• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Sifat Anatomi Kayu Tusam (Pinus merkusii) Alami dan Tanaman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan Sifat Anatomi Kayu Tusam (Pinus merkusii) Alami dan Tanaman"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Deskripsi Tanaman Tusam

Genus pinus termasuk divisi Embriophyta Siphonogama atau lebih dikenal sebagai divisi Spermatophyta sub divisi Gymnospermae, ordo Coniferae (Mirov, 1967). P. merkusii Jungh et de Vriese termasuk famili Pinaceae, sinonim dengan P. sylvestri auct. Non. L, P. sumatrana Jung, P. finlaysoniana Blume, P. latteri Mason,

P. merkusii var. tonkinensis, P. merkusiana Cooling & Gaussen. Nama daerah : Damar Batu, Huyam, Kayu Sala, Sugi, Tusam (Sumatera), Pinus (Jawa), Sral (Kamboja), Thong Mu (Vietnam), Tingyu (Burma), Tapusan (Filipina), Indochina Pine, Sumatra Pine, Merkus Pine (Amerika Serikat, Inggris) dan lain-lain (Harahap, 2000).

Tinggi P. merkusii dapat mencapai 20-40 m dengan diameter 100 cm dan batang bebas cabang 2-23 m. Pinus tidak berbanir, kulit luar kasar berwarna coklat kelabu sampai coklat tua, tidak mengelupas dan beralur lebar serta dalam. Warna kayu teras dari kayu tusam ini adalah coklat-kuning muda dengan pita dan gambar yang berwarna lebih gelap dan warna kayu gubalnya putih atau kekuning-kuningan,serta teksturnya halus dan berserat lurus. Berat jenis kayunya adalah sekitar 0,40-0,75 atau rata-ratanya 0,55 dan termasuk kelas kuat III serta kelas awet IV (Harahap dan Izudin, 2002).

(2)

Junghuhn - pada tahun 1841. Jenis ini tergolong jenis cepat tumbuh dan tidak membutuhkan persyaratan khusus. Keistimewaan jenis ini antara lain merupakan satu-satunya jenis pinus yang menyebar secara alami ke selatan khatulistiwa sampai melewati 20 LS (Harahap, 2000).

Syarat Tumbuh dan Penyebaran

P. merkusii termasuk famili Pinaceae, tumbuh secara alami di Aceh, Sumatera Utara, dan Gunung Kerinci. P. merkusii mempunyai sifat pioner yaitu dapat tumbuh baik pada tanah yang kurang subur seperti padang alang-alang. Di Indonesia,

P. merkusii dapat tumbuh pada ketinggian antara 200-2.000 mdpl. Pertumbuhan optimal dicapai pada ketinggian antara 400-1.500 mdpl (Khaerudin, 1999).

P. merkusii atau tusam merupakan satu-satunya jenis pinus asli Indonesia. Di daerah Sumatera, tegakan pinus alam dapat dibagi ke dalam tiga strain, yaitu :

1. Strain Aceh, penyebarannya dari pegunungan Selawah Agam sampai sekitar Taman Nasional Gunung Leuser. Dari sini menyebar ke selatan mengikuti pegunungan Bukit Barisan lebih kurang 300 km melalui Danau Laut Tawar, Uwak, Blangkejeren sampai ke Kotacane. Di daerah ini tegakan pinus pada umumnya terdapat pada ketinggian 800 – 2000 mdpl.

(3)

3. Strain Kerinci, menyebar di sekitar pegunungan Kerinci. Tegakan pinus alami yang luas terdapat antar Bukit Tapan dan Sungai Penuh. Di daerah ini tegakan pinus tumbuh secara alami umumnya pada ketinggian 1500 – 2000 mdpl (Butarbutar et al., 1998).

Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson Tahura Bukit Barisan termasuk ke dalam klasifikasi type B dengan curah hujan rata-rata pertahun 2.000 s/d 2.500 mm. Suhu udara minimum 13°C dan maksimum 25°C dengan kelembaban rata-rata berkisar antara 90-100% (Dephut, 2012), sedangkan di Tapanuli Utara suhunya lebih tinggi yaitu 20-310c dengan kelembaban 80- 90% (BMKG, 2012).

