• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Struktur Anatomi Bagian Kayu Tarik dan Kayu Opposite pada Kayu Balik Angin (Alphitonia excelsa)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Struktur Anatomi Bagian Kayu Tarik dan Kayu Opposite pada Kayu Balik Angin (Alphitonia excelsa)"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK STRUKTUR ANATOMI BAGIAN KAYU

TARIK DAN KAYU

OPPOSITE

PADA KAYU BALIK ANGIN

(

Alphitonia excelsa

A. Cunn.ex Fenzl)

SARAH AUGUSTINA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Karakteristik Struktur Anatomi Bagian Kayu Tarik dan Kayu Opposite pada Kayu Balik Angin (Alphitonia excelsa)” adalah benar karya saya dengan arahan dari Dosen Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya ilmiah saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

(4)

ABSTRAK

SARAH AUGUSTINA. Karakteristik Struktur Anatomi Bagian Kayu Tarik dan Kayu Opposite pada Kayu Balik Angin (Alphitonia excelsa). Dibimbing oleh IMAM WAHYUDI.

Kayu merupakan hasil metabolisme mahluk hidup (pohon) sehingga terdapat variabilitas sifat kayu baik antar jenis, antar pohon dalam satu jenis yang sama, bahkan dalam satu batang pohon. Variabilitas sifat kayu akan semakin tinggi dengan adanya abnormalitas alami berupa kayu tarik (tension wood). Tujuan penelitian ini adalah menganalisis struktur anatomi, kualitas serat dan beberapa sifat fisis kayu bagian kayu tarik kayu Balik Angin (A. excelsa) dan membandingkannya dengan parameter yang sama di bagian kayu opposite-nya. Batas antara kayu juvenil dan kayu dewasa juga dikaji berdasarkan nilai panjang serat, kerapatan kayu dan sudut mikrofobrilnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan karakteristik anatomi, sifat fisis, dan kualitas serat antara kayu tarik dan kayu opposite, kecuali panjang serat, tekstur, warna, orientasi serat, bau dan rasa, jari-jari, bidang perforasi, serta porositasnya. Rata-rata sudut mikrofibril pada bagian kayu tarik sebesar 23.81º, sedangkan di bagian kayu opposite 26.23º. Kadar air, kerapatan, dan BJ kayu di bagian kayu tarik cenderung lebih tinggi 6.5%, 11.63% dan 13.16% dibanding kayu opposite-nya. Kayu yang diteliti masih merupakan kayu juvenil.

Kata kunci: kayu tarik, kayu opposite, Alphitonia excelsa, variabilitas sifat kayu, kayu juvenil

ABSTRACT

SARAH AUGUSTINA. Anatomical Structure Characteristics of Tension Wood and Opposite Wood of Alphitonia excelsa. Supervised by IMAM WAHYUDI.

Wood is a very variable substance, with differences occurring among species and genera, within a species as well as within each individual tree because of a metabolism product. Wood variability becomes higher if the stem contains tension wood. The purpose of this study was to analyze anatomical structure, fiber quality and some physical properties of Alphitonia excelsa tension wood and compare them to those of the opposite one. Demarcation between juvenile and mature wood will also be assessed based on their fiber length, wood density, and microfibril angle. The results showed that there are differences in anatomical characteristics, physical properties, and the quality of the wood fibers between tension wood and opposite wood, except for fiber length, texture, color, grain, odour and taste, rays, perforation plate, and porosity. Average microfibril angle in tension wood was 23.81º, while in opposite wood was 26.23º in average. Moisture content, wood density, and specific gravity on tension wood region tended to be 6.5%, 11.63% and 13.16% higher than those of its opposite wood region.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Hasil Hutan

KARAKTERISTIK STRUKTUR ANATOMI BAGIAN KAYU

TARIK DAN KAYU

OPPOSITE

PADA KAYU BALIK ANGIN

(

Alphitonia excelsa

A. Cunn.ex Fenzl)

SARAH AUGUSTINA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Karakteristik Struktur Anatomi Bagian Kayu Tarik dan Kayu Opposite pada Kayu Balik Angin (Alphitonia excelsa)

Nama : Sarah Augustina NIM : E24090019

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Imam Wahyudi, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2012 hingga Februari 2013 ini adalah terkait dengan variasi sifat kayu dengan judul

“Karakteristik Struktur Anatomi Bagian Kayu Tarik dan Kayu Opposite pada

Kayu Balik Angin (Alphitonia. excelsa)”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Imam Wahyudi, MS selaku dosen pembimbing, Dr Ir Harnios Arief, MSc selaku dosen penguji, Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc selaku ketua sidang, serta Esti Prihatini, SSi. yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Dra Sri Rullyati, MSc beserta staf Laboratorium Anatomi Tumbuhan, Pusat Penelitian Keteknikan Hutan dan Pengolahan Hasil Hutan (Pustekolah), Bogor yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Dharsono Rafi’i (ayah), Nina Iriana (Ibu), kakak, adik, dan Rudi Irawan, SHut. serta teman-teman atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Lokasi Penelitian 2

Bahan dan Alat 2

Analisis Struktur Anatomi 3

Analisis Sifat Fisis Kayu 4

Pengukuran Dimensi Serat 5

Pengukuran Microfibril Angle (MFA) 6

Pengolahan Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Identifikasi Jenis Kayu Balik Angin (A. excelsa) 7 Karakteristik Anatomi Kayu Balik Angin (A. excelsa) 7 Panjang Serat di Bagian Kayu Tarik dan Kayu Opposite 10 Sudut Mikrofibril di Bagian Kayu Tarik dan Kayu Opposite 11 Sifat Fisis Kayu di Bagian Kayu Tarik dan Kayu Opposite 12

Batas Antara Kayu Juvenile dan Kayu Dewasa 13

Kemungkinan Penggunaan Kayu Secara Efektif dan Efisien 15

SIMPULAN DAN SARAN 16

Simpulan 16

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 17

LAMPIRAN 19

(10)

