• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Mangga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Mangga"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Mangga

Mangga (Mangifera indica Linn) merupakan buah yang disukai hampir segala bangsa, karena lezat. Sebagai buah konsumsi, mangga terdiri atas tiga lapisan, yaitu kulit, daging, dan biji.

Komponen daging buah mangga yang paling banyak adalah air dan karbohidrat. Selain itu juga mengandung protein, lemak, macam-macam asam, vitamin, mineral, tanin, zat warna, dan zat yang mudah menguap. Zat menguap itu beraroma harum khas mangga.

Karbohidrat daging buah mangga terdiri dari gula sederhana, tepung, dan selulosa. Gula sederhana yaitu sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Gula tersebut memberikan rasa manis dan tenaga yang dapat segera digunakan oleh tubuh. Zat tepung mangga masak lebih sedikit dibandingkan dengan mangga mentah, karena tepung yang ada telah banyak yang berubah menjadi gula. (Pracaya, 2004)

(2)

2.1.1. Taksonomi dan Morfologi Tanaman Mangga

Dalam tatanama atau sistematik (taksonomi) tumbuhan, tanaman mangga diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Sub-divisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dicotiledonae (biji berkeping dua) Ordo : Anacardiales

Famili : Anacardiaceae (mangga-manggaan) Genus : Mangifera

Spesies : Mangifera indica Linn.

Tanaman mangga memiliki pohon yang tingginya mencapai 10 m – 30 m atau lebih dan umurnya dapat mencapai puluhan tahun. Batangnya tumbuh tegak, kokoh, berkayu dan berkulit agak tabal yang warnanya abu-abu kecoklat-coklatan, pecah-pecah serta mengandung cairan semacam damar. Percabangannya banyak yang tumbuh ke segala arah dan tampak rimbun.

Daun tumbuh tunggal pada ranting., letaknya berselang-seling, dan bertangkai panjang. Bentuk daun panjang-lonjong dengan bagian ujung meruncing. Permukaan daun sebelah atas berwarna hijau tua, sedangkan permukaan sebelah bawah berwarna hijau muda.

Bunga mangga tersusun dalam rangkaian bunga (malai). Tiap malai terdapat bunga dalam jumlah yang sangat banyak, yakni sekitar 1.000 – 6.000 kuntum, namun bunga yang berkembang menjadi buah sangat sedikit ± 1%. ( Rukmana, 1997)

2.1.2. Jenis dan Varieatas Tanaman Mangga

Di Indonesia ada beberapa jenis dan varietas mangga komersial, yang sudah terkenal bagus mutunya. Antara lain golek, arumanis, manalagi, endog, madu, laliwijo, keweni,

(3)

pakel, dan kemang. Masing-masing jenis dan varietas memiliki karakter sebagai berikut.

A. Golek

Disebut golek (Mangifera indica L.) karena setelah menikmati rasanya, orang akan mencari lagi buah mangga yang baru saja dimakan. Rasanya memang enak sekali, manis, dan harum aromnya. Golek (bahasa jawa) artinya mencari. Daging buah tebal, lunak dengan warna kuning tua. Daging buahnya boleh dikatakan tidak berserat, tidak berair (kalau diiris tidak banyak mengeluarkan air). Aromanya cukup harum. Rasanya manis lezat.

B. Arumanis

Disebuta mangga arumanis (Mangifera indica L.) karena rasanya manis dan harum (arum) baunya. Daging buah tebal, lunak berwarna kuning, dan tidak berserat (serat sedikit). Aroma harum, tak begitu berair. Rasanya manis, tapi bagian ujung kadang-kadang masih ada rasa asam.

C. Manalagi

Disebut manalagi (Mangifera indica L.) karena sekali makan orang akan mencarinya lagi. Itu karena lezatnya. Kalau orang hanya makan satu buah saja, pasti akan minta yang lainnya. Rasa mangga manalagi seperti perpaduan rasa antara golek dan arumanis. Mungkin pohon manalagi merupakan hasil persilangan alami antara golek dengan arumanis. Buah yang sudah tua walaupun belum masak rasanya sudah enak dan terasa manis. Buah ini sering dimakan dalam keadaan masi keras, tetapi daging buah sudah kelihatan kuning.

D. Endog

Disebut mangga endog (Mangifera indica L.) karena bentuk buahnya bulat dan kecil seperti telur. Endog dalam bahasa jawa artinya telur. Daging buanhnya berserat sedikit kasar, air buah sedikit. Aromanya kurang harum. Rasa manisnya kurang lezat.

