• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur Anatomi Kayu Mindi (Melia azedarach L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Struktur Anatomi Kayu Mindi (Melia azedarach L.)"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

STRUKTUR ANATOMI KAYU MINDI (Melia azedarach L.)

HASIL PENELITIAN

OLEH:

MAGDALENA PANGGABEAN 031203009/ TEKNOLOGI HASIL HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

Judul Skripsi : Struktur Anatomi Kayu Mindi (Melia azedarach L.) Nama : Magdalena Panggabean

Nim : 031203009

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Ridwanti Batubara S.Hut, M.P Dra. Elimasni, M.Si

NIP. 132 296 841 NIP 131 945 355

Mengetahui

Ketua Departemen Kehutanan

(3)

ABSTRACT

This study aims to know the percentage of heartwood and sapwood; general and anatomical characteristics; and variation of cells dimension from pith to the cambium of M. azedarach L. Percentage of heartwood and sapwood each 60,895% and 39,105% ; has general characteristics like heartwood bright brown and sapwood brownish white; wood texture rough; the shoot of fiber is straight or become united ; the wood surface is smooth and shine, and hardness is hard. The anatomical characteristics has mostly solitary vessels; paratracheal parenchyma with confluent type and rays is homogenous. Vessels diameter, rays height, rays width, fiber length and fiber wall thickness increase from pith to the cambium. On the contrary, vessel percentage, rays percentage, fiber diameter and lumen diameter decrease from pith to the cambium.

(4)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase kayu teras dan kayu gubal; ciri umum dan ciri anatomi serta variasi dimensi sel dari empulur kearah kulit pada kayu Mindi. Persentase kayu teras dan kayu gubal dari M. azedarach L. masing – masing sebesar 60,895% dan 39,105%, memiliki ciri umum seperti kayu teras coklat muda dengan gubal putih kecoklatan, bertekstur kasar, arah serat lurus atau agak berpadu dengan permukaan kayu mengkilap dan licin serta kekerasan kayu termasuk keras. Ciri anatomi, memiliki pembuluh yang sebagian besar soliter; parenkim paratrakea dengan tipe selubung dan jari-jari homogenous. Diameter pembuluh, tinggi dan lebar jari-jari serta panjang dan tebal dinding serat mengalami peningkatan dari empulur kearah kulit. Sebaliknya frekuensi pembuluh dan jari-jari serta diameter serat dan diameter lumen mengalami penurunan dari empulur ke kulit.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Magdalena Panggabean dilahirkan di Pangkalan Dodek, Sumatera Utara

pada tanggal 11 Oktober 1985, anak kedua dari 3 bersaudara dari pasangan Bapak

T. Panggabean (+) dan Ibu L. Simanjuntak, S.Pd.

Pada tahun 1997 penulis menamatkan pendidikan di Sekolah Dasar

Negeri 010232 Pangkalan Dodek, lulus pada tahun 2000 dari SMP Ostrom

Methodist Tebing Tinggi, kemudian pada tahun 2003 lulus dari SMU Negeri 1

Tebing Tinggi dan pada tahun yang sama penulis diterima di Universitas

Sumatera Utara, Fakultas Pertanian, Departemen Kehutanan, Program Studi

Teknologi Hasil Hutan.

Penulis melaksanakan kegiatan Praktek Pengelolaan dan Pembinaan Hutan

(P3H) pada tahun 2005 di hutan mangrove Bandar Khalipah Kabupaten Serdang

Bedagai dan Hutan Pegunungan Tahura Kabupaten Karo Sumatera Utara. Pada

tahun 2007 melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Perum Perhutani Unit

II Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Madiun, Jawa Timur. Penulis terdaftar

sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) dan melaksanakan

penelitian dengan judul ”Struktur Anatomi Kayu Mindi (M. azedarach L.)”

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Kasih

Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

”Struktur Anatomi Kayu Mindi (M. Azedarach L.)”.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Ayahanda T. Panggabean(+), Ibunda L. Simanjuntak, S.Pd dan Tulang

S. Simanjuntak serta abangku Nuel dan adikku Hery atas segala

pengorbanan, semangat, serta motivasi dan doanya.

2. Ibu Ridwanti Batubara S.Hut, M.P dan Ibu Dra. Elimasni, M.Si selaku

Komisi Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk

membimbing, mengoreksi serta memberikan saran dan kritik demi

kesempurnaan skripsi ini.

3. Ketua Departemen Kehutanan dan seluruh dosen serta staf Tata Usaha.

4. Sahabat-sahabatku : Ri, Nas, Va, Phia, Tel, May, Rabun, Pesal dan Ojan,

terima kasih untuk semuanya.

5. Kak Alin dan Bang Linton, teman-teman di Laboratorium (Bang Cici,

Bang Idrus, Richie), teman-teman stambuk 2003, Abang dan Kakak senior

serta teman-teman stambuk 2004-2006.

6. Pak Alex dan anak-anak MU (Bang Gary, Bang Rio dan Bang Nani) serta

Bang Kenshin.

7. Semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun meteril,

(7)

Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.

Menyadari hal inilah penulis dengan segala kerendahan hati menerima segala

saran dan kritikan yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, Agustus 2008

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Abstract ... i

Abstrak ... ii

Riwayat Hidup ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... viii

Daftar Gambar ... ix

Daftar Lampiran ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian... 3

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kayu ... 4

Susunan Batang Pohon Secara Garis Besar ... 7

Ciri Umum Kayu ... 9

Ciri Anatomi Kayu ... 13

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 19

Bahan dan Alat ... 19

Prosedur Penelitian ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Kayu Teras dan Kayu Gubal... 28

Ciri Umum Kayu ... 30

(9)

Variasi Dimensi Sel Pada Bagian Dekat Empulur Sampai Bagian

Dekat Kulit ... 34

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 41

Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Penggolongan Susunan Pembuluh ... 14

2. Penggolongan Ukuran Pembuluh ... 14

3. Penggolongan Frekuensi Pembuluh ... 15

4. Penggolongan Frekuensi Jari-Jari ... 16

5. Penggolongan Lebar Jari-Jari ... 17

6. Penggolongan Tinggi Jari-Jari ... 17

7. Penggolongan Panjang Serat ... 18

8. Penggolongan Diameter Serat ... 18

9. Persentase Kayu Teras dan Kayu Gubal ... 29

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Pembuatan Contoh Uji ... 20

2. Ilustrasi Pengambilan Contoh Uji untuk Pembuatan Preparat Maserasi dan Preparat Sayatan ... 22

3. Bagian dari Serat ... 25

4. Kayu Teras dan Kayu Gubal Mindi (M. azedarach L.) ... 28

5. Pembuluh Mindi (M. azedarach L.) ... 31

6.Penampang Lintang Mindi (M. azedarach L.) ... 32

7. Penampang Tangensial Mindi (M. azedarach L.) ... 33

8. Serat Mindi (M. azedarach L.) ... 33

9. Variasi Diameter Pori Terpendek Mindi (M. azedarach L.) ... 34

10.Variasi Diameter Pori Terpanjang Mindi (M. azedarach L.) ... 34

11.Variasi Frekuensi Pori Mindi (M. azedarach L.)... 36

12.Variasi Tinggi Jari-Jari Mindi (M. azedarach L.) ... 37

13.Variasi Lebar Jari-Jari Mindi (M. azedarach L.) ... 37

14.Variasi Frekuensi Jari-Jari Mindi (M. azedarach L.)... 38

15.Variasi Panjang Serat Mindi (M. azedarach L.) ... 38

16.Variasi Tebal Dinding Serat Mindi (M. azedarach L.) ... 39

17.Variasi Diameter Serat Mindi (M. azedarach L.) ... 40

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Tinggi Pohon ... 44

2. Persentase Kayu Teras dan Kayu Gubal Berdasarkan 4 Ketinggian ... 45

3. Tabel Rata-Rata Dimensi Pori ... 46

4. Tabel Rata-Rata Dimensi Jari-Jari ... 49

5. Tabel Rata-Rata Dimensi Serat ... 52

6. Tabel Rata-rata Dimensi Pori dengan Batas Atas dan Batas Bawah ... 56

7. Tabel Rata-rata Dimensi Jari-jari dengan Batas Atas dan Batas Bawah ... 57

(13)

ABSTRACT

This study aims to know the percentage of heartwood and sapwood; general and anatomical characteristics; and variation of cells dimension from pith to the cambium of M. azedarach L. Percentage of heartwood and sapwood each 60,895% and 39,105% ; has general characteristics like heartwood bright brown and sapwood brownish white; wood texture rough; the shoot of fiber is straight or become united ; the wood surface is smooth and shine, and hardness is hard. The anatomical characteristics has mostly solitary vessels; paratracheal parenchyma with confluent type and rays is homogenous. Vessels diameter, rays height, rays width, fiber length and fiber wall thickness increase from pith to the cambium. On the contrary, vessel percentage, rays percentage, fiber diameter and lumen diameter decrease from pith to the cambium.

(14)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase kayu teras dan kayu gubal; ciri umum dan ciri anatomi serta variasi dimensi sel dari empulur kearah kulit pada kayu Mindi. Persentase kayu teras dan kayu gubal dari M. azedarach L. masing – masing sebesar 60,895% dan 39,105%, memiliki ciri umum seperti kayu teras coklat muda dengan gubal putih kecoklatan, bertekstur kasar, arah serat lurus atau agak berpadu dengan permukaan kayu mengkilap dan licin serta kekerasan kayu termasuk keras. Ciri anatomi, memiliki pembuluh yang sebagian besar soliter; parenkim paratrakea dengan tipe selubung dan jari-jari homogenous. Diameter pembuluh, tinggi dan lebar jari-jari serta panjang dan tebal dinding serat mengalami peningkatan dari empulur kearah kulit. Sebaliknya frekuensi pembuluh dan jari-jari serta diameter serat dan diameter lumen mengalami penurunan dari empulur ke kulit.

