengaruh bersama bagian kulit ke-i, umur ke-j,
ulangan ke-k.
μ : rata-rata yang sebenarnya (berharga konstan).
Ai : efek sebenarnya dari bagian kulit ke-i.
Bj : efek sebenarnya dari umur ke-j .
ABij : efek sebenarnya dari interaksi antara bagian kulit ke-i dengan umur
εk(ij) : efek sebenarnya daripada pengaruh bersama bagian kulit ke-i , umur ke-j,
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rataan kadar air kulit kayu
Eucalyptus grandis umur 4 tahun berkisar antara 11,11 % sampai dengan 13,28 %
dengan rata-rata 11,83%. Umur 8 tahun berkisar antara 13,28 % sampai dengan
15,46% dengan rata-rata 14,73% dan nilai rata-rata keseluruhannya adalah
13,28% seperti yang terlihat pada Tabel 1, dengan rincian selengkapnya disajikan
pada Lampiran 1.
Tabel 1. Rataan kadar air kulit kayu Eucalyptus grandis (%).
Umur pohon Letak kulit Rataan
pangkal tengah ujung
4 13,28±3,77 11,11±0,00 11,11±0,00 11,83±1,25
8 13,28±3,77 15,46±3,77 15,46±3,77 14,73±1,26
Rataan 13,28 13,28 13,28 13,28
Pada Tabel 1 dapat terlihat bahwa nilai kadar air rata-rata kulit kayu
Eucalyptus grandis umur 4 tahun dan 8 tahun dalam kondisi kering udara dan
contoh yang dianalisis dengan berbagai pelarut (air dingin, air panas, NaOH 1%
dan alkohol 96%) dalam kondisi kering udara juga, karena dalam kondisi kering
udara kulit lebih mudah dianalisis dan mencegah terjadinya penambahan dan
penyusutan kadar air.
Sebelum melakukan analisis, harus diketahui terlebih dahulu kadar air
kulit kayu Eucalyptus grandis karena merupakan hal yang sangat penting. Seperti
yang diungkapkan oleh Achmadi (1990), bahwa kayu adalah bahan higroskopis,
sehingga sistem kayu-air amat penting di bidang teknologi kayu, fisika kayu, dan
karena analisis kayu bebas air menyebabkan adanya kemungkinan perubahan
selama pengeringan dan sulitnya menimbang contoh tanpa menyerap air. Karena
itu, biasanya sampel ditimbang dalam keadaan kering udara, dan kadar air
ditetapkan menggunakan sampel lain. Hasil analisis bisanya dilaporkan
berdasarkan keadaan kering mutlak. Menurut pendapat Haygreen dan Bowyer
(1989) kandungan air kulit sebanding dengan kandungan air kayu dan sering
melebihi 100% berat kering tanur. Kandungan air dihitung dengan membagi berat
air dengan berat kulit bebas air.
Penetapan kadar air pada analisis ini menggunakan metode gravimetri
yaitu pengeringan oven pada 103±2˚C sampai bobot tetap tercapai (TAPPI
Standard T12 os-75; ASTM Standard D2016-65). Dari hasil data yang diperoleh
menunjukkan bahwa kadar air kulit pohon pada setiap letak (pangkal, tengah,
ujung) pada satu pohon adalah sama yaitu dalam kondisi kering udara.
Kelarutan Dalam Air Dingin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan kelarutan zat ekstrakif kulit
kayu Eucalyptus grandis dalam pelarut air dingin berkisar antara 13,33% sampai
dengan 30,00% dengan rata-rata 20,83% seperti yang terlihat pada Tabel 2. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 2. Rataan kelarutan zat Ekstraktif kulit kayu Eucalyptus grandis (%)
dalam pelarut air dingin.
