• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Beberapa Sifat Dasar Eucalyptus urophylla Umur 7 Tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Beberapa Sifat Dasar Eucalyptus urophylla Umur 7 Tahun"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN BEBERAPA SIFAT DASAR

Eucalyptus

urophylla

UMUR 7 TAHUN

SKRIPSI

JULUS NAINGGOLAN 051203036

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVESITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Kajian Beberapa Sifat Dasar Kayu Eucalyptus urophylla Umur 7 tahun

Nama : Julus Nainggolan NIM : 051203036 Departemen : Kehutanan

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan

Disetujui oleh, Komisi Dosen Pembimbing

Evalina Herawati, S.Hut, M.Si Ridwanti Batuibara, S.Hut, MP Ketua Anggot

Diketahui

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala berkat dan karunia-Nya sehingga hasil penelitian yang berjudul ” Kajian Beberapa Sifat Dasar Kayu Eucalyptus urophylla umur 7 tahun berhasil diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Terima kasih disampaikan kepada Ibu Evalina Herawati, S.Hut, M.Si. dan Ibu Ridwanti Batubara, S.Hut, M.Si. selaku komisi pembimbing yang telah banyak mengarahkan dan memberikan saran kepada penulis dalam menyelesaikan hasil penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orangtua dan saudara-saudara atas dukungan dan doanya kepada penulis serta teman-teman yang membantu dalam penulisan usulan penelitian ini.

Penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk penyempurnaan di masa yang akan datang.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan memberi kontribusi yang baru khususnya dalam bidang kehutanan dan bidang pendidikan dalam penelitian-penelitian ilmiah.

Medan, Desember 2011

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Manfaat Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

TINJUAN PUSTAKA Kayu Ekaliptus urophylla ... 4

Sifat Umum Kayu ... 5

Sifat Anatomi Kayu ... 8

Sifat Fisis Kayu ... 10

Sifat Mekanis Kayu ... 13

(5)

Bahan ... 16

Alat ... 17

Prosedur Penelitian ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Umum Kayu ... 27

Sifat Anatomi ... 28

Sifat Fisis ... 33

Sifat Mekanis ... 44

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 47

Saran ... 47

(6)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Klasifikasi Panjang Serat... 7

2. Klasifikasi Diameter Serat ... 7

3. Kelas Kekuatan Kayu ... 15

4. Ciri Umum Kayu E. urophylla ... 27

5. Nilai Serat Kayu E. Urophylla ... 31

6. Nilai Kadar Air Basah Batang E. urophylla ... 33

7. Nilai Kadar Air Kering Udara Batang E. urophylla ... 34

8. Nilai Kadar Air Kayu Cepat Tumbuh ... 35

9. Nilai Kerapatan Kering Udara Batang E. urophylla ... 36

10. Nilai Susut Radial Basah Batang E. urophylla ... 37

11. Nilai Susut Radial Kering Udara Batang E. urophylla ... 38

12. Nilai Susut Tangensial Basah Batang E. urophylla ... 38

13. Nilai Susut Tangensial Kering Udara Batang E. urophylla ... 39

14. Nilai Susut Longitudinal Basah Batang E. urophylla ... 40

15. Nilai Susut Longitudinal Kering Udara Batang E. urophylla ... 40

16. Nilai MOE Batang Batang E. urophylla ... 42

(7)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Pohon E. Urophylla di Sektor Aek Nauli ... 16

2. Pengambilan Kayu Berdasarkan Ketinggian Pohon (Arah Vertikal)... 17

3. Pembagian Contoh Uji Berdasarkan Variasi Kedalaman (Arah Horizontal) ... 18

4. Contoh Uji Untuk Pengujian Sifat Anatomi Kayu... 19

5. Dimensi Serat ... 20

6. Serat Terpisah... 20

7. Contoh Uji Pengujian Sifat Fisis Kayu ... 21

8. Contoh Uji Pengujian Sifat Mekanis Kayu ... 23

9. Pengujian Modulus Patah dan Modulus Elastisitas ... 24

10. Penyebaran Pori-pori Batang Kayu E. urophylla ... 29

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Dimensi Serat Bagian Pangkal ... 47

2. Dimensi Serat Bagian Tengah ... 48

3. Dimensi Serat Bagian Ujung ... 49

4. Hasil Rata-rata Kadar Air Kayu E. Urophylla ... 50

5. Analisis Sidik Ragam Kadar Air Basah Kayu E. urophylla ... 51

6. Analisis Sidik Ragam Kadar Air Kering Udara Kayu E. urophylla ... 52

7. Hasil Rata-rata Kerapatan Kering Udara Kayu E. urophylla... 53

8. Analisis Sidik Ragam Kerapatan Kering Udara Kayu E. urophylla ... 54

9. Hasil Rata-rata Penyusutan Kayu E. Urophylla ... 55

10. Analisis Sidik Ragam Susut Radial Basah Kayu E. urophylla ... 56

11. Analisis Sidik Ragam Susut Radial Kering Udara Kayu E. Urophylla ... 56

12. Analisis Sidik Ragam Susut Tangensial Basah Kayu E. Urophylla ... 57

13. Analisis Sidik Ragam Susut Tangensial Kering Udara Kayu E. Urophylla ... 58

14. Analisis Sidik Ragam Susut Longitudinal Basah Kayu E. Urophylla ... 59

15. Analisis Sidik Ragam Susut Longitudinal Kering Udara Kayu E. Urophylla ... 60

16. Hasil Rata-rata Sifat Mekanis Kayu E. Urophylla ... 61

17. Analisis Sidik Ragam MOE Kayu E. Urophylla ... 62

(9)

ABSTRACT

JULUS NAINGGOLAN. Several Studies of Properties Eucalyptus urophylla 7th. supervised by EVALINA HERAWATI and RIDWANTI BATUBARA.

The main objective of this research to evaluate anatomical, physical, and mechanical properties of Eucalyptus urophylla 7th as vertically and horizontally. Anatomical properties of E. urophylla was had solitary cylindrical pores, multiple radial and tangential groups. The general characteristic of E. urophylla were yellow, not shiny, the fiber course were straight until wavy, the touch impression was likely soft, did not had a smell and taste. Average of fiber length E. urophylla was 1095.3 μ, fiber diameter were 435.6, lumen diameter were 198.8 μ, wall thickness 119.2 μ fiber. Density of E. urophylla were 0.40 until 0.57 g/cm3 were included strength class III-IV can be used for light construction. The wet moisture content of E. urophylla ranged from 47.38 to 84.93%, and air moisture content ranged from 12.57 to 14.19%. average value of wet shrinkage at radial were 5.28%, tangential were 6.86%, and longitudinal were 0.28%. Average value of air dry shrinkage at radial were 2.22%, tangential were 2.62%, and the longitudinal were 0.12%. The value of MOE were 6.72 x104 kg/cm2 and MOR were 417.20 kg/cm2 included strength class IV.

(10)

ABSTRAK

JULUS NAINGGOLAN. Kajian Beberapa Sifat Dasar Eucalyptus urophylla Umur 7 Tahun. Dibimbing oleh EVALINA HERAWATI dan RIDWANTI BATUBARA.

Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi sifat anatomi, fisis, dan mekanis kayu

Eucalyptus urohylla umur 7 tahun secara vertikal dan horizontal. Sifat anatomi kayu E. urophylla mempunyai pori-pori berbentuk soliter, berganda radial dua dan berkelompok tangensial. Ciri umum kayu E. urophylla berwarna kuning kecoklatan, tidak mengkilap, arah seratnya lurus hingga berombak, kesan raba agak halus, tidak memiliki bau dan rasa yang khas. Panjang serat kayu E. urophylla rata-rata 1095,3 µ, diameter serat 435,6 µ, diameter lumen 198,8 µ, tebal dinding serat 119,2 µ. Kerapatan kayu E. urophylla

adalah 0,40-0,57 g/cm3 termasuk kelas kuat III-IV jadi dapat digunakan untuk konstruksi ringan. Kadar air basah kayu E. urophylla berkisar 47,38–84,93%, dan kadar air kering udara berkisar 12,57– 14,19%. Nilai rata-rata susut basah pada bidang radial 5,28%, bidang tangensial 6,86%, dan bidang longitudinal 0,28%. Nilai rata-rata susut kering udara pada bidang radial 2,22%, bidang tangensial 2,62%, dan bidang longitudinal 0,12%. Nilai MOE adalah 6,72x104 kg/cm2 dan nilai MOR 417,20 kg/cm2 termasuk kelas kuat IV.

(11)

ABSTRACT

JULUS NAINGGOLAN. Several Studies of Properties Eucalyptus urophylla 7th. supervised by EVALINA HERAWATI and RIDWANTI BATUBARA.

The main objective of this research to evaluate anatomical, physical, and mechanical properties of Eucalyptus urophylla 7th as vertically and horizontally. Anatomical properties of E. urophylla was had solitary cylindrical pores, multiple radial and tangential groups. The general characteristic of E. urophylla were yellow, not shiny, the fiber course were straight until wavy, the touch impression was likely soft, did not had a smell and taste. Average of fiber length E. urophylla was 1095.3 μ, fiber diameter were 435.6, lumen diameter were 198.8 μ, wall thickness 119.2 μ fiber. Density of E. urophylla were 0.40 until 0.57 g/cm3 were included strength class III-IV can be used for light construction. The wet moisture content of E. urophylla ranged from 47.38 to 84.93%, and air moisture content ranged from 12.57 to 14.19%. average value of wet shrinkage at radial were 5.28%, tangential were 6.86%, and longitudinal were 0.28%. Average value of air dry shrinkage at radial were 2.22%, tangential were 2.62%, and the longitudinal were 0.12%. The value of MOE were 6.72 x104 kg/cm2 and MOR were 417.20 kg/cm2 included strength class IV.

