• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ciri Umum Kayu

Pengamatan menggunakan lup dengan pembesaran 10x dilakukan pada

penampang batang kayu ekaliptus berdasarkan variasi ketinggian dan kedalaman

batang. Sifat anatomi batang kayu ekaliptus berdasarkan variasi ketinggian dan

kedalaman batang yang diamati meliputi warna, kilap kayu, arah serat, bau dan

rasa serta kekerasan kayu (Tabel 4).

Tabel 4. Ciri-ciri Umum Kayu Ekaliptus

No Ciri umum Keterangan

1. Warna Warna coklat kemerahan dan tidak ada perbedaan warna yang mencolok pada sekmen ketinggian kayu.

2. Kilap Tampak kusam dan tidak dapat memantulkan cahaya. 3. Arah serat Memiliki serat yang lurus sampai berombak.

4. Bau dan rasa Tidak memiliki bau dan rasa yang khas. 5. Kekerasan Agak keras sampai keras

Pangkal

Tengah

Ujung

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapat bahwa kayu

ekaliptus memiliki warna coklat kemerahan. Tidak ada perbedaan warna yang

mencolok pada segmen ketinggian kayu. Pada bagian pangkal, tengah dan ujung

kayu memiliki warna yang hampir sama. Permukaan kayu ekaliptus tampak

kusam dan tidak dapat memantulkan cahaya. Ini disebabkan oleh arah serat yang

berombak. Suatu jenis kayu dikatakan mengkilap, jika permukaan kayu tersebut

bersifat memantulkan cahaya.

Kayu ekaliptus pada bidang radial terdapat jalur-jalur yang kusam karena

arah serat. Kayu ekaliptus memiliki serat yang lurus sampai berombak. Serat

ekaliptus tampak jelas dengan pengamatan menggunakan lup dengan perbesaran

10x. Berbeda dengan pernyataan Mandang dan Pandit (1997), yang menyatakan

bahwa arah serat kayu Eucalyptus deglupta berpadu sampai dengan sangat

berpadu, dan adakalanya bergelombang.

Kayu ekaliptus tidak memiliki bau dan rasa yang khas. Pada umumnya

kayu mempunyai bau tertentu apalagi waktu segar. Akan tetapi kebanyakan bau

pada kayu sukar diterangkan. Hanya beberapa diantaranya yang mempunyai bau

yang mudah dikenal (Mandang dan Pandit, 1997).

Kayu ekaliptus memiliki kelas kekerasan agak keras sampai keras,

ditandai pada saat penyayatan pada arah melintang kayu. Kayu ekaliptus agak

susah pada saat disayat dan kayu ekaliptus juga tidak meninggalkan bekas pada

saat ditekan dengan kuku. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mandang dan Pandit

(1997), yang menyatakan bahwa kayu ekaliptus tergolong kayu yang agak keras

Sifat Anatomi Kayu

Pengamatan makroskopis

1. Pembuluh atau poripori

Kayu ekaliptus memiliki pembuluh atau pori-pori yaitu soliter, berganda

2-3 radial berbentuk bulat dan agak lonjong. Gambar 9 menunjukkan penyebaran

pembuluh atau pori-pori pada kayu ekaliptus.

Pori berganda 3

Pori berganda 2

Pori soliter

Parenkim

Gambar 9. Penyebaran Pori-pori Batang Kayu Ekaliptus (Perbesaran 10x)

2. Parenkim

Pengamatan menggunakan lup dengan pembesaran 10x, dapat dilihat

bahwa parenkim batang kayu ekaliptus berbentuk paratrakeal terselubung,

parenkim menyelubungi pori-pori yang dapat dilihat pada Gambar 8. Menurut

Mandang dan Pandit (1997), parenkim batang kayu ekaliptus bertipe paratrakea

Pengamatan mikroskopis Serat

Rata-rata panjang serat yang terdapat pada kayu ekaliptus bervariasi

tergantung posisinya dalam ketinggian pohon. Serat terpanjang terdapat pada

bagian pangkal, semakin pendek menuju bagian tengah batang hingga ke bagian

ujung batang. Selengkapnya dapat dilihat pada (Lampiran 1 – 3).