Umur pohon Letak kulit Rataan
Pangkal Tengah Ujung
4 20,00±5,00 20,00±8,66 18,33±7,63 19,44±5,85 8 23,33±10,40 30,00±14,40 13,33±2,88 22,22±8,55
Hasil analisis sidik ragam kandungan zat ekstraktif kulit kayu Eucalyptus
grandis dengan menggunakan pelarut air dingin tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata antara letak ketinggian kulit pada batang dan umur pohon
(Lampiran 3). Hal ini diduga karena sebagian kecil saja senyawa yang larut
dalam air dingin.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa rataan kandungan zat ekstraktif
pada setiap letak kulit pada batang mempunyai hasil yang berbeda, akan tetapi
data yang diperoleh tidak menunjukkan bahwa kandungan zat ekstraktif pada
bagian kulit pangkal lebih tinggi dari bagian tengah dan ujung ataupun sebaliknya.
Rataan kandungan zat ekstraktif kulit pada bagian pangkal adalah 21,66% pada
bagian tengah 25,00% dan bagian ujung 15,83% dengan rata-rata 20,83%. Data
ini menunjukkan kandungan zat ekstraktif kulit pada bagian tengah memiliki
kelarutan yang paling tinggi yaitu 25,00%.
Bahan-bahan yang larut dalam air dingin adalah glukosa, fruktosa,
sukrosa, karbohidrat, garam-garam, pektin, zat warna dan enzim-enzim tertentu.
Hal yang sama dikemukakan pula oleh Achmadi (1990) bahwa komponen utama
yang larut air terdiri dari karbohidrat, protein, dan garam-garam anorganik.
Kelarutan Dalam Air Panas
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan kelarutan zat ekstraktif kulit
kayu Eucalyptus grandis dalam pelarut air panas berkisar antara 23,33% sampai
dengan 35,00% dengan rata-rata 29,16% seperti yang terlihat pada Tabel 3. Untuk
Tabel 3. Rataan kelarutan zat Ekstraktif kulit kayu Eucalyptus grandis (%)
dalam pelarut air panas.
Umur Pohon Letak kulit Rataan
Pangkal Tengah Ujung
4 26,66±7,63 25,00±5,00 23,33±5,70 24,99±4,40
8 33,33±5,70 35,00±13,20 31,66±11,50 33,33±10,14
Rataan 29,99 30,00 27,49 29,16
Hasil analisis sidik ragam kandungan zat ekstraktif kulit kayu Eucalyptus
grandis dengan menggunakan pelarut air panas menunjukkan perbedaan yang
nyata pada perlakuan umur pohon (Lampiran 5). Hal ini menunjukkan bahwa
perbedaan umur pohon mempunyai kandungan zat ekstraktif yang berbeda pula.
Rataan kandungan zat ekstraktif kulit pada bagian pangkal adalah 29,99%
pada bagian tengah 30,00% dan bagian ujung 27,49% dengan rata-rata 29,16%.
Hal ini menunjukkan bahwa rataan kandungan zat ekstraktif yang paling tinggi
adalah pada bagian pangkal, tengah dan semakin ke ujung semakin rendah
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa rata-rata kandungan zat ekstraktif pada
umur 8 tahun lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata kandungan zat
ekstraktif pada umur 4 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa umur pohon yang
semakin tua memiliki kandungan zat ekstraktif yang semakin tinggi pula, bahkan
lebih tinggi dari kandugan zat ekstraktif kayu.
Hal ini sesuai dengan pendapat Fengel dan Wegener (1995) yang
menyatakan bahwa kandungan ekstraktif dalam kulit lebih tinggi daripada dalam
kayu. Ia tidak hanya tergantung pada spesies tetapi juga pada pelarut yang
digunakan. Keanekaragaman senyawa yang dapat diekstraksi biasanya
membutuhkan serangkaian ekstraksi, yang biasanya memberikan ciri awal
satu genus. Biasanya, bagian-bagian yang berbeda dari pohon yang sama, yaitu,
batang, cabang, akar, kulit kayu dan tugi, berbeda banyak jumlah maupun
komposisi ekstraktifnya.
Kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin lebih sedikit dibandingkan
dengan kelarutan zat ekstraktif dalam air panas. Hal ini diduga karena dalam
kelarutan zat ekstraktif pada air panas terdapat komponen-komponen utama kayu
seperti karbohidrat, protein dan garam-garam anorganik mudah larut atau terlarut
dalam air panas dalam jumlah yang besar.
