• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Beberapa Sifat Dasar Kayu Mangga (Mangifera indica Lamk)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Beberapa Sifat Dasar Kayu Mangga (Mangifera indica Lamk)"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ERIC REAGAN

021203024/ TEKNOLOGI HASIL HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Judul Skripsi : Kajian Beberapa Sifat Dasar Kayu Mangga (Mangifera indica Lamk)

Nama : Eric Reagan

NIM : 021203024

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ridwanti Batubara, S.Hut., MP

Ketua Anggota

Iwan Risnasari, S.Hut., M.Si

Mengetahui,

Ketua Departemen Kehutanan

NIP. 132 287 853

(3)

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah menganugerahkan kasih, pertolongan dan memberikan berkatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Kajian Beberapa Sifat Dasar Kayu Mangga (Mangifera indica Lamk) ”.

Selama pelaksanaan penulisan hingga penyelesaian skripsi, penulis menyadari banyak mendapat bantuan, motivasi, dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ayahanda W. Pandiangan dan Ibunda E. br. Manurung selaku Orang tua, serta Abangda Edward Sahat Marulitua Pandiangan, ST., Kakanda Editasari Juliarlina Pandiangan, AM.Keb dan Adinda Bripda Ebenezer Pandiangan.

2. Ibu Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P dan Ibu Iwan Risnasari, S.Hut., M.Si selaku Komisi Pembimbing penulis yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan dan membantu serta memberikan kritik dan saran kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian hingga penyelesaian skripsi.

3. Bapak Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS selaku Ketua Departemen Kehutanan.

4. Teman-teman di Departemen Kehutanan, khususnya angkatan 2002. 5. Pihak-pihak yang telah membantu dari awal penelitian hingga selesainya

(4)

membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Medan, November 2007

(5)

Fruits wood can be made as alternative wood to fulfill the level of request of wood, among others is mango wood (Mangifera indica Lamk)). The aim of this research to evaluated physical, chemical and wood resilience to damage of attack effect creep land. Physical, chemical and wood resilience properties of mango wood were vary based on height and deepness of wood location in the tree. The physical properties has evaluated consist of green moisture content, equilibrium moisture content, density, green volume shringkage and equilibrium volume shringkage. The chemical properties has evaluated consist of extractives solvability in cold water, in hot water, in alcohol 96% an NaOH 1%. Wood resilience properties has evaluated consist of determination of attack degree creep and determination of wood resilience classification of attack creep. The physical property based on height to course at up and deepness to course near by husk always the layer. The density based on height middle shares have lowest and deepness to course near by marrow always the layer. The chemical property based on height to course lower and deepness to course near by marrow always the layer. Degree of attack creep on deepness to course near by husk the biggest and on height middle shares have the biggest. The wood resilience based on height to course at up and on deepness to course near by husk the biggest.

(6)

Kayu buah-buahan dapat dijadikan sebagai kayu alternatif untuk memenuhi besarnya permintaan akan kayu, diantaranya adalah kayu mangga (Mangifera indica Lamk). Penelitian ini bertujuan untuk menguji sifat fisis, kimia dan ketahanan kayu terhadap kerusakan akibat serangan rayap tanah baik secara vertikal maupun horizontal kayu mangga. Pengujian sifat fisis terdiri dari kadar air segar, kadar air kering udara, kerapatan, penyusutan volume segar dan penyusutan volume kering udara. Pengujian sifat kimia terdiri dari kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin, air panas, alkohol 96% dan NaOH 1%. Pengujian ketahanan kayu terdiri dari penentuan derajat serangan rayap dan penentuan klasifikasi ketahanan kayu terhadap serangan rayap. Sifat fisis, secara vertikal ke arah ujung dan horizontal ke arah dekat kulit semakin meningkat. Kerapatan secara vertikal, bagian tengah memiliki kerapatan paling rendah dan secara horizontal ke arah dekat empulur semakin meningkat. Sifat kimia, secara vertikal ke arah pangkal dan secara horizontal ke arah dekat empulur semakin meningkat. Derajat serangan rayap secara horizontal ke arah dekat kulit semakin besar dan secara vertikal bagian tengah memiliki derajat serangan rayap terbesar. Ketahanan kayu secara vertikal ke arah ujung dan secara horizontal ke arah dekat kulit semakin besar.

(7)

Hal.

Penyebaran Zat Ekstraktif ...9

Jenis Zat Ekstraktif ...11

Kegunaan Zat Ekstraktif ...12

Pengaruh Zat Ekstraktif ...13

Cara Mengekstraksi ...13

Faktor Perusak Kayu ...14

Rayap ...14

Perilaku Rayap ...15

Klasifikasi Rayap ...17

Rayap Tanah (Subteran) ...18

Deskripsi Kayu Mangga ...19

METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ...22

Bahan dan Alat Penelitian ...22

Bahan Penelitian ...22

Alat Penelitian ...22

Metodologi Penelitian ...23

Pengambilan Bahan dan Pembuatan Contoh Uji ...23

(8)

Analisa Data ...33

HASIL DAN PEMBAHASAN ...35

Sifat Fisis ...35

Kadar Air ...35

Kadar Air Segar ...35

Kadar Air Kering Udara ...36

Kerapatan Kayu ...38

Penyusutan Volume Segar ...39

Penyusutan Volume Kering Udara ...41

Sifat Kimia ...42

Kelarutan Zat Ekstraktif Dalam Air Dingin ...42

Kelarutan Zat Ekstraktif Dalam Air Panas ...44

Kelarutan Zat Ekstraktif Dalam Alkohol 96% ...46

Kelarutan Zat Ekstraktif Dalam NaOH 1% ...48

Sifat Ketahanan Kayu ...52

Penentuan Derajat Serangan Rayap ...52

Penentuan klasifikasi Ketahanan Kayu Terhadap Serangan Rayap ...54

KESIMPULAN DAN SARAN ...58

Kesimpulan ...58

Saran ...59

(9)

Hal.

1. Derajat Serangan Rayap ...32

2. Klasifikasi Ketahanan Kayu Terhadap Serangan Rayap ...33

3. Rata-Rata Kadar Air Segar Kayu Mangga Berdasarkan Ketinggian dan Kedalaman ...35

4. Rata-rata Kadar Air Kering Udara Kayu Mangga Berdasarkan Ketinggian dan Kedalaman ...36

5. Rata-Rata Kerapatan Kayu Berdasarkan Ketinggian dan Kedalaman ...38

6. Kelas kuat kayu berdasarkan BJ/ kerapatan kayu ...39

7. Rata-Rata Penyusutan Volume Segar Kayu Mangga Berdasarkan Ketinggian dan Kedalaman ...40

8. Rata-Rata Penyusutan Volume Kering Udara Kayu Mangga Berdasarkan Ketinggian dan Kedalaman ...41

9. Rata-rata Kelarutan Zat Ekstraktif Dalam Air Dingin ...42

10. Rata-rata Kelarutan Zat Ekstraktif Dalam Air Panas ...45

11. Rata-rata Kelarutan Zat Ekstraktif Dalam Alkohol 96% ...47

12. Rata-rata Kelarutan Zat Ekstraktif Dalam NaOH 1% ...49

13. Kandungan Komponen Kimia Kayu ...52

14. Hasil Derajat Serangan Rayap Tanah Pada Kayu Mangga Selama 100 Hari ...53

(10)

Hal.

1. Pembagian Batang Berdasarkan Ketinggian Pohon ...23

2. Pembagian Batang Berdasarkan Variasi Kedalaman ...24

3. Pembagian Stick Untuk Pembuatan Contoh uji Sifat Fisis ...24

4. Contoh Uji pada Uji Kubur ...24

5. Contoh Uji pada Sifat Kimia ...27

6. Penentuan Derajat Serangan Rayap ...53

7. Kerusakan Kayu yang Paling Besar ...54

(11)

Hal.

1. Data Hasil Kadar Air Segar ...63

2. Data Hasil Kadar Air Kering Udara ...63

3. Data Hasil Kerapatan Kayu ...63

4. Data Hasil Penyusutan Volume Segar ...64

5. Data Hasil Penyusutan Volume Kering Udara ...64

6. Data Hasil Kadar Air Serbuk ...65

7. Data Hasil Kelarutan Zat Ekstraktif Dalam Air Dingin ...66

8. Tabel Analisis Sidik Ragam Kelarutan Zat Ekstraktif Dalam Air Dingin ...66

9. Data Hasil Kelarutan Zat Ekstraktif Dalam Air Panas ...67

10. Tabel Analisis Sidik Ragam Kelarutan Zat Ekstraktif Dalam Air Panas ...67

11. Data Hasil Kelarutan Zat Ekstraktif Dalam Alkohol 96% ...68

12. Tabel Analisis Sidik Ragam Kelarutan Zat Ekstraktif Dalam Alkohol 96% ...68

13. Data Hasil Kelarutan Zat Ekstraktif Dalam NaOH 1% ...69

14. Tabel Analisis Sidik Ragam Kelarutan Zat Ekstraktif Dalam NaOH 1% ...69

15. Derajat Serangan Rayap Tanah ...70

16. Klasifikasi Ketahanan Kayu Terhadap Serangan Rayap ...71

(12)

Fruits wood can be made as alternative wood to fulfill the level of request of wood, among others is mango wood (Mangifera indica Lamk)). The aim of this research to evaluated physical, chemical and wood resilience to damage of attack effect creep land. Physical, chemical and wood resilience properties of mango wood were vary based on height and deepness of wood location in the tree. The physical properties has evaluated consist of green moisture content, equilibrium moisture content, density, green volume shringkage and equilibrium volume shringkage. The chemical properties has evaluated consist of extractives solvability in cold water, in hot water, in alcohol 96% an NaOH 1%. Wood resilience properties has evaluated consist of determination of attack degree creep and determination of wood resilience classification of attack creep. The physical property based on height to course at up and deepness to course near by husk always the layer. The density based on height middle shares have lowest and deepness to course near by marrow always the layer. The chemical property based on height to course lower and deepness to course near by marrow always the layer. Degree of attack creep on deepness to course near by husk the biggest and on height middle shares have the biggest. The wood resilience based on height to course at up and on deepness to course near by husk the biggest.