(4)

E. Lalijiwo

Disebut lalijiwo (Mangifera indica L.) karena setelah makan buah mangga tersebut dan merasakan enaknya, orang bisa lupa terhadap jiwa atau dirinya sendiri. Lali dalam bahasa jawa berarti lupa. Warna daging buah bila masak kuning tua. Air buah hanya sedikit. Aroma kurang harum. Rasa manis lezat. Buah yang amsih muda tak begitu asam rasanya.

F. Madu

Mangga ini disebut madu (Mangifera indica L.) karena rasanya manis seperti madu lebah. Daging buah yang sudah masak warnanya kuning. Bagian dalam kuningnya makin ke dalam makin tua seperti warna madu. Serat daging buah sedikit. Kadar air buah sedang. Rasanya manis seperti madu. Aromanya harum.

G. Kemang

Kemang (Mangifera caesia Jack). Jenis mangga ini buahnya yang sudah masak berwarnya kuning kecokelatan, berbau seperti terpentin. Rasanya ada yang asam atau asam manis, kadang-kadang sepet. Buah dapat dimakan sebagai rujak atau asinan.

H. Kweni

Kweni (Mangifera odorata Grift). Daging buah berwarn kuning, berair, dan berserat kasar. Aroma khas kweni sangat kuat. Rasanya manis dengan sedikit rasa terpentin.

I. Pakel

Pakel (Mangifera foetida Lour) disebut juga bacang, memiliki daging buah yang berserat kasar. Rasanya asam sedikit manis, sedikit rasa terpentin, bau kerasnya menjadi ciri khas. Dikonsumsi sebagai minuman es buah.

J. Jenis-jenis Mangga Lain

Jenis-janis mangga lain yang bernilai komersial sebagai buah konsumsi adalah gedong dan cengkir. Beberapa jenis mangga lain yang lazim dikonsumsi adalah apel, kopyor, dan bapang. (Pracaya, 2004)

(5)

2.1.3. Kandungan Zat Gizi Buah Mangga

Mengkonsumsi buah mangga masak maupun buah muda dapat memenuhi gizi dan memelihara kesehatan tubuh. Kandungan gizi buah mangga dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Kandungan zat gizi buah mangga

Kandungan Zat Nilai Rata-rata Buah Mangga

Mentah Matang Air (%) Protein (%) Lemak (%) Gula Total (%) Serat (%) Mineral (%) Kapur (%) Fosfor (%) Besi (mg/gram) Vitamin A Vitamin B1 (mg/100 gr) Vitamin B2 (mg/100 gr) Vitamin C (mg/100 gr) Asam nicotinat (mg/100 gr) Nilai kalori per 100 gr

90,00 0,70 0,10 8,80 - 0,40 0,03 0,02 4,50 150 U. I. - 0,03 3,00 - 39 86,10 0,60 0,10 11,80 1,10 0,30 0,01 0,02 0,30 4.800 U. I 0,04 0,05 13,00 0,30 50 – 60

Sumber: Laroussilhe, LE MANGUER, 1960

2.2. Tanaman Salak

Tanaman salak memiliki nama ilmiah Salacca edulis reinw. Salak merupakan tanaman asli Indonesia. Oleh karena itu, bila kita bertanam salak berarti kita melestarikan dan meningkatkan produksi negeri sendiri.

(6)

Salak termasuk famili Palmae, serumpun dengan kelapa, kelapa sawit, aren, (enau), palem, pakis yang bercabang rendah dan tegak. Batangnya hampir tidak kelihatan karena tertutup pelepah daun yang tersususn rapat dan berduri. Dari batang yang berduri itu tumbuh tunas baru yang dapat menjadi anakan atau tunas bunga buah salak dalam jumlah yang banyak. (Soetomo, 2001)

Gambar 2.2. Buah Salak

2.2.1. Taksonomi Buah Salak

Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Arecales Famili : Arecaceae Genus : Salacca

Spesies : S. Edulis reinw

2.2.1. Jenis dan Varietas Tanaman Salak

Di Indonesia sebenarnya terdapat banyak sekali jenis salak. Akan tetapi, yang banyak dikenal masyarakat di antaranya adalah sebagai berikut:

(7)

A. Salak Pondoh

Jenis buah salak ini kecil-kecil. Wujudnya tidak menarik, tetapi memiliki daging buah yang rasanya manis dan enak karena sedikit sekali rasa sepet. Daging buahnya tipis sampai agak tebal dengan warna puith susu. Rasanya manis dan enak sejak buah masih muda sampai pada tingkat menjelang masak. Bila buah sudah masak betul (masir) rasa tersebut akan sedikit berkurang.