DAFTAR TABEL

1 Rata-rata dimensi, nilai turunan dan kelas mutu serat serta kelas kuat

dan beberapa sifat fisik kayu 16

DAFTAR GAMBAR

1 Pola pemotongan contoh uji 2

2 Pola penyusunan pada gelas obyek 3

3 Bagian-bagian serat yang diukur 5

4 Sudut mikrofibril kayu tarik 6

5 Daun, bunga dan buah kayu Balik Angin (A. excelsa) 7 6 Penampang melintang kayu Balik Angin (A. excelsa) 8

7 Foto makroskopis bagian kayu tarik 8

8 Pengamatan mikroskopis bagian kayu tarik 9

9 Foto makroskopis bagian kayu opposite 9

10 Pengamatan mikroskopis bagian kayu opposite 10 11 Perbandingan panjang serat kayu tarik dan kayu opposite 10 12 Serat pada bagian kayu tarik dan bagian kayu opposite 11 13 Sudut mikrofibril di bagian kayu tarik dan bagian kayu opposite 11 14 Perbandingan kadar air kayu tarik dan kayu opposite 12 15 Nilai kerapatan dan berat jenis kayu bagian kayu tarik dan opposite 13 16 Perbandingan panjang serat dan kerapatan kayu balik angin (A. excelsa) 14 17 Perbandingan sudut mikrofibril dan kerapatan kayu balik angin (A.

excelsa) 14

18 Perbandingan sudut mikrofibril dan panjang serat kayu balik angin (A.

excelsa) 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Ciri mikroskopis bagian kayu tarik dan kayu opposite dari kayu balik

angin (A. excelsa) 20

2 Sifat fisis bagian kayu tarik dan kayu opposite dari kayu balik angin (A.

excelsa) 22

3 Analisis keragaman sifat fisis bagian kayu tarik dan kayu opposite dari

kayu balik angin (A. excelsa) 22

4 Nilai dimensi serat bagian kayu tarik dan kayu opposite dari kayu balik

angin (A. excelsa) 26

5 Nilai turunan dimensi serat bagian kayu tarik dan kayu opposite dari

kayu balik angin (A. excelsa) 27

6 Kriteria penilaian kualitas serat 27

7 Analisis keragaman panjang serat bagian kayu tarik dan kayu opposite

dari kayu balik angin (A. excelsa) 28

8 Sudut mikrofibril bagian kayu tarik dan kayu opposite dari kayu balik

(11)

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara megadiversity yang memiliki keanekaragaman flora maupun fauna yang tinggi. Diperkirakan sekitar 60% dari jumlah spesies tumbuhan dunia terdapat di Indonesia. Hingga saat ini kayu dan turunannya masih merupakan komoditas ekspor hasil hutan andalan Indonesia disamping komoditi hasil hutan bukan kayu. Kendati peran dan fungsi kayu cukup besar, namun pemanfaatan beberapa jenis diantaranya masih dirasakan belum optimal. Hal tersebut dikarenakan kurangnya data dan informasi mengenai kayu tersebut. Menurut LIPI, saat ini baru 20 persen dari jumlah flora di Indonesia yang sudah teridentifikasi.

Kayu merupakan produk alam yang dapat diperbaharui dan termasuk ke dalam bahan dasar yang modern. Pengetahuan mengenai sifat dasar kayu penting untuk dipahami dan dijadikan acuan dalam rangka pemanfaatan kayu secara optimal untuk berbagai keperluan seperti bahan baku industri pertukangan, pulp, dan furniture. Diantara keempat sifat dasar kayu, sifat struktur anatomis kayu merupakan karakteristik yang paling utama karena semua sifat kayu lainnya (sifat fisis, mekanis dan kimiawi kayu) sangat dipengaruhi dan bergantung pada struktur anatomi sel-sel penyusun kayu. Karena kayu merupakan hasil metabolisme pohon, sudah barang tentu terdapat variabilitas sifat kayu baik antar jenis, dalam satu jenis yang sama, bahkan dalam satu batang pohon. Variabilitas sifat kayu akan semakin beragam dengan adanya cacat alami pada kayu. Salah satu cacat alami khususnya pada kelompok kayu daun lebar adalah kayu tarik (tension wood), yaitu jaringan dalam batang yang dibentuk menjauhi empulur sebagai reaksi pohon terhadap faktor luar yang mengganggu keseimbangannya dalam rangka untuk mempertahankan posisi tegaknya.

Menurut Casperson dalam Haygreen dan Bowyer (2003), kayu tarik memiliki kandungan selulosa yang tinggi dibanding kayu normal. Kandungan selulosa yang tinggi tersebut menyebabkan kerapatan kayu meningkat 5-10%. Dalam hal identifikasi kayu, umumnya kayu tarik memiliki pori yang kecil dan jari-jari yang sempit dibanding kayu normal.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sel-sel penyusun bagian kayu tarik berbeda dengan sel-sel penyusun bagian kayu normal. Sejauh ini penelitian karakteristik bagian kayu tarik khususnya pada kayu-kayu Indonesia masih terbatas. Oleh karena itu penulis mencoba untuk melakukan penelitian tentang karakteristik struktur anatomi bagian kayu tarik (tension wood) dan kayu opposite pada kayu Balik Angin (Alphitonia excelsa).

Tujuan Penelitian

(12)

2

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perbedaan struktur anatomi sel-sel penyusun bagian kayu tarik dan kayu opposite, kualitas serat, sifat fisis dan batas antara kayu juvenile dan kayu dewasa pada kayu Balik Angin (A. excelsa) serta dapat menjadi dasar pemanfaatan kayu ini secara efektif dan efisien.

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan November 2012 hingga Februari 2013, bertempat di dua laboratorium yaitu Laboratorium Sifat Dasar Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Anatomi Tumbuhan, Pusat Penelitian Keteknikan Hutan dan Pengolahan Hasil Hutan (Pustekolah), Bogor.

Bahan dan Alat

(13)

3

Analisis Struktur Anatomi Kayu

Pembuatan preparat mikrotom

Contoh uji yang digunakan memiliki dimensi sesuai dengan lebar riap tumbuh mulai dari empulur hingga ke arah kulit. Contoh uji lalu dilunakkan dengan cara direndam di dalam penangas air selama 7 x 8 jam. Mekanisme perendaman yang digunakan yaitu contoh uji direndam sejak pagi hingga sore hari pada suhu 100oC, kemudian dilanjutkan dengan perendaman pada suhu 50oC hingga keesokan harinya. Setelah berwarna pucat dan lunak, contoh uji disayat dengan menggunakan rotary mikrotom. Sayatan yang dibuat harus mewakili kenampakan dari kayu Balik Angin secara keseluruhan, meliputi bidang lintang (X), radial (R), dan tangensial (T). Sayatan yang telah diperoleh kemudian direndam dalam safranin. Setelah itu, sayatan kemudian dicuci dengan akuades hingga bersih, lalu didehidrasi bertingkat dengan alkohol 30%, 50%, 70%, 90%, dan 96% masing-masing selama 5-10 menit. Setelah proses di atas selesai, sayatan selanjutnya diletakkan di atas gelas objek kemudian direkatkan dengan ethilen, ditutup dengan gelas penutup, diberi label, dan siap untuk diamati. Pola penyusunan sayatan berbagai bidang di atas gelas obyek disajikan pada Gambar 2.