(13)

Kayu buah-buahan dapat dijadikan sebagai kayu alternatif untuk memenuhi besarnya permintaan akan kayu, diantaranya adalah kayu mangga (Mangifera indica Lamk). Penelitian ini bertujuan untuk menguji sifat fisis, kimia dan ketahanan kayu terhadap kerusakan akibat serangan rayap tanah baik secara vertikal maupun horizontal kayu mangga. Pengujian sifat fisis terdiri dari kadar air segar, kadar air kering udara, kerapatan, penyusutan volume segar dan penyusutan volume kering udara. Pengujian sifat kimia terdiri dari kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin, air panas, alkohol 96% dan NaOH 1%. Pengujian ketahanan kayu terdiri dari penentuan derajat serangan rayap dan penentuan klasifikasi ketahanan kayu terhadap serangan rayap. Sifat fisis, secara vertikal ke arah ujung dan horizontal ke arah dekat kulit semakin meningkat. Kerapatan secara vertikal, bagian tengah memiliki kerapatan paling rendah dan secara horizontal ke arah dekat empulur semakin meningkat. Sifat kimia, secara vertikal ke arah pangkal dan secara horizontal ke arah dekat empulur semakin meningkat. Derajat serangan rayap secara horizontal ke arah dekat kulit semakin besar dan secara vertikal bagian tengah memiliki derajat serangan rayap terbesar. Ketahanan kayu secara vertikal ke arah ujung dan secara horizontal ke arah dekat kulit semakin besar.

(14)

Latar Belakang

Peningkatan pemanfaatan kayu yang berasal dari hutan baik secara legal maupun ilegal, merupakan salah satu dampak dari peningkatan pertumbuhan penduduk yang semakin cepat (Iskandar, 2001). Peningkatan aktivitas tersebut menyebabkan kondisi hutan semakin rusak, akibat maraknya kegiatan ilegal logging atau pencurian kayu. Sehingga hutan tidak mampu lagi menghasilkan kayu. Kondisi demikian akan mengancam keberadaan industri-industri perkayuan di Indonesia.

Bercermin dari permasalahan tersebut, saatnya bagi industri-industri perkayuan mulai berpikir dalam mempertahankan keberlanjutan usahanya. Seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi dengan melihat potensi dan keberadaan komoditi pertanian dan perkebunan yang sangat potensial untuk dikembangkan, maka substitusi komoditas tanaman pertanian dan perkebunan sebagai bahan pengganti kayu solid mulai dilakukan. Sebagai contoh adalah pemanfaatan kayu mangga (Mangifera indica Lamk) sebagai bahan bangunan dan bahan baku industri.

(15)

dibandingkan faktor-faktor perusak lainnya (Tambunan dan Nandika, 1989). Pemanfaatan kayu dari species yang kurang dikenal (lesser known species) atau belum optimal dalam pemanfaatannya, merupakan salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut. Pemanfaatan kayu diharapkan sesuai dengan kualitas kayu komersil yang umum digunakan oleh masyarakat baik sebagai bahan bangunan, bahan baku industri dan penggunaan lainnya serta memiliki potensi yang cukup besar.

Kecenderungan pemakaian kayu akan terus meningkat, baik untuk keperluan struktural maupun industri. Hal ini perlu diimbangi dengan pengetahuan jenis kayu, sifat dan cara pengolahan kayu agar kayu dapat digunakan secara efektif dan efisien. Untuk memenuhi kebutuhan kayu yang semakin meningkat dimasa yang akan datang dan untuk memperoleh nilai manfaat kayu yang sebesar-besarnya dari hutan saat ini tidak dapat lagi dipisahkan dari perhatian terhadap pemanfaatan jenis kayu dari jenis pohon kurang dikenal. Namun sebelum menggunakan kayu dari jenis pohon kurang dikenal untuk tujuan tertentu, terlebih dulu perlu dilakukan penelitian mengenai sifat dasar dan kemungkinan pemanfaatan kayu dari jenis pohon tersebut.

(16)

rongga sel yang besar, jumlah dan ukuran pori, jenis ini cocok sebagai bahan baku pembuatan pulp dan kertas. Jadi, sifat dasar kayu ini penting dipahami agar didalam proses pengolahan, pengangkutan maupun penggunaannya dapat dilakukan secara saksama sehingga tidak terjadi pengorbanan bahan, waktu, tenaga maupun biaya yang sia-sia.

Tanaman mangga merupakan salah satu jenis tanaman buah-buahan yang banyak ditanam atau dibudidayakan masyarakat, baik di halaman rumah dan di kebun. Memang tanaman ini sangat tepat ditanam baik sebagai pohon pelindung di halaman maupun diusahakan secara serius. Pemanfaatan jenis kayu ini masih dititikberatkan pada buahnya. Beberapa bagian lainnya telah dimanfaatkan tetapi belum mencapai tahap penggunaan yang maksimal. Agar pemanfaatan kayu ini lebih optimal maka perlu diketahui beberapa sifat dasar yang dimiliki kayu mangga. Berdasarkan uraian diatas, untuk mengetahui sifat-sifat kayu yang mendukung berbagai penggunaan kayu Mangifera indica Lamk., maka dilakukan penelitian mengenai Kajian Beberapa Sifat Dasar Kayu Mangga (Mangifera indica Lamk).

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui sifat fisis kayu Mangga (Mangifera indica Lamk) secara vertikal dan horizontal meliputi : kadar air, kerapatan dan penyusutan volume.

(17)

kerusakan akibat serangan rayap tanah.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah tersedianya data tentang sifat dasar kayu mangga (Mangifera indica Lamk.) yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pemanfaatannya.

Hipotesis Penelitian

(18)

Sifat Fisis Kayu

Sifat fisis kayu merupakan faktor intern/dalam dari struktur kayu yang sangat menentukan, di samping peran lingkungan dimana kayu tersebut tumbuh. Beberapa sifat fisis kayu yang dianggap penting antara lain : kadar air kayu, kembang susut, berat jenis dan kerapatan kayu (Dumanauw, 1993).

Kadar Air

Kayu bersifat higroskopis, artinya memiliki daya tarik terhadap air, baik dalam bentuk uap maupun cairan. Kemampuan kayu untuk menghisap atau mengeluarkan air tergantung pada suhu dan kelembaban udara sekelilingnya, sehingga banyaknya air dalam kayu selalu berubah-ubah menurut keadaan udara/atmosfer sekelilingnya. Semua sifat fisis kayu sangat dipengaruhi oleh perubahan kadar air kayu. Oleh karena itu dalam penggunaan kayu sebagai bahan baku bangunan, perabot, dan lain sebagainya perlu diketahui kandungan airnya, letaknya dalam kayu, dan bagaimana air itu bergerak di dalam kayu (Dumanauw, 1993). Kadar air kayu merupakan jumlah air yang dikandung kayu, yang dinyatakan dalam persen berat kering ovennya. Jumlah air yang dikandung kayu bervariasi tergantung dari jenis kayu, berkisar antara 40 % - 200 % berat kering kayu (Panshin dan de Zeeuw, 1980).

Menurut Budianto (1996) ada beberapa tahapan pengabsorsian air dalam kayu (proses evaporasi) :

(19)

Semua rongga sel dan dinding sel kayu penuh kandungan air. Kadar air dapat mencapai 200%.

- Titik jenuh serat (Fibre Saluration Point)

Air bebas pada rongga sel kayu telah keluar semuanya, kandungan air dalam dinding sel tetap. Kadar air kayunya 25%-30%.

- Kering udara atau titik keseimbangan kadar air kayu (Equilibrium MoistureContent)

Kayu menyesuaikan diri dengan udara sekitarnya, sehingga kandungan air dalam dinding sel yang berlebihan mulai terevaporasi keluar.

- Kering tanur

Rongga sel dan dinding sel tidak mengandung air lagi. Berat kayu tidak dapat turun lebih lanjut.

Air dalam kayu segar atau baru saja dipanen terletak di dalam dinding sel dan dalam rongga kayu. Apabila kayu dikeringkan selama pengolahannya semua cairan dalam rongga sel dikeluarkan. Akan tetapi, rongga sel akan selalu berisi sejumlah uap air. Selama terdapat air di dalam rongga sel, dinding sel akan jenuh. Selain itu, kebanyakan sifat fisis kayu (selain berat) tidak dipengaruhi oleh perbedaan mengenai banyaknya air dalam rongga sel (Haygreen dan Bowyer, 1996).

(20)

Kerapatan Kayu

Kayu adalah bahan yang terdiri atas sel-sel. Struktur yang terdiri atas sel yang memberikan kayu banyak sifat-sifat dan ciri-ciri yang unik. Kerapatan kayu berhubungan langsung dengan porositasnya, yaitu proporsi volume rongga kosong. Kerapatan didefenisikan sebagai massa atau berat per satuan volume. Ini biasanya dinyatakan dalam kilogram per meter kubik (Haygreen dan Bowyer, 1996).

Kerapatan kayu adalah massa atau berat kayu per unit volume kayu. Kerapatan merupakan faktor penting untuk mengetahui sifat fisik dan mekanik kayu (Panshin dan de Zeeuw, 1980). Kerapatan biasanya dinyatakan dalam pon per kaki atau kg/m3 (Haygreen dan Bowyer, 1996). Menghitung kerapatan kayu, meliputi air yang terkandung dalam kayu. Kerapatan kayu biasanya dipengaruhi oleh variasi anatomi, kadar air serta rasio kayu gubal dan kayu teras (Forest Products Laboratory, 1999).

Kembang Susut Kayu

Jika kayu kehilangan air di bawah titik jenuh serat (TJS), yaitu kehilangan air terikat pada dinding sel, kayu akan menyusut. Sebaliknya jika air memasuki struktur dinding sel , kayu mengembang (Haygreen dan Bowyer, 1996).