B. Salak Madu

Jenis buah salak ini besarnya sedang, dalam waktu lima bulan saja buah sudah masak. Buah yang masak berwarna merah-cokelat. Daging buah yang masak rasanya manis.

C. Salak Nangka

Jenis buah salak ini bulat dan kecil. Kulit buahnya berwarna kehitam-hitaman, aromanya seperti buah nangka. Daging buah juga berwarna kuning nangka dan rasanya manis.

D. Salak Kelapa atau Salak Gondok

Jenis buah salak ini besar-besar dengan warna kulit putih kekuningan. Daging buahnya berwarna putih, namun rasanya masam.

E. Salak Gading

Jenis buahnya kecil-kecil dengan warna kulit kuning gading mengkilat. Daging buahnya berwarna putih kekuningan. Rasanya manis dan enak bila sudah masak. Daun salak gading lebih bersih dan agak kekuningan.

F. Salak Putih

Jenis salak ini kulit buahnya berwarna putih kekuningan. Demikian pula pelepah dan daunnya. Buah yang masih muda berwarna hijau dan rasa dagingnya tidak terlalu manis.

G. Salak Lilipan

Jenis salak ini kulit buahnya berwarna kuning kecokelat-cokelatan. Bentuk buahnya di dalam satu tandan tidak seragam dan tingkat kemasakannya tidak serempak. Daging

(8)

buahnya manis dan tidak lekas busuk. Jenis salak ini juga disebut ”salak malam”. (Soetomo, 2001)

2.2.2. Kandungan Gizi Buah Salak

Menurut Soetomo (2001), Buah salak mengandung nilai gizi tinggi bila dibandingkan dengan pisang, nanas, dan pepaya. Dalam setiap 100 gram nilai gizinya terdiri dari: Tabel 2.2 Kandungan zat gizi buah salak

Kandungan Zat Nilai Rata-rata Buah Salak Kalori Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Besi Vitamin A Vitamin B1 Vitamin C Air

Berat bahan yang dapat dimakan

77 kal 0,4 g 0 g 20,9 g 28 g 18 mg 4,2 mg 0 SI 0,04 mg 2 mg 78,0 mg 50%

Sumber : Soetmo, Moch. 2001. Teknik Bertanam Salak.

2.3 Gula Alternatif

Suatu fakta teramat penting tentang gula belakangan ini adalah harganya yang melambung terus. Kebutuhan gula Indonesia mencapai 3,3 juta ton/tahun, sementara produksi dalam negeri hanya 1,7 juta ton atau 51,5% dari kebutuhan nasional, sehingga impor menjadi pilihan. Ironisnya, harga gula impor lebih murah dibandingkan dengan gula produksi dalam negeri. dalam situasi seperti ini, gula

(9)

produksi dalam negeri menjadi sulit dipasarkan tanpa kebijakan yang mampu melindunginya dari serbuan gula impor.

Pemerintah sebenarnya terus berupaya memihak para petani tebu dengan mengeluarkan kebijakan yang dikenal Surat Keputusan (SK) 643. SK ini mengatur harga minimal pembelian gula petani. Harga pembelian ditingkat petani oleh pabrik gula adalah Rp3.410/kg, sedangkan harga gula di pasaran diusahakan berkisar Rp4.000 – Rp4.500/kg. Namun dengan adanya kenaikan harga BBM, Dewan Gula Nasional mengusulkan harga dasar gula sebesar Rp4.000/kg. Hal ini akan memancing keresahan konsumen karena dengan harga dasar gula Rp3.410/kg yang saat ini berlaku, harga gula dipasaran dapat mencapai Rp6.000/kg atau hampir dua kali lipat harga dasar, walaupun kenaikan harga tersebut lebih disebabkan oleh kekurangan stok gula internasional. Untuk mengurangi impor gula maka produksi gula dalam negeri perlu terus dipacu, disamping mencari alternatif bahan pemanis lain sebagai substitusi gula.