Gambar 10. Serat Kayu Ekaliptus (Perbesaran 10x)

Dimensi serat seperti panjang serat, diameterserat, diameter lumen dan

tebal dinding serat memiliki hubungan yang kompleks satu sama lain dan

mempunyai pengaruh yang mendasar terhadap sifat fisik pulp dan kertas serta

tujuan penggunaannya (Anonim, 1976). Pengaruh dimensi serat terhadap

kekuatan kertas secara individu lebih kecil dibandingkan dengan turunannya.

Nilai rataan dimensi serat hasil penelitian dari kayu ekaliptus dapat dilihat pada

(Tabel 5).

Tabel 5. Nilai Rataan Dimensi Serat Kayu Ekaliptus

No Dimensi Serat Bagian Batang Rataan

(mikron) Pangkal Tengah Ujung

1 Panjang serat 1252.8 1054.8 1003,0 1103.53

2 Diameter serat 282.4 250.4 232,0 254.93

3 Diameter lumen 188,0 146.4 137.6 157.33

Rataan panjang serat kayu ekaliptus pada masing-masing bagian batang

berturut-turut adalah pada bagian pangkal sebesar 1252,8 µ, pada bagian tengah

sebesar 1054,8 µ dan pada bagian ujung adalah sebesar 1003 µ. Menurut Panshin

dan De Zeeuw (1980), sel yang matang lebih panjang dari sel yang muda karena

sel yang muda masih terus mengalami pembelahan, sedangkan penambahan

panjang sel merupakan tahap akhir dari pembesaran sel. Rataan dari ketiga serat

kayu ekaliptus menunjukkan bahwa serat kayu ekaliptus termasuk ke dalam

golongan serat sedang menurut klasifikasi serat Casey (1960) dalam Panggabean

(2008).

Diameter serat pada pangkal kayu ekaliptus cenderung lebih besar dari

pada bagian tengah dan ujung, selanjutnya diikuti oleh bagian tengah batang dan

paling kecil pada bagian ujung. Pangkal batang didominasi oleh sel serat dewasa

yang telah mengalami pertumbuhan secara sempurna sehingga diameter serat

lebih besar. Besarnya diameter serat dewasa disebabkan telah terjadi penebalan

sekunder dari dinding sel dan proses lignifikasi telah selesai sehingga menambah

diameter serat yang terbentuk. Rata-rata diameter serat kayu ekaliptus adalah

sebesar 254,93. Berdasarkan klasifikasi serat Casey (1960) dalam Panggabean

(2008) , diameter serat kayu ekaliptus termasuk dalam klasifikasi diameter lebar.

Variasi tebal dinding serat kayu ekaliptus berbeda dengan panjang serat

dan diameter serat, dimana tebal dinding serat yang paling besar terdapat pada

bagian tengah dan pada bagian pangkal dan bagian ujung memiliki ketebalan

dinding serat yang sama. Dimana rata-rata tebal dinding serat berturut-turut mulai

dari bagian pangkal adalah sebesar 47,2 µ, pada bagian tengah adalah sebesar 52

Seperti halnya pada pengukuran panjang dan diameter serat, variasi

diameter lumen serat juga memperlihatkan nilai yang lebih besar pada bagian

pangkal dan semakin kecil menuju bagian ujung kayu. Rata- rata diameter lumen

serat kayu ekaliptus mulai dari bagian pangkal adalah sebesar 188 µ, dan pada

bagian tengah adalah sebesar 146,4 µ, dan pada bagian ujung adalah sebesar 137,6

µ. Ini disebabkan pada bagian ujung kayu masih mengalami tingkat pertumbuhan.

Sifat Fisis Kayu

Adapun nilai rataan kadar air basah dan kadar air kering udara, kerapatan

dan penyusutan radial,tangensial dan longitudinal baik basah maupun kering

udara dapat dilihat pada Tabel 6. hasil penelitian menunjukkan bahwa:

1. Kadar Air

Rata-rata nilai kadar air basah batang kayu ekaliptus adalah 72,11%. Nilai

rata-rata terbesar pada batang bagian ujung pada bagian dekat hati dengan nilai

93,96% dan nilai rata-rata terendah pada batang bagian pangkal pada bagian dekat

kulit dengan nilai 44,43%.