(21)

Besarnya kembang susut tidak sama dalam berbagai arah. Kita membedakan tiga macam arah, yaitu arah radial, arah tangensial dan arah longitudinal. Untuk semua jenis kayu kembang-susut dipengaruhi oleh suhu dan kerapatan kayu (Wiryomartono,1976). Perubahan dimensi kayu pada arah tangensial lebih besar daripada arah radial dan longitudinal. Perubahan dimensi kayu pada arah longitudinal biasanya diabaikan karena perubahannya sangat kecil (Panshin dan de Zeeuw, 1980).

Variasi dalam penyusutan contoh-contoh uji yang berbeda dari spesies yang sama di bawah kondisi yang sama, terutama disebabkan oleh tiga faktor yaitu ukuran dan bentuk potongan, kerapatan contoh uji, serta laju pengeringan. Besarnya penyusutan umumnya sebandingan dengan banyaknya air yang keluar dari dinding sel. Hal ini berarti bahwa spesies dengan berat jenis tinggi angka penyusutannya juga tinggi dikarenakan kayu yang berkerapatan tinggi kehilangan air lebih banyak pada dinding sel persen perubahan kandungan air (Haygreen dan Bowyer, 1996).

Penyusutan dan pengembangan mengakibatkan pembengkokan, pecah, belah atau mengurangi nilai dekoratif membuat kayu tidak dapat digunakan. Oleh karena itu, penting untuk mengerti fenomena dan mengatasinya agar kayu dapat digunakan (Forest Product Laboratory, 1999).

Sifat Kimia Kayu

(22)

biasanya berkaitan dengan jenis kayu tertentu dalam jenis dan jumlahnya. Perbandingan dan komposisi kimia lignin dan poliosa berbeda pada kayu lunak dan kayu teras, sedangkan selulosa merupakan komponen yang seragam pada semua kayu (Fengel dan Wegener, 1995).

Zat Ekstraktif

Istilah zat ekstraktif meliputi sejumlah besar senyawa-senyawa yang berbeda, yang dapat diekstrak dari kayu dengan memakai berbagai macam pelarut polar dan non polar. Dalam arti yang sempit, zat ekstraktif merupakan senyawa-senyawa yang larut dalam pelarut organik dan dalam pengertian ini, nama zat ekstraktif digunakan dalam analisa kayu (Fengel dan Wegener, 1995).

Menurut Sjöström (1996), zat ekstraktif merupakan bagian kecil dari komponen kayu yang larut dalam pelarut-pelarut organik netral atau air. Ekstraktif terdiri atas senyawa-senyawa tunggal tipe lipofil maupun hidrofil dengan jumlah yang sangat besar. Ekstraktif menempati tempat-tempat morfologi tertentu dalam struktur kayu. Sebagai contoh asam-asam resin terdapat dalam saluran resin, sedangkan lemak dan lilin terdapat dalam sel-sel parenkim. Ekstraktif fenol terdapat dalam kayu teras dan dalam kulit.

Penyebaran Zat Ekstraktif

(23)

kayu daun lebar mempunyai kandungan zat ekstraktif yang lebih banyak dibandingkan dengan kayu daun jarum.

Selanjutnya Fengel dan Wegener (1995), mengemukakan bahwa zat ekstraktif berpusat pada resin kanal dan sel parenkim jari-jari. Pada lamela tengah juga terdapat zat ekstraktif dengan kadar yang lebih rendah jika dibandingkan dengan interseluler dan dinding sel trakeid serta serat libriform.

Kandungan zat ekstraktif dalam kayu umumnya rendah (1-10%), merupakan zat kerangka dengan persentase ± 90% dari berat kayu. Konsentrasi zat ekstraktif pada berbagai jenis kayu sangat berbeda. Pada umumnya konsentrasi zat ekstraktif dalam kayu gubal lebih rendah daripada kayu teras, hal ini bisa dilihat pada warna kayu teras yang sering lebih tua daripada kayu gubal dan bersifat racun sehingga kayu teras lebih tahan terhadap serangan organisme perusak kayu. Keadaan iklim yang berbeda juga berpengaruh terhadap kandungan zat ekstraktif dalam kayu, dimana kayu yang berasal dari daerah tropika (10%) mengandung lebih banyak zat ekstraktif daripada kayu yang berasal dari daerah beriklim sedang (5%). Kandungan zat ekstraktif dalam jenis kayu yang sama dapat berbeda pula (Fengel dan Wegener, 1995).

(24)

Jenis Zat Ekstraktif

Zat ekstraktif dalam kayu dapat berupa karbohidrat, gula, pektin, zat warna dan asam-asam tertentu yang berasosiasi dan mudah larut dalam air dingin. Zat yang terlarut dalam air panas antara lain lemak, zat warna, tanin, damar dan flobatannin. Selanjutnya yang terlarut dalam alkohol adalah asam lemak, lilin, resin, sedangkan yang larut dalam NaOH terdiri dari senyawa karbohidrat dan lignin (Sjöström, 1996).

Zat ekstraktif kayu selain dapat dibedakan berdasarkan susunan kimianya, seperti senyawa hidrokarbon, karbohidrat, terpenoida, tannin, lemak dan lain-lain, juga dapat dibedakan menurut fungsi senyawa tersebut dalam kayu yaitu zat ekstraktif primer yang meliputi senyawa-senyawa yang diperlukan dalam pertukaran zat misalnya asam amino, protein, karbohidrat dan fosfatida. Sedangkan zat ekstraktif sekunder tidak diperlukan secara mutlak dalam pertukaran zat tumbuhan. Zat ekstraktif sekunder sering disebut sebagai zat ekstraktif kayu teras karena senyawa tersebut terdapat dalam kadar yang lebih tinggi pada bagian kayu teras dan biasanya hanya terdapat pada beberapa jenis tumbuhan yang sering tergolong satu famili atau genus (Simatupang,1988; Fengel dan Wegener, 1989)

(25)

Kegunaan Zat Ekstraktif

Zat ekstraktif dapat digunakan untuk mengenali suatu jenis kayu. Jenis kayu yang berbeda menyebabkan kandungan zat ekstraktif yang berbeda pula, sehingga dapat dijadikan sebagai alat identifikasi/pengenalan kayu (Dumanauw, 1993).

Anonim (1976), bahwa zat ekstraktif bisa digunakan sebagai bahan baku maupun tambahan untuk berbagai macam industri, dimana zat ekstraktif yang sering digunakan adalah damar, gondorukem, terpentin, kopal, getah, minyak candana dan lain sebagainya.Gum (perekat alami) dipakai dalam industri kimia, pabrik bahan warna, korek api, tinta dan pembuatan kapsul obatan.Selanjutnya diterangkan juga minyak tengkawang dapat dipergunakan sebagai minyak goreng, obat-obatan, sabun dan margarin, sedangkan minyak eucalyptus, digunakan sebagai antiseptik, obat gosok, sebagai bahan parfum, insektisida dan fungisida dan sebagai bahan penghancur dalam industri selulosa.

Komponen-komponen ekstraktif kayu dan kulit kayu terdiri atas sejumlah besar senyawa kimia maka sejak semula ada perhatian dalam penggunaan senyawa-senywa tersebut untuk tujuan yang berbeda, misalnya sebagai bahan pengawet, zat warna, bahan pewangi atau pembekalan angkutan laut (noval storager). Pada saat ini beberapa ekstraktif kayu dan kulit kayu masih merupakan sumber berharga untuk produk-produk khusus yang berasal dari komponen-komponen kayu makro molekul (Wenzl, 1970).

(26)

sebagai bahan baku industri ban, bahan pengisi pada industri kertas, bahan pelunak dan aditif lainnya (Fengel dan Wegener, 1995).

Pengaruh Zat Ekstraktif

Zat ekstraktif mempunyai arti penting dalam kayu (Dumanauw, 1993), karena dapat mempengaruhi sifat keawetan, warna, bau dan rasa suatu jenis kayu. Zat ekstraktif memiliki arti yang paling penting dalam kayu karena :

- Dapat mempengaruhi sifat keawetan, warna, bau dan rasa suatu jenis kayu - Dapat dipergunakan untuk mengenal suatu jenis kayu dan bahan industri. - Dapat menyulitkan dalam pengerjaan dan mengakibatkan kerusakan pada

alat-alat pertukangan.

Keberadaan zat ekstraktif (resin pada industri kertas dapat mengganggu penetrasi bahan kimia dalam serpih, menyebabkan bintik-bintik hitam pada kertas dan menyumbat lubang kasa kawat mesin kertas. Senyawa-senyawa fenol menyebabkan warna hitam pada tempat pemakuan. Asam-asam gallic dan ellagik menyebabkan warna hitam kebiru-biruan pada pisau-pisau gergaji. Senyawa lemak dan minyak mengurang permeabilitas dan higroskopis kayu sehingga mempersulit pengawetan walaupun sifat kembang susut mengecil. Tanin dan glukosa menyebabkan kesukaran dalam perekatan. Senyawa-senyawa fenol menyebabkan dermatitis pada para pekerja kayu (Anonim, 1976)

Cara Mengekstraksi

(27)

proses difusi bahan pelarut dalam kayu, jenis kayu, besarnya partikel dan persentase zat ekstraktif (Wenzl, 1970; Soenardi, 1976; Sudrajat, 1979).

Larutan alkali (NaOH) akan mudah melarutkan zat ekstraktif yang letaknya jauh di dalam batang. Hal ini disebabkan larutan basa yang heterogen mampu menyusup lebih dalam ke jaringan kayu, sehingga terjadi peristiwa pengembangan (swelling) dan bahan yang terdapat dalam jaringan akan mudah dilarutkan. NaOH juga mampu melarutkan sebagian besar hemiselulosa khususnya rantai cabanganya baik dari pentosa, heksosa maupun asam organik (Browning, 1967).