Sesuai dengan pendapat Achmadi (1990) komponen utama yang larut air
terdiri dari karbohidrat, protein, dan garam-garam organik. Dalam kasus manapun
tidak ada perbedaan yang tegas antara komponen ekstraktif yang dipisahkan
dengan pelarut berbeda. Misalnya, tanin larut dalam air panas, tetapi juga
ditemukan dalam ekstrak alkohol.
Kelarutan Dalam NaOH 1%
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan kelarutan zat ekstraktif kulit
kayu Eucalyptus grandis dalam pelarut NaOH 1% berkisar antara 43,33% sampai
dengan 50% dengan rata-rata 47,22% seperti yang terlihat pada Tabel 4. Untuk
lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 6.
Tabel 4. Rataan kelarutan zat Ekstraktif kulit kayu Eucalyptus grandis (%) dalam pelarut NaOH 1%.
Umur pohon Letak kulit Rataan
Pangkal Tengah Ujung
4 45,00±5,00 45,00±0,00 43,33±2,80 44,44±1,92
8 50,00±0,00 50,00±0,00 50,00±0,00 50,00±0,00
Hasil analisis sidik ragam kandungan zat ekstraktif kulit kayu Eucalyptus
grandis dengan menggunakan pelarut NaOH 1% menunjukkan perbedaan yang
nyata pada perlakuan umur pohon. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 7.
Rataan kandungan zat ekstraktif kulit pada setiap bagian adalah 47,50%
pada bagian pangkal, 47,50% pada bagian tengah dan 46,66% pada bagian ujung
dengan rata-rata 47,22%. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan zat ekstraktif
pada bagian pangkal dan tengah mempunyai nilai yang sama (47,50%). Namun
kandungan zat ekstraktif bagian ujung lebih rendah.
Rataan kandungan zat ekstraktif dalam pelarut NaOH 1% merupakan
yang paling tinggi, hal ini disebabkan karena zat ekstraktif yang larut dalam
NaOH berupa senyawa karbohidrat dan lignin banyak terlarut (Soenardi, 1976).
NaOH juga mampu melarutkan sebagian besar hemiselulosa khususnya rantai
cabangnya baik dari pentosa, heksosa maupun asam organik. Oleh karena itu hasil
kelarutan yang diperoleh dari pelarut NaOH 1% merupakan hasil yang paling
efektif dalam pemanfaatannya karena mempunyai kandungan zat ekstraktif yang
lebih banyak. Hal ini sesuai dengan pendapat Sjőstrőm (1998) yang menyatakan
bahwa Ekstraktif tidak hanya penting untuk mengerti taksonomi dan biokimia
pohon-pohon, tetapi penting juga bila dikaitkan dengan aspek-aspek teknologi.
Ekstraktif merupakan bahan dasar yang berharga untuk pembuatan bahan kimia
organik dan memainkan peranan penting dalam proses pembuatan pulp dan
kertas.
Banyaknya kandungan asam pada saat ekstraksi dalam pelarut NaOH
mengharuskan untuk dicuci dengan aquades panas berulang kali sampai bebas
dibandingkan dengan ekstraksi kayu, sesuai dengan pendapat Haygreen (1989)
bahwa ekstraktif terlarut kebanyakan kulit berkisar dari sedang sampai keasaman
tinggi, dengan nilai pH berkisar dari 3,5 sampai 6. Ekstrak kulit biasanya jauh
lebih asam daripada ekstrak kayu spesies yang sama. Sifat asam kulit mungkin
memerlukan sejumlah perubahan dalam metode pengolahan tempat bahan itu akan
digunakan.
Kelarutan Dalam Alkohol 96%
Data hasil penelitian yang diperoleh dapat dilihat bahwa rataan kelarutan
zat ekstraktif kulit kayu Eucalyptus grandis dalam pelarut Alkohol 96% berkisar
antara 20% sampai dengan 31,66% dengan rata-rata 24,44% seperti yang terlihat
pada Tabel 5. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 8
Tabel 5. Rataan kelarutan zat Ekstraktif kulit kayu Eucalyptus grandis (%) dalam pelarut Alkohol 96%.