Berdasarkan analisis sidik ragaman Lampiran 4 diperoleh bahwa adanya

pengaruh variasi kedalaman yang tersarang pada variasi ketinggian terhadap kadar

air basah, dan pada uji Duncan juga menunjukkan adanya pengaruh nyata antara

variasi kedalaman yang tersarang pada variasi ketinggian terhadap kadar air basah

kayu (Lampiran 4).

Kadar air basah terjadi pada waktu seluruh dinding sel jenuh air. Biasanya

kadar air kayu di atas 30 %. Data yang ada juga dapat dilihat bahwa nilai rata-rata

empelur yang merupakan kayu awal mempunyai dinding tipis dan rongga sel

besar. Menurut Bowyer et al., (2003) perbedaan kadar air ini disebabkan

perbedaan kerapatan kayu yang menunjukkan perbedaan kemampuan dinding sel

kayu untuk mengikat air.

Rata-rata nilai kadar air kering udara batang kayu ekaliptus adalah

14,75%. Nilai kadar air kering udara kayu ekaliptus dapat dilihat bahwa pada

kadar air kering udara kayu ekaliptus nilai tertinggi pada batang bagian ujung

pada bagian tengah dengan nilai 15,98%, dan nilai terendah terdapat pada batang

bagian pangkal pada bagian dekat kulit dengan nilai 13,24%.

Berdasarkan analisis sidik ragaman Lampiran 5 diperoleh bahwa ada

pengaruh variasi kedalaman yang tersarang pada variasi ketinggian terhadap kadar

air kering udara kayu ekaliptus. Pada uji Duncan menunjukkan tidak ada pengaruh

nyata antara variasi kedalaman yang tersarang pada variasi ketinggian terhadap

kadar air basah kayu (Lampiran 5).

Variasi kadar air kering udara pada batang kayu ekaliptus dikarenakan sifat kayu

bersifat higroskopis. Sesuai dengan pernyataan Bowyer et al., (2003) yang

menyatakan kayu memiliki sifat higroskopis yaitu kemampuan kayu untuk

menyerap uap air dari udara sekitarnya sampai kayu mencapai keseimbangan

kandungan air dengan udara.

2. Kerapatan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kerapatan kayu

ekaliptus berkisar 0,52 – 0,69 maka kayu ekaliptus termasuk ke dalam kelas kuat

II – III, yang berarti kayu ekaliptus termasuk kayu yang memiliki kekuatan yang

kerapatan batang kayu ekaliptus adalah 0,58. Sesuai dengan pernyataan Lima et

al.,(2005) pada kayu ekaliptus umur 5 tahun rata-rata nilai kerapatannya diperoleh

sebesar 0,57. Hal ini dikarenakan kesamaan umur pada kayu ekaliptus

(Eucalyptus grandis) tersebut, sehingga memiliki nilai kerapatan yang sama.

Sedangkan pada penelitian sifat fisik dan mekanik jenis kayu Urograndis

(Eucalyptus urograndis) dilakukan terhadap tanaman berumur 2 dan 3 tahun

(Hadjib 2000). Dari hasil pengamatan, belum terdapat perbedaan yang nyata pada

BJ berdasarkan jarak empulur ke arah kulit dan dari pangkal ke ujung batang

bebas cabang. Menurut klasifikasi kekuatan kayu Indonesia, kayu tersebut

tergolong kelas kuat III sehingga dapat digunakan untuk bahan baku mebel atau

konstruksi ringan.

Hasil yang didapat pada penelitian ini, nilai rata-rata berat jenis tertinggi

terdapat pada batang bagian pangkal dekat kulit dengan nilai 0,66 dan nilai

rata-rata terendah pada batang bagian ujung pada bagian dekat hati dengan nilai 0,52.

Hal ini menunjukkan semakin ke ujung bagian batang nilai kerapatan batang kayu

ekaliptus semakin menurun dikarenakan pada bagian ujung tingkat

pertumbuhannya tinggi dibandingkan bagian lain.