Faktor Perusak Kayu

Keawetan kayu dikatakan rendah bila dalam pemakaian tidak tercapai umur yang diharapkan sesuai dengan ketentuan kelas awet. Dalam hal ini perlu diketahui apakah faktor penyebabnya. Adapun faktor penyebab kerusakan kayu adalah jenis serangga yang merupakan perusak kayu yang sangat hebat, terutama di daerah tropik misalnya: Indonesia, Malaysia, Filipina dan lain-lain. Serangga makan dan tinggal di dalam kayu, serangga tersebut adalah rayap (Dumanauw, 1993)

Rayap

(28)

Boror Le Long (1954) dalam Sukmana (2005) menyebutkan, di dalam koloni terdapat serangga bersayap dan serangga tidak bersayap, ada yang hanya mempunyai tonjolan sayap saja. Sayapnya berjumlah dua pasang menempel pada bagian toraks dan berbentuk seperti selaput, dengan pertulangan sederhana dan reticulate. Bentuk dan ukuran sayap depan sama dengan sayap belakang dan oleh karena itulah ordonya dinamakan isoptera.

Supriana (1984) dalam Rajani (2002) mengelompokkan rayap ke dalam tujuh famili yaitu Mastotermitidae, Kalotermitidae, Termopsidae, Hodotermitidae, Rhinotermitidae, serritermitidae dan Termitidae. Enam keluarga pertama sebagai rayap tingkat rendah dan keluarga Termitidae sebagai rayap tingkat tinggi. Di dalam usus belakang rayap tingkat rendah terdapat protozoa yang berperan sebagai simbion dalam proses penghancuran selulosa. Di dalam keluarga tingkat tinggi peranan protozoa digantikan oleh bakteri.

Perilaku Rayap

Rayap hidup dalam kelompok sosial (koloni) dengan sistem kasta. Satu koloni terbentuk dari sepasang laron betina dan jantan yang melakukan kopulasi dan mampu memperoleh habitat yang cocok. Koloni rayap juga dapat terbentuk dari fragmen koloni yang berpisah dari koloni utama tersebut. Rayap hidup diseluruh bagian yang beriklim panas dan sedang (Tarumingkeng, 2001)

(29)

berfungsi untuk menjaga koloni dari serangan musuh, seperti semut. Makanan dari kasta pekerja disampaikan kepada kasta prajurit dan kasta reproduktif melalui anus atau melalui mulut. Dalam perkembangan hidupnya rayap mengalami metabolisme bertahap atau gradual (hemimetabola), dari telur kemudian nimfa sampai menjadi dewasa (Prasetyo dan Yusuf, 2005).

Pada prinsipnya makanan utama rayap adalah selulosa. Oleh karena itu kayu dan jaringan tanaman lainnya yang merupakan gudang “selulosa” merupakan sasaran serangan rayap. Bahkan lebih dari itu, dengan ukuran populasinya yang sangat besar disertai daya jelajah yang sangat tinggi maka rayap mampu menjangkau dan merusak beraneka ragam bahan yang menjadi kepentingan manusia seperti karton, kertas, kain, plastik, dan lain-lain. Sasarannya juga terletak jauh dari sarangnya. Dengan demikian dapat dimengerti mengapa bangunan atau perumahan bertingkat sekalipun rusak akibat serangan rayap. Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa rayap mempunyai dampak ekonomis yang cukup besar dalam kehidupan manusia salah satunya adalah memperpendek umur pakai (Sukmana, 2005).

(30)

Tambunan dan Nandika (1989) mengemukakan bahwa dalam hidupnya rayap mempunyai beberapa sifat, antara lain:

1. Sifat Trophalaxis, yaitu sifat rayap untuk berkumpul saling menjilati serta mengadakan pertukaran bahan makanan.

2. Sifat Cryptobiotic, yaitu sifat rayap untuk menjauhi cahaya. Sifat ini tidak berlaku pada rayap yang bersayap (calon kasta reproduktif) dimana selama periode pendek dalam hidupnya memerlukan cahaya.

3. Sifat Canibalisme, yaitu sifat rayap untuk memakan individu sejenis yang lemah atau sakit. Sifat ini lebih menonjol jika rayap kekurangan makanan. 4. Sifat Necrophagy, yaitu sifat rayap memakan bangkai sesamanya.

Klasifikasi Rayap

Tambunan dan Nandika (1989), membagi rayap berdasarkan habitatnya ke dalam beberapa golongan yaitu:

1. Rayap kayu basah (dampwood termite) adalah golongan rayap yang biasanya menyerang kayu-kayu busuk atau pohon yang akan mati. Sarangnya di dalam kayu dan mempunyai hubungan dengan tanah, misalnya Glyprotermes spp. (famili Kalotermitidae).

2. Rayap kayu kering (drywood termite) adalah golongan rayap yang biasa menyerang kayu-kayu yang kering. Sarangnya terletak di dalam kayu yang tidak mempunyai hubungan dengan tanah, misalnya Cryptotermes spp. (famili Kalotermitidae)

(31)

mempunyai terowongan pipih yang terbuat dari tanah yang menghubungkan sarang dengan benda yang diserangnya. Dalam kehidupannya membutuhkan kelembaban tinggi dan menjauhi cahaya, misalnya dari famili Rhinotermitidae dan sebagian dari famili Termitidae.

Rayap Tanah (Subteran)

Nandika dkk. (2003) menyebutkan, rayap tanah adalah jenis rayap yang bersarang di dalam tanah, memerlukan kebasahan, kelembaban, dan menyerang komponen kayu bangunan rumah dan gedung maupun isinya yang mengandung selulosa. Yang termasuk ke dalam golongan rayap subteran adalah anggota-anggota dari famili Rhinotermitidae serta sebagian dari famili Termitidae.

Pada prinsipnya rayap subteran memakan bahan-bahan yang mengandung selulosa, seperti kayu, bambu, kertas, kain, dan jaringan tanaman lain. Kerusakan yang paling berarti ada pada bangunan yang terbuat dari kayu. Bentuk kerusakan sarang lebah merupakan bentuk serangannya yaitu berupa saluran yang berlapis-lapis dan tidak beraturan. Bangunan misalnya, dapat diserang oleh rayap apabila adanya kayu yang langsung berhubungan dengan tanah, adanya rongga-rongga pada pondasi (lantai) atau melalui terowongan-terowongan yang dibuat oleh rayap dari sarang menuju ke sasaran. Sarang rayap terdiri atas beberapa tipe, secara umum dapat dibedakan menjadi sarang rayap di dalam kayu, sarang rayap arboreal yang berasosiasi dengan pohon, sarang rayap subteran (sarang karton), dan sarang rayap pembentuk bukit (Nandika dkk., 2003).

(32)

membangun sarang lebih besar dari jenis lainnya. Famili ini merusak bagian kayu dan mencerna serat-serat kayu untuk tempat tumbuh jamur (Nandika dkk., 2003)

Deskripsi Kayu Mangga (Mangifera indica Lamk)

Walaupun pohon mangga bukan asli dari Indonesia tetapi pada umumnya masyarakat sudah menganggapnya sebagai salah satu tanaman buah-buahan asli Indonesia. Tanaman mangga pada umunya tumbuh baik di daerah dataran rendah, tetapi juga masih bisa hidup di daerah yang hawanya sedang walaupun tidak sebaik di dataran rendah (Pracaya, 1997).

Beberapa daerah di Indonesia memiliki bermacam-macam istilah untuk mangga misalnya di Madura ; Pao, di Jawa (Tengah dan Timur) ; Pelem, di Jawa Barat ; manggah, Aceh ; mamplam, Bali ; amplem, Nias ; maga, Banjarmasin ; ampelam, Sulawesi selatan ; pao, taipa, Minahasa ; kawiley, Maluku ; mampalang, Irian Jaya ; manilya, pager, piberekari, dan masih banyak yang lainnya. Pada umumnya orang sudah banyak mengenal kata mangga, kadang-kadang dalam bahasa Indonesia disebut juga mempelam (Pracaya, 1997)

Pracaya (1997) mengemukakan mangga yang biasa dimakan sehari-hari misalnya mangga golek, mangga manalagi, mangga arumanis, mangga sengir. Sistematik (taksonomi) tanaman mangga diklasifikasikan sebagai berikut :

Species (jenis) : Mangifera indica Lamk Genus : Mangifera

Famili (keluarga) : Anacardiaceae Ordo : Sapindales

(33)

Tanaman mangga pohonnya tegak, bercabang dan warnanya selalu hijau, tingginya bisa mencapai 10-40 m, tajuknya berbentuk kubah, bulat panjang (oval) atau memanjang, umurnya bisa mencapai 100 tahun atau lebih. Batang tegak, bercabang agak kuat, daun lebat dan membentuk tajuk yang indah berbentuk kubah, oval atau memanjang. Kulitnya tebal dan kasar dengan banyak celah-celah kecil dan sisik-sisik bekas tangkai daun. Warna kulit yang sudah tua biasanya coklat keabuan, kelabu tua sampai hampir hitam (Pracaya, 1997).

Tanaman mangga dapat tumbuh dan berproduksi di daerah tropik maupun sub-tropik. Di daerah tropik Indonesia mangga tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian 800 meter di atas permukaan laut (dpl) namun paling optimal pada ketinggian 300 m dpl dan iklimnya kering (Rukmana, 1997).

Rukmana (1997) mengemukakan kerabat dekat suku mangga-manggaan cukup banyak, diantaranya adalah kemang (Mangifera caesia Jack. Ex Wall.), bacang atau embacang atau limus (Mangifera foetida Lour), kweni (Mangifera odorata Griff), dan ragam varietas atau kultivar dari mangga itu sendiri (Mangifera indica L.) seperti mangga arumanis, golek, gedong, manalagi, cangkir dan lain-lain.

Tanaman mangga memiliki pohon yang tingginya mencapai 10 m-30 m atau lebih dan umumnya dapat mencapai puluhan tahun. Batangnya tumbuh tegak, kokoh, berkayu dan berkulit agak tebal yang warnanya abu-abu kecoklat-coklatan, pecah-pecah serta mengandung cairan semacam damar. Percabangannya banyak yang tumbuh ke segala arah hingga tampak rimbun (Rukmana, 1997).

(34)

tanah yang paling tepat ialah yang remah atau berbutir. Derajat keasaman tanah optimum ialah 5,5-6,0 tetapi pada pH 5,5-7,5 tanaman mangga masih dapat tumbuh. Bila terlalu asam, tanah dapat diberikan kapur dolomit. Sebaiknya tanah tidak miring atau cekung. Tanah yang miring memudahkan tanaman kekurangan air, sedangkan tanah yang cekung memudahkan terjadinya genangan air sehingga akan mengganggu pertumbuhan tanaman.