Sifat Makroskopis Kayu 1. Warna Kayu

Warna kayu disebabkan adanya zat ekstraktif pada kayu. Warna kayu sangat bervariasi, perbedaan warna kayu tidak terjadi pada jenis kayu yang berbeda saja, tetapi perbedaan warna juga terjadi dalam jenis kayu yang sama, bahkan dapat terjadi pada sebatang kayu. Warna dari suatu jenis kayu dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut :

1. Tempat di dalam batang

2. Umur dari pohon pada saat ditebang 3. Kelembaban udara dan penyingkapan. (Pandit dan Ramdan, 2002).

(4)

yang lebih muda dari jenis yang sama. Kayu yang kering berbeda warnanya bila dibandingkan dengan warna yang basah. Kayu yang sudah lama tersimpan di tempat terbuka warnanya akan lebih gelap atau lebih terang dibandingkan dengan kayu segar, ini tergantung kepada keadaan lingkungannya (cuaca, angin, cahaya matahari, dan sebagainya) (Bowyer et al., 2003).

Warna kayu ada beraneka ragam antara lain kuning, hitam, keputih-putihan, coklat muda, coklat tua, kemerah-merahan dan lain sebagainya. Hal ini disebabkan oleh zat pengisi warna yang berbeda-beda. Warna kayu dapat disebabkan oleh faktor-faktor kelembaban kayu, tempat dalam batang, umur pohon dan adanya zat ekstraktif dalam sel kayu. Kayu teras umumnya memiliki warna kayu yang lebih gelap dari pada kayu gubalnya. Kayu yang lebih tua dapat memiliki warna yang lebih gelap dari kayu yang lebih muda dari jenis kayu yang sama. Kayu yang kering berbeda pula dengan kayu yang masih basah. Pada umumya, warna kayu bukanlah warna yang murni tetapi warna campuran dari berbagai jenis warna kayu yang ada (Dumanauw, 1990).

2. Tekstur(penampilan sifat struktur pada bidang lintang)

Tekstur adalah sifat kayu yang nampak menunjukkan ukuran relatif dari sel-sel yang nampak dalam suatu jenis kayu tertentu oleh besar kecilnya rongga kayu oleh karena kecilnya rongga kayu dan keseragaman ciri ukuran-ukuran sel yang menyusun kayu. Pada umumnya tekstur kayu dibagi atas :

(5)

- Kayu bertekstur halus : yaitu kayu yang memiliki rongga sel kecil dan tersebar menyeluruh pada batang pohon.

Tekstur berukuran dengan ukuran dan kualitas unsur-unsur kayu. Kayu dapat bersektur kasar, halus, rata, tidak rata, licin, dan tidak licin. Pada kayu jarum , ukuran yang terbaik bagi tekstur ialah diameter tangensial sel-sel trekaid. Tekstur kayu dinyatakan kasar atau halus tergantung pada besar kecilnya elemen kayu. Serat menunjukkan susunan dan arah elemen kayu. Serat terpadu yaitu bila batang kayu terdiri dari lapisan-lapisan yang secara berselang seling mempunyai serat yang arahnya bergantan dari kiri ke kanan terhadap sumbu batang Perbedaan tekstur pada berbagai jenis kayu disebabkan oleh adanya variasi tekstur sel dan ukuran sel penyusun masing-masing kayu yang berbeda. Kayu yang memiliki pori besar kemungkinan memiliki tekstur yang kasar sedangkan kayu yang berpori kecil memiliki tekstur yang halus (Dumanauw, 1991).

3. Kilap Kayu

Kilap kayu adalah suatu sifat kayu yang memungkinkan kayu dapat memantulkan cahaya. Beberapa jenis kayu tampak mengkilap atau buram ini tergantung dari tingkat karakteristik yang dimiliki kayu. Kilap kayu tergantung dari sudut penyinaran (sudut datangnya sinar) pada permukaan kayu dan tergantung juga dari jenis sel pada permukaan kayu tersebut (Mandang dan Pandit, 1997).

4. Kekerasan Kayu

(6)

dari kayu daun lebar yang menggugurkan daunnya pada musim kemarau atau musim gugur sedangkan kayu daun jarum menghasilkan kayu lunak. Dalam pembagian antara kayu daun lebar dan kayu daun jarum didasarkan atas ada tidaknya pembuluh (Sjostrom, 1995).