Variasi berat jenis pada bagian batang kayu ekaliptus dipengaruhi oleh

kandungan air dalam kayu dan juga kandungan zat ekstraktif, hal ini sesuai

dengan pernyataan Bowyer et al., (2003) yang menyatakan bahwa berat jenis kayu

bervariasi diantara berbagai jenis pohon dan di antara pohon dari satu jenis yang

sama. Variasi ini juga terjadi pada posisi yang berbeda dari satu pohon. Adanya

variasi jenis kayu tersebut disebabkan oleh perbedaan dalam jumlah zat penyusun

Berdasarkan analisis sidik ragaman Lampiran 6 diperoleh bahwa adanya

pengaruh variasi kedalaman yang tersarang pada variasi ketinggian terhadap berat

jenis. Pada uji Duncan menunjukkan tidak ada pengaruh nyata antara variasi

kedalaman yang tersarang pada variasi ketinggian terhadap berat jenis kayu.

3. Penyusutan

a. Susut Radial

Penyusutan terdiri dari susut radial, tangensial, dan longitudinal.

Masing-masing susut terdiri dari 2 kali pengukuran penyusutan, susut basah dari dimensi

sampel setelah dipotong dan setelah sampel kering oven, sedangkan susut kering

udara dari sampel kering udara dan setelah sampel kering oven. Nilai susut radial

basah pada batang kayu ekaliptus dapat dilihat pada Lampiran 7. Rata-rata nilai

susut radial basah ke batang kayu ekaliptus adalah 3,68%.

Data yang ada dapat dilihat bahwa susut radial tertinggi terdapat pada

batang bagian tengah pada dekat hati dengan nilai 4,76%, hal ini dipengaruhi oleh

penurunan kadar air yang cukup besar pada batang bagian tengah pada dekat hati.

Hal ini karena banyaknya air yang keluar pada bagian tersebut, karena kandungan

air pada bagian tersebut tinggi. Nilai susut terendah pada batang bagian ujung

pada dekat kulit dengan nilai 2,72%.

Susut radial kering udara yaitu dari dimensi kering udara ke dimensi

kering oven dapat dilihat pada Lampiran 8. Rata-rata nilai susut radial kering

udara batang kayu ekaliptus adalah 1,94%. Data yang ada dapat dilihat bahwa

pada susut radial kering udara ini, nilai penyusutan tertinggi terdapat batang

bagian ujung pada bagian tengah dengan nilai 2,74%. Dan penyusutan terendah

sesuai dengan pernyataan Bowyer et al., (2003) yang menyatakan variasi dalam

penyusutan contoh-contoh uji yang berbeda dari spesies yang sama dibawah

kondisi yang sama diakibatkan 3 faktor yaitu :

1. Ukuran dan bentuk potongan. Ini mempengaruhi orientasi serat dalam

potongan dan keseragaman kandungan air diseluruh tebalnya.

2. Kerapatan contoh uji. Semakin tinggi kerapatan contoh uji, semakin

banyak kecenderungannya untuk menyusut.

3. Laju pengeringan contoh uji. Di bawah kondisi pengeringan yang cepat,

tegangan internal terjadi karena perbedaan penyusutan.

b. Susut Tangensial

Hasil pengukuran susut tangensial basah ke pada kayu ekaliptus dapat

dilihat pada Lampiran 9. Rata-rata nilai susut tangensial basah batang kayu

ekaliptus adalah 4,23%. Hasil yang didapat pada susut tangensial basah dapat

dilihat nilai tertinggi penyusutan terdapat pada batang bagian tengah pada dekat

hati dengan nilai 5,37% dan nilai terendah pada batang bagian ujung pada dekat

kulit dengan nilai 3,29%. Rata-rata penyusutan terbesar pada bagian pangkal,

tengah dan ujung pada bagian dekat hati pada masing-masing bagian batang.

Hasil pengukuran susut tangensial kering udara ke batang kayu ekaliptus

dapat dilihat pada Lampiran 10. Rata-rata nilai susut tangensial kering udara

batang kayu ekaliptus adalah 2,62%.

Hasil penyusutan tangensial kering udara tertinggi terdapat pada batang

bagian pangkal pada dekat hati dengan nilai 3,34%, dan nilai terendah pada

penyusutan tangensial kering udara terbesar pada bagian pangkal, tengah dan

ujung batang pada bagian dekat hati pada masing-masing bagian batang.

c. Susut Longitudinal

Hasil pengukuran susut longitudinal basah batang kayu ekaliptus dapat

dilihat pada Lampiran 11. Rata-rata nilai susut longitudinal basah batang kayu

ekaliptus adalah 1,14%. Hasil pengukuran susut longitudinal basah didapat nilai

penyusutan tertinggi terdapat pada batang bagian ujung pada dekat hati dengan

nilai 1,48%, dan nilai terendah pada batang bagian pangkal pada dekat kulit

dengan nilai 0,88%. Rata-rata penyusutan tertinggi pada setiap bagian batang

terdapat pada bagian dekat hati pada bagian pangkal, tengah dan ujung. Hal ini

dikarenakan perbedaan besarnya air keluar dari dinding sel, yang disebabkan oleh

faktor udara disekitar kayu.