Ciri anatomi yang diamati baik secara makroskopis dan mikroskopis meliputi ciri-ciri yang dianjurkan oleh International Association of Wood Anatomist (Wheeler et al. 1989 dalam Prehantoro 2011). Sebelum dilakukan pengamatan, juga dilakukan pengambilan gambar untuk dokumentasi. Pengambilan gambar secara mikroskopis dilakukan pada preparat hasil sayatan dengan menggunakan kamera otomatis yang terdapat pada mikroskop, sedangkan pengambilan gambar makroskopis dilakukan dengan menggunakan kamera foto makro dimana terlebih dahulu contoh uji dibasahi dengan air lalu disayat dengan cutter pada penampang lintangnya.

Pengamatan sifat makroskopis

a) Persentase kayu tarik

(14)

4

b) Tekstur

Tekstur kayu didasarkan pada ukuran-ukuran relatif dari sel-sel kayu dimana tekstur dikatakan halus apabila diameter sel-sel serabut > 30 µm; tekstur sedang antara 30-45 µm; tekstur kasar > 45µm (Pandit dan Dani 2008).

Pengamatan sifat mikroskopis

a) Pori (sel pembuluh)

Pengamatan terhadap pori yang hanya terdapat pada kayu daun lebar (KDL) meliputi bidang perforasi, penyebaran, pengelompokkan, penggabungan, pernoktahan pada dinding bersama, isi, diameter, dan jumlah pori per satuan luas (Pandit dan Dani 2008). Pengamatan ini dilakukan pada penampang lintang sampel hasil sayatan mikrotom. Pengukuran pori dilakukan sebanyak 3 kali ulangan untuk setiap riap tumbuh, dimana pada setiap ulangan terdapat 5 kali pengamatan pori untuk setiap kriteria.

b) Jari-jari

Pengamatan terhadap jari-jari meliputi komposisi sel penyusun, diameter dan tinggi jari-jari. Pengamatan komposisi sel penyusun jari-jari dilakukan pada penampang radial sampel hasil sayatan mikrotom, sedangkan diameter dan tinggi jari-jari dilakukan pada penampang tangensialnya. Untuk setiap kriteria tersebut dilakukan pengukuran sebanyak 30 ulangan menggunakan kriteria yang terdapat di Atlas Kayu jilid II.

c) Serat (fiber)

Dimensi serat yang diukur meliputi panjang dan diameter serat, serta diameter lumen. Tebal dinding serat merupakan setengah dari selisih diameter serat dan diameter lumen serat. Sampel uji yang digunakan berasal dari bagian kayu tarik dan kayu opposite dari empelur hingga ke arah kulit. Untuk setiap bagian contoh uji dilakukan pengukuran serat sebanyak 30 ulangan.

Analisis Sifat Fisis Kayu

Kadar air

Ukuran sampel untuk pengujian kadar air adalah sesuai dengan ukuran riap tumbuhnya. Total sampel uji yang digunakan sebanyak 10 buah dimana 5 buah dari bagian kayu tarik dan 5 buah dari bagian kayu opposite. Sampel ditimbang untuk mendapatkan berat awal (BA) kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu (103±2)ºC selama 48 jam hingga mencapai kondisi kering tanur. Setelah itu, sampel dipindahkan ke dalam desikator selama beberapa menit, lalu timbang untuk mendapatkan berat kering tanur (BKT). Kadar air dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

KA (%) = (BA – BKT) / BKT x 100%

Berat jenis (BJ)

(15)

5 konstan, sementara volume basah dihitung dengan metode Archimedes berdasarkan ASTM D 2395. Dalam penelitian ini nilai BJ kayu dihitung berdasarkan modifikasi ASTM D 2395 dengan rumus:

BJ = (BKT / Volume KU) / Kerapatan Air

Kerapatan kayu

Kerapatan kayu dapat dihitung dengan rumus standar yakni perbandingan antara berat basah terhadap volume basahnya (ASTM D 2395). Kerapatan menyatakan banyaknya material dinding sel yang mengisi suatu volume tertentu. Kerapatan sangat berhubungan erat dengan BJ kayu. Dalam penelitian ini kerapatan kayu dapat dihitung berdasarkan modifikasi ASTM D 2395 dengan rumus:

Kerapatan Kayu = Berat Kering Udara / Volume Kering Udara

Pengukuran Dimensi Serat

Pembuatan sediaan maserasi

Contoh uji yang digunakan berukuran kecil, yaitu sebesar batang korek api yang diambil dari seluruh riap tumbuh yang ada. Proses maserasi yang dilakukan dengan metode Schultze ini diawali dengan memasukkan sampel ke dalam tabung reaksi baru kemudian ditaburi sedikit KClO3 dan ditambahkan larutan HNO3 50% hingga sampel terendam seluruhnya. Mulut tabung reaksi kemudian ditutup dengan alumunium foil. Tabung reaksi selanjutnya dipanaskan selama beberapa menit di dalam penangas air hingga mendidih dan berubah warna menjadi putih kekuning-kuningan. Kemudian, tabung reaksi didiamkan pada suhu kamar dan isinya dipindahkan ke atas kertas saring. Serat yang sudah berada di atas kertas saring kemudian dicuci dengan akuades hingga bebas asam. Setelah itu, serat tersebut dipindahkan ke dalam wadah bekas film dan dilakukan pewarnaan dengan safranin 2% selama 6-8 jam. Serat yang sudah diberi warna kemudian dicuci dengan akuades dan dilakukan dehidrasi alkohol bertingkat, yaitu 10%, 20%, 30%, 50%, 70%, 80%, 90% dan alkohol absolut masing-masing selama 2-5 menit. Setelah itu, serat yang berada di dalam wadah dipindahkan ke kaca preparat dan dilanjutkan dengan kegiatan pengamatan dengan menggunakan mikroskop.