Cara untuk mengetahui kerasnya suatu kayu yaitu dengan cara memotong kayu tersebut arah melintang dan mencatat atau menilai kesan raba dan kilapnya pada bidang potongan yang dihasilkan. Kayu yang keras akan sangat sulit dipotong pada arah melintangnya dengan pisau. Kayu lunak akan mudah rusak dan hasil potongan melintang akan memberikan hasil yang kusam/kasar pada kayu tersebut. Pada umumnya kayu keras dihasilkan oleh kayu yang berdaun lebar sedangkan kayu lunak banyak terdapat pada kayu daun jarum (Haygreen dan Bowyer, 1996).

Menurut Pandit dan Ramdan (2002), P. merkusii mempunyai ciri umum selain yang ada diatas yaitu:

• Corak: bidang radial dan tangensial mempunyai corak yang disebabkan oleh

perbedaan struktur kayu akhir dan kayu awal sehingga terkesan ada pola dekoratif

• Arah serat : lurus sampai sedikit berpadu

• Pembuluh /pori : tidak memiliki pori, tetapi mempunyai saluran dammar

(7)

5. Serat Kayu

Serat menunjukkan arah umum sel-sel kayu di dalam kayu terhadap sumbu batang pohon. Arah serat dapat ditentukan oleh arah alur-alur yang terdapat pada permukaan kayu. Kayu dikatakan berserat lurus, jika arah sel-sel kayunya sejajar dengan sumbu batang. Jika arah sel-sel itu menyimpang atau membentuk sudut terhadap sumbu panjang batang, dikatakan kayu itu berserat miring (Dumanauw, 1990).

Serat kayu dalam identifikasi kayu berarti sifat dari kayu yang menunjukan arah orientasi umum dan sel-sel panjang di dalam kayu terhadap sumbu batang pohon. Arah serat ini dapat ditentukan dari arah alur-alur yang terdapat di dalam kayu. Kayu dikatakan memiliki serat lurus (straight grain) jika arah umum dari sel-sel panjang sejajar dengan sumbu batang. Jika arah umum dari sel-sel-sel-sel pajang tadi menyimpang atau membentuk sudut dengan sumbu batang pohon maka disebut serat miring (cross grain). Serat miring dibagi menjadi sebagai berikut :

1. Serat terpadu (interlocked grain) : bila sebatang kayu terdiri atas lapisan-lapisan berganti-ganti mempunyai arah serat miring ke kanan atau ke kiri terhadap sumbu batang. Misalnya kayu rengas, kapur dan kulim.

2. Serat berombak (wavy grain) : bila permukaan kayunya menunjukkan serat-serat atau gambaran yang berombak. Misalnya kayu rengas dan merbau.

3. Serat terpilin (spiral grain) : apabila serat dari batang membuat gambaran seakan-akan mengelilingi sumbunya (puntir). Misalnya bintangur, kasuarina.

(8)

membentuk sudut. Serat diagonal ini disebabkan karena perlakuan manusia, maksudnya karena cara penggergajian. Sedangkan arah serat yang lain (serat terpadu, serat berombak, terpilin) disebabkan oleh karena faktor lingkungan, seperti angin, dan sebagainya.

6. Kesan Raba

Kesan raba adalah kesan yang kita peroleh saat kita meraba permukaan suatu kayu tertentu. Ada kayu yang bila diraba terasa kasar, licin dan sebagainya. Kesan raba yang berbeda-beda tersebut untuk setiap jenis kayu tergantung dari tekstur kayu, besra kecilnya air dan dikandung serta kadar zat ekstraktif yang terdapat pada kayu (Domanauw, 1990).

Menurut Sanusi (1990), kesan raba sangat dipengaruhi oleh tekstur kayu itu sendiri. Sifat ini biasa digunakan untuk pengenalan pada beberapa jenis kayu tertentu namun tidak dapat berlaku secara umum. Pada kayu rengas misalnya, terdapat zat ekstraktif yang memberikan rasa gatal dan ini merupakan ciri yang sangat mencolok untuk kesan raba pertama. Kesan raba berikutnya biasanya untuk penggunaan kayu yang mewah misalnya untuk meubel.

(9)

diraba Kesan raba suatu jenis kayu adalah kesan yang diperoleh pada saat kita meraba permukaan kayu. Ada kayu yang bila diraba memberi kesan kasar, halus dan licin bahkan memberi kesan dingin. Kesan raba yang berbeda-beda akan mempermudah dalam pengenalan kayu. Perbedaan kesan raba tergantung tekstur kayu, kadar air yang dikandung oleh kayu dan banyaknya kandungan zat ekstraktif dalam kayu. Kesan raba licin bila tekstur kayu halus permukannya dan mengandung lilin sedangkan kesan raba kasar bila tekstur kayunya kasar. Kesan raba dingin ada pada kayu bertekstur halus dan berat jenisnya tinggi serta terasa panas jika teksturnya kasar dan berat jenisnya rendah (Dumanauw, 1990).