(12)

ABSTRAK

JULUS NAINGGOLAN. Kajian Beberapa Sifat Dasar Eucalyptus urophylla Umur 7 Tahun. Dibimbing oleh EVALINA HERAWATI dan RIDWANTI BATUBARA.

Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi sifat anatomi, fisis, dan mekanis kayu

Eucalyptus urohylla umur 7 tahun secara vertikal dan horizontal. Sifat anatomi kayu E. urophylla mempunyai pori-pori berbentuk soliter, berganda radial dua dan berkelompok tangensial. Ciri umum kayu E. urophylla berwarna kuning kecoklatan, tidak mengkilap, arah seratnya lurus hingga berombak, kesan raba agak halus, tidak memiliki bau dan rasa yang khas. Panjang serat kayu E. urophylla rata-rata 1095,3 µ, diameter serat 435,6 µ, diameter lumen 198,8 µ, tebal dinding serat 119,2 µ. Kerapatan kayu E. urophylla

adalah 0,40-0,57 g/cm3 termasuk kelas kuat III-IV jadi dapat digunakan untuk konstruksi ringan. Kadar air basah kayu E. urophylla berkisar 47,38–84,93%, dan kadar air kering udara berkisar 12,57– 14,19%. Nilai rata-rata susut basah pada bidang radial 5,28%, bidang tangensial 6,86%, dan bidang longitudinal 0,28%. Nilai rata-rata susut kering udara pada bidang radial 2,22%, bidang tangensial 2,62%, dan bidang longitudinal 0,12%. Nilai MOE adalah 6,72x104 kg/cm2 dan nilai MOR 417,20 kg/cm2 termasuk kelas kuat IV.

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peningkatan pemanfaatan kayu yang berasal dari hutan baik secara legal

maupun ilegal, merupakan salah satu dampak dari peningkatan pertumbuhan

penduduk yang semakin cepat (Iskandar, 2001

dalam

Reagan, 2007). Peningkatan

aktivitas tersebut menyebabkan kondisi hutan semakin rusak, akibat maraknya

kegiatan

ilegal logging

atau pencurian kayu. Hutan alam tidak mampu lagi

memenuhi kebutuhan kayu, kondisi demikian akan mengancam keberadaan

industri-industri perkayuan di Indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut, salah satu

alternatif pemecahannya yaitu dengan pengembangan Hutan Tanaman Industri

(HTI).

Pengembangan HTI di PT.Toba Pulp Lestari Propinsi Sumatera Utara

telah dimulai sejak enam belas tahun yang lalu, dengan konsesi hutan seluas

269.000 ha namun baru 84.000 ha yang dimanfaatkan dan 60.000 ha diantaranya

berupa HTI. Jenis utama kayu yang ditanam adalah

Eucalyptus sp

(Damanik,

2006

dalam

Sihite, 2008).

Salah satu jenis pohon yang dipandang memiliki prospek yang baik untuk

dikembangkan dalam program HTI adalah

E. Urophylla

S. T. Blake. Jenis pohon

ini merupakan salah satu jenis komersial yang secara alami terdapat di

pulau-pulau Timur, Flores, Alor, Pantar dan Wetar. Termasuk jenis cepat tumbuh,

dengan kegunaannya antara lain untuk kayu pertukangan, kayu lapis, pulp dan

kertas (Mashari, 1994).

Kayu

E. urophylla

banyak digunakan untuk bangunan berat dan ringan,

(14)

Dalam program reboisasi dan penghijauan nasional jenis ini termasuk salah satu

dari yang diprioritaskan penanamannya pada hutan serbaguna dan hutan rakyat

untuk bahan baku bangunan dan kayu bakar pada lahan kritis.

Pemanfaatan suatu bahan kayu akan dapat dilakukan secara maksimal bila

sifat-sifat dasar kayu tersebut diketahui secara rinci. Menurut Dumanauw (1990)

sebelum kayu dipergunakan sebagai bahan bangunan, industri kayu maupun untuk

membuat perabot, sifat-sifat dasar kayu harus diketahui. Sifat dasar dimaksud

antara lain yang bersangkutan dengan sifat-sifat anatomi, sifat-sifat fisis, sifat-sifat

mekanis dan sifat-sifat kimia lainnya. Dari sifat dasar tersebut dapat diketahui

apakah

E. urophylla

dapat digunakan sebagai bahan bangunan dan industri atau

tidak. Jadi, sifat dasar ini penting dipahami agar di dalam proses pengolahan,

pengangkutan maupun penggunaannya dapat dilakukan secara seksama sehingga

tidak terjadi pengorbanan bahan, waktu, tenaga dan biaya yang sia-sia.

Berdasarkan uraian di atas, untuk mengetahui sifat-sifat kayu yang

mendukung berbagai penggunaan kayu

E. urophylla

maka dilakukan penelitian

mengenai “Kajian Beberapa Sifat Dasar Kayu

E. urophylla

Umur 7 Tahun. Kayu

E. urophylla

termasuk tanaman

fast growing

(tanaman yang cepat tumbuh),

dimana

kayu

E. urophylla

6-7 tahun sudah dapat dipanen. Pemanfaatan kayu ini

diharapkan dapat menjadi pengganti keberadaan kayu-kayu yang selama ini

digunakan sebagai bahan baku pembuatan konstruksi dan meubel di industri

(15)

Tujuan Penelitian

1.

Mengetahui sifat umum dan sifat anatomi kayu

E. urophylla

umur 7 tahun.

2.

Mengetahui sifat fisis kayu

E. urophylla

berdasarkan variasi letak dalam

batang yang meliputi: kadar air, kerapatan, dan penyusutan.

3.

Mengetahui sifat mekanis kayu

E. urophylla

yang meliputi MOE

(

Modulus of Elasticity

) dan MOR (

Modulus of Rupture

).

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah tersedianya data mengenai sifat

dasar kayu

E. urophylla

yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam

pemanfaatannya.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh variasi secara

horizontal (ke arah dalam batang) dan vertikal (ketinggian batang) terhadap sifat

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Kayu Eucalyptus urophylla

Menurut Djapilus dan Suhaendi (1978)

dalam

Utomo (2008)

E. urophylla

termasuk dalam famili Myrtaceae, terdiri atas 500 jenis dan 138 varietas. Pohon

ekaliptus pada umumnya mempunyai batang yang lurus, tinggi dan tidak banyak

cabangnya.

Menurut Anonymous (1980)

dalam

Utomo (2008)

E. urophylla

adalah

jenis asli Indonesia dengan penyebaran alami di Nusa Tenggara Timur dan Timor

Timur. Sekitar tahun 1890 ahli-ahli kehutanan Belanda telah mengumpulkan biji

ekaliptus dari Nusa Tenggara (Pulau Flores, Timor dan lain-lain), kemudian

ditanam di beberapa tempat di Pulau Jawa. Sisa tanaman

E.

urophylla

(diberi label

"E. Alba")

yang terdapat di Kebun Raya Bogor.

Sistematika

E. urophylla

dalam dunia tumbuhan sebagai berikut :

Divisio

: Spermathophyta

Sub Divisio

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledon

Ordo

: Myrtales

Family

: Myrtaceae

Genus

:

Eucalyptus

Spesies

:

Eucalyptus urophylla

(Mashari, 1994).

Hampir semua jenis ekaliptus

beradaptasi dengan iklim musim.

E.

urophylla

secara alami tumbuh di lereng-lereng gunung dan lembah.

Perkembangan paling baik bila tumbuh pada tanah-tanah yang dalam dan lembab,

(17)

metamorf

, tetapi jarang tumbuh pada batuan kapur (Fakultas Kehutanan IPB, 1980

dalam

Mashari, 1994).

Pertumbuhan riap

E. urophylla

sangat tinggi. Tinggi pohon dapat

mencapai 40 meter dan rata-rata bebas cabang 25 meter. Diameternya bisa

mencapai 100 cm atau lebih dan tidak berbanir, kulit luar biasanya coklat muda

sampai coklat, keadaan kulit licin dan mengelupas memanjang tidak teratur

(Departemen Pertanian RI,1980

dalam

Sihite, 2008).

E. urophylla

digunakan sebagai bahan baku pembuatan pulp dan kayu

lapis serta kayu gergajian lainnya.

E. urophylla

juga tergolong kayu yang awet

dan kuat yang dapat digunakan untuk penopang bahan yang berat seperti bantalan

kereta api dan bahan bangunan lainnya (Departemen Kehutanan RI, 1992

dalam

Sihite, 2008).

Sifat Umum Kayu

a.