Gula alternatif sekarang yang sudah digunakan antara lain adalah gula siklamat dan stearin yang merupakan gula sintetis, serta gula dari pati seperti sirup gluko sa, fruktosa, maltosa, manitol, sorbitol, dan xilitol. Gula dari pati mempunyai rasa dan kemanisan hampir sama dengan gula tebu (sukrosa), bahkan ada yang lebih manis. Gula tersebut dibuat dari bahan berpati seperti ubi kayu, ubi jalar, sagu, dan pati jagung. Semua bahan tersebut melimpah di Indonesia. Di antara gula dari pati tersebut, sirup glukosa dan fruktosa mempunyai prospek paling baik untuk mensubstitusi gula pasir. September 2009)

2.4 Sirup Glukosa

Sirup glukosa atau sering juga disebut gula cair dibuat melalui proses hidrolisis pati. Perbedaannya dengan gula pasir atau sukrosa yaitu sukrosa merupakan gula disakarida, terdiri atas ikatan glukosa dan fruktosa, sedangkan sirup glukosa adalah monosakarida, terdiri atas satu monomer yaitu glukosa. Sirup glukosa dapat dibuat

(10)

dengan cara hidrolisis asam atau dengan cara enzimatis. Dari kedua cara tersebut, pembuatan sirup glukosa secara enzimatis dapat dikembangkan di pedesaan karena tidak banyak menggunakan bahan kimia sehingga aman dan tidak mencemari lingkungan. Bahan lain yang diperlukan adalah enzim amilase.

Sirup glukosa pertama kali digunakan sebagai pengganti gula pada masa Napoleon. Sirup glukosa dibuat dengan mereaksikan pati dengan asam dengan menghidrolisis karbohidrat terlebih dahulu untuk memecah gula atau oligosakarida kemudian untuk menggandakan gula maltosa (atau gula gandum) dan hasil akhirnya berupa monosakarida yaitu glukosa. Sirup glukosa dikenal juga dengan nama glukosa konfeksioner atau gula cair.

Sirup glukosa merupakan suatu larutan yang diperoleh dari proses hidrolisis dengan bantuan katalis. Sirup glukosa adalah salah satu produk bahan pemanis makanan dan minuman yang berbentuk cairan, tidak berbau dan tidak berwarna tetapi memiliki rasa manis yang tinggi. Sirup glukosa atau gula cair mengandung D-glukosa, maltosa, dan polimer D-glukosa melalui proses hidrolisis. (Cakebread, 1975)

Bahan baku yang dapat digunakan untuk pembuatan sirup glukosa adalah tapioka, pati umbi-umbian, sagu, jagung, dan serat. Sirup glukosa dapat dibuat dengan cara hidrolisis asam ataupun secara enzimatis.

Industri makanan dan minuman memiliki kecenderungan untuk menggunakan sirup glukosa. Hal ini didasari oleh beberapa kelebihan sirup glukosa dibandingkan sukrosa, diantaranya sirup glukosa tidak mengkristal seperti halnya sukrosa jika dilakukan pemanasan pada suhu tinggi.

Sirup glukosa telah dimanfaatkan oleh industri permen, minuman ringan, biskuit, dan sebagainya. Pada pembuatan produk es krim, glukosa dapat meningkatkan kehalusan tekstur dan menekan titik beku. Dan untuk kue dapat menjaga kue tetap awet dalam waktu yang lama dan mengurangi keretakan. Untuk permen, glukosa lebih

(11)

disenangi karena dapat mencegah kerusakan oleh mikrobiologis dan memperbaik tekstur. (Dziedzic and Kearsley, 1984)

2.5 Amilum

Polisakarida ini banyak terdapat di alam, yaitu pada sebagian besar tumbuhan. Amilum atau dalam bahasa sehari-hari disebut pati terdapat pada umbi, daun, batang, dan biji-bijian.

Amilum terdiri atas dua macam polisakarida yang kedua-duanya adalah polimer dari glukosa, yaitu amilosa (kira-kira 20-28%) dan sisanya amilopektin. Amilosa terdiri dari 250-300 unit D-glukosa yang terikat dengan ikatan α 1,4-glikosidik, jadi molekulnya merupakan rantai terbuka.

