• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mangga (Mangifera indica L) merupakan salah satu tanaman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mangga (Mangifera indica L) merupakan salah satu tanaman"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Kayu Mangga

Tanaman mangga (Mangifera indica L) merupakan salah satu tanaman buah-buahan yang telah banyak dikenal di Indonesia, dari ujung barat sampai timur dari utara sampai selatan kita jumpai tanaman mangga dari jenis yang bermutu rendah sampai bermutu tinggi. Tanaman mangga sebenarnya asalnya dari luar negeri yaitu dari India. Tanaman mangga menyebar ke Indonesia dan disekitarnya mungkin karena dibawa orang-orang India pada waktu mengadakan perdagangan atau pada waktu menyebarkan agama Hindu dan Budha pada abad keempat atau kelima sebelum Masehi. Mangga mulai ditanam di Kepulauan Maluku pada tahun 1665 (Pracaya, 1996).

Tanaman mangga pohonnya tegak, bercabang dan warnanya selalu hijau, tingginya bisa mencapai 10-40 m, tajuknya berbentuk kubah, bulat panjang (oval) atau memanjang, umurnya bisa mencapai 100 tahun atau lebih. Kulit pohon tebal dan kasar dengan celah-celah kecil dan sisik-sisik bekas tangkai daun. Warna kulit yang sudah tua biasanya coklat keabuan, kelabu tua sampai hampir hitam. Pohon mangga yang berasal dari biji pada umumnya tegak, kuat, dan tinggi, sedangkan yang berasal dari okulasi dan cangkokan lebih pendek dan cabangnya membentang atau melebar ke samping (Pracaya, 1996).

Mangga merupakan jenis tanaman yang banyak tumbuh di sekitar lingkungan masyarakat dan di daerah tropik dengan ketinggian antara 0-1.300 m dpl dan ketinggian tempat yang optimum untuk mangga adalah 0-500 m dpl, bahkan ada yang menyatakan pertumbuhan mangga juga dapat hidup baik di

(2)

dataran rendah ataupun tinggi dengan temperatur tinggi atau rendah, sedikit hujan atau banyak hujan. Untuk mendapat produksi tinggi maka diperlukan temperatur dan curah hujan yang tertentu. Menurut pengamatan temperatur minimum tanaman mangga masih dapat hidup yaitu lebih kurang 10o C dan temperatur pertumbuhan optimum untuk tanaman mangga lebih kurang 24-27o C (Pracaya, 1996).

Menurut Paimin (1999), secara umum mangga akan tumbuh dengan baik jika mendapatkan curah hujan tahunan antara 750-2.500 mm dengan 2-7 bulan basah dan kedalaman air tanah tidak lebih dari 2 meter. Menurut Rukmana (2003), tanaman mangga tumbuh dengan baik di tanah ringan (tanah lempung berpasir) sampai tanah berat (tanah lempung atau tanah liat). Keadaan tanah yang ideal untuk tanaman mangga adalah subur, gembur, banyak mengandung bahan organik, dan pH optimum antara 5,5-6,0.

Ciri Umum, Sifat Anatomis dan Berat Jenis Kayu Mangga

Kayu teras dan gubal pada pohon muda sukar untuk dibedakan, pada pohon tua warna teras merah sampai kecoklatan, tekstur agak kasar sampai kasar (Pika, 1995). Kulit pohon tebal dan kasar dengan celah-celah kecil dan sisik-sisik bekas tangkai daun. Warna kulit yang sudah tua biasanya coklat keabuan, kelabu tua sampai hampir hitam dan warna kayunya kuning sampai kemerahan bila sudah kering (Pracaya,1996).

Kayu mangga memiliki pori-pori tata baur dengan diameter > 10 mikron, batas lingkar tumbuh tidak jelas, memiliki bidang perforasi sederhana. Parenkim aksial aliform, bentuk pita setebal lebih dari 3 lapisan sel dan pita marginal. Lebar

(3)

jari-jari 1-3 set, tidak ditemukan tilosis dan serat-serat berdinding tipis sampai tebal (Mandang, 2005). Menurut Pika (1995), berat jenis kayu mangga adalah 0,67 dan termasuk ke dalam kelas sedang (agak berat), karena berat jenis 0,60-0,75 adalah termasuk ke dalam kelas sedang (agak berat).