Warna kayu

Ada beraneka macam, antara lain warna kuning, keputih-putihan, coklat

muda, coklat tua, kehitam-hitaman, kemerah-merahan dan lain sebagainya. Hal ini

disebabkan oleh zat-zat pengisi warna dalam kayu yang berbeda-beda. Warna dari

suatu jenis kayu dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut: tempat di dalam

batang, umur pohon, kelembaban udara. Kayu teras umumnya memiliki warna

yang lebih jelas atau lebih gelap daripada warna bagian kayu yang ada di sebelah

luar kayu teras, yaitu kayu gubal. Kayu pohon yang lebih tua dapat lebih gelap

dari kayu pohon yang lebih muda dari jenis yang sama. Kayu yang kering berbeda

(18)

lebih gelap, dapat juga lebih pucat daripada kayu yang segar dan kering udara

(Dumanauw, 1990).

b.

Kilap kayu

Suatu jenis kayu dikatakan mengkilap jika permukaannya dapat

memantulkan cahaya. Ada jenis-jenis kayu yang kusam, ada yang agak mengkilap

dan ada pula yang sangat mengkilap tanpa dipolitur. Kilap pada kayu tidak ada

hubungannya dengan tekstur. Kayu yang mempunyai tekstur halus belum tentu

mengkilap (Mandang dan Pandit, 1997).

c.

Arah serat

Pengertian arah serat pada kayu sebenarnya adalah arah seluruh sel-sel

aksial pada suatu lapisan kayu terhadap sumbu batang pohon atau terhadap arah

sel-sel aksial dari lapisan kayu di sebelah luar dan sebelah dalam lapisan kayu

yang bersangkutan. Arah serat pada sepotong kayu mudah ditetapkan berdasarkan

arah sel-sel pembuluh yang pada permukaan kayu tampak seperti

goresan-goresan. Kayu dikatakan berserat lurus jika pembuluh dan sel-sel aksial lainnya

membentang searah dengan sumbu batang. Kayu dikatakan berserat melintang

jika arah bentangan pembuluh membentuk sudut terhadap sumbu batang pohon.

Serat melintang dapat digolongkan lagi atas:

a. Serat berpadu

bila arah letak sel-sel aksial pada suatu lapisan kayu

berbeda dengan arah sel-sel serupa pada lapisan kayu berikutnya.

b. Serat terpilin

jika sel-sel aksial mengelilingi sumbu batang pohon seperti

spiral.

c. Serat berombak

atau serat bergelombang

jika sel-sel aksial tersusun

(19)

d. Serat miring jika sel-sel aksial pada sebilah papan atau balok membentuk

sudut terhadap salah satu sisinya (Mandang dan Pandit, 1997).

Casey (1960)

dalam

Panggabean (2008) mengklasifikasikan serat

berdasarkan panjang serat (Tabel 1) dan berdasarkan diameter serat (Tabel 2).

Tabel 1.

Klasifikasi Panjang

Serat

No

Golongan

Panjang serat (µ)

1

2

3

Pendek

Sedang

Panjang

<900

900 – 1600

>1600

Sumber Casey (1960)

dalam

Panggabean (2008)

Tabel 2. Klasifikasi Diameter Serat

No

Golongan

Diameter serat (mm)

1

2

3

Tipis

Sedang

Lebar

0,002 – 0,010

0,010 – 0,025

0,025 – 0,040

Sumber Casey (1960)

dalam

Panggabean (2008)

d.

Kesan raba

Kesan raba dinilai dari licin atau kesat dengan menggosok-gosokkan jari ke

permukaan kayu. Beberapa jenis kayu terasa licin jika diraba. Biasanya kayu yang

mempunyai tekstur halus serta berat jenis tinggi menimbulkan kesan raba yang

licin. Kesan licin dapat pula bertambah jika kayunya memang mengandung

minyak (Mandang dan Pandit, 1997).

e.

Bau dan rasa

Bau dan rasa kayu mudah hilang bila kayu itu lama tersimpan di udara

luar. Untuk mengetahui bau dan rasa kayu perlu dilakukan pemotongan atau

sayatan baru pada kayu atau dengan membasahi kayu tersebut. Sebab ada

jenis-jenis kayu mempunyai bau yang cepat hilang, atau memiliki bau yang cukup

(20)

umum dikenal. Adanya persamaan di antara kesan bau dan rasa disebabkan oleh

adanya hubungan erat yang terdapat pada indera pembau dan indera perasa kita

(Dumanauw, 1990).

f.

Kekerasan

Kekerasan kayu merupakan salah satu sifat kayu yang berguna dalam

identifikasi jenis kayu

.

Tingkat kekerasan dapat digolongkan dari sangat lunak,

lunak, agak lunak, agak keras, keras dan sangat keras. Penetapannya dengan cara

menyayat contoh pada arah tegak lurus serat. Makin keras makin sulit disayat.

Bekas sayatan pun mengkilap. Kekerasan kayu erat hubungannya dengan tebal

relatif dinding serat. Makin tebal dinding serat makin keras kayu yang

bersangkutan. Kekerasan kayu dapat bertambah oleh kandungan mineral, terutama

silika dalam sel-sel kayu (Mandang dan Pandit, 1997).

Sifat Anatomis

a.

Pembuluh/pori-pori

Sel-sel pembuluh tampak jelas dengan bantuan lup berkekuatan

pembesaran sepuluh kali, bentuknya seperti pori-pori pada penampang lintang

batang kayu. Kalau diameter cukup besar, pembuluh dapat juga dengan mata

telanjang pada penampang radial dan tangensial seperti goresan-goresan kearah

longitudinal. Kebanyakan kayu di Indonesia memiliki pembuluh/pori-pori yang

tersebar atau baur. Hanya beberapa jenis saja yang diketahui mempunyai

pembuluh/pori-pori yang tersebar menurut pola tatalingkar. Ciri dari pori

tatalingkar adalah pembuluh yang berdiameter besar tersusun dalam deret

konsentrik pada awal lingkar tumbuh sedangkan pembuluh yang kecil tersusun

(21)

Susunan pembuluh/pori-pori dapat dibagi 2 yaitu soliter dan berganda.

Pembuluh yang dikatakan soliter jika berdiri sendiri, dan dikatakan berganda jika

dua atau lebih pembuluh bersinggungan sedemikian rupa, sehingga dinding

singgung tampak datar. Gandaan dua buah pembuluh sering juga disebut pasangan

(Mandang dan Pandit, 1997).

b.

Parenkim

Ciri parenkima yang penting untuk identifikasi adalah susunannya sebagai

mana yang terlihat pada penampang lintang kayu. Pada bidang ini, dengan

bantuan lup, parenkim biasanya dapat dilihat berupa jaringan yang berwarna lebih

cerah daripada jaringan serat: umumnya hampir putih dan lainnya agak coklat

atau coklat merah. Secara garis besar parenkim dapat dibagi atas dua tipe

berdasarkan hubungan dengan pembuluh. Tipe pertama dinamakan parenkim

apotrakea dan tipe kedua dinamakan parenkim paratrakea. Parenkima apotrakea

adalah semua bentuk parenkima yang tidak berhubungan langsung dengan

pembuluh. Parenkim paratrakea meliputi semua bentuk parenkima yang

berhubungan dengan pembuluh (Mandang dan Pandit, 1997).

c.

Jari-jari

Jari-jari tampak dengan lup pada penampang lintang kayu seperti

garis-garis yang hampir sejajar satu sama lain. Jika ukuranya cukup lebar, jari-jari dapat

dilihat dengan mata telanjang. Akan tetapi dengan kebanyakan jenis kayu, jari-jari

hanya dapat dilihat jelas dengan bantuan lup. Pada bidang radial, jari-jari tampak

seperti pita putus-putus kearah horisontal. Jika tingginya cukup maka jari-jari

akan tampak seperti sapuan-sapuan kuas ke arah horisontal (Mandang dan Pandit,

(22)

Sifat Fisis

Sifat fisis kayu merupakan faktor dalam dari struktur kayu yang sangat

menentukan, disamping peran lingkungan dimana kayu tersebut tumbuh.

Beberapa sifat fisis kayu yang dianggap penting antara lain: kadar air, berat jenis

kayu, dan kembang susut kayu (Dumanauw, 1990).

a.

Kadar air

Kayu bersifat higroskopis, artinya kayu memiliki daya tarik terhadap air,

baik dalam bentuk uap maupun cairan. Kemampuan kayu untuk mengisap atau

mengeluarkan air tergantung pada suhu dan kelembaban udara sekelilingnya.

Sehingga banyaknya air dalam kayu selalu berubah-ubah menurut keadaan udara/

atmosfer sekelilingnya. Banyaknya air yang dikandung pada sepotong kayu

disebut kadar air kayu. Banyaknya kandungan kadar air pada kayu bervariasi.

Tergantung jenis kayunya, kandungan tersebut berkisar sekitar 40-300%,

dinyatakan dengan persentase dari berat kayu kering tanur (Dumanauw, 1990).

Menurut Budianto (1996) ada beberapa tahapan pengabsorsian air di dalam

kayu (proses evaporasi) :

1.

Kayu basah (

Green Wood

), semua rongga pori dan dinding sel kayu penuh

kandungan air. Kadar air dapat mencapai 200%.

2.

Kayu setelah penebangan, setelah pohon ditebang zat air tidak dapat

masuk dengan bebas lagi. Dinding sel kayu tetap penuh kandungan air,

sedangkan rongga sel sebagian berkurang kandungan air. Besar kandungan

(23)

3.