Gambar 2.3. Struktur Molekul Amilosa

Amilopektin juga terdiri atas molekul D-glukosa yang sebagian besar mempunyai ikatan 1,4-glikosidik dan sebagian lagi ikatan 1,6-glikosidik. Adanya ikatan 1,6-glikosidik ini menyebabkan terjadinya cabang , sehingga molekul amilopektin berbentuk rantai terbuka dan bercabang. (poedjiadi,1994)

(12)

Gambar 2.4. Struktur Molekul Amilopektin

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut

disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α

-(1,4)-D-glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa sebanyak 4-5% dari berat total. (Winarno, 1997)

Pati tidak dapat larut dalam air jadi dapat dimanfaatkan sebagai depot penyimpanan gluoksa. Tumbuhan yang kelebihan glukosa merubahnya menjadi pati sebagai simpanan. Padi, gandum, dan jagung merupakan sumber utama pati untuk makanan manusia. (Kimball, 1983)

Pati Merupakan sumber kalori yang sangat penting karena sebagian besar karbohidrat dalam dalam makanan terdapat dalam bentuk pati. Amilosa adalah jenis pati berantai lurus tersusun atas 250-350 unit glukosa. Sementara itu, pati berantai cabang yang tersusun atas 20-30 unit glukosa setiap cabangnya disebut amilopektin. (Irianto, 2006)

Pati merupakan cadangan makanan utama pada tanaman. Pati tersususn dari banyak unit glukosa, bersifat tidak larut dalam air dingin, alkohol, tetapi larut dalam air panas sehingga mengembang dan membentuk pasta. Keadaan ini terjadi karena granula tempat penyimpanan zat pati dalam sel membesar sehingg dapat bercampur

(13)

dengan air. Peristiwa ini disebut dengan proses gelatinasi yang berakibat karbohidrat menjadi lebih mudah dicerna. Pati yang telah mengalami gelatinasi dapat dikeringkan. Bahan yang telah kering tersebut masih dapat menyerap air sehingga sifat ini dimanfaatkan dalam pembuatan produk makanan instan. (Auliana, 1999)

Amilum (zat tepung) adalah homopolimer dari monosakarida tang tersusun dari unsur karbon, hidrogen, dan oksigen dengan rumus kimia (C6H10O5)n dan terdiri dari dua komponen yaitu sekitar 20% amilosa dan 80% amilopektin. (Fessenden, R. J., Fessenden, J. S., 1999)

2.5.1 Hidrolisis Amilum

Pati atau amilum dapat dihidrolisa dengan cara yang sangat sederhana. Mula-mula pati diekstraksi dan didispersikan menjadi suatu larutan koloidal hingga terpisah dari zat lainnya. Pati yang terdapat dalam dispersi tersebut dapat ditentukan dengan jalan pengendapan dan dilakukan penimbangan. Pati bersifat tidak larut dalam air sehingga mudah dipisahkan dari zat lainnya. (Sudarmadji et al, 1989)

Hidrolisis pati dapat dilakukan oleh asam atau enzim. Jika pati dipanaskan dengan asam akan terurai menjadi molekul-molekul yang lebih kecil secara berurutan, dan hasil akhirnya adalah glukosa.

(C6H10O5)n + nH2O nC6H12O6

Sirup glukosa komersil dihasilkan dengan jalan menghidrolisis pati jagung dengan asam klorida encer. Hidrolisisnya tidak sempurna dan sirup glukosa yang juga dinamakan sirup jagung atau glukosa cair, merupakan campuran glukosa, maltosa, dextrin, dan air. (Gamman, 1992)

Pati (starch) merupakan polisakarida yang terdapat pada sebagian besar tanaman, terutama dalam golongan umbi seperti kentang dan pada biji-bijian seperti jagung atau padi. Pati terbagi menjadi dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air

(14)

panas. Fraksi terlarut disebut amilosa (± 20%), dengan struktur makromolekul linier dengan iodium memberikan warna biru. Sebaliknya, fraksi yang tidak larut disebut amilopektin (± 80%) dengan struktur bercabang. Dengan penambahan iodium, fraksi memberikan warna ungu sampai merah.