Pengukuran dimensi sel

(16)

6

Pengukuran Microfibril Angle (MFA)

Persiapan sayatan

Contoh uji yang digunakan dalam pengukuran MFA (sudut mikrofibril) ini berupa sayatan tipis bidang tangensial sampel dengan ketebalan berkisar 20-30 µm. Sayatan tersebut dihasilkan dengan menggunakan rotary mikrotom. Sayatan terbaik selanjutnya direndam dengan larutan Schultze selama 15 menit untuk melarutkan lignin yang tersisa, kemudian dicuci bersih untuk menghilangkan larutan Schultze yang tersisa, baru kemudian didehidrasi bertingkat menggunakan alkohol mulai konsentrasi 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, dan absolut. Setelah itu ditetesi campuran larutan iodine dan pottasium iodide untuk menghilangkan sisa lignin, kemudian diteteskan asam nitrat 50% untuk menghasilkan cristal iodine sehingga dapat diamati dengan jelas di bawah mikroskop.

Pengukuran MFA

Pengukuran sudut mikrofibril dilakukan melalui foto masing-masing sayatan dengan menggunakan software Image-J (Gambar 4).

Pengolahan Data

Data yang bersifat kualitatif disajikan secara deskriptif, sedangkan data yang bersifat kuantitatif dihitung nilai rata-rata dan standar deviasi menggunakan sebaran t-student pada selang kepercayaan 95% dengan persamaan sebagai berikut:

Keterangan:

µ : nilai tengah rata-rata

ӯ : nilai rata-rata

⁄ : nilai sebaran t pada selang kepercayaan 95%

α : taraf nyata

df : derajat bebas (n-1) s : standar deviasi

(17)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Jenis Kayu Balik Angin (A. excelsa)

Alphitonia excelsa (Gambar 5) termasuk kedalam famili Rhamnaceae dengan nama daerah Balik Angin atau Balek Angin. Pohon Balik Angin merupakan jenis evergreen dengan tinggi berkisar 25-35 meter dan diameter batang 23 cm. Umumnya tumbuh di kawasan hutan hujan tropis atau hutan campuran Eucalyptus. Menurut Doran dan Trunbull (1982), Balik Angin termasuk kedalam jenis pionir yang dapat beradaptasi dengan berbagai jenis tanah dan cuaca. Persebaran jenis ini meliputi wilayah Kalimantan hingga New Zealand dan Australia.

Gambar 5 Daun, bunga dan buah Balik Angin (A. excelsa) Sumber: Australia National Herbarium (2013)

Karakteristik Anatomi Kayu Balik Angin (A. excelsa)

Pengenalan kayu berdasarkan struktur anatomi merupakan suatu metode praktis yang sering digunakan untuk mengidentifikasi jenis kayu. Dalam menilai setiap parameternya, metode ini cenderung bersifat objektif. Sifat-sifat yang digunakan dalam mengidentifikasi jenis kayu ini yaitu sifat makroskopis dan sifat mikroskopis. Sifat makroskopis adalah sifat-sifat kayu yang dapat diamati dengan mata telanjang, sedangkan sifat mikroskopis adalah sifat-sifat yang dapat dilihat lebih jelas dengan alat bantu mikroskop.

Pengamatan karakteristik anatomi dilakukan pada contoh uji yang mengalami cacat alami berupa kayu tarik. Kayu tarik (tension wood), yaitu jaringan yang terbentuk akibat terganggunya keadaan keseimbangan asli dari suatu tegakan dimana jaringan tersebut cenderung menjauhi empelur. Menurut Casperson dalam Bowyer et al. (2003), kayu tarik memiliki kandungan selulosa yang tinggi dibanding kayu normal. Kandungan selulosa yang tinggi tersebut menyebabkan kerapatan kayu meningkat 5-10 %. Dalam hal identifikasi kayu, umumnya kayu tarik memiliki pori yang kecil dan jari-jari yang sempit dibanding kayu normal (Scurfield dalam Bowyer et al. 2003). Sedangkan bagian yang berada di bawah kayu tarik adalah kayu opposite. Menurut Tsoumis (1991), bagian kayu opposite memiliki dinding sel yang tipis.

Sifat Makroskopis dan Mikroskopis Bagian Kayu Tarik

(18)

8

Gambar 6. Penampang melintang kayu Balik Angin (A. excelsa)

Pengamatan sifat makroskopis (Gambar 7) pada bagian kayu tarik menunjukkan bahwa warna kayu 10 YR 8/4 very pale brown (Munsell soil color chart), bertilosis, permukaan kayu mengkilap dan licin, bertekstur kasar, arah serat lurus, tidak memiliki bau dan rasa yang khas, dengan tingkat kekerasan tergolong lunak dan permukaan yang berserabut (wolly surface). Berserabutnya permukaan bagian kayu tarik setelah digergaji akibat lemahnya ikatan antar sel-sel penyusun bagian kayu tarik sehingga mengakibatkan patahnya berkas-berkas serabut saat digergaji (Haygreen et al. 1989).

Sifat mikroskopis bagian kayu tarik (Gambar 8) adalah sebagai berikut: Lingkar tumbuh: jelas. Pembuluh: porositas semi tata-lingkar, didominasi oleh pola diagonal hingga radial dengan diameter lumen rata-rata 93.57±22.54 μm, sebagian besar soliter dan beberapa bergabung radial 4 sel, frekuensi 10.60±3.38 sel per mm2, panjang rata-rata 539±103.5 μm, bidang perforasi sederhana, memiliki tilosis, ceruk antar pembuluh berbentuk tangga sampai berhadapan dan dijumpai juga susunan selang-seling, berukuran sangat kecil 4±1.4 μm, tidak berumbai, percerukan pembuluh dengan jari-jari berhalaman jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh. Parenkim: aksial paratrakeal jarang dan vaskisentrik serta apotrakeal tersebar dalam kelompok dengan panjang untai 3-8 per untai. Jari-jari: lebar 1-2 seri, satu ukuran, didominasi oleh sel baring dan beberapa sel baring dan sel tegak bercampur, tinggi rata-rata 279±137 μm, frekuensi 30 sel per mm. Serat: bersekat dengan ceruk berhalaman, ketebalan dinding sel sedang, panjang rata-rata 1068.80±124.45 μm, diameter rata-rata 25.71±4.81 μm, diameter lumen 12.47±3.20 μm, dan tebal dinding 6.61±2.63 μm. Saluran interseluler: tidak ada. Inklusi mineral: tidak ditemukan.