Titik jenuh serat (

Fibre Saturation Point

), air bebas pada rongga pori-pori

kayu telah keluar semuanya. Kandungan air dalam dinding sel tetap. Kadar

air kayunya 25%-30%.

4.

Kering udara atau titik keseimbangan kadar air kayu (

Equilibrium

Moisture Content

), pada saat ini, kayu menyesuaikan diri dengan udara

sekitarnya, sehingga kandungan air dalam dinding sel yang berlebihan

mulai terevaporasi keluar. Bentuk dimensi kayu mulai berubah

(menyusut). Kadar air kayu antara 12%-20 %.

5.

Kering tanur, rongga pori dan dinding sel tidak mengandung air lagi.

Berat kayu tidak dapat turun lebih lanjut

b.

Kerapatan

Kayu adalah bahan yang terdiri atas sel. Struktur yang terdiri dari

sel-sel yang memberikan kayu banyak sifat-sifat dan ciri-ciri yang unik yang

membedakan kayu satu dengan kayu lainnya. Berat jenis (BJ) kayu merupakan

perbandingan antara kerapatan kayu dengan kerapatan air pada suhu 4°C

(Haygreen dan Bowyer, 1989).

Kerapatan kayu adalah perbandingan antara berat kayu terhadap volume

kayu tersebut. Berat jenis di dalam suatu spesies telah ditemukan bervariasi

dengan sejumlah faktor yang meliputi letaknya dalam pohon, letak dalam kisaran

spesies tersebut, kondisi tempat tumbuh, dan sumber-sumber genetik (Haygreen

dan Bowyer, 1989).

c.

Kembang susut

Jika kayu kehilangan air di bawah titik jenuh serat (TJS), yaitu kehilangan

(24)

kayu mengembang. Penyusutan dan pengembangan adalah suatu proses yang

benar-benar terbalikkan dalam potongan-potongan kecil kayu bebas tengahan

internal. Besarnya penyusutan umumnya sebanding dengan banyaknya air yang

dikeluarkan dari dinding sel. Hal ini berarti bahwa spesies dengan kerapatan

tinggi harus menyusut lebih banyak per persen perubahan kandungan air daripada

spesies dengan kerapatan rendah (Haygreen dan Bowyer

,

1989).

Penambahan air pada zat dinding sel akan menyebabkan jaringan

mikrofibril

mengembang, keadaan ini berlangsung sampai titik jenuh serat

tercapai. Dalam proses ini dikatakan bahwa kayu mengembang atau memuai.

Penambahan air seterusnya tidak akan mempengaruhi perubahan volume dinding

sel. Sebaliknya jika air dalam kayu dengan kadar air maksimum dikurangi, maka

pengurangan ini pertama-tama akan terjadi pada air bebas dalam rongga sel

sampai mencapai titik jenuh serat. Pengurangan air selanjutnya di bawah titik

jenuh serat akan menyebabkan dinding sel kayu itu menyusut atau mengerut.

Dalam hal ini dikatakan kayu itu mengalami penyusutan atau pengerutan

(Dumanauw, 1990).

Menurut Budianto (1996) terdapat 3 arah penyusutan pada kayu :

1.

Tangensial, merupakan arah penyusutan searah lingkaran tahun. Besar

penyusutan pada arah ini adalah 4,3% - 14% atau rata-rata 10%.

2.

Radial, merupakan arah penyusutan searah dengan jari-jari kayu atau

memotong tegak lurus lingkaran tahun. Penyusutan pada arah ini berkisar

(25)

3.

Longitudinal (

Aksial

), merupakan arah penyusutan searah dengan panjang

kayu atau serat batang kayu. penyusutan arah ini berkisar antara 0,1%

-0,3% atau biasa diperhitungkan -0,3%.

Salah satu usaha untuk mencegah dan membatasi penyusutan kayu adalah

dengan membuat kadar air kayu sekecil mungkin, atau pada keadaan kadar air

keseimbangan dengan cara sebagai berikut:

1.

Kayu dikeringkan sampai mencapai kadar air yang stabil (tetap), sehingga

penyusutan yang terjadi relatif kecil atau dapat diabaikan.

2.

Setelah itu kayu tersebut disimpan dalam ruangan yang tidak lembab dan

memiliki sirkulasi udara yang baik. (Sistem penimbunan yang sempurna).

3.

Memberi lapisan pada kayu dengan bahan-bahan penutup

finishing

untuk

menghambat perubahan kadar air atau untuk mempertahankan kestabilan

kadar air, selain berfungsi sebagai keindahan (Dumanauw, 1990).

Sifat Mekanis

Sifat mekanis merupakan kekuatan dan ketahanan terhadap perubahan

bentuk suatu bahan, sedangkan kekuatan adalah kemampuan suatu bahan untuk

memikul beban atau gaya yang bekerja padanya. Sifat mekanis biasanya

merupakan ciri terpenting dari produk kayu yang akan digunakan untuk bahan

bangunan gedung. Penggunaan struktural adalah setiap penggunaan di mana sifat

mekanis merupakan kriteria pertama untuk pemilihan bahan. Penggunaan

struktural produk kayu antara lain meliputi palang lantai, kasau, penyanggang atap

berlapis, tiang listrik, anak tangga dan rangka perabot rumah tangga (Haygreen

(26)

Perbandingan antara tegangan dan regangan di bawah batas proporsi yaitu,

kemiringan garis, adalah suatu nilai yang konstan yang disebut elastisitas (MOE).

Dalam uji tekan dan tarik perbandingan ini kadang-kadang dinamakan Modulus

Young untuk membedakannya dari MOE yang ditentukan uji keteguhan

lengkung. Semakin besar tegangan yang diperlukan untuk menghasilkan regangan

tertentu semakin besar ketahananya terhadap perubahan bentuk, semakin tinggi

MOE bahan. Hubungan antara MOE dengan defleksi yaitu apabila semakin tinggi

elastisitas suatu balok, semakin berkurangnya defleksi dengan ukuran tertentu

pada beban tertentu (Haygreen dan Bowyer, 1989).

Modulus patah (MOR) merupakan sifat mekanis yang berhubungan

dengan kekuatan kayu yaitu ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban atau

gaya luar yang bekerja padanya sampai maksimal dan cenderung merubah bentuk

dan ukuran kayu tersebut, dengan kata lain kekuatan letur patah merupakan sifat

kekuatan kayu dalam menentukan beban yang dapat dipikul oleh suatu balok atau

gelagar (Kollman dan Cote, 1968

dalam

Iswanto, 2008).

Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat mekanis kayu dipengaruhi oleh

dua faktor. Faktor luar (

eksternal

) berupa pengawetan kayu, kelembaban

lingkungan, pembebanan, dan cacat-cacat yang disebabakan oleh jamur serta

serangga perusak kayu. Faktor kedua yaitu faktor dalam kayu (

internal

) antara

lain berat jenis kayu, cacat-cacat berupa mata kayu, dan lain sebangainya

(27)

Kelas Kekuatan Kayu

Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI, 1961)

dalam

Frick dan

Moediartianto (2004) menyatakan kelas kuat kayu didasarkan pada berat jenis

(BJ), modulus elastisitas (MOE), dan modulus patah (MOR), dapat dilihat pada

Tabel 3.

Tabel 3. Kelas Kekuatan Kayu

Kelas Kuat

Berat Jenis

MOE (Kg/cm2)

MOR (kg/cm2)

I

≥ 0,90

125000

≥ 1100

II

0,90 – 0,60

100000

1100 – 725

III

0,60 – 0,40

80000

725 – 500

IV

0,40 – 0,30

60000

500 – 360

V

< 0,30

< 360

(28)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan,

Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara untuk

pengujian sifat anatomi dan fisis, serta untuk pengujian sifat mekanis (sampel

pengujian dikirim) dilakukan di Laboratorium Keteknikan Kayu Departemen

Hasil Hutan Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari

bulan Februari sampai September 2011.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu

E. urophylla

umur

7 tahun yang diambil dari PT Toba Pulp Lestari, Kecamatan Jona Hisaran,

Kabupaten Tobasa (Gambar 1). Sedangkan bahan kimia yang digunakan adalah

aquades

,

safranin

, larutan H

2

O

2

dan CH

3

COOH, alkohol 97%, kertas saring dan

pH meter.

(29)

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, timbangan

elektrik,

caliper

, mesin serut

single

dan

double planner

, amplas, lup pembesaran

10x,

band saw

, pisau, cawan petri, tabung reaksi, pipet tetes, penangas, plastik,

preparat, mikroskop elektron,

Universal Testing Machine

, kipas angin, corong dan

gelas ukur untuk proses penyaringan, label nama, dan alat tulis.

Prosedur Penelitian

Pengambilan bahan dan pembuatan contoh uji

Bahan diambil dari PT Toba Pulp Lestari, sebanyak tiga pohon

E. urophylla

umur 7 tahun dengan ukuran diameter bagian pangkal 18 cm, tengah

16 cm dan ujung 13 cm. Contoh uji diambil dari tiga bagian batang pohon, yaitu

bagian pangkal, tengah, dan bagian ujung. Pengambilan contoh uji berdasarkan

variasi kedalaman (arah horizontal) yaitu pada bagian dekat hati (empulur), tengah

dan dekat kulit (Gambar 2).

