STRUKTUR ANATOMI KAYU MINDI (Melia azedarach L.)
HASIL PENELITIAN
OLEH:
MAGDALENA PANGGABEAN 031203009/ TEKNOLOGI HASIL HUTAN
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
Judul Skripsi : Struktur Anatomi Kayu Mindi (Melia azedarach L.) Nama : Magdalena Panggabean
Nim : 031203009
Program Studi : Teknologi Hasil Hutan
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Ketua, Anggota,
Ridwanti Batubara S.Hut, M.P Dra. Elimasni, M.Si
NIP. 132 296 841 NIP 131 945 355
Mengetahui
Ketua Departemen Kehutanan
ABSTRACT
This study aims to know the percentage of heartwood and sapwood; general and anatomical characteristics; and variation of cells dimension from pith to the cambium of M. azedarach L. Percentage of heartwood and sapwood each 60,895% and 39,105% ; has general characteristics like heartwood bright brown and sapwood brownish white; wood texture rough; the shoot of fiber is straight or become united ; the wood surface is smooth and shine, and hardness is hard. The anatomical characteristics has mostly solitary vessels; paratracheal parenchyma with confluent type and rays is homogenous. Vessels diameter, rays height, rays width, fiber length and fiber wall thickness increase from pith to the cambium. On the contrary, vessel percentage, rays percentage, fiber diameter and lumen diameter decrease from pith to the cambium.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase kayu teras dan kayu gubal; ciri umum dan ciri anatomi serta variasi dimensi sel dari empulur kearah kulit pada kayu Mindi. Persentase kayu teras dan kayu gubal dari M. azedarach L. masing – masing sebesar 60,895% dan 39,105%, memiliki ciri umum seperti kayu teras coklat muda dengan gubal putih kecoklatan, bertekstur kasar, arah serat lurus atau agak berpadu dengan permukaan kayu mengkilap dan licin serta kekerasan kayu termasuk keras. Ciri anatomi, memiliki pembuluh yang sebagian besar soliter; parenkim paratrakea dengan tipe selubung dan jari-jari homogenous. Diameter pembuluh, tinggi dan lebar jari-jari serta panjang dan tebal dinding serat mengalami peningkatan dari empulur kearah kulit. Sebaliknya frekuensi pembuluh dan jari-jari serta diameter serat dan diameter lumen mengalami penurunan dari empulur ke kulit.
RIWAYAT HIDUP
Magdalena Panggabean dilahirkan di Pangkalan Dodek, Sumatera Utara
pada tanggal 11 Oktober 1985, anak kedua dari 3 bersaudara dari pasangan Bapak
T. Panggabean (+) dan Ibu L. Simanjuntak, S.Pd.
Pada tahun 1997 penulis menamatkan pendidikan di Sekolah Dasar
Negeri 010232 Pangkalan Dodek, lulus pada tahun 2000 dari SMP Ostrom
Methodist Tebing Tinggi, kemudian pada tahun 2003 lulus dari SMU Negeri 1
Tebing Tinggi dan pada tahun yang sama penulis diterima di Universitas
Sumatera Utara, Fakultas Pertanian, Departemen Kehutanan, Program Studi
Teknologi Hasil Hutan.
Penulis melaksanakan kegiatan Praktek Pengelolaan dan Pembinaan Hutan
(P3H) pada tahun 2005 di hutan mangrove Bandar Khalipah Kabupaten Serdang
Bedagai dan Hutan Pegunungan Tahura Kabupaten Karo Sumatera Utara. Pada
tahun 2007 melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Perum Perhutani Unit
II Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Madiun, Jawa Timur. Penulis terdaftar
sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) dan melaksanakan
penelitian dengan judul ”Struktur Anatomi Kayu Mindi (M. azedarach L.)”
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Kasih
Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
”Struktur Anatomi Kayu Mindi (M. Azedarach L.)”.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Ayahanda T. Panggabean(+), Ibunda L. Simanjuntak, S.Pd dan Tulang
S. Simanjuntak serta abangku Nuel dan adikku Hery atas segala
pengorbanan, semangat, serta motivasi dan doanya.
2. Ibu Ridwanti Batubara S.Hut, M.P dan Ibu Dra. Elimasni, M.Si selaku
Komisi Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk
membimbing, mengoreksi serta memberikan saran dan kritik demi
kesempurnaan skripsi ini.
3. Ketua Departemen Kehutanan dan seluruh dosen serta staf Tata Usaha.
4. Sahabat-sahabatku : Ri, Nas, Va, Phia, Tel, May, Rabun, Pesal dan Ojan,
terima kasih untuk semuanya.
5. Kak Alin dan Bang Linton, teman-teman di Laboratorium (Bang Cici,
Bang Idrus, Richie), teman-teman stambuk 2003, Abang dan Kakak senior
serta teman-teman stambuk 2004-2006.
6. Pak Alex dan anak-anak MU (Bang Gary, Bang Rio dan Bang Nani) serta
Bang Kenshin.
7. Semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun meteril,
Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Menyadari hal inilah penulis dengan segala kerendahan hati menerima segala
saran dan kritikan yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Medan, Agustus 2008
DAFTAR ISI
Halaman
Abstract ... i
Abstrak ... ii
Riwayat Hidup ... iii
Kata Pengantar ... iv
Daftar Isi ... vi
Daftar Tabel ... viii
Daftar Gambar ... ix
Daftar Lampiran ... x
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Manfaat Penelitian... 3
TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kayu ... 4
Susunan Batang Pohon Secara Garis Besar ... 7
Ciri Umum Kayu ... 9
Ciri Anatomi Kayu ... 13
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 19
Bahan dan Alat ... 19
Prosedur Penelitian ... 19
HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Kayu Teras dan Kayu Gubal... 28
Ciri Umum Kayu ... 30
Variasi Dimensi Sel Pada Bagian Dekat Empulur Sampai Bagian
Dekat Kulit ... 34
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 41
Saran ... 42
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Penggolongan Susunan Pembuluh ... 14
2. Penggolongan Ukuran Pembuluh ... 14
3. Penggolongan Frekuensi Pembuluh ... 15
4. Penggolongan Frekuensi Jari-Jari ... 16
5. Penggolongan Lebar Jari-Jari ... 17
6. Penggolongan Tinggi Jari-Jari ... 17
7. Penggolongan Panjang Serat ... 18
8. Penggolongan Diameter Serat ... 18
9. Persentase Kayu Teras dan Kayu Gubal ... 29
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Pembuatan Contoh Uji ... 20
2. Ilustrasi Pengambilan Contoh Uji untuk Pembuatan Preparat Maserasi dan Preparat Sayatan ... 22
3. Bagian dari Serat ... 25
4. Kayu Teras dan Kayu Gubal Mindi (M. azedarach L.) ... 28
5. Pembuluh Mindi (M. azedarach L.) ... 31
6.Penampang Lintang Mindi (M. azedarach L.) ... 32
7. Penampang Tangensial Mindi (M. azedarach L.) ... 33
8. Serat Mindi (M. azedarach L.) ... 33
9. Variasi Diameter Pori Terpendek Mindi (M. azedarach L.) ... 34
10.Variasi Diameter Pori Terpanjang Mindi (M. azedarach L.) ... 34
11.Variasi Frekuensi Pori Mindi (M. azedarach L.)... 36
12.Variasi Tinggi Jari-Jari Mindi (M. azedarach L.) ... 37
13.Variasi Lebar Jari-Jari Mindi (M. azedarach L.) ... 37
14.Variasi Frekuensi Jari-Jari Mindi (M. azedarach L.)... 38
15.Variasi Panjang Serat Mindi (M. azedarach L.) ... 38
16.Variasi Tebal Dinding Serat Mindi (M. azedarach L.) ... 39
17.Variasi Diameter Serat Mindi (M. azedarach L.) ... 40
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Tinggi Pohon ... 44
2. Persentase Kayu Teras dan Kayu Gubal Berdasarkan 4 Ketinggian ... 45
3. Tabel Rata-Rata Dimensi Pori ... 46
4. Tabel Rata-Rata Dimensi Jari-Jari ... 49
5. Tabel Rata-Rata Dimensi Serat ... 52
6. Tabel Rata-rata Dimensi Pori dengan Batas Atas dan Batas Bawah ... 56
7. Tabel Rata-rata Dimensi Jari-jari dengan Batas Atas dan Batas Bawah ... 57
ABSTRACT
This study aims to know the percentage of heartwood and sapwood; general and anatomical characteristics; and variation of cells dimension from pith to the cambium of M. azedarach L. Percentage of heartwood and sapwood each 60,895% and 39,105% ; has general characteristics like heartwood bright brown and sapwood brownish white; wood texture rough; the shoot of fiber is straight or become united ; the wood surface is smooth and shine, and hardness is hard. The anatomical characteristics has mostly solitary vessels; paratracheal parenchyma with confluent type and rays is homogenous. Vessels diameter, rays height, rays width, fiber length and fiber wall thickness increase from pith to the cambium. On the contrary, vessel percentage, rays percentage, fiber diameter and lumen diameter decrease from pith to the cambium.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase kayu teras dan kayu gubal; ciri umum dan ciri anatomi serta variasi dimensi sel dari empulur kearah kulit pada kayu Mindi. Persentase kayu teras dan kayu gubal dari M. azedarach L. masing – masing sebesar 60,895% dan 39,105%, memiliki ciri umum seperti kayu teras coklat muda dengan gubal putih kecoklatan, bertekstur kasar, arah serat lurus atau agak berpadu dengan permukaan kayu mengkilap dan licin serta kekerasan kayu termasuk keras. Ciri anatomi, memiliki pembuluh yang sebagian besar soliter; parenkim paratrakea dengan tipe selubung dan jari-jari homogenous. Diameter pembuluh, tinggi dan lebar jari-jari serta panjang dan tebal dinding serat mengalami peningkatan dari empulur kearah kulit. Sebaliknya frekuensi pembuluh dan jari-jari serta diameter serat dan diameter lumen mengalami penurunan dari empulur ke kulit.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di Indonesia tumbuh lebih kurang 4.000 jenis pohon. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan sudah menyimpan contoh kayu dari kurang lebih
3.233 jenis pohon yang tercakup dalam 785 marga dari 106 suku. Pohon yang
kayunya dikenal dalam perdagangan sampai saat ini diperkirakan 400 jenis
(species), tercakup dalam 198 marga (genera) dari 68 suku (famili). Selanjutnya
berdasarkan pertimbangan persamaan ciri dan sifat, kayu dari jenis pohon-pohon
tersebut dikelompokkan kembali menjadi 186 (kelompok) jenis
(Mandang dan Pandit, 1997).