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di Indonesia tumbuh lebih kurang 4.000 jenis pohon. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Hasil Hutan sudah menyimpan contoh kayu dari kurang lebih

3.233 jenis pohon yang tercakup dalam 785 marga dari 106 suku. Pohon yang

kayunya dikenal dalam perdagangan sampai saat ini diperkirakan 400 jenis

(species), tercakup dalam 198 marga (genera) dari 68 suku (famili). Selanjutnya

berdasarkan pertimbangan persamaan ciri dan sifat, kayu dari jenis pohon-pohon

tersebut dikelompokkan kembali menjadi 186 (kelompok) jenis

(Mandang dan Pandit, 1997).

Meskipun Indonesia memiliki lebih kurang 400 jenis kayu perdagangan,

namun tidak dapat mencukupi kebutuhan masyarakat akan kayu. Kebutuhan

masyarakat Indonesia akan kayu baik sebagai bahan bangunan (keperluan

konstruksi, dekorasi dan furniture) maupun untuk keperluan lainnya seperti untuk

bahan baku pulp dan kertas terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah

penduduk. Sementara Hutan Tanaman Industri (HTI) di Indonesia belum mampu

menjadi penyedia bahan baku bagi industri kehutanan dan bila digabungkan

dengan pasokan kayu dari hutan rakyat, hanya dapat menyediakan kayu tidak

lebih dari 5 juta m³ dalam setahun. Sedangkan industri perkayuan di Indonesia

memerlukan sekurangnya 70 juta m³ setiap tahunnya (Walhi, 2004).

Melihat permasalahan tersebut perlu adanya suatu upaya untuk memenuhi

kebutuhan kayu. Pengusahaan pohon kayu jenis Mindi (Melia azedarach L.)

(16)

memperoleh penghasilan kayu dalam jangka menengah. Selain itu penanaman itu

juga dimaksudkan untuk mengimbangi penutupan tanah kosong dan reboisasi.

Pohon Mindi merupakan sumber kayu yang cepat tumbuh (fast growing species).

Ini diharapkan akan menjadi alternatif baru sumber kayu yang kebutuhannya

semakin meningkat.

Kayu Mindi sudah terbukti baik sebagai bahan baku mebel untuk ekspor

dan domestik. Sifat kayu Mindi yang sesuai untuk mebel adalah kayunya bercorak

indah, mudah dikerjakan dan termasuk kelas kuat II-III serta dapat mengering

tanpa cacat. Mebel kayu Mindi dapat terdiri dari kayu utuh atau merupakan

kombinasi antara kayu utuh dan panel kayu yang dilapisi vinir Mindi. Produk

lantai kayu biasanya berupa parket atau mozaik. Bahan baku untuk lantai Mindi

yang berupa parket berupa kayu lapis indah (multipleks) dan berupa produk

perekatan terdiri dari 3 lapis kayu gergajian atau bagian bawah vinir sedangkan

bagian atas dan tengah berupa kayu gergajian. Pada saat ini kayu gergajian Mindi

dengan setebal 5 mm dipakai untuk bagian atas lantai parket 3 lapis dan

produknya diekspor. Di sisi lain, kayu Mindi yang berukuran kecil dapat

digunakan sebagai bahan untuk membuat barang-barang kerajinan

(Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 2007).

Sejauh ini informasi mengenai struktur anatomi kayu Mindi masih

terbatas. Padahal pengetahuan mengenai struktur anatomi, merupakan salah satu

teknik untuk meramalkan kualitas dan pemanfaatan kayu yang lebih baik daripada

hanya mencoba-coba. Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik melakukan

(17)

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Mengetahui persentase kayu teras dan kayu gubal dari kayu Mindi

(M. azedarach L.)

2. Mengetahui ciri umum kayu dan ciri anatomi kayu Mindi (M. azedarach L.)

3. Mengetahui variasi dimensi sel dari empulur ke arah kulit pada kayu Mindi

(M. azedarach L.)

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar dalam penentuan

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Kayu

a. Taksonomi

Pohon Mindi (M. azedarach L.) merupakan jenis pohon cepat tumbuh.

Pohon Mindi menyukai cahaya, agak tahan kekeringan, agak toleran dan tahan

terhadap salinitas tanah. Adapun susunan taksonomi Mindi (M. azedarach L.)

menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (2007), adalah sebagai

berikut :

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Rutales

Suku : Meliaceae

Marga : Melia

Jenis : Melia azedarach L.

Nama dagang : Mindi

Nama daerah : Geringging, mementin, mindi (Jawa); rencik (Batak); mindi

kecil (Melayu); jempinis (NTB); belile, bere, embora,

kemel, lamoa, menga, mera (NTT).

b. Penyebaran dan Tempat Tumbuh

Pohon Mindi memiliki penyebaran alami di India dan Burma, banyak

(19)

Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara dan Irian Jaya. Tanaman Mindi tumbuh pada

daerah dataran rendah hingga dataran tinggi, ketinggian 0-1200 m di atas

permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata per tahun 600-2000 mm, dapat

tumbuh pada berbagai tipe tanah. Tumbuh subur pada tanah berdrainase baik,

tanah yang dalam, tanah liat berpasir, toleran terhadap tanah dangkal, tanah asin

dan basa (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 2007).

c. Morfologi

Batang silindris, tegak, tidak berbanir, kulit batang (pepagan) abu-abu

coklat, beralur membentuk garis-garis dan bersisik. Pada pohon yang masih muda

memiliki kulit licin dan berlentisel, kayu gubal putih pucat, kayu teras coklat

kemerahan. Daun majemuk ganda menyirip ganjil, anak daun bundar telur atau

lonjong, pinggir helai daun bergerigi. Bunga majemuk malai, pada ketiak daun

panjang malai 10-22 cm, warna keunguan, berkelamin dua (biseksual) atau bunga

jantan dan bungan betina pada pohon yang sama. Buah bulat atau jorong, tidak

membuka, ukuran 2-4 cm x 1-2 cm, kulit luar tipis, licin, berkulit kering keriput,

kulit dalam keras, buah muda hijau, buah masak kuning, dalam satu buah

umumnya terdapat 4-5 biji. Biji kecil 3,5 x 1,6 mm, lonjong, licin, warna coklat,

biji kering warna hitam. Tinggi pohon sampai 30 m, panjang bebas cabang 20 m

dan diameter sampai 185 cm

(20)

d. Sifat Kayu

Kayu teras berwarna merah coklat muda bersemu ungu, gubal berwarna

putih kemerah-merahan dan mempunyai batas yang jelas dengan kayu teras. Serat

lurus atau agak berpadu, berat jenis rata-rata 0,53. Penyusutan dari keadaan basah

sampai kering tanur 3,3 % (radial) dan 4,1 % (tangensial). Kayu Mindi tergolong

ke dalam kelas kuat III-II, setara dengan Mahoni, Sungkai dan Meranti Merah.

Pengeringan alami, pada papan tebal 2,5 cm dari kadar air 37 % sampai 15 %

memerlukan waktu 47 hari, dengan kecenderungan pecah ujung dan melengkung.

Pengeringan kayu Mindi dalam dapur pengering dengan bagan pengeringan yang

dianjurkan adalah suhu 60-80 % dengan kelembaban nisbi 80-40 %

(Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 2007).

Kayu Mindi memiliki arah serat lurus atau agak berpadu. Permukaan kayu

agak licin. Berat jenis kering udara maksimum 0,65, minimum 0,42 dan berat

kering udara rata-rata 0,53. Kayu Mindi termasuk kelas awet V-IV. Sifat

pemesinan kayu Mindi bervariasi dari baik sampai buruk, yaitu diserut dan

diamplas dengan baik serta dapat dibuat lubang persegi dengan hasil sedang,

tetapi pemboran, pembentukan dan pembubutan memberi hasil buruk. Kayu

Mindi dapat mengering tanpa cacat yang berarti (Indonesian Forest, 2007).

e. Kegunaan kayu

Kayu Mindi sudah terbukti baik sebagai bahan baku mebel untuk ekspor

dan domestik. Sifat kayu Mindi yang sesuai untuk mebel adalah kayunya bercorak

indah, mudah dikerjakan dan dapat mengering tanpa cacat. Mebel kayu Mindi

(21)

kayu yang dilapisi vinir Mindi. Produk lantai kayu biasanya berupa parket atau

mozaik. Bahan baku untuk lantai Mindi yang berupa parket berupa kayu lapis

indah (multipleks) dan berupa produk perekatan terdiri dari 3 lapis kayu gergajian

atau bagian bawah vinir sedangkan bagian atas dan tengah berupa kayu gergajian.

Saat ini kayu gergajian Mindi setebal 5 mm dipakai untuk bagian atas lantai

parket 3 lapis dan produknya diekspor. Di sisi lain, kayu Mindi yang berukuran

kecil dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat barang kerajinan

(Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 2007)

Susunan Batang Pohon Secara Garis Besar

a. Lingkar Tumbuh

Pada penampang lintang dari batang terlihat adanya garis-garis

konsentris bisa nyata atau kurang nyata dan memusat pada empulur. Garis-garis

konsentris ini disebut sebagai lingkaran tumbuh (growth ring) yang terjadi

sehubungan dengan mekanisme pertumbuhan pohon. Lingkaran tumbuh dalam

penampang lintang batang dapat tampak mencolok ini disebabkan karena

intensitas pertumbuhan dan kerapatan kayu yang dihasilkan sepanjang periode

pertumbuhan tidak seragam. Pembentukan kayu pada permulaan musim tumbuh

berjalan cepat, kemudian semakin lambat mendekati akhir musim pertumbuhan

(Pandit dan Ramdan, 2002).