Sifat Mekanis Kayu Mangga

Tabel 1. Sifat Mekanis Kayu Mangga

Sifat Mekanis Kondisi

Basah

Kondisi Kering Keteguhan lentur statis pada batas proporsi (Kg/cm2) 227.08 394.4 Keteguhan lentur statis pada batas patah (Kg/cm2) 365.62 512.31 Modulus elastisitas (1.000 Kg/cm2) 74.27 108.42

Keteguhan pukul radial (Kg/dm3) 5.94 11.85

Keteguhan pukul tangensial 6.88 -

Keteguhan tekan sejajar serat (Kg/cm2) 306.25 560.51 Keteguhan tekan tegak lurus serat ujung (Kg/cm3) 276.90 485.80 Keteguhan tekan tegak lurus serat sisi (Kg/cm3) 182.50 332.90

Keteguhan geser radial (Kg/cm2) 71.74 98.29

Keteguhan geser tangensial (Kg/cm2) 70.11 103.25

Keteguhan belah radial (Kg/cm) 38.64 34.79

Keteguhan belah tangensial (Kg/cm) 50.06 43.99

Keteguhan tarik tegak lurus serat radial (Kg/cm2) 23.14 29.85 Keteguhan tarik tegak lurus serat tangensial (Kg/cm2) 37.45 43.33

(4)

Pengerjaan Kayu

Pengerjaan kayu sering disebut sebagai wood working. Tujuan dari proses pengerjaan yaitu mengkonversi kayu solid maupun panel kayu menjadi produk berdaya guna, bernilai dan berestetika tinggi lewat serangkaian proses (Bakar, 1998 dalam Siswanto, 2002).

Kualitas barang yang dibuat dari kayu seperti meubel, peralatan rumah tangga dan barang kerajinan tergantung kepada hasil pengerjaan kayu. Sifat pengerjaan kayu dinyatakan secara kualitatif seperti mudah, sulit, baik, kusam, mengkilap dan sebagainya (Martawijaya dkk., 1981).

Hal terpenting adalah hasil permukaan akhir setelah dikerjakan dengan mesin. Sebagai pertimbangan perlu diketahuinya jenis-jenis cacat akibat kesalahan dari pemesinan. Hal lainnya adalah pemahaman mengenai struktur anatomi kayu, yang turut berperan sangat penting dalam menentukan hasil permukaan akhir kayu (Koch, 1964).

Darmawan (2000) dalam Siswanto (2002) menyatakan bahwa secara umum selain penampilan akhir kayu setelah dikerjakan (surface roughness), masa pakai pisau (tool life) dan konsumsi energi listrik (cutting power consumption) memiliki peranan yang cukup penting. Surface roughness diukur dengan menggunakan alat texture measuring instrument yang akan menghasilkan gelombang. Permukaan halus akan ditunjukkan dari variasi gelombang yang dihasilkan tidak jauh berbeda, sedangkan permukaan kasar ditunjukkan dengan gelombang yang bervariasi. Masa pakai pisau dikatakan baik, jika masa pakainya lama setelah digunakan. Penggunaan mesin-mesin pengerjaan kayu akan

(5)

ekonomis jika energi listrik yang digunakan untuk memotong atau mengerjakan kayu rendah, sehingga akan meningkatkan efisiensi pengolahan kayu.

Selain itu juga perlu diperhatikan sifat-sifat makroskopis kayu yang dapat mempengaruhi sifat-sifat pemesinan kayu, yaitu :

1. Kayu awal dan kayu akhir

Kedua kayu ini memiliki sifat fisik yang berbeda yaitu kayu awal memiliki berat jenis yang rendah, lunak dan berwarna terang sedangkan kayu akhir bewarna gelap dan keras. Perbedaan fisik ini tidak hanya menjadi masalah awal dalam proses pemesinan tetapi pada saat proses pengeringan akan terjadi tegangan pada daerah garis antara kayu akhir dan kayu awal (Koch, 1964).

2. Kayu teras dan kayu gubal

Menurut Koch (1964), adanya pengaruh kadar air terhadap kekuatan dan sifat pemesinan kayu. Perbedaan yang sangat signifikan antara kayu teras dan kayu gubal terletak pada kandungan air, kayu gubal memiliki kadar air lebih tinggi dibanding kayu teras. Pada kayu konifer, kadar air kayu teras dapat mencapai lebih dari 200 % dari berat keringnya. Haygreen dan Bowyer (1996) menambahkan pada umumnya kayu keras hanya mempunyai perbedaan yang kecil dalam kandungan air antara kayu gubal dengan kayu teras. Hal ini berlawanan sekali dengan kayu lunak, dengan kandungan air kayu gubal biasanya jauh lebih tinggi daripada kayu teras, sering dengan suatu faktor tiga sampai empat kalinya.