Meskipun Indonesia memiliki lebih kurang 400 jenis kayu perdagangan,
namun tidak dapat mencukupi kebutuhan masyarakat akan kayu. Kebutuhan
masyarakat Indonesia akan kayu baik sebagai bahan bangunan (keperluan
konstruksi, dekorasi dan furniture) maupun untuk keperluan lainnya seperti untuk
bahan baku pulp dan kertas terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah
penduduk. Sementara Hutan Tanaman Industri (HTI) di Indonesia belum mampu
menjadi penyedia bahan baku bagi industri kehutanan dan bila digabungkan
dengan pasokan kayu dari hutan rakyat, hanya dapat menyediakan kayu tidak
lebih dari 5 juta m³ dalam setahun. Sedangkan industri perkayuan di Indonesia
memerlukan sekurangnya 70 juta m³ setiap tahunnya (Walhi, 2004).
Melihat permasalahan tersebut perlu adanya suatu upaya untuk memenuhi
kebutuhan kayu. Pengusahaan pohon kayu jenis Mindi (Melia azedarach L.)
memperoleh penghasilan kayu dalam jangka menengah. Selain itu penanaman itu
juga dimaksudkan untuk mengimbangi penutupan tanah kosong dan reboisasi.
Pohon Mindi merupakan sumber kayu yang cepat tumbuh (fast growing species).
Ini diharapkan akan menjadi alternatif baru sumber kayu yang kebutuhannya
semakin meningkat.
Kayu Mindi sudah terbukti baik sebagai bahan baku mebel untuk ekspor
dan domestik. Sifat kayu Mindi yang sesuai untuk mebel adalah kayunya bercorak
indah, mudah dikerjakan dan termasuk kelas kuat II-III serta dapat mengering
tanpa cacat. Mebel kayu Mindi dapat terdiri dari kayu utuh atau merupakan
kombinasi antara kayu utuh dan panel kayu yang dilapisi vinir Mindi. Produk
lantai kayu biasanya berupa parket atau mozaik. Bahan baku untuk lantai Mindi
yang berupa parket berupa kayu lapis indah (multipleks) dan berupa produk
perekatan terdiri dari 3 lapis kayu gergajian atau bagian bawah vinir sedangkan
bagian atas dan tengah berupa kayu gergajian. Pada saat ini kayu gergajian Mindi
dengan setebal 5 mm dipakai untuk bagian atas lantai parket 3 lapis dan
produknya diekspor. Di sisi lain, kayu Mindi yang berukuran kecil dapat
digunakan sebagai bahan untuk membuat barang-barang kerajinan
(Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 2007).
Sejauh ini informasi mengenai struktur anatomi kayu Mindi masih
terbatas. Padahal pengetahuan mengenai struktur anatomi, merupakan salah satu
teknik untuk meramalkan kualitas dan pemanfaatan kayu yang lebih baik daripada
hanya mencoba-coba. Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik melakukan
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Mengetahui persentase kayu teras dan kayu gubal dari kayu Mindi
(M. azedarach L.)
2. Mengetahui ciri umum kayu dan ciri anatomi kayu Mindi (M. azedarach L.)
3. Mengetahui variasi dimensi sel dari empulur ke arah kulit pada kayu Mindi
(M. azedarach L.)
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar dalam penentuan
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Kayu
a. Taksonomi
Pohon Mindi (M. azedarach L.) merupakan jenis pohon cepat tumbuh.
Pohon Mindi menyukai cahaya, agak tahan kekeringan, agak toleran dan tahan
terhadap salinitas tanah. Adapun susunan taksonomi Mindi (M. azedarach L.)
menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (2007), adalah sebagai
berikut :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Rutales
Suku : Meliaceae
Marga : Melia
Jenis : Melia azedarach L.
Nama dagang : Mindi
Nama daerah : Geringging, mementin, mindi (Jawa); rencik (Batak); mindi
kecil (Melayu); jempinis (NTB); belile, bere, embora,
kemel, lamoa, menga, mera (NTT).
b. Penyebaran dan Tempat Tumbuh
Pohon Mindi memiliki penyebaran alami di India dan Burma, banyak
Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara dan Irian Jaya. Tanaman Mindi tumbuh pada
daerah dataran rendah hingga dataran tinggi, ketinggian 0-1200 m di atas
permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata per tahun 600-2000 mm, dapat
tumbuh pada berbagai tipe tanah. Tumbuh subur pada tanah berdrainase baik,
tanah yang dalam, tanah liat berpasir, toleran terhadap tanah dangkal, tanah asin
dan basa (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 2007).
c. Morfologi
Batang silindris, tegak, tidak berbanir, kulit batang (pepagan) abu-abu
coklat, beralur membentuk garis-garis dan bersisik. Pada pohon yang masih muda
memiliki kulit licin dan berlentisel, kayu gubal putih pucat, kayu teras coklat
kemerahan. Daun majemuk ganda menyirip ganjil, anak daun bundar telur atau
lonjong, pinggir helai daun bergerigi. Bunga majemuk malai, pada ketiak daun
panjang malai 10-22 cm, warna keunguan, berkelamin dua (biseksual) atau bunga
jantan dan bungan betina pada pohon yang sama. Buah bulat atau jorong, tidak
membuka, ukuran 2-4 cm x 1-2 cm, kulit luar tipis, licin, berkulit kering keriput,
kulit dalam keras, buah muda hijau, buah masak kuning, dalam satu buah
umumnya terdapat 4-5 biji. Biji kecil 3,5 x 1,6 mm, lonjong, licin, warna coklat,
biji kering warna hitam. Tinggi pohon sampai 30 m, panjang bebas cabang 20 m
dan diameter sampai 185 cm
d. Sifat Kayu
Kayu teras berwarna merah coklat muda bersemu ungu, gubal berwarna
putih kemerah-merahan dan mempunyai batas yang jelas dengan kayu teras. Serat
lurus atau agak berpadu, berat jenis rata-rata 0,53. Penyusutan dari keadaan basah
sampai kering tanur 3,3 % (radial) dan 4,1 % (tangensial). Kayu Mindi tergolong
ke dalam kelas kuat III-II, setara dengan Mahoni, Sungkai dan Meranti Merah.
Pengeringan alami, pada papan tebal 2,5 cm dari kadar air 37 % sampai 15 %
memerlukan waktu 47 hari, dengan kecenderungan pecah ujung dan melengkung.
Pengeringan kayu Mindi dalam dapur pengering dengan bagan pengeringan yang
dianjurkan adalah suhu 60-80 % dengan kelembaban nisbi 80-40 %
(Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 2007).
Kayu Mindi memiliki arah serat lurus atau agak berpadu. Permukaan kayu
agak licin. Berat jenis kering udara maksimum 0,65, minimum 0,42 dan berat
kering udara rata-rata 0,53. Kayu Mindi termasuk kelas awet V-IV. Sifat
pemesinan kayu Mindi bervariasi dari baik sampai buruk, yaitu diserut dan
diamplas dengan baik serta dapat dibuat lubang persegi dengan hasil sedang,
tetapi pemboran, pembentukan dan pembubutan memberi hasil buruk. Kayu
Mindi dapat mengering tanpa cacat yang berarti (Indonesian Forest, 2007).
e. Kegunaan kayu
Kayu Mindi sudah terbukti baik sebagai bahan baku mebel untuk ekspor
dan domestik. Sifat kayu Mindi yang sesuai untuk mebel adalah kayunya bercorak
indah, mudah dikerjakan dan dapat mengering tanpa cacat. Mebel kayu Mindi
kayu yang dilapisi vinir Mindi. Produk lantai kayu biasanya berupa parket atau
mozaik. Bahan baku untuk lantai Mindi yang berupa parket berupa kayu lapis
indah (multipleks) dan berupa produk perekatan terdiri dari 3 lapis kayu gergajian
atau bagian bawah vinir sedangkan bagian atas dan tengah berupa kayu gergajian.