Hasil pengukuran susut longitudinal kering udara batang kayu ekaliptus

dapat dilihat pada Lampiran 12. Rata-rata nilai susut longitudinal kering udara

batang kayu ekaliptus adalah 0,63%. Hasil pengukuran susut longitudinal kering

udara didapat nilai penyusutan tertinggi terdapat pada batang bagian ujung pada

dekat hati dengan nilai 0,79%, dan nilai terendah terdapat pada batang bagian

pangkal pada dekat kulit serta pada batang bagian ujung pada dekat kulit dengan

nilai 0,49%.

Hampir pada setiap susut, nilai penyusutan tertinggi terdapat pada batang

bagian ujung pada bagian dekat hati, hal ini dikarenakan pada bagian tersebut

kadar air banyak tersimpan, sehingga pada saat dilakukan pengeringan udara dan

pernyataan Bowyer et al., (2003) yang menyatakan banyaknya penyusutan terjadi

umumnya sebanding dengan jumlah air yang keluar dari dinding sel.

Tabel 6. Nilai Rataan Kadar Air, Kerapatan dan Penyusutan Kayu Ekaliptus

Sifat fisik kayu Satuan Rataan Nilai

Terendah Tertinggi

Kadar air basah % 72,11 44,43 93,96

Kadar air kering udara % 14,75 13,24 15,98

Kerapatan gr/cm2 0,58 0,52 0,66

Penyusutan

Susut radial basah % 3,68 2,72 4,76

Susut radial kering udara % 1,98 1,32 2,74

Susut tangensial basah % 4,32 3,29 5,37

Susut tangensial kering udara % 2,62 2,12 3,34

Susut longitudinal basah % 1,14 0,88 1,48

Susut longitudinal kering udara % 0,63 0,49 0,79

Bidang radial, tangensial dan longitudinal pada susut basah didapat nilai

penyusutan bidang T > R > L. Sama halnya pada susut basah, dimana pada bidang

radial, tangensial dan longitudinal pada susut kering udara juga didapat nilai T >

R > L. Hal ini sesuai dengan Bowyer et al., (2003) yang mengemukakan

perubahan dimensi kayu pada arah tengensial lebih besar daripada arah radial dan

longitudinal. Perbedaan nilai penyusutan yang didapat pada ketiga bidang

orientasi karena perbedaan struktur dinding sel dan susunan sel ketiga bidang

tersebut.

Hasil analisis ragaman Lampiran 7 – Lampiran 10 baik pada susut basah

dan kering udara untuk bidang radial, tangensial, berpengaruh nyata terhadap

variasi kedalaman yang tersarang pada variasi ketinggian terhadap susut basah

dan kering udara untuk bidang radial, tangensial. Pada uji Duncan untuk susut

basah dan kering udara bidang radial menunjukkan adanya pengaruh nyata antara

dan kering udara untuk bidang radial kayu. Sedangkan pada susut basah dan

kering udara untuk bidang tangensial, menunjukkan tidak ada pengaruh nyata

antara variasi kedalaman yang tersarang pada variasi ketinggian terhadap susut

basah dan kering udara untuk bidang tangensial kayu. Sedangkan hasil analisis

keragaman Lampiran 11 – Lampiran 12 pada susut basah dan kering udara pada

bidang longitudinal, tidak ada pengaruh nyata terhadap variasi kedalaman yang

tersarang pada variasi ketinggian kayu ekaliptus.

Sifat Mekanis Kayu

1. Modulus Lentur (Modulus of Elasticity)

Hasil penelitian terhadap batang kayu ekaliptus, nilai MOE dapat dilihat

pada Lampiran 14. Rata-rata nilai MOE kayu ekaliptus adalah 8,68 x 104 kg/cm2.