Gambar 7 Foto makroskopis bagian kayu tarik

Keterangan: A) Bidang Lintang; B) Bidang Tangensial; C) Wolly Surface

(19)

9

Gambar 8 Pengamatan mikroskopis bagian kayu tarik Keterangan: A) Bidang Lintang (10x); B) Bidang Radial (10x);

C) Bidang Tangensial (10x)

Sifat Makroskopis dan Mikroskopis Bagian Kayu Opposite

Sifat makroskopis (Gambar 9) bagian kayu opposite dari kayu Balik Angin yang diteliti adalah sebagai berikut: berwarna coklat muda, memiliki tilosis, permukaan kayu agak mengkilap, bertekstur kasar, berserat lurus, tidak memiliki bau dan rasa yang khas dan tergolong lunak. Sifat mikroskopisnya (Gambar 10) adalah Lingkar tumbuh: tidak jelas. Pembuluh: porositas semi tata-lingkar, didominasi pola diagonal hingga radial dengan diameter lumen rata-rata 85.76±23.41 μm, sebagian besar soliter dan beberapa bergabung radial 4 sel. frekuensi 11.71±3.70 per mm2, panjang rata-rata 554.6±125.4 μm, bidang perforasi sederhana, memiliki tilosis, ceruk antar pembuluh berbentuk tangga sampai berhadapan dan dijumpai juga susunan selang-seling, berukuran sangat kecil 4±1.1 μm, tidak berumbai, percerukan pembuluh dengan jari-jari berhalaman jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh. Parenkim: aksial paratrakeal jarang dan vaskisentrik serta apotrakeal tersebar dalam kelompok dengan panjang untai 3-8 per untai. Jari-jari: lebar 1-2 seri, satu ukuran, didominasi oleh sel baring dan beberapa sel baring dan sel tegak bercampur, tinggi rata-rata 277±88.5 μm, frekuensi 27 sel per mm. Serat: bersekat dengan ceruk berhalaman, ketebalan dinding sedang, panjang rata-rata 1066.24±104.98

μm, diameter rata-rata 25.45±4.17 μm, diameter lumen 12.5±3.08 μm, dan tebal dinding 6.47±1.86 μm. Saluran interseluler: tidak ada. Inklusi mineral: tidak ditemukan.

Gambar 9 Foto makroskopis bagian kayu opposite Keterangan: A) Bidang Lintang; B) Bidang Tangensial

A B C

(20)

10

Gambar 10 Pengamatan mikroskopis bagian kayu opposite Keterangan: A) Bidang Lintang (10x); B) Bidang Radial (10x);

C) Bidang Tangensial (10x)

Panjang Serat

Menurut IAWA (2008), panjang serat dapat dibagi menjadi tiga golongan,

yaitu pendek (≤ 900 µm), sedang (900-1600 µm), dan panjang (≥ 1600 µm). Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang serat pada bagian kayu tarik relatif sama dengan panjang serat di bagian kayu opposite-nya. Menurut Sculfield dan Wardrop (1963) dalam Sultana et al. (2012), panjang serat pada bagian kayu reaksi hampir sama dengan bagian opposite-nya. Rata-rata panjang serat pada bagian kayu tarik sebesar 1068.95 μm, sedangkan di bagian kayu opposite 1066.24 μm. Keduanya termasuk ke dalam kategori sedang (intermediate).

Dari Gambar 11 dapat diketahui bahwa semakin ke arah kulit panjang serat cenderung meningkat. Hal ini menandakan bahwa aktifitas jaringan kambium masih aktif membelah.

Gambar 11 Perbandingan panjang serat kayu tarik dan kayu opposite Dibandingkan dengan bagian kayu normalnya, panjang serat di bagian kayu tarik dan kayu opposite cenderung lebih tinggi. Menurut Sarifudin (2013), panjang serat rata-rata kayu Balik Angin di bagian normalnya sebesar 1042.84 μm. Hal ini berkaitan erat dengan proses pembentukan kayu reaksi yang terjadi (Wardrop 1956 dalam Sultana et al. 2012). Hasil analisis keragaman pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa riap tumbuh tidak berpengaruh nyata terhadap panjang serat pada bagian kayu tarik, tetapi berpengaruh nyata pada bagian kayu opposite-nya. Variasi panjang serat dipengaruhi oleh jenis pohon, umur, posisi dalam batang, keberadaan kayu reaksi, dan kondisi tempat tumbuh.

0

riap tumbuh mulai dari empulur hingga ke arah kulit

Kayu Tarik Kayu Opposite

(21)

11

Gambar 12 Serat pada bagian kayu tarik (A) dan bagian kayu opposite (B)

Sudut Mikrofibril (MFA)

MFA merupakan sudut yang terbentuk antara mikrofibril selulosa pada dinding sekunder khususnya pada lapisan S2 terhadap sumbu longitudinal sel serabut (Donaldson 2008). Mikrofibril adalah kumpulan benang selolusa yang tersusun rapi dengan ikatan β (1-4)-D-glucopyranose (Hori et al. 2003).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa MFA bagian kayu tarik berbeda dibandingkan dengan MFA bagian kayu opposite-nya. Rata-rata MFA pada bagian kayu tarik sebesar 23.81º, sedangkan di bagian kayu opposite 26.23º. Dari Gambar 13 diketahui bahwa semakin ke arah kulit, MFA di bagian kayu tarik cenderung menurun, sedangkan pada bagian kayu opposite-nya cenderung meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yoshida et al. (2000) dalam Donaldson (2008) dimana pada umumnya MFA cenderung lebih rendah pada lapisan gelatinous, dan cenderung meningkat di bagian kayu opposite hingga mencapai 40o (Washusen et al. 2005 dalam Donaldson 2008). Dari Gambar 13 juga terlihat bahwa MFA pada bagian kayu tarik dan kayu opposite mengalami fluktuasi dari empulur hingga ke arah kulit. Hal ini diduga karena umur kambium pada setiap riap tumbuh berbeda sehingga menyebabkan nilai MFA juga berfluktuasi (Donaldson 2008).

MFA di bagian kayu tarik dan opposite lebih besar dibanding MFA pada bagian kayu normalnya. Menurut Sarifudin (2013), MFA bagian kayu normal kayu Balik Angin berkisar 16.5o hingga 17.5o. Hasil analisis keragaman pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa riap tumbuh tidak berpengaruh nyata terhadap nilai MFA baik pada kayu tarik maupun kayu opposite.