Saat ini kayu gergajian Mindi setebal 5 mm dipakai untuk bagian atas lantai
parket 3 lapis dan produknya diekspor. Di sisi lain, kayu Mindi yang berukuran
kecil dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat barang kerajinan
(Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 2007)
Susunan Batang Pohon Secara Garis Besar
a. Lingkar Tumbuh
Pada penampang lintang dari batang terlihat adanya garis-garis
konsentris bisa nyata atau kurang nyata dan memusat pada empulur. Garis-garis
konsentris ini disebut sebagai lingkaran tumbuh (growth ring) yang terjadi
sehubungan dengan mekanisme pertumbuhan pohon. Lingkaran tumbuh dalam
penampang lintang batang dapat tampak mencolok ini disebabkan karena
intensitas pertumbuhan dan kerapatan kayu yang dihasilkan sepanjang periode
pertumbuhan tidak seragam. Pembentukan kayu pada permulaan musim tumbuh
berjalan cepat, kemudian semakin lambat mendekati akhir musim pertumbuhan
(Pandit dan Ramdan, 2002).
Apabila suatu lingkaran tumbuh dibentuk dalam jangka waktu 1 tahun,
maka lingkaran tumbuh tersebut disebut juga lingkaran tahun. Pada umumnya
jenis-jenis kayu di Indonesia tidak mempunyai batas lingkaran tumbuh yang jelas
Menurut Pandit dan Ramdan (2002), di dalam batang pohon, lebar riap
lingkaran tumbuh dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain :
1. Jenis pohon, lebar dan kerapatan lingkaran tumbuh berbeda-beda menurut
jenis yang sama tapi pohon yang berbeda
2. Kecepatan pertumbuhan, pohon-pohon yang mempunyai pertumbuhan cepat
akan mempunyai lingkaran tumbuh yang lebar
3. Tempat tumbuh, tempat tumbuh yang mempunyai kesuburan berbeda akan
menyebabkan lingkaran tumbuh yang berbeda pula. Pada tempat tumbuh yang
sama dan umur yang sama, lebar lingkaran tumbuh tergantung pada kelas
tajuk. Pohon yang terlindung mempunyai lingkaran tumbuh yang sempit.
Pohon yang biasa tumbuh di daerah yang lembab, mempunyai lingkaran
tumbuh yang lebih sempit bila ditanam di tempat yang kering
4. Letak lingkaran tumbuh di dalam batang, makin tinggi dalam batang lingkaran
tumbuh semakin lebar. Juga semakin jauh dari empulur lingkaran tumbuh juga
semakin sempit
5. Toleransi pohon terhadap cahaya, pohon-pohon yang toleran (tahan tempat
yang teduh) mempunyai variasi lebar lingkaran tumbuh yang lebih banyak
daripada pohon-pohon yang suka akan cahaya
b. Kayu Gubal dan Kayu Teras
Dalam potongan melintang batang atau cabang pohon, yang biasanya
berbentuk lingkaran atau elips, seringkali terlihat adanya bagian kayu yang
warnanya lebih gelap di bagian dalam lingkaran, sedangkan di bagian batang tepi
disebut kayu teras, sedangkan bagian kayu luar yang warnanya lebih terang
disebut kayu gubal (Suranto, 2002).
Kayu gubal adalah sel-sel kayu yang baru dibentuk oleh kambium. Kayu
gubal ini berfungsi menyalurkan zat-zat makanan dari akar dan sebagai tempat
penimbunan makanan. Oleh sebab itu, bagian ini mempunyai sel pori yang lebar.
Sedangkan kayu teras terbentuk oleh perubahan sel-sel kayu gubal yang sudah tua
dan mengeras serta tidak lagi dapat berfungsi seperti kayu gubal. Fungsinya dalam
batang tinggal sebagai penguat. Warna bagian kayu ini lebih gelap daripada kayu
gubal. Warnanya berubah menjadi lebih tua karena pengendapan zat-zat ekstraktif
(Budianto, 1996).
Kayu teras seringkali lebih awet dari pada kayu gubal, kayu teras lebih
tahan terhadap serangan jamur dan serangan serangga perusak kayu. Kayu teras
mempunyai keawetan tinggi, hal ini disebabkan karena adanya zat-zat ekstraktif
yang bersifat toksik (racun) terhadap serangga (Pandit dan Ramdan, 2002).
Ciri Umum Kayu
a. Warna dan Corak
Warna kayu ada beraneka macam, antara lain warna kuning,
keputih-putihan, coklat muda, coklat tua, kehitam-hitaman, kemerah-merahan dan lain
sebagainya. Hal ini disebabkan oleh zat-zat pengisi warna dalam kayu yang
berbeda-beda. Warna sesuatu jenis kayu dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor
berikut: tempat di dalam batang, umur pohon, kadar air dan lama penyimpanan
kayu setelah ditebang maupun setelah digergaji. Kayu teras umumnya memiliki
kayu, warna kayu yang dipakai adalah warna kayu terasnya. Pada umumnya
warna sesuatu jenis kayu bukanlah warna yang murni, tetapi warna campuran
beberapa jenis warna. Kadangkala terdapat satu warna mencolok dengan
kombinasi warna-warna lain yang sukar dipisahkan (Dumanauw, 1993).
Corak yang ada pada suatu jenis kayu dapat ditimbulkan oleh perbedaan
warna antara kayu awal dan kayu akhir dari lingkar tumbuh. Corak dapat pula
ditimbulkan oleh perbedaan warna jaringan, perbedaan intensitas pewarnaan pada
lapisan-lapisan kayu yang dibentuk dalam jangka waktu berlainan
(Mandang dan Pandit, 1997).
b. Tekstur
Tekstur dari kayu adalah suatu sifat yang menunjukkan ukuran-ukuran
relatif dari sel-sel yang mencolok besarnya di dalam kayu. Tekstur dikatakan
halus apabila ukuran dari sel-selnya sangat kecil. Menurut Pandit dan Ramdan
(2002), tekstur suatu jenis kayu disebut halus jika diameter sel serabut lebih kecil
dari 30 mikron. Diameter antara 30-45 mikron bertekstur sedang, dan bila
berdiameter lebih dari 45 mikron dikatakan bertekstur kasar.
Tekstur dinilai pula dari tingkat kerataannya, tekstur dikatakan tidak rata
jika halus di tempat-tempat tertentu dan kasar di tempat-tempat lain pada
permukaan yang sama. Hal ini disebabkan oleh pembuluh yang berkelompok atau
berganda radial 4 sel atau lebih (Mandang dan Pandit, 1997).
c. Arah Serat
Pengertian arah serat pada kayu sebenarnya adalah arah seluruh sel-sel
sel-sel aksial dari lapisan kayu di sebelah luar dan sebelah dalam lapisan kayu
yang bersangkutan. Arah serat pada sepotong kayu mudah ditetapkan berdasarkan
arah sel-sel pembuluh yang pada permukaan kayu tampak seperti
goresan-goresan. Menurut Mandang dan Pandit (1997), secara garis besar arah serat
dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Serat lurus yaitu apabila sel-selnya membentang searah dengan sumbu batang
2. Serat melintang (cross grain), yaitu jika arah sel-sel aksial membentuk sudut
dengan sumbu batang, serat melintang dapat digolongkan lagi atas:
a. Serat terpadu (interlocked grain), bila arah letak sel-sel aksial pada suatu
lapisan kayu berbeda dengan arah sel-sel yang serupa pada lapisan
berikutnya
b. Serat terpilin (spiral grain), jika sel-sel aksial mengelilingi sumbu batang
seperti spiral
c. Serat berombak atau bergelombang (curly grain atau wavy grain), jika
sel-sel aksial tersusun berbelok-belok ke arah longitudinal
d. Serat miring, jika sel-sel aksial pada sebuah papan atau balok membentuk
sudut terhadap salah satu sisinya.
d. Kilap
Kilap kayu adalah suatu sifat dari kayu yang memungkinkan kayu dapat
memantulkan cahaya. Beberapa jenis kayu tampak mengkilap atau buram ini
tergantung dari tingkat karakteristik yang dimiliki kayu. Kilap disini berbeda
minyak atau wax (berlilin) dalam kayu teras saja umumnya mengurangi kilapnya.
Identifikasi kilap hanya bersifat sekunder saja (Pandit dan Ramdan, 2002).
e. Kesan Raba
Kesan raba dinilai licin atau kesat dengan menggosok-gosokkan jari ke
permukaan kayu. Beberapa jenis kayu terasa licin jika diraba. Biasanya kayu yang
mempunyai tekstur halus serta berat jenis tinggi menimbulkan kesan raba yang
licin. Kesan licin juga dapat bertambah jika kayunya mengandung minyak
(Mandang dan Pandit,1997).
