KAJIAN BEBERAPA SIFAT DASAR KAYU
EKALIPTUS (Eucalyptus grandis) UMUR 5 TAHUN
SKRIPSI
FRANS JANUARI HUTAGALUNG 051203045
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVESITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Kajian Beberapa Sifat Dasar Kayu Ekaliptus (Eucalyptus
grandis) Umur 5 tahun
Nama : Frans Januari Hutagalung
NIM : 051203045 Departemen : Kehutanan
Program Studi : Teknologi Hasil Hutan
Disetujui oleh, Komisi Dosen Pembimbing
Ridwanti Batubara, S.Hut, MP
Ketua Anggota
Evalina Herawati, S.Hut, M.Si
Diketahui
Ketua Departemen
ABSTRACT
This study aimed to evaluate the nature of anatomical, physical, and mechanical eucalyptus wood (Eucalyptus grandis), age 5 years vertically and horizontally. The nature of eucalyptus wood anatomy shows that shaped pores solitary and multiple 2-3, eucalyptus stems reddish brown wood, eucalyptus wood looks dull and the direction of the fiber straight to wavy. Eucalyptus wood fiber
length average 1103.53 μ, fiber diameter 282.4 μ, lumen diameter 188 μ, and fiber
wall thickness 47.2 μ. The physical properties of eucalyptus wood specific gravity is from 0.52 to 0.69 including strong class II-III can be used as building material. Moisture content wet eucalyptus logs ranged from 44.43 to 93.96%, and air dry moisture content ranged from 13.24 to 15.98%. Wet shrinkage in the value of the average radial field of 3.68%, the tangential field average 4.23%, and the average longitudinal field of 1.14%. Air dry shrinkage value in the field of radial average 1.94%, the tangential field average of 2.62%, and the average longitudinal field of 0.63%. Mechanical properties of wood eucalyptus seen from the MOE and MOR wood eucalyptus including strong class II-III.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi sifat anatomi, fisis, dan mekanis batang kayu ekaliptus (Eucalyptus grandis) umur 5 tahun secara vertikal dan horizontal. Sifat anatomi batang kayu ekaliptus didapat bahwa pori-porinya berbentuk soliter dan berganda 2-3, batang kayu ekaliptus berwarna coklat kemerahan, batang kayu ekaliptus tampak kusam dan arah seratnya lurus hingga berombak. Panjang serat batang kayu ekaliptus rata-rata 1103,53 µ, diameter serat 282,4 µ, diameter lumen 188 µ, tebal dinding serat 47,2 µ. Sifat fisis dari berat jenis batang kayu ekaliptus adalah 0,52-0,69 termasuk kelas kuat II-III jadi dapat digunakan sebagai bahan bangunan. Kadar air basah batang kayu ekaliptus berkisar 44,43–93,96%, dan kadar air kering udara berkisar 13,24– 15,98%. Nilai susut basah pada bidang radial rata-rata 3,68%, bidang tangensial rata-rata 4,23%, dan bidang longitudinal rata-rata 1,14%. Nilai susut kering udara pada bidang radial rata-rata 1,94%, bidang tangensial rata-rata 2,62%, dan bidang longitudinal rata-rata 0,63%. Sifat mekanis batang kayu ekaliptus dilihat dari nilai MOE dan MOR batang kayu ekaliptus termasuk kelas kuat II-III.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tambunan L. Pea Balige pada 01 Januari 1987 dari
ayah Alm S. Hutagalung dan ibu K. Nainggolan. Penulis merupakan anak ketujuh
dari tujuh saudara.
Pendidikan formal yang ditempuh selama ini :
1. Pendidikan Dasar di SDN III Tambunan, lulus tahun 1999
2. Pendidikan Lanjutan di SLTP Swasta Budi Dharma Balige, lulus tahun 2002
3. Pendidikan Menengah di SMA Swasta BTB, lulus tahun 2005
4. Tahun 2005 diterima pada Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen
Kehutanan Universitas Sumatera Utara.
Penulis pernah melakukan Praktik Pengenalan Pengolahan Hutan (P3H)
pada 2 lokasi berbeda yaitu di hutan mangrove Batubara dan hutan pegunungan
Lau Kawar. Selain itu penulis juga pernah melaksanakan Praktik Kerja Lapangan
(PKL) di Perhutani Unit III Jawa Barat dan akhir kuliah penulis melaksanakan
penelitian dengan judul Kajian Beberapa Sifat Dasar Kayu Ekaliptus
(Eucalyptus grandis) Umur 6 Tahun untuk memperoleh gelar Sarjana
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktu yang telah ditentukan. Adapun judul
dari penelitian ini adalah Kajian Beberapa Sifat Dasar Kayu Ekaliptus (Eucalyptus
grandis) Umur 5 Tahun.
Dalam penyusunan skripsi ini telah melibatkan banyak pihak sehingga
memberi kesan yang berarti di hati penulis. Oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Ayahanda tercinta Alm S. Hutagalung yang selama hidupnya telah banyak
memberikan arti kehidupan, semangat, kasih sayang kepada penulis.
2. Ibunda tercinta K. Nainggo lan yang telah membimbing penulis selama ini
dan memberikan semangat, dorongan baik secara material dan spiritual.
3. Kakanda Norma Hutagalung, Mindo Hutagalung, Dyan Hutagalung dan
Mei Vantri yang telah menjadi motivasi penulis untuk segera
menyelesaikan pendidikan S-1 penulis.
4. Ibu Ridwanti Batubara, S.Hut, MP dan Ibu Evalina Herawati, S.Hut, M.Si
selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bantuan serta
masukan yang sangat bermanfaat selama penulis menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi ini.
5. Teman-teman Teknologi Hasil Hutan 05 terima kasih atas bantuannya dan
Penulis menyadari dalam pembuatan penulisan skripsi ini masih terdapat
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengucapkan maaf apabila terdapat
kekurangan dalam hal penulisan ataupun dalam hal lainnya.
Akhir kata penulis mengharapkan skripsi ini bermanfaat dan terima kasih.
Medan, Desember 2010
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 2
Manfaat Penelitian... 3
Hipotesis Penelitian ... 3
TINJUAN PUSTAKA Ekaliptus ... 4
Sifat Umum Kayu ... 6
Sifat Anatomi Kayu ... 9
Sifat Fisis Kayu ... 10
Sifat Mekanis Kayu ... 14
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 16
Alat dan Bahan ... 16
Prosedur Penelitian ... 17
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Panjang Serat ... 8
2. Klasifikasi Diameter Serat ... 8
3. Kelas Kekuatan Kayu ... 15
4. Ciri Umum Kayu Ekaliptus ... 27
5. Nilai Rataan Dimensi Serat Kayu Ekaliptus ... 30
6. Nilai Rataan Kadar Air, Kerapatan dan Penyusutan Kayu Ekaliptus ... 38
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Pengambilan Kayu Berdasarkan Ketinggian Pohon ... 17
2. Pembagian Kayu Berdasarkan Variasi Kedalaman ... 18
3. Contoh Uji Untuk Pengujian Sifat Anatomi Kayu ... 19
4. Proses Maserasi ... 21
5. Contoh Uji Untuk Pengujian Sifat Fisis Kayu ... 21
6. Contoh Uji Untuk Pengujian Sifat Mekanis Kayu ... 24
7. Cara Pengujian Modulus Patah dan Modulus Elastisitas ... 25
8. Perbedaan Warna Dari Bagian Batang Kayu Ekaliptus ... 27
9. Pesebaran Pori-Pori Batang Kayu Ekaliptus (Perbesaran 10x) ... 29
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Dimensi Serat Bagian Pangkal ... 45
2. Dimensi Serat Bagian Tengah ... 51
3. Dimensi Serat Bagian Ujung ... 52
4. Analisis Keragaman Kadar Air Basah Kayu Ekaliptus ... 53
5. Analisis Keragaman Kadar Air Kering Udara Kayu Ekaliptus ... 55
6. Analisis Keragaman Berat Jenis Kayu Ekaliptus... 57
7. Analisis Keragaman Susut Radial Basah Kayu Ekaliptus ... 59
8. Analisis Keragaman Susut Radial Kering Udara Kayu Ekaliptus ... 61
9. Analisis Keragaman Susut Tangensial Basah Kayu Ekaliptus ... 63
10. Analisis Keragaman Susut Tangensial Kering Udara Kayu Ekaliptus ... 65
11. Analisis Keragaman Susut Longitudinal Basah Kayu Ekaliptus ... 67
12. Analisis Keragaman Susut Longitudinal Kering Udara Kayu Ekaliptus 68 13. Analisis Keragaman MOE Kayu Ekaliptus ... 69
ABSTRACT
This study aimed to evaluate the nature of anatomical, physical, and mechanical eucalyptus wood (Eucalyptus grandis), age 5 years vertically and horizontally. The nature of eucalyptus wood anatomy shows that shaped pores solitary and multiple 2-3, eucalyptus stems reddish brown wood, eucalyptus wood looks dull and the direction of the fiber straight to wavy. Eucalyptus wood fiber
length average 1103.53 μ, fiber diameter 282.4 μ, lumen diameter 188 μ, and fiber
wall thickness 47.2 μ. The physical properties of eucalyptus wood specific gravity is from 0.52 to 0.69 including strong class II-III can be used as building material. Moisture content wet eucalyptus logs ranged from 44.43 to 93.96%, and air dry moisture content ranged from 13.24 to 15.98%. Wet shrinkage in the value of the average radial field of 3.68%, the tangential field average 4.23%, and the average longitudinal field of 1.14%. Air dry shrinkage value in the field of radial average 1.94%, the tangential field average of 2.62%, and the average longitudinal field of 0.63%. Mechanical properties of wood eucalyptus seen from the MOE and MOR wood eucalyptus including strong class II-III.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi sifat anatomi, fisis, dan mekanis batang kayu ekaliptus (Eucalyptus grandis) umur 5 tahun secara vertikal dan horizontal. Sifat anatomi batang kayu ekaliptus didapat bahwa pori-porinya berbentuk soliter dan berganda 2-3, batang kayu ekaliptus berwarna coklat kemerahan, batang kayu ekaliptus tampak kusam dan arah seratnya lurus hingga berombak. Panjang serat batang kayu ekaliptus rata-rata 1103,53 µ, diameter serat 282,4 µ, diameter lumen 188 µ, tebal dinding serat 47,2 µ. Sifat fisis dari berat jenis batang kayu ekaliptus adalah 0,52-0,69 termasuk kelas kuat II-III jadi dapat digunakan sebagai bahan bangunan. Kadar air basah batang kayu ekaliptus berkisar 44,43–93,96%, dan kadar air kering udara berkisar 13,24– 15,98%. Nilai susut basah pada bidang radial rata-rata 3,68%, bidang tangensial rata-rata 4,23%, dan bidang longitudinal rata-rata 1,14%. Nilai susut kering udara pada bidang radial rata-rata 1,94%, bidang tangensial rata-rata 2,62%, dan bidang longitudinal rata-rata 0,63%. Sifat mekanis batang kayu ekaliptus dilihat dari nilai MOE dan MOR batang kayu ekaliptus termasuk kelas kuat II-III.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kayu merupakan suatu bahan baku yang memiliki manfaat yang sangat
bernilai bagi manusia, diantaranya sebagai bahan konstruksi, meubel, barang
kerajinan, kayu bakar, peralatan rumah tangga dan lainnya. Peningkatan
pemanfaatan kayu yang berasal dari hutan baik secara legal maupun ilegal,
merupakan salah satu dampak dari pertumbuhan penduduk yang semakin cepat
(Iskandar, 2001). Semakin banyak penduduk maka semakin tinggi pula
permintaan akan kayu. Melihat kondisi demikian kayu yang berasal dari hutan
alam pada saat ini tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan masyarakat.
Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh industri perkayuan saat ini
adalah tingginya kebutuhan bahan baku kayu. Tim kerja sama pendataan antara
Departemen Kehutanan dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan pada
tahun 2004 melaporkan bahwa jumlah Industri Primer Hasil Hutan Kayu
(IPHHK) mencapai 1,540 unit, dengan kebutuhan kayu diperkirakan 63,48 juta m3
pertahun (Wargadalam, 2005).
Tingginya tingkat kebutuhan kayu yang digunakan pada saat ini dan
semakin menurunnya sumber bahan baku kayu dari hutan alam di Indonesia,
maka perlu adanya suatu cara untuk mengefisienkan pemakaian kayu dengan
mencari alternatif penggantinya. Sekarang sudah banyak pemanfaatan kayu yang
nilai kekuatannya rendah sebagai bahan baku bangunan, yang sebelumnya kayu
tersebut telah diberikan perlakukan-perlakuan untuk meningkatkan kualitasnya.
Kayu ekaliptus merupakan kayu yang pada umumnya hanya digunakan
untuk bahan baku pulp saja, sedangkan pemanfaatan atas hasil kayunya masih
atau meubel. Untuk dapat dimanfaatkan dalam pengolahan kayu, maka perlu
diketahui sifat dasar ekaliptus, khususnya pada umur 5 tahun.
Kayu ekaliptus dapat dijadikan mengatasi kekurangan pasokan atau
ketersediaan kayu bundar. Karena ekaliptus termasuk tanaman fast growing
(tanaman yang cepat tumbuh). Pemanfaatan kayu ini diharapkan dapat menjadi
pengganti keberadaan kayu-kayu yang selama ini digunakan sebagai bahan baku
pembuatan konstruksi dan meubel di industri pengolahan kayu.
Berdasarkan uraian-uraian di atas penelitian mengenai kayu eukaliptus ini
diharapkan mampu bertujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan akan batang
kayu itu sendiri, dengan mengambil judul “Kajian Beberapa Sifat Dasar Kayu
Ekaliptus (Eucalyptus grandis).
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui sifat umum dan sifat anatomi kayu ekaliptus umur 5 tahun.
2. Mengetahui sifat fisis kayu ekaliptus berdasarkan variasi letak dalam
batang yang meliputi: kadar air, berat jenis dan penyusutan pada umur 5
tahun.
3. Mengetahui sifat mekanis kayu ekaliptus yang meliputi MOE (Modulus of
Elasticity) dan MOR (Modulus of Rupture) pada umur 5 tahun.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah tersedianya data mengenai sifat
dasar kayu ekaliptus yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh variasi secara
horizontal (ke arah dalam batang) dan vertikal (ketinggian batang) terhadap sifat
TINJAUAN PUSTAKA
Ekaliptus
Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut:
Division : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospoermae
Class : Dicotyledone
Ordo : Myrtiflorae
Famili : Myrtaceae
Genus : Eucalyptus
Species : Eucalyptus grandis (Ayensu, 1980).
Ekaliptus merupakan spesies terbesar ke dua di dunia yang ditanam dalam
Hutan Tanaman Industri setelah pinus. Ekaliptus merupakan tanaman eksotik
yang berasal dari Australia dan mulai ditanam di PT. Toba Pulp Lestari pada
tahun 1989 yang dulunya masih bernama PT. IIU (Indorayon Inti Utama).
Suryominoto (1997), menyatakan ekaliptus termasuk famili myrtaceae yang
banyak terdapat di Indonesia khususnya di daerah Timor. Tanaman ini
mempunyai beberapa nama daerah seperti kayu putih. Ekaliptus termasuk jenis
tanaman pohon yang ketinggiannya dapat mencapai 25 meter. Pohon ekaliptus
dapat tumbuh dengan baik di tempat-tempat yang terbuka dan kena sinar matahari
langsung baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi.
Ekaliptus termasuk jenis pohon yang cepat tumbuh, pada umur 7 tahun
sudah bisa ditebang untuk dijadikan bahan baku pulp dan kertas. Riap volume
tegakan tersebut (degree of stocking), jenis, dan kesuburan tanah (Karyaatmadja,
2000).
Ekaliptus termasuk famili myrtaceae dan merupakan tumbuhan yang
endemik di Indonesia khusunya di daerah Timor. Memiliki batang yang lurus,
kayu berwarna putih sebagian ataupun seluruh batangnya. Pada tegakan alami
ketinggian pohon mencapai 50-60 m dengan diameter batang 200 cm (Ayensu,
1980).
Tanaman ekaliptus pada umumnya berupa pohon kecil hingga besar.
Batang utamanya berbentuk lurus, dengan diameter hingga 200 cm. Permukaan
papan licin, berserat, bercak luka yang mengelupas. Daun berseling
kadang-kadang berhadapan, tunggal, tulang tengah jelas, pertulangan sekunder menyirip
atau sejajar, berbau bila diremas. Bunga berbentuk payung yang rapat
kadang-kadang mulai rata di ujung ranting. Buah berbentuk kapsul, kering dan berdinding
tipis, biji berwarna coklat dan hitam (Sutisna dkk. 1998).
Sifat Umum Kayu
Warna Kayu
Warna kayu disebabkan adanya zat ekstraktif pada kayu. Warna kayu
sangat bervariasi, perbedaan warna kayu tidak terjadi pada jenis kayu yang
berbeda saja, tetapi perbedaan warna juga terjadi dalam jenis kayu yang sama,
bahkan dapat terjadi pada sebatang kayu (Mandang dan Pandit, 1997).
Warna dari suatu jenis kayu dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut :
1. Tempat di dalam batang
3. Kelembaban udara dan penyingkapan.
Kayu yang berasal dari pohon yang lebih tua dapat mempunyai warna yang
lebih tua (lebih gelap) bila dibandingkan dengan bagian kayu yang berasal dari
pohon yang lebih muda dari jenis yang sama. Kayu yang kering berbeda warnanya
bila dibandingkan dengan warna yang basah. Kayu yang sudah lama tersimpan di
tempat terbuka warnanya akan lebih gelap atau lebih terang dibandingkan dengan
kayu segar, ini tergantung kepada keadaan lingkungannya (cuaca, angin, cahaya
matahari, dan sebagainya) (Bowyer et al., 2003).
Kilap Kayu
Kilap kayu adalah suatu sifat kayu yang memungkinkan kayu dapat
memantulkan cahaya. Beberapa jenis kayu tampak mengkilap atau buram ini
tergantung dari tingkat karakteristik yang dimiliki kayu. Kilap kayu tergantung
dari sudut penyinaran (sudut datangnya sinar) pada permukaan kayu dan
tergantung juga dari jenis sel pada permukaan kayu tersebut (Mandang dan
Pandit, 1997).