Hasil dari penelitian MOE batang kayu ekaliptus didapat nilai MOE tertinggi

dengan nilai 10,48 x 104 kg/cm2 pada batang bagian ujung pada tengah kulit, nilai

terendah dengan nilai 6,71 x 104 kg/cm2 pada batang bagian ujung pada dekat

kulit. Sedangkan pada Acosta (1995), rata-rata nilai MOE batang kayu ekaliptus

adalah sebesar 9,83 x 104 kg/cm2. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan umur

yang terdapat pada kayu ekaliptus tersebut, sehingga terdapat nilai MOE yang

berbeda di antara kedua kayu tersebut.

Data nilai MOE dibandingkan dengan PKKI (1961) kayu ekaliptus

termasuk kedalam kelas kuat II. Lebih jelas nilai MOE batang kayu ekaliptus

dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil analisis ragaman MOE batang kayu ekaliptus

Lampiran 13 tidak ada pengaruh antara variasi kedalaman yang tersarang pada

Tegangan didefinisikan sebagai distribusi gaya per unit luas, sedangkan

renggangan adalah perubahan panjang per unit panjang bahan.

Modulus elastisitas (MOE) berkaitan dengan regangan, defleksi dan perubahan

bentuk yang terjadi. Besarnya defleksi dipengaruhi oleh besar dan lokasi

pembebanan, panjang dan ukuran balok serta MOE kayu itu sendiri. Makin tinggi

MOE akan semakin kurang defleksi balok atau gelagar dengan ukuran tertentu,

pada beban tertentu dan semakin tahan terhadap perubahan bentuk (Bowyer et al.,

2003).

2. Modulus Patah (Modulus of Rupture)

Hasil penelitian terhadap kayu ekaliptuss didapat nilai MOR batang kayu

ekaliptus dapat dilihat pada Lampiran 14. Rata-rata nilai MOR batang kayu

ekaliptus adalah 851,65 kg/cm2. Hasil didapat nilai MOR tertinggi dengan nilai

986,26 kg/cm2 pada batang bagian ujung pada bagian tengah, nilai terendah

dengan nilai 636,66 kg/cm2 pada batang bagian tengah pada tengah. Sedangkan

pada Acosta (1995), rata-rata nilai MOR batang kayu ekaliptus (Eucalyptus

grandis) umur 10 tahun adalah sebesar 732 kg/cm2. Perbedaan yang terjadi juga

dikarenakan adanya perbedaan umur yang terdapat pada kayu ekaliptus tersebut.

Dan pada pernyataan Hadjib (2000), nilai MOR batang eukaliptus urograndis

adalah sebesar 702.15 ~ 1074.07 kg/cm2. yang menyatakan bahwa dari hasil

pengamatan, belum terdapat perbedaan yang nyata pada sifat mekanis berdasarkan

jarak empulur ke arah kulit dan dari pangkal ke ujung batang bebas cabang.

Dari data nilai MOR dibandingkan dengan PKKI (1961) kayu ekaliptus

termasuk kedalam kelas kuat II. Lebih jelas nilai MOR batang kayu ekaliptus

Tabel 7. Nilai Rataan MOE dan MOR Kayu Ekaliptus

Sifat mekanis kayu Satuan Rataan Nilai

Terendah Tertinggi

MOE kg/cm2 8,68 x 104 6,71 x 104 10,48 x 104

MOR kg/cm2 851,65 636,66 986,26

Hasil analisis nilai MOR kayu ekaliptus Lampiran 14 ada pengaruh nyata

antara variasi kedalaman yang tersarang pada variasi ketinggian terhadap MOR

batang kayu ekaliptus. Pada uji Duncan untuk MOR menunjukkan tidak ada

pengaruh nyata antara variasi kedalaman yang tersarang pada variasi ketinggian

terhadap MOR kayu ekaliptus.

Batang kayu ekaliptus yang memiliki kelas kuat II-III dilihat dari berat

jenis, MOE, dan MOR setara dengan kayu cengal (Hopea sangal Korth), Mahoni

(Switenia mahagoni), dan sungkai (Peronema canescens Jack) yang juga memilki

kelas kuat II-III. Kayu yang memilki kelas kuat II-III dapat digunakan sebagai

Dokumen terkait