Untuk identifikasi kayu, kesan raba ini ditentukan pada keadaan kayu
kering udara. Kesan raba ini nilainya sangat terbatas sekali dalam identifikasi
disamping sangat bervariasi menurut individu-individu bersangkutan juga
tergantung dari bagian-bagian pohon yang diambil (Pandit dan Ramdan, 2002).
f. Kekerasan
Kekerasan kayu merupakan salah satu sifat yang berguna dalam
identifikasi jenis kayu. Kekerasan dinilai sangat lunak, lunak, agak lunak, agak
keras, keras dan sangat keras. Penetapannya dilakukan dengan cara menyayat
contoh pada arah tegak lurus serat. Makin keras makin sukar disayat. Bekas
sayatannya juga mengkilap. Kekerasan kayu erat hubungannya dengan tebal
relatif dinding serat. Makin tebal dinding serat makin keras kayu yang
bersangkutan. Kekerasan kayu dapat pula bertambah oleh kandungan mineral,
Ciri Anatomi Kayu
a Pori-Pori Kayu (Vessel Cell)
Pada penampang melintang sel-sel pembuluh tampak seperti
lubang-lubang, karena itu sel-sel pembuluh ini juga sering disebut pori-pori kayu. Sel-sel
yang berbentuk pipa dinamakan pembuluh. Dalam batang kayu, sel-sel ini
tersusun longitudinal, sambung menyambung searah dengan sumbu batang.
Panjang sel pembuluh pada umumnya berkisar antara 200-1000 mikron dengan
diameter berkisar antara 40-400 mikron, bergantung kepada jenis kayunya. Jarang
yang kurang atau lebih dari itu. Pembuluh dikatakan soliter jika berdiri
sendiri-sendiri. Pembuluh dikatakan berganda jika dua atau lebih pembuluh
bersinggungan sedemikian rupa, sehingga dinding singgung tampak datar.
Gandaan dua pembuluh disebut pasangan (Mandang dan Pandit, 1997).
Pengelompokan pori diamati pada penampang lintang. Jika pori-pori tidak
tersebar secara merata, artinya ada daerah di dalam riap tumbuh yang banyak pori
sedangkan pada tempat yang lain terdapat pori-pori dalam jumlah yang sedikit
atau jarang atau sama sekali tidak terdapat. Pori-pori yang mengelompok tersusun
menurut arah jari-jari sehingga pori-pori kelihatan berderet ke arah radial ini
disebut pengelompokan pori radial. Ada pori-pori yang tersusun
pengelompokkannya menurut deretan miring disebut pengelompokkan miring
(oblique arrangementi) yaitu pori-pori tersusun menurut deretan miring atau
membentuk sudut dengan jari-jari. Pengelompokan bentuk gerombol (pore
cluster) dimana pori-pori mengelompok bergerombol pada daerah-daerah yang
Perbandingan antara jumlah pembuluh soliter dengan pembuluh yang
berganda merupakan pula ciri pengenalan kayu. Perbandingan juga dapat
dinyatakan menurut kategori yang tertera dalam Tabel 1.
Tabel 1. Penggolongan Susunan Pembuluh
No Susunan Pembuluh Jumlah Pembuluh Soliter
1 Hampir seluruhnya soliter >95 %
2 Sebagian besar soliter 80-95 %
3 Soliter dan berganda 65-80 %
4 Sebagian besar berganda 25-65 %
5 Hampir seluruhnya berganda <25 %
(Mandang dan Pandit, 1997)
Penggolongan ukuran pembuluh didasarkan pada diameternya. Diameter
pembuluh pada semua jenis kayu rata-rata bervariasi dari yang berukuran luar
biasa kecil sampai sangat besar, seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Penggolongan Ukuran Pembuluh
No Ukuran Pembuluh Diameter (µ)
1 Luar biasa kecil <20 µ
2 Sangat kecil 20-50 µ
3 Kecil 50-100 µ
4 Agak kecil 100-200 µ
5 Agak besar 200-300 µ
6 Besar 300-400 µ
7 Sangat besar >40 µ
Frekuensi pembuluh pada penampang lintang kayu digolongkan menurut
jumlahnya per mm², seperti tertera dalam Tabel 3.
Tabel 3. Pengolongan Frekuensi Pembuluh
No Frekuensi Pembuluh Jumlah Per mm²
1 Sangat jarang <2
2 Jarang 2-5
3 Agak jarang 6-10
4 Banyak 10-20
5 Banyak 20-40
6 Sangat banyak >40
(Martawijaya dkk, 1995)
b. Parenkim
Di dalam kayu, parenkim merupakan jaringan yang berfungsi untuk
menyimpan serta mengatur bahan makanan cadangan. Menurut Mandang dan
Ramdan (2002), berdasarkan penyusunannya, parenkim dibagi atas 2 macam
yaitu:
a. Parenkim aksial (parenkim), yang tersusun secara vertikal
b. Parenkim jari-jari (jari-jari kayu), yang tersusun secara horisontal
Ciri parenkim yang penting untuk identifikasi adalah susunannya sebagai
mana terlihat pada penampang lintang kayu. Pada bidang ini, dengan bantuan lup,
parenkim biasanya dapat dilihat berupa jaringan yang berwarna lebih cerah
daripada jaringan serat: umumnya hampir putih dan lainnya agak coklat atau
berdasarkan hubungannya dengan pembuluh. Tipe pertama dinamakan parenkim
apotrakea yaitu semua bentuk parenkim yang tidak berhubungan langsung dengan
pembuluh. Tipe kedua parenkim paratrakea, meliputi semua parenkim yang
berhubungan dengan pembuluh (Mandang dan Pandit, 1997)
c. Jari-Jari Kayu
Jari-jari pada penampang lintang kayu seperti garis-garis yang hampir
sejajar satu sama lain. Pada bidang radial, jari-jari tampak seperti pita putus-putus
ke arah horizontal. Jika tingginya cukup maka jari-jari akan tampak seperti
sapuan-sapuan kuas ke arah horizontal. Jari-jari sukar diamati pada bidang
tangensial. Jika ukurannya cukup lebar, jari-jari dapat dilihat dengan mata
telanjang seperti bintik-bintik lensa cembung atau garis-garis tipis pendek ke arah
longitudinal (Mandang dan Pandit, 1997)
Untuk identifikasi jenis kayu di lapangan, sifat jari-jari yang penting
meliputi: frekuensi atau jumlah per mm², ukuran, dan tinggi jari-jari seperti tertera
pada Tabel 4, Tabel 5, dan Tabel 6
Tabel 4. Penggolongan Frekuensi Jari-Jari
No Frekuensi Jumlah per mm²
1 Sangat jarang ≤3
2 Jarang 4-5
3 Agak jarang 6-7
4 Banyak 8-10
5 Banyak 11-15
6 Sangat Banyak ≥15
Tabel 5. Penggolongan Lebar Jari-Jari
No Golongan Lebar (µ)
1 Sangat sempit <15
2 Sempit 15-30
3 Agak sempit >30-50
4 Agak lebar >50-100
5 Lebar >100-200
6 Sangat lebar >200-400
7 Luar biasa lebar >400
(Martawijaya dkk, 1995)
Tabel 6. Penggolongan Tinggi Jari-Jari
No Golongan Tinggi (mm)
1 Luar biasa pendek <0,5
2 Sangat pendek 0,5-1
3 Pendek >1-2
4 Agak pendek >2-5
5 Agak tinggi >5-10
6 Tinggi >10-20
7 Sangat tinggi 20-50
8 Luar biasa Tinggi >50
(Martawijaya dkk, 1995)
c. Serat (Fiber)
Apabila sepotong kayu lebar dipisah-pisahkan dan diamati di bawah
ada yang mirip tong atau pipa, ada yang mirip kotak dan ada yang berbentuk
panjang dan sangat langsing. Sel-sel yang berbentuk panjang dan langsing ini
dikenal dengan nama serat. Dinding serat umumnya lebih tebal daripada dinding
parenkima dan pembuluh. Panjangnya antara 300-3600 mikron, bergantung jenis
pohon dan posisinya dalam batang. Diameternya antara 15-50 mikron. Ketebalan
dindingnya relatif dibanding diameter, dapat tipis, tebal atau sangat tebal. Serat
dikatakan berdinding sangat tebal jika lumen atau rongga selnya hampir
seluruhnya terisi dengan lapisan-lapisan dinding. Dari ciri inilah dapat dipahami
bahwa serat berfungsi sebagai penguat batang pohon (Mandang dan Pandit, 1997).
Panjang serat dan diameter serat dapat diklasifikasikan seperti yang tertera
pada tabel 7 dan 8.
Tabel 7. Penggolongan Panjang Serat
No Golongan Panjang Serat (µ)
1 Pendek <900
2 Sedang 900 – 1600
3 Panjang >1600
(Casey, 1960)
Tabel 8. Penggolongan Diameter Serat
No Golongan Diameter Serat (mm)
1 Tipis 0,002 – 0,010
2 Sedang 0,010 – 0,025
3 Lebar 0.025 – 0,040
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan
Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2007 – April 2008.
Bahan dan Alat
a. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Kayu Mindi
(M. azedarach L.), Aquades, Safranin, Alkohol, Hidrogen Peroksida (H2O2) dan
Asam asetat (CH3C00H).
b. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Chain Saw,
Band Saw (Gergaji Pita), Cutter, Tabung reaksi, Obyek glass, Cover glass, Pipet
tetes, Spatula, Mikroskop, Micrometer, Penangas air, Millimeter blok, Cawan
Petri dan Kertas Saring
Prosedur penelitian
a. Pengambilan Bahan dan Pembuatan Contoh Uji
Pengambilan bahan penelitian berupa kayu Mindi (M. azedarach L.)
dilakukan di desa Namo Rih Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang
lempengan dengan tebal 10 cm pada ketinggian 25, 50, 75 dan 100% dari panjang
batang seperti pada Gambar 1. Dalam setiap lempeng dibuat contoh uji, guna
pengukuran Ciri Umum Kayu dan Ciri Anatomi Kayu.