Apabila suatu lingkaran tumbuh dibentuk dalam jangka waktu 1 tahun,

maka lingkaran tumbuh tersebut disebut juga lingkaran tahun. Pada umumnya

jenis-jenis kayu di Indonesia tidak mempunyai batas lingkaran tumbuh yang jelas

(22)

Menurut Pandit dan Ramdan (2002), di dalam batang pohon, lebar riap

lingkaran tumbuh dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain :

1. Jenis pohon, lebar dan kerapatan lingkaran tumbuh berbeda-beda menurut

jenis yang sama tapi pohon yang berbeda

2. Kecepatan pertumbuhan, pohon-pohon yang mempunyai pertumbuhan cepat

akan mempunyai lingkaran tumbuh yang lebar

3. Tempat tumbuh, tempat tumbuh yang mempunyai kesuburan berbeda akan

menyebabkan lingkaran tumbuh yang berbeda pula. Pada tempat tumbuh yang

sama dan umur yang sama, lebar lingkaran tumbuh tergantung pada kelas

tajuk. Pohon yang terlindung mempunyai lingkaran tumbuh yang sempit.

Pohon yang biasa tumbuh di daerah yang lembab, mempunyai lingkaran

tumbuh yang lebih sempit bila ditanam di tempat yang kering

4. Letak lingkaran tumbuh di dalam batang, makin tinggi dalam batang lingkaran

tumbuh semakin lebar. Juga semakin jauh dari empulur lingkaran tumbuh juga

semakin sempit

5. Toleransi pohon terhadap cahaya, pohon-pohon yang toleran (tahan tempat

yang teduh) mempunyai variasi lebar lingkaran tumbuh yang lebih banyak

daripada pohon-pohon yang suka akan cahaya

b. Kayu Gubal dan Kayu Teras

Dalam potongan melintang batang atau cabang pohon, yang biasanya

berbentuk lingkaran atau elips, seringkali terlihat adanya bagian kayu yang

warnanya lebih gelap di bagian dalam lingkaran, sedangkan di bagian batang tepi

(23)

disebut kayu teras, sedangkan bagian kayu luar yang warnanya lebih terang

disebut kayu gubal (Suranto, 2002).

Kayu gubal adalah sel-sel kayu yang baru dibentuk oleh kambium. Kayu

gubal ini berfungsi menyalurkan zat-zat makanan dari akar dan sebagai tempat

penimbunan makanan. Oleh sebab itu, bagian ini mempunyai sel pori yang lebar.

Sedangkan kayu teras terbentuk oleh perubahan sel-sel kayu gubal yang sudah tua

dan mengeras serta tidak lagi dapat berfungsi seperti kayu gubal. Fungsinya dalam

batang tinggal sebagai penguat. Warna bagian kayu ini lebih gelap daripada kayu

gubal. Warnanya berubah menjadi lebih tua karena pengendapan zat-zat ekstraktif

(Budianto, 1996).

Kayu teras seringkali lebih awet dari pada kayu gubal, kayu teras lebih

tahan terhadap serangan jamur dan serangan serangga perusak kayu. Kayu teras

mempunyai keawetan tinggi, hal ini disebabkan karena adanya zat-zat ekstraktif

yang bersifat toksik (racun) terhadap serangga (Pandit dan Ramdan, 2002).

Ciri Umum Kayu

a. Warna dan Corak

Warna kayu ada beraneka macam, antara lain warna kuning,

keputih-putihan, coklat muda, coklat tua, kehitam-hitaman, kemerah-merahan dan lain

sebagainya. Hal ini disebabkan oleh zat-zat pengisi warna dalam kayu yang

berbeda-beda. Warna sesuatu jenis kayu dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor

berikut: tempat di dalam batang, umur pohon, kadar air dan lama penyimpanan

kayu setelah ditebang maupun setelah digergaji. Kayu teras umumnya memiliki

(24)

kayu, warna kayu yang dipakai adalah warna kayu terasnya. Pada umumnya

warna sesuatu jenis kayu bukanlah warna yang murni, tetapi warna campuran

beberapa jenis warna. Kadangkala terdapat satu warna mencolok dengan

kombinasi warna-warna lain yang sukar dipisahkan (Dumanauw, 1993).

Corak yang ada pada suatu jenis kayu dapat ditimbulkan oleh perbedaan

warna antara kayu awal dan kayu akhir dari lingkar tumbuh. Corak dapat pula

ditimbulkan oleh perbedaan warna jaringan, perbedaan intensitas pewarnaan pada

lapisan-lapisan kayu yang dibentuk dalam jangka waktu berlainan

(Mandang dan Pandit, 1997).

b. Tekstur

Tekstur dari kayu adalah suatu sifat yang menunjukkan ukuran-ukuran

relatif dari sel-sel yang mencolok besarnya di dalam kayu. Tekstur dikatakan

halus apabila ukuran dari sel-selnya sangat kecil. Menurut Pandit dan Ramdan

(2002), tekstur suatu jenis kayu disebut halus jika diameter sel serabut lebih kecil

dari 30 mikron. Diameter antara 30-45 mikron bertekstur sedang, dan bila

berdiameter lebih dari 45 mikron dikatakan bertekstur kasar.

Tekstur dinilai pula dari tingkat kerataannya, tekstur dikatakan tidak rata

jika halus di tempat-tempat tertentu dan kasar di tempat-tempat lain pada

permukaan yang sama. Hal ini disebabkan oleh pembuluh yang berkelompok atau

berganda radial 4 sel atau lebih (Mandang dan Pandit, 1997).

c. Arah Serat

Pengertian arah serat pada kayu sebenarnya adalah arah seluruh sel-sel

(25)

sel-sel aksial dari lapisan kayu di sebelah luar dan sebelah dalam lapisan kayu

yang bersangkutan. Arah serat pada sepotong kayu mudah ditetapkan berdasarkan

arah sel-sel pembuluh yang pada permukaan kayu tampak seperti

goresan-goresan. Menurut Mandang dan Pandit (1997), secara garis besar arah serat

dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Serat lurus yaitu apabila sel-selnya membentang searah dengan sumbu batang

2. Serat melintang (cross grain), yaitu jika arah sel-sel aksial membentuk sudut

dengan sumbu batang, serat melintang dapat digolongkan lagi atas:

a. Serat terpadu (interlocked grain), bila arah letak sel-sel aksial pada suatu

lapisan kayu berbeda dengan arah sel-sel yang serupa pada lapisan

berikutnya

b. Serat terpilin (spiral grain), jika sel-sel aksial mengelilingi sumbu batang

seperti spiral

c. Serat berombak atau bergelombang (curly grain atau wavy grain), jika

sel-sel aksial tersusun berbelok-belok ke arah longitudinal

d. Serat miring, jika sel-sel aksial pada sebuah papan atau balok membentuk

sudut terhadap salah satu sisinya.

d. Kilap

Kilap kayu adalah suatu sifat dari kayu yang memungkinkan kayu dapat

memantulkan cahaya. Beberapa jenis kayu tampak mengkilap atau buram ini

tergantung dari tingkat karakteristik yang dimiliki kayu. Kilap disini berbeda

(26)

minyak atau wax (berlilin) dalam kayu teras saja umumnya mengurangi kilapnya.

Identifikasi kilap hanya bersifat sekunder saja (Pandit dan Ramdan, 2002).

e. Kesan Raba

Kesan raba dinilai licin atau kesat dengan menggosok-gosokkan jari ke

permukaan kayu. Beberapa jenis kayu terasa licin jika diraba. Biasanya kayu yang

mempunyai tekstur halus serta berat jenis tinggi menimbulkan kesan raba yang

licin. Kesan licin juga dapat bertambah jika kayunya mengandung minyak

(Mandang dan Pandit,1997).

Untuk identifikasi kayu, kesan raba ini ditentukan pada keadaan kayu

kering udara. Kesan raba ini nilainya sangat terbatas sekali dalam identifikasi

disamping sangat bervariasi menurut individu-individu bersangkutan juga

tergantung dari bagian-bagian pohon yang diambil (Pandit dan Ramdan, 2002).

f. Kekerasan

Kekerasan kayu merupakan salah satu sifat yang berguna dalam

identifikasi jenis kayu. Kekerasan dinilai sangat lunak, lunak, agak lunak, agak

keras, keras dan sangat keras. Penetapannya dilakukan dengan cara menyayat

contoh pada arah tegak lurus serat. Makin keras makin sukar disayat. Bekas

sayatannya juga mengkilap. Kekerasan kayu erat hubungannya dengan tebal

relatif dinding serat. Makin tebal dinding serat makin keras kayu yang

bersangkutan. Kekerasan kayu dapat pula bertambah oleh kandungan mineral,

(27)

Ciri Anatomi Kayu

a Pori-Pori Kayu (Vessel Cell)

Pada penampang melintang sel-sel pembuluh tampak seperti

lubang-lubang, karena itu sel-sel pembuluh ini juga sering disebut pori-pori kayu. Sel-sel

yang berbentuk pipa dinamakan pembuluh. Dalam batang kayu, sel-sel ini

tersusun longitudinal, sambung menyambung searah dengan sumbu batang.