7. Kayu Teras dan Kayu Gubal

Pandit (1996) mengemukakan tentang teori pembentukan kayu teras, salah satunya adalah proses penuaan (aging process), yaitu semakin tua suatu pohon, maka persentase kayu teras yang terbentuk juga semakin besar. Keberadaan kayu teras yang semakin banyak sangat menguntungkan karena bagian kayu teras lebih awet dibandingkan kayu gubal. Kayu gubal adalah bagian kayu yang masih muda terdiri dari sel-sel yang masih hidup, terletak disebelah dalam kambium dan berfungsi sebagai penyalur cairan dan tempat penimbunan zatzat makanan. Tebal lapisan kayu gubal bervariasi menurut jenis pohon. Umumnya jenis yang tumbuh cepat mempunyai lapisan kayu gubal lebih tebal dibandingkan dengan kayu terasnya, dan biasanya kayu gubal mempunyai warna terang.

8. Pembuatan Preparat Sayatan

(10)

parenkim jari-jari. Apabila sel trakeida bertemu dengan sel trakeida jari-jari akan terbentuk noktah halaman. Noktah halaman tersusun menurut 2 pola yaitu tersusun berhadapan (opposite) sedangkan pola berseling (alternate) contohnya terdapat pada araucariaceae. Tusam memiliki saluran damar aksial menyebar, sangat jarang dan diameternya sekitar 170-190 µm (Pandit dan Ramdan, 2002). Dalam Mandang dan Pandit (2002) menyatakan bahwa tusam memiliki diameter 45- 55 µm saluran horizontal yang terdapat dalam jari-jari. Jari-jari sangat halus dan ada yang berbrntuk gelondong jumlahnya sekitar 4-7 per mm

Sifat Mikroskopis Kayu 1. Dinding Serat

Menurut Marsoem (1996) bahan yang menyusun kayu tidak tersebar seragam, setiap bahan cenderung terkonsentrasi pada satu bagian dari serat dibanding bagian lain. Dijelaskan variasi yang ada dapat dihubungkan dengan posisi radial dan aksial dari batang. Variabilitas dalam satu pohon biasanya berkaitan dengan perubahan yang disebabkan oleh dewasanya kambium serta modifikasi kegiatan kambium oleh pengaruh lingkungan.

(11)

Penyimpanan dalam arah sudut menyebabkan perbedaan-perbedaan fisik dan lapisan-lapisan dapat diamati dalam mikroskop di bawah sinar terpolarisasi (Sjostrom, 1995).

2. Dimensi Serat

Sel serat berfungsi sebagai pemberi tenaga mekanik pada batang, sehingga mempunyai dinding sel yang relatif tebal. Pada kayu daun lebar serat dibagi atas dua macam serat yaitu serat libriform dan serat trakeida. Serat libriform memiliki noktah sederhana yang lebih kecil, memberi kekuatan karena diameternya lebih kecil dan lumen selnya lebih sempit. Serat trakeida adalah serat yang mempunyai noktah halaman (Achmadi, 1995).

Menurut Pandit dan Ramdan (2002), sel serat (fibers) hanya terdapat pada golongan kayu dan daun lebar dimana 50 % atau lebih volume dari kayu daun lebar ini disusun dari serat. Bahan baku serat yang memenuhi kriteria dalam produksi pulp biasanya lebih ditentukan oleh kualitas seratnya (Nawawi, 1997). Beberapa dimensi serat yang penting dipelajari untuk menganalisis bahan baku pulp antara lain panjang serat, diameter serta, diameter lumen, dan tebal dinding serat. Faktor-faktor yang mempengaruhi dimensi serat meliputi umur kayu, tempat tumbuh, lingkar tahun dan faktor genetis.

(12)

seperti kondisi tanah, cuaca atau iklim setempat yang berbeda (Rulliaty dan Lempang, 2004).