IV (100%)
III (75%)
II (50%)
I (25%)
T G
Keterangan:
T = kayu teras
G = kayu gubal Gambar 1. Pembuatan Contoh Uji
b. Pembuatan Preparat
- Preparat Sayatan
Menurut Husein (2004), pembuatan preparat sayatan dilakukan dengan
cara sebagai berikut :
• Contoh uji dibuat berukuran 2x2x10 cm³ dari bidang lintang. Kemudian
contoh uji direndam dengan air selama 24 jam sampai agak lunak
• Sayatan direndam dalam safranin selama ± 5 menit, kemudian dicuci dengan
alkohol
• Sayatan ditempatkan di atas obyek glass, lalu ditutup dengan cover glass dan
diamati di bawah mikroskop yang dilengkapi dengan mikrometer
- Preparat Maserasi
Proses maserasi menggunakan metode Forest Product laboratory (FPL)
menurut Wheeler (1989). Pengamatan dan pengukuran dilakukan dengan bantuan
mikroskop yang dilengkapi mikrometer, adapun prosedurnya sebagai berikut :
• Contoh uji berukuran 0,2 x 0,2 x 2 cm³ dimasukkan ke dalam tabung reaksi
berisi larutan H2O2 (Hidrogen Peroksida) dan Asam Asetat (perbandingan 2:1)
sampai terendam
• Tabung reaksi dimasukkan dalam penangas air sampai potongan kayu
berwarna putih dan terlihat adanya tanda-tanda serat mulai lepas
• Dimasukkan aquades dan dikocok untuk mendapatkan serat-serat yang
terlepas sempurna
• Selanjutnya dicuci berulang-ulang diatas kertas saring sampai bebas asam
• Setelah itu serat dipindahkan kedalam cawan Petri dan diberi beberapa tetes
safranin 2% kemudian ditunggu selama 6-8 jam agar zat warna benar benar
meresap dalam serat
• Kemudian serat dipindahkan ke objekglass, dan dilakukan pemisahan serat
• Preparat lalu ditutup dengan cover glass
Gambar 2. Ilustrasi Pengambilan Contoh Uji Untuk Pembuatan Preparat Maserasi dan Preparat Sayatan
c. Pengamatan
1. Persentase Kayu Gubal dan Kayu Teras
Pendugaan dan perbandingan ukuran kayu teras dan kayu gubal dalam
penelitian ini dilakukan dengan melihat perbedaan warna. Bagian xylem yang
tidak lagi memiliki sel-sel dan memiliki cadangan makanan yang telah diubah
menjadi zat-zat ekstraktif, umumnya mempunyai warna yang lebih gelap disebut
kayu teras.
Pengukuran persentase kayu gubal dan kayu teras dilakukan dengan
menggunakan milimeter blok pada contoh uji setebal 10 cm. Contoh uji setebal 10
cm diambil dari bagian pangkal. Contoh uji digambar pada milimeter blok.
Setelah digambar, lalu dihitung luas penampang kayu teras dan luas kayu secara
keseluruhan dalam cm². Persentase kayu teras dan kayu gubal dapat dihitung
2. Ciri Umum Kayu
Ciri umum kayu diamati langsung dengan panca indra tanpa bantuan alat
pembesar. Pengamatan ciri umum kayu meliputi warna, corak, tekstur, arah serat,
kilap, kesan raba dan kekerasan kayu pada papan yang telah diketam.
Warna kayu diamati baik pada permukaan lintang maupun memanjang
dari papan contoh, dicatat setiap warna kayu yang tampak pada kayu teras dan
kayu gubal. Adanya warna kayu yang berbeda dicatat sebagai corak. Tekstur kayu
diamati pada permukaan lintang yang telah disayat dengan pisau, pengamatan
dilakukan tanpa bantuan alat pembesar. Arah serat diamati pada permukaan papan
arah memanjang, sangat memungkinkan dalam contoh papan yang diamati
terdapat dua arah serat yang berbeda dan agak berpadu. Kilap diamati pada
permukaan memanjang papan. Kesan raba dilakukan pada permukaan lintang
yang telah disayat. Pengamatan kekerasan kayu dilakukan dengan menyayat kayu
pada permukaan lintangnya menggunakan pisau yang tajam
(Mandang dan Pandit, 1997).
3. Ciri Anatomi Kayu
Pengukuran ciri anatomi kayu ini dilakukan menurut standar IAWA
(International Association of Wood Anatomist, 1998).
a. Pori (Sel Pembuluh)
Pengamatan terhadap pori atau sel pembuluh dilakukan untuk mengetahui
susunan pori, diameter. pori terpendek dan diameter pori terpanjang serta jumlah
• Sususan pori/pola penyebaran dan frekuensi pori diamati pada penampang
lintang preparat sayatan dengan bantuan mikroskop
• Pengukuran diameter dilakukan pada penampang lintang dengan
menggunakan micrometer okuler yang terdapat pada mikroskop. Pengukuran
dilakukan pada arah vertikal dan horizontal
b. Parenkim
Pengamatan dilakukan untuk mengetahui susunan parenkim yang terlihat
dari penampang lintang kayu, serta jumlah sel per utas parenkim.
c. Jari-jari kayu
Pengukuran pada jari-jari meliputi tinggi jari-jari, lebar jari-jari, macam
atau tipe jari-jari dan frekuensi jari-jari. Pengukuran terhadap jari-jari kayu
dilakukan sebagai berikut:
• Pengukuran tinggi dan lebar sel jari-jari dilakukan dari bidang tangensial pada
mikroskop
• Tipe atau macam jari-jari diamati pada preparat sayatan penampang tangensial
dengan menggunakan mikroskop
• Frekuensi jari-jari diamati pada penampang tangensial dengan menggunakan
mikroskop
d. Serat
Pengukuran dimensi serat menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10
kali untuk panjang serat dan perbesaran 40 kali untuk diameter serat dan diameter
lumen. Sedangkan untuk tebal dinding serat diperoleh dari perhitungan diameter
Dalam pengukuran serat yaitu panjang serat, diameter serat, diameter
lumen dan tebal dinding sel dipilih serat yang utuh atau tidak patah, rusak terlipat
pecah terpotong dan kerusakan lainnya. Bagian serat yang diukur dapat dilihat
pada Gambar 3.
W
I
D
L
Gambar 3. Bagian dari Serat Keterangan :
L :Panjang Serat
D :Diameter Serat
I :Diameter Lumen
W :Tebal Dinding Sel
4. Variasi Dimensi Sel Pada Bagian Dekat Empulur Sampai Bagian Dekat Kulit ( pada 4 ketinggian )
Pengamatan dilakukan terhadap dimensi sel seperti diameter
pembuluh/pori (diameter pori terpendek dan diameter pori terpanjang), frekuensi
pembuluh, tinggi jari-jari, lebar jari-jari, frekuensi jari-jari, panjang serat,
diameter serat, diameter lumen, dan tebal dinding serat pada bagian dekat empulur
sampai bagian dekat kulit. Pengukuran pada dimensi pembuluh dilakukan
masing-masing sebanyak 10 pengukuran. Pada dimensi jari-jari dilakukan masing-masing-masing-masing
sebanyak 50 pengukuran. Pengamatan dilakukan dengan melihat kecenderungan
perubahan ukuran dari empulur ke arah kulit pada 4 ketinggian
d. Analisis Data
Untuk mengetahui nilai struktur anatomi kayu mindi (M. azedarach L.),
terlebih dahulu dihitung nilai rataan dan standar deviasi. Sedangkan untuk
memperjelas hasil pengamatan ditampilkan gambar hasil pemotretan.
Nilai Rata-Rata dapat dihitung dengan persamaan :
n
X
f
X
=
∑
i iketerangan:
X = Nilai rata-rata
Xi = Ukuran pori; jari-jari; serat dalam micron
Fi = Frekuensi
n = Jumlah pori; jari-jari; serat yang diukur
Tebal dinding serat dan diameter lumen dapat dihitung dengan persamaan:
2
l d
w= − atau I = d-2w
dimana :
l = Diameter lumen
d = Diameter serat
Standar deviasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
n = Jumlah pori; jari-jari; serat yang diukur sebagai plot sampling
Selang rata-rata dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
( ) ( )
α didapat dari daftar distribusi student dengan derajat kebebasan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persentase Kayu Teras dan Kayu Gubal
Pengamatan potongan melintang batang sering menampakkan bagian
tengah yang gelap dikelilingi bagian luar yang muda warnanya. Bagian tengah
yang gelap disebut kayu teras, sedangkan bagian luar yang muda warnanya
disebut kayu gubal. Dalam kayu gubal inilah terdapat sel-sel yang masih hidup.
Kayu teras secara fisiologis tidak berfungsi lagi tetapi berfungsi untuk menunjang
pohon secara mekanis.