(35)

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dan Hutan Tridharma USU. Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari bulan April sampai Agustus 2007.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kayu mangga (Mangifera indica Lamk) yang berasal dari daerah Tanjungsari, Medan, Sumatera Utara. Sedangkan bahan kimia yang digunakan adalah aquades dingin, aquades panas, NaOH 1%, Alkohol 96%, dan asam asetat 10%.

Alat

(36)

Pengambilan Bahan dan Pembuatan Contoh Uji

Pengambilan bahan penelitian dilakuka n di daerah Tanjungsari, Medan, Sumatera Utara sebanyak dua batang pohon dengan ukuran diameter dan umur pohon yang sama. Pada pohon diambil contoh uji dari tiga bagian batang pohon, yaitu bagian pangkal, tengah dan ujung (arah vertikal). Gambar berikut merupakan pengambilan contoh uji dari bagian batang pohon :

U Ujung

T Tengah

P Pangkal

Gambar 1. Pembagian Batang Berdasarkan Ketinggian Pohon

(37)

p : dekat kulit t : tengah

d : dekat empulur

Gambar 2. Pembagian Batang Berdasarkan Variasi Kedalaman

Setiap bagian batang kemudian dibelah dan dibuat contoh uji penelitian pada bagian dekat kulit, tengah dan dekat empulur. Pembagian contoh uji penelitian sifat fisis dan uji kubur dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4.

A B C

Gambar 3. Pembagian Stick Untuk Pembuatan Contoh Uji Sifat Fisis

Keterangan : A = Contoh uji kadar air C = Contoh uji penyusutan volume B = Contoh uji kerapatan

5 cm 5 cm

30 cm

(38)

Pengujian yang dilakukan terdiri dari tiga sifat, yaitu sifat fisis, sifat kimia dan sifat ketahanan terhadap rayap. Sifat fisis kayu meliputi : kadar air, kerapatan dan penyusutan volume. Sifat kimia kayu meliputi kandungan zat ekstraktif. Sifat ketahanan kayu terhadap rayap melalui uji kubur.

Pengujian sifat fisis berdasarkan British Srandard (BS) 373 : 1957, BSI Wood Technology (1957). Pengujian sifat kimia berdasarkan Standar TAPPI (Technical Association Of The Pulp dan Paper Industri), Anonim (1961) dalam Batubara (2006). Pengujian ketahanan kayu terhadap rayap meliputi penentuan derajat serangan rayap dan penentuan klasifikasi ketahanan kayu terhadap serangan rayap, Simanjuntak (2006). Pengujian sifat fisis, kimia dan pengujian ketahanan kayu terhadap rayap dilakukan dengan 4 kali ulangan.

Pengujian Sifat Fisis

Kadar Air

Kadar air adalah jumlah air yang terdapat di dalam kayu dibagi dengan berat kering tanur (BKT) dan dinyatakan dalam persen. Pengujian kadar air ini dilakukan untuk penyeragaman contoh uji. Cara penentuan kadar air adalah sebagai berikut :

1. Contoh uji kadar air diambil dari setiap stick dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm.

(39)

103±2ºC selama 24 jam kemudian ditimbang beratnya dan dioven kembali selama 3 jam dan ditimbang hingga beratnya konstan.

4. Dihitung kadar air dengan rumus :

KA Basah x100%

Kerapatan merupakan perbandingan antara massa kayu dengan volume kayu. Cara penentuan kerapatan kayu adalah sebagai berikut :

1. Contoh uji diambil dari setiap stick dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm.

2. Contoh uji dikeringudarakan dengan kipas angin selama ± 3 minggu kemudian ditimbang beratnya (berat kering udara) dan diukur dimensinya.

3. Dihitung volume kering udara

4. Kerapatan kayu dapat dihitung dengan rumus :

Kerapatan Kayu (gr/cm3

(40)

cm.

2. Contoh uji diukur dimensinya (volume segar), kemudian dikeringudarakan dengan menggunakan kipas angin selama ± 3 minggu. Setelah dikeringudarakan contoh uji diukur dimensinya.

3. Contoh uji kering udara dimasukkan ke dalam oven pada suhu 103±2ºC selama 24 jam kemudian diukur dimensinya.

4. Penyusutan dapat dihitung dengan rumus :

Penyusutan segar x100%

Contoh uji pengujian sifat kimia diambil dari batang mangga dengan faktor ketinggian (ujung, tengah, pangkal) dan kedalaman (dekat empulur, tengah, dekat kulit). Dari setiap bagian batang dijadikan serbuk, kemudian disaring dengan menggunakan saringan 40-60 mesh.

(41)

Sebelum dianalisis, serbuk yang dihasilkan dari potongan-potongan kayu mangga (Mangifera indica Lamk) disimpan di dalam ruang konstan selama ± 48 jam agar kadar airnya konstan. Kemudian dilakukan pengukuran kadar air (KA) dengan menggunakan standar TAPPI T 264 om-88 dengan prosedur sebagai berikut:

- Menimbang botol timbang yang kering dan bersih, kemudian diisi dengan serbuk kayu 2 gr lalu dikeringkan dalam oven

- Setelah 2 jam diambil dan didinginkan dalam desikator (±15 menit) lalu ditimbang

- Pengeringan dan penimbangan dilakukan lagi hingga beratnya konstan - Perhitungan untuk mencari kadar air adalah :

Kadar air = x100%

Setelah dilakukan pengukuran nilai kadar air (KA) maka selanjutnya dilakukan analisis kandungan zat ekstraktif, baik yang larut dalam air dingin, air panas, NaOH 1% maupun dalam alkohol 96% dengan 4 kali ulangan. Analisis kimia yang dilaksanakan dalam penelitian ini semuanya menggunakan Standar TAPPI (Technical Association of the Pulp and Paper Industri), meliputi

1. Air dingin (TAPPI T 207 om-88)

(42)

menggunakan magnetic stirer dalam waktu yang konstan.

- selanjutnya serbuk disaring dengan gelas pori yang steril dan telah diketahui beratnya, lalu serbuk dicuci dengan 200 ml aquades.

- kemudian dimasukkan ke dalam oven yang bersuhu 103±2ºC selama 24 jam lalu didinginkan dalam desikator (±15 menit) dan ditimbang. Pengeringan dan penimbangan dilakukan hingga didapat berat yang konstan.

2. Air panas (TAPPI T 207 om-88)

- 2 gram serbuk kayu kering oven dimasukkan ke dalam erlenmeyer 300 ml. - kemudian tambahkan 200 ml aquades panas dan dimasukkan dalam waterbath

yang airnya telah mendidih selama 3 jam, permukaan air pada waterbath harus selalu di atas permukaan air yang ada di dalam erlenmeyer.

- Pada periode tertentu yang konstan, campuran tersebut harus diaduk perlahan-lahan.

- isi erlenmeyer dipindahkan ke dalam gelas pori yang bersih dan kering serta

telah diketahui beratnya. Selanjutnya dibilas dengan 200 ml aquades panas dan dioven dengan suhu 103±2ºC selama 24 jam. Didinginkan dalam desikator ±15 menit, kemudian ditimbang.

- pengeringan dan penimbangan dilakukan hingga didapat berat yang konstan. 3. Alkohol 96% (TAPPI T 204 om-88)

- Serbuk kayu kering oven sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer 300 ml lalu diekstraksi dengan 200 ml alkohol 96% selama 2 x 24 jam.

(43)

dengan aquades panas dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 103±2ºC selama 24 jam.

- didinginkan dalam desikator ±15 menit, kemudian ditimbang.

- pengeringan dan penimbangan dilakukan hingga didapat berat yang konstan. 4. NaOH 1% (TAPPI T 212 om-88)

- 2 gram serbuk kayu kering oven dimasukkan ke dalam gelas piala 500 ml. - selanjutnya ditambahkan 100 ml larutan NaOH 1% dan dimasukkan ke dalam

waterbath yang airnya telah mendidih selama 1 jam. Permukaan air waterbath

harus selalu di atas air dalam gelas piala.

- isi gelas piala dipindahkan ke dalam gelas pori yang bersih dan kering serta diketahui beratnya, kemudian dibilas dengan aquades panas ±100 ml dan asam asetat 10% sebanyak 25 ml. selanjutnya ditambahkan lagi 25 ml asam asetat 10% dan terakhir dibilas dengan aquades panas sampai bebas asam (dicek dengan kertas lakmus).

- Lalu dimasukkan dalam oven dengan suhu 103±2ºC selama 24 jam. - Didinginkan dalam desikator ±15 menit, kemudian ditimbang.

- Pengeringan dan penimbangan dilakukan hingga didapat berat yang konstan. Setelah semua prosedur di atas dilaksanakan, maka dapat dicari besarnya kandungan zat ekstraktif yang larut dalam air dingin, air panas, alkohol 96% dan NaOH 1% dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Ekstraktif (%) = x100% Ba

Bo Ba−

Dimana : Ba = Berat serbuk mula-mula (g)

(44)

Adapun jenis kegiatan yang dilakukan pada pengujian ketahanan kayu mangga (Mangifera indica Lamk) terhadap rayap tanah meliputi penentuan derajat serangan rayap dan penentuan klasifikasi ketahanan papan terhadap serangan rayap.

Penentuan derajat serangan rayap

1. Contoh uji yang telah disediakan sebanyak 36 buah terlebih dahulu dikeringudarakan selama ±3 minggu untuk mencari kadar air (KA) dan berat kering udara (BKU) sebelum pengujian. Dicatat berat awal masing-masing contoh uji.

2. Contoh uji diberi nomor pada salah satu ujunganya, bagian yang bernomor muncul di atas permukaan, sehingga akan memudahkan dalam pengamatan.

3. Contoh uji ditanam ke tanah sampai kedalaman ± 25 cm, kemudian ditutup dengan polybag hitam sampai ke bawah.

4. Penguburan contoh uji pada lokasi yang sudah diketahui adanya rayap tanah, dapat dilihat dari timbunan tanah yang dipastikan merupakan sarang rayap tanah tipe sarang bukit.