Serat yang tipis apabila yang dibuat kertas akan menghasilkan lembaran yang lebih pipih dan ikatan serat yang diperoleh lebih kuat dan baik. Semakin besar nilai

felting power (daya tenun) maka makin baik hasil pulp dan kertasnya. Felting power

(daya tenun) berkaitan dengan tingkat kelicinan kertas, dimana semakin besar nilai

felting power (daya tenun) maka kertas akan semakin licin. Nilai Muhlsteph ratio

(bilangan Muhlsteph) akan memberikan sifat kekuatan tarik pulp yang tinggi, apabila nilai muhlsteph ratio (bilangan Muhlsteph) semakin besar (tetapi tidak maksimal) maka hasil kertas tersebut akan mudah robek jika diremas atau dilipat (Kasmudjo, 1994).

3. Panjang Serat

Serat kayu adalah kumpulan dari sel-sel individu penyusun kayu terutama sel serat/sel trakeida, sel pembuluh, dan sel parenkim. Serat yang panjang dianggap akan memberikan kertas dengan sifat kekuatan sobek tinggi dan dalam batas yang lebih rendah memberikan pula kekuatan tarik, jebol, dan kekuatan lipat yang tinggi. Serat panjang memungkinkan terjadinya ikatan antar serat yang lebih luas (Pasaribu dan Ritonga, 1997).

(13)

Lebih lanjut, pulp serat panjang lebih sulit lolos saringan, sehingga lebih mudah dicuci. Panjang serat mempengaruhi sifat-sifat tertentu pulp dan kertas, termasuk ketahanan sobek, kekuatan tarik dan daya lipat.

Nilai daya tenun merupakan perbandingan panjang serat dengan diameter serat. Semakin besar perbandingan tersebut maka semakin tinggi kekuatan sobek dan semakin baik daya tenun seratnya. Dengan kekuatan sobek yang tinggi itu juga berarti panjang serat juga semakin panjang karena dalam menjalin antara serat semakin panjang dan gaya sobek akan terbagi dalam luasan yang lebih besar. Nilai koefisien kekakuan adalah perbandingan tebal dinding sel dengan diameter serat. Perbandingan ini menunjukkan korelasi negatif terhadap kekuatan panjang putus (kekuatan tarik), artinya semakin tinggi koefisien kekakuan maka semakin rendah kekuatan tarik dari kertas tersebut. Sebaliknya semakin rendah koefisien kekakuan maka semakin tinggi kekuatan tarik kertas bersangakutan. Maka untuk pembuatan pulp sebaiknya mempunyai nilai koefisien kekakuan yang rendah (Syafii dan Siregar, 2006).

4. Diameter Serat

Diameter serat berpengaruh besar terhadap sifat kekuatan pulp dalam pencucian, penyaringan, refining, pembentukan lembaran, ikatan antara serat, kekuatan serat, dan mobilitas serat dalam lembaran. Serat dengan diameter besar dan berdinding tipis mampu memberikan ikatan antar serat yang kuat dengan kekuatan yang tinggi (Haygreen dan Bowyer, 1996).

(14)

sangat disukai sebagai bahan baku pulp dan kertas dengan kualitas yang baik (Nawawi, 1997).

5. Diameter Lumen

Diameter lumen adalah diameter rongga serat. Diameter lumen akan berpengaruh sebagai perbandingan dengan diameter serat yang disebut sebagai

flexibility ratio (tingkat fleksibilitas) serat yang menunjukkan hubungan parabolis dengan kekuatan tarik dan panjang putus (Haygreen dan Bowyer, 1996).

Semakin tinggi flexibility ratio (nilai fleksibilitas) maka semakin baik, dimana serat dalam komposisi kertas akan semakin fleksibel terhadap adanya tarikan sehingga apabila dijadikan produk kertas maka kualitasnya akan sangat baik. Umumnya nilai flexibility ratio (nilai fleksibilitas) yang tinggi memungkinkan serat-serat tersebut untuk dibuat menjadi kertas khusus dengan mementingkan kualitas yang baik( Syafii dan Siregar , 2006).