Umur pohon Letak kulit Rataan
Pangkal Tengah Ujung
4 21,66±5,70 20,00±0,00 20,00±5,00 20,55±3,47
8 28,33±5,70 31,66±16,07 25,00±0,00 28,33±7,26
Rataan 24,99 25,83 22,50 24,44
Hasil analisis sidik ragam kandungan zat ekstraktif kulit kayu
Eucalyptus grandis dengan menggunakan pelarut Alkohol 96% tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata antara letak kulit pada batang dan umur
pohon . Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 9.
Rataan kandungan zat ekstraktif kulit pada setiap bagian adalah 24,99%
pada bagian pangkal, 25,83% pada bagian tengah dan 22,50% pada bagian ujung
dengan rata-rata 24,44%. Dari data tersebut dapat diketahui pada bagian tengah
Rataan kandungan zat ekstraktif kulit dalam pelarut alkohol tidak
menunjukkan bahwa letak kulit pada batang (pangkal, tengah, ujung) mempunyai
batasan yang jelas, misalnya kulit pada bagian pangkal mempunyai kadar zat
ekstraktif yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kulit bagian tengah maupun
bagian ujung. Hal ini tidak hanya terdapat pada pelarut alkohol akan tetapi hal ini
juga terdapat pada pelarut lainnya yaitu air dingin, air panas dan NaOH. Seperti
yang diungkapkan oleh Simatupang (1988) Pada umumnya kadar zat ekstraktif
tidak dipengaruhi oleh tingginya batang. Tetapi kayu dari cabang menunjukkan
kadar zat ekstraktif yang umumnya lebih rendah daripada batang dan batang yang
dekat pada akar mempunyai kadar zat ekstraktif yang paling tinggi.
Banyaknya nilai kandungan zat ekstraktif yang terdapat pada kulit
membuat perhatian banyak orang untuk memanfaatkan kulit sebagai bahan
pengawet alami ataupun dalam bentuk pemanfaatan lainnya. Apabila
dibandingkan dengan kayu, kulit lebih banyak mengandung zat ekstraktif,
ekstraksi kulit kayu meliputi berbagai pati, resin dan lilin. Hal ini sesuai dengan
pendapat Haygreen (1989) bahwa kandungan ekstraktif (berdasar atas ekstraksi
yang berurutan dengan bensen alkohol 95%, dan air panas) kulit adalah tinggi
dibandingkan dengan kayu, umumnya sebanyak 15-26%-nya untuk kulit dan
2-9% untuk kayu.
Bagian utama dari bahan kimia yang dapat diekstraksi, seperempat sampai
setengah beratnya, adalah asam tanat, suatu bahan kimia yang sering digunakan
sebagai suatu komponen lumpur pengeboran sumur untuk membantu
agen tanin dalam pengolahan kulit sepatu dan bahan tambahan penting dalam
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Kandungan zat ekstraktif kulit kayu Eucalyptus grandis dipengaruhi
secara nyata oleh umur pohon yaitu pada pelarut air panas dan NaOH 1%,
namun tidak dipengaruhi oleh letak ketinggian kulit pada batang. Semakin
tua umur pohon maka kandungan zat ekstraktifnya juga meningkat.
2. Perbedaan letak ketinggian kulit pada batang (pangkal, tengah dan ujung)
tidak mempengaruhi kandungan zat ekstraktif kulit kayu Eucalyptus
grandis.
3. Kelarutan zat ekstraktif kulit kayu Eucalyptus grandis dalam pelarut air
dingin berkisar antara 10% sampai dengan 45% dengan rata-rata 20,83%;
pelarut air panas berkisar antara 10% sampai dengan 50% dengan rata-rata
28,33%; pelarut NaOH 1% berkisar antara 40% sampai dengan 50%
dengan rata-rata 47,22%; dan pelarut Alkohol 96% berkisar antara 15%
sampai dengan 50% dengan rata-rata 24,44%.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, zat ekstraktif kulit kayu Eucalyptus grandis
dengan pelarut NaOH 1% mempunyai rata-rata kelarutan yang paling tinggi
sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menambah konsentrasi
pelarut untuk melihat pengaruh perbedaan konsentrasi pelarut terhadap hasil
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, S. S. 1990. Kimia Kayu. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor.