Pati dalam suasana asam bila dipanaskan akan terhidrolisis menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Hasil hidrolisis dapat di uji dengan iodium dan menghasilkan warna biru sampai tidak berwarna. Hasil akhir hidrolisis ditegaskan dengan uji Benedict. (Yazid, Nursanti, 2006)

2.6. Metode Analisa Kuantitatif Glukosa

2.6.1. Metode Nelson-Somogyi

Metode ini dapat digunakan untuk mengukur kadar gula reduksi dengan menggunakan pereaksi tembaga-arseno-molibdat. Kupri mula-mula direduksi menjadi bentuk kupro dengan pemansana larutan gula. Kupro yang terbentuk berupa endapan selanjutnya dilarutkan dengan arseno-molibdat menjadi molibdenum berwarna biru yang menunjukkan ukuran konsentrasi gula. Dengan membandingkannya terhadap larutan standar, konsentrasi gula dalam sampel dapat ditentukan. Reaksi Warna yang terbentuk dapat menentukan konsentrasi gula dalam sampel dengan mengukur absorbansi. (Sudarmadji et al, 1984)

2..6.2. Lane-Eynon

Penetapan gula pereduksi dengan metode ini dilakukan secara volumetrik. Biasanya digunakan untuk penentuan laktosa (anhidrat atau monohidrat), glukosa, fruktosa, maltosa (anhidrat atau monohidrat) dan lainnya. Penetapan gula pereduksi dengan metode ini didasarkan atas pengukuran volum larutan gula pereduksi standar yang dibutuhkan untuk mereduksi pereaksi tembaga basa yang diketahui volumnya. Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan metilen biru yang warnanya akan hilang, dalam

(15)

keadaan panas menjadi berwarna putih karena kelebihan gula pereduksi diatas jumlah yang dibutuhkan untuk mereduksi semua tembaga.

2.6.3. Metode Shaffer-Somogyi

Metode ini dapat diterapkan untuk segala jenis bahan pangan. Terutama berguna untuk menetapkan sampel yang mengandung sedikit gula pereduksi. Gula reduksi akan mereduksi Cu2+ menjadi Cu+. Cu+ akan dioksidasi oleh I2 (yang terbentuk dari hasil oksidasi KI oleh KIO3 dalam asam) menjadi Cu2+ kembali. Kelebihan I2 dititrasi dengan Na2S2O3. Dengan menggunakan blanko, maka kadar gula reduksi dalam sampel dapat ditentukan.

2.6.4. Metode Anthrone

Metode ini dapat diterapkan untuk semua jenis bahan makanan. Anthrone (9,10-dihydro-9-oxanthracene), merupakan hasil reduksi anthraquinone. Anthrone bereaksi secara spesifik dengan karbohidrat dalam asam sulfat pekat menghasilkan warna biru kehijauan yang khas.

2.6.5. Metode Munson-Walker

Penentuan gula reduksi berdasarkan atas banyaknya endapan Cu2O yang terbentuk, kemudian dengan melihat tabel Hadmond dapat diketahui jumlah gula pereduksinya. Jumlah Cu2O ditentukan secara gravimetris, yaitu dengan menimbang langsung endapan Cu2O yang terbentuk. Dan juga ditentukan secara volumetris yaitu dengan titrasi menggunakan larutan Na-thiosulfat atau K-permanganat. (Apriyanto, 1989)

(16)

2.7. Metode Analisa Kualitatif Amilum

Reaksi dengan Iodin

Pati yang berikatan dengan iodin (I2) akan menghasilkan warna biru. Sifat ini dapat digunakan untuk menganalisis adanya pati. Hal ini disebabkan oleh struktur molekul pati yang berbentuk spiral, sehingga akan mengikat molekul iodin dan terbentuklah warna biru. Bila pati dipanaskan, spiral akan merenggang, molekul-molekul iodin terlepas sehingga warna biru akan hilang. (Winarno, 1997)

2.6 Manisan

Manisan adalah salah satu bentuk makanan olahan yang banyak disukai oleh masyarakat. Rasanya yang mains bercampur rasa khas buah sangat cocok untuk dinikmati diberbagai kesempatan. Meskipun jenis manisan buah yang umum dipasarkan ada bermacam-macam bentuk dan rasanya, namun sebenarnya dapat dikelompokkan menajdi 4 golongan yaitu:

1. golongan pertama adalah manisan basah dengan larutan gula encer ( buah dilarutkan dalam gula seperti jambu, mangga, salak, dan kedondong).

2. Golongan kedua adalah manisan gula kental menempel pada buah. Manisan jenis ini adalah pala, lobi-lobi, dan cermai.

3. Golongan ketiga adalah manisan kering dengan gula utuh (sebagian gula tidak larut dan menempel pada buah). Buah yang sering digunakan adalah buah mangga, kedondong, sirsak, dan pala.