5. Jarak antar contoh uji yang satu dengan yang lainnnya adalah 60 cm. 6. Jangka waktu pengujian dilakukan selama 100 hari, setelah 100 hari

contoh uji dicabut, dibersihkan dari tanah/kotoran dengan menggunakan sikat halus.

(45)

kerusakan yang terjadi pada contoh uji. Tabel 1. Derajat Serangan Rayap

Tingkat Kondisi contoh uji Nilai

1. Contoh uji yang telah selesai diamati derajat serangan rayapnya, kemudian dikeringudarakan untuk mendapatkan BKU setelah pengujian dilapangan. Penentuan ketahanan kayu mangga terhadap serangan rayap didasarkan atas kehilangan berat dengan rumus sebagai berikut:

K = x100%

K : Persentase kehilangan berat contoh uji (%)

W1 : Berat kering udara (BKU) sebelum pengumpanan (gr) W2 : Berat kering udara (BKU) setelah pengumpanan (gr) 2. Tingkat ketahanan kayu mangga terhadap serangan rayap tanah dihitung

(46)

Penurunan berat Kelas ketahanan

1. Data yang diperoleh untuk sifat fisis disajikan dalam bentuk rataan.

2. Kelarutan zat ekstraktif untuk mengetahui pengaruh arah vertikal dan horizontal dianalisis menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) 2 faktorial dengan faktor A adalah ketinggian (vertikal) terdiri dari pangkal, tengah, ujung dan faktor B adalah kedalaman (horizontal) terdiri dari dekat kulit, tengah, dekat empulur dengan 4 kali ulangan.

Model rancangan statistik yang digunakan adalah sebagai berikut : Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + ε

= pengaruh sebenarnya dari taraf ke-i faktor ketinggian

j

(αβ)

= pengaruh sebenarnya dari taraf ke-j faktor kedalaman

ij

ε

= pengaruh interaksi antara taraf ke-i faktor ketinggian dan taraf ke-j faktor kedalaman.

(47)
(48)

Kadar Air

Kadar Air Segar

Data hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kadar air segar berkisar antara 122,76 % sampai dengan 142,96 %, dengan kadar air segar rata-rata 129,91 %. Nilai rata-rata kadar air selengkapnya disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-Rata Kadar Air Segar Kayu Mangga Berdasarkan Ketinggian dan Kedalaman.

Bagian Pohon

Kadar Air Segar (%)

Rata-Rata Dekat Empulur Tengah Dekat Kulit

Ujung 123,61 137,20 142,96 134,59 Tengah 126,37 130,32 134,21 130,30 Pangkal 122,76 124,34 127,39 124,83 Rata-Rata 124,25 130,62 134,85 129,91

Berdasarkan Tabel 3. nilai kadar air segar dari empulur ke arah kulit (secara horizontal) semakin meningkat, dan secara vertikal yaitu berdasarkan ketinggian pada batang (pangkal, tengah, ujung) semakin ke ujung kadar air semakin meningkat. Data hasil pengukuran kadar air segar selengkapnya disajikan dalam Lampiran 1.

Air dalam kayu segar atau baru saja ditebang terletak dalam dinding sel dan dalam rongga sel. Banyaknya air dalam suatu kayu dinyatakan dengan kadar air. Kadar air pada kayu segar memiliki nilai yang cukup besar yaitu dapat mencapai 200 %.

(49)

kadar air. Menurut Haygreen dan Bowyer (1996) perubahan kayu gubal menjadi kayu teras mengakibatkan terjadinya pengurangan kadar air pada kayu teras. Hal ini terjadi karena perubahan dinding sel tipis dengan rongga sel besar menjadi dinding sel tebal dengan rongga sel kecil, sehingga kayu teras memiliki kadar air yang kecil.

Berdasarkan ketinggian batang (secara vertikal), kadar air segar semakin meningkat ke arah ujung. Hal ini diduga karena pada bagian ujung kayu teras belum terbentuk, proporsi kayu gubal lebih besar sehingga kadar air dibagian ujung meningkat. Menurut Pandit dan Hikmat (2002) kayu teras mulai dibentuk pada riap tumbuh tertua yaitu pada daerah di dekat empulur (pada riap tumbuh pertama). Oleh karena itu diameter kayu teras menurun dimulai dari pangkal hingga ke bagian ujung pohon.

Kadar Air Kering Udara

Hasil penelitian menunjukkan nilai kadar air kering udara berkisar antara 11,48 % sampai dengan 15,44 %. Nilai rata-rata kadar air kering udara 13,00 %. Nilai rata-rata kadar air kering udara selengkapnya disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata Kadar Air Kering Udara Kayu Mangga Berdasarkan Ketinggian dan Kedalaman.

Bagian Pohon

Kadar Air Kering Udara (%)

Rata-Rata Dekat Empulur Tengah Dekat Kulit

Ujung 13,41 14,06 15,44 14,30

Tengah 11,79 12,44 12,90 12,38

Pangkal 11,48 12,47 12,98 12,31

Rata-Rata 12,23 12,99 13,77 13,00

(50)

meningkat. Data hasil pengukuran kadar air kering udara selengkapnya disajikan dalam Lampiran 2.

Keadaan yang dikehendaki dalam pemakaian kayu adalah pada saat kayu kering udara. Keadaan kering udara merupakan keadaan dimana kadar air kayu dan kadar air kering udara yang mengelilinginya mencapai keseimbangan. Pada keadaan kering udara tidak lagi terjadi perubahan-perubahan bentuk yang penting (antara lain bengkok, pecah, belah dan lain sebagainya) seperti pada kayu yang basah.

Kadar air kering udara secara horizontal pada hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin menjauhi empulur kadar airnya semakin meningkat. Hal ini karena pada bagian kayu dekat kulit memiliki dinding sel kecil dan pori besar yang dapat menyimpan air lebih banyak. Hal ini sesuai dengan Haygreen dan Bowyer (1996) bahwa dinding sel kayu tipis dengan rongga besar akan lebih banyak menampung air. Jika dilihat dari struktur anatominya kayu dekat kulit banyak terdapat kayu gubal yang mengandung air lebih banyak.

(51)

Kerapatan Kayu

Kerapatan kayu merupakan salah satu sifat fisis kayu yang penting karena kerapatan kayu berhubungan dengan kekuatan kayu. Secara umum semakin tinggi kerapatan kayu, maka tingkat kekuatan kayu juga semakin tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kerapatan kayu batang mangga berkisar antara 0,54 gr/cm3 sampai dengan 0,62 gr/cm3, dengan rata-rata karapatan kayu 0,58 gr/cm3

Tabel 5. Rata-Rata Kerapatan Kayu Berdasarkan Ketinggian dan Kedalaman. . Nilai rata-rata kerapatan kayu selengkapnya disajikan pada Tabel 5.

Dekat Empulur Tengah Dekat Kulit

Ujung 0,61 0,62 0,58 0,60

Tengah 0,56 0,54 0,54 0,55

Pangkal 0,58 0,59 0,59 0,59

Rata-Rata 0,58 0,58 0,57 0,58

Berdasarkan Tabel 5, kerapatan kayu secara vertikal ke arah pangkal menurun (ujung 0,60 gr/cm3, tengah 0,55 gr/cm3, pangkal 0,59 gr/cm3) dan secara horizontal kerapatan kayu ke arah empulur semakin meningkat (dekat empulur 0,58 gr/cm3, tengah 0,58 gr/cm3, dekat kulit 0,57 gr/cm3

Nilai kerapatan kayu secara horizontal ke arah mendekati empulur semakin meningkat. Peningkatan nilai kerapatan kayu dikarenakan perbedaan antara kayu gubal dan kayu teras, perubahan dari kayu gubal menjadi kayu teras mengakibatkan terjadinya penebalan dinding sel dan pengurangan kadar air. Menurut Haygreen dan Bowyer (1996) kayu teras mempunyai konsentrasi tinggi akan bahan-bahan ekstraktif dan infiltrasi daripada kayu gubal, karenanya kerapatan kayu teras lebih tinggi sedikit daripada kayu gubal.

(52)

Secara vertikal kerapatan kayu pada bagian tengah memiliki kerapatan yang lebih kecil dibanding dengan bagian ujung dan pangkal. Hal ini karena banyaknya ruang-ruang kosong pada bagian tengah dan perbedaan anatomi kayu pada setiap bagian pohon, sehingga bagian tengah memiliki kerapatan lebih kecil. Menurut Tsoumis (1991) bahwa variasi berat jenis/kerapatan terjadi terutama karena perbedaan banyaknya ruang-ruang kosong pada jenis kayu. Tsoumis juga menambahkan bahwa variasi berat jenis/kerapatan juga disebabkan oleh variasi anatomi kayu, salah satu yang membedakan adalah tipe sel (trakeid, pori dan sel parenkim).

Dari nilai rata-rata kerapatan kayu mangga (Mangifera indica Lamk) yang diperoleh sebesar 0,58 gr/cm3

Tabel 6. Kelas kuat kayu berdasarkan BJ/ kerapatan kayu

, sehingga kelas kuat kayu mangga (Mangifera indica Lamk) adalah kelas kuat III. Dimana kelas kuat III adalah untuk kayu yang memiliki kerapatan antara 0,40 hingga 0,60. Berikut adalah daftar kelas kuat kayu menurut kerapatan/ berat jenisnya. Sumber : Kartasudjana dan Abdurahim (1979)

Penyusutan Volume Segar

(53)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai penyusutan volume segar berkisar antara 8,16 % sampai dengan 15,81 %. Nilai rata-rata penyusutan volume segar 11,11 %. Nilai rata-rata penyusutan volume segar disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Rata-Rata Penyusutan Volume Segar Kayu Mangga Berdasarkan

Ketinggian dan Kedalaman Bagian

Pohon

Penyusutan Volume segar (%)

Rata-Rata Dekat Empulur Tengah Dekat Kulit

Ujung 11,56 12,37 15,81 13,25

Tengah 9,90 14,35 8,92 11,06

Pangkal 9,81 8,16 9,09 9,02

Rata-Rata 10,42 11,63 11,27 11,11

Berdasarkan Tabel 7. secara horizontal nilai penyusutan volume segar pada bagian tengah adalah yang paling tinggi yakni sebesar 11,63 %, sedangkan nilai penyusutan volume segar yang paling rendah terdapat pada bagian dekat empulur yaitu sebesar 10,42 %, bahwa semakin ke arah dekat kulit maka penyusutan volume segar semakin besar. Berdasarkan faktor ketinggian atau vertikal nilai penyusutan volume segar akan semakin besar dari pangkal menuju ujung yaitu 9,02 % pada bagian pangkal, 11,06 % pada bagian tengah dan 13,25 % pada bagian ujung. Data hasil pengukuran penyusutan volume segar selengkapnya disajikan dalam Lampiran 4.