Anonim, 1961. Technical Association of The Pulp and Papper Industry (TAPPI) s.60. Lexington Avenol, New York.
Bappenas, 2004
[20 November 2007]
Batubara, R. 2006. Bahan Ajar Praktikum Kimia Kayu. Universitas sumatera Utara. Medan.
Departemen Kehutanan Indonesia, 2006.
Duljapar. K. 2001. Pengawetan Kayu . Penebar Swadaya. Jakarta.
Dumanauw, F. J. 1990. Mengenal Kayu. Penerbit Kanisius. Semarang.
Fengel, D and G. Wegener. 1995. Kayu, Ultrastruktur, Reaksi-Reaksi (Terjemahan) Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Frick,H. dan Moediartianto. 2001. Ilmu Konstruksi Bangunan Kayu. Kanisius. Soegijapranata University Press. Jakarta.
Gomez, K. A. dan Arturo. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistika Untuk Penelitian Pertanian. Edisi Kedua. UI Press. Jakarta.
Haygreen, J.G. dan Jim L. Bowyer, 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu: Suatu Pengantar(terjemahan Sutjipto A.H.). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Hunt, G. M. and A.G.Garrat. 1986. Pengawetan Kayu. Terjemahan oleh M.Yusuf
dan Soenardi P. Academica Pressindo. Jakarta.
Khaerudin. 1999. Pembibitan Tanaman HTI. Penebar Swadaya. Jakarta.
Lange, W. 1995. Die Chemie der Akzessorichen Bestabdteile des Holzes. Universitas Hamburg. Hamburg. Jerman.
Nicholas, D. D. 1987. Kemunduran (Deteriorasi) Kayu dan Pencegahannya dengan Perlakuan Pengawetan. Jilid I. Degradasi dan Proteksi Kayu. Terjemahan. Airlangga University Press.
Simatupang, M. H, 1998. Bahan Ekstraktif Kayu, Kimia dan Pengaruhnya Pada Sifat-Sifat Kayu. Dosen Tamu pada Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman. Samarinda.
Sjőstrőm, E. 1998. Kimia Kayu. Dasar-Dasar dan Penggunaan. Edisi kedua.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Soenardi. 1976. Sifat-Sifat Kimia Kayu. Yayasan Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Srihardiono, U. N. 2005. Hutan Tanaman Industri: Skenario Masa Depan Kehutanan Indonesia. PT. Musi Hutan Persada. Wana Aksara. Tangerang.
Sutisna, U. dan P. Titi. 1998. Pedoman Pengenalan Pohon Indonesia. Yayasan Prosea. Bogor.
Syafi’i, W. 1987. Samijima of Ulin Wood (Eusideroxylon zwagery T. Et B). Buletin of theTokyo University. Tokyo. No. 77 September 1987.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kadar air kulit kayu Eucalyptus grandis (%)
Umur 4 thn
Lampiran 2. Kelarutan zat ekstraktif dalam pelarut air dingin (%)
Umur Posisi Rataan
Lampiran 3. Analisis sidik ragam kandungan zat ekstraktif kulit kayu Eucalyptus
grandis dengan menggunakan pelarut air dingin.
Lampiran 4. Kelarutan zat ekstraktif dalam pelarut air panas (%)
Lampiran 5. Analisis sidik ragam kandungan zat ekstraktif kulit kayu Eucalyptus
Grandis dengan menggunakan pelarut air panas.
Sk db JK KT F hit F tabel 5 %
Lampiran 6. Kelarutan zat ekstraktif dalam pelarut NaOH 1% (%)
Lampiran 7. Analisis sidik ragam kandungan zat ekstraktif kulit kayu Eucalyptus
Grandis dengan menggunakan pelarut NaOH 1%.
SK db JK KT F hit F tabel 5%
Lampiran 8. Kelarutan zat ekstraktif dalam pelarut alkohol 96% (%)
Umur Posisi Rataan
Lampiran 9. Analisis sidik ragam kandungan zat ekstraktif kulit kayu Eucalyptus
Grandis dengan menggunakan pelarut alkohol 96%.