6. Tebal Dinding Serat

(15)

Parameter Penilaian Kualitas Serat 1. Klasifikasi Dimensi Serat

Teknologi pulp dan kertas mempunyai beberapa macam klasifikasi dimensi serat yang dipakai sebagai penduga mengenai sifat pulp yang dihasilkan. Klasifikasi dimensi dan turunan dimensi serat tertera pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Klasifikasi Diameter Serat

Kelas Nilai interval (µm)

Lebar 26,00-40,00

Sedang 11,00-25,00

Sempit 2,00-10,00

Sumber: Kasmudjo (1994)

Tabel 2. Klasifikasi Panjang Serat

Kelas Sub Kelas Selang Kelas (µm)

Pendek Teramat pendek <500

Sangat pendek 501-700

Cukup pendek 701-900

Sedang - 901-1600

Panjang Cukup panjang 1601-2200

Sangat panjang 2201-3000 Teramat panjang >3000 Sumber: Kasmudjo (1994)

2. Klasifikasi Turunan Dimensi Serat A. Klasifikasi Runkel

Kasmudjo (1994) menyatakan bahwa Runkel mengklasifikasikan kayu tropis dalam lima kelas:

(16)

b. Kelas II (0,26-0,50), dinding sel tipis dan lumen agak lebar, terdapat pada jenis kayu ringan. Serat dalam lembaran pulp memipih dan ikatan antar serat baik.

c. Kelas III (0,51-1,00), dinding sel dan lumen sedang, terdapat pada kayu agak berat/sedang. Serat dalam lembaran pulp memipih dan ikatan antar serat masih cukup baik.

d. Kelas IV (1,01-2,00), dinding sel tebal dan lumen sempit, terdapat pada kayu berat. Serat dalam lembaran pulp memipih dan ikatan antar serat kecil.

e. Kelas V (>2,01), dinding sel sangat tebal dan lumen sangat sempit, terdapat pada kayu sangat berat. Serat dalam lembaran pulp mempertahankan bentuk semula dan ikatan antar sel sangat kecil.

B. Klasifikasi Muhlsteph

Kasmudjo (1994) menyatakan bahwa Muhlsteph mengklasifikasikan dimensi serat dalam hubungannya dengan kualitas pulp menjadi empat kelas:

a. Kelas I: serat yang mempunyai Muhlsteph sampai 30% untuk serat kayu dan 20% untuk pulp. Serat membentuk lembaran pulp dan kertas yang baik dengan sifat kekuatan baik.

(17)

c. Kelas III: serat yang mempunyai nisbah Muhlsteph 61-80% untuk kayu, dan 21-80% untuk pulp. Seratnya bersifat plastis dan memberikan lembaran yang lebih halus.

d. Kelas IV: serat yang mempunyai nisbah Muhlsteph >80%, seratnya bersifat kaku, menghasilkan kertas dengan kerapatan rendah dan kekuatan rendah kecuali keteguhan sobek yang lebih tinggi dari kelas I.

1. Kriteria Penilaian Serat Kayu Indonesia

Kriteria penilaian kayu Indonesia pada dimensi serat yang dihubungkan dengan mutu pulp yang dihasilkan. Kriteria penilaian serat ini dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Hasil Hutan Bogor. Menurut Kasmudjo (1994), kriteria serat kayu Indonesia untuk bahan baku pulp dibagi menjadi 3 kelas mutu yaitu:

a. Kelas mutu I: jenis kayu agak ringan berdinding serat sangat tipis dengan lumen lebar. Serat menggepeng seluruhnya pada lembaran pulp dengan ikatan antar serat dan daya tenun sangat kuat. Lembaran pulp yang dihasilkan mempunyai keteguhan sobek, dan tarik yang tinggi.

b. Kelas mutu II: jenis kayu agak ringan sampai berat, dinding sel serat tipis sampai sedang dan lumen agak lebar. Dalam pembentukan lembaran pulp, serat mudah menggepeng dengan ikatan antar serat dan tenunan baik, menghasilkan lembaran dengan keteguhan sobek, dan tarik yang sedang. c. Kelas mutu III: jenis kayu agak berat sampai berat, mempunyai dinding serat

(18)

Kriteria penilaian serat kayu Indonesia untuk bahan baku pulp dan kertas dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kriteria Penilaian Serat Kayu Indonesia

No Uraian

Kualitas pulp tidak hanya ditentukan oleh dimensi serat kayu, tetapi perkembangan teknologi menunjukkan bahwa perbandingan antar faktor morfologis serat berpengaruh lebih nyata terhadap pulp dibandingkan pengaruh dimensi serat itu sendiri (Nawawi, 1997).