4. Golongan keempat adalah manisan kering asin karena unsur dominan dalam bahan adalah garam. Jenis buah yang dibuat adalah jambu biji, mangga, belimbing, dan buah pala. Maret 2010)

(17)

2.6.1. Faktor Penentu Kualitas Manisan

Kualitas Produk olahan buah berupa manisan, baik manisan basah maupun manisan kering, sangat menetukan laku tidaknya produk olahan tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas manisan adalah sebagai berikut:

A. Penampilan

Penampilan merupakan penentu utama kualitas suatu produk. Penampilan yang menarik menyebabkan konsumen tertarik untuk membelinya. Penampilan suatu produk olahan ditentukan oleh faktor sebagai berikut:

1. Warna

2. Keseragaman bentuk dan ukuran 3. Kemasan

B. Cita Rasa dan Aroma

Cita rasa manisan harus berasal dari cita rasa buah aslinya. Namun, agar cita rasa makin memikat dapat ditambahkan bahan pewangi atau bumbu yang sesuai, seperti kayu Manis, bunga pala, pandan wangi, atau cengkih. Sementara itu, aroma merupakan unsur yang Sangay peka terhadap pemanasan. Karenanya sulit dipertahankan. Namur, cita rasa yang kompak dapat menutupi kekurangan dan unsur aroma ini.

C. Daya Tahan

Manisan termasuk produk atetan. Karena itu, dituntut untuk dapat disimpan dalam jangka waktu yang relatif lama. Daya tahan ini dapat diciptakan dengan memperkecik kadar air dalam buah, meningkatkan konsentrasi gula dalam buah, memberikan bahan pengawet, serta mengemasnya dalam wadah yang tertutup rapat tanpa memberi kesempatan masuknya bahan-bahan pencemar.

(18)

D. Kandunagn Unsur Gizi dan Kalori

Buah memiliki kandungan gizi, mineral, dan kalori. Beberapa kandungan gizi biasanya akan hilang karena proses pengolahan. Karena itu, proses pengolahan harus memperhatikan teknik atau tata caranya sehingga kandungan gizi dalam buah bisa diselamatkan. Untuk menjaga kualitas manisan tetap baik, biasanya dilakukan penambahan vitamin C ke dalam manisan.

E. Higienis

Pembuatan manisan yang tidak memperhatikan syarat-syarat kesehatan, hasil akhirnya akan berkualitas rendah, tampak kotor, daya simpannya pendek, dan penampilannya tidak menarik. Karena itu syarat-syarat kesehatan, baik kebersihan alat dan bahan maupun lingkungan pengolahan harus benar-benar diutamakan. (Memet Abdulah Fatah dan Yusuf Bachtiar, 2004)

Gambar

Gambar 2.1. Buah dan Biji Kweni
Gambar 2.2. Buah Salak
Gambar 2.3. Struktur Molekul Amilosa
Gambar 2.4. Struktur Molekul Amilopektin

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mutu rasa, warna, tekstur, dan aroma pada chiffon cake secara umum adalah sebagai berikut: Rasa, chiffon cake memiliki rasa manis yang ditimbulkan oleh gula, susu;

Menurut deMan (1997), gula alkohol memiliki rasa manis seperti sukrosa tetapi hanya diserap secara perlahan-lahan dan oleh sebab itu dapat dipakai sebagai pemanis dalam makanan

Penambahan sukrosa dalam pembuatan produk makanan berfungsi untuk memberikan rasa manis, dan dapat pula sebagai pengawet, yaitu dalam konsentrasi tinggi menghambat

Analisis mutu gizi plasma nutfah tanaman pangan yang dilakukan terdiri dari uji amilosa pada 50 aksesi jagung dan 100 aksesi padi, uji pati pada ganyong, ubi kayu dan ubi jalar

Perbedaan sensitivitas indera pengecap rasa manis dan rasa pahit pada perokok kretek dapat diketahui selanjutnya sehingga dari dua rasa tersebut terdapat satu rasa yang

Gula merupakan senyawa kimia yang termasuk karbohidrat dengan rasa manis dan sering digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan

Ubi jalar merupakan salah satu makanan yang memiliki kandungan gizi cukup tinggi dengan komposisi yang lengkap. Dalam setiap 100 gr ubi jalar terdapat komposisi nutrisi

a Kadar lemak %; dan b kadar serat % pati ubi jalar, ubi kayu, keladi dan sagu tuni Serat kasar % Yang dimaksud dengan serat adalah senyawa yang tidak dapat dicerna dalam organ