Gambar 13 Sudut mikrofibril di bagian kayu tarik dan bagian kayu opposite 0

riap tumbuh mulai dari empulur hingga ke arah kulit

kayu tarik

kayu opposite

(22)

12 tarik cenderung lebih tinggi 6.5% dibanding kayu opposite-nya. Hal ini berkaitan dengan ukuran diameter dan tebal dinding sel yang ada. Menurut Bowyer et al. (2003), kadar air kayu dipengaruhi oleh porsi dan macam sel penyusun termasuk tebal-tipis dinding sel dan porsi rongga sel, serta kandungan zat ekstraktif. Hasil analisis keragaman pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa pada bagian kayu tarik kadar air tidak dipengaruhi oleh riap tumbuh, sedangkan pada bagian kayu opposite kadar air dipengaruhi oleh riap tumbuh. Hal ini diduga karena parameter yang berpengaruh terhadap kadar air bukan hanya riap tumbuh tetapi lebih pada keberadaan jaringan kayu tarik yang membuat sel penyusun kayu termasuk dinding serat berkembang secara tidak normal.

Gambar 14 Perbandingan kadar air kayu tarik dan kayu opposite

Kerapatan dan BJ Kayu

Rata-rata nilai kerapatan dan BJ kayu di bagian kayu tarik sebesar 0.48 g/cm3 dan 0.43, sedangkan di bagian kayu opposite sebesar 0.43 g/cm3 dan 0.38. Dengan demikian maka kerapatan dan BJ kayu di bagian kayu tarik 11.63% dan 13.16% lebih tinggi dibanding pada bagian kayu opposite-nya. Dari Gambar 15 dapat dilihat bahwa semakin ke arah kulit nilai kerapatan dan BJ kayu di bagian kayu tarik cenderung lebih tinggi dibanding kayu opposite. Menurut Tsoumis (1991), tingginya nilai kerapatan dan BJ kayu di bagian kayu tarik disebabkan oleh adanya lapisan gelatinous (G-layer) yang menggantikan lapisan S1 dan S3 saat batang dalam kondisi miring. Hasil analisis keragaman pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa kerapatan dan BJ kayu pada bagian kayu tarik dipengaruhi oleh riap tumbuh, sedangkan pada bagian kayu opposite tidak. Adanya pengaruh nyata dari masing-masing riap tumbuh diduga terkait dengan perbedaan kadar air, zat ektraktif dan tingkat kedewasaan sel penyusun kayu pada tiap riap tumbuh (Mitha 2011).

riap tumbuh mulai dari empulur hingga ke arah kulit

kayu opposite

(23)

13

Gambar 15 Nilai kerapatan dan berat jenis kayu bagian kayu tarik dan opposite

Batas Antara Kayu Juvenil dan Kayu Dewasa

Kayu juvenil merupakan massa kayu yang terdapat di bagian tengah batang atau dekat empulur. Massa kayu yang demikian diakibatkan oleh aktifitas kambium yang masih dipengaruhi oleh aktifitas jaringan meristem yang ada di ujung batang. Semakin ke arah tajuk, proporsi kayu juvenil dalam sebatang pohon akan semakin tinggi. Faktor yang mempengaruhi besarnya proporsi kayu juvenil adalah kondisi lingkungan tempat tumbuh, perlakuan silvikultur dan perbedaan genetik.

Secara anatomi, kayu juvenil memiliki ciri khusus yang dapat dibedakan dari kayu dewasa yaitu dinding serat lebih tipis, serat lebih pendek, dan sudut mikrofibril pada lapisan S-2 cenderung lebih besar (Evans et al. 2000). Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan kayu juvenil akan menurunkan kualitas kayu secara signifikan. Oleh karena itu perlu diketahui batas antara kayu juvenil dan kayu dewasa. Parameter yang dapat digunakan untuk menilai batas antara keduanya adalah panjang serat, sudut mikrofibril dan kerapatan kayu dari empulur ke arah kulit. Adanya perubahan nilai parameter yang drastis menandakan bahwa kayu masih berada dalam periode juvenil.

0.00

riap tumbuh mulai dari empulur hingga ke arah kulit

kayu opposite

riap tumbuh mulai dari empulur hingga ke arah kulit

kayu opposite

(24)

14

Berdasarkan nilai panjang serat dan kerapatan (Gambar 16) terlihat trend yang cenderung meningkat mulai empulur hingga ke arah kulit. Hal ini menandakan bahwa kayu masih berada dalam periode juvenil. Menurut Bowyer et al. (2003); Wahyudi dan Ahmad (2005), apabila nilai kerapatan kayu dan panjang serat cenderung terus meningkat dari empulur hingga ke arah kulit menandakan bagian tersebut masih kayu juvenil. .

Gambar 16 Perbandingan panjang serat dan kerapatan kayu balik angin (A. excelsa)

Keterangan: = kerapatan; = panjang serat

Berdasarkan nilai kerapatan dan sudut mikrofibril (Gambar 17) dapat dikatakan bahwa kayu Balik Angin yang diteliti masih tergolong kayu juvenil karena nilai kedua parameter yang diamati masih cenderung berubah (belum konstan). Hal ini sesuai dengan pernyataan Cave (1968) dalam Hein et al. (2011) dan Donaldson (2007) yang menyatakan bahwa penurunan sudut MFA dari empulur hingga ke arah kulit dan meningkatnya nilai kerapatan kayu menandakan belum terbentuknya bagian kayu dewasa.

Gambar 17 Perbandingan sudut mikrofibril dan kerapatan kayu balik angin (A. excelsa)

Keterangan: = kerapatan; = sudut mikrofibril

Sama seperti pada kedua gambar diatas, berdasarkan nilai panjang serat dan sudut mikrofibril (Gambar 18) dapat disimpulkan bahwa kayu Balik Angin yang diteliti belum membentuk bagian kayu dewasa.

0.00

riap tumbuh mulai dari empulur hingga ke arah kulit

0.00

(25)

15

Gambar 18 Perbandingan sudut mikrofibril dan panjang serat kayu balik angin (A. excelsa)

Keterangan: = sudut mikrofibril; = panjang serat

Berdasarkan ketiga parameter yang diamati dapat dikatakan bahwa kayu Balik Angin yang diteliti masih berada pada periode juvenil karena belum menunjukkan nilai yang konstan. Menurut Bowyer et al. (2003); Rulliaty (2007), kayu dewasa dapat dicirikan dengan perubahan nilai yang sangat rendah (konstan). Lamanya periode juvenil bervariasi menurut jenis pohon (Haygreen dan Bowyer 1989).