Serat Kayu
Serat menunjukkan arah umum sel-sel kayu di dalam kayu terhadap sumbu
batang pohon. Arah serat dapat ditentukan oleh arah alur-alur yang terdapat pada
permukaan kayu. Kayu dikatakan berserat lurus, jika arah sel-sel kayunya sejajar
dengan sumbu batang. Jika arah sel-sel itu menyimpang atau membentuk sudut
terhadap sumbu panjang batang, dikatakan kayu itu berserat miring (Dumanauw,
1990).
Serat kayu dalam identifikasi kayu berarti sifat dari kayu yang
sumbu batang pohon. Arah serat ini dapat ditentukan dari arah alur-alur yang
terdapat di dalam kayu. Kayu dikatakan memiliki serat lurus (straight grain) jika
arah umum dari sel-sel panjang sejajar dengan sumbu batang. Jika arah umum dari
sel-sel pajang tadi menyimpang atau membentuk sudut dengan sumbu batang
pohon maka disebut serat miring (cross grain). Serat miring dibagi menjadi
sebagai berikut :
1. Serat terpadu (interlocked grain) : bila sebatang kayu terdiri atas
lapisan-lapisan yang secara berganti-ganti mempunyai arah serat miring ke kanan
atau ke kiri terhadap sumbu batang. Misalnya kayu rengas, kapur dan
kulim.
2. Serat berombak (wavy grain) : bila permukaan kayunya menunjukkan
serat-serat atau gambaran yang berombak. Misalnya kayu rengas dan
merbau.
3. Serat terpilin (spiral grain) : apabila serat dari batang membuat gambaran
seakan-akan mengelilingi sumbunya (puntir). Misalnya bintangur,
kasuarina.
4. Serat diagonal : serat yang terdapat pada sepotong kayu atau papan yang
digergaji sedemikian rupa sehingga tepinya tidak sejajar dengan sumbu
batang tetapi membentuk sudut. Serat diagonal ini disebabkan karena
perlakuan manusia, maksudnya karena cara penggergajian. Sedangkan
arah serat yang lain (serat terpadu, serat berombak, terpilin) disebabkan
oleh karena faktor lingkungan, seperti angin, dan sebagainya.
Tabel 1. Panjang Serat Sumber Casey (1960) dalam Panggabean (2008)
Tabel 2. Klsifikasi Diameter Serat
No Golongan Diameter serat (mm)
1 Sumber Casey (1960) dalam Panggabean (2008)
Bau dan rasa
Bau dan rasa kayu mudah hilang bila kayu itu lama tersimpan di udara
luar. Sifat bau dari kayu dapat digambarkan sesuai dengan bau yang umum
dikenal (Dumanauw, 1990).
Kekerasan
Pada umumnya kekerasan kayu berhubungan langsung dengan berat kayu.
Kayu-kayu yang keras juga termasuk kayu yang berat. Sebaliknya
kayu-kayu yang ringan adalah juga kayu-kayu yang lunak (Dumanauw, 1990).
Sifat Anatomi Kayu
Pembuluh/pori-pori
Kebanyakan kayu di Indonesia memiliki pembuluh/pori-pori yang tersebar
dan membaur. Hanya beberapa jenis saja yang diketahui mempunyai
pembuluh/pori-pori yang tersebar menurut pola tatalingkar. Ciri pori-pori ini
tatalingkar adalah pembuluh yang berdiameter besar tersusun dalam deret
konsentrik pada awal lingkar tumbuh sedangkan pembuluh yang kecil tersusun
Susunan pembuluh/pori-pori dapat dibagi 2 yaitu soliter dan berganda.
Pembuluh yang dikatakan soliter jika berdiri sendiri, dan dikatakan berganda jika
dua atau lebih pembuluh bersinggungan sedemikian rupa, sehingga dinding
singgung tampak datar (Mandang dan Pandit, 1997).
Parenkim
Di dalam kayu, parenkim merupakan jaringan yang berfungsi untuk
menyimpan serta mengatur bahan makanan cadangan. Menurut Pandit dan
Ramdan (2002), berdasarkan penyusunannya parenkim dibagi atas dua macam
yaitu:
1. Parenkim aksial, yang tersusun secara vertikal
2. Parenkim jari-jari, yang tersusun secara horizontal
Ciri parenkim yang penting untuk diidentifikasi adalah susunannya sebagaimana
dilihat pada penampang lintang kayu. Pada bagian ini, dengan bantuan lup
parenkim biasanya dapat dilihat berupa jaringan yang berwarna lebih cerah
daripada jaringan serat umumnya hampir putih dan lainnya agak coklat atau coklat
kemerahan (Mandang dan Pandit, 1997).
Serabut
Sel serabut berfungsi sebagai pemberi tenaga mekanik pada batang,
sehingga mempunyai dinding sel yang relatif tebal-tebal. Peranan sel serabut
dalam identifikasi kayu pada umumnya tidak banyak, tetapi kadang-kadang juga
dapat membantu. Serabut dibagi atas dua macam, dan pembagian ini didasarkan
1. Serabut Libiform yaitu memiliki noktah sederhana yang lebih kecil.
Serabut libriform lebih bersifat memberi kekuatan, karena diameternya
lebih kecil dan lumen selnya lebih sempit.
2. Serabut Trakeida yaitu sel serabut yang memiliki noktah halaman.
(Pandit dan Ramdan, 2002).
Sifat Fisis Kayu
Sifat fisis kayu merupakan faktor dalam dari struktur kayu yang sangat
menentukan, disamping peran lingkungan dimana kayu tersebut tumbuh.
Beberapa sifat fisis kayu yang dianggap penting antara lain: kadar air, berat jenis
kayu, dan kembang susut kayu (Dumanauw, 1990).
Kadar air
Kayu adalah bahan yang bersifat higroskopis yaitu mampu untuk
menyerap dan melepaskan air, baik dalam bentuk cairan atau uap air. Penyerapan
atau pelepasan air tergantung pada suhu dan kelembaban sekitarnya, serta jumlah
air yang ada di dalam kayu. Kadar air kayu akan berubah dengan berubahnya
kondisi udara di sekitarnya. Perubahan kadar air kayu akan berpengaruh terhadap
dimensi dan sifat-sifat kayu (Bowyer et al, 2003).
Panshin dan de Zeeuw (1980) menyatakan bahwa kadar air kayu
merupakan jumlah air yang dikandung kayu, yang dinyatakan dalam berat kering
ovennya. Jumlah air yang dikandung kayu bervariasi tergantung dari jenis kayu,
berkisar antara 40 - 200 % berat kering kayu
Kayu berasal dari pohon yang dalam pertumbuhannya memerlukan air
pohon lainnya. Pada kayu segar (baru ditebang), air terdapat di rongga sel (air
bebas) dan molekul air di dinding sel, berkaitan dengan tangan OH (Hydroxyl
group), serta uap air yang terdapat di dalam rongga sel. Hampir semua sifat kayu
atau produk kayu dipengaruhi oleh kadar air. Maka penting untuk mengetahui
keberadaan air dalam kayu, macam-macam kadar air dan kaitan keberadaannya
dengan perubahan dimensi atau sifat-sifat kayu yang terjadi (Bowyer et al, 2003).
Kerapatan
Kayu adalah bahan yang terdiri atas sel. Struktur yang terdiri dari
sel-sel yang memberikan kayu banyak sifat-sifat dan ciri-ciri yang unik yang
membedakan kayu satu dengan kayu lainnya. Berat jenis (BJ) kayu merupakan
perbandingan antara kerapatan kayu dengan kerapatan air pada suhu 4°C
(Bowyer et al, 2003).
Berat jenis atau kerapatan merupakan salah satu sifat fisik kayu yang
sangat penting, karena tinggi rendahnya berat jenis akan mempengaruhi sifat-sifat
fisik lainnya dan sifat mekanik, serta pemanfaatan kayu yang bersangkutan. Berat
jenis atau kerapatan menunjukkan rasio antar dinding sel terhadap pori-pori setiap
jenis kayu. Berat jenis kayu diterjemahkan sebagai specific gravity dimana
perhitungannya berdasarkan berat dan volume kering tanur (Soenardi, 2001).
Kerapatan kayu adalah perbandingan antara berat kayu terhadap volume
kayu tersebut. Berat jenis di dalam suatu spesies telah ditemukan bervariasi
dengan sejumlah faktor yang meliputi letaknya dalam pohon, letak dalam kisaran
spesies tersebut, kondisi tempat tumbuh, dan sumber-sumber genetik (Bowyer et
Brown et al. (1952) menyatakan bahwa berat jenis kayu bervariasi diantara
berbagai jenis pohon dan diantara pohon dari satu jenis yang sama. Variasi ini
juga terdapat pada posisi yang berada dari suatu pohon. Adanya variasi jenis kayu
tersebut disebabkan oleh perbedaan dalam jumlah zat penyusun dinding sel dan
kandungan zat ekstraktif per unit volume.