Tinggi bebas

cabang 7 m

Gambar 2. Pengambilan Kayu Berdasarkan Ketinggian Pohon (Arah Vertikal)

(30)

Keterangan:

k : dekat kulit

t : tengah

h : dekat hati

Gambar 3. Pengambilan Contoh Uji Berdasarkan Variasi Kedalaman (Arah

Horizontal)

Setiap parameter pengujian, contoh uji diambil dari 3 batang pada bagian

vertikal (ketinggian) dan horizontal (kedalaman) batang. Untuk pengujian sifat

anatomi contoh uji berukuran 2 cm x 2 cm x 10 cm. Sifat anatomi yang diuji

meliputi

makroskopis

dan

mikroskopis

. Namun serat dilihat melalui maserasi.

Untuk pengujian sifat fisis contoh uji berukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm. Sifat fisis

yang diuji meliputi kadar air, kerapatan dan kembang susut. Untuk pengujian sifat

mekanis contoh uji berukuran 2 cm x 2 cm x 30 cm. Sifat mekanis yang diuji

meliputi MOE (

Modulus of Elasticity

) dan MOR (

Modulus of Rupture

).

Pengujian Sifat Anatomis

Pengamatan dilakukan pada masing-masing contoh uji dengan ukuran

2 cm x 2 cm x 10 cm pada kadar air kering udara yang diambil dari setiap batang

pada arah horizontal dan vertikal batang, dengan menggunakan lup pembesaran

10 x. Pengamatan meliputi kilap kayu, warna kayu, pori-pori, parenkim, dan arah

serat. Pengujian sifat anatomi batang ini berdasarkan Mandang dan Pandit (1997

). k [image:30.595.189.439.82.187.2]
(31)
[image:31.595.174.454.86.219.2]

Gambar 4. Contoh Uji Pengujian Sifat Anatomi Kayu

Maserasi

a.

Proses Pemisahan serat (maserasi)

Proses maserasi serat dilakukan berdasarkan metode Franklin yang juga

digunakan oleh

Forest Product Laboratory

(FPL), yaitu dengan menggunakan

bahan pereaksi campuran H

2

O

2

dan CH

3

COOH dengan perbandingan 2 : 1 dan

dipanaskan pada suhu 120

0

C selama 7 jam.

Kayu

E. urophylla

dipotong sebesar korek api, kemudian dimasukkan ke

dalam tabung reaksi. Contoh uji ditetesi kedalamnya larutan H

2

O

2

dan CH

3

COOH

dengan perbandingan 2 : 1 sampai kayu terendam dan dimasukkan ke dalam gelas

ukur. Gelas ukur diisi dengan air hingga potongan mulai terendam semua. Contoh

uji dipanaskan diatas penangas selama 7 jam atau sampai serat terpisah. Tabung

reaksi diangkat dan dikocok agar serat dapat terpisah secara sempurna. Contoh uji

disaring menggunakan kertas saring dan dibilas dengan menggunakan alkohol

97% sebanyak 100 ml. Contoh uji dibilas dengan aquades hingga pH netral dan

serat dipindahkan kedalam cawan petri. Serat tersebut ditetesi dengan safranin

(32)

b.

Pengukuran Dimensi Serat

1.

Dimensi serat yang diukur sebanyak 150 serat pada bagian pangkal, tengah

dan ujung. Dimensi serat yang diukur adalah panjang serat, diameter serat,

tebal dinding serat, dan diameter lumen.

Keterangan :

L : Panjang serat

D :Diameter serat

I : Diameter lumen

[image:32.595.209.454.218.377.2]

W : Tebal dinding serat

Gambar 5. Dimensi serat

2.

Tebal dinding serat dihitung dengan rumus:

2

I

D

W

=

(Husein, 2004)

[image:32.595.187.394.446.646.2]
(33)

Pengujian Sifat Fisis

Pengujian sifat-sifat fisis kayu ekaliptus menggunakan standar

British

Standard

373-1975 meliputi : kadar air dan penyusutan pada 3 arah (radial,

tengensial dan longitudinal) yang diambil dari masing-masing bagian batang

berdasarkan ketinggian pohon dan variasi kedalaman. Contoh uji dapat dilihat

[image:33.595.202.413.266.419.2]

pada Gambar 7.

Gambar 7.Contoh Uji Pengujian Sifat Fisis Kayu

a.

Kadar air

Kadar air adalah jumlah air yang terdapat pada kayu dibagi dengan berat

kering tanur (BKT) dan dinyatakan dalam persen. Cara penentuan kadar air adalah

contoh uji kadar air diambil dari setiap batang pada arah horizontal dan vertikal

batang dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm. Contoh uji ditimbang untuk

menentukan berat awalnya sebelum dikering udarakan dengan menggunakan

kipas angin selama ± 3 minggu. Contoh uji kemudian dikeringkan dalam tanur

pada 103±2

o

C selama 24 jam untuk mengeluarkan semua air, kemudian ditimbang

(34)

Keterangan:

KA : Kadar air

BA : Berat awal

BKO : Berat kering oven

Keterangan:

BKU : Kering Udara

BKU : Berat kering udara

BKO : Berat kering oven

b.

Kerapatan

Kerapatan merupakan perbandingan massa kayu dengan volume kayu.

Cara penentuan kerapatan yaitu contoh uji diambil dari setiap batang pada variasi

ketinggian dan variasi kedalaman dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm. Contoh uji

dikering udarakan dengan kipas kemudian ditimbang beratnya (berat kering

udara) dan diukur dimensinya. Dihitung volume kering udara. Kemudian dihitung

kerapatan kayu dengan rumus:

Kerapatan Kayu (gr/cm

3

)

(

( )

3

)

cm Volume gram Berat =

c.

Penyusutan

Penyusutan pada kayu dikarenakan adanya molekul-molekul air yang

terlepas dari dinding-dinding sel pada kayu, penyusutan kayu ini terjadi apabila

kayu dibawah titik jenuh serat. Contoh uji dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm

%

100

x

BKO

BKO

BA

basah

KA

=

% 100 x BKO BKO BKU KU

(35)

ukur dimensinya pada 3 arah (radial, tangensial, dan longitudinal). Contoh uji

dikering udarakan dengan menggunakan kipas angin selama ± 3 minggu dan

dihitung lagi dimensinya. Contoh uji kering udara masukan ke dalam oven pada

suhu 103 ± 2

o

C selama 24 jam kemudian ukur dimensinya. Penyusutan dapat

dihitung dengan rumus :

x100% awal

Dimensi

akhir Dimensi awal

Dimensi (%)

Penyusutan = −

Pengujian Sifat Mekanis

Pengujian sifat mekanis menggunakan standar

Birtish Standard

373-1975

Standard Test for Small Clear Specimen

. Gambar sampel sifat mekanis meliputi

[image:35.595.159.461.408.566.2]

pengujian sifat keteguhan lentur dan keteguhan patah pada Gambar 8.

Gambar 8. Contoh Uji Pengujian Sifat Mekanis Kayu

a.

Keteguhan lentur (

Modulus of Elasticity

)

Pengujian keteguhan lentur (

Modulus of Elasticity

) dilakukan

bersama-sama dengan pengujian keteguhan patah dengan memakai contoh uji yang bersama-sama

(36)

pengujian dicatat pada setiap selang beban tertentu. Nilai MOE dihitung dengan

rumus:

MOE : Modulus lentur (kg/cm

2

)

P

: Beban sebelum batas proporsi (kg)

L

: Jarak sangga (cm)

Y

: Lenturan pada beban (cm)

b

: Lebar contoh uji (cm)

d

: Tebal contoh uji (cm)

B.

Keteguhan patah (

Modulus of Rupture

)

Pengujian keteguhan patah (

Modulus of rupture

) dilakukan dengan

menggunakan

Universal Testing Machine

dengan menggunakan lebar bentang

(jarak penyangga) 15 kali tebal nominal. Nilai MOR dihitung dengan rumus :

MOR : Modulus patah (kg/cm

2

)

P

: Beban Maksimum (kg)

L

: Jarak sangga (cm)

b

: Lebar contoh uji (cm)

d

: Tebal contoh uji (cm)

Contoh uji yang digunakan berukuran 2 cm x 2 cm x 30 cm pada kondisi

[image:36.595.165.446.646.738.2]

kering udara dengan pola pembebanan disajikan pada Gambar 9:

Gambar 9. Pengujian Modulus Patah dan Modulus Elastisitas

MOE =

3

3

.

.

.

4

.

d

b

Y

L

P

MOR =

2
(37)

Analisa Data

Dari pengujian sifat fisis dan mekanis yang telah dilakuan, selanjutnya

data-data tersebut diolah dengan menggunakan model rancangan tersarang,

dimana taraf faktor B (kedalaman) tersarang pada taraf faktor A (ketinggian)

yaitu:

1.

Variasi Ketinggian (faktor A)

a.

A1 : Pangkal

b.

A2 : Tengah

c.

A3 : Ujung

2.

Variasi Kedalaman (faktor B) merupakan bagian tersarang pada variasi

ketinggian (faktor A)

a.

B1 : Kulit

b.

B2 : Tengah

c.