Panjang sel pembuluh pada umumnya berkisar antara 200-1000 mikron dengan

diameter berkisar antara 40-400 mikron, bergantung kepada jenis kayunya. Jarang

yang kurang atau lebih dari itu. Pembuluh dikatakan soliter jika berdiri

sendiri-sendiri. Pembuluh dikatakan berganda jika dua atau lebih pembuluh

bersinggungan sedemikian rupa, sehingga dinding singgung tampak datar.

Gandaan dua pembuluh disebut pasangan (Mandang dan Pandit, 1997).

Pengelompokan pori diamati pada penampang lintang. Jika pori-pori tidak

tersebar secara merata, artinya ada daerah di dalam riap tumbuh yang banyak pori

sedangkan pada tempat yang lain terdapat pori-pori dalam jumlah yang sedikit

atau jarang atau sama sekali tidak terdapat. Pori-pori yang mengelompok tersusun

menurut arah jari-jari sehingga pori-pori kelihatan berderet ke arah radial ini

disebut pengelompokan pori radial. Ada pori-pori yang tersusun

pengelompokkannya menurut deretan miring disebut pengelompokkan miring

(oblique arrangementi) yaitu pori-pori tersusun menurut deretan miring atau

membentuk sudut dengan jari-jari. Pengelompokan bentuk gerombol (pore

cluster) dimana pori-pori mengelompok bergerombol pada daerah-daerah yang

(28)

Perbandingan antara jumlah pembuluh soliter dengan pembuluh yang

berganda merupakan pula ciri pengenalan kayu. Perbandingan juga dapat

dinyatakan menurut kategori yang tertera dalam Tabel 1.

Tabel 1. Penggolongan Susunan Pembuluh

No Susunan Pembuluh Jumlah Pembuluh Soliter

1 Hampir seluruhnya soliter >95 %

2 Sebagian besar soliter 80-95 %

3 Soliter dan berganda 65-80 %

4 Sebagian besar berganda 25-65 %

5 Hampir seluruhnya berganda <25 %

(Mandang dan Pandit, 1997)

Penggolongan ukuran pembuluh didasarkan pada diameternya. Diameter

pembuluh pada semua jenis kayu rata-rata bervariasi dari yang berukuran luar

biasa kecil sampai sangat besar, seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Penggolongan Ukuran Pembuluh

No Ukuran Pembuluh Diameter (µ)

1 Luar biasa kecil <20 µ

2 Sangat kecil 20-50 µ

3 Kecil 50-100 µ

4 Agak kecil 100-200 µ

5 Agak besar 200-300 µ

6 Besar 300-400 µ

7 Sangat besar >40 µ

(29)

Frekuensi pembuluh pada penampang lintang kayu digolongkan menurut

jumlahnya per mm², seperti tertera dalam Tabel 3.

Tabel 3. Pengolongan Frekuensi Pembuluh

No Frekuensi Pembuluh Jumlah Per mm²

1 Sangat jarang <2

2 Jarang 2-5

3 Agak jarang 6-10

4 Banyak 10-20

5 Banyak 20-40

6 Sangat banyak >40

(Martawijaya dkk, 1995)

b. Parenkim

Di dalam kayu, parenkim merupakan jaringan yang berfungsi untuk

menyimpan serta mengatur bahan makanan cadangan. Menurut Mandang dan

Ramdan (2002), berdasarkan penyusunannya, parenkim dibagi atas 2 macam

yaitu:

a. Parenkim aksial (parenkim), yang tersusun secara vertikal

b. Parenkim jari-jari (jari-jari kayu), yang tersusun secara horisontal

Ciri parenkim yang penting untuk identifikasi adalah susunannya sebagai

mana terlihat pada penampang lintang kayu. Pada bidang ini, dengan bantuan lup,

parenkim biasanya dapat dilihat berupa jaringan yang berwarna lebih cerah

daripada jaringan serat: umumnya hampir putih dan lainnya agak coklat atau

(30)

berdasarkan hubungannya dengan pembuluh. Tipe pertama dinamakan parenkim

apotrakea yaitu semua bentuk parenkim yang tidak berhubungan langsung dengan

pembuluh. Tipe kedua parenkim paratrakea, meliputi semua parenkim yang

berhubungan dengan pembuluh (Mandang dan Pandit, 1997)

c. Jari-Jari Kayu

Jari-jari pada penampang lintang kayu seperti garis-garis yang hampir

sejajar satu sama lain. Pada bidang radial, jari-jari tampak seperti pita putus-putus

ke arah horizontal. Jika tingginya cukup maka jari-jari akan tampak seperti

sapuan-sapuan kuas ke arah horizontal. Jari-jari sukar diamati pada bidang

tangensial. Jika ukurannya cukup lebar, jari-jari dapat dilihat dengan mata

telanjang seperti bintik-bintik lensa cembung atau garis-garis tipis pendek ke arah

longitudinal (Mandang dan Pandit, 1997)

Untuk identifikasi jenis kayu di lapangan, sifat jari-jari yang penting

meliputi: frekuensi atau jumlah per mm², ukuran, dan tinggi jari-jari seperti tertera

pada Tabel 4, Tabel 5, dan Tabel 6

Tabel 4. Penggolongan Frekuensi Jari-Jari

No Frekuensi Jumlah per mm²

1 Sangat jarang ≤3

2 Jarang 4-5

3 Agak jarang 6-7

4 Banyak 8-10

5 Banyak 11-15

6 Sangat Banyak ≥15

(31)

Tabel 5. Penggolongan Lebar Jari-Jari

No Golongan Lebar (µ)

1 Sangat sempit <15

2 Sempit 15-30

3 Agak sempit >30-50

4 Agak lebar >50-100

5 Lebar >100-200

6 Sangat lebar >200-400

7 Luar biasa lebar >400

(Martawijaya dkk, 1995)

Tabel 6. Penggolongan Tinggi Jari-Jari

No Golongan Tinggi (mm)

1 Luar biasa pendek <0,5

2 Sangat pendek 0,5-1

3 Pendek >1-2

4 Agak pendek >2-5

5 Agak tinggi >5-10

6 Tinggi >10-20

7 Sangat tinggi 20-50

8 Luar biasa Tinggi >50

(Martawijaya dkk, 1995)

c. Serat (Fiber)

Apabila sepotong kayu lebar dipisah-pisahkan dan diamati di bawah

(32)

ada yang mirip tong atau pipa, ada yang mirip kotak dan ada yang berbentuk

panjang dan sangat langsing. Sel-sel yang berbentuk panjang dan langsing ini

dikenal dengan nama serat. Dinding serat umumnya lebih tebal daripada dinding

parenkima dan pembuluh. Panjangnya antara 300-3600 mikron, bergantung jenis

pohon dan posisinya dalam batang. Diameternya antara 15-50 mikron. Ketebalan

dindingnya relatif dibanding diameter, dapat tipis, tebal atau sangat tebal. Serat

dikatakan berdinding sangat tebal jika lumen atau rongga selnya hampir

seluruhnya terisi dengan lapisan-lapisan dinding. Dari ciri inilah dapat dipahami

bahwa serat berfungsi sebagai penguat batang pohon (Mandang dan Pandit, 1997).

Panjang serat dan diameter serat dapat diklasifikasikan seperti yang tertera

pada tabel 7 dan 8.

Tabel 7. Penggolongan Panjang Serat

No Golongan Panjang Serat (µ)

1 Pendek <900

2 Sedang 900 – 1600

3 Panjang >1600

(Casey, 1960)

Tabel 8. Penggolongan Diameter Serat

No Golongan Diameter Serat (mm)

1 Tipis 0,002 – 0,010

2 Sedang 0,010 – 0,025

3 Lebar 0.025 – 0,040

(33)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan

Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2007 – April 2008.

Bahan dan Alat

a. Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Kayu Mindi

(M. azedarach L.), Aquades, Safranin, Alkohol, Hidrogen Peroksida (H2O2) dan

Asam asetat (CH3C00H).

b. Alat

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Chain Saw,

Band Saw (Gergaji Pita), Cutter, Tabung reaksi, Obyek glass, Cover glass, Pipet

tetes, Spatula, Mikroskop, Micrometer, Penangas air, Millimeter blok, Cawan

Petri dan Kertas Saring

Prosedur penelitian

a. Pengambilan Bahan dan Pembuatan Contoh Uji

Pengambilan bahan penelitian berupa kayu Mindi (M. azedarach L.)

dilakukan di desa Namo Rih Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang

(34)

lempengan dengan tebal 10 cm pada ketinggian 25, 50, 75 dan 100% dari panjang

batang seperti pada Gambar 1. Dalam setiap lempeng dibuat contoh uji, guna

pengukuran Ciri Umum Kayu dan Ciri Anatomi Kayu.