Penyusutan
Besarnya penyusutan umumnya sebanding dengan banyaknya air yang
dikeluarkan dari dinding sel. Hal ini berarti bahwa spesies dengan kerapatan
tinggi haruslah menyusut lebih banyak per persen perubahan kandungan air
daripada spesies dengan kerapatan rendah. Kayu dengan kerapatan tinggi
kehilangan air lebih banyak per persen perubahan kandungan air (Bowyer et al,
2003).
Penambahan air pada zat dinding sel akan menyebabkan jaringan
mikrofibril mengembang, keadaan ini berlangsung sampai titik jenuh serat
tercapai. Dalam proses ini dikatakan bahwa kayu mengembang atau memuai.
Penambahan air seterusnya tidak akan mempengaruhi perubahan volume dinding
sel. Sebaliknya jika air dalam kayu dengan kadar air maksimum dikurangi, maka
pengurangan ini pertama-tama akan terjadi pada air bebas dalam rongga sel
sampai mencapai titik jenuh serat. Pengurangan air selanjutnya di bawah titik
jenuh serat akan menyebabkan dinding sel kayu itu menyusut atau mengerut
(Dumanauw, 1993).
Penyusutan dan pengembangan mengakibatkan pembengkokan, pecah,
karena itu, penting untuk mengerti fenomena dan mengatasinya agar kayu dapat
digunakan (Forest Product Laboratory, 1999).
Menurut Wiryomartono (1976) peringkat kembang susut dalam kayu
terbesar pada arah tangensial (4,3 – 14 %), sedang pada arah radial (2,1 - 8,5 %),
dan terkecil pada arah longitudinal (0,1 - 0,2 %). Susut tangensial (ST) dua kali
lebih besar susut radial (SR), hal ini disebabkan oleh:
1. Adanya tahanan jari yang menyebabkan susut radial ditahan oleh
jari-jari.
2. Noktah pada dinding radial lebih banyak daripada dinding tangensial,
sehingga proporsi zat kayu pada dinding radial lebih sedikit.
3. Adanya perbedaan lebar proporsi kayu awal dan kayu akhir.
Sifat Mekanis Kayu
Sifat mekanis kayu merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan
gaya luar yang bekerja terhadapnya. Gaya luar adalah gaya-gaya yang datangnya
dari luar benda dan bekerja pada benda tersebut, gaya ini cenderung mengubah
ukuran atau bentuk benda (Wangaard 1950 dalam Rahayu 2001). Sedangkan
Brown dkk. (1952) mendefinisikan sifat mekanis kayu sebagai sifat yang
berhubungan dengan gaya luar terhadap kayu dan reaksi kayu itu sendiri.
Sifat mekanis kayu sangat dibutuhkan untuk diketahui karena akan
menyangkut tujuan penggunaan kayu tersebut agar dapat direncanakan sebelum
dilakukan pembangunan bangunan yang menggunakan kayu agar keselamatan
dalam penggunaan kayu ini terjaga (Bowyer et al, 2003). Modulus patah
diterima oleh kayu. Modulus patah (Modulus of Rupture) sangat dipengaruhi oleh
kadar air, karena kadar air sangat mempengaruhi kekuatan kayu, hal ini
dikarenakan kelembaban akan menurukan kekuatan kayu. Begitu juga dengan
kekakuan (Modulus of Elasticity) merupakan besaran yang menyatakan
perbandingan antara tegangan per unit dengan deformasi per unit luas. Sifat ini
berhubungan langsung dengan nilai kekakuan kayu (Bowyer et al, 2003).
Kelas Kekuatan Kayu
Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI, 1961) menyatakan kelas
kuat kayu didasarkan pada berat jenis (BJ), modulus lentur (MOE), dan modulus
patah (MOR), dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 3. Kelas Kekuatan Kayu
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan
Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara untuk
pengujian sifat anatomi dan fisis, serta untuk pengujian sifat mekanis (sampel
pengujian dikirim) dilakukan di Laboratorium Keteknikan Kayu Departemen
Hasil Hutan Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari
bulan Januari sampai Maret 2010.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus umur 5
tahun yang diambil dari PT Toba Pulp Lestari. Sedangkan bahan kimia yang
digunakan adalah aquades safranin, larutan H2O2 dan CH3COOH, label nama,
alkohol 97 %, kertas saring dan pH meter, larutan xylol.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven untuk
mengeringkan contoh uji, timbangan elektrik untuk menimbang contoh uji,
caliper untuk mengukur dimensi contoh uji, mesin serut single dan double
planner, amplas, lup pembesaran 10x, band saw, pisau untuk memotong kayu
ekaliptus menjadi ukuran korek api, cawan petri untuk meletakkan kayu ekaliptus,
tabung reaksi untuk tempat merendam potongan-potongan kayu ekaliptus yang
akan dilakukan maserasi, pipet tetes digunakan untuk menetesi bahan kimia yang
digunakan, penangas untuk merebus kayu ekaliptus dalam proses maserasi, plastik
untuk menutup tabung reaksi, preparat untuk tempat meletakkan serat kayu
dimensi serat ekaliptus, Universal Testing Machine, kipas angin, corong dan gelas
ukur untuk proses penyaringan, dan alat tulis.
Prosedur Penelitian
Pengambilan Bahan dan Pembuatan Contoh Uji
Bahan diambil dari PT Toba Pulp Lestari, sebanyak tiga pohon eukaliptus
dengan ukuran diameter dan umur yang sama. Adapun kayu eukaliuptus yang
diambil adalah kayu eukaliptus yang berumur 5 tahun. Contoh uji diambil dari
tiga bagian batang pohon, yaitu bagian pangkal, tengah, dan bagian ujung
(Gambar 1). Pengambilan contoh uji juga berdasarkan variasi kedalaman (arah
horizontal) yaitu pada bagian dekat hati (empulur), tengah dan dekat kulit
(Gambar 2).
Gambar 1. Pengambilan Kayu Berdasarkan Ketinggian Pohon (Arah Vertikal)
Gambar 2. Pengambilan Kayu Berdasarkan Variasi Kedalaman (Arah Horizontal)
Keterangan:
H : Dekat hati (empulur)
T : Tengah
K : Dekat kulit
Setiap parameter pengujian, contoh uji diambil dari 3 batang pada bagian
vertikal (ketinggian) dan horizontal (kedalaman) batang. Untuk pengujian sifat
anatomis contoh uji berukuran 2 cm x 2 cm x 10 cm. Sifat anatomis yang diuji
meliputi makroskopis, mikroskopis dan serat. Namun serat dilihat melalui
maserasi. Untuk pengujian sifat fisis contoh uji berukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm.
Sifat fisis yang diuji meliputi kadar air, berat jenis dan kembang susut. Untuk
pengujian sifat mekanis contoh uji berukuran 2 cm x 2 cm x 30 cm. Sifat mekanis
yang diuji meliputi MOE (Modulus of Elasticity) dan MOR (Modulus of Rupture).
Pengujian Sifat Anatomis
Pengamatan dilakukan pada masing-masing contoh uji berukuran 2 cm x 2
cm x 8 cm pada kadar air kering udara yang diambil dari setiap batang pada arah
horizontal dan vertikal batang, dengan menggunakan lup pembesaran 10 x.
Pengamatan meliputi pori-pori, jari-jari, dan arah serat. Pengujian sifat anatomis
Gambar 3. Contoh Uji Untuk Pengujian Sifat Anatomi Kayu
Maserasi
a. Proses Pemisahan Serat (Maserasi)
Proses maserasi menggunakan metode Forest Product Laboratory (FPL),
yaitu dengan menggunakan bahan pereaksi campuran H2O2 dan CH3COOH
dengan perbandingan 1 : 20 dan dipanaskan pada suhu 120 0C selama 5 jam.
Kayu eukaliptus yang telah dipotong dengan ukuran sebesar korek api,
dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Tabung reaksi yang berisi potongan kayu
ditetesi ke dalamnya larutan H2O2 dan CH3COOH dengan perbandingan 1 : 20
sampai kayu terendam. Kayu yang sudah terendam dimasukkan ke dalam tabung
reaksi dan diletakkan diatas penangas air dengan suhu 1200 C salama 5 jam
sampai potongan kayu berwarna putih dan terlihat adanya tanda-tanda serat mulai
terpisah. Tabung reaksi diangkat dan dikocok agar serat dapat terpisah secara
sempurna. Serat disaring dengan menggunakan kertas saring dan dibilas dengan
cara bertahap menggunakan alkohol 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%,
80%,97 % sebanyak 100 ml. Serat dibilas lagi dengan aquades hingga pH netral
b. Pengukuran Dimensi Serat
1. Dimensi serat yang diukur sebanyak 50 serat. Dimensi serat yang diukur
adalah panjang serat, diameter serat, tebal dinding serat, dan diameter
lumen.