B3 : Empulur

Dengan demikian akan diperoleh perlakuan yaitu :

A = A1B1, A1B2, A1B3 B = A2B1, A2B2, A2B3 C = A3B1, A3B2, A3B3

Model rancangan statistik yang digunakan adalah model rancangan tersarang

(Sastrosupadi, 2000) sebagai berikut :

Y

ijk

= µ + T

i

+ ß

j(i)

+

(ij)k

Dimana:

Y

ijk

= nilai pengamatan faktor ketinggian taraf ke-i dan faktor kedalaman taraf

ke-j pada ulangan ke-k

µ

= Rata-rata umum

(38)

ß

j(i)

=Pengaruh faktor B (kedalaman) ke-j yang tersarang pada faktor A

(ketinggian) ke-i

(ij)k

= Galat percobaan

Untuk melihat adanya pengaruh perlakuan terhadap respon maka

dilakukan analisis sidik ragam berupa uji F pada tingkat kepercayaan 95% (nyata).

Dengan hipotesis yang diuji adalah :

H

1 :

perbedaan variasi kedalaman yang tersarang dalam variasi ketinggian kayu

E. Urophylla

berpengaruh nyata.

Ho : tidak ada perbedaan antara variasi kedalaman yang tersarang pada variasi

ketinggian kayu

E. Urophylla

.

Uji F dilakukan untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata satu

dengan lainnya. Jika F hitung lebih kecil dari F tabel, maka perlakuan tidak

berpengaruh nyata pada suatu tingkat kepercayaan tertentu, dan jika F-hitung

lebih besar dari F tabel maka perlakuan mempengaruhi sifat-sifat dasar kayu

E.

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ciri-ciri umum

[image:39.595.116.525.338.451.2]

Pengamatan menggunakan lup dengan pembesaran 10x dilakukan pada penampang batang kayu E. urophylla berdasarkan variasi ketinggian dan kedalaman batang. Sifat anatomi batang kayu E. urophylla berdasarkan variasi ketinggian dan kedalaman batang yang diamati meliputi warna, kilap kayu, arah serat, bau dan rasa dan kekerasan kayu. Ciri-ciri umum kayu E. Urophylla dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4. Ciri-ciri Umum Kayu E. urophylla

No Ciri umum Keterangan

1. Warna Warna kuning kecoklatan dan tidak ada perbedaan warna yang

mencolok pada segmen ketinggian kayu.

2. Kilap Tidak mengkilap dan tidak dapat memantulkan cahaya.

3. Arah serat

Kesan raba

Memiliki serat yang lurus sampai berombak. Kesan raba agak halus

4. Bau dan rasa Tidak memiliki bau dan rasa yang khas.

5. Kekerasan Agak keras sampai keras

Kayu E. urophylla secara umum memiliki ciri-ciri berwarna kuning kecoklatan. Tidak ada perbedaan warna yang mencolok pada segmen ketinggian (pangkal, tengah, ujung) memiliki warna yang hampir sama. Permukaan kayu E. urophylla tidak mengkilap dan tidak dapat memantulkan cahaya. Ini disebabkan oleh kandungan lilin pada permukaan kayu E. urophylla tidak begitu nampak. Suatu jenis kayu dikatakan mengkilap, jika permukaan kayu tersebut bersifat memantulkan cahaya (Mandang dan Pandit, 1997).

(40)

searah dengan sumbu batang, dan serat dikatakan berombak jika sel-sel aksial tersusun berbelok-belok kearah longitudinal. Arah serat pada sepotong kayu mudah ditetapkan berdasarkan arah sel-sel pembuluh yang pada permukaan kayu tampak seperti goresan-goresan (Mandang dan Pandit, 1997).

Kayu E. urophylla memiliki kesan raba agak halus. Halus atau tidaknya kesan raba suatu jenis kayu tergantung dari tekstur kayu, besar kecilnya air yang dikandung, dan kadar zat ekstraktif didalam kayu (Dumanauw, 1990).

Kayu E. urophylla tidak memiliki bau dan rasa yang khas pada bagian batang. Menurut Damanik (2009) bahwa kandungan minyak atsiri pada kayu E. Urophylla

dominan pada daun, adapun pada kulit dan ranting sangat kecil sekali, hal ini yang menyebabkan bahwa kayu E. Urophylla tidak memiliki bau dan rasa yang khas pada bagian batang. Mandang dan Pandit (1997) menyatakan kebanyakan bau pada kayu sukar diterangkan. Hanya beberapa diantaranya yang mempunyai bau yang mudah dikenal.

(41)

Pori berganda 2 Sifat Anatomi

Pengamatan makroskopis

1. Pembuluh atau pori-pori

E. urophylla memiliki pembuluh atau pori-pori soliter, berganda radial 2, dan berkelompok tangensial. Gambar 10 menunjukkan penyebaran pembuluh atau pori-pori

[image:41.595.115.484.293.457.2]

pada kayu E. urophylla.

Gambar 10. Penyebaran Pori-pori Batang Kayu E. urophylla (Perbesaran 10x)

2. Parenkim

Pengamatan menggunakan lup dengan pembesaran 10x, dapat dilihat bahwa parenkim batang kayu E. urophylla berbentuk paratrakeal terselubung, parenkim menyelubungi pori-pori yang dapat dilihat pada Gambar 10. Menurut Mandang dan Pandit (1997), parenkim paratrakea selubung merupakan parenkim yang berbentuk selubung lengkap di sekeliling pembuluh, bundar atau sedikit lonjong.

3. Jari-jari

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, bahwa jari-jari pada kayu E. urophylla sempit dan jumlahnya sangat banyak. Tampak dengan pengamatan

Pori soliter

Berkelompok t i l Parenkim

(42)

menggunakan lup dengan pembesaran 10x. Menurut Mandang dan Pandit (1997), bahwa jari-jari kayu ekaliptus sempit, jumlahnya agak banyak dan ukurannya pendek.

Pengamatan mikroskopis

Serat

[image:42.595.148.474.339.536.2]

Rata-rata panjang serat yang terdapat pada kayu E. urophylla bervariasi tergantung posisinya dalam ketinggian pohon. Serat terpanjang terdapat pada bagian pangkal, semakin pendek menuju bagian tengah batang hingga ke bagian ujung batang. Selengkapnya dapat dilihat pada (Lampiran 1 – 3).

Gambar 11. Serat Kayu E. urophylla (Pembesaran 10x)

(43)
[image:43.595.114.512.227.388.2]

umur pohon sampai periode tertentu dimana sel-sel kambium dewasa dan kemudian sel-sel yang terbentuk akan mempunyai dimensi sel yang lebih kecil dibandingkan dimensi sel yang dibentuk sebelumnya. Nilai rata-rata dimensi serat hasil kayu E. urophylla dapat dilihat pada (Tabel 5).

Tabel 5. Nilai Rata-Rata Serat Kayu E. urophylla

Dimensi Serat (mikron)

Bagian Batang

Pangkal Tengah Ujung Rata-rata Panjang serat 1188,40 1068,20 1029,40 1095,33 Diameter serat 511,20 404,40 391,20 435,60 Diameter lumen 229,60 184,80 182,00 198,80 Tebal dinding serat 143,40 110,00 104,20 119,20

Rata-rata panjang serat kayu E. urophylla pada masing-masing bagian batang berturut-turut adalah pada bagian pangkal sebesar 1188,4 µ, pada bagian tengah sebesar 1068,2 µ dan pada bagian ujung adalah sebesar 1029,4 µ, dimana pengukuran serat dilakukan dengan dotgrid. Menurut Casey (1960) dalam Panggabean (2008) panjang serat E. urophylla dengan rata-rata 1095,3 µ termasuk dalam golongan serat sedang. Panjang serat merupakan unsur penting kekuatan kertas, karena serat panjang merupakan bahan kertas kraft yang perlu untuk produk kertas yang tidak diputihkan seperti karton berombak dan kantong belanjaan (Haygreen dan Bowyer 1989).

(44)

bertambah pendek sampai ujung. Semakin bertambahnya umur pohon, ukuran panjang serat cenderung bertambah (Pandit, 2002 dalam Nugraheni, 2008).

Diameter serat pada pangkal kayu E. urophylla cenderung lebih besar dengan rata-rata 511,2 µ, selanjutnya diikuti oleh batang bagian tengah 404,4 µ, dan paling kecil pada bagian ujung dengan rata-rata 3912 µ. Menurut Casey (1960) dalam Panggabean (2008) diameter serat E. urophylla dengan rata-rata 435,6 µ termasuk dalam klasifikasi diameter lebar. Pangkal batang didominasi oleh sel serat dewasa yang telah mengalami pertumbuhan secara sempurna sehingga diameter serat lebih besar.

Besarnya diameter serat dewasa disebabkan telah terjadi penebalan sekunder dari dinding sel dan proses lignifikasi telah selesai sehingga menambah diameter serat yang terbentuk. Menurut Nugraheni (2008) serat dengan diameter yang besar dan tipis mampu memberikan ikatan antar serat yang kuat dengan kekuatan lembaran yang tinggi.