(6)

Haygreen dan Bowyer (1996), menjelaskan bahwa kayu reaksi cenderung menghasilkan permukaan yang keriting pada penggergajian atau pengetaman, terutama apabila pengolahannya masih segar. Menurut Koch (1964), hal ini menyebabkan gergaji menjadi terlalu panas dan menyulitkan penyelesaian akhir yang memuaskan. Kayu reaksi sukar untuk dikerjakan menjadi bentukan lain, susah untuk digergaji, diketam dan hasil ketamannya berbulu atau berbulu halus.

4. Arah serat

Arah sejajar sumbu panjang sebagian besar serat-serat kayu yang panjang dan meruncing disebut arah serat. Apabila kayu gelondong dengan serat terpuntir digergaji, maka papan gergajian yang didapat memiliki arah serat yang tidak sejajar dengan panjang papan. Papan semacam ini mungkin sukar untuk diketam menjadi papan ketaman berkualitas tinggi (Haygreen dan Bowyer, 1996).

Serat berombak mempunyai kemiripan yang sama dengan serat berpadu. Kayu yang digergaji dari batang berserat berombak atau berpadu akan menghasilkan serat yang melintang. Serat ini akan membuat keteguhan kayu berkurang. Kelainan arah serat dapat memberikan pola gambaran pada bidang–bidang kayu gergajian, sehingga merupakan sifat yang disukai untuk perkakas rumah/perabot (Dumanauw, 1990). Martawijaya dkk (1981) menambahkan faktor lain yang mempengaruhi sifat pengerjaan kayu seperti adanya serat terpadu.

(7)

Untuk keperluan bahan bangunan konstruksi, kayu dengan unsur kekuatan tinggi dan arah serat lurus lebih diutamakan. Pada pekerjaan menggergaji potongan-potongan kayu yang kecil, masih dapat diperhatikan arah serat, tetapi pada kayu yang panjang umumnya sulit didapat serat yang lurus (Dumanauw, 1990).

5. Mata kayu

Mata kayu adalah cacat yang paling umum dijumpai pada suatu papan, yang mengurangi kekuatan kayu gergajian. Pengaruh suatu mata kayu dalam banyak hal mungkin dianggap sama dengan pengaruh suatu lubang yang dibor karena akan terjadi pemuntiran sehingga mengakibatkan menurunnya kekuatan papan gergajian tersebut (Haygreen dan Bowyer, 1996).

Berdasarkan standart ASTM D 1666-99, jenis dan bentuk cacat yang ditimbulkan dari pengerjaan kayu tidak selamanya sama tergantung proses pemesinan yang dilakukan, dengan perincian sebagai berikut :

a. Cacat pengetaman : serat bulu halus, (fuzzy grain), serat terangkat (raised grain), serat patah (torn grain) dan tanda bekas serpih (chipmark).

b. Cacat pengampelasan : serat bulu halus (fuzzy grain), dan bekas garukan (seratching).

c. Cacat pemboran : serat bulu halus (fuzzy grain), kelicinan (smoothness), bagian yang tidak hancur (crushing) dan bekas sobekan (tear cut).

(8)

d. Cacat pembentukan : serat bulu halus (fuzzy grain), serat terangkat (raised grain) dan bekas serpih.

e. Cacat lubang persegi : kelicinan (smoothness), bagian yang tidak hancur (crushing) dan bekas sobekan (tear cut).

f. Cacat pembubutan : serat bulu halus (fuzzy grain), serat patah (torn grain) dan permukaan kasar (roughnes).

Pemesinan Kayu (Wood Machining)

Pemesinan kayu (wood machining) adalah proses pembentukan/ pemotongan kayu dengan menggunakan mesin yang di dalamnya terdapat pisau (cutting tool), melalui satu atau kombinasi operasi yaitu penggergajian (sawing), penyerutan (planing), pembentukan (shaping atau moulding), pengaluran (routing), pembubutan (turning) dan pengampelasan (sanding) (Bakar, 2003).