2. Tebal dinding serat dihitung dengan rumus
2
l D
W = −
3. Dihitung turunan dimensinya
Gambar 4. Proses Maserasi
Pengujian Sifat Fisis
Pengujian sifat-sifat fisis kayu ekaliptus menggunakan standar British
Standard 373-1957 Standard Test for Small Clear Specimen meliputi : berat jenis,
kadar air dan penyusutan pada 3 arah (radial, tengensial dan longitudinal) yang
diambil dari masing-masing bagian batang berdasarkan ketinggian pohon dan
variasi kedalaman. Contoh uji dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Contoh Uji Untuk Pengujian Sifat Fisis Kayu
a. Kadar air
Kadar air adalah jumlah air yang terdapat pada kayu dibagi dengan berat
kering tanur (BKT) dan dinyatakan dalam persen. Pengujian kadar air ini
dilakukan untuk penyeragaman contoh uji. Cara penentuan kadar air adalah :
Contoh uji kadar air diambil dari setiap batang pada arah horizontal dan
vertikal batang dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm. Contoh uji ditimbang untuk
menentukan berat awalnya sebelum dikeringudarakan dengan menggunakan kipas
angin selama ± 3 minggu. Contoh uji ditimbang kembali untuk menentukan berat
ditimbang beratnya dan dioven lagi selama 3 jam, kemudian ditimbang lagi,
hingga beratnya konstan. Dihitung kadar air dengan rumus :
%
Kerapatan merupakan perbandingan massa kayu dengan volume kayu.
Cara penentuan kerapatan yaitu contoh uji diambil dari setiap batang pada variasi
ketinggian dan variasi kedalaman dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm. Contoh uji
dikering udarakan dengan kipas kemudian ditimbang beratnya (berat kering
udara) dan diukur dimensinya. Dihitung volume kering udara. Kemudian dihitung
kerapatan kayu dengan rumus:
Penyusutan pada kayu dikarenakan adanya molekul-molekul air yang
terlepas dari dinding-dinding sel pada kayu, penyusutan kayu ini terjadi apabila
kadar air kayu dibawah kadar air titik jenuh serat.
Cara penentuannya yaitu contoh uji dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm
diukur dimensinya pada 3 arah (radial, tangensial, dan longitudinal) kemudian
dikeringudarakan dengan menggunakan kipas angin selama 3 minggu. Setelah
dikeringudarakan contoh uji diukur lagi dimensinya. Contoh uji kering udara
masukan kedalam oven pada suhu 103 ± 2 oC selama 24 jam kemudian ukur
dimensinya. Penyusutan dapat dihitung dengan rumus :
Penyusutan dapat dihitung dengan rumus:
%
Pengujian sifat mekanis menggunakan standar Birtish Standard 373-1957
Standard Test for Small Clear Specimen. Pengujian sifat mekanis ini meliputi
pengujian sifat keteguhan lentur dan keteguhan patah, dilakukan dengan sebagai
berikut:
Pengujian keteguhan lentur (Modulus of Elasticity) dilakukan
bersama-sama dengan pengujian keteguhan patah dengan memakai contoh uji yang bersama-sama
dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 30 cm. Besarnya defleksi yang terjadi pada saat
pengujian dicatat pada setiap selang beban tertentu. Nilai MOE dihitung dengan
rumus :
Dimana :
MOE : Modulus lentur (kg/cm2)
∆P : Beban sebelum batas proporsi (kg)
L : Jarak sangga (cm)
∆Y : Lenturan pada beban (cm)
b : Lebar contoh uji (cm)
d : Tebal contoh uji (cm)
b. Keteguhan Patah (Modulus of Rupture)
Pengujian keteguhan patah (Modulus of rupture) dilakukan dengan
menggunakan Universal Testing Machine dengan menggunakan lebar bentang
(jarak penyangga) 15 kali tebal nominal. Nilai MOR dihitung dengan rumus :
Dimana :
Contoh uji yang digunakan berukuran 2 cm x 2 cm x 30 cm pada kondisi
kering udara dengan pola pembebanan disajikan pada Gambar 3 :
Gambar 7. Cara Pengujian Modulus Patah dan Modulus Elastisitas
Analisa Data
Dari pengujian-pengujian yang telah dilakukan, selanjutnya data-data
tersebut diolah dengan menggunakan model rancangan acak lengkap tersarang.
Model linear dari rancangan tersebut adalah:
Yijk = µ + αi + ßj ( i) + εk ( ij)
Dimana:
Yijk = Respon pengaruh bagian ke dalaman ke-j dalam ketinggian ke-i
ulangan ke-k
µ = Rata-rata umum
αi = Pengaruh ketinggian ke-i
ßj (i) = Pengaruh bagian ke-j dalam ketinggian ke-i
εk ( ij) = Kesalahan (galat) percobaan
(Sastrosupadi, 2000)
Untuk melihat adanya pengaruh perlakuan terhadap respon maka
dilakukan analisis sidik ragam berupa uji F pada tingkat kepercayaan 95% (nyata).
Dengan hipotesis yang diuji adalah :
Ho : tidak adanya pengaruh sifat fisis, dan mekanis kayu eukaliptus pada
masing-masing variasi kedalaman pohon yang tersarang dalam variasi
H1 : adanya pengaruh sifat fisis, dan mekanis kayu eukaliptus pada
masing-masing variasi kedalaman pohon yang tersarang dalam variasi ketinggian.
Uji F dilakukan untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata satu
dengan lainnya. Jika F hitung lebih besar dari F tabel, maka faktor perlakuan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ciri Umum Kayu
Pengamatan menggunakan lup dengan pembesaran 10x dilakukan pada
penampang batang kayu ekaliptus berdasarkan variasi ketinggian dan kedalaman
batang. Sifat anatomi batang kayu ekaliptus berdasarkan variasi ketinggian dan
kedalaman batang yang diamati meliputi warna, kilap kayu, arah serat, bau dan
rasa serta kekerasan kayu (Tabel 4).
Tabel 4. Ciri-ciri Umum Kayu Ekaliptus
No Ciri umum Keterangan
1. Warna Warna coklat kemerahan dan tidak ada perbedaan warna yang
mencolok pada sekmen ketinggian kayu.
2. Kilap Tampak kusam dan tidak dapat memantulkan cahaya.
3. Arah serat Memiliki serat yang lurus sampai berombak.
4. Bau dan rasa Tidak memiliki bau dan rasa yang khas.
5. Kekerasan Agak keras sampai keras
Pangkal
Tengah
Ujung
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapat bahwa kayu
ekaliptus memiliki warna coklat kemerahan. Tidak ada perbedaan warna yang
mencolok pada segmen ketinggian kayu. Pada bagian pangkal, tengah dan ujung
kayu memiliki warna yang hampir sama. Permukaan kayu ekaliptus tampak
kusam dan tidak dapat memantulkan cahaya. Ini disebabkan oleh arah serat yang
berombak. Suatu jenis kayu dikatakan mengkilap, jika permukaan kayu tersebut
bersifat memantulkan cahaya.
Kayu ekaliptus pada bidang radial terdapat jalur-jalur yang kusam karena
arah serat. Kayu ekaliptus memiliki serat yang lurus sampai berombak. Serat
ekaliptus tampak jelas dengan pengamatan menggunakan lup dengan perbesaran
10x. Berbeda dengan pernyataan Mandang dan Pandit (1997), yang menyatakan
bahwa arah serat kayu Eucalyptus deglupta berpadu sampai dengan sangat
berpadu, dan adakalanya bergelombang.
Kayu ekaliptus tidak memiliki bau dan rasa yang khas. Pada umumnya
kayu mempunyai bau tertentu apalagi waktu segar. Akan tetapi kebanyakan bau
pada kayu sukar diterangkan. Hanya beberapa diantaranya yang mempunyai bau
yang mudah dikenal (Mandang dan Pandit, 1997).
Kayu ekaliptus memiliki kelas kekerasan agak keras sampai keras,
ditandai pada saat penyayatan pada arah melintang kayu. Kayu ekaliptus agak
susah pada saat disayat dan kayu ekaliptus juga tidak meninggalkan bekas pada
saat ditekan dengan kuku. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mandang dan Pandit
(1997), yang menyatakan bahwa kayu ekaliptus tergolong kayu yang agak keras
Sifat Anatomi Kayu
Pengamatan makroskopis
1. Pembuluh atau poripori
Kayu ekaliptus memiliki pembuluh atau pori-pori yaitu soliter, berganda
2-3 radial berbentuk bulat dan agak lonjong. Gambar 9 menunjukkan penyebaran
pembuluh atau pori-pori pada kayu ekaliptus.
Pori berganda 3
Pori berganda 2
Pori soliter
Parenkim
Gambar 9. Penyebaran Pori-pori Batang Kayu Ekaliptus (Perbesaran 10x)
2. Parenkim
Pengamatan menggunakan lup dengan pembesaran 10x, dapat dilihat
bahwa parenkim batang kayu ekaliptus berbentuk paratrakeal terselubung,
parenkim menyelubungi pori-pori yang dapat dilihat pada Gambar 8. Menurut
Mandang dan Pandit (1997), parenkim batang kayu ekaliptus bertipe paratrakea
Pengamatan mikroskopis
Serat
Rata-rata panjang serat yang terdapat pada kayu ekaliptus bervariasi
tergantung posisinya dalam ketinggian pohon. Serat terpanjang terdapat pada
bagian pangkal, semakin pendek menuju bagian tengah batang hingga ke bagian
ujung batang. Selengkapnya dapat dilihat pada (Lampiran 1 – 3).