Seperti halnya pada pengukuran panjang dan diameter serat, variasi diameter lumen serat juga memperlihatkan nilai yang lebih besar pada bagian pangkal dan semakin kecil menuju bagian tengah dan ujung kayu. Rata-rata diameter lumen serat kayu E. urophylla mulai dari bagian pangkal adalah sebesar 229,6 µ, dan pada bagian tengah adalah sebesar 184,8 µ, dan pada bagian ujung adalah sebesar 182 µ. Ini disebabkan pada bagian ujung kayu masih mengalami tingkat pertumbuhan.

(45)

kertas. Serat berdinding tipis mudah melembek dan menjadi pipih sehingga memberikan permukaan yang luas bagi terjadinya ikatan antar serat. Serat dengan dinding tebal sulit melembek dan juga menyulitkan dalam penggilingan dan akan memberikan kekuatan sobek rendah tetapi kekuatan tarik dan kekuatan lipatnya tinggi (Casey,1980 dalam Nugraheni,2008).

Sifat fisis

1. Kadar Air

Kadar Air Basah

Kadar air basah pada kayu E. urophylla dengan tiga variasi kedalaman yang tersarang pada variasi ketinggian batang kayu E. urophylla disajikan pada Tabel 6. Rata-rata nilai kadar air basah batang kayu E. urophylla adalah 65,20%. Nilai rata-rata kadar air basah kayu E. urophylla tertinggi pada bagian ujung dekat hati sebesar 84,93%, dan nilai rata-rata terendah pada bagian pangkal dekat kulit sebesar 47,38%.

Tabel 6. Nilai Rata-rata Kadar Air Basah Kayu E. urophylla

Variasi ketinggian

Variasi kedalaman

Dekat kulit (%) Tengah (%) Dekat hati (%) Rata-rata (%)

Pangkal 47,38 56,48 60,92 54,92

Tengah 51,94 68,64 73,51 64,69

Ujung 63,51 79,54 84,93 75,99

(46)

Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 5) diperoleh bahwa adanya pengaruh variasi ketinggian, dan variasi kedalaman yang tersarang pada variasi ketinggian terhadap kadar air basah, dan pada uji Duncan variasi ketinggian (ujung berbeda nyata dengan tengah dan pangkal, dan tengah berbeda nyata dengan pangkal). Uji Duncan pada variasi kedalaman yang tersarang pada variasi ketinggian (ujung hati bebeda nyata dengan pangkal kulit, pangkal tengah, pangkal hati, tengah kulit, tengah-tengah, dan ujung kulit, tetapi tidak bebeda nyata dengan ujung tengah dan tengah hati. Pada ujung tengah berbeda nyata dengan pangkal kulit, pangkal tengah, pangkal hati, tengah kulit, dan ujung kulit tetapi tidak berbeda nyata dengan tengah hati dan tengah-tengah).

Nilai rata-rata kadar air basah tertinggi pada batang bagian ujung dekat hati. Hal ini karena pada bagian ujung tersusun atas jaringan yang masih muda, dimana secara fisiologis jaringan tersebut masih berfungsi aktif dimana dinding selnya relatif lebih tipis dan rongga sel lebih besar dibanding dengan jaringan yang sudah tua. Menurut Haygreen dan Bowyer (1989) perbedaan kadar air pada kayu awal dan kayu akhir ini disebabkan karena perbedaan kerapatan kayu yang menunjukkan perbedaan kemampuan dinding sel kayu untuk mengikat air.

Kadar Air Kering Udara

Rata-rata nilai kadar air kering udara batang kayu E. urophylla adalah 13,20%. Nilai tertinggi kadar air kering udara kayu E. urophylla pada bagian ujung dekat hati sebesar 14,19%, dan nilai terendah pada bagian pangkal dekat kulit sebesar 12,57%. Nilai rata-rata kadar air kering udara kayu E. urophylla disajikan pada tabel 7.

(47)

Variasi ketinggian

Variasi kedalaman

Dekat kulit (%) Tengah (%) Dekat hati (%) Rata-rata (%)

Pangkal 12,57 12,67 13,00 12,74

Tengah 12,82 13,39 13,52 13,24

Ujung 12,99 13,74 14,19 13,64

Rata-rata (%) 12,79 13,26 13,57 13,20

Hasil analisis sidik ragam kadar air kering udara kayu E. urophylla (Lampiran 6) tidak ada pengaruh nyata antara variasi ketinggian, dan variasi kedalaman yang tersarang pada variasi ketinggian terhadap kadar air kering udara kayu E. urophylla pada masing-masing sampel.

[image:47.595.108.423.564.672.2]

Variasi kadar air kering udara pada batang kayu E. urophylla dikarenakan sifat kayu bersifat higroskopis. Sesuai dengan peryataan Dumanauw (1990) menyatakan kayu bersifat higroskopis, yaitu kemampuan kayu untuk menyerap atau mengeluarkan air tergantung pada suhu dan kelembaban udara sekelilingnya. Pada Tabel 8 dibawah ini menunjukkan beberapa nilai persen rata-rata kadar air kering udara pada beberapa jenis kayu cepat tumbuh.

Tabel 8. Nilai Rata-rata Kadar Air Kayu Cepat Tumbuh

Jenis Kayu Kadar Air (%)

Sengon buto (Enterolobium cyclocarpum) 13,49

Mahoni (Switenia sp) 16,79

Akasia (Acacia magium) 14,64

Suren (Toona sureni) 17,18

Eucaliptus urophylla 7 tahun

Eucalyptus grandis 6 tahun

13,20 14,75

(48)

Jika dibandingkan kadar air kering udara E. urophylla dengan jenis kayu cepat tumbuh lainnya, menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar air kering udara kayu sengon buto setara dengan E. urophylla. Sedangkan kayu akasia, mahoni, suren, dan E. grandis

umur 6 tahun kadar airnya lebih tinggi. Perbedaan kadar air dari beberapa jenis kayu tersebut disebabkan oleh laju perubahan kadar air dipengaruhi oleh jenis kayu, arah serat, umur kayu, dan ketebalan kayu.

2. Kerapatan

Nilai kerapatan kayu E. urophylla berkisar 0,40-0,57 g/cm3 dengan nilai rata-rata 0,51 g/cm3. Berdasarkan pembagian kelas kuat kayu dibandingkan dengan PKKI (1961)

[image:48.595.115.509.479.665.2]

dalam Frick dan Moediartianto (2004) maka kayu E. urophylla termasuk ke dalam kelas kuat III-IV, yang berarti kayu E. urophylla hanya dapat digunakan untuk konstruksi ringan. Kerapatan kayu E. urophylla pada masing-masing bagian batang disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Nilai Rata-rata Kerapatan Kering Udara Kayu E. urophylla

Variasi ketinggian Variasi kedalaman Dekat kulit

(g/cm3)

Tengah (g/cm3)

Dekat hati (g/cm3)

Rata-rata (g/cm3)

Pangkal 0,57 0,55 0,54 0,55

Tengah 0,56 0,49 0,48 0,51

Ujung 0,53 0,47 0,42 0,47

Rata-rata (g/cm3) 0,55 0,50 0,48 0,51

(49)

dekat hati sebesar 0,42 g/cm3. Hal ini menunjukkan semakin ke ujung bagian batang nilai kerapatan kayu E. urophylla semakin menurun dikarenakan pada bagian ujung tingkat pertumbuhannya tinggi dibandingkan bagian lain. Tsoumis (1991) menyatakan bahwa variasi kerapatan juga disebabkan oleh variasi anatomi kayu, salah satu yang membedakan adalah tipe sel (trakeid, pori dan sel parenkim).

Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 8) didapat ada pengaruh nyata pada variasi ketinggian terhadap nilai kerapatan kayu. Pada uji Duncan pangkal berbeda nyata dengan tengah, dan ujung dan tengah berbeda nyata dengan ujung. Kerapatan kayu merupakan suatu sifat fisis yang sangat penting terhadap kekuatan kayu, biasanya semakin tinggi kerapatan kayu maka semakin kuat kayu tersebut.

3. Penyusutan

a. Susut Radial

Penyusutan terjadi jika kayu kehilangan air dibawah titik jenuh serat, yaitu kehilangan air terikat. Rata-rata nilai susut radial basah kayu E. urophylla adalah 5,28%. Nilai rata-rata susut radial basah kayu E. urophylla disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Nilai Rata-rata Susut Radial Basah Kayu E. urophylla

Variasi ketinggian

Variasi kedalaman

Dekat kulit (%) Tengah (%) Dekat hati (%) Rata-rata (%)

Pangkal 5,55 5,08 5,66 5,43

Tengah 6,40 5,83 4,49 5,57

Ujung 6,25 4,35 4,00 4,86

(50)

Susut radial tertinggi terdapat pada bagian tengah dekat kulit sebesar 6,4%, dan nilai terendah terdapat pada bagian ujung dekat hati sebesar 4%. Hal ini dipengaruhi oleh penurunan kadar air yang cukup besar pada bagian tengah dekat kulit, karena pada bagian tersebut terdapat kandungan air yang tinggi. Menurut Hutagalung (2011) rata-rata nilai persen susut radial pada kayu E. grandis umur 6 tahun adalah 3,68% lebih rendah dari pada penyusutan kayu E. urophylla dengan nilai rata-rata 5,28%. Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran10) diperoleh bahwa tidak adanya pengaruh nyata antara variasi ketinggian, dan variasi kedalaman yang tersarang pada variasi ketinggian terhadap susut radial basah.