(54)

bagian dekat empulur lebih kecil, sehingga berkas pembuluh dan pori tempat bergeraknya air lebih sedikit terdapat pada bagian dekat empulur, ini juga alasan mengapa penyusutan pada bagian dekat empulur lebih kecil.

Secara vertikal ke arah ujung, penyusutan volume segar semakin meningkat. Hal ini dikarenakan kerapatan atau berat jenis pada bagian ujung lebih tinggi sehingga penyusutannya lebih besar. Menurut Haygreen dan Bowyer (1996) semakin tinggi berat jenis atau kerapatan contoh uji maka semakin banyak kecenderungannya untuk menyusut.

Penyusutan Volume Kering Udara

Penyusutan terjadi jika kayu kehilangan air dibawah titik jenuh serat, yaitu kehilangan air terikat. Besarnya penyusutan yang terjadi umumnya sebanding dengan jumlah air yang keluar dari dinding sel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai penyusutan volume kering udara berkisar antara 6,28 % sampai dengan 9,13 %. Rata-rata penyusutan volume kering udara 7,22%. Nilai rata-rata penyusutan volume kering udara disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Rata-Rata Penyusutan Volume Kering Udara Kayu Mangga Berdasarkan Ketinggian dan Kedalaman

Bagian Pohon

Penyusutan Volume Kering Udara (%)

Rata-Rata Dekat Empulur Tengah Dekat Kulit

Ujung 7,18 6,28 9,13 7,53

Tengah 6,54 8,65 6,60 7,26

Pangkal 6,36 6,42 7,78 6,85

Rata-Rata 6,69 7,12 7,84 7,22

(55)

volume kering udara semakin menurun (dekat kulit 7,84 %, tengah 7,12 %, dekat empulur 6,69 %). Data hasil pengukuran penyusutan volume kering udara selengkapnya disajikan dalam Lampiran 5.

Penyusutan volume kering udara secara vertikal ke arah ujung semakin meningkat. Hal ini dikarenakan pada bagian ujung banyak mengandung air daripada bagian tengah dan pangkal. Menurut Haygreen dan Bowyer (1996) besarnya penyusutan umumnya sebanding dengan banyaknya air yang keluar dari dinding sel.

Berdasarkan kedalaman (secara horizontal), semakin mendekati empulur penyusutan volume kering udara semakin menurun. Hal ini dikarenakan di dekat empulur terdapat kayu teras, perubahan dari kayu gubal menjadi kayu teras menyebabkan terjadinya penurunan kadar air. Menurut Haygreen dan Bowyer (1996) hubungan antara penyusutan dan kandungan air adalah linier.

Sifat Kimia

Kelarutan Zat Ekstraktif

Kelarutan Zat Ekstraktif Dalam Air Dingin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kelarutan zat ekstraktif kayu mangga dalam air dingin berkisar antara 2,75 % sampai dengan 6,63 %, dengan rata-rata kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin 4,75 %. Nilai rata-rata kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin selengkapnya disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Rata-rata Kelarutan Zat Ekstraktif Dalam Air Dingin (%) Bagian

Pohon

Kelarutan Zat Ekstraktif Dalam Air Dingin (%) Rata-Rata

Dekat Empulur Tengah Dekat Kulit

Ujung 3,13 2,88 2,75 2,92c

(56)

Berdasarkan Tabel 9. kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin secara vertikal ke arah pangkal dan secara horizontal kelarutan zat ekstraktif ke arah empulur semakin meningkat. Data hasil pengukuran kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin selengkapnya disajikan dalam Lampiran 7.

Kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin secara horizontal pada hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin mendekati empulur kelarutan zat ekstraktif semakin meningkat. Hal ini dikarenakan terbentuknya kayu teras, dimana kayu teras memiliki zat ekstraktif lebih banyak daripada kayu gubal. Menurut Simatupang (1988) Kandungan zat ekstraktif dalam kayu gubal lebih rendah dan dalam kayu teras lebih tinggi, ini dapat dilihat pada warna kayu teras yang umumnya lebih tua daripada kayu gubal.

Kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin secara vertikal ke arah pangkal semakin meningkat. Pada bagian pangkal memiliki kandungan yang terbesar dikarenakan pada bagian tersebut berada dekat akar dan bagian lain (tengah dan ujung) jauh dari akar, dimana akar itu sendiri mempunyai fungsi sebagai penyimpan makanan, penopang batang atau menyalurkan sari-sari makanan, sehingga kandungan ekstraktif berakumulasi pada bagian pangal. Disamping letak ketinggian dalam batang (pangkal, tengah dan ujung), perbedaan jenis pohon, tempat tumbuh dan struktur anatomi, kerapatan sel, umur pohon, volume lumen serta tebal dinding sel pori mempengaruhi besarnya kandungan zat ekstraktif (Simatupang, 1988).

(57)

dingin. Kemudian diuji dengan uji jarak Duncan, secara horizontal (Tabel 9) bagian dekat empulur berbeda nyata dengan bagian tengah dan dekat kulit, begitu juga bagian tengah berbeda nyata dengan bagian dekat kulit pada kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin dan secara vertikal (Tabel 9) bagian pangkal berbeda nyata dengan bagian tengah dan ujung, begitu juga bagiang tengah berbeda nyata dengan bagian ujung. Perbedaan letak/ bagian kayu dalam pohon menunjukkan berbeda pula kandungan zat ekstraktifnya.

Kelarutan dalam air dingin mempunyai rataan kandungan zat ekstraktif yang paling kecil. Ini terjadi karena kelarutan serbuk kayu dalam air dingin sangat kecil. Menurut Fengel dan Wegener (1995) komponen utama bagian dari kayu yang dapat larut dalam air terdiri dari karbohidrat, protein dan garam-garam anorganik. Sedangkan komponen penyusun kayu lainnya susah atau tidak dapat larut dalam air dingin, hal ini dapat dilihat pada saat penelitian. Ketika serbuk kayu dimasukkan kedalam air, serbuk kayu susah menyatu, serbuk kayu berada di permukaan air, bahkan menempel pada gelas erlenmeyer. Tetapi lama kelamaan serbuk kayu tersebut akan larut juga kedalam air.

Adapun zat ekstraktif yang larut dalam air dingin adalah glukosa, fruktosa, karbohidrat, garam-garam, pektin, zat warna organik dalam persentasi kecil. Beberapa zat warna yang telah diketahui adalah catechin, flavonol, naftoquinon, xanthon dan anthocyanin (Sjöström, 1995).

Kelarutan Zat Ekstraktif Dalam Air Panas

(58)

rata-rata kelarutan zat ekstraktif dalam air panas 6,75 %. Nilai rata-rata kelarutan zat ekstraktif dalam air panas selengkapnya disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Rata-rata Kelarutan Zat Ekstraktif Dalam Air Panas (%) Bagian

Pohon

Kelarutan Zat Ekstraktif Dalam Air Panas (%)

Rata-Rata Dekat Empulur Tengah Dekat Kulit

Ujung 6,25 5,88 5,50 5,88c - Setiap rataan yang mempunyai huruf yang tidak sama dinyatakan berbeda nyata pada taraf 5%

Berdasarkan Tabel 10, kelarutan zat ekstraktif dalam air panas secara vertikal ke arah pangkal dan secara horizontal kelarutan zat ekstraktif ke arah empulur semakin meningkat. Data hasil pengukuran kelarutan zat ekstraktif dalam air panas selengkapnya disajikan dalam Lampiran 9.

(59)

Kelarutan zat ekstraktif dalam air panas secara vertikal ke arah pangkal semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan kandungan zat ekstraktif antara bagian pangkal dengan bagian tengah dan bagian ujung, dimana pada bagian pangkal memiliki kandungan zat ekstraktif yang lebih besar dibandingkan bagian yang lain (tengah dan ujung) disebabkan karena bagian tersebut (pangkal) berada dekat akar dan tanah, sehingga air dan hara (mineral) banyak terakumulasi pada bagian pangkal (Simatupang, 1988).

Hasil sidik ragam kelarutan zat ekstraktif dalam air panas yang disajikan pada Lampiran 10 menunjukkan bahwa, faktor kedalaman (horizontal) dan ketinggian (vertikal) berbeda nyata terhadap kelarutan zat ekstraktif dalam air panas. Berdasarkan Uji Jarak Ganda Duncan (UJGD), secara horizontal (Tabel 10) bagian dekat empulur berbeda nyata dengan bagian tengah dan dekat kulit. Begitu juga pada bagian tengah berbeda nyata dengan dekat kulit. Secara vertikal (Tabel 10) bagian pangkal berbeda nyata dengan bagian tengah dan ujung, begitu juga pada bagian tengah berbeda nyata dengan bagian ujung.

Rata-rata kelarutan zat ekstraktif pada air panas lebih tinggi dari kelarutan pada air dingin. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan suhu air pada saat ekstraksi dapat merubah hasil kelarutan. Dengan adanya pemanasan maka proses ekstraksi yang terjadipun akan lebih cepat, zat ekstraktif yang ada dalam kayu akan terlarut lebih banyak. Zat ekstraktif yang larut dalam air panas antara lain lemak, zat warna tanin, damar dan flobatannin (Sjöström, 1995).