1. Runkel Ratio (Bilangan Runkle)

Runkel Ratio adalah perbandingan antara dua kali tebal dinding serat dengan diameter lumen, yang dinyatakan dengan persamaan:

Runkel Ratio =

Keterangan : w = tebal dinding serat

l = diameter lumen (Sutiya,dkk, 2012).

l w

(19)

Perbandingan runkel ratio (bilangan runkle) rendah, berarti memiliki dinding sel tipis dan lumen yang tebal pada waktu pembentukan lembaran serat akan membentuk pita dengan memperluas permukaan kontak serat memungkinkan terjadinya ikatan antar serat yang tinggi melalui gugus hidroksilnya. Lembaran kertas selain memiliki sifat kekuatan yang baik juga dihasilkan lembaran yang tembus cahaya.

2. Felting Power/Slendernes (Daya Tenun)

Felting Power/Slendernes adalah perbandingan antar panjang serat dengan diamter serat, dengan persamaan:

Felting Power/Slendernes = Keterangan : L = panjang serat

d = diameter serat (Sutiya,dkk, 2012).

Menurut Nawawi (1997), daya tenun serat sangat berpengaruh terhadap kekuatan sobek kertas sedangkan bilangan fleksibilitas mempunyai hubungan parabolis terhadap kekuatan panjang putus, tetapi negatif dengan koefisien kekuatan serat.

3. Mulhsteph Ratio (Bilangan Multsteph)

Mulhsteph Ratio adalah perbandingan antara luas penampang tebal dinding serat dengan luas penampang lintang serat, dengan persamaan:

Mulhsteph Ratio =

Keterangan : d = diameter serat

(20)

Mulhsteph Ratio akan memberikan sifat kekuatan tarik pulp yang tinggi dan sebaliknya serat yang mempunyai dinding sel tebal dan diameter kecil cenderung akan mempertahankan bentuknya selama pembentukan lembaran, sehingga luas kontak antar serat kecil yang mengakibatkan kekuatan tarik dan sobek rendah.

4. Coefficient of Rigidity (Koefisien Kekakuan)

Coefficient of Rigidity adalah perbandingan antara tebal dinding serat dengan diameter serat, dengan persamaan:

Coefficient of Rigidity =

Keterangan : w = tebal dinding serat

d = diameter serat (Sutiya,dkk, 2012). 5. Flexibility Ratio (Bilangan Fleksibilitas)

Flexibility Ratio adalah perbandingan antara diameter lumen dengan diameter serat dengan persamaan:

Flexibility Ratio =

Keterangan : l = diameter lumen

d = diameter serat (Sutiya,dkk, 2012).

Pengukuran Dimensi Serat

Pengukuran dimensi serat menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 10 kali untuk pengukuran panjang serat dan pembesaran 40 kali untuk diameter serat dan diameter lumen. Pengukuran tebal dinding serat diperoleh dari perhitungan diameter serat dikurangi diameter lumen lalu dibagi dua. (Budi dan Husein, 2006).

d w

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi Diameter Serat
Tabel 3. Kriteria Penilaian Serat Kayu Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

pembentukan kantong resin dan mengakibatkan terganggunya produksi getah. Dengan adanya perlindungan mekanis melalui keberadaan kulit yang tebal, kerusakan saluran

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perbedaan struktur anatomi sel-sel penyusun bagian kayu tarik dan kayu opposite , kualitas serat, sifat

verum yang telah diteliti disebutkan bahwa jenis-jenis ini memiliki ciri batas lingkar tumbuh tidak jelas hingga samar ditandai dengan dinding yang tebal dan pipih pada serat

Dimensi serat (panjang serat dan tebal dinding sel) dapat menjadi salah satu parameter dalam menentukan batas terbentuknya kayu juvenil dan kayu dewasa dengan

verum yang telah diteliti disebutkan bahwa jenis-jenis ini memiliki ciri batas lingkar tumbuh tidak jelas hingga samar ditandai dengan dinding yang tebal dan pipih pada serat

Nilai yang tinggi menunjukkan bahwa kayu tersebut mempunyai tebal dinding yang tipis sehingga mudah berubah bentuk yang menyebabkan ikatan serat yang lebih baik sehingga pulp

Kayu yang memiliki penyusutan tinggi pada umumnya adalah jenis yang mempunyai dinding serat yang tebal dan kayu kumea batu mempunyai diding serat yang sangat tebal yaitu rata-rata

verum yang telah diteliti disebutkan bahwa jenis-jenis ini memiliki ciri batas lingkar tumbuh tidak jelas hingga samar ditandai dengan dinding yang tebal dan pipih pada serat