Berdasarkan prinsip kerjanya, pemesinan kayu dibagi ke dalam dua kategori, meliputi : pemesinan secara ortogonal (ortogonal cutting) dan pemesinan secara peripheral (peripheral milling). Pemesinan secara ortogonal yaitu kondisi pemotongan dimana sisi tajam pisau relatif tegak lurus terhadap arah potong dan permukaan/lintasan potong yang terbentuk relatif sejajar dengan permukaan awal kayu. Contoh proses pemesinan yang mengunakan prinsip kerja ortogonal cutting diantaranya penyerutan dengan ketam serut, penyayatan finir dan pembubutan dengan mesin bubut (lathe). Pemesinan secara peripheral (peripheral milling) yaitu kondisi pemotongan dimana kayu dipotong menjadi chip kecil-kecil oleh pisau-pisau yang tersusun dalam selinder berputar (cutter head), sehingga permukaan yang terbentuk berupa kumpulan coakan lengkungan

(9)

kecil yang terpadu. Contoh proses pemesinan ini diantaranya penyerutan dengan mesin serut (planer/ thicknesser), pemotongan dengan mesin pembentuk (shaper), pembuatan alur dengan router dan pemotongan dengan circular saw, perbedaan karakteristik antara orthogonal cutting dan peripheral milling disajikan pada Tabel 2 (Bakar, 2003).

Tabel 2. Karakteristik Potongan Orthogonal Cutting dan Peripheral Milling

Parameter Orthogonal cutting Peripheral milling

Bentuk chip Arah potong Bentuk pisau Kecepatan potong Panjang pemotongan utuh ujung

sejajar arah pengumpanan blade tunggal

= kecepatan pengumpanan = lintasan pemotongan

pendek-pendek

tidak sejajar pengumpanan blade dalam cutterhead ≠ kecepatan pengumpanan ≠ lintasan pemotongan

Berdasarkan tingkat kemudahannya untuk dimesinkan (machinability), maka kayu dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar yaitu kayu yang mudah untuk dimesinkan, yang dikatakan mempunyai sifat ketermesinan tinggi dan kayu yang susah untuk dimesinkan yang mempunyai sifat ketermesinan rendah (Bakar, 2003).

Lerch (1987) menjelaskan dalam proses melakukan pengerjaan kayu kecepatan dorong perlu diperhatikan terutama dalam melakukan pengetaman dengan menggunakan kecepatan iris pada suatu jarak dalam meter yang ditempuh oleh benda kerja yang dikerjakan dalam waktu satu menit melalui alat yang berputar. Untuk menghasilkan ketaman atau profil yang halus, tidak cukup hanya

(10)

memperhatikan kecepatan iris. Kecepatan dorong dan jumlah pisau yang dipasang juga diperhitungkan.

Menurut Lerch (1987), sebelum melakukan pengampelasan terlebih dahulu diperhatikan bagaimana serat pada sisi bagian bawah yang akan diamplas. Tebal benda juga kita ukur, agar ketebalan benda kerja yang diamplas dapat ditentukan dan kecepatan putaran minimal 4.500/menit dan bantalan peluru poros tidak longgar.

Kualitas Pemesinan

Rachman dan Balfas (1986) dalam Priyatno (2003) mengemukakan bahwa kualitas pemesinan suatu jenis kayu secara umum dapat diduga berdasarkan nilai berat jenis. Semakin besar nilai berat jenis kayu maka semakin baik sifat-sifat pemesinannya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa meskipun demikian, ternyata untuk sifat pengampelasan hubungan antara berat jenis kayu dengan kualitas pengampelasan menunjukkan hubungan yang lemah, sehingga sifat pengampelasan tidak dapat diduga berdasarkan berat jenisnya.

Selanjutnya dijelaskan oleh Bakar (2000) dalam Priyatno (2003) bahwa spesies yang mempunyai kerapatan rendah menghasilkan permukaan potong yang lebih kasar dibandingkan dengan spesies yang berkerapatan lebih tinggi dalam proses pemotongan tegak lurus (crosscutting). Dijelaskan pula bahwa pada pemotongan tegak lurus serat (crosscutting), kondisi serat kayu tidak mempengaruhi kualitas permukaan potong. Sebagai contoh kayu afrika dengan karakteristik serat berpadu (interlocked grain) yang berpeluang menghasilkan

(11)

permukaan hasil serutan yang kasar ternyata dapat menghasilkan permukaan potong yang halus.

Pada kondisi mesin yang baik, bagian-bagian peralatannya akan berfungsi dan beroperasi dengan lancar serta memberikan akurasi yang tinggi dibandingkan dengan mesin yang kurang baik. Apabila semua mesin tersebut tidak dipelihara dengan baik, maka ketepatan kerja semakin lama semakin menurun. Hal ini menyebabkan variasi penggergajian dari mesin tersebut semakin lama semakin tinggi. Semakin tinggi variasi penggergajian rendemen semakin rendah (Dephutbun, 1999).