Gambar 10. Serat Kayu Ekaliptus (Perbesaran 10x)
Dimensi serat seperti panjang serat, diameterserat, diameter lumen dan
tebal dinding serat memiliki hubungan yang kompleks satu sama lain dan
mempunyai pengaruh yang mendasar terhadap sifat fisik pulp dan kertas serta
tujuan penggunaannya (Anonim, 1976). Pengaruh dimensi serat terhadap
kekuatan kertas secara individu lebih kecil dibandingkan dengan turunannya.
Nilai rataan dimensi serat hasil penelitian dari kayu ekaliptus dapat dilihat pada
(Tabel 5).
Tabel 5. Nilai Rataan Dimensi Serat Kayu Ekaliptus
No Dimensi Serat Bagian Batang Rataan
(mikron) Pangkal Tengah Ujung
1 Panjang serat 1252.8 1054.8 1003,0 1103.53
2 Diameter serat 282.4 250.4 232,0 254.93
3 Diameter lumen 188,0 146.4 137.6 157.33
Rataan panjang serat kayu ekaliptus pada masing-masing bagian batang
berturut-turut adalah pada bagian pangkal sebesar 1252,8 µ, pada bagian tengah
sebesar 1054,8 µ dan pada bagian ujung adalah sebesar 1003 µ. Menurut Panshin
dan De Zeeuw (1980), sel yang matang lebih panjang dari sel yang muda karena
sel yang muda masih terus mengalami pembelahan, sedangkan penambahan
panjang sel merupakan tahap akhir dari pembesaran sel. Rataan dari ketiga serat
kayu ekaliptus menunjukkan bahwa serat kayu ekaliptus termasuk ke dalam
golongan serat sedang menurut klasifikasi serat Casey (1960) dalam Panggabean
(2008).
Diameter serat pada pangkal kayu ekaliptus cenderung lebih besar dari
pada bagian tengah dan ujung, selanjutnya diikuti oleh bagian tengah batang dan
paling kecil pada bagian ujung. Pangkal batang didominasi oleh sel serat dewasa
yang telah mengalami pertumbuhan secara sempurna sehingga diameter serat
lebih besar. Besarnya diameter serat dewasa disebabkan telah terjadi penebalan
sekunder dari dinding sel dan proses lignifikasi telah selesai sehingga menambah
diameter serat yang terbentuk. Rata-rata diameter serat kayu ekaliptus adalah
sebesar 254,93. Berdasarkan klasifikasi serat Casey (1960) dalam Panggabean
(2008) , diameter serat kayu ekaliptus termasuk dalam klasifikasi diameter lebar.
Variasi tebal dinding serat kayu ekaliptus berbeda dengan panjang serat
dan diameter serat, dimana tebal dinding serat yang paling besar terdapat pada
bagian tengah dan pada bagian pangkal dan bagian ujung memiliki ketebalan
dinding serat yang sama. Dimana rata-rata tebal dinding serat berturut-turut mulai
dari bagian pangkal adalah sebesar 47,2 µ, pada bagian tengah adalah sebesar 52
Seperti halnya pada pengukuran panjang dan diameter serat, variasi
diameter lumen serat juga memperlihatkan nilai yang lebih besar pada bagian
pangkal dan semakin kecil menuju bagian ujung kayu. Rata- rata diameter lumen
serat kayu ekaliptus mulai dari bagian pangkal adalah sebesar 188 µ, dan pada
bagian tengah adalah sebesar 146,4 µ, dan pada bagian ujung adalah sebesar 137,6
µ. Ini disebabkan pada bagian ujung kayu masih mengalami tingkat pertumbuhan.
Sifat Fisis Kayu
Adapun nilai rataan kadar air basah dan kadar air kering udara, kerapatan
dan penyusutan radial,tangensial dan longitudinal baik basah maupun kering
udara dapat dilihat pada Tabel 6. hasil penelitian menunjukkan bahwa:
1. Kadar Air
Rata-rata nilai kadar air basah batang kayu ekaliptus adalah 72,11%. Nilai
rata-rata terbesar pada batang bagian ujung pada bagian dekat hati dengan nilai
93,96% dan nilai rata-rata terendah pada batang bagian pangkal pada bagian dekat
kulit dengan nilai 44,43%.
Berdasarkan analisis sidik ragaman Lampiran 4 diperoleh bahwa adanya
pengaruh variasi kedalaman yang tersarang pada variasi ketinggian terhadap kadar
air basah, dan pada uji Duncan juga menunjukkan adanya pengaruh nyata antara
variasi kedalaman yang tersarang pada variasi ketinggian terhadap kadar air basah
kayu (Lampiran 4).
Kadar air basah terjadi pada waktu seluruh dinding sel jenuh air. Biasanya
kadar air kayu di atas 30 %. Data yang ada juga dapat dilihat bahwa nilai rata-rata
empelur yang merupakan kayu awal mempunyai dinding tipis dan rongga sel
besar. Menurut Bowyer et al., (2003) perbedaan kadar air ini disebabkan
perbedaan kerapatan kayu yang menunjukkan perbedaan kemampuan dinding sel
kayu untuk mengikat air.
Rata-rata nilai kadar air kering udara batang kayu ekaliptus adalah
14,75%. Nilai kadar air kering udara kayu ekaliptus dapat dilihat bahwa pada
kadar air kering udara kayu ekaliptus nilai tertinggi pada batang bagian ujung
pada bagian tengah dengan nilai 15,98%, dan nilai terendah terdapat pada batang
bagian pangkal pada bagian dekat kulit dengan nilai 13,24%.
Berdasarkan analisis sidik ragaman Lampiran 5 diperoleh bahwa ada
pengaruh variasi kedalaman yang tersarang pada variasi ketinggian terhadap kadar
air kering udara kayu ekaliptus. Pada uji Duncan menunjukkan tidak ada pengaruh
nyata antara variasi kedalaman yang tersarang pada variasi ketinggian terhadap
kadar air basah kayu (Lampiran 5).
Variasi kadar air kering udara pada batang kayu ekaliptus dikarenakan sifat kayu
bersifat higroskopis. Sesuai dengan pernyataan Bowyer et al., (2003) yang
menyatakan kayu memiliki sifat higroskopis yaitu kemampuan kayu untuk
menyerap uap air dari udara sekitarnya sampai kayu mencapai keseimbangan
kandungan air dengan udara.
2. Kerapatan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kerapatan kayu
ekaliptus berkisar 0,52 – 0,69 maka kayu ekaliptus termasuk ke dalam kelas kuat
II – III, yang berarti kayu ekaliptus termasuk kayu yang memiliki kekuatan yang
kerapatan batang kayu ekaliptus adalah 0,58. Sesuai dengan pernyataan Lima et
al.,(2005) pada kayu ekaliptus umur 5 tahun rata-rata nilai kerapatannya diperoleh
sebesar 0,57. Hal ini dikarenakan kesamaan umur pada kayu ekaliptus
(Eucalyptus grandis) tersebut, sehingga memiliki nilai kerapatan yang sama.
Sedangkan pada penelitian sifat fisik dan mekanik jenis kayu Urograndis
(Eucalyptus urograndis) dilakukan terhadap tanaman berumur 2 dan 3 tahun
(Hadjib 2000). Dari hasil pengamatan, belum terdapat perbedaan yang nyata pada
BJ berdasarkan jarak empulur ke arah kulit dan dari pangkal ke ujung batang
bebas cabang. Menurut klasifikasi kekuatan kayu Indonesia, kayu tersebut
tergolong kelas kuat III sehingga dapat digunakan untuk bahan baku mebel atau
konstruksi ringan.
Hasil yang didapat pada penelitian ini, nilai rata-rata berat jenis tertinggi
terdapat pada batang bagian pangkal dekat kulit dengan nilai 0,66 dan nilai
rata-rata terendah pada batang bagian ujung pada bagian dekat hati dengan nilai 0,52.
Hal ini menunjukkan semakin ke ujung bagian batang nilai kerapatan batang kayu
ekaliptus semakin menurun dikarenakan pada bagian ujung tingkat
pertumbuhannya tinggi dibandingkan bagian lain.
Variasi berat jenis pada bagian batang kayu ekaliptus dipengaruhi oleh
kandungan air dalam kayu dan juga kandungan zat ekstraktif, hal ini sesuai
dengan pernyataan Bowyer et al., (2003) yang menyatakan bahwa berat jenis kayu
bervariasi diantara berbagai jenis pohon dan di antara pohon dari satu jenis yang
sama. Variasi ini juga terjadi pada posisi yang berbeda dari satu pohon. Adanya
variasi jenis kayu tersebut disebabkan oleh perbedaan dalam jumlah zat penyusun
Berdasarkan analisis sidik ragaman Lampiran 6 diperoleh bahwa adanya
pengaruh variasi kedalaman yang tersarang pada variasi ketinggian terhadap berat
jenis. Pada uji Duncan menunjukkan tidak ada pengaruh nyata antara variasi
kedalaman yang tersarang pada variasi ketinggian terhadap berat jenis kayu.
3. Penyusutan
a. Susut Radial
Penyusutan terdiri dari susut radial, tangensial, dan longitudinal.
Masing-masing susut terdiri dari 2 kali pengukuran penyusutan, susut basah dari dimensi
sampel setelah dipotong dan setelah sampel kering oven, sedangkan susut kering
udara dari sampel kering udara dan setelah sampel kering oven. Nilai susut radial
basah pada batang kayu ekaliptus dapat dilihat pada Lampiran 7. Rata-rata nilai
susut radial basah ke batang kayu ekaliptus adalah 3,68%.