Kelarutan Zat Ekstraktif Dalam Alkohol 96%

(60)

dengan rata-rata kelarutan zat ekstraktif dalam alkohol 96% 8,04 %. Nilai rata-rata kelarutan zat ekstraktif dalam alkohol 96% selengkapnya disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Rata-rata Kelarutan Zat Ekstraktif Dalam Alkohol 96% (%)

Bagian Pohon

Kelarutan Zat Ekstraktif Dalam Alkohol 96 % (%)

Rata-Rata Dekat Empulur Tengah Dekat Kulit

Ujung 7,75 7,63 7,25 7.54c

- Setiap rataan yang mempunyai huruf yang tidak sama dinyatakan berbeda nyata pada taraf 5% Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kelarutan zat ekstraktif dalam alkohol 96 % secara vertikal ke arah pangkal dan secara horizontal kelarutan zat ekstraktif ke arah empulur semakin meningkat. Data hasil pengukuran kelarutan zat ekstraktif dalam alkohol 96% selengkapnya disajikan dalam Lampiran 11.

Kelarutan zat ekstraktif dalam alkohol 96% secara horizontal semakin ke arah dekat empulur kelarutannya semakin tinggi. Tingginya kandungan zat ekstraktif pada bagian dekat empulur daripada bagian tengah dan dekat kulit ini dapat dilihat pada warna kayu teras yang terdapat pada batang dekat empulur lebih gelap dibandingkan dengan warna kayu gubal yang terdapat pada batang dekat kulit. Menurut Simatupang (1988), bahwa adanya beberapa kandungan zat ekstraktif menjadi penyebab gelapnya warna kayu pada bagian dekat empulur dibandingkan dengan warna kayu pada bagian dekat kulit.

(61)

besar dibandingkan dengan bagian tengah dan ujung, sehingga akan mengakibatakan kandungan zat ekstraktifnya tertinggi pada bagian pangkal.

Hasil sidik ragam kelarutan zat ekstraktif dalam alkohol 96% yang disajikan pada Lampiran 12 menunjukkan bahwa, faktor kedalaman (horizontal) dan ketinggian (vertikal) berbeda nyata terhadap kelarutan zat ekstraktif dalam alkohol 96%. Kemudian diuji dengan uji jarak Duncan, secara horizontal (Tabel 11) bagian dekat empulur berbeda nyata dengan bagian tengah dan dekat kulit, begitu juga bagian tengah berbeda nyata dengan bagian dekat kulit pada kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin dan secara vertikal (Tabel 11) bagian pangkal berbeda nyata dengan bagian tengah dan ujung, begitu juga bagiang tengah berbeda nyata dengan bagian ujung.

Kelarutan zat ekstraktif dengan pelarut alkohol adalah pelarut yang memiliki nilai kelarutan ekstraktif paling tinggi setelah pelarut NaOH. Hal ini diduga karena pelarut alkohol yang digunakan sesuai dengan komponen kayu yang akan diekstrak. Menurut Achmadi (1990), ada beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah zat ekstraktif yang didapat dari proses ekstraksi, karena dalam penentuan kandungan ekstraktif tidak terlepas dari beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu jenis kayu, jenis pelarut dan proses ekstraksi. Adapun zat ekstraktif yang larut dalam alkohol antara lain asam lemak, lilin dan resin (Sjöström, 1995).

Kelarutan Zat Ekstraktif Dalam NaOH 1%

(62)

rata-rata kelarutan zat ekstraktif dalam NaOH 1% selengkapnya disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Rata-rata Kelarutan Zat Ekstraktif Dalam NaOH 1% (%) Bagian

Pohon

Kelarutan Zat Ekstraktif Dalam NaOH 1% (%)

Rata-Rata Dekat Empulur Tengah Dekat Kulit

Ujung 10,88 10,50 10,13 10,50c - Setiap rataan yang mempunyai huruf yang tidak sama dinyatakan berbeda nyata pada taraf 5%

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kelarutan zat ekstraktif dalam NaOH 1% secara vertikal ke arah pangkal dan secara horizontal kelarutan zat ekstraktif ke arah empulur semakin meningkat. Data hasil pengukuran kelarutan zat ekstraktif dalam NaOH 1% selengkapnya disajikan dalam Lampiran 13.

Kelarutan zat ekstraktif dalam NaOH 1% secara horizontal ke arah empulur meningkat. Hal ini dikarenakan kayu teras yang terdapat pada dekat empulur merupakan tempat mengumpulkan zat-zat makanan tambahan. Menurut Haygreen dan bowyer (1996), bahan makanan yang dproduksi secara berlebihan akan bergerak ke arah dalam sepanjang jari-jari, menuju pusat batang dan menumpuk sehingga pati akan terhidrolisa menjadi gula yang selanjutnya diurai menjadi senyawa polifenol.

(63)

Hasil sidik ragam kelarutan zat ekstraktif dalam NaOH 1% yang disajikan pada Lampiran 14 menunjukkan bahwa, faktor kedalaman (horizontal) dan ketinggian (vertikal) berbeda nyata terhadap kelarutan zat ekstraktif dalam NaOH 1%. Berdasarkan Uji Jarak Ganda Duncan (UJGD), secara horizontal (Tabel 12) bagian dekat empulur berbeda nyata dengan bagian tengah dan dekat kulit. Begitu juga pada bagian tengah berbeda nyata dengan dekat kulit. Secara vertikal (Tabel 12) bagian pangkal berbeda nyata dengan bagian tengah dan ujung, begitu juga pada bagian tengah berbeda nyata dengan bagian ujung.

Kelarutan zat ekstraktif dengan pelarut NaOH 1% adalah yang paling tinggi dari semua jenis pelarut yang digunakan, hal ini diduga karena selain kesesuaian dari bahan pelarut yang digunakan dengan kayu yang diekstrak, dalam prosesnya juga menggunakan faktor suhu. Pengekstrakan dilakukan dengan air mendidih selama 1 jam. Selain itu besarnya kelarutan ekstraktif juga diduga karena pada proses penyaringan serbuk kayu dibilas dengan asam asetat dan aquades panas berulangkali. Adapun zat ekstraktif yang larut dalam NaOH 1% terdiri dari senyawa karbohidrat dan lignin (Sjöström, 1995).

(64)

Secara umum dapat dilihat pada faktor kedalaman (horizontal) bahwa serbuk kayu Mangifera indica L pada bagian dekat empulur memiliki kelarutan zat ekstraktif yang lebih tinggi dibanding dengan bagian tengah dan dekat kulit. Hal ini terjadi karena pada bagian dekat empulur terdapat kayu teras yang memiliki kandungan zat ekstraktif lebih tinggi. Menurut Simatupang (1988) Kandungan zat ekstraktif dalam kayu gubal lebih rendah dan dalam kayu teras lebih tinggi, ini dapat dilihat pada warna kayu teras yang umumnya lebih tua daripada kayu gubal.

Secara umum juga dapat dilihat pada faktor ketinggian (vertikal) bahwa serbuk kayu Mangifera indica L pada bagian pangkal memiliki kelarutan ekstraktif yang lebih tinggi dibanding dengan bagian tengah dan ujung batang. Hal ini terjadi karena pada bagian ujung kayu teras belum terbentuk, proporsi kayu gubal lebih besar. Menurut Pandit dan Hikmat (2002) kayu teras mulai terbentuk pada riap tumbuh tertua yaitu pada riap tumbuh pertama. Oleh karena itu diameter kayu teras menurun dimulai dari pangkal hingga kebagian ujung pohon.

(65)

Kelarutan zat ekstraktif dengan pelarut NaOH 1% adalah yang paling tinggi diikuti dengan kelarutan zat ekstraktif dengan pelarut alkohol 96%, air panas dan air dingin. Hasil analisis kandungan zat ekstraktif dari empat pelarut (air dingin, air panas, alkohol 96% dan NaOH 1%) menunjukkan bahwa kayu mangga (Mangifera indica Lamk) termasuk pada klasifikasi kandungan zat ekstraktif tinggi dilihat dari komponen kimia kayu. Berikut tabel kandungan komponen kimia kayu (Anonim, 1976).

Tabel 13. Kandungan Komponen Kimia Kayu Komponen Kimia

Gambar

Gambar 1. Pembagian Batang Berdasarkan Ketinggian Pohon
Gambar 3. Pembagian Stick Untuk Pembuatan Contoh Uji Sifat Fisis
Tabel  1. Derajat Serangan Rayap
Tabel 2. Klasifikasi Ketahanan Kayu Terhadap Serangan Rayap
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kandungan Kimia Zat Ekstraktif Kulit Kayu Eucalyptus grandis W.Hill ex Maiden Berdasarkan Letak Kulit pada Batang dan Perbedaan Umur Pohon.. Terima kasih saya ucapkan kepada

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase kayu teras dan kayu gubal; ciri umum dan ciri anatomi serta variasi dimensi sel dari empulur kearah kulit pada kayu

Sifat fisis dari berat jenis batang kayu ekaliptus adalah 0,52-0,69 termasuk kelas kuat II-III jadi dapat digunakan sebagai bahan bangunan.. Nilai susut basah pada bidang

Penelitian ini menunjukan bahwa contoh uji yang telah direndam dengan zat ekstraktif kulit kayu mahoni, pinus dan eucaliptus tidak mengalami pengembangan volume, hal ini

Kandungan zat ekstraktif kulit kayu dan nilai pH yang akan dianalisis adalah dari beberapa jenis kulit kayu yang tumbuh di sekitar kampus USU Medan.. Selain karena ketersediaan

Penggunaan kulit kayu laban yang dimanfaatkan sebagai minuman teh yaitu pada bagian kulit kayu tua laban yaitu bagian pangkal kulit batang pohon laban sampai tengah kulit batang

Pembagian jenis kayu pada penelitian ini dengan mengambil 2 bagian secara balok yaitu pada batang kayu Cemara Gunung, terdiri dari kayu gubal dan kayu teras yang

Diduga kandungan zat ekstraktif kulit kayu Medang Hitam ini akan lebih besar dari 7,67%, hal ini karena dalam penelitian proses ekstraksi tidak dilakukan secara