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi proporsi kayu juvenil yaitu dengan perlakuan silvikultur yang tepat, misalnya pengaturan jarak tanam, serta perlakuan pemupukan dan pengairan yang disesuaikan dengan umur kambium dan laju pertumbuhan (Haygreen dan Bowyer 1989). Menurut Kojima (2008), proporsi kayu juvenil pada jenis Eucaliptus sp. akan berkurang bila pertumbuhan lateral (diameter batang) diawal masa tumbuh dapat ditahan sampai umur kambium matang.

Kemungkinan Penggunaan Kayu Secara Efektif dan Efisien

Berdasarkan data sifat fisis, anatomi termasuk kualitas serat dapat ditentukan kemungkinan penggunaan kayu secara efektif dan efisien. Dari Tabel 1 diketahui bahwa kualitas serat pada seluruh bagian kayu Balik Angin yang diteliti termasuk ke dalam kelas mutu III dengan total nilai 200. Ini menandakan bahwa kayu Balik Angin yang diteliti kurang cocok dijadikan sebagai bahan baku pulp dan kertas karena akan menghasilkan lembaran kertas dengan sifat yang kurang baik.

Adanya corak dekoratif pada kayu ini memungkinkannya digunakan sebagai bahan baku industri mebel, furnitur, dan kerajinan apalagi mengingat warna kayu yang cerah. Dari nilai BJ kayu, kedua bagian kayu (tarik dan opposite) cocok untuk tujuan konstruksi ringan karena tergolong ke dalam Kelas Kuat III dan IV. Keberadaan kayu juvenil mengarahkan pemanfaatan kayu ini ke bidang wood composite. Menurut Bowyer et al. (2003), pemanfaatan kayu juvenil sebagai bahan baku flakeboard, particleboard, dan fiberboard dapat menghasilkan kekuatan dan keawetan yang sama dengan kayu komposit dari kayu dewasa.

(26)

16

Tabel 1 Rata-rata dimensi, nilai turunan dan kelas mutu serat serta kelas kuat dan beberapa sifat fisik kayu

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan karakteristik anatomi, sifat fisis, dan kualitas serat antara kayu tarik dan kayu opposite, kecuali panjang serat, tekstur, warna, orientasi serat, bau dan rasa, jari-jari, bidang perforasi, serta porositasnya. Panjang serat pada bagian kayu tarik relatif sama dengan panjang serat di bagian kayu opposite. Sudut mikrofibril kayu opposite cenderung lebih besar dibanding kayu tarik. Nilai kerapatan dan BJ kayu bagian kayu tarik cenderung lebih tinggi 11.63% dan 13.16% dibanding pada bagian kayu opposite-nya.

Kayu Balik Angin yang diteliti belum menghasilkan kayu dewasa. Kualitas serat kayu Balik Angin termasuk ke dalam Kelas Mutu III sehingga kurang cocok dijadikan sebagai bahan baku pulp dan kertas. Dengan corak kayu yang dekoratif, maka kayu Balik Angin berpotensi sebagai bahan baku mebel, furnitur, dan kerajinan ditambah lagi warna kayu yang terang. Dengan Kelas Kuat III-IV memungkinkan kayu ini digunakan sebagai bahan baku konstruksi ringan.

Saran

(27)

17

DAFTAR PUSTAKA

ASTM D 2395-07 a. Standard Test Methods for Specific Gravity of Wood-Based Material. New York: Amerika Standard for Testing and Material.

Australian National Herbarium. 1976. Information about Australia’s Flora Growing Native Plants. Canberra (AU): Australian National Herbarium Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. 2003. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu Suatu

Pengantar, Terjemahan [Third Edition]. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Donaldson L. 2008. Microfibril angle: measurement, variation and relationships. New Zeland: Cellwall Biotechnology Centre.

Doran JC, Turnbull JW. 1982. Australian Trees and Shurbs : Spesies for Land Rehabilitation and Farm Planting in The Tropics. Canberra (AU): ACIAR. Evan JW, Sneft JF, Green DW. 2000. Juvenile wood effect in red alder: analysis

of physical and mechanical data to delineate juvenile and mature wood zones. Forest Product Journal. Vol 60:7/8.

Haygreen JG, Bowyer JL. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu Suatu Pengantar, Terjemahan [Third Edition]. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hein PRG dan Brancheriau L. 2011. MFA vs density in Eucalyptus. Biores

Technol. Vol 6 (3): 3352-2262

Hori R, Suzuki H, Kamiyama T. 2003. Variation of microfibril angles and chemical composition implication for functional properties. Journal of Material Science Letters. 22:963-966.

IAWA. 2008. Identifikasi Kayu : Ciri Mikroskopis Untuk Identifikasi Kayu Daun Lebar. Bogor: PUSTEKOLAH.

Kojima M, Yamamoto H, Yoshida M, Ojjo Y, dan Okumura K. 2008. Maturation property of fast-growing hardwood plantation spesies: a view of fiber length. Forest Ecology and Management. Vol 257 : 15-22.

[LIPI] Lembaga Ilmu Pendidikan Indonesia. 2009. Jumlah Spesies Tumbuhan di Indonesia. Jakarta (ID): LIPI.

Mitha FS. 2011. Pengaruh Jenis Kayu dan Bagian Batang Terhadap Sifat Pengeringan Tiga Jenis Kayu Perdagangan Indonesia [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.

Munsell Soil Color Chart. 1975. Determination of soil color. US: US Dept. Agriculture Handbook 18.

Nurcahyo RA. 2006. Struktur Anatomi dan Sifat Fisik Kayu Tarik Sengon [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.

Prehantoro DD. 2011. Kajian Struktur Anatomi Dan Kualitas Serat Kayu Normal, Kayu Tarik, Dan Kayu Opposite Dari Jenis Kawista (Limonia Acidissima L.) Asal Bima Nusa Tenggara Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.

Rulliaty S. 2007. Karakteristik kayu muda pada mangium (acacia mangium willd.) Dan kualitas pengeringannya. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Litbang Hasil Hutan. Bogor.

(28)

18

Sultana RS dan Rahman Md. 2012. An overview of tension wood formation and morphological characteristics of fiber in reaction wood of angiosperms. Journal of Research in Plant Sciences. Vol 1: 048-055.

Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood Structure, Properties Utilization. New York.

(29)

19

(30)

20

a. Porositas Semi tata-lingkar Semi tata-lingkar

b.