Data yang ada dapat dilihat bahwa susut radial tertinggi terdapat pada
batang bagian tengah pada dekat hati dengan nilai 4,76%, hal ini dipengaruhi oleh
penurunan kadar air yang cukup besar pada batang bagian tengah pada dekat hati.
Hal ini karena banyaknya air yang keluar pada bagian tersebut, karena kandungan
air pada bagian tersebut tinggi. Nilai susut terendah pada batang bagian ujung
pada dekat kulit dengan nilai 2,72%.
Susut radial kering udara yaitu dari dimensi kering udara ke dimensi
kering oven dapat dilihat pada Lampiran 8. Rata-rata nilai susut radial kering
udara batang kayu ekaliptus adalah 1,94%. Data yang ada dapat dilihat bahwa
pada susut radial kering udara ini, nilai penyusutan tertinggi terdapat batang
bagian ujung pada bagian tengah dengan nilai 2,74%. Dan penyusutan terendah
sesuai dengan pernyataan Bowyer et al., (2003) yang menyatakan variasi dalam
penyusutan contoh-contoh uji yang berbeda dari spesies yang sama dibawah
kondisi yang sama diakibatkan 3 faktor yaitu :
1. Ukuran dan bentuk potongan. Ini mempengaruhi orientasi serat dalam
potongan dan keseragaman kandungan air diseluruh tebalnya.
2. Kerapatan contoh uji. Semakin tinggi kerapatan contoh uji, semakin
banyak kecenderungannya untuk menyusut.
3. Laju pengeringan contoh uji. Di bawah kondisi pengeringan yang cepat,
tegangan internal terjadi karena perbedaan penyusutan.
b. Susut Tangensial
Hasil pengukuran susut tangensial basah ke pada kayu ekaliptus dapat
dilihat pada Lampiran 9. Rata-rata nilai susut tangensial basah batang kayu
ekaliptus adalah 4,23%. Hasil yang didapat pada susut tangensial basah dapat
dilihat nilai tertinggi penyusutan terdapat pada batang bagian tengah pada dekat
hati dengan nilai 5,37% dan nilai terendah pada batang bagian ujung pada dekat
kulit dengan nilai 3,29%. Rata-rata penyusutan terbesar pada bagian pangkal,
tengah dan ujung pada bagian dekat hati pada masing-masing bagian batang.
Hasil pengukuran susut tangensial kering udara ke batang kayu ekaliptus
dapat dilihat pada Lampiran 10. Rata-rata nilai susut tangensial kering udara
batang kayu ekaliptus adalah 2,62%.
Hasil penyusutan tangensial kering udara tertinggi terdapat pada batang
bagian pangkal pada dekat hati dengan nilai 3,34%, dan nilai terendah pada
penyusutan tangensial kering udara terbesar pada bagian pangkal, tengah dan
ujung batang pada bagian dekat hati pada masing-masing bagian batang.
c. Susut Longitudinal
Hasil pengukuran susut longitudinal basah batang kayu ekaliptus dapat
dilihat pada Lampiran 11. Rata-rata nilai susut longitudinal basah batang kayu
ekaliptus adalah 1,14%. Hasil pengukuran susut longitudinal basah didapat nilai
penyusutan tertinggi terdapat pada batang bagian ujung pada dekat hati dengan
nilai 1,48%, dan nilai terendah pada batang bagian pangkal pada dekat kulit
dengan nilai 0,88%. Rata-rata penyusutan tertinggi pada setiap bagian batang
terdapat pada bagian dekat hati pada bagian pangkal, tengah dan ujung. Hal ini
dikarenakan perbedaan besarnya air keluar dari dinding sel, yang disebabkan oleh
faktor udara disekitar kayu.
Hasil pengukuran susut longitudinal kering udara batang kayu ekaliptus
dapat dilihat pada Lampiran 12. Rata-rata nilai susut longitudinal kering udara
batang kayu ekaliptus adalah 0,63%. Hasil pengukuran susut longitudinal kering
udara didapat nilai penyusutan tertinggi terdapat pada batang bagian ujung pada
dekat hati dengan nilai 0,79%, dan nilai terendah terdapat pada batang bagian
pangkal pada dekat kulit serta pada batang bagian ujung pada dekat kulit dengan
nilai 0,49%.
Hampir pada setiap susut, nilai penyusutan tertinggi terdapat pada batang
bagian ujung pada bagian dekat hati, hal ini dikarenakan pada bagian tersebut
kadar air banyak tersimpan, sehingga pada saat dilakukan pengeringan udara dan
pernyataan Bowyer et al., (2003) yang menyatakan banyaknya penyusutan terjadi
umumnya sebanding dengan jumlah air yang keluar dari dinding sel.
Tabel 6. Nilai Rataan Kadar Air, Kerapatan dan Penyusutan Kayu Ekaliptus
Sifat fisik kayu Satuan Rataan Nilai
Terendah Tertinggi
Bidang radial, tangensial dan longitudinal pada susut basah didapat nilai
penyusutan bidang T > R > L. Sama halnya pada susut basah, dimana pada bidang
radial, tangensial dan longitudinal pada susut kering udara juga didapat nilai T >
R > L. Hal ini sesuai dengan Bowyer et al., (2003) yang mengemukakan
perubahan dimensi kayu pada arah tengensial lebih besar daripada arah radial dan
longitudinal. Perbedaan nilai penyusutan yang didapat pada ketiga bidang
orientasi karena perbedaan struktur dinding sel dan susunan sel ketiga bidang
tersebut.
Hasil analisis ragaman Lampiran 7 – Lampiran 10 baik pada susut basah
dan kering udara untuk bidang radial, tangensial, berpengaruh nyata terhadap
variasi kedalaman yang tersarang pada variasi ketinggian terhadap susut basah
dan kering udara untuk bidang radial, tangensial. Pada uji Duncan untuk susut
basah dan kering udara bidang radial menunjukkan adanya pengaruh nyata antara
dan kering udara untuk bidang radial kayu. Sedangkan pada susut basah dan
kering udara untuk bidang tangensial, menunjukkan tidak ada pengaruh nyata
antara variasi kedalaman yang tersarang pada variasi ketinggian terhadap susut
basah dan kering udara untuk bidang tangensial kayu. Sedangkan hasil analisis
keragaman Lampiran 11 – Lampiran 12 pada susut basah dan kering udara pada
bidang longitudinal, tidak ada pengaruh nyata terhadap variasi kedalaman yang
tersarang pada variasi ketinggian kayu ekaliptus.
Sifat Mekanis Kayu
1. Modulus Lentur (Modulus of Elasticity)
Hasil penelitian terhadap batang kayu ekaliptus, nilai MOE dapat dilihat
pada Lampiran 14. Rata-rata nilai MOE kayu ekaliptus adalah 8,68 x 104 kg/cm2.
Hasil dari penelitian MOE batang kayu ekaliptus didapat nilai MOE tertinggi
dengan nilai 10,48 x 104 kg/cm2 pada batang bagian ujung pada tengah kulit, nilai
terendah dengan nilai 6,71 x 104 kg/cm2 pada batang bagian ujung pada dekat
kulit. Sedangkan pada Acosta (1995), rata-rata nilai MOE batang kayu ekaliptus
adalah sebesar 9,83 x 104 kg/cm2. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan umur
yang terdapat pada kayu ekaliptus tersebut, sehingga terdapat nilai MOE yang
berbeda di antara kedua kayu tersebut.
Data nilai MOE dibandingkan dengan PKKI (1961) kayu ekaliptus
termasuk kedalam kelas kuat II. Lebih jelas nilai MOE batang kayu ekaliptus
dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil analisis ragaman MOE batang kayu ekaliptus
Lampiran 13 tidak ada pengaruh antara variasi kedalaman yang tersarang pada
Tegangan didefinisikan sebagai distribusi gaya per unit luas, sedangkan
renggangan adalah perubahan panjang per unit panjang bahan.
Modulus elastisitas (MOE) berkaitan dengan regangan, defleksi dan perubahan
bentuk yang terjadi. Besarnya defleksi dipengaruhi oleh besar dan lokasi
pembebanan, panjang dan ukuran balok serta MOE kayu itu sendiri. Makin tinggi
MOE akan semakin kurang defleksi balok atau gelagar dengan ukuran tertentu,
pada beban tertentu dan semakin tahan terhadap perubahan bentuk (Bowyer et al.,
2003).
2. Modulus Patah (Modulus of Rupture)
Hasil penelitian terhadap kayu ekaliptuss didapat nilai MOR batang kayu
ekaliptus dapat dilihat pada Lampiran 14. Rata-rata nilai MOR batang kayu
ekaliptus adalah 851,65 kg/cm2. Hasil didapat nilai MOR tertinggi dengan nilai
986,26 kg/cm2 pada batang bagian ujung pada bagian tengah, nilai terendah
dengan nilai 636,66 kg/cm2 pada batang bagian tengah pada tengah. Sedangkan
pada Acosta (1995), rata-rata nilai MOR batang kayu ekaliptus (Eucalyptus
grandis) umur 10 tahun adalah sebesar 732 kg/cm2. Perbedaan yang terjadi juga
dikarenakan adanya perbedaan umur yang terdapat pada kayu ekaliptus tersebut.