IV (100%)

III (75%)

II (50%)

I (25%)

T G

Keterangan:

T = kayu teras

G = kayu gubal Gambar 1. Pembuatan Contoh Uji

b. Pembuatan Preparat

- Preparat Sayatan

Menurut Husein (2004), pembuatan preparat sayatan dilakukan dengan

cara sebagai berikut :

• Contoh uji dibuat berukuran 2x2x10 cm³ dari bidang lintang. Kemudian

contoh uji direndam dengan air selama 24 jam sampai agak lunak

(35)

• Sayatan direndam dalam safranin selama ± 5 menit, kemudian dicuci dengan

alkohol

• Sayatan ditempatkan di atas obyek glass, lalu ditutup dengan cover glass dan

diamati di bawah mikroskop yang dilengkapi dengan mikrometer

- Preparat Maserasi

Proses maserasi menggunakan metode Forest Product laboratory (FPL)

menurut Wheeler (1989). Pengamatan dan pengukuran dilakukan dengan bantuan

mikroskop yang dilengkapi mikrometer, adapun prosedurnya sebagai berikut :

• Contoh uji berukuran 0,2 x 0,2 x 2 cm³ dimasukkan ke dalam tabung reaksi

berisi larutan H2O2 (Hidrogen Peroksida) dan Asam Asetat (perbandingan 2:1)

sampai terendam

• Tabung reaksi dimasukkan dalam penangas air sampai potongan kayu

berwarna putih dan terlihat adanya tanda-tanda serat mulai lepas

• Dimasukkan aquades dan dikocok untuk mendapatkan serat-serat yang

terlepas sempurna

• Selanjutnya dicuci berulang-ulang diatas kertas saring sampai bebas asam

• Setelah itu serat dipindahkan kedalam cawan Petri dan diberi beberapa tetes

safranin 2% kemudian ditunggu selama 6-8 jam agar zat warna benar benar

meresap dalam serat

• Kemudian serat dipindahkan ke objekglass, dan dilakukan pemisahan serat

• Preparat lalu ditutup dengan cover glass

(36)

Gambar 2. Ilustrasi Pengambilan Contoh Uji Untuk Pembuatan Preparat Maserasi dan Preparat Sayatan

c. Pengamatan

1. Persentase Kayu Gubal dan Kayu Teras

Pendugaan dan perbandingan ukuran kayu teras dan kayu gubal dalam

penelitian ini dilakukan dengan melihat perbedaan warna. Bagian xylem yang

tidak lagi memiliki sel-sel dan memiliki cadangan makanan yang telah diubah

menjadi zat-zat ekstraktif, umumnya mempunyai warna yang lebih gelap disebut

kayu teras.

Pengukuran persentase kayu gubal dan kayu teras dilakukan dengan

menggunakan milimeter blok pada contoh uji setebal 10 cm. Contoh uji setebal 10

cm diambil dari bagian pangkal. Contoh uji digambar pada milimeter blok.

Setelah digambar, lalu dihitung luas penampang kayu teras dan luas kayu secara

keseluruhan dalam cm². Persentase kayu teras dan kayu gubal dapat dihitung

(37)

2. Ciri Umum Kayu

Ciri umum kayu diamati langsung dengan panca indra tanpa bantuan alat

pembesar. Pengamatan ciri umum kayu meliputi warna, corak, tekstur, arah serat,

kilap, kesan raba dan kekerasan kayu pada papan yang telah diketam.

Warna kayu diamati baik pada permukaan lintang maupun memanjang

dari papan contoh, dicatat setiap warna kayu yang tampak pada kayu teras dan

kayu gubal. Adanya warna kayu yang berbeda dicatat sebagai corak. Tekstur kayu

diamati pada permukaan lintang yang telah disayat dengan pisau, pengamatan

dilakukan tanpa bantuan alat pembesar. Arah serat diamati pada permukaan papan

arah memanjang, sangat memungkinkan dalam contoh papan yang diamati

terdapat dua arah serat yang berbeda dan agak berpadu. Kilap diamati pada

permukaan memanjang papan. Kesan raba dilakukan pada permukaan lintang

yang telah disayat. Pengamatan kekerasan kayu dilakukan dengan menyayat kayu

pada permukaan lintangnya menggunakan pisau yang tajam

(Mandang dan Pandit, 1997).

3. Ciri Anatomi Kayu

Pengukuran ciri anatomi kayu ini dilakukan menurut standar IAWA

(International Association of Wood Anatomist, 1998).

a. Pori (Sel Pembuluh)

Pengamatan terhadap pori atau sel pembuluh dilakukan untuk mengetahui

susunan pori, diameter. pori terpendek dan diameter pori terpanjang serta jumlah

(38)

• Sususan pori/pola penyebaran dan frekuensi pori diamati pada penampang

lintang preparat sayatan dengan bantuan mikroskop

• Pengukuran diameter dilakukan pada penampang lintang dengan

menggunakan micrometer okuler yang terdapat pada mikroskop. Pengukuran

dilakukan pada arah vertikal dan horizontal

b. Parenkim

Pengamatan dilakukan untuk mengetahui susunan parenkim yang terlihat

dari penampang lintang kayu, serta jumlah sel per utas parenkim.

c. Jari-jari kayu

Pengukuran pada jari-jari meliputi tinggi jari-jari, lebar jari-jari, macam

atau tipe jari-jari dan frekuensi jari-jari. Pengukuran terhadap jari-jari kayu

dilakukan sebagai berikut:

• Pengukuran tinggi dan lebar sel jari-jari dilakukan dari bidang tangensial pada

mikroskop

• Tipe atau macam jari-jari diamati pada preparat sayatan penampang tangensial

dengan menggunakan mikroskop

• Frekuensi jari-jari diamati pada penampang tangensial dengan menggunakan

mikroskop

d. Serat

Pengukuran dimensi serat menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10

kali untuk panjang serat dan perbesaran 40 kali untuk diameter serat dan diameter

lumen. Sedangkan untuk tebal dinding serat diperoleh dari perhitungan diameter

(39)

Dalam pengukuran serat yaitu panjang serat, diameter serat, diameter

lumen dan tebal dinding sel dipilih serat yang utuh atau tidak patah, rusak terlipat

pecah terpotong dan kerusakan lainnya. Bagian serat yang diukur dapat dilihat

pada Gambar 3.

W

I

D

L

Gambar 3. Bagian dari Serat Keterangan :

L :Panjang Serat

D :Diameter Serat

I :Diameter Lumen

W :Tebal Dinding Sel

4. Variasi Dimensi Sel Pada Bagian Dekat Empulur Sampai Bagian Dekat Kulit ( pada 4 ketinggian )

Pengamatan dilakukan terhadap dimensi sel seperti diameter

pembuluh/pori (diameter pori terpendek dan diameter pori terpanjang), frekuensi

pembuluh, tinggi jari-jari, lebar jari-jari, frekuensi jari-jari, panjang serat,

diameter serat, diameter lumen, dan tebal dinding serat pada bagian dekat empulur

sampai bagian dekat kulit. Pengukuran pada dimensi pembuluh dilakukan

masing-masing sebanyak 10 pengukuran. Pada dimensi jari-jari dilakukan masing-masing-masing-masing

(40)

sebanyak 50 pengukuran. Pengamatan dilakukan dengan melihat kecenderungan

perubahan ukuran dari empulur ke arah kulit pada 4 ketinggian

d. Analisis Data

Untuk mengetahui nilai struktur anatomi kayu mindi (M. azedarach L.),

terlebih dahulu dihitung nilai rataan dan standar deviasi. Sedangkan untuk

memperjelas hasil pengamatan ditampilkan gambar hasil pemotretan.

Nilai Rata-Rata dapat dihitung dengan persamaan :

n

X

f

X

=

i i

keterangan:

X = Nilai rata-rata

Xi = Ukuran pori; jari-jari; serat dalam micron

Fi = Frekuensi

n = Jumlah pori; jari-jari; serat yang diukur

Tebal dinding serat dan diameter lumen dapat dihitung dengan persamaan:

2

l d

w= − atau I = d-2w

dimana :

l = Diameter lumen

d = Diameter serat

(41)

Standar deviasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

n = Jumlah pori; jari-jari; serat yang diukur sebagai plot sampling

Selang rata-rata dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

( ) ( )

α didapat dari daftar distribusi student dengan derajat kebebasan

(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persentase Kayu Teras dan Kayu Gubal

Pengamatan potongan melintang batang sering menampakkan bagian

tengah yang gelap dikelilingi bagian luar yang muda warnanya. Bagian tengah

yang gelap disebut kayu teras, sedangkan bagian luar yang muda warnanya

disebut kayu gubal. Dalam kayu gubal inilah terdapat sel-sel yang masih hidup.

Kayu teras secara fisiologis tidak berfungsi lagi tetapi berfungsi untuk menunjang

pohon secara mekanis.

Hasil pengamatan terlihat jelas perbedaan antara kayu gubal dan kayu

teras, ditandai dengan perbedaan warna seperti yang terlihat pada Gambar 4.

a

b

Gambar 4. Kayu Teras dan Kayu Gubal Mindi (M. azedarach L) a. Kayu Teras, b. Kayu Gubal

Warna kayu teras coklat muda, sedangkan kayu gubal putih kecoklat-coklatan.

Warna kayu teras lebih gelap daripada kayu gubalnya. Menurut Budianto (1996),

warna kayu teras pada sebatang pohon dapat berubah menjadi lebih tua karena

adanya pengendapan zat-zat ekstraktif. Persentase kayu teras dan kayu gubal

(43)

Tabel 9. Persentase Kayu Teras dan Kayu Gubal Berdasarkan 4 Ketinggian Pada Mindi (M. azedarach L.)

Ketinggian Kayu Teras Kayu Gubal

I 60,21% 39,79%

II 59,62% 40,38%

III 64,08% 35,92%

IV 59,67% 40,33%

Rata-rata 60,895% 39,105%

Jumlah relatif kayu teras dengan kayu gubal di dalam pohon (batang

pohon) berbeda-beda menurut jenis pohon, umur dan keadaan lingkungan

pertumbuhan. Kayu teras mulai dibentuk pada riap tumbuh tertua yaitu pada

daerah di dekat empulur (pada riap tumbuh pertama). Sesuai dengan pernyataan

Pandit dan Ramdan (2002), diameter kayu teras variasinya menurun dimulai dari

pangkal pohon hingga ke bagian atas pohon, atau dengan kata lain, semakin ke

ujung pohon maka diameter kayu teras akan semakin kecil.