Nilai bebas cacat dan klasifikasi mutu sifat pemesinan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai Bebas Cacat dan Klasifikasi Mutu Sifat Pemesinan

Nilai bebas cacat Kelas Mutu pemesinan (Defect free values),% (Class) (Machining quality) 0 - 20 V Sangat buruk (very poor) 21 - 40 IV Buruk (poor)

41 - 60 III Sedang (fair/medium) 61 - 80 II Baik (good)

81 -100 I Sangat baik (very good)

Sumber : Abdurachman & Karnasudirdja (1982) dalam Abdurrohim dkk (2004).

Cacat-Cacat Pemesinan Kayu

Jenis–jenis cacat pada proses pemesinan menurut Darmawan (1997), antara lain :

(12)

Kekasaran permukaan papan disebabkan oleh terangkatnya kayu akhir sehingga lebih tinggi daripada kayu awal. Umumnya terjadi pada kayu dari daerah beriklim sedang dengan perbedaan kayu awal dan akhir yang jelas. Penyebabnya adalah kayu akhir lebih keras daripada kayu awal, serta mata pisau tumpul.

b. Serat terlepas (loosened grain)

Terpisahkan kayu akhir dari kayu awal tapi masih ada bagian yang bersatu. Hal ini disebabkan pada bagian raised grain kayu akhir menyusut lebih besar daripada kayu awal.

c. Serat tersepih (chipped grain)

Tersepih/tercabiknya sekelompok serabut kayu karena proses penyerutan, sehingga serat kayu terlepas dan terbentuk lekukan pada permukaan kayu. Hal ini disebabkan oleh mata pisau tumpul, sudut potong pisau terlalu besar serta serat kayu miring.

d. Serat berbulu (fuzzy grain)

Kekasaran permukaan kayu karena adanya sekelompok serabut yang berdiri (tidak terpotong sempurna). Hal ini disebabkan oleh adanya kayu reaksi, kekuatan geser rendah serta sudut potong kayu kecil.

e. Tanda serpih (chip mark)

Lekukan dangkal pada permukaan kayu disebabkan oleh adanya kayu yang menempel pada ujung pisau. Bisa disebabkan juga karena resin kayu tinggi.

(13)

Panshin and de Zeeuw (1970) mengelompokkan cacat pemesinan menjadi dua golongan yaitu serat terangkat (raised grain) yang meliputi serat terangkat, serat terlepas dan serat berbulu. Golongan kedua meliputi tanda bekas serpih dan serat patah.

Selain serat berbulu (fuzzy grain), serat terangkat (raised grain) dan serat patah (torn grain), pada proses pemesinan, khususnya pada pemboran, sering ditemukan cacat ”bari”. Menurut Darmawan (1997), bahwa ”bari” adalah cacat pemesinan yang berupa serabut-serabut yang tersisa pada pinggir atau ujung papan yang telah dibor/digergaji, yang disebabkan karena mata bor atau gigi gergaji yang tidak tajam.

Referensi

Dokumen terkait

Disisi lain, kualitas buah dan hasil produksi buah di luar musim umumnya rendah sehingga sulit masuk ke pasar modern.Oleh karena itu, diperlukan adanya manajemen dalam

Nilai kandungan karbohidrat dari hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air, abu dan protein, hal ini disebabkan karena di dalam tepung

Buah dari beberapa jenis tanaman seperti pepaya, tomat, dan mentimun mengandung kadar air yang tinggi dan benihnya dilapisi oleh lendir yang melekat pada benih

Latosol pada umumnya mempunyai potensi kesuburan tergolong sangat rendah sampai rendah, dimana kandungan bahan organik lapisan atas sebagian rendah dan sebagian lagi sedang

Syarat yang harus dipenuhi bahan pengisi dalam sediaan tablet effervescent adalah mudah larut dalam air sehingga dapat membentuk larutan yang jernih.. Bahan tambahan lain,

Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil dibandingkan iodium dimana dalam hal ini potesial reduksi iodum +0,535

Kandungan Air Relatif (KAR) daun yang lebih tinggi pada tanaman yang mendapatkan antitranspiran chitosan menunjukkan bahwa chitosan dapat mengurangi transpirasi atau

Tunas yang tumbuh dari orde pertama disebut tunas orde kedua, biasanya tunas yang timbul dari tunas orde pertama ini yang menghasilkan tunas orde kedua yaitu