Hasil pengamatan terlihat jelas perbedaan antara kayu gubal dan kayu
teras, ditandai dengan perbedaan warna seperti yang terlihat pada Gambar 4.
a
b
Gambar 4. Kayu Teras dan Kayu Gubal Mindi (M. azedarach L) a. Kayu Teras, b. Kayu Gubal
Warna kayu teras coklat muda, sedangkan kayu gubal putih kecoklat-coklatan.
Warna kayu teras lebih gelap daripada kayu gubalnya. Menurut Budianto (1996),
warna kayu teras pada sebatang pohon dapat berubah menjadi lebih tua karena
adanya pengendapan zat-zat ekstraktif. Persentase kayu teras dan kayu gubal
Tabel 9. Persentase Kayu Teras dan Kayu Gubal Berdasarkan 4 Ketinggian Pada Mindi (M. azedarach L.)
Ketinggian Kayu Teras Kayu Gubal
I 60,21% 39,79%
II 59,62% 40,38%
III 64,08% 35,92%
IV 59,67% 40,33%
Rata-rata 60,895% 39,105%
Jumlah relatif kayu teras dengan kayu gubal di dalam pohon (batang
pohon) berbeda-beda menurut jenis pohon, umur dan keadaan lingkungan
pertumbuhan. Kayu teras mulai dibentuk pada riap tumbuh tertua yaitu pada
daerah di dekat empulur (pada riap tumbuh pertama). Sesuai dengan pernyataan
Pandit dan Ramdan (2002), diameter kayu teras variasinya menurun dimulai dari
pangkal pohon hingga ke bagian atas pohon, atau dengan kata lain, semakin ke
ujung pohon maka diameter kayu teras akan semakin kecil.
Pada Tabel 9, terlihat bahwa persentase kayu teras paling tinggi terlihat
pada ketinggian III (tidak sesuai dengan pernyataan dari Pandit dan Ramdan,
2002). Sebenarnya hasil yang diperoleh dari pengamatan, sesuai dengan
pernyataan Pandit dan Ramdan (2002) yaitu semakin ke ujung pohon, diameter
kayu teras semakin mengecil, hal ini dapat dilihat pada Lampiran 2. Persentase
kayu teras pada ketinggian III hasilnya terlihat lebih tinggi terjadi pada saat
perhitungan matematis, dimana luasan kayu teras yang diperoleh dibandingkan
dengan luasan kayu seutuhnya pada ketinggian tersebut.
Selain itu, hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa bagian kayu teras
lebih lebar dari kayu gubal. Pandit dan Ramdan (2002) juga menyatakan bahwa
membentuk kayu teras pada saat pohon masih muda, sehingga pohon setelah
dewasa akan memiliki kayu gubal yang sempit dan bagian kayu teras yang lebar.
Ciri Umum Kayu
Mindi (M. azedarach L) yang memiliki batang silindris dan kulit batang
abu-abu ini, memiliki perbedaan warna yang jelas antara kayu gubal dan kayu
teras, ditandai dengan kayu teras yang berwarna coklat muda sedangkan gubal
putih kecoklat-coklatan. Kekerasan kayu termasuk keras. Hal ini terlihat pada
waktu membuat sayatan, kayu sukar untuk disayat. Selain itu bekas sayatannya
juga mengkilap. Hasil Pengamatan ciri umum kayu Mindi (M. azedarach L.)
dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Ciri Umum Mindi (M. azedarach L.) No Ciri Umum Mindi (M. azedarach L.)
1 Warna Kayu teras berwarna coklat muda, kayu gubal berwarna
putih kecoklat-coklatan dan mempunyai batas yang jelas
dengan kayu teras
2 Corak Kayu mindi memiliki corak yang berbeda antara kayu
teras dan kayu gubal
3 Tekstur Tekstur kayu kasar
4 Arah serat Arah serat lurus atau agak berpadu
5 Kilap Permukaan kayu mengkilap
6 Kesan raba Permukaan kayu agak licin
Ciri Anatomi Kayu a. Pori (Pembuluh)
Pori atau sel pembuluh adalah suatu sel yang berfungsi sebagai penyalur.
Pori apabila dilihat dari samping mirip tabung., tetapi jika dilihat dari bidang
lintang berbentuk bulat atau oval. Pori sebagian besar soliter, tetapi terdapat juga
pori berganda 2 seperti terlihat pada Gambar 5. Diameter pori terpendek maksimal
196 µm dan minimal 88,2000 µm dengan rata-rata 136,6116 ± 13,6296 µm;
diameter pori terpanjang sampai 187,3400 µm dan minimal 135,0700 µm dengan
rata-rata 162,4133 ± 12,9391 µm; frekuensi pembuluh 0,6565 ± 0,0736 per mm²
atau 65,6500 per cm².
a
b
0,25 cm
Gambar 5. Pori (Pembuluh) Mindi (M. azedarach L) Perbesaran 40x
a. Pori Ganda, b. Pori Soliter
Berdasarkan penggolongan pembuluh menurut Martawijaya dkk, (1995),
diameter pembuluh Mindi termasuk ukuran agak kecil, sedangkan frekuensi
pembuluh yang < 2 per mm² termasuk sangat jarang. Berbeda dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Kasmudjo dan Sunarto (1999) pada kayu Mindi
Perbedaan (variasi) umur kayu memungkinkan perbedaan sifat kayu, salah
satunya pembuluh. Pada umur 12 tahun, proporsi sel pembuluh sebesar 18,9%
sedangkan pada umur 18 tahun, proporsi sel pembuluh sebesar 20,3%. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tua umur kayu Mindi, semakin tinggi proporsi sel
pembuluhnya (sampai batas produksi). Ukuran diameter pori berpengaruh
terhadap permeabilitas suatu kayu. Semakin besar pori suatu kayu akan
memudahkan cairan untuk melewatinya. Hal ini merupakan salah satu penyebab
kayu menjadi lebih permeabel. Begitu juga dengan frekuensi pori, semakin
banyak jumlah pori maka semakin besar sifat permeabel suatu jenis kayu. Hal ini
disebabkan banyaknya pembuluh-pembuluh yang dapat dilalui oleh cairan.
b. Parenkim
Kayu Mindi (M. azedarach L) memiliki parenkim paratrakea (parenkim
yang berhubungan/bersinggungan dengan pembuluh) dengan tipe selubung;
rata-rata 1-2 sel per utas dari 1-6 sel per utas.
a
b
c
Gambar 6. Penampang Lintang Mindi (M. Azedarach L) Perbesaran 40x a. Pori Soliter
c. Jari-Jari
Jari-jari homogenous; tinggi jari-jari maksimal 509,6000 µm dan minimal
78,4000 µm dengan rata-rata 285,7244 ± 37,6989 µm; lebar maksimal 68,6000
µm dan minimal 29,4000 µm dengan rata-rata 46,3231 ± 3,2528 µm; frekuensi
jari 0,9990 per mm². Dari hasil yang diperoleh, diketahui bahwa tinggi
jari Mindi pada umur 6 tahun termasuk luar biasa pendek (<0,5 mm), lebar
jari-jari termasuk agak sempit dan frekuensi jari-jari-jari-jari sangat jarang bila disesuaikan
dengan klasifikasi yang ditetapkan dalam Atlas Kayu Indonesia Jilid I.
a
0,1 cm
Gambar 7. Penampang Tangensial Mindi (M. azedarach L.) Perbesaran 100x a. Jari-Jari
d. Serat
Panjang minimal 784 µm dan panjang maksimal 1381,8000 µm dengan
rata-rata 1013,8065 ± 17,7764 µm. Diameter serat sampai 39,3750 µm dengan
diameter minimal 15,7500 µm dan rata-rata 23, 4723 ± 0,8502 µm; diameter
lumen minimal 7,8750 µm dan diameter maksimal 31,5000 µm dengan
rata-rata18,1388 ± 0,9296 µm. Tebal dinding serat sampai 6,5625 µm dan minimal
Gambar 8. Serat Mindi (M. azedarach L.) Perbesaran 100x
Panjang serat merupakan salah satu unsur penting untuk kekuatan kertas.
Serat yang panjang akan memberikan kekuatan kertas dengan sifat kekuatan
sobek yang tinggi. Kekuatan sobek adalah sifat paling berpengaruh dan
berhubungan langsung dengan panjang serat, semakin panjang serat semakin
tinggi ketahanan sobeknya, serat pendek akan menyebabkan titik tangkap serat
terhadap bahan semakin sempit.
Serat dengan diameter sedang dan berdinding tipis mampu memberikan
ikatan antar serat yang kuat dengan kekuatan yang tinggi. Tebal dinding serat juga
merupakan salah satu ukuran dimensi serat yang ikut menentukan sifat-sifat
kertas. Semakin tebal dinding serat maka pulp yang dihasilkan kurang baik. Serat
berdinding tebal akan menghasilkan kertas dengan kekuatan jebol dan tarik yang
rendah tetapi ketahanan sobek yang tinggi. Kertas yang dibuat terutama dari
dinding sel yang berdinding tebal juga cenderung untuk memiliki ketahanan lipat
yang rendah. Dinding serat yang tebal menyebabkan terbentuknya lembaran yang
kasar dan tebal (bulky) dan serat berdinding tebal sukar menjadi lembek atau
Variasi Dimensi Sel Pada Bagian Dekat Empulur Sampai Bagian Dekat Kulit (Pada 4 Ketinggian)
a. Pembuluh (Pori)
Pembuluh (pori) Mindi (M. azedarach L.) dibagi menjadi 2 yaitu pori
terpendek dan pori terpanjang. Variasi diameter pori terpendek dan pori
terpanjang dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10.