Pada Tabel 9, terlihat bahwa persentase kayu teras paling tinggi terlihat

pada ketinggian III (tidak sesuai dengan pernyataan dari Pandit dan Ramdan,

2002). Sebenarnya hasil yang diperoleh dari pengamatan, sesuai dengan

pernyataan Pandit dan Ramdan (2002) yaitu semakin ke ujung pohon, diameter

kayu teras semakin mengecil, hal ini dapat dilihat pada Lampiran 2. Persentase

kayu teras pada ketinggian III hasilnya terlihat lebih tinggi terjadi pada saat

perhitungan matematis, dimana luasan kayu teras yang diperoleh dibandingkan

dengan luasan kayu seutuhnya pada ketinggian tersebut.

Selain itu, hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa bagian kayu teras

lebih lebar dari kayu gubal. Pandit dan Ramdan (2002) juga menyatakan bahwa

(44)

membentuk kayu teras pada saat pohon masih muda, sehingga pohon setelah

dewasa akan memiliki kayu gubal yang sempit dan bagian kayu teras yang lebar.

Ciri Umum Kayu

Mindi (M. azedarach L) yang memiliki batang silindris dan kulit batang

abu-abu ini, memiliki perbedaan warna yang jelas antara kayu gubal dan kayu

teras, ditandai dengan kayu teras yang berwarna coklat muda sedangkan gubal

putih kecoklat-coklatan. Kekerasan kayu termasuk keras. Hal ini terlihat pada

waktu membuat sayatan, kayu sukar untuk disayat. Selain itu bekas sayatannya

juga mengkilap. Hasil Pengamatan ciri umum kayu Mindi (M. azedarach L.)

dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Ciri Umum Mindi (M. azedarach L.) No Ciri Umum Mindi (M. azedarach L.)

1 Warna Kayu teras berwarna coklat muda, kayu gubal berwarna

putih kecoklat-coklatan dan mempunyai batas yang jelas

dengan kayu teras

2 Corak Kayu mindi memiliki corak yang berbeda antara kayu

teras dan kayu gubal

3 Tekstur Tekstur kayu kasar

4 Arah serat Arah serat lurus atau agak berpadu

5 Kilap Permukaan kayu mengkilap

6 Kesan raba Permukaan kayu agak licin

(45)

Ciri Anatomi Kayu a. Pori (Pembuluh)

Pori atau sel pembuluh adalah suatu sel yang berfungsi sebagai penyalur.

Pori apabila dilihat dari samping mirip tabung., tetapi jika dilihat dari bidang

lintang berbentuk bulat atau oval. Pori sebagian besar soliter, tetapi terdapat juga

pori berganda 2 seperti terlihat pada Gambar 5. Diameter pori terpendek maksimal

196 µm dan minimal 88,2000 µm dengan rata-rata 136,6116 ± 13,6296 µm;

diameter pori terpanjang sampai 187,3400 µm dan minimal 135,0700 µm dengan

rata-rata 162,4133 ± 12,9391 µm; frekuensi pembuluh 0,6565 ± 0,0736 per mm²

atau 65,6500 per cm².

a

b

0,25 cm

Gambar 5. Pori (Pembuluh) Mindi (M. azedarach L) Perbesaran 40x

a. Pori Ganda, b. Pori Soliter

Berdasarkan penggolongan pembuluh menurut Martawijaya dkk, (1995),

diameter pembuluh Mindi termasuk ukuran agak kecil, sedangkan frekuensi

pembuluh yang < 2 per mm² termasuk sangat jarang. Berbeda dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Kasmudjo dan Sunarto (1999) pada kayu Mindi

(46)

Perbedaan (variasi) umur kayu memungkinkan perbedaan sifat kayu, salah

satunya pembuluh. Pada umur 12 tahun, proporsi sel pembuluh sebesar 18,9%

sedangkan pada umur 18 tahun, proporsi sel pembuluh sebesar 20,3%. Hal ini

menunjukkan bahwa semakin tua umur kayu Mindi, semakin tinggi proporsi sel

pembuluhnya (sampai batas produksi). Ukuran diameter pori berpengaruh

terhadap permeabilitas suatu kayu. Semakin besar pori suatu kayu akan

memudahkan cairan untuk melewatinya. Hal ini merupakan salah satu penyebab

kayu menjadi lebih permeabel. Begitu juga dengan frekuensi pori, semakin

banyak jumlah pori maka semakin besar sifat permeabel suatu jenis kayu. Hal ini

disebabkan banyaknya pembuluh-pembuluh yang dapat dilalui oleh cairan.

b. Parenkim

Kayu Mindi (M. azedarach L) memiliki parenkim paratrakea (parenkim

yang berhubungan/bersinggungan dengan pembuluh) dengan tipe selubung;

rata-rata 1-2 sel per utas dari 1-6 sel per utas.

a

b

c

Gambar 6. Penampang Lintang Mindi (M. Azedarach L) Perbesaran 40x a. Pori Soliter

(47)

c. Jari-Jari

Jari-jari homogenous; tinggi jari-jari maksimal 509,6000 µm dan minimal

78,4000 µm dengan rata-rata 285,7244 ± 37,6989 µm; lebar maksimal 68,6000

µm dan minimal 29,4000 µm dengan rata-rata 46,3231 ± 3,2528 µm; frekuensi

jari 0,9990 per mm². Dari hasil yang diperoleh, diketahui bahwa tinggi

jari Mindi pada umur 6 tahun termasuk luar biasa pendek (<0,5 mm), lebar

jari-jari termasuk agak sempit dan frekuensi jari-jari-jari-jari sangat jarang bila disesuaikan

dengan klasifikasi yang ditetapkan dalam Atlas Kayu Indonesia Jilid I.

a

0,1 cm

Gambar 7. Penampang Tangensial Mindi (M. azedarach L.) Perbesaran 100x a. Jari-Jari

d. Serat

Panjang minimal 784 µm dan panjang maksimal 1381,8000 µm dengan

rata-rata 1013,8065 ± 17,7764 µm. Diameter serat sampai 39,3750 µm dengan

diameter minimal 15,7500 µm dan rata-rata 23, 4723 ± 0,8502 µm; diameter

lumen minimal 7,8750 µm dan diameter maksimal 31,5000 µm dengan

rata-rata18,1388 ± 0,9296 µm. Tebal dinding serat sampai 6,5625 µm dan minimal

(48)

Gambar 8. Serat Mindi (M. azedarach L.) Perbesaran 100x

Panjang serat merupakan salah satu unsur penting untuk kekuatan kertas.

Serat yang panjang akan memberikan kekuatan kertas dengan sifat kekuatan

sobek yang tinggi. Kekuatan sobek adalah sifat paling berpengaruh dan

berhubungan langsung dengan panjang serat, semakin panjang serat semakin

tinggi ketahanan sobeknya, serat pendek akan menyebabkan titik tangkap serat

terhadap bahan semakin sempit.

Serat dengan diameter sedang dan berdinding tipis mampu memberikan

ikatan antar serat yang kuat dengan kekuatan yang tinggi. Tebal dinding serat juga

merupakan salah satu ukuran dimensi serat yang ikut menentukan sifat-sifat

kertas. Semakin tebal dinding serat maka pulp yang dihasilkan kurang baik. Serat

berdinding tebal akan menghasilkan kertas dengan kekuatan jebol dan tarik yang

rendah tetapi ketahanan sobek yang tinggi. Kertas yang dibuat terutama dari

dinding sel yang berdinding tebal juga cenderung untuk memiliki ketahanan lipat

yang rendah. Dinding serat yang tebal menyebabkan terbentuknya lembaran yang

kasar dan tebal (bulky) dan serat berdinding tebal sukar menjadi lembek atau

(49)

Variasi Dimensi Sel Pada Bagian Dekat Empulur Sampai Bagian Dekat Kulit (Pada 4 Ketinggian)

a. Pembuluh (Pori)

Pembuluh (pori) Mindi (M. azedarach L.) dibagi menjadi 2 yaitu pori

terpendek dan pori terpanjang. Variasi diameter pori terpendek dan pori

terpanjang dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10.

0

Ketinggian I Ketinggian II Ketinggian III Ketinggian IV Gambar 9. Variasi Diameter Pori Terpendek

0

Ketinggian I Ketinggian II Ketinggian III Ketinggian IV

t

(50)

Pada Gambar 9 dan 10 dapat dilihat bahwa nilai diameter pembuluh dari

empulur ke kulit meningkat. Hal ini disebabkan karena pada bagian dekat kulit

merupakan kayu gubal yang berfungsi menyalurkan zat-zat makanan sehingga

memiliki sel pori yang besar. Pernyataan ini didukung oleh Budianto (1996) yang

menyatakan bahwa bagian sel pori yang besar terdapat pada bagian yang

berfungsi sebagai penyalur zat-zat makanan dan tempat penimbunan makanan.