Susut radial kering udara disajikan pada Tabel 11. Rata-rata nilai susut radial kering udara batang kayu E. urophylla adalah 2,22%. Menurut Budianto (1996) penyusutan pada arah radial berkisar antara 2,1-8,5% yang merupakan penyusutan searah jari-jari kayu atau memotong tegak lurus lingkaran tahun.

Tabel 11. Nilai Rata-rata Susut Radial Kering Udara Kayu E. urophylla

Variasi ketinggian

Variasi kedalaman

Dekat kulit (%) Tengah (%) Dekat hati (%) Rata-rata (%)

Pangkal 2,54 2,29 2,21 2,34

Tengah 2,58 2,22 1,70 2,16

Ujung 2,43 2,19 1,90 2,17

Rata-rata (%) 2,51 2,23 1,93 2,22

(51)

penyusutanya sebesar 1,94% lebih rendah dari penyusutan kayu E. urophylla dengan nilai 2,22%. Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 11) diperoleh bahwa tidak ada pengaruh nyata antara variasi ketinggian, dan variasi kedalaman yang tersarang pada variasi ketinggian terhadap susut radial kering udara. Susut radial kering udara semakin mendekati hati semakin menurun, hal ini dikarenakan berkas pembuluh lebih sedikit terdapat pada bagian dekat hati.

b. Susut Tangensial

[image:51.595.117.513.381.543.2]

Hasil pengukuran susut tangensial basah pada kayu E. urophylla disajikan pada Tabel 12. Rata-rata nilai susut tangensial basah batang kayu E. urophylla adalah 6,86%.

Tabel 12. Nilai Susut Tangensial Basah Kayu E. urophylla

Variasi ketinggian

Variasi kedalaman

Dekat kulit (%) Tengah (%) Dekat hati(%) Rata-rata (%)

Pangkal 7,92 7,61 7,56 7,69

Tengah 8,11 5,94 5,54 6,53

Ujung 7,4 5,96 5,75 6,37

Rata-rata (%) 7,81 6,50 6,28 6,86

(52)

Hasil pengukuran susut tangensial kering udara batang kayu E. urophylla

disajikan pada Tabel 13. Rata-rata nilai susut tangensial kering udara batang kayu E. urophylla adalah 2,62%.

Tabel 13. Nilai Rata-rata Susut Tangensial Kering udara Kayu E. urophylla

Variasi ketinggian

Variasi kedalaman

Dekat kulit (%) Tengah (%) Dekat hati (%) Rata-rata (%)

Pangkal 2,83 2,67 2,81 2,77

Tengah 3,1 2,8 1,87 2,59

Ujung 2,87 2,55 2,12 2,51

Rata-rata (%) 2,93 2,67 2,26 2,62

Penyusutan tangensial kering udara tertinggi terdapat pada batang bagian tengah dekat kulit sebesar 3,1%, dan nilai terendah pada bagian tengah dekat hati sebesar 1,87%. Rata-rata nilai penyusutan tangensial kering udara terbesar pada bagian pangkal, tengah dan ujung batang pada bagian dekat kulit pada masing-masing bagian batang. Berdasarkan penelitian Hutagalung, (2008) bahwa nilai rata-rata susut tangensial kering udara kayu E. grandis umur 6 tahun adalah 2,62% sama dengan hasil penyusutan tangensial kering udara pada kayu E. urophylla umur 7 tahun.

(53)

berbeda nyata dengan pangkal kulit, pangkal tengah, pangkal hati, tengah-tengah, ujung kulit, dan ujung tengah).

c. Susut Longitudinal

[image:53.595.115.507.302.462.2]

Hasil pengukuran susut longitudinal basah batang kayu E. urophylla disajikan pada Tabel 14. Rata-rata nilai susut longitudinal basah batang kayu E. urophylla adalah 0,28%.

Tabel 14. Nilai Rata-rata Susut Longitudinal basah Kayu E. urophylla

Variasi ketinggian

Variasi kedalaman

Dekat kulit (%) Tengah (%) Dekat hati (%) Rata-rata (%)

Pangkal 0,32 0,15 0,27 0,24

Tengah 0,30 0,27 0,35 0,30

Ujung 0,33 0,23 0,34 0,30

Rata-rata (%) 0,31 0,21 0,32 0,28

Nilai susut longitudinal basah tertinggi terdapat pada bagian tengah dekat hati sebesar 0,35%, dan nilai terendah pada bagian pangkal tengah sebesar 0,15%. Hasil analisis sidik ragam longitudinal basah (Lampiran 14) tidak ada pengaruh nyata antara variasi ketinggian, dan variasi kedalaman yang tersarang pada variasi ketinggian terhadap masing-masing sampel.

(54)

Tabel 15. Nilai Susut Longitudinal Kering Udara Kayu E. urophylla

Variasi ketinggian

Variasi kedalaman

Dekat kulit (%) Tengah (%) Dekat hati (%) Rata-rata (%)

Pangkal 0,12 0,07 0,16 0,11

Tengah 0,13 0,17 0,20 0,16

Ujung 0,11 0,05 0,16 0,10

Rata-rata (%) 0,12 0,09 0,17 0,12

Nilai susut longitudinal kering udara tertinggi terdapat pada bagian tengah dekat hati sebesar 0,20%, dan nilai terendah terdapat pada bagian ujung tengah sebesar 0,05%. Hal ini dikarenakan perbedaan besarnya air keluar dari dinding sel, yang disebabkan oleh faktor pengeringan kayu.

Hasil analisis sidik ragam longitudinal kering udara (Lampiran 15) diperoleh adanya pengaruh antara variasi ketinggian dan varisasi kedalaman yang tersarang pada variasi ketinggian terhadap pada masing-masing sampel, pada uji Dancan variasi ketinggian (tengah berbeda nyata dengan ujung, dan pangkal). Uji Dancan pada variasi kedalaman yang tersarang pada variasi ketinggian (tengah-tengah berbeda nyata dengan pangkal tengah, tengah hati, ujung kulit dan ujung tengah tetapi tidak berbeda nyata dengan pangkal kulit, pangkal hati, tengah kulit, dan ujung hati).

(55)

dasarnya adalah linier. Hal ini berarti bahwa spesies dengan kerapatan tinggi haruslah menyusut lebih banyak per persen perubahan kandungan air dari pada spesies dengan kerapatan rendah.

Nilai penyusutan pada tangensial, radial dan longitudinal kayu E. urophylla

diperoleh susut basah bidang T (6,86) > R (5,28) > L (0,28). Sama halnya pada susut kering udara, dimana pada bidang radial, tangensial dan longitudinal kayu E. urophylla

pada susut kering udara juga didapat nilai T (2,62) > R (2,22) >L (0,12). Hal ini sesuai dengan Haygreen dan Bowyer, (1989) yang mengemukakan perubahan dimensi kayu pada arah tengensial lebih besar daripada arah radial dan longitudinal.

Sifat Mekanis

1. Modulus Lentur (Modulus of Elasticity)

[image:55.595.117.510.543.721.2]

Nilai MOE kayu E. urophylla dapat dilihat pada Tabel 16. Rata-rata nilai MOE batang kayu E. urophylla adalah 6,72x104 kg/cm2. Nilai rata-rata MOE batang kayu E. urophylla disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16. Nilai Rata-rata MOE Batang Kayu E. urophylla

Variasi Ketinggian

Variasi Kedalaman Dekat kulit

(kg/cm2)

Tengah (kg/cm2)

Dekat hati(kg/cm2)

(56)

Nilai MOE tertinggi sebesar 7,85 x 104 kg/cm2 pada bagian ujung tengah, nilai terendah sebesar 6,22 x 104 kg/cm2 pada bagian pangkal dekat kulit. Dari data nilai MOE dibandingkan dengan PKKI (1961) dalam Frick dan Moediartianto (2004) kayu E. urophylla termasuk kedalam kelas kuat IV. Hasil analisis keragaman MOE batang kayu E. urophylla (Lampiran 17) tidak ada pengaruh nyata antara variasi ketinggian, dan variasi kedalaman yang tersarang pada variasi ketinggian terhadap MOE batang kayu E. urophylla.

2. Modulus Patah (Modulus of Rupture)

[image:56.595.115.510.435.611.2]

Hasil penelitian terhadap kayu E. urophylla didapat nilai MOR batang kayu E. urophylla disajikan pada Tabel 17. Rata-rata nilai MOR batang kayu E. urophylla adalah 417,20 kg/cm2.

Tabel 17. Nilai Rata-rata MOR Batang Kayu E. urophylla

Variasi Ketinggian

Variasi Kedalaman Dekat kulit

(kg/cm2)

Tengah (kg/cm2)

Dekat hati (kg/cm2)

Rata-rata (kg/cm2)

Pangkal 429,56 385,24 368,78 394,52

Tengah 450,22 413,70 408,78 424,23

Ujung

Gambar

Tabel 3. Kelas Kekuatan Kayu
Gambar 1. Pohon E. Urophylla di Sektor Aek Nauli
Gambar 2. Pengambilan Kayu Berdasarkan Ketinggian Pohon (Arah Vertikal)
Gambar 3. Pengambilan Contoh Uji Berdasarkan Variasi Kedalaman (Arah     Horizontal)
+7

Referensi

Dokumen terkait