Dan pada pernyataan Hadjib (2000), nilai MOR batang eukaliptus urograndis
adalah sebesar 702.15 ~ 1074.07 kg/cm2. yang menyatakan bahwa dari hasil
pengamatan, belum terdapat perbedaan yang nyata pada sifat mekanis berdasarkan
jarak empulur ke arah kulit dan dari pangkal ke ujung batang bebas cabang.
Dari data nilai MOR dibandingkan dengan PKKI (1961) kayu ekaliptus
termasuk kedalam kelas kuat II. Lebih jelas nilai MOR batang kayu ekaliptus
Tabel 7. Nilai Rataan MOE dan MOR Kayu Ekaliptus
Sifat mekanis kayu Satuan Rataan Nilai
Terendah Tertinggi
MOE kg/cm2 8,68 x 104 6,71 x 104 10,48 x 104
MOR kg/cm2 851,65 636,66 986,26
Hasil analisis nilai MOR kayu ekaliptus Lampiran 14 ada pengaruh nyata
antara variasi kedalaman yang tersarang pada variasi ketinggian terhadap MOR
batang kayu ekaliptus. Pada uji Duncan untuk MOR menunjukkan tidak ada
pengaruh nyata antara variasi kedalaman yang tersarang pada variasi ketinggian
terhadap MOR kayu ekaliptus.
Batang kayu ekaliptus yang memiliki kelas kuat II-III dilihat dari berat
jenis, MOE, dan MOR setara dengan kayu cengal (Hopea sangal Korth), Mahoni
(Switenia mahagoni), dan sungkai (Peronema canescens Jack) yang juga memilki
kelas kuat II-III. Kayu yang memilki kelas kuat II-III dapat digunakan sebagai
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Sifat umum kayu ekaliptus menunjukkan warna batang kayu ekaliptus coklat
kemerahan, kekerasan agak keras sampai keras dan memiliki serat lurus
sampai berombak. Sifat anatomi batang kayu ekaliptus menunjukkan pori-pori
soliter dan berganda 2-3, parenkim terselubung paratrakeal dan persyaratan
mutu pulp kayu ekaliptus termasuk dalam kelas mutu II dilihat dari panjang
serat. Sifat anatomi dijadikan data untuk pertimbangan pemanfaatan
selanjutnya.
2. Sifat fisis kayu ekaliptus terutama kerapatannya menunjukan kayu ekaliptus
termasuk kedalam kelas kuat II-III, sehingga memungkinkan untuk dijadikan
sebagai bahan bangunan.
3. Kayu ekaliptus termasuk kelas kuat II-III dilihat dari sifat mekanisnya (MOE
dan MOR), sehingga kayu ekaliptus dapat digunakan sebagai konstruksi
ringan.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai keawetan dan kandungan
kimia dengan jenis kayu dan metode pengambilan sampel yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
Acosta, M. 1995.Physical and Mechanical Properties of Eucalyptus grandis x E.
tereticornis hybrid Grown in Argentina.
ar/concordia/info /documentos/Forestacion/186 Physical and mech prop E grandis x E tereticornis M sanchez acosta.pdf. [04 November 2010].
Ayensu, E.D. 1980. Firewood Crops. Shrub and Tree. Spesies For Energy Producion.2nd. National Academy of Science. Washington D.C.
Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. 2003. Forest Products and Wood Science
An Introductoin 4th ED USA : Lowa State Press a B’ackwell Publ.
British Standard 373. 1975. Standard Test For Small Clear Specimen. England
Brown, HP, AJ. Panshin dan C. Forsaith, 1952. Text Book of Wood Technology. Volume II. Mc. Graw Hill Company. New York.
Dumanauw, J.F. 1990. Mengenal Kayu. Pendidikan Industri Kayu Atas. Semarang.
Forest Products Laboratory. 1999. Wood Handbook As An Engineering Material. Forest Products Society. United States of America.
Hadjib, N. Sifat Fisis dan Mekanis Kayu Urograndis (Eucalyptus urograndis) serta Kemungkinan Pemanfaatannya. Kumpulan Abstrak Seminar Nasional III Mapeki. Jatinangor, 22-23 Agustus 2000. pp. 12.
Iskandar, U. 2001. Kehutanan Menampak Otonomi Daerah. Dephut Press. Yogyakarta.
Karyaatmaja, B. IPB. Parthama, AP. Tampubolon dan Darwo. 2000. Prosiding Seminar Hasil Penelitian. Balai Penelitian Kehutanan. Pematang Siantar.
Lima, J.T.; Silva, J.R.M.; Vieira, R.S. 2005. Wood Technologies and Uses of Eucalyptus Wood from Fast Grown Plantations for Solid Products.
November 2010].
Mandang, Y dan Pandit, I.K.N. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan Yayasan Prosea Bogor dan Pusat Diklat Pegawai dan Sumber Daya Kehutanan.
Panggabean, M. 2008. Struktur Anatomi Kayu Mindi (Melia azedarach L.) Pada Umur 6 tahun. Skripsi Program Studi Teknologi Hasil Hutan. Departemen Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan. Tidak Dipublikasikan.
Panshin, A.J and C. De Zeeuw. 1980. Text Book of Wood Technology. Mc Graw Hill. John Wiley and Sons. New York.
PKKI, 1961. Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia. Jakarta.
Rahayu, I.S. 2001. Sifat Fisis Vascular Bundles dan Parenchyme Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jackq.). Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan dibidang Pertanian. Kansius. Yogyakarta.
Soenardi, P. 2001. Sifat-sifat Fisika Kayu. Bagian Penerbitan Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.
Suryominoto, J.F.1997. Flora Eksotika Tanaman Peneduh. Kansius. Yogyakarta.
Sutisna, U.T. Kalima dan Purnadjaja. 1998. Pedoman Pengenalan Pohon Hutan di Indonesia. Disunting oleh Soerjipto, N.W dan Soekotjo. Yayasan Prosea Bogor dan Pusat Diklat Pegawai dan SDM Kehutanan Bogor. Bogor.
Wargadalam, A. 2005. Strategi Departemen Perindustrian dalam Penyelamatan Industri Kehutanan. Makalah Pada Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan, 30 November. Puslitbang Hasil Hutan. Bogor.
Lampiran 4. Analisis Keragaman Kadar Air Basah Kayu Ekaliptus (%)
Perlakuan Rata-rata Notasi
Lampiran 5. Analisis Keragaman Kadar Air Kering Udara Kayu Ekaliptus (%)
Perlakuan Rata-rata Notasi
Lampiran 6. Analisis Keragaman Berat Jenis Kayu Ekaliptus
Perlakuan Rata-rata Notasi
Lampiran 7. Analisis Keragaman Susut Radial Basah (%)
perlakuan rata-rata notasi
Lampiran 8. Analisis Keragaman Susut Radial Kering Udara (%)
Perlakuan Rata-rata notasi
Lampiran 9. Analisis Keragaman Susut Tangensial Basah Kayu Ekaliptus (%)
Perlakuan Rata-rata Notasi
Lampiran 10. Analisis Keragaman Susut Tangensial Kering Udara Kayu Ekaliptus
Perlakuan Rata-rata Notasi
Lampiran 13. Analisis Keragaman MOE Kayu Ekaliptus (kg/cm2)
Variasi Ketinggian (A)
Pangkal (1) Tengah (2) Ujung (3)
Variasi
Kedalaman Dekat kulit Tengah Dekat hati Dekat kulit Tengah Dekat hati Dekat kulit Tengah Dekat hati Total
(B) (1) (2) (3) (1) (2) (3) (1) (2) (3)
Ulangan
1 105201,26 83346,86 88051,45 104066,85 101394,56 83083,54 31256,43 116947,78 59147,65 772496,4
2 86330,32 67860,15 39422,6 115594,84 36251,15 151073,32 82365,16 98731,78 101627,01 779256,3
3 118611,9 78189,94 111203,13 86733,46 74079,54 57636,57 73347,25 120606,87 103244,97 823653,6
4 100942,22 78819,75 75635,74 93763,19 58160,51 95262,38 81764,87 82914,55 87489,16 754752,4
Rata-rata 102771,42 77054,17 78578,23 100039,58 67471,44 96763,95 67183,42 104800,24 87877,197 782539,7
Total (B) 411085,7 308216,7 314312,92 400158,34 269885,76 387055,81 268733,71 419200,98 351508,79 3130159
Total (A) 1033615,32 1057099,91 1039443,48 3130159
ANOVA
SK db JK KT F hitung F 5%
A 2 24923414,91 12461707,46 0,02tn 3,35
B dalan A 6 7077496151,00 1179582692,00 2,16tn 2,46
Galat 27 14691137725,00 544116212,00
Total 35
Lampiran 14. Analisis Keragaman MOR Kayu Ekaliptus (kg/cm2) Variasi Ketinggian (A)
Pangkal (1) Tengah (2)
Ujung (3)
Variasi Kedalaman Dekat kulit Tengah Dekat hati Dekat kulit Tengah
Dekat
Total (A) 10265,21 9666,85 10727,61 30659,67
ANOVA
Perlakuan Rata-rata Notasi