Penelitian Erwansyah (1998) terhadap Kayu Bayur (Pterospermum sp) dan

Rusdiana (2000) terhadap Kayu Boli (Xylocarpus granatum D Koenig) dalam

Husein (2004), menyatakan bahwa nilai kuantatif pori semakin besar dengan

bertambah jauh bagian kayu dari empulur, selanjutnya relatif konstan. Keadaan ini

memperlihatkan proses pembentukan kayu juvenil cenderung berhenti dengan

semakin jauh bagian kayu dari empulur untuk selanjutnya terbentuk kayu dewasa,

sebagaimana yang diungkapkan oleh Haygreen dan Bowyer (1989), bahwa antara

kayu juvenil dan kayu dewasa menunjukkan perubahan yang berangsur-angsur

dari pusat pohon (empulur) kearah luar (mendekati kambium).

Berdasarkan ketinggian, diameter pembuluh mengalami peningkatan dari

ketinggian I hingga ketinggian III dan mengalami penurunan pada ketinggian IV.

Menurut Haygreen dan Bowyer (1989), bahwa perbedaan antara tipe sel baik

dalam dimensi maupun jumlah terjadi pada pohon, bagian pangkal, tengah dan

ujung mempunyai proporsi sel dewasa yang berbeda, karena hal ini sejalan

dengan awal pertumbuhan pohon. Bagian pangkal merupakan bagian awal

terbentuknya segala macam sel kearah bertambah tingginya pohon, sedangkan

bagian tengah pohon merupakan puncak perkembangan sel atau masih dalam taraf

(51)

yang mendekati cabang merupakan sel-sel yang sebagian besar adalah sel-sel

muda. Begitu pula dengan ketiga pohon Mindi (M. azedarach L.) yang digunakan

sebagai sampel penelitian, ketinggian IV posisinya sudah mendekati cabang

sehingga puncak perkembangan sel terdapat pada ketinggian III.

0

Ketinggian I Ketinggian II Ketinggian III Ketinggian IV

Gambar 11. Variasi Frekuensi Pori

Pada Gambar 11, terlihat bahwa frekuensi pembuluh yang diperoleh, dari

empulur ke kulit cenderung menurun. Hal ini erat kaitannya dengan pembuluh

semakin ke kulit, nilainya (diameter) semakin besar, sehingga frekuensi pembuluh

per mm² semakin kecil. Berdasarkan ketinggian, frekuensi pembuluh mengalami

penurunan hingga ketinggian III dan cenderung naik pada ketinggian IV. Hal ini

sesuai dengan ukuran pembuluhnya.

b. Jari-Jari

Variasi Tinggi dan Lebar Jari-jari pada bagian dekat empulur sampai

(52)

gambar terlihat bahwa tinggi dan lebar jari-jari cenderung meningkat dari empulur

ke kulit, hal ini terjadi karena perubahan kayu juvenil yang berada dekat empulur

ke kayu dewasa menunjukkan kenaikan sel-selnya. Begitu pula berdasarkan

ketinggian mengalami peningkatan hingga ketinggian III dan cenderung menurun

pada ketinggian IV.

Ketinggian I Ketinggian II Ketinggian III Ketinggian IV

Gambar12. Variasi Tinggi Jari-Jari

0

Ketinggian I Ketinggian II Ketinggian III Ketinggian IV

Gambar 13. Variasi Lebar Jari-Jari

Frekuensi jari-jari Mindi (M. azedarach L.) sama seperti pada frekuensi

(53)

Gambar 14. Hal ini berkaitan dengan ukuran jari-jari yang semakin besar dari

empulur ke arah kulit sehingga frekuensi jari-jari per mm² semakin kecil. Begitu

pula berdasarkan ketinggian, frekuensi jari-jari mengalami penurunan hingga

ketinggian III dan cenderung meningkat pada ketinggian IV.

0.8

Ketinggian I Ketinggian II Ketinggian III Ketinggian IV

Gambar 14. Variasi Frekuensi Jari-Jari

c. Serat

Ketinggian I Ketinggian II Ketinggian III Ketinggian IV

(54)

0

Ketinggian I Ketinggian II Ketinggian III Ketinggian IV

Gambar 16. Variasi Tebal Dinding Serat

Pada Gambar 15 dan 16, panjang serat dan tebal dinding serat dari

empulur ke arah kulit mengalami peningkatan, sebaliknya untuk diameter serat

dan diameter lumen (Gambar 17 dan 18) mengalami penurunan dari empulur ke

kulit. Hal ini disebabkan karena pada bagian dekat empulur merupakan kayu

juvenil (kayu muda) yang bercirikan panjang serat pendek, tebal dinding tipis,

diameter lumen dan diameter serat besar. Hal ini didukung oleh Haygreen dan

Bowyer (1996) yang menyatakan bahwa kayu juvenil yang berada dekat empulur

memiliki sel-sel yang lebih kecil (panjang serat dan tebal dinding serat) serta

memiliki diameter lumen dan diameter serat lebih besar dari kayu dewasa.

Sedangkan berdasarkan ketinggian, panjang serat, tebal dinding serat ,

diameter serat dan diameter lumen mengalami peningkatan hingga pada

ketinggian III dan cenderung menurun pada ketinggian IV. Ketinggian I dan II

merupakan bagian awal terbentuknya segala macam sel ke arah bertambah

tingginya pohon, sesuai dengan pertumbuhan umur maka ketinggian III pohon

(55)

pengembangan berikutnya (tergantung umur dan jenis pohon) dan ketinggian IV

yang mendekati cabang merupakan sel-sel yang sebagian besar adalah sel-sel

muda. Seperti halnya pada diameter dan panjang pori serta tinggi dan lebar

jari-jari, maka pada serat berlaku hal yang sama.

19

Ketinggian I Ketinggian II Ketinggian III Ketinggian IV

Gambar 17. Variasi Diameter Serat

15

Ketinggian I Ketinggian II Ketinggian III Ketinggian IV

(56)
(57)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Persentase kayu teras dan kayu gubal dari kayu Mindi (M. azedarach L.)

masing-masing sebesar 60,895% dan 39,105%.

2. Kayu Mindi (M. azedarach L.) memiliki ciri umum seperti kayu teras coklat

muda dengan gubal putih kecoklat-coklatan, bertekstur kasar, arah serat lurus

atau agak berpadu dengan permukaan kayu mengkilap dan licin serta

kekerasan kayu termasuk keras.

Sedangkan ciri anatomi, kayu Mindi (M. azedarach L.) memiliki pembuluh

dengan diameter agak kecil yang sebagian besar soliter dengan frekuensi

jarang; parenkim paratrakea dengan tipe selubung; jari-jari homogenous luar

biasa pendek dan agak sempit dengan frekuensi jarang; panjang dan diameter

serat termasuk sedang.

3. Diameter pembuluh, tinggi dan lebar jari-jari serta panjang dan tebal dinding

serat mengalami peningkatan dari empulur ke arah kulit. Sebaliknya frekuensi

pembuluh dan jari-jari serta diameter serat dan diameter lumen mengalami

penurunan dari empulur ke kulit. Sedangkan berdasarkan ketinggian, diameter

pembuluh, tinggi dan lebar jari-jari serta panjang, diameter, tebal dinding serat

dan diameter lumen mengalami peningkatan hingga pada ketinggian III dan

cenderung menurun pada ketinggian IV dan sebaliknya terhadap frekuensi

(58)

Saran

Perlunya penelitian lebih lanjut mengenai turunan dimensi serat Mindi

(M. azedarach L.) sebagai dasar dalam menentukan kualitas serat sebagai bahan

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 2007. Mindi. (2 April 2007).

Budianto, A.D. 1996. Sistem Pengeringan Kayu. Kanisius. Yogyakarta

Casey, J.P. 1960. Pulp and Paper : Chemistry and Chemical Technology. 3th Edition. Vol I. Jhon Willey and Sons. New York.

Dumanauw, J.E. 1993. Mengenal Kayu. PIKA. Semarang.

Haygreen, J.G dan J.L. Bowyer. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu Pengantar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Husein, N. 2004. Anatomi Kayu Palele (Castanopsis javanica).Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis. Vol. 2. No. 2. Juli 2004. Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia. Bogor.

Indonesian Forest, 2007. Identifikasi Kayu Indonesia.

Kasmudjo dan Sunarto. 1999. Sifat-Sifat Kayu Mindi dan Peluang Penggunaannya. Prosiding MAPEKI. Fakultas Kehutanan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Mandang, Y.I dan I.K.N Pandit. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Yayasan Prosea. Bogor.

Martawijaya, I, Iding K, Kosasi K dan A.P Soewanda. 1995. Atlas Kayu Indonesia. Jilid I. Pusat Pengembangan dan Penelitian Kehutanan. Bogor.

Pandit, I.K.N dan H. Ramdan. 2002. Anatomi Kayu: Pengantar Sifat Kayu Sebagai Bahan Baku. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor.

Sudjana, 1996. Metode Statistika. Edisi keenam. Tarsito. Bandung.

Suranto, I.Y. 2002. Pengawetan Kayu Bahan dan Metode. Kanisius. Yogyakarta.

Walhi, 2004. Indonesia Tak Harus Takut dengan Seruan Boikot Kayu

(2 April 2007).

(60)

Lampiran 1. Tinggi Pon Mindi (M. azedarach L.)

Pohon Tinggi

Total (m)

Tinggi Bebas

Cabang (m)

Ketinggian (m)

25% 50% 75% 100%

1 16,5 13 3,25 6,5 9,75 13

2 16 13 3,25 6,5 9,75 13

(61)
(62)

Lampiran. 3. Tabel Rata-Rata Dimensi Pori

Tabel Rata-Rata Diameter Pori Terpendek Mindi (M. azedarach L.)