Sebaran/ Susunan Pola diagonal lebih dominan

atau radial radial 4, namun lebih dominan

pembuluh soliter

d. Bentuk Pembuluh

Soliter Bundar Bundar

e. Bidang Perforasi Sederhana Sederhana

dengan halaman yang jelas dengan halaman yang jelas

j. Penebalan ulir - -

k. Diameter Pembuluh 85.76±23.41 μm 93.57±22.54 µm

l. Frekuensi Pembuluh

per mm2 11.71±3.70 per mm

2

n. Tilosis dan Endapan

dalam Pembuluh tilosis umum tilosis umum

b. Serat Bersekat Serat Bersekat dijumpai Serat Bersekat dijumpai

c. Penebalan ulir - -

d.

Tebal Dinding Serat Tipis sampai tebal (6.47±1.86 μm ) Tipis sampai tebal (6.61±2.63 μm )

e. Rata-rata Panjang

Serat (µm) 1066.24±104.98 μm 1068.80±124.45 μm

(31)

21

a. Apotrakeal tersebar dalam kelompok Tersebar dalam kelompok

b.

Paratrakeal Vaskisentrik dan Paratrakeal

jarang dibanding sel tegak) atau sel

baring dan sel tegak bercampur

seluruhnya sel baring (sel baring lebih dominan dibanding sel tegak) atau sel

baring dan sel tegak

jari per mm2 27 jari-jari/ mm

(32)

22

Bagian Riap Tumbuh Rata-rata

Kerapatan (g/cm3) Kadar Air (%) Berat Jenis

Lampiran 3 Analisis Keragaman Sifat Fisis Bagian Kayu Tarik dan Kayu Opposite dari Kayu Balik Angin (Alphitonia excelsa)

(33)

23

Coefficients Standard Error

(34)

24

Adjusted R Square 0.10

Adjusted R Square 0.73

Standard Error 0.08

Coefficients Standard Error t Stat

(35)

25

 Kerapatan

Regression Statistics

Multiple R 0.59

R Square 0.35

Adjusted R Square 0.13

Standard Error 0.02

Observations 5.00

ANOVA

df SS MS F Significance F

Regression 1.00 0.00 0.00 1.60 0.29

Residual 3.00 0.00 0.00

Total 4.00 0.00

Coefficients Standard Error t Stat

P-value

Lower 95%

Upper 95%

Intercept 0.45 0.02 21.72 0.00 0.38 0.52

(36)
(37)

27

SCORING 450-600 225-449 <225

Lampiran 6 Kriteria Penilaian Kualitas Serat

(38)

28

1. Kayu Tarik

Regression Statistics

Multiple R 0.86

R Square 0.73

Adjusted R Square 0.64

Standard Error 49.87

Adjusted R Square 0.79

(39)

29

Bagian Nilai Sudut Mikrofibril (

o

)

RT1 RT2 RT3 RT4 RT5

Ta

rik

Rata-rata 30.86 20.84 24.73 24.36 18.24

Standar deviasi 12.10 4.60 8.07 6.32 6.85

Opposit

e

Rata-rata 22.97 26.90 25.36 26.04 29.89

Standar deviasi 6.73 8.83 6.37 5.94 6.86

(40)

30

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ujung Pandang tanggal 4 Agustus 1991 dan merupakan putri ke dua dari empat bersaudara pasangan Dharsono Rafi’i dan Nina Iriana. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Karawang dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Penulis memilih Mayor Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan, penulis telah mengikuti beberapa kegiatan praktek lapang antara lain Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Hutan Mangrove Sancang dan Gunung Kamojang pada tahun 2011, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, KPH Cianjur, Taman Nasional Halimun Salak, dan PGT Sindangwangi pada tahun 2012, dan Praktek Kerja Lapang (PKL) pada tahun 2013 di PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper, Muara Enim, Sumatera Selatan.

Selain aktif mengikuti perkuliahan, penulis juga aktif berorganisasi dan pernah menjadi anggota Divisi Kelompok Minat Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Mahasiswa Hasil Hutan pada tahun 2010. Penulis juga merupakan Bendahara Divisi Kelompok Minat TPMK Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan pada tahun 2011. Di bidang akademik, penulis berhasil mengikuti kegiatan pertukaran mahasiswa di Utsunomiya University, Japan pada tahun 2012 dan pemilihan mahasiswa berprestasi Departemen Hasil Hutan pada tahun 2012. Selain dibidang akademik dan organisasi, penulis juga berhasil mendapatkan prestasi bidang olahraga dan seni yaitu Juara 2 Lomba Gerak dan Tari FORCUP 2011.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan dari Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dan menyelesaikan

Gambar

Gambar 9 Foto makroskopis bagian kayu opposite Keterangan: A) Bidang Lintang; B) Bidang Tangensial
Gambar 10 Pengamatan mikroskopis bagian kayu opposite
Gambar 13  Sudut mikrofibril di bagian kayu tarik dan bagian kayu opposite
Gambar 15  Nilai kerapatan dan berat jenis kayu bagian kayu tarik dan  opposite
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa struktur anatomi dan ultrastruktur dinding sel kayu tekan pada damar dan kayu tarik pada sengon, berbeda dibanding

Sifat fisik pulp Acacia mangium Uji sifat fisik lembaran pulp sulfat belum putih dari pulp kayu tarik, teras dan gubal menunjukkan mutu lembaran pulp

Mulhsteph Ratio akan memberikan sifat kekuatan tarik pulp yang tinggi dan sebaliknya serat yang mempunyai dinding sel tebal dan diameter kecil cenderung akan

Sifat fisik pulp Acacia mangium Uji sifat fisik lembaran pulp sulfat belum putih dari pulp kayu tarik, teras dan gubal menunjukkan mutu lembaran pulp

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan sifat anatomi kayu tusam alami dan tanaman; mengukur dimensi serat; mengukur turunan dimenasi serat dan membandingkan mutu

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan struktur anatomi daun pada tanaman kayu apu ( Pistia stratiotes L.) yang terinduksi limbah cair tapioka dengan yang

Nilai yang diperoleh dari hasil pengamatan sifat anatomi ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif, sedangkan untuk mengetahui keragaman sifat fisik dan mekanik

sifat struktur anatomi yang khas, mempunyai kualitas serat sebagai bahan baku pulp karena termasuk kualitas I. Berdasarkan berat jenis kedua kayu ini tergolong kayu dengan berat