0
Ketinggian I Ketinggian II Ketinggian III Ketinggian IV Gambar 9. Variasi Diameter Pori Terpendek
0
Ketinggian I Ketinggian II Ketinggian III Ketinggian IV
t
Pada Gambar 9 dan 10 dapat dilihat bahwa nilai diameter pembuluh dari
empulur ke kulit meningkat. Hal ini disebabkan karena pada bagian dekat kulit
merupakan kayu gubal yang berfungsi menyalurkan zat-zat makanan sehingga
memiliki sel pori yang besar. Pernyataan ini didukung oleh Budianto (1996) yang
menyatakan bahwa bagian sel pori yang besar terdapat pada bagian yang
berfungsi sebagai penyalur zat-zat makanan dan tempat penimbunan makanan.
Penelitian Erwansyah (1998) terhadap Kayu Bayur (Pterospermum sp) dan
Rusdiana (2000) terhadap Kayu Boli (Xylocarpus granatum D Koenig) dalam
Husein (2004), menyatakan bahwa nilai kuantatif pori semakin besar dengan
bertambah jauh bagian kayu dari empulur, selanjutnya relatif konstan. Keadaan ini
memperlihatkan proses pembentukan kayu juvenil cenderung berhenti dengan
semakin jauh bagian kayu dari empulur untuk selanjutnya terbentuk kayu dewasa,
sebagaimana yang diungkapkan oleh Haygreen dan Bowyer (1989), bahwa antara
kayu juvenil dan kayu dewasa menunjukkan perubahan yang berangsur-angsur
dari pusat pohon (empulur) kearah luar (mendekati kambium).
Berdasarkan ketinggian, diameter pembuluh mengalami peningkatan dari
ketinggian I hingga ketinggian III dan mengalami penurunan pada ketinggian IV.
Menurut Haygreen dan Bowyer (1989), bahwa perbedaan antara tipe sel baik
dalam dimensi maupun jumlah terjadi pada pohon, bagian pangkal, tengah dan
ujung mempunyai proporsi sel dewasa yang berbeda, karena hal ini sejalan
dengan awal pertumbuhan pohon. Bagian pangkal merupakan bagian awal
terbentuknya segala macam sel kearah bertambah tingginya pohon, sedangkan
bagian tengah pohon merupakan puncak perkembangan sel atau masih dalam taraf
yang mendekati cabang merupakan sel-sel yang sebagian besar adalah sel-sel
muda. Begitu pula dengan ketiga pohon Mindi (M. azedarach L.) yang digunakan
sebagai sampel penelitian, ketinggian IV posisinya sudah mendekati cabang
sehingga puncak perkembangan sel terdapat pada ketinggian III.
0
Ketinggian I Ketinggian II Ketinggian III Ketinggian IV
Gambar 11. Variasi Frekuensi Pori
Pada Gambar 11, terlihat bahwa frekuensi pembuluh yang diperoleh, dari
empulur ke kulit cenderung menurun. Hal ini erat kaitannya dengan pembuluh
semakin ke kulit, nilainya (diameter) semakin besar, sehingga frekuensi pembuluh
per mm² semakin kecil. Berdasarkan ketinggian, frekuensi pembuluh mengalami
penurunan hingga ketinggian III dan cenderung naik pada ketinggian IV. Hal ini
sesuai dengan ukuran pembuluhnya.
b. Jari-Jari
Variasi Tinggi dan Lebar Jari-jari pada bagian dekat empulur sampai
gambar terlihat bahwa tinggi dan lebar jari-jari cenderung meningkat dari empulur
ke kulit, hal ini terjadi karena perubahan kayu juvenil yang berada dekat empulur
ke kayu dewasa menunjukkan kenaikan sel-selnya. Begitu pula berdasarkan
ketinggian mengalami peningkatan hingga ketinggian III dan cenderung menurun
pada ketinggian IV.
Ketinggian I Ketinggian II Ketinggian III Ketinggian IV
Gambar12. Variasi Tinggi Jari-Jari
0
Ketinggian I Ketinggian II Ketinggian III Ketinggian IV
Gambar 13. Variasi Lebar Jari-Jari
Frekuensi jari-jari Mindi (M. azedarach L.) sama seperti pada frekuensi
Gambar 14. Hal ini berkaitan dengan ukuran jari-jari yang semakin besar dari
empulur ke arah kulit sehingga frekuensi jari-jari per mm² semakin kecil. Begitu
pula berdasarkan ketinggian, frekuensi jari-jari mengalami penurunan hingga
ketinggian III dan cenderung meningkat pada ketinggian IV.
0.8
Ketinggian I Ketinggian II Ketinggian III Ketinggian IV
Gambar 14. Variasi Frekuensi Jari-Jari
c. Serat
Ketinggian I Ketinggian II Ketinggian III Ketinggian IV
0
Ketinggian I Ketinggian II Ketinggian III Ketinggian IV
Gambar 16. Variasi Tebal Dinding Serat
Pada Gambar 15 dan 16, panjang serat dan tebal dinding serat dari
empulur ke arah kulit mengalami peningkatan, sebaliknya untuk diameter serat
dan diameter lumen (Gambar 17 dan 18) mengalami penurunan dari empulur ke
kulit. Hal ini disebabkan karena pada bagian dekat empulur merupakan kayu
juvenil (kayu muda) yang bercirikan panjang serat pendek, tebal dinding tipis,
diameter lumen dan diameter serat besar. Hal ini didukung oleh Haygreen dan
Bowyer (1996) yang menyatakan bahwa kayu juvenil yang berada dekat empulur
memiliki sel-sel yang lebih kecil (panjang serat dan tebal dinding serat) serta
memiliki diameter lumen dan diameter serat lebih besar dari kayu dewasa.
Sedangkan berdasarkan ketinggian, panjang serat, tebal dinding serat ,
diameter serat dan diameter lumen mengalami peningkatan hingga pada
ketinggian III dan cenderung menurun pada ketinggian IV. Ketinggian I dan II
merupakan bagian awal terbentuknya segala macam sel ke arah bertambah
tingginya pohon, sesuai dengan pertumbuhan umur maka ketinggian III pohon
pengembangan berikutnya (tergantung umur dan jenis pohon) dan ketinggian IV
yang mendekati cabang merupakan sel-sel yang sebagian besar adalah sel-sel
muda. Seperti halnya pada diameter dan panjang pori serta tinggi dan lebar
jari-jari, maka pada serat berlaku hal yang sama.
19
Ketinggian I Ketinggian II Ketinggian III Ketinggian IV
Gambar 17. Variasi Diameter Serat
15
Ketinggian I Ketinggian II Ketinggian III Ketinggian IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Persentase kayu teras dan kayu gubal dari kayu Mindi (M. azedarach L.)
masing-masing sebesar 60,895% dan 39,105%.
2. Kayu Mindi (M. azedarach L.) memiliki ciri umum seperti kayu teras coklat
muda dengan gubal putih kecoklat-coklatan, bertekstur kasar, arah serat lurus
atau agak berpadu dengan permukaan kayu mengkilap dan licin serta
kekerasan kayu termasuk keras.
Sedangkan ciri anatomi, kayu Mindi (M. azedarach L.) memiliki pembuluh
dengan diameter agak kecil yang sebagian besar soliter dengan frekuensi
jarang; parenkim paratrakea dengan tipe selubung; jari-jari homogenous luar
biasa pendek dan agak sempit dengan frekuensi jarang; panjang dan diameter
serat termasuk sedang.
3. Diameter pembuluh, tinggi dan lebar jari-jari serta panjang dan tebal dinding
serat mengalami peningkatan dari empulur ke arah kulit. Sebaliknya frekuensi
pembuluh dan jari-jari serta diameter serat dan diameter lumen mengalami
penurunan dari empulur ke kulit. Sedangkan berdasarkan ketinggian, diameter
pembuluh, tinggi dan lebar jari-jari serta panjang, diameter, tebal dinding serat
dan diameter lumen mengalami peningkatan hingga pada ketinggian III dan
cenderung menurun pada ketinggian IV dan sebaliknya terhadap frekuensi
Saran
Perlunya penelitian lebih lanjut mengenai turunan dimensi serat Mindi
(M. azedarach L.) sebagai dasar dalam menentukan kualitas serat sebagai bahan
DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 2007. Mindi. (2 April 2007).
Budianto, A.D. 1996. Sistem Pengeringan Kayu. Kanisius. Yogyakarta
Casey, J.P. 1960. Pulp and Paper : Chemistry and Chemical Technology. 3th Edition. Vol I. Jhon Willey and Sons. New York.
Dumanauw, J.E. 1993. Mengenal Kayu. PIKA. Semarang.
Haygreen, J.G dan J.L. Bowyer. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu Pengantar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Husein, N. 2004. Anatomi Kayu Palele (Castanopsis javanica).Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis. Vol. 2. No. 2. Juli 2004. Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia. Bogor.
Indonesian Forest, 2007. Identifikasi Kayu Indonesia.