Ketinggian I Empulur (µ) Antara (µ) Kulit (µ)

Pohon A 106,33 112,7 122,5

Pohon B 110,74 117,6 125,44

Pohon C 111,72 116,62 120,54

Rata-Rata 109,59 115,64 122,82

Ketinggian II

Pohon A 126,42 135,24 137,2

Pohon B 128,38 130,34 143,08

Pohon C 126,42 130,34 135,24

Rata-Rata 127,07 131,97 138,50

Ketinggian III

Pohon A 151,9 153,86 162,68

Pohon B 153,86 154,84 162,68

Pohon C 151,9 155,82 163,66

Rata-Rata 152,55 154,84 163,01

Ketinggian IV

Pohon A 138,18 138,18 141,12

Pohon B 138,18 141,12 146,02

Pohon C 140,14 141,12 146,02

(63)

Tabel Rata-Rata Diameter Pori Terpanjang Mindi (M. azedarach L.)

Ketinggian I Empulur (µ) Antara (µ) Kulit (µ)

Pohon A 127.4 138.67 147.49

Pohon B 141.61 142.1 152.88

Pohon C 136.22 141.12 147.98

Rata-Rata 135,07 140,60 149,42

Ketinggian II

Pohon A 155.82 158.76 161.7

Pohon B 158.76 159.74 169.05

Pohon C 151.9 158.76 163.66

Rata-Rata 155,49 159,08 164,80

Ketinggian III

Pohon A 179.83 182.28 187.67

Pohon B 178.85 180.32 186.2

Pohon C 174.44 175.42 188.16

Rata-Rata 177,70 179,34 187,34

Ketinggian IV

Pohon A 166.11 168.56 170.52

Pohon B 163.66 168.56 171.5

Pohon C 165.62 160.72 165.13

(64)

Tabel Rata-Rata Frekuensi Mindi (M. azedarach L.)

Ketinggian I Empulur (µ) Antara (µ) Kulit (µ)

Pohon A 0.9996 0.9408 0.8624

Pohon B 0.9506 0.9016 0.8918

Pohon C 0.9408 0.9016 0.8918

Rata-Rata 0,9636 0,9146 0,8820

Ketinggian II

Pohon A 0.7546 0.7056 0.5684

Pohon B 0.7252 0.6566 0.5586

Pohon C 0.735 0.6566 0.5488

Rata-Rata 0,7382 0,6729 0,5586

Ketinggian III

Pohon A 0.5586 0.5194 0.4606

Pohon B 0.5488 0.4704 0.441

Pohon C 0.5292 0.4900 0.441

Rata-Rata 0,5455 0,4932 0,4375

Ketinggian IV

Pohon A 0.6566 0.5684 0.5586

Pohon B 0.6076 0.5194 0.4998

Pohon C 0.588 0.5194 0.4998

(65)

Lampiran 4. Tabel Rata-Rata Dimensi Jari-Jari

Tabel Rata-Rata Tinggi Jari-jari Mindi (M. azedarach L.)

Ketinggian I Empulur (µ) Antara (µ) Kulit (µ)

Pohon A 203,84 247,6133 254,8

Pohon B 204,4933 239,7733 248,2666

Pohon C 205,8 241,7333 251,5333

Rata-Rata 204,7111 243,0399 251,5333

Ketinggian II

Pohon A 267,2133 269,8266 281,586

Pohon B 261,3333 271,1333 288,12

Pohon C 263,9466 274,4 284,8533

Rata-Rata 264,1644 271,7866 284,8533

Ketinggian III

Pohon A 314,2533 326,0133 328,6266

Pohon B 316,8666 326,6666 329,9333

Pohon C 310,9866 325,36 328,6266

Rata-Rata 314,0355 326,0133 329,0622

Ketinggian IV

Pohon A 305,76 310,3333 322,093

Pohon B 307,0666 309,68 320,133

Pohon C 310,33333 311,64 321,44

(66)

Tabel Rata-Rata Lebar Jari jari Mindi (M. azedarach L.)

Ketinggian I Empulur (µ) Antara (µ) Kulit (µ)

Pohon A 34,62666 35,9333 38,22

Pohon B 35,28 37,24 37,89333

Pohon C 35,28 36,58666 37,56666

Rata-Rata 35,0622 36,5866 37,8933

Ketinggian II

Pohon A 43,773333 45,08 46,06

Pohon B 42,466667 44,42666 45,08

Pohon C 43,12 45,73333 46,713

Rata-Rata 43,12 45,08 45,9511

Ketinggian III

Pohon A 52,26666 52,92 56,18666

Pohon B 53,573333 54,88 55,533333

Pohon C 51,61333 53,57333 57,49333

Rata-Rata 52,4844 53,7911 56,4044

Ketinggian IV

Pohon A 47,04 49,32666 51,6133

Pohon B 47,693333 50,306667 50,96

Pohon C 47,693333 51,61333 52,266

(67)

Tabel Rata-Rata Frekuensi Jari-jari Mindi (M. azedarach L.)

Ketinggian I Empulur (µ) Antara (µ) Kulit (µ)

Pohon A 1.091066 1.078 1.071466

Pohon B 1.0714667 1.0584 1.0453333

Pohon C 1.0714667 1.0518667 1.0388

Rata-Rata 1,0780 1,0627 1,0518

Ketinggian II

Pohon A 0.9996 0.986533 0.98

Pohon B 0.9930667 0.9865333 0.9669333

Pohon C 0.9996 0.986533 0.966933

Rata-Rata 0,9974 0,9865 0,9712

Ketinggian III

Pohon A 0.9408 0.934266 0.934266

Pohon B 0.9408 0.9212 0.9146667

Pohon C 0.9473333 0.9212 0.9146667

Rata-Rata 0,9429 0,9255 0,9212

Ketinggian IV

Pohon A 1.0714667 1.0257333 1.00613

Pohon B 1.0453333 1.0061333 0.98

Pohon C 1.0388 0.9996 0.98

(68)

Lampiran 5. Tabel Rata-Rata Dimensi Serat

Tabel Rata-Rata Panjang Serat Mindi (M. azedarach L.)

Ketinggian I Empulur (µ) Antara (µ) Kulit (µ)

Pohon A 901.28 985.88 1070.748

Pohon B 908.068 993.72 1081.528

Pohon C 903.168 983.92 1075.648

Rata-Rata 904.172 987.84 1075.9746

Ketinggian II

Pohon A 922.376 1002.54 1083.684

Pohon B 935.116 1007.44 1077.804

Pohon C 929.236 1012.34 1086.624

Rata-Rata 928.9093 1007.44 1082.704

Ketinggian III

Pohon A 987.644 1094.464 1140.72

Pohon B 992.544 1085.644 1134.84

Pohon C 997.444 1090.544 1144.64

Rata-Rata 992.544 1090.2173 1140.0666

Ketinggian IV

Pohon A 975.884 981.568 982.352

Pohon B 979.804 987.448 989.212

Pohon C 985.684 992.348 993.132

(69)

Tabel Rata-Rata Diameter Serat Mindi (M. azedarach L.)

Ketinggian I Empulur (µ) Antara (µ) Kulit (µ)

Pohon A 22.3125 22.155 21.48825

Pohon B 22.155 21.9975 21.85575

Pohon C 22.2075 22.07625 21.90825

Rata-Rata 22.225 22.07625 21.75075

Ketinggian II

Pohon A 22.86375 22.81125 22.6275

Pohon B 23.02125 22.89 22.7325

Pohon C 22.91625 22.995 22.8375

Rata-Rata 22.93375 22.8987 22.7325

Ketinggian III

Pohon A 25.3575 25.032 24.85875

Pohon B 25.2 25.137 24.9375

Pohon C 25.2525 25.0845 24.8325

Rata-Rata 25.27 25.0845 24.87625

Ketinggian IV

Pohon A 24.2025 23.73 23.5725

Pohon B 24.3075 24.045 23.625

Pohon C 24.15 24.0975 23.73

Gambar

Tabel 1. Penggolongan Susunan Pembuluh
Tabel 3. Pengolongan Frekuensi Pembuluh
Tabel 4. Penggolongan Frekuensi Jari-Jari
Tabel 6. Penggolongan Tinggi Jari-Jari
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perbedaan struktur anatomi sel-sel penyusun bagian kayu tarik dan kayu opposite , kualitas serat, sifat

tinggi dibandingkan dengan panel CLT-45 0 sengon. Sebaliknya susut volume panel CLT-45 0 mindi lebih rendah dibandingkan panel CLT-45 0 sengon, namun kembang volume CLT mindi

Jumlah spora fungi mikoriza arbuskular memperlihatkan respon yang tidak berbeda nyata antara mindi yang diberi perlakuan agroforestri dengan mindi monokultur (Gambar 21),

Mindi (Melia azedarach Linn.) adalah salah satu jenis tanaman cepat tumbuh dari keluarga Meliaceae. Jenis ini memiliki kayu yang berkualitas baik dan sudah

Faktor yang berpengaruh signifikan terhadap penurunan berat dan mortalitas akibat serangan rayap kayu kering adalah interaksi suhu, waktu dan jenis pemanasan.

Faktor yang mempengaruhi waktu pengeringan adalah sifat anatomi kayu (kayu gubal/teras, hardwood / softwood ), ketebalan kayu, jenis kayu, kecepatan sirkulasi udara dalam

penapisan fitokimia yang diperoleh berbeda dengan penelitian yang dilakukan [1] yang melaporkan dalam ekstrak etanol daun mindi mengandung senyawa metabolit sekunder

Tujuan penelitian ini mengetahui struktur morfologi dan anatomi secara makroskopis dan mikroskopis kulit benih mindi serta kandungan kimia pada benih yang meliputi