Kasmudjo dan Sunarto. 1999. Sifat-Sifat Kayu Mindi dan Peluang Penggunaannya. Prosiding MAPEKI. Fakultas Kehutanan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Mandang, Y.I dan I.K.N Pandit. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Yayasan Prosea. Bogor.
Martawijaya, I, Iding K, Kosasi K dan A.P Soewanda. 1995. Atlas Kayu Indonesia. Jilid I. Pusat Pengembangan dan Penelitian Kehutanan. Bogor.
Pandit, I.K.N dan H. Ramdan. 2002. Anatomi Kayu: Pengantar Sifat Kayu Sebagai Bahan Baku. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor.
Sudjana, 1996. Metode Statistika. Edisi keenam. Tarsito. Bandung.
Suranto, I.Y. 2002. Pengawetan Kayu Bahan dan Metode. Kanisius. Yogyakarta.
Walhi, 2004. Indonesia Tak Harus Takut dengan Seruan Boikot Kayu
(2 April 2007).
Lampiran 1. Tinggi Pon Mindi (M. azedarach L.)
Pohon Tinggi
Total (m)
Tinggi Bebas
Cabang (m)
Ketinggian (m)
25% 50% 75% 100%
1 16,5 13 3,25 6,5 9,75 13
2 16 13 3,25 6,5 9,75 13
Lampiran. 3. Tabel Rata-Rata Dimensi Pori
Tabel Rata-Rata Diameter Pori Terpendek Mindi (M. azedarach L.)
Ketinggian I Empulur (µ) Antara (µ) Kulit (µ)
Pohon A 106,33 112,7 122,5
Pohon B 110,74 117,6 125,44
Pohon C 111,72 116,62 120,54
Rata-Rata 109,59 115,64 122,82
Ketinggian II
Pohon A 126,42 135,24 137,2
Pohon B 128,38 130,34 143,08
Pohon C 126,42 130,34 135,24
Rata-Rata 127,07 131,97 138,50
Ketinggian III
Pohon A 151,9 153,86 162,68
Pohon B 153,86 154,84 162,68
Pohon C 151,9 155,82 163,66
Rata-Rata 152,55 154,84 163,01
Ketinggian IV
Pohon A 138,18 138,18 141,12
Pohon B 138,18 141,12 146,02
Pohon C 140,14 141,12 146,02
Tabel Rata-Rata Diameter Pori Terpanjang Mindi (M. azedarach L.)
Ketinggian I Empulur (µ) Antara (µ) Kulit (µ)
Pohon A 127.4 138.67 147.49
Pohon B 141.61 142.1 152.88
Pohon C 136.22 141.12 147.98
Rata-Rata 135,07 140,60 149,42
Ketinggian II
Pohon A 155.82 158.76 161.7
Pohon B 158.76 159.74 169.05
Pohon C 151.9 158.76 163.66
Rata-Rata 155,49 159,08 164,80
Ketinggian III
Pohon A 179.83 182.28 187.67
Pohon B 178.85 180.32 186.2
Pohon C 174.44 175.42 188.16
Rata-Rata 177,70 179,34 187,34
Ketinggian IV
Pohon A 166.11 168.56 170.52
Pohon B 163.66 168.56 171.5
Pohon C 165.62 160.72 165.13
Tabel Rata-Rata Frekuensi Mindi (M. azedarach L.)
Ketinggian I Empulur (µ) Antara (µ) Kulit (µ)
Pohon A 0.9996 0.9408 0.8624
Pohon B 0.9506 0.9016 0.8918
Pohon C 0.9408 0.9016 0.8918
Rata-Rata 0,9636 0,9146 0,8820
Ketinggian II
Pohon A 0.7546 0.7056 0.5684
Pohon B 0.7252 0.6566 0.5586
Pohon C 0.735 0.6566 0.5488
Rata-Rata 0,7382 0,6729 0,5586
Ketinggian III
Pohon A 0.5586 0.5194 0.4606
Pohon B 0.5488 0.4704 0.441
Pohon C 0.5292 0.4900 0.441
Rata-Rata 0,5455 0,4932 0,4375
Ketinggian IV
Pohon A 0.6566 0.5684 0.5586
Pohon B 0.6076 0.5194 0.4998
Pohon C 0.588 0.5194 0.4998
Lampiran 4. Tabel Rata-Rata Dimensi Jari-Jari
Tabel Rata-Rata Tinggi Jari-jari Mindi (M. azedarach L.)
Ketinggian I Empulur (µ) Antara (µ) Kulit (µ)
Pohon A 203,84 247,6133 254,8
Pohon B 204,4933 239,7733 248,2666
Pohon C 205,8 241,7333 251,5333
Rata-Rata 204,7111 243,0399 251,5333
Ketinggian II
Pohon A 267,2133 269,8266 281,586
Pohon B 261,3333 271,1333 288,12
Pohon C 263,9466 274,4 284,8533
Rata-Rata 264,1644 271,7866 284,8533
Ketinggian III
Pohon A 314,2533 326,0133 328,6266
Pohon B 316,8666 326,6666 329,9333
Pohon C 310,9866 325,36 328,6266
Rata-Rata 314,0355 326,0133 329,0622
Ketinggian IV
Pohon A 305,76 310,3333 322,093
Pohon B 307,0666 309,68 320,133
Pohon C 310,33333 311,64 321,44
Tabel Rata-Rata Lebar Jari jari Mindi (M. azedarach L.)
Ketinggian I Empulur (µ) Antara (µ) Kulit (µ)
Pohon A 34,62666 35,9333 38,22
Pohon B 35,28 37,24 37,89333
Pohon C 35,28 36,58666 37,56666
Rata-Rata 35,0622 36,5866 37,8933
Ketinggian II
Pohon A 43,773333 45,08 46,06
Pohon B 42,466667 44,42666 45,08
Pohon C 43,12 45,73333 46,713
Rata-Rata 43,12 45,08 45,9511
Ketinggian III
Pohon A 52,26666 52,92 56,18666
Pohon B 53,573333 54,88 55,533333
Pohon C 51,61333 53,57333 57,49333
Rata-Rata 52,4844 53,7911 56,4044
Ketinggian IV
Pohon A 47,04 49,32666 51,6133
Pohon B 47,693333 50,306667 50,96
Pohon C 47,693333 51,61333 52,266
Tabel Rata-Rata Frekuensi Jari-jari Mindi (M. azedarach L.)
Ketinggian I Empulur (µ) Antara (µ) Kulit (µ)
Pohon A 1.091066 1.078 1.071466
Pohon B 1.0714667 1.0584 1.0453333
Pohon C 1.0714667 1.0518667 1.0388
Rata-Rata 1,0780 1,0627 1,0518
Ketinggian II
Pohon A 0.9996 0.986533 0.98
Pohon B 0.9930667 0.9865333 0.9669333
Pohon C 0.9996 0.986533 0.966933
Rata-Rata 0,9974 0,9865 0,9712
Ketinggian III
Pohon A 0.9408 0.934266 0.934266
Pohon B 0.9408 0.9212 0.9146667
Pohon C 0.9473333 0.9212 0.9146667
Rata-Rata 0,9429 0,9255 0,9212
Ketinggian IV
Pohon A 1.0714667 1.0257333 1.00613
Pohon B 1.0453333 1.0061333 0.98
Pohon C 1.0388 0.9996 0.98
Lampiran 5. Tabel Rata-Rata Dimensi Serat
Tabel Rata-Rata Panjang Serat Mindi (M. azedarach L.)
Ketinggian I Empulur (µ) Antara (µ) Kulit (µ)
Pohon A 901.28 985.88 1070.748
Pohon B 908.068 993.72 1081.528
Pohon C 903.168 983.92 1075.648
Rata-Rata 904.172 987.84 1075.9746
Ketinggian II
Pohon A 922.376 1002.54 1083.684
Pohon B 935.116 1007.44 1077.804
Pohon C 929.236 1012.34 1086.624
Rata-Rata 928.9093 1007.44 1082.704
Ketinggian III
Pohon A 987.644 1094.464 1140.72
Pohon B 992.544 1085.644 1134.84
Pohon C 997.444 1090.544 1144.64
Rata-Rata 992.544 1090.2173 1140.0666
Ketinggian IV
Pohon A 975.884 981.568 982.352
Pohon B 979.804 987.448 989.212
Pohon C 985.684 992.348 993.132
Tabel Rata-Rata Diameter Serat Mindi (M. azedarach L.)
Ketinggian I Empulur (µ) Antara (µ) Kulit (µ)
Pohon A 22.3125 22.155 21.48825
Pohon B 22.155 21.9975 21.85575
Pohon C 22.2075 22.07625 21.90825
Rata-Rata 22.225 22.07625 21.75075
Ketinggian II
Pohon A 22.86375 22.81125 22.6275
Pohon B 23.02125 22.89 22.7325
Pohon C 22.91625 22.995 22.8375
Rata-Rata 22.93375 22.8987 22.7325
Ketinggian III
Pohon A 25.3575 25.032 24.85875
Pohon B 25.2 25.137 24.9375
Pohon C 25.2525 25.0845 24.8325
Rata-Rata 25.27 25.0845 24.87625
Ketinggian IV
Pohon A 24.2025 23.73 23.5725
Pohon B 24.3075 24.045 23.625
Pohon C 24.